Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN PADA AKSEPTOR KB PADA NY. A P2Ab0Ah2


UMUR 30 TAHUN AKSEPTOR KB LAMA IUD DENGAN ANEMIA
RINGAN DI PUSKESMAS UMBULHARJO I

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Manajemen

Disusun oleh :

Anis Fadhylah

Pembimbing Akademik:

Dwiana Estiwidani, SST,MPH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


JURUSAN KEBIDANAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA AKSEPTOR KB PADA NY. A P2Ab0Ah2


UMUR 30 TAHUN AKSEPTOR KB LAMA IUD DENGAN ANEMIA
RINGAN DI PUSKESMAS UMBULHARJO I

Oleh:

Anis Fadhylah

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Dwiana Estiwidani, SST,MPH Reny Trisnantini Amd. Keb


NIP. 197904182002122001 NIP.

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Hesty Widyasih, SST.M.Keb


NIP. 197910072005012004
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Manajemen dengan judul
“Laporan Manajemen Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Umbulharjo I”.
Penulisan Laporan Manajemen Puskesmas ini dilakukan dalam rangka memenuhi
tugas praktik asuhan kebidanan holistik di Puskesmas. Laporan ini terwujud atas
bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :

1. DR. Yuni Kusmiyati, S.SiT, MPH, Selaku Ketua Jurusan Kebidanan


Politeknik Kesehatan Kemenkes Yogyakarta yang telah memfasilitasi
untuk praktik klinik
2. Hesty Widyasih, S.SiT, M.Keb, Selaku Ketua Prodi yang telah
memfasilitasi dan meberikan arahan
3. Dwiana Estiwidani, SST,MPH, Selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis.
4. Reny Trisnantini Amd. Keb, Selaku pembimbing lahan yang telah
memberikan bimbingan, arahan dan masukan kepada penulis.
5. Teman-teman yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan
Laporan Komprehensif ini; dan

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari laporan
komprehensif ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan
masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak. Semoga
laporan manajemen ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Yogyakarta, Januari 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara berkembang dengan jumlah
penduduk sebanyak 252.124.458 jiwa dengan luas wilayah 1.913.378,68
km2 dan kepadatan penduduk sebesar 131,76 jiwa/km2 (Depkes RI,
2014).1 Di negara ASEAN, Indonesia dengan luas wilayah terbesar
menjadi negara penduduk terbanyak. Angka Fertilitas atau Total Fertility
Rate (TFR) Indonesia 2,4 berada di atas rata-rata TFR negara ASEAN,
yaitu 2,3. Masalah yang terdapat di Indonesia adalah laju pertumbuhan
penduduk yang relatif masih tinggi. Perkiraan penduduk pertengahan
(2013) sebesar 248,8 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar
1,48%. Laju pertumbuhan ditentukan oleh kelahiran dan kematian dengan
adanya perbaikan pelayanan kesehatan menyebabkan tingkat kematian
rendah, sedangkan tingkat kelahiran tetap tinggi hal ini penyebab utama
ledakan penduduk. Menekan jumlah penduduk dengan menggalakan
program Keluarga Berencana (KB) (BPS, 2013).2
Salah satu program yang dicanangkan adalah keluarga berencana
yang meliputi penyedia informasi, pendidikan, dan cara- cara bagi
keluarga untuk dapat merencanakan kapan akan mempunyai anak, berapa
jumlah anak, berapa tahun jarak usia antara anak, serta kapan akan
berhenti mempunyai anak.3 KB aktif di antara Pasangan Usia Subur (PUS)
tahun 2017 sebesar 63,22 %, sedangkan yang tidak pernah sebesar
18,63%. Untuk pemilihan alat kontrasepsi 80% peserta KB aktif memilih
suntikan dan pil dibanding metode lainnya. Suntikan dan pil termasuk
dalam non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (non MKJP) sehingga
tingkat efektifitas suntikan dan pil dalam pengendalian kehamilan lebih
rendah dibandingkan jenis kontrasepsi lainnya. Cakupan peserta KB aktif
menurut metode kontrasepsi modern tahun 2017 yaitu Alat Kontrasepsi
Bawah Rahim (AKDR) 7,15%, Metode Operasi Wanita (MOW) 2,78%,
Metode Operasi Pria (MOP) 0,53%, implant 6,99%, suntik 62,77%,
kondom 1,22% dan pil 17,24%.4
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau Intra Uterine
Devices (IUD) merupakan pilihan kontrasepsi yang efektif, aman, dan
nyaman bagi sebagian wanita. IUD merupakan metode kontrasepsi
reversibel yang paling sering digunakan di seluruh dunia dengan
pemakaian mencapai sekitar 100 juta wanita, sebagian besar berada di
China. Generasi terbaru AKDR memiliki efektivitas lebih dari 99% dalam
mencegah kehamilan pada pemakaian satu tahun atau lebih.5 Fenomena
pemilihan alat non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (non MKJP) yang
terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta menyebutkan rata-rata pelayanan
kontrasepsi tiap bulan kontrasepsi suntik 42,83 %, pil 10,74 % jiwa,
kondom 8,5 % sedangkan untuk pemilihan MKJP seperti Alat Kontrasepsi
Dalam Rahim (AKDR) 24,69%, implant 7,55 %, Metode Kontrasepsi
Wanita (MOW) 4,92% dan Metode Kontasepsi Pria (MOP) 0,77%.
Dalam sebuah studi, metode kontrasepsi jangka panjang 20 kali lebih
efektif daripada metode kontraepsi suntik dan pil. MKJP juga tergolong
aman, mudah digunkaan, tahan lama, cepat digunakan, dan sedikit
kontraindikasi. Selain itu, peningkatan MKJP masuk dalam Arah
Kebijakan dan Strategi Pembangunan 2015- 2019 untuk mengurangi
resiko drop-out.1
Di samping keefektifan dari AKDR tersebut ada beberapa kerugian
dalam pemakaian AKDR, antara lain perdarahan (spotting)
antarmenstruasi, nyeri haid yang berlebihan, periode haid lebih lama, dan
perdarahan berat pada waktu haid. Hal-hal tersebut memungkinkan
terjadinya anemia dan resiko lainnya. Setiap bulan, wanita usia subur akan
mengalami kehilangan darah akibat periode menstruasi. Penggunaan alat
kontrasepsi berpengaruh terhadap pengeluaran darah menstruasi pada
wanita, termasuk AKDR yang dapat meningkatkan pengeluaran darah 2
kali saat menstruasi. Dongour et. al 2016 menyatakan bahwa periode
menstruasi yang berlangsung lebih lama dari 5 hari dan penggunaan
AKDR keduanya secara independen berhubungan dengan nilai
hemoglobin yang lebih rendah (secara berturut-turut -0,15 sampai -0,25
g/dl). Menurut Arisman tahun 2017 terjadinya perdarahan yang berlebihan
saat menstruasi akan mengakibatkan anemia besi.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2018 pengguna KB
aktif Daerah Istimewa Yogyakarta sebanyak 320.533 (59,85%) yang
terdiri dari akseptor kb modern 314.206 (58,67%) dan akseptor kb
tradisional 6.327 (1,18%).5 Data Profil Kesehatan Daerah Istimewa
Yogyakarta tahun 2018 menunjukkan cakupan akseptor KB Kota
Yogyakarta dengan jumlah peserta KB aktif 32.396 (75,6%) dan peserta
KB baru 1.518 (3,5%)5
Akseptor KB aktif di Puskesmas Umbuharjo 1 tahun 2019 yaitu
IUD sebanyak 31%, MOW sebanyak 5,8%, implant sebanyak 1,6%,
kondom sebanyak 14,2%, suntik sebanyak 39% dan pil sebanyak 8%.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengimplementasikan asuhan
kebidanan pada keluarga berencana menggunakan pola pikir
manajemen kebidanan serta mendokumentasikan hasil asuhannya.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat melaksanakan pengkajian pada kasus keluarga
berencana pada Ny. A usia 30 tahun P2Ab0Ah2 akseptor lama
KB IUD dengan anemia ringan.
b. Mahasiswa dapat mengidentifikasi diagnosa/masalah kebidanan
berdasarkan data subyektif dan data obyektif pada kasus
keluarga berencana pada Ny. A usia 30 tahun P2Ab0Ah2 akseptor
lama KB IUD dengan anemia ringan.
c. Mahasiswa dapat menentukan masalah yang mungkin terjadi
pada kasus keluarga berencana pada Ny. A usia 30 tahun
P2Ab0Ah2 akseptor lama KB IUD dengan anemia ringan.
d. Mahasiswa dapat menentukan kebutuhan segera pada kasus
keluarga berencana pada Ny. A usia 30 tahun P2Ab0Ah2 akseptor
lama KB IUD dengan anemia ringan.
e. Mahasiswa dapat merencanakan tindakan yang akan dilakukan
pada kasus keluarga berencana pada Ny. A usia 30 tahun
P2Ab0Ah2 akseptor lama KB IUD dengan anemia ringan.
f. Mahasiswa dapat melaksanakan tindakan untuk menangani
kasus keluarga berencana pada Ny. A usia 30 tahun P2Ab0Ah2
akseptor lama KB IUD dengan anemia ringan.
g. Mahasiswa dapat melaksanakan evaluasi untuk menangani
kasus keluarga berencana pada Ny. A usia 30 tahun P2Ab0Ah2
akseptor lama KB IUD dengan anemia ringan.
h. Mahasiswa dapat melakukan pendokumentasian kasus keluarga
berencana pada Ny. A usia 30 tahun P2Ab0Ah2 akseptor lama
KB IUD dengan anemia ringan.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup laporan komprehensif ini adalah pelaksanaan pelayananan
kebidanan yang berfokus pada masalah kesehatan keluarga berencana
yang berkaitan dengan IUD.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis
Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman
secara langsung, sekaligus penanganan dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh selama pendidikan. Selain itu, menambah wawasan dalam
menerapkan asuhan kebidanan pada kasus keluarga berencana IUD
dengan anemia ringan.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Mahasiswa
Dapat mengkaji teori, menjabarkan ilmu, serta mengaplikasikan
asuhan yang akan diberikan pada kasus keluarga berencana IUD
dengan anemia ringan.
b. Bagi Bidan Pelaksana di Puskesmas Umbulharjo 1
Laporan komprehensif ini dapat dijadikan dokumentasi di
Puskesmas Umbulharjo 1, dapat juga menjadi bahan update
keilmuan.
BAB II

KAJIAN KASUS DAN TEORI

A. Kajian Masalah Kasus


Ny. A usia 30 tahun datang ke Puskesmas Umbulharjo 1 pada
tanggal 04 Februari 2020 pada pukul 10.10 WIB, ibu ingin melepas KB
IUD dan mengatakan bahwa menstruasinya lebih lama dan lebih banyak
dari biasanya. Berdasarkan pengkajian, pendidikan terakhir Ny. A dan
suaminya adalah S1, alamat rumahnya di Janturan RT 17 RW 04
Warungboto, Umbulharjo. Ny. A menikah 1 kali usia 20 tahun, siklus
menstruasinya teratur setiap bulannya, menarche usia 13 tahun, lamanya 8-
9 hari, ganti pembalut 4 kali sehari, HPHT tanggal 05 Januari 2020. Ny. A
memiliki riwayat ostetri P2Ab0Ah2, persalinan terakhir spontan pada
tanggal 20 Oktober 2015 sehingga usia anak terakhir yaitu 5 tahun. Ibu
mengatakan pernah menggunakan alat kontrasepsi KB progestin sebelum
kehamilan anak kedua. Saat ini, Ny. A menggunakan KB IUD yang
dipasang mulai tanggal 20 Oktober 2015. Ny. A tidak memiliki riwayat
penyakit seperti jantung, asma, hipertensi, diabetes melitus, hepatitis,
kanker payudara dan kanker serviks. Ibu mengatakan bahwa suami
mendukungnya untuk menggunakan KB IUD.
Hasil pemeriksaan menunjukkan TD : 97/64 mmHg, N : 85 x/menit,
RR : 20 x/menit, S : 36,5 C, BB : 90 kg, dan TB : 158 cm. Hasil
pemeriksaan fisik yaitu konjungtiva pucat, tidak terdapat pembesaran pada
kelenjar tiroid dan vena jugularis, tidak terdapat massa pada payudara dan
abdomen. Berdasarkan hasil pemeriksaan, dapat disimpulkan diagnosa
yaitu Ny. A usia 30 tahun P 2Ab0Ah2 akseptor lama KB IUD dengan lepas
IUD. Selanjutnya, memberitahukan kepada ibu bahwa dalam keaadaan
baik. Menganjurkan ibu cek lab untuk pemeriksaan Hb. Memberi KIE
bahwa belum waktunya lepas IUD. Menjelaskan pada ibu bahwa keluhan
mengenai menstruasi yang lebih lama dan banyak merupakan hal yang
normal dan merupakan efek samping dari penggunaan KB IUD,
menganjurkan ibu untuk mengecek keberadaan benang setiap selesai
mentruasi. Kemudian menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan
ulang 6 bulan lagi atau jika terdapat keluhan.
B. Kajian Teori Keluarga Berencana
1. Definisi
Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur jumlah
anak dan jarak kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari itu,
Pemerintah mencanangkan program atau cara untuk mencegah dan
menunda kehamilan (Sulistyawati, 2013).6
Keluarga berencana merupakan usaha suami-istri untuk
mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Usaha yang
dimaksud termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan
perencanaan keluarga. Prinsip dasar metode kontrasepsi adalah
mencegah sperma laki-laki mencapai dan membuahi telur wanita
(fertilisasi) atau mencegah telur yang sudah dibuahi untuk
berimplantasi (melekat) dan berkembang di dalam rahim
(Purwoastuti, 2015).7
Program keluarga berencana adalah bagian yang terpadu
(integral) dalam program pembangunan nasional dan bertujuan untuk
menciptakan kesejahteraan ekonomi, spritual dan sosial budaya
penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik
dengan kemampuan produksi nasional (Setiyaningrum, 2014).8
2. Tujuan program KB
Tujuan dilaksanakan program KB yaitu untuk membentuk
keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga
dengan cara pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga
bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
(Sulistyawati, 2013).6 Tujuan program KB lainnya yaitu untuk
menurunkan angka kelahiran yang bermakna, untuk mencapai tujuan
tersebut maka diadakan kebijakaan yang dikategorikan dalam tiga fase
(menjarangkan, menunda, dan menghentikan) maksud dari kebijakaan
tersebut yaitu untuk menyelamatkan ibu dan anak akibat melahirkan
pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu dekat dan melahirkan
pada usia tua.
Pelayanan kontrasepsi mempunyai dua tujuan, yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Tujuan umum yaitu meningkatkan
kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan NKKBS
(Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar
terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan
kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk.
Tujuan khusus yaitu meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi dan
kesehatan keluarga berencana dengan cara pengaturan jarak
kehamilan (Purwoastuti, 2015).7
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Kontrasepsi pasca persalinan merupakan inisiasi
pemakaian metode kontrasepsi dalam waktu 6 minggu pertama pasca
persalinan untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak
diinginkan, khususnya pada 1–2 tahun pertama pasca persalinan.
Adapun konseling yang dianjurkan pada pasien pasca persalinan yaitu
(Purwoastuti, 2015):
a. Memberi ASI ekslusif kepada bayi sejak lahir sampai berusia 6
bulan. Sesudah bayi berusia 6 bulan diberikan makanan
pendamping ASI, dengan pemberian ASI diteruskan sampai
anak berusia2 tahun.
b. Tidak menghentikan ASI untuk memulai suatu metode
kontrasepsi.
c. Metode kontrasepsi pada pasien menyusui dipilih agar tidak
mempengaruhi ASI atau kesehatan bayi.7
3. Ruang lingkup program KB
Ruang lingkup program KB secara umum adalah sebagai berikut :
a. Keluarga berencana.
b. Kesehatan reproduksi remaja.
c. Ketahanan dan pemberdayaan keluarga.
d. Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas.
e. Keserasian kebijakan kependudukan.
f. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM).
g. Penyelenggaraan pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan.
4. Panduan pemilihan kontrasepsi
Prinsip pelayanan kontrasepsi adalah memberikan kemandirian
pada ibu dan pasangan untuk memilih metode yang diinginkan.
Pemberi pelayanan sebagai konselor dan fasilitator, sesuai langkah-
langkah dibawah ini (Moegni, 2013):
a. Jalin komunikasi yang baik dengan ibu
Beri salam kepada ibu, tersenyum dan perkenalkan diri.
Gunakan komunikasi verbal dan non-verbal sebagai awal
interaksi dua arah, tanya ibu tentang identitas dan keinginanya
pada kunjungan.
b. Nilai kebutuhan dan kondisi ibu
Tanyakan tujuan ibu berkontrasepsi dan jelaskan pilihan
metode yang dapat digunakan untuk tujuan tersebut.
c. Berikan informasi mengenai pilihan metode kontrasepsi yang
dapat digunakan ibu
Berikan informasi yang objektif dan lengkap berbagai
metode kontrasepsi, efektifitas, cara kerja, efek samping, dan
komplikasi yang dapat terjadi serta upaya untuk menghilangkan
atau mengurangi berbagai efek yang merugikan tersebut.
5. Beberapa pilihan metode kontrasepi yaitu (Moegni, 2013)
a. KB alami
1) Metode amenore laktasi
Kontrasepsi MAL mengandalkan air susu ibu
(ASI) eksklusif untuk menekan ovulasi. Resiko kehamilan
tinggi bila ibu tidak menyusui bayinya secara benar. Bila
dilakukan secara benar, resiko kehamilan kurang dari 1
antara 100 ribu dalam 6 bulan setelah persalinan.
2) Metode kalender
Merupakan metode alamiah dengan menghindari
senggama pada masa subur, tidak ada efek samping, tidak
perlu biaya tetapi memerlukan perhitungan yang cermat,
kadang sulit diterapkan pada ibu yang siklus haidnya tidak
teratur.
3) Senggama terputus
Metode keluarga berencana yang tradisional,
dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari
vagina sebelum pria mencapai ejakulasi.
b. Metode kontrasepsi penghalang
1) Kondom
Kondom menghalang terjadinya pertemuan sperma
dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung
selubung karet yang dipasang pada penis sehingga sperma
tersebut tidak tercurah ke dalam saluran reproduksi
perempuan. Keberhasilan sangat dipengaruhi cara
penggunaan, harus disiapkan sebelum berhubungan
seksual.
2) Diafragma
Diafragma adalah kap berbentuk cembung, terbuat
dari yang dimasukkan ke dalam vagina sebelum
berhubungan seksual dan menutup servik sehingga sperma
tidak dapat mencapai saluran alat reproduksi bagian atas
(uterus dan tuba fallopi).
c. Metode kontrasepsi hormonal
1) Pil kombinasi
Pil kombinasi menekan ovulasi, mencegah
implantasi, mengentalkan lendir serviks sehingga sulit
dilalui sperma dan mengganggu pergerakan tuba sehingga
transportasi telur terganggu. Efek sampingnya terjadi
perubahan pola haid, sakit kepala, pusing, mual, nyeri
payudara, perubahan berat badan, dan terjadi peningkatan
tekanan darah.
2) Suntikan progestin
Suntikan progestin mencegah ovulasi,
mengentalkan lendir serviks sehingga penetrasi sperma
terganggu, menjadikan selaput rahim tipis dan atrofi dan
menghambat transportasi gamet oleh tuba. Suntikan
diberikan 3 bulan sekali.
3) Pil progestin (mini pil)
Mini pil menekan sekresi gonadotropin dan sintesis
steroid seks di ovarium, endometrium mengalami
tranformasi lebih awal sehingga implantasi lebih sulit,
mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat
penetrasi sperma, mengubah motilitas tuba sehingga
transportasi sperma terganggu. Mini pil dapat diminum saat
menyusui.
4) Implant
Kontrasepsi implant menekan ovulasi,
mengentalkan lendir serviks, menjadikan selaput rahim
tipis dan atrofi, dan mengurangi transportasi sperma.
Implant dimasukkan di bawah kulit dan dapat bertahan
hingga 3-7 tahun, tergantung jenisnya. Efek samping
kontrasepsi implant ialah terjadi perubahan pola haid, sakit
kepala, pusing, perubahan suasana perasaan, perubahan
berat badan, nyeri payudara, nyeri perut dan mual.
d. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
AKDR dimasukkan ke dalam uterus, AKDR menghambat
kemampuan sperma untuk masuk ke tuba fallopi, mempengaruhi
fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri, mencegah
sperma dan ovum bertemu, mencegah implantasi telur dalam
uterus. Efek samping yang terjadi ialah perubahan pola haid
terutama dalam 3-6 bulan pertama, efektifitas dapat bertahan
lama hingga 12 tahun.
e. Kontrasepsi mantap
1) Tubektomi
Menutup tuba fallopi (mengikat dan memotong atau
memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu
dengan ovum, kontrasepsi ini untuk menghentikan
kesuburan wanita secara permanen.
2) Vasektomi
Menghentikan kapasitas reproduksi pria melakukan
oklusivas deferens sehingga alur transportasi sperma
terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi. Metode ini
menghentikan kesuburan pada pria secara permanen.9
6. IUD
a. Profil
1) Sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang ( dapat
sampai 10 tahun: CuT-380A).
2) Haid menjadi lebih lama dan lebih banyak.
3) Pemasangan dan pencabutan memerlukan pelatihan.
4) Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi.
5) Tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar pada
Infeksi Menular Seksual (IMS).
b. Jenis
1) AKDR CuT-380A
Kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf
T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga
(Cu). Tersedia di Indonesia dan terdapat di mana-mana.
2) AKDR lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T
(Schering).
c. Cara kerja
1) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba
falopii.
2) Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum
uteri.
3) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum
bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke
dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi
kemampuan sperma untuk fertilisasi.
4) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam
uterus.
d. Keuntungan
1) Sebagai kontrasepsi, efektivitasnya tinggi yaitu 0,6-0,8
kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1
kegagalan dalam 125-170 kehamilan).
2) AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan.
3) Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A
dan tidak perlu diganti).
4) Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.
5) Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
6) Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut
untuk hamil.
7) Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR (CuT-
380A).
8) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
9) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah
abortus (apabila tidak terjadi infeksi).
10) Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih
setelah haid terakhir).
11) Tidak ada interaksi dengan obat-obat.
12) Membantu mencegah kehamilan ektopik.
e. Kerugian
1) Efek samping yang umum terjadi :
a) Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan
pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan).
b) Haid lebih lama dan banyak.
c) Perdarahan (spotting) antarmenstruasi.
d) Saat haid lebih sakit.
2) Komplikasi lain :
a) Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari
setelah pemasangan.
b) Perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya
yang memungkinkan penyebab anemia.
c) Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila
pemasangannya benar).
3) Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
4) Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau
perempuan yang sering berganti pasangan.
5) Penyakit Radang Panggul (PRP) terjadi sesudah perempuan
dengan IMS memakai AKDR. PRP dapat memicu
infertilitas.
6) Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan
dalam pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut
selama pemasangan.
7) Sedikit nyeri dan perdarahan (spotting) terjadi segera
setelah pemasangan AKDR. Biasanya menghilang dalam 1-
2 hari.
8) Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya sendiri.
Petugas kesehatan terlatih yang harus melepaskan AKDR.
9) Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui (sering
terjadi apabila AKDR dipasang segera sesudah melahirkan).
10) Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik karena
fungsi AKDR untuk mencegah kehamilan normal.
11) Perempuan harus memeriksa posisi benang AKDR dari
waktu ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus
memasukkan jarinya ke dalam vagina, sebagian perempuan
tidak mau melakukan ini.
f. Persyaratan pemakaian
1) Yang dapat menggunakan
a) Usia reproduktif.
b) Keadaan nulipara.
c) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka
panjang.
d) Menyusui yang menginginkan menggunakan
kontrasepsi.
e) Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya.
f) Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya
infeksi.
g) Risiko rendah dari IMS.
h) Tidak menghendaki metode hormonal.
i) Tidak menyukai untuk megingat-ingat minum pil
setiap hari.
j) Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari
sanggama.
Pada umumnya Ibu dapat menggunakan AKDR Cu
dengan aman dan efektif. AKDR dapat digunakan pada Ibu
dalam segala kemungkinan keadaan misalnya :

a) Perokok.
b) Pascakeguguran atau kegagalan kehamilan apabila
tidak terlihat adanya infeksi.
c) Sedang memakai antibiotika atau antikejang.
d) Gemuk ataupun kurus.
e) Sedang menyusui.

Begitu juga Ibu dalam keadaan seperti di bawah ini dapat


menggunakan AKDR:

a) Penderita tumor jinak payudara.


b) Penderita kanker payudara.
c) Pusing-pusing, sakit kepala.
d) Tekanan darah tinggi.
e) Varises di tungkai atau di vulva.
f) Penderita penyakit jantung (termasuk penyakit
jantung katup dapat diberi antibiotika sebelum
pemasangan AKDR).
g) Pernah menderita stroke.
h) Penderita diabetes.
i) Penderita penyakit hati atau empedu.
j) Malaria.
k) Skistosomiasis (tanpa anemia).
l) Penyakit tiroid.
m) Epilepsi.
n) Nonpelvik TBC.
o) Setelah kehamilan ektopik.
p) Setelah pembedahan pelvik.
2) Yang tidak diperkenankan menggunakan AKDR
a) Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan
hamil).
b) Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat
dievaluasi).
c) Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis,
servisitis).
d) Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering
menderita PRP atau abortus septik.
e) Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor
jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri.
f) Penyakit trofoblas yang ganas.
g) Diketahui menderita TBC pelvik.
h) Kanker alat genital.
i) Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm.
j) Tidak ada efek samping hormonal.
k) Tidak mahal jika ditinjau dari rasio biaya dan waktu
penggunaan kontrasepsi. Metode yang nyaman, tidak
perlu disediakan setiap bulan dan pemeriksaan
berulang.
g. Klasifikasi WHO tentang IUD
1) Klasifikasi I
a) Pascakeguguran tanpa infeksi.
b) Pascaplasenta (dalam 10 menit pertama).
c) Pascapersalinan (4 minggu atau lebih).
d) Riwayat kehamilan ektopik.
e) Riwayat kista atau mioma yang tidak mengubah
kondisi kavum uteri.
f) Riwayat infeksi vagina yang bukan IMS.
g) Riwayat karsinoma payudara.
h) Riwayat penyakit radang panggul (PID).
i) Diabetes dan penyakit katup jantung.
j) Perokok dan obesitas.
2) Klasifikasi 2
a) Berusia di bawah 20 tahun atau nulipara muda.
b) Disminore, menoragia, endometritis.
c) Pascakeguguran trimester kedua.
d) Pascapersalinan dibawah 48 jam (tanpa infeksi).
e) Kelainan anatomik uterus yang tidak mengganggu
bentuk kavum uteri.
f) Sedang mengalami infeksi vagina (diterap dulu dan
bukan IMS).
g) Penderita HIV dengan kondisi klinik memadai.
h) Anemia.
i) Sedang mengalami gangguan katup jantung (perlu
profilaksis antibiotika).
3) Klasifikasi 3
a) Pascapersalinan setelah 48 jam atau dibawah 4
minggu.
b) Penyakit trofoblas jinak.
c) Sedang mengalami karsinoma ovarium.
d) Penderita HIV dengan ARV yang teratur.
4) Klasifikasi 4
a) Hamil.
b) Infeksi dalam 6 minggu pascapersalinan.
c) Koriokarsinoma.
d) Karsinoma serviks atau endometrium.
e) Mioma uteri yang mengubah bentu kavum uteri.
f) Tuberkolosis pelvik.
g) Perdarahan pervaginam yang belum jelas diketahui
asalnya.
h) Sedang mengalami penyakit radang panggul (PID),
servisitis purulenta, gonorea.10
7. IUD post plasenta
a. Definisi
1) Kita pernah mengenal program insersi AKDR (IUD)
postpartum di mana pasien mendapatakan insersi AKDR
pascapersalinan. Program tersebut tidak pernah
dikembangkan lagi.
2) Dengan adanya cara yang relatif baru yaitu insersi AKDR
postplasenta mungkin mempunyai harapan dan kesempatan
bagi banyak ibu yang tidak ingin hamil lagi. Teknik ini
cukup aman. Hanya sebagian kecil (3-8%) ibu yang
menginginkan anak lagi. Bagi Indonesia dengan kesulitan
hidup yang cukup tinggi (30% miskin), dan banyaknya
unmet need (8,6%) maka teknologi ini perlu ditawarkan.
Pasien hendaknya mendapat konseling sebelum persalinan.
3) Pemasangan AKDR dapat dilakukan juga pada saat seksio
saesarea. Peningkatan penggunaan AKDR akan mengurangi
kehamilan yang tidak diinginkan di masa depan, sehingga
akan mengurangi angka kematian ibu di Indonesia.
b. Efektivitas
1) AKDR post-plasenta telah dibuktikan tidak menambah
risiko infeksi, perforasi dan perdarahan.
2) Diketahui bahwa ekspulsi lebih tinggi (6-10%) dan ini harus
disadari oleh pasien, bila mau akan dapat dipasang lagi.
3) Kemampuan penolong meletakkan di fundus amat
memperkcil risiko eks[ulsi. Oleh karena itu diperlukan
pelatihan.
4) Kontraindikasi pemasangan post-plasenta ialah ketuban
pecah lama, infeksi intrapartum, perdarahan postpartum.
c. Teknologi
1) AKDR umumnya jenis Cu-T dimasukkan ke dalam fundus
uteri dalam 10 menit setelah plasenta lahir. Penolong telah
menjepit AKDR di ujung jari tengah dan telunjuk yang
selanjutnya menyusuri sampai fundus.
2) Pastikan bahwa AKDR diletakkan dengan benar di fundus.
Tangan kiri penolong memegang fundus dan menekan ke
bawah. Jangan lupa memotong benang AKDR sepanjang 6
cm sebelum insersi.10

8. Pemantauan
Klien hendaknya diberikan pendidikan mengenai manfaat risiko
AKDR. Bila terjadi ekspulsi AKDR dapat kembali dipasang.
Pemeriksaan AKDR dapat di lakukan setiap tahun atau bila terdapat
keluhan (nyeri, perdarahan dan demam).10
Tabel 1. Penanganan Efek Samping yang Umum dan Permasalahan yang lain

Efek Samping/ Penanganan


Permasalahan
Amenorea Pemeriksa apakah sedang hamil, apabila tidak,
jangan lepas AKDR, lakukan konseling dan selidikit
penyebab amenorea apabila dikehendaki. Apabila
hamil, jelaskan dan sarankan untuk melepas AKDR
apabila talinya terlihat dan kehamilan kurang dari 13
minggu. Apabila benang tidak terlihat, atau
kehamilan lebih dari 13 minggu AKDR jangan
dilepaskan.
Apabila klien sedang hamil dan ingin
mempertahankan kehamilannya tanpa melepas
AKDR, jelaskan risiko kemungkinan terjadinya
kegagalan kehamilan dan infeksi serta
perkembangan kehamilan harus lebih diamati dan
diperharikan.
Kejang Pastikan dan tegaskan adanya penyakit radang
panggul dan penyebab lain dari kekejangan.
Tanggulangi penyebabnya apabila ditemuka.
Apabila tidak ditemukan penyebabnya beri
analgesik untuk sedikit meringankan. Apabila klien
mengalami kejang yang berat, lepaskan AKDR dan
bantu klien menentukan metode kontrasepsi yang
lain.
Perdarahan vagina Pastikan dan tegaskan adanya infeksi pelvik dan
yang hebat dan tidak kehamilan ektopik. Apabila tidak ada kelainan
teratur patologis, perdarahan, berkelanjutan serta
perdarahan hebat lakukan konseling dan
pemantauan. Beri ibuprofen (800 mg, 3x sehari
selama 1 minggu) untuk mengurangi perdarahan dan
berikan tablet besi (1 tablet setiap hari selama 1
sampai 3 bulan). AKDR memungkinkan dilepas
apabila klien menghendaki. Apabila klien telah
memakai AKDR selama 3 bulan dan diketahui
menderita anemia (Hb <7gr%) dianjurkan untuk
melepas AKDR dan bantulah memilih metode lain
yang sesuai.
Benang yang hilang Pastikan adanya kehamilan atau tidak. Tanyakan
apakah AKDR terlepas. Apabila tidak hamil dan
AKDR tidak terlepas, berikan kondom. Periksa
talinya di dalam saluran endoserviks dan kavum
uteri (apabila memungkinkan adanya peralatan dan
tenaga terlatih) setelah masa haid berikutnya.
Apabila tidak ditemukan rujuk ke dokter, lakukan
X-ray atau pemeriksaan ultrasound. Apabila tidak
hamil dan AKDR yang hilang tidak ditemukan,
pasalanglah AKDR baru atau bantulah klien
menentukan metode lain.
Adanya pengeluaran Pastikan pemeriksaan untuk IMS. Lepaskan AKDR
cairan dari vagina/ apabila ditemukan menderita atau sangat dicurigai
dicurigai adanya menderita gonorhoe atau infeksi klamidia, lakukan
PRP pengobatan yang memadai. Bila PRP, obati dan
lepas AKDR sesudah 48 jam. Apablia AKDR
dikeluarkan, beri metode lain sampai masalah
teratasi.
9. Waktu penggunaan
a. Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak
hamil.
b. Hari pertama sampai ke-7 siklus haid.
c. Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4
minggu persalinan, setelah 6 bulan apabila menggunakan metode
amenorea laktasi (MAL). Perlu diingat, angka ekspulsi tinggi
pada pemasangan segera atau selama 48 jam pascapersalinan.
d. Setelah menderita abortus (segera atau dalam waktu 7 hari)
apabila tidak ada gejala infeksi.
e. Selama 1 sampai 5 hari setelah aanggama yang tidak dilindungi.10
10. Petunjuk bagi klien
a. Kembali memeriksakan diri setelah 4 sampai 6 minggu
pemasangan AKDR.
b. Selama bulan pertama mempergunakan AKDR, periksalah
benang AKDR secara rutin terutama setelah haid.
c. Setelah bulan pertama pemasangan, hanya perlu memeriksa
keberadaan benang setelah haid apabila mengalami:
1) Kram/kejang di perut bawah.
2) Perdarahan (spotting) di antara haid atau setelah senggama.
3) Nyeri setelah senggama atau apabila pasangan mengalami
tidak nyaman selama melakukan hubungan seksual.
d. Copper T-380A perlu dilepas setelah 10 tahun pemasangan tetapi
dapat dilakukan lebih awal apabila diinginkan.
e. Kembali ke klinik apabila:
1) Tidak dapat meraba benang AKDR.
2) Merasakan bagian yang keras dari AKDR.
3) AKDR terlepas.
4) Siklus terganggu/ meleset.
5) Terjadi pengeluaran cairan dari vagina yang mencurigakan.
6) Adanya infeksi.10
11. Jenis-jenis IUD
Menurut Arum (2011) jenis-jenis Intra Uterine Device (IUD) adalah
sebagai berikut11:
a. IUD CuT-380 A
Bentuknya kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel,
berbentuk huruf T diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari
tembaga (Cu).
b. IUD lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering)
IUD yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini dari
jenis unmedicated adalah Lippes Loop dan dari jenis medicated
adalah Cu-T 380 A, Multiload 375 dan Nova-T.
1) Lippes Loop IUD
Lippes Loop terbuat dari bahan polietilen, berbentuk
spiral, pada bagian tubuhnya mengandung barium sulfat
yang menjadikannya radio opaque pada pemeriksaan
dengan sinar-X. IUD Lippes Loop bentuknya seperti spiral
atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol dan
dipasang benang pada ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4
jenis yang berbeda ukuran panjang bagian atasnya. IUD
jenis Lippes Loops mempunyai angka kegagalan yang
rendah. Keuntungan lain dari jenis ini ialah bila terjadi
perforasi jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus,
sebab terbuat dari bahan plastik (Proverawati, 2010).
2) Cu T 380 A IUD
Cu T 380 A terbuat dari bahan polietilen berbentuk
huruf T dengan tambahan bahan Barium Sulfat. Pada bagian
tubuh yang tegak, dibalut tembaga sebanyak 176 mg
tembaga dan pada bagian tengahnya masing-masing
mengandung 68,7 mg tembaga, dengan luas permukaan 380
± 23m2. Ukuran bagian tegak 36 mm dan bagian melintang
32 mm, dengan diameter 3 mm. pada bagian ujung bawah
dikaitkan benang monofilamen polietilen sebagai kontrol
dan untuk mengeluarkan IUD.
3) Multiload 375
IUD Multiload 375 (ML 375) terbuat dari
polipropilen dan mempunyai luas permukaan 250 mm2 atau
panjang 375 mm2 kawat halus tembaga yang membalut
batang vertikalnya untuk menambah efektifitas. Ada tiga
jenis ukuran multi load yaitu standar, small, dan mini.
Bagian lengannya didesain sedemikian rupa sehingga lebih
fleksibel dan meminimalkan terjadinya ekspulsi.
4) Nova - T IUD
Nova-T mempunyai 200 mm2 kawat halus tembaga
dengan bagian lengan fleksibel dan ujung tumpul sehingga
tidak menimbulkan luka pada jaringan setempat pada saat
dipasang.
5) Cooper-7
IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk
memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai ukuran
diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan
kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200
mm2 fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus
pada jenis Copper-T (Proverawati, 2010).12
C. Landasan Hukum Kewenangan Bidan
Berdasarkan UU No 4 tahun 2019 tentang kebidanan dalam Pasal
51 yang berbunyi dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c, Bidan berwenang melakukan
komunikasi, informasi, edukasi, konseling, dan memberikan pelayanan
kontrasepsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.13
Permenkes No 28 tahun 2017 tentang izin dan penyelenggaraan
praktik bidan:

Pasal 21
Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf c, Bidan
berwenang memberikan:
1. penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana; dan
2. pelayanan kontrasepsi oral, kondom, dan suntikan.
Pasal 25
Kewenangan berdasarkan program pemerintah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a, meliputi huruf a : pemberian pelayanan
alat kontrasepsi dalam rahim dan alat kontrasepsi bawah kulit.14

D. Anemia

1. Pengertian anemia

Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) di

dalam darah lebih rendah daripada nilai normal untuk kelompok orang

menurut umur dan jenis kelamin. Hemoglobin adalah zat warna di

dalam darah yang berfungsi mengangkut oksigen dan karbondioksida

dalam tubuh.3 Anemia gizi adalah suatu keadaan dengan kadar

hemoglobin darah yang lebih rendah daripada normal sebagai akibat

ketidak mampuan jaringan pembentuk sel darah merah dalam produksi

guna mempertahankan kadar hemoglobin pada tingkat normal

sedangkan anemia gizi besi adalah anemia yang timbul, karena

kekurangan zat besi sehingga pembentukan sel – sel darah merah dan

fungsi lain dalam tubuh terganggu. Anemia terjadi ketika jumlah sel

darah merah atau hemoglobin dalam tubuh tidak adekuat sehingga

tidak dapat berfungsi baik di dalam tubuh.14

Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin atau

hematrokit nilai ambang batas yang disebabkan oleh rendahnya

produksi sel darah merah (eritrosit) dan hemoglobin, meningkatnya

kerusakan eritrosit, atau kehilangan darah yang berlebihan. Defisiensi

Fe berperan besar dalam kejadian anemia, namun defisiensi zat gizi


lainnya, kondisi non gizi, dan kelainan genetik juga memainkan peran

terhadap anemia. Defisiensi Fe diartikan sebagai keadaan biokimia Fe

yang abnormal disertai atau tanpa keberadaan anemia. Anemia

defisiensi Fe terjadi pada tahap anemia tingkat berat yang berakibat

pada rendahnya kemampuan tubuh memelihara suhu, bahkan dapat

mengancam kematian.14

Kadar hemoglobin merupakan parameter yang paling mudah

digunakan dalam menentukan status anemia pada skala luas. Parameter

batasan kadar hemoglobin normal.:


Tabel 1. Parameter Kadar Hemoglobin Normal

Kelompok Umur Hemoglobin


Anak 6 bulan – 6 tahun 11
6 tahun – 14 tahun 12
Dewasa Laki – laki 13
Wanita 12
Wanita hamil 11
WHO (1968) dalam Adriani & Wirjatmadi (2012)

2. Penyebab Anemia

Anemia gizi disebabkan oleh kekurangan zat gizi yang berperan

dalam pembentukan hemoglobin, baik karena kekurangan konsumsi

atau karena gangguan absorpsi. Zat gizi yang bersangkutan adalah

besi, protein, piridoksin (vitamin B6) yang berperan sebagai katalisator

dalam sintesis hem didalam molekul hemoglobin, vitamin C yang

mempengaruhi absorpsi dan pelepasan besi dari transferin ke dalam

jaringan tubuh, dan vitamin E yang mempengaruhi membran sel darah

merah.15

Anemia terjadi karena produksi sel-sel darah merah tidak

mencukupi, yang disebabkan oleh faktor konsumsi zat gizi, khususnya

zat besi. Pada daerah–daerah tertentu, anemia dapat dipengaruhi oleh

investasi cacing tambang. Cacing tambang yang menempel pada

dinding usus dan memakan makanan membuat zat gizi tidak dapat

diserap dengan sempurna. Akibatnya, seseorang menderita kurang gizi,

khususnya zat besi. Gigitan cacing tambang pada dinding usus juga

menyebabkan terjadinya pendarahan sehingga akan kehilangan banyak

sel darah merah. Pendarahan dapat terjadi pada kondisi eksternal

30
maupun internal, misalnya pada waktu kecelakaan atau menstruasi

yang banyak bagi perempuan remaja.16

Salah satu penyebab kurangnya asupan zat besi adalah karena pola

konsumsi masyarakat Indonesia yang masih didominasi sayuran

sebagai sumber zat besi (non heme iron). Sedangkan daging dan

protein hewani lain (ayam dan ikan) yang diketahui sebagai sumber zat

besi yang baik (heme iron), jarang dikonsumsi terutama oleh

masyarakat di pedesaan sehingga hal ini menyebabkan rendahnya

penggunaan dan penyerapan zat besi.17 Selain itu penyebab anemia

defisiensi besi dipengaruhi oleh kebutuhan tubuh yang meningkat,

akibat mengidap penyakit kronis, kehilangan darah karena menstruasi

dan infeksi parasit (cacing). Di Indonesia penyakit kecacingan masih

merupakan masalah yang besar untuk kasus anemia defisiensi besi,

karena diperkirakan cacing menghisap darah 2-100 cc setiap harinya.18

3. Tanda dan Gejala Anemia

Gejala anemia karena defisiensi zat besi bergantung pada

kecepatan tejadinya anemia pada diri seseorang. Gejalanya dapat

berkaitan dengan kecepatan penurunan kadar hemoglobin, karena

penurunan kadar hemoglobin mempengaruhi kapasitas membawa

oksigen, maka setiap aktivitas fisik pada anemia defisiensi zat besi

akan menimbulkan sesak napas.19 Awalnya penderita anemia karena

defisiensi zat besi akan mengeluhkan rasa mudah lelah dan mengantuk.

Keluhan lainnya adalah sakit kepala, tinnitus dan gangguan cita rasa.

31
Kadangkala antara kadar hemohlobin dan gejala anemia terdapat

korelasi buruk. Semakin meningkatnya intensitas defisiensi zat besi,

penderita anemia defisiensi zat besi akan memperlihatkan gejala pucat

pada konjungtiva, lidah, dasar kuku, dan palatum mole. Seseorang

yang menderita anemia defisiensi zat besi yang sudah berlangsung

lama dapat muncul gejala dengan ditemukannya atrofi papilaris pada

lidah dan bentuk kukunya dapat berubah menjadi bentuk sendok.19

Gejala anemia secara umum menurut University Of North

Colorina (2012) dalam Briawan (2014) adalah cepat lelah, pucat

(kuku, bibir, gusi, mata, kulit kuku, dan telapak tangan), jantung

berdenyut kencang saat melakukan aktivitas ringan, napas tersenggal

atau pendek saat melakukan aktivitas ringan nyeri dada, pusing, mata

berkunang, cepat marah (mudah rewel pada anak), dan tangan serta

kaki dingin atau mati rasa.12

BAB III

PEMBAHASAN

32
A. Pengkajian
Ny. A usia 30 tahun datang ke Puskesmas Umbulharjo 1 pada
tanggal 04 Februari 2020 pada pukul 10.10 WIB. Masa pencegahan
kehamilan pasca melahirkan yakni umur 20-35 tahun yang baik berjarak
dua sampai empat tahun dari anak pertama ke anak kedua. Pasangan suami
istri yang telah mempunyai anak kurang dari tiga orang dalam kebijakan
pembangunan keluarga sejahtera, dianjurkan untuk mengikuti cara-cara
pencegahan kehamilan dengan mengikuti program KB yaitu maksud
menjarangkan kehamilannya.15
Ibu ingin lepas KB IUD dan mengatakan bahwa menstruasinya lebih
lama dan lebih banyak dari biasanya. Keluhan tersebut termasuk hal
normal dan merupakan efek samping dari penggunaan KB IUD.
Berdasarkan hasil penelitian Puspitasari menunjukkan bahwa kejadian
efek samping secara umum dari penggunaan kontrasepsi IUD adalah
menstruasi lebih lama dan banyak 121 responden (75,6%), perubahan
siklus haid 121 responden (75,6%), nyeri sewaktu menstruasi 86 responden
(53,75%), flek-flek (spooting) sebanyak 66 responden (41,2%).
Ketika masa haid, darah yang keluar menjadi lebih banyak karena
terjadi peluruhan dinding rahim. Proses ini menimbulkan perlukaan di
daerah rahim, sehingga apabila IUD mengenai daerah tersebut, maka akan
menambah volume darah yang keluar pada masa haid. Darah yang keluar
bisa dibedakan, biasanya jika spotting, yang keluar adalah berwarna
kecoklatan, sedangkan pada saat haid, darah akan berwarna merah segar.16
Menurut Nawirah, perubahan siklus menstruasi umumnya pada 3
bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan, hal ini diakibatkan oleh
enzim-enzim yang merusak protein dan mengaktifasi penghancuran
bekuan-bekuan darah terkumpul dalam jaringan endometrium yang
berhubungan dengan IUD. Maka terjadilah pengeluaran darah yang
bertambah juga diperkirakan terjadinya haid pada akseptor IUD lebih
cepat dari biasanya. Pada saat ini kadar progesteron lebih tinggi dari

33
keadaan biasa waktu terjadi haid sehingga menyebabkan bertambah
lamanya dan jumlah darah haid.15
Semua AKDR yang mengandung tembaga meningkatkan jumlah
dan/atau lama perdarahan menstruasi. Di Indonesia jenis AKDR yang saat
ini masih diproduksi digunakan merupakan AKDR medicates yang
mengandung logam seperti Copper T dan Nova T, dan hanya sebagian
yang masih menggunakan AKDR jenis unmedicates yaitu jenis Lippes
Lop. Hal ini mengakibatkan jumlah darah menstruasi akseptor setelah
menggunakan IUD bertambah banyak. Insersi IUD menyebabkan
meningginya konsentrasi plasminogen aktivators dalam endometrium, dan
enzim-enzim ini menyebabkan bertambahnya aktivitas fibrinolitik serta
menghalangi pembekuan darah. Akibatnya timbul perdarahan yang lebih
banyak.16
Berdasarkan hasil penelitian Margiyati mengungkapkan bahwa
sebagaian besar responden mengalami gangguan menstruasi sebanyak 33
responden (86,84%). Gangguan menstruasi yang dirasakan oleh responden
diantaranya adalah menstruasi menjadi lebih lama, darah yang dikeluarkan
saat menstruasi lebih banyak, terdapat flek diantara waktu menstruasi.17
Tingkat komplikasi atau efek samping rendah dan sedang. Efek
samping yang paling umum dan komplikasi adalah amenore (7,36-
11,59%), perdarahan (4,85-15,69%), dan nyeri panggul (11,12-14,27%).
Penting peningkatan dari waktu ke waktu diamati dalam tingkat perforasi
dari dinding rahim di semua kelompok, perdarahan dan menorrhagia
dengan AKDR-LNG dan sterilisasi tuba, dismenore dan anemia dengan
sterilisasi, dan ovarium kista dengan AKDR-LNG. Penurunan radang
panggul yang signifikan penyakit diamati dari waktu ke waktu di antara
wanita yang menjalani sterilisasi.

Berdasarkan pengkajian, pendidikan terakhir Ny. A dan suaminya


adalah S1, alamat rumahnya di Janturan RT 17 RW 04, Umbulharjo.
Kecamatan Umbulharjo termasuk wilayah kota, menurut penelitian Sari

34
menunjukkan bahwa ibu di perkotaan memiliki cenderung menggunakan
MKJP yang lebih tinggi dibandingkan ibu di pedesaan karena ibu di
perkotaan lebih banyak terpapar informasi mengenai MKJP dari berbagai
sumber.18 Ny. A menikah 1 kali usia 25 tahun, siklus menstruasinya teratur
setiap bulannya, menarche usia 13 tahun, lamanya 8-9 hari, ganti pembalut
4 kali sehari, HPHT tanggal 05 Januari 2020.
Ny. A memiliki riwayat ostetri P2Ab0Ah2, persalinan terakhir
spontan pada tanggal 20 Oktober 2015 sehingga usia anak terakhir yaitu 5
tahun. Menurut tinjauan teori, ibu yang telah memiliki 2 anak atau lebih
cenderung berminat menggunakan MKJP karena ibu mulai berpikir untuk
berhenti memiliki anak terlebih lagi jika ibu telah berada pada usia tidak
produktif karena ibu mulai memikirkan resiko persalinan (BKKBN,
2010).19 Berdasarkan hasil penelitian Puspitasari menunjukkan bahwa
paling banyak responden memiliki jumlah anak 2 sebesar 82 responden
(51,2%). Hal ini dikarenakan responden yang memang sudah mengerti
tentang program KB dan mau mengikuti program tersebut yang
menganjurkan untuk memiliki 2 anak lebih baik, sehingga mereka mau
menggunakan alat kontrasepsi.16
Ibu mengatakan pernah menggunakan alat kontrasepsi KB progestin
sebelum kehamilan anak kedua. Saat ini, Ny. A menggunakan KB IUD
yang dipasang mulai tanggal 20 Oktober 2015. Dari hasil anamnesa,
diketahui pendidikan Ny. A adalah S1. Berdasarkan penelitian Pitriani
mengungkapkan bahwa ibu yang tingkat pendidikan rendah beresiko 23
kali tidak menggunakan IUD dari pada yang berpendidikan tinggi. Tingkat
pendidikan seseorang dapat mendukung atau mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang dan taraf pendidikan yang rendah selalu
bergandengan dengan informasi dan pengetahuan yang terbatas, makin
tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi pemahaman seseorang terhadap
informasi yang didapat dan pengetahuan akan semakin tinggi.
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku, sikap dan tindakan manusia. Pengetahuan masyarakat dalam hal

35
ini responden terhadap KB akan mempengaruhi perilaku, sikap dan
tindakan masyarakat terhadap KB, baik dalam hal pemilihan alat
kontrasepsi maupun kesadaran untuk melakukan KB. Peranan
pengetahuan dalam KB diarahkan pada pemahaman PUS tentang umur
yang sehat untuk hamil dan melahirkan, jarak kehamilan yang terlalu
berisiko, serta jumlah anak yang ideal guna mencapai keluarga bahagia
dan sejahtera. Pengetahuan yang benar akan mempertinggi minat
penggunaan MKJP.
Pengetahuan peserta KB yang baik tentang hakekat program KB
akan mempengaruhi mereka dalam memilih metode atau alat kontrasepsi
yang akan digunakan termasuk keleluasaan atau kebebasan pilihan,
kecocokan, pilihan efektif tidaknya, kenyamanan dan keamanan, juga
dalam memilih tempat pelayanan yang lebih sesuai karena wawasan sudah
lebih baik, sehingga kesadaran mereka tinggi untuk terus memanfaatkan
pelayanan.20
Ibu mengatakan bahwa suami mendukungnya untuk menggunakan
KB IUD. Menurut penelitian Sari mengungkapkan bahwa responden
dengan persetujuan pasangan yang mendukung lebih berpeluang dalam
memilih AKDR dari pada pasangan yang tidak mendukung. Ambarwati
juga mengemukakan bahwa persetujuan pasangan/suami berperan penting
dalam pemilihan AKDR. Pemasangan AKDR membutuhkan kerjasama
dengan suami karena alasan takut benangnya mengganggu saat
bersenggama. Dukungan suami sangat diperlukan untuk pengambilan
keputusan dalam ber KB karena kenyataan yang terjadi di masyarakat
bahwa apabila suami tidak mengijinkan atau tidak mendukung hanya
sedikit ibu yang berani untuk tetap memasang alat kontrasepsi tersebut.
Dukungan suami sangat penting untuk memotivasi dan mensupport istri
dalam pemilihan alat kontrasepsi yang akan digunakan.18
Ny. A tidak memiliki riwayat penyakit sistemik seperti jantung,
asma, hipertensi, diabetes melitus, hepatitis, kanker payudara dan kanker
serviks. Hasil pemeriksaan menunjukkan TD : 97/66 mmHg, N : 85

36
x/menit, RR : 20 x/menit, S : 36,5 C, BB : 90 kg, dan TB : 158 cm. Hasil
pemeriksaan fisik yaitu konjungtiva pucat, tidak terdapat pembesaran pada
kelenjar tiroid dan vena jugularis, tidak terdapat massa pada payudara dan
abdomen. Berdasarkan hasil pemeriksaan, dapat disimpulkan diagnosa
yaitu Ny. A usia 30 tahun P2Ab0Ah2 akseptor lama KB IUD dengan anemia
ringan.
B. Analisis
Diagnosa : Ny. A usia 30 tahun P2Ab0Ah2 akseptor lama KB IUD dengan
anemia ringan
Masalah : kurang pengetahuan mengenai efek samping KB IUD dan
anemia ringan
Kebutuhan : KIE mengenai efek samping KB IUD dan perbaikan Hb
C. Penatalaksanaan
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan secara umum bahwa ibu dalam
keadaan baik.
E : ibu mengerti
2. Menganjurkan ibu pemeriksaan laboratorium untuk cek Hb karna
keluhan menstruasi lama dan banyak
E : Hb 10,4
3. Memberitahu ibu hasi pemeriksaan Laboratorium Hb ibu mengalami
anemia ringan
E : ibu merasa cemas
4. Memberi KIE kepada ibu untuk makan makanan yang kaya zat besi
dapat memperbaiki Hb seperti kacang-kacangan, daging merah, telur,
ikan, ikan-ikanan atau hati ayam
E ibu bersedia
5. Menjelaskan kepada ibu bahwa belum waktunya lepas IUD. IUD
dapat digunakan sampai dengan 8-10 tahun
E ; ibu mengerti dan mengira sudah waktunya lepas

37
6. Menjelaskan pada ibu bahwa keluhan mengenai menstruasi yang lebih
lama dan banyak merupakan hal yang normal dan merupakan efek
samping dari penggunaan KB IUD.
E : ibu paham
7. Menganjurkan ibu untuk mengecek keberadaan benang setiap selesai
mentruasi dengan cara ibu jongkok kemudian memasukkan jari ke
dalam vagina ibu.
E : ibu paham dan bersedia melakukan
8. Kemudian menganjurkan ibu untuk melakukan kunjungan ulang 6
bulan lagi atau jika terdapat keluhan.
E : ibu bersedia melakukan kunjungan ulang
Pada kasus Ny. A usia 30 tahun P2Ab0Ah2 akseptor lama KB IUD
dengan anemia ringan, penatalaksanaan yang diberikan sudah tepat dan
sesuai dengan kewenangan bidang seperti yang diatur dalam UU dan
permenkes. Berdasarkan UU No 4 tahun 2019 tentang kebidanan dalam
Pasal 51 yang berbunyi dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf c, Bidan berwenang melakukan
komunikasi, informasi, edukasi, konseling, dan memberikan pelayanan
kontrasepsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.13
Permenkes No 28 tahun 2017 tentang izin dan penyelenggaraan
praktik bidan dalam pasal 21 yang berbunyi dalam memberikan pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana
dimaksud dalam pasal 18 huruf c, Bidan berwenang memberikan
penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana dan pelayanan kontrasepsi oral, kondom, dan suntikan.
Selain itu, terdapat juga dalam pasal 25 yang berbunyi kewenangan
berdasarkan program pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
ayat (1) huruf a, meliputi pemberian pelayanan alat kontrasepsi dalam
rahim dan alat kontrasepsi bawah kulit.14

38
BAB IV

PENUTUP

39
A. Kesimpulan
Dalam kasus ini, kami memahami kasus secara nyata tentang asuhan
yang diberikan pada kasus KB IUD. Asuhan kebidanan yang diberikan pada
Ny. A di Puskesmas Umbulharjo 1 berjalan sesuai teori. Selain itu dari
penatalaksanaan kasus ini kami dapat:
1. Asuhan kebidanan pada Ny. A dilakukan berdasarkan pengkajian dan
pemeriksaan fisik, sehingga penanganan yang diberikan berdasarkan
kebutuhan dan kewenangan bidan.
2. Asuhan kebidanan pada Ny. A dapat diidentifikasi diagnosa
kebidanan yaitu IUD dengan anemia ringan.
3. Asuhan kebidanan pada Ny. A dapat menentukan masalah yaitu
kurang pengetahuan mengenai efek samping KB IUD dan anemia
ringan.
4. Asuhan kebidanan pada Ny. A dapat menentukan kebutuhan yaitu
dengan KIE mengenai efek samping KB IUD dan anemia ringan.
5. Asuhan kebidanan pada Ny. A dengan merencanakan tindakan yang
akan dilakukan yaitu dengan memberikan KIE mengenai efek
samping KB IUD dan anemia ringan.
6. Asuhan kebidanan pada Ny. A dengan melaksanakan tindakan yaitu
memberikan KIE mengenai efek samping KB IUD dan anemia ringan
7. Asuhan kebidanan pada Ny. A dengan melakukan evaluasi pada kasus
KB IUD dengan anemia ringan.
8. Asuhan kebidanan pada Ny. A dengan melakukan pendokumentasian
pada kasus KB IUD dengan anemia ringan.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa

40
Diharapkan dapat menambah pengalaman melakukan pengkajian
dan pengambilan keputusan dalam melaksanakan asuhan
kebidanan pada keluarga berencana.
2. Bagi Bidan Pelaksana di Puskesmas Umbulharjo 1
Diharapkan dapat mempertahankan mutu pelayanan dalam
memberikan asuhan kebidanan pada keluarga berencana.

DAFTAR PUSTAKA

41
1. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta : Kemenkes
RI; 2015.

2. BPS, 2013. Penduduk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Hasil


Sensus Penduduk 1961-2010 : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. WHO WHO. World Health Organization. 2009;1–3.

4. Yuhedi T.L, dan Kurniawati T. 2013. Buku Ajar Kependudukan dan


Pelayanan KB. Jakarta: EGC.

5. Arini, RD. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim.


http://eprints.ums.ac.id/37998/5/04.%20BAB%20I.pdf

6. Sulistyawati, Ari. 2013. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta :


Salemba Medika.

7. Purwoastuti,Th Endang dkk.2015. Panduan Kesehatan Reproduksi Dan


Keluarga Berencana. Yogyakarta : pustaka baru press

8. Setiyaningrum E, Zulfa. pelayanan keluarga berencana dan kesehatan


rerpoduksi. Jakarta: CV. trans info media; 2014.

9. Moegni. (Eds. 1). (2013). Buku Saku Pelayanan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

10. BKKBN. 2012. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

11. Arum dan Sujiyatini. 2011. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini.


Nuha Medica. Yogyakarta.

12. Proverawati, A. 2010. Panduan Memilih Kontrasepsi. Yogyakarta: Nuha


Medika.

13. Republik Indonesia. 2019. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4


Tahun 2019 Tentang Kebidanan.

14. Kementrian Kesehatan. 2017. Peraturan Kementrian Kesehatan No 28


tahun 2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.

42
15. Nawirah. 2013. Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi IUD di
Wilayah Kerja Puskesmas Wonomulyo Kecamatan Wonomulyo
Kabupaten Polman.

16. Puspitasari, Dwi. 2012. Gambaran Kejadian Efek Samping Pemakaian


IUD pada Akseptor Kb IUD di Desa Ambarketawang Gamping Sleman
Tahun 2011.

17. Margiyati. 2014. Gambaran Kejadian Efek Samping Penggunaan Alat


Kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD).

18. Sari. 2019. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Minat Ibu dalam
Pemilihan Alat Kontrasepsi IUD.

19. BKKBN. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

20. Pitriani, Risa. 2015. Hubungan Pendidikan, Pengetahuan dan Peran


Tenaga Kesehatan dengan Penggunaan Kontrasepsi Intra Uterine Device
(IUD) di Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar Pekanbaru.

43

Anda mungkin juga menyukai