Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI SEHAT DENGAN IMUNISASI BCG

Oleh :
ADILAH AZMI LATHIFAH
NIM. P07224420001

POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR


JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan limpahan
Anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Asuhan Kebidanan Pada Bayi
Sehat dengan imunisasi BCG.
Asuhan Kebidanan Pada Bayi Sehat dengan imunisasi BCG ini tidak akan
selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan Asuhan
Kebidanan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik
dan saran untuk perbaikan penyusunan yang akan datang.
Semoga Asuhan Kebidanan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Samarinda, Mei 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Tujuan................................................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................7
A. Konsep Dasar Teori TBC (Tuberculosis) Pada Anak........................................7
B. Konsep Dasar Teori Imunisasi BCG .................................................................10
C. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Bayi dengan Imunisasi
BCG ...................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang - Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa
setiap anak berhak memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan.
Imunisasi dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Pemerintah wajib memberikan imunisasi lengkap kepada
setiap bayi dan anak. Penyelenggaraan imunisasi ini tertuang dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 yang diundangkan tanggal 11
April 2017. Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam Penyakit
yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) antara lain TBC, difteri,
tetanus, hepatitis B, pertusis, campak, rubella, polio, radang selaput otak, dan
radang paru-paru. Anak yang telah diberi imunisasi akan terlindungi dari
berbagai penyakit berbahaya tersebut, yang dapat menimbulkan kecacatan
atau kematian. Imunisasi merupakan salah satu intervensi kesehatan yang
terbukti paling cost-effective (murah), karena dapat mencegah dan
mengurangi kejadian kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat PD3I yang
diperkirakan 2 hingga 3 juta kematian tiap tahunnya.
Di Indonesia, setiap bayi (usia 0-11 bulan) diwajibkan mendapatkan
imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari 1 dosis Hepatitis B, 1 dosis BCG, 3
dosis DPT-HB-HiB, 4 dosis polio tetes, dan 1 dosis campak/MR. Penentuan
jenis imunisasi didasarkan atas kajian ahli dan analisis epidemiologi atas
penyakit-penyakit yang timbul. Pada tahun 2019 imunisasi dasar lengkap di
Indonesia sebesar 93,7%, Angka ini sudah memenuhi target Rencana strategi
tahun 2019 yaitu sebesar 93%. Sedangkan untuk xapaian imunisasi dasar
lengkap di provinsi Kalimantan Timur mencapai 92,6% pada trahun 2019
(Profil Kesehatan Indonesia, 2019).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran
nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis)
yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC.
Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang paru-paru (TB Paru),
tulang (TB Tulang), dan kelenjar getah bening (TB Kelenjar∕limfadenitis TB).
Jenis tuberkulosis yang paling banyak ditemui adalah TB paru dimana
tuberkulosis paru dapat diderita oleh anak termasuk pada usia 0–5 tahun
(Infodatin Tuberkulosis, 2018).
Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC
yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara dengan
insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan Pakistan
(Infodatin, 2018). Tuberkulosis (TB) masih merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas pada anak di dunia, namun kurang mendapat
prioritas dalam penanggulangannya. Data surveilans dan epidemiologi TB
pada anak jarang didapat. Hal ini disebabkan berbagai faktor antara lain
sulitnya diagnosis TB anak, meningkatnya TB ekstra paru pada anak, tidak
adanya standar baku definisi kasus, dan prioritas yang kurang diberikan pada
TB anak di banding TB dewasa (Kartasasmika, 2019).
Angka insiden tuberkulosis Indonesia pada tahun 2018 sebesar 316 per
100.000 penduduk dan angka kematian penderita tuberkulosis sebesar 40 per
100.000 penduduk (Global Tuberculosis Report WHO, 2018). Di Indonesia
sendiri pervalensi kejadian TBC pada anak usia >1 tahun 0,2%, 1-4 tahun
0,4%, dan usia 5-14 tahun 0,3% (Infodatin Tuberkulosis, 2018). Pada tahun
2019 persentase penderita seluruh jenis TB pada anak usia 0-14 tahun
mencapai 11,9% (Kemenkes RI, 2020). Dalam penelitian Rahmawati &
Yulianti tahun 2019 di RS Anak Kota Bandung menyatakan bahwa terdapat
berbagai faktor risiko penularan TB pada anak, yaitu usia, jenis kelamin,
status gizi, dan status imunisasi BCG dengan pervalensi usia anak yang
menderita TB berada pada usia 1–24 bulan (25,6%) dan usia 25–60 bulan
(74,4%).
Salah satu cara pencegahan terjadinya TBC adalah dengan melakukan
pemberian imunisasi BCG pada bayi untuk memberikan kekebalan tubuh
pada anak dari infeksi kuman penyebab TBC. Oleh sebab itu penting bagi
tenaga kesehatan terutama bidan dalam memberikan asuhan kebidanan
imunisasi bagi bayi dan balita agar dapat memenuhi imunisasi dasar lengkap.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi dengan
imunisasi BCG menggunakan pola pikir ilmiah melalui pendekatan
manajemen kebidanan menurut varney dan mendokumentasikan asuhan
kebidanan dalam bentuk catatan SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar teori imunisasi BCG
b. Menjelaskan konsep dasar manajemen kebidanan pada bayi dengan
imunisai BCG
c. Melaksanakan asuhan kebidanan bayi dengan imunisai BCG
pendekatan varney yang terdiri dari :
1) Melakukan pengkajian pada bayi dengan imunisasi BCG
2) Menginterpretasikan data dasar
3) Mengidentifikasikan diagnosa dan masalah potensial pada bayi
dengan imunisai BCG
4) Mengidentifikasikan kebutuhan segera pada bayi dengan imunisai
BCG
5) Merancang intervensi pada bayi dengan imunisai BCG
6) Melakukan implementasi pada bayi dengan imunisai BCG
7) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan
d. Mendokumentasikan asuhan dalam bentuk catatan SOAP
e. Membahas adanya kesenjangan antara teori dan praktik di lapangan

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar Teori TBC (Tuberculosis) Pada Anak
1. Pengertian TBC
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M.
Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).
Kelompok bakteri Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis
yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai
MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa
mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC (Kemenkes RI,
2018).
Tuberkulosis juga didefinisikan sebagai penyakit akibat infeksi
Mycobacterium tuberculosissistemis, sehingga dapat mengenai hampir
semua organ tubuh. Infeksi kuman ini terbanyak di paru dan biasanya
merupakan lokasi infeksi primer. Kuman tersebut biasanya masuk
kedalam tubuh manusia melalui udara yang dihirup kedalam paru,
kemudian kuman tersebut dari paru menyebar ke bagian tubuh lain
melalui sistem peredaran darah, saluran limfa, saluran pernapasan
(bronkus) atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya
(IDAI, 2017).
Penyakit tuberkulosis pada anak sering tidak terdiagnosis atau
terlewatkan diagnosisnya. Hal ini karena gejala tuberkulosis pada anak
lebih banyak tuberkulosis ekstra pulmonal. Kasus tuberkulosis pada anak
berkisar 15% dari seluruh kasus tuberkulosis di dunia. Angka kematian
tuberkulosis pada anak mencapai 7%, sedangkan tuberkulosis dengan
HIV angka kematiannya mencapai 41% (Kong, A. Y., Ribisl, K., 2016).

2. Jenia-jenia TBC
a. TB Paru
Gejala utama pasien TBC paru yaitu batuk berdahak selama 2
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam
hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan
(Infodatin Tuberkulosis, 2018).
Gejala awal anak yang terinfeksi kuman TBC adalah lemah
badan, penurunan berat badan, demam, dan keluar keringat pada
malam hari. Gejala selanjutnya berupa batuk terus-menerus, nyeri
dada dan (mungkin) batuk darah. Dan terdapat gejala lain yang dapat
terjadi tergantung pada organ yang terinfeksi (Kemenkes RI, 2016).
b. TB Kelenjar getah bening (Limfadenitis Tuberculosis)
Limfadenitis TB merupakan TBEP (Tuberkulosis Ekstra Paru)
yang paling umum di dunia sebanyak 30‒40% (Naufal Fadhillah
Alam et al, 2020). Limfadenitis merupakan salah satu manifestasi
dari orang yang suspek TB oleh karena reaksi inflamasi lokal berupa
pembesaran Kelenjar getah bening , salah satunya yaitu pada leher,
terhadap beberapa penyakit termasuk TB. Menurut penelitian
Tanwir et al (2016), sekitar 62% pasien TB terdapat limfadenitis TB.
Penelitian yang lain dari Ismail & Muhammad (2017) juga
menyebutkan bahwa 74,5% yang memiliki pembesaran kelenjer
hetah bening pada lehernya terdiagnosis TB. Pada penelitian Tanwir
et al (2016), Terdapat beberapa presentasi klinis yang sering ada
pada limfadenitis TB beserta presentasenya yaitu; pembesaran
kelenjar getah bening pada leher (100%), sakit kepala (17,71%),
demam (35,42%), batuk (6,28%), penurunan berat badan (72,57%),
kelelahan (79,42%). Selain itu, sering didapatkan manifestasi klinis
berupa keringat malam (13,3%) pada pasien limfadenitis TB.
Riwayat TB sebelumnya juga menjadi salah satu faktor
seseorang terkena limfadenitis TB. Beberapa hal yang menyebabkan
terjadinya rekurensi dari riwayat TB sebelumnya dipengaruhi oleh
faktor pengobatan yang tidak tuntas, imunitas, dan kuman TB.
Sehingga seseorang dengan riwayat TB sebelumnya berisiko lebih
untuk terkena TB paru dan TB ekstra paru (Tabillah et al, 2017).
c. TB Tulang (Spondilitis Tuberkulosa)
Spondilitis tuberkulosis (TB) atau dikenal dengan Pott’s
disease adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis yang mengenai tulang belakang. Infeksi
pada sistem muskuloskeletal mencapai 35% dari seluruh kasus TB
ekstra paru dan paling sering ditemukan pada tulang belakang, yaitu
sekitar 50% dari seluruh kasus TB sistem muskuloskeletal (Sahputra
& Munandar, 2015).
Manifestasi klinis pada spondilitis TB tidak ditemukan pada
bayi di bawah 1 tahun. Penyakit ini baru muncul setelah anak belajar
berjalan atau melompat. Gejala pertama biasanya dikeluhkan adanya
benjolan pada tulang belakang yang disertai oleh nyeri. Untuk
mengurangi rasa nyeri, pasien akan enggan menggerakkan
punggungnya, sehingga seakan-akan kaku. Pasien akan menolak jika
diperintahkan untuk membungkuk atau mengangkat barang dari
lantai. Nyeri tersebut akan berkurang jika pasien beristirahat.
Keluhan deformitas pada tulang belakang (kyphosis) terjadi pada
80% kasus disertai oleh timbulnya gibbus yaitu punggung yang
membungkuk dan membentuk sudut, merupakan lesi yang tidak
stabil serta dapat berkembang secara progresif (I Gede Epi Paramarta
et. Al, 2018).
Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Kusmiati &
Nerendani (2016) menyatakan manifestasi klinis spondilitis TB
biasanya tanpa nyeri (indolen). Pada fase aktif pasien menunjukkan
gejala malaise, penurunan berat badan, keringat malam, kenaikan
suhu di sore hari. Nyeri punggung belakang dan kaku saat bergerak
bisa sebagai keluhan awal penyakit, terutama apabila didapatkan
deformitas kifosis yang terlokalisir dan nyeri bila dilakukan perkusi.
Didapatkan juga spasme otot di paraspinal yang melibatkan otot di
sekeliling vertebra. Nyeri ini berkurang saat istirahat atau tidur,
tetapi nyeri dapat muncul karena pergerakan diantara permukaan
yang inflamasi disebut dengan typical night cries
3. Penyebab TBC Pada Anak
Infeksi TB pada anak dan pasien TB anak terjadi akibat kontak
dengan orang dewasa yang sakit TB aktif. Diagnosis TB pada dewasa
mudah ditegakkan dari pemeriksaan sputum yang positif. Sulitnya
konfirmasi diagnosis TB pada anak mengakibatkan penanganan TB anak
terabaikan, sehingga sampai beberapa tahun TB anak tidak termasuk
prioritas kesehatan masyarakat di banyak negara, termasuk Indonesia.
Akan tetapi beberapa tahun terakhir dengan penelitian yang dilakukan di
negara berkembang, penanggulangan TB anak mendapat cukup perhatian
(Kartasasmita, 2019).
Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang
terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif),
daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene dan
sanitasi tidak baik), dan tempat penampungan umum (panti asuhan,
penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak terdapat pasien TB
dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting adalah
pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA
positif. Berarti bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif
memiliki risiko tinggi terinfeksi TB. Semakin erat bayi tersebut dengan
ibunya, semakin besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik
renik (droplet nuclei) yang infeksius.
Dari beberapa negara Afrika dilaporkan hasil isolasi
Mycobacterium tuberculosis (MTB) 7%-8% pada anak yang dirawat
dengan pneumonia berat akut dengan dan tanpa infeksi human
immunodeficiency virus (HIV), dan TB merupakan penyebab kematian
pada kelompok anak tersebut (Jeena PM, Pillay T, Coovadia HM, 2017).
4. Penegakkan Diagnosa TBC Pada Anak
Tes mantoux dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan
tuberkulin (protein kuman TB) di bawah kulit. Setelah disuntik, biasanya
akan didiamkan hingga 48-72 jam untuk memperoleh hasilnya. Jika pada
bekas suntikan muncul benjolan kurang lebih 10 mm, maka
hasil tes dikatakan positif (Sarah, 2019). Tes Mantoux (tes tuberkulin)
telah menjadi metode tradisional untuk mendeteksi infeksi basil
tuberkular. Namun, penerapannya sering kali dipengaruhi oleh kesulitan
dalam interpretasi hasil. Dalam penelitian Toman Kei (2016) kesalahan
2% dalam pengukuran mengurangi keakuratan uji Mantoux sebesar 25%
dan dampaknya melebihi 50% untuk kesalahan 5%.
Tes Mantoux adalah salah satu tes pendukung penting untuk
diagnosis tuberkulosis (TB) pada populasi anak dan variabilitas hasil tes
dapat menyebabkan dilema dalam diagnosis TB pada masa kanak-kanak.
Tes ini membantu dalam diagnosis TB di antara anak-anak dan untuk
memandu dokter dalam menegakkan diagnosis dan pemberian terapi,
yang memerlukan konfirmasi lebih lanjut dengan tes yang lebih spesifik
seperti tes pelepasan Interferon-γ (IGRA) dan tes diagnostik untuk TB
adalah isolasi BTA dari cairan tubuh (Goel, Mantan. & Sethi, 2017).
B. Konsep Dasar Teori Imunisasi BCG
1. Pengertian Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun yang artinya kebal atau resisten.
Pemberian imunisasi pada anak berarti pemberian kekebalan terhadap
suatu penyakit tertentu, Imunisasi adalah suatu upaya untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap
suatu penyakit, sehingga apabila suatu saat terpajan dengan penyakit
tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan (Kemenkes
RI, 2016).
Tujuan dari pemberian imunisasi adalah untuk menurunkan angka
kesakitan, kematian dan kecacatan akibat Penyakit yang Dapat Dicegah
dengan Imunisasi (PD3I). Imunisasi BCG (Bacillus Calmette–Guerin)
sendiri diberikan untuk membentuk kekebalan tubuh bayi dari infeksi
bakteri Mycobacterium tuberculosa penyebab terjadinya Tuberculosis
(TBC) atau disebut juga batuk darah (IDAI, 2017)

2. Pengertian Vaksin BCG


Vaksin adalah antigen berupa mikroorganisme yang sudah mati,
masih hidup tapi dilemahkan, masih utuh atau bagiannya, yang telah
diolah, berupa toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksoid,
protein rekombinan yang apabila diberikan kepada seseorang akan
menimbulkan kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit infeksi
tertentu (Kemenkes RI, 2016).
Bacillus Calmette – Guérin (BCG), satu-satunya tuberkulosis
Vaksin (TB) yang dilisensikan untuk digunakan manusia, efektif dalam
melindungi bayi dan anak-anak dari infeksi yang parah akibat TB
meningeal, meskipun perlindungannya berbeda-beda orang dewasa (B
Zhu el al, 2018).
Vaksin tuberkulosis (TB) Bacillus Calmette-Guérin (BCG) adalah
strain hidup yang dilemahkan berasal dari isolat Mycobacterium bovis.
Vaksin antituberkulosis saat ini yaitu BCG ditemukan pada 1920-an,
namun mekanisme BCG menginduksi kekebalan pelindung dan
variabilitas kemanjuran perlindungan di antara populasi masih belum
sepenuhnya dipahami. BCG menentang konsep kekhususan vaksin,
karena terdapat bukti bahwa BCG dapat melindungi bayi yang
diimunisasi dari patogen selain Mycobacterium tuberculosis -
mengakibatkan heterolog atau perlindungan nonspesifik (Butkeviciute,
Jones & Smith, 2018).

3. Fungsi Imunisasi BCG


Imunisasi BCG merupakan pemberian vaksin yang mengandung
kuman TBC yang telah dilemahkan. BCG juga merupakan imunisasi
yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit
tuberkulosis (TBC) yaitu penyakit paru-paru yang sangat menular.
Imunisasi ini berguna untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang
primer atau yang ringan dan juga TBC yang berat seperti TBC pada
selaput otak, TBC milier yaitu pada seluruh lapangan paru dan TBC
tulang (Maryunani Anik, 2010).
Imunisasasi BCG merupakan vaksin yang digunakan di Indonesia
yang diproduksi oleh PT. Biofarma Bandung. Vaksin ini berisi suspensi
Mycobacterium bovis hidup yang sudah dilemahkan. Vaksin BCG tidak
mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi resiko tuberkulosis
berat seperti meningitis tuberkulosa dan tuberkulosis milier (Ranuh dkk,
2014).

4. Sifat Imunisasi BCG


Vaksin BCG merupakan vaksin yang sensitif terhadap panas atau heat
sensitive yaitu golongan vaksin yang akan rusak jika terpapar dengan
suhu panas yang belebihan. Vaksin yang bersifat seperti ini antara lain
vaksin polio, vaksin BCG dan vaksin campak (Dwi Andhini dan
Proverawati, 2010).
Penyimpanan Imunisasi BCG Menurut WHO dalam Ranuh dkk
(2011) penyimpanan vaksin BCG dalam thermostability of vaccines
umur vaksin dapat bertahan sampai 1 tahun dengan suhu penyimpanan
2-8°C dan pada suhu beberapa °C di atas suhu udara luar atau ambient
temperature lebih dari 34 drj C.Vaksin BCG berbentuk bubuk kering
harus dilarutkan dengan 4 cc NaCL 0,9 %. Setelah dilarutkan atau
setelah vaksin dibuka harus segera dipakai dalam waktu 3 jam, sisanya
dibuang. Penyimpanan pada suhu lebih dari5°C terhindar dari sinar
matahariatau indoor day light (Marimbi Hanum, 2010).

5. Cara Pemberian Imunisasi BCG


Sesuai anjuran WHO cara pemberian imunisasi BCG adalah
melalui intradermal dengan lokasi penyuntikan pada lengan kanan atas
atau penyuntikan pada paha kanan. Imunisasi BCG disuntikkan secara
intrakutan didaerah lengan kanan atas. Disuntikkan ke dalam lapisan
kulit dengan penyerapan pelan-pelan. Dalam memberikan suntikan
intrakutan, agar dapat dilakukan dengan tepat, harus menggunakan
jarum pendek yang sangat halus dengan panjang jarum 10 mm dan
ukuran jarum 26 mm. Kerjasama antara Ibu dengan petugas imunisasi
sangat diharapkan, agar pemberian vaksin berjalan dengan tepat (Dwi
Andhini dan Proverawati, 2010).
Penyuntikan imunisasi BCG ini sebaiknya diberikan pada muskular
deltoid kanan atau lengan kanan atas sehingga bila terjadi limfadenitis
pada aksila akan lebih mudah terdeteksi. Vaksin BCG disuntikkan pada
intrakutan didaerah muskular deltoid karena vaksin BCG lapisan
chorium kulit sebagai depo berkembang biak reaksi indurasi, eritema,
pustula. Bayi kulitnya tipis jadi cocok disuntikkan secara intrakutan
dibandingkan suntikan secara subkutan yang terlalu dalam disuntikkan
pada bayi (Marimbi Hanum, 2010).
Dosis pemberian vaksin BCG adalah 0,05 ml, sebanyak 1 kali.
Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertio
musculus deltoideus), dengan menggunakan alat suntik ADS (Auto
Disable Syringe) 0,05 ml (Kemenkes RI, 2016).

6. Kontra indikasi
Kontraindikasi imunisasi BCG antara lain bayi yang
mengalami defisiensi sistem kekebalan, reaksiuji tuberkulin >5 mm,
demam tinggi, terinfeksi HIV asimtomastis maupun simtomatis,
adanya penyakit kulit yang berat/ menahun, atau sedang menderita
TBC (Ranuh dkk, 2017).
KIPI yang terjadi yaitu reaksi lokal yang timbul setelah
imunisasi BCG adalah ulkus lokal yang superfisial pada 3 minggu
setelah penyuntikkan. Ulkus tertutup krusta, akan sembuh dalam 2-3
bulan, dan meninggalkan parut bulat dengan diameter 4-8 mm.
Apabila dosis terlalu tinggi maka ulkus yang timbul lebih besar,
namun apabilapenyuntikkan terlalu dalam maka parut yang terjadi
tertarik ke dalam (Ranuh dkk, 2017).
7. Efek Samping
Imunisasi BCG tidak menimbulkan reaksi yang bersifat umum
seperti demam. Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan
ditempat suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah
menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan
dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran
kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa padat tidak sakit dan
tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal tidak memerlukan
pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya (Kemenkes RI,
2016).
C. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Bayi dengan Imunisasi
BCG
I. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian
Waktu pengkajian :
Tempat pengkajian :
Nama pengkaji :
DATA SUBJEKTIF
1. Identitas
a. Identitas Klien
Nama :
Umur/Tanggal lahir :  Vaksin BCG paling efektif bila
diberikan pada bayi yang baru lahir
sampai usia dua bulan (IDAI, 2019)
Jenis kelamin
b. Identitas orang tua
Nama ayah :
Nama ibu :
Usia ayah/ibu :
Pendidikan ayah/ibu :
Pekerjaan ayah/ibu :
Agama :
Suku/bangsa :
Alamat :

2. Alasan datang∕ Keluhan Utama


Ingin imunisasi BCG

3. Riwayat Kesehatan klien


a. Riwayat imunisasi : Tujuan dari pemberian imunisasi
adalah untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan
kecacatan akibat Penyakit yang Dapat Dicegah dengan
Imunisasi (PD3I) (Kemenkes RI, 2016)
b. Riwayat Alergi :
c. Riwayat penyakit yang pernah diderita :
d. Riwayat operasi/pembedahan :
e. Riwayat pemeriksaan tumbuh kembang :

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


a. Riwayat penyakit menular : Infeksi TB pada anak dan
pasien TB anak terjadi akibat kontak dengan orang dewasa
yang sakit TB aktif (Kartasasmita, 2019)
b. Riwayat penyakit menurun : Salah satu penyakit keturunan
yang disebabkan oleh kelainan kromosom adalah sindrom
down, sindrom turner, dan lain-lain. (Soetjiningsih, 2012)

5. Pola Fungsional Kesehatan


Pola Keterangan
Nutrisi ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi baru lahir hingga usia 6
bulan, ASI dapat menurunkan morbilitas dan mortalitas anak, karena
disamping nilai gizinya tinggi juga mengandung berbagai macam
kekebalan tubuh yang dapat melindungi anak dari infeksi penyakit
(IDAI, 2017)
Eliminasi Bayi sehat umumnya akan BAK 5-6 kali per hari dan BAB 3-4 kali
per hari. Warna BAK yang baik adalah jernih tidak berwarna pekat,
sedangkan warna BAB akan berubah dari warna hitam pekat,
menjadi hijau dan akhirnya berwarna kekuningan (IDAI, 2017)
Istirahat Dalam sehari bayi dapat tidur sampai total 20 jam, yang terpecah
dalam periode-periode tidur 20 menit hingga 4 jam. Posisi tidur yang
dianjurkan adalah posisi terlentang karena dapat mencegah
terjadinya sindrom kematian mendadak bayi atau sudden infant
death syndrome (SIDS) (IDAI, 2017)
Personal Setelah penyuntikan vaksin BCG, umumnya terjadi bisul atau luka
hygiene bernanah. Hal ini dikarenakan vaksin BCG mengandung bakteri
hidup sehingga penyuntikannya akan menyerupai infeksi alamiah,
dimana tubuh melakukan respons imun dan terbentuk bisul. Tidak
perlu penanganan khusus pada bekas luka suntikan. Komplikasi dari
bisul yang mungkin terjadi adalah infeksi sekunder bakterial jika
dilakukan penanganan yang tidak tepat, misalnya ditaburi atau dioles
bahan-bahan yang tidak steril (IDAI, 2016)

6. Riwayat Psikososiokultural Spiritual


a. Komposisi, fungsi dan hubungan keluarga (genogram)
b. Keadaan lingkungan rumah dan sekitar
c. Kultur dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan

DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda Vital :
Tekanan darah: Tekanan darah normal yaitu tekanan sistolik dan
diastolik kurang dari presentil ke-90 untuk usia dan jenis kelamin.
(Wong, Donna L. 2003)
Nadi : Apikal 120 sampai 140 denyut/menit
Pernafasan : 30 – 60 kali/menit
Suhu : 36,5-37 oC
Antropometri
Panjang badan:

Berat badan :
Lila : Laju tumbuh lambat dari 11cm pada saat lahir
menjadi 16cm pada umur 1 tahun selanjutnya
tidak banyak berubah 1 sampai 3 tahun
(Soetjiningsih, 2012)
Lingkar Kepala : Pertumbuhan lingkar kepala yang paling pesat
adalah pada 6 bulan peratama,yaitu dari 34 pada
waktu lahir menjadi 44cm pada umur 6 bulan
sedangkan pada umur 1 tahun 47cm, 2 tahun
49cm,dewasa 54cm (Shannon E Perry, 2018).

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe mulai dari inspeksi,
palpasi, auskultasi dan perkusi.
Inspeksi :
Kulit : Tidak ada oedema, tidak ada kelainan.
Kepala : Kulit kepala bersih, kontruksi rambut kuat,
distribusi rambut merata.
Wajah : Mata segaris denga telinga; hidung digaris tengah
(varney,2007)
Mata : Sklera jenih, konjungtiva jernih, iris berwarna
merata dan blateral, pupil bilateral dan reaktif
terhadap cahaya, kornea jernih, retina
transparan.klopak mata tanpa ptosis dan edeme.
(varney, 2007).
Telinga : Posisi telinga garis lurus terhadap mata
(Varney, 2007)
Hidung :Tidak ada sumbatan jalan nafas Posisinya garis
tengah; nares ada di kedua sisi, (Varney, 2007).
Mulut : lembab, simteris, mukosa mulut basah, tidak ada
labio schizis.

Leher :
- Tonsil : Tidak ada peradangan
- Faring : Tidak ada peradangan
- Vena Jugularis : Tidak ada bendungan
- Kel.Tiroid : Tidak ada pembesaran
- Kel.Getah Bening: Tidak ada pembesaran

Dada dan payudara : Elips, tidak ada retraksi dinding dada


Ekskursi dikedua sisi sama, tulang iga simetris
puting payudara jaraknya sejajar tanpa ada puting
tambahan, areola tegag dan tidak ada rabas.
(Varney, 2007)
Abdomen : Tidak ada pembesaran.
Genetalia eksterna : Pada perempuan: Labia mayora menutupi
labia minora, labia minora terbentuk sempurna,
terdapat klitoris, meatus uretra ada di depan vagina,
genetalia dapat dibedakan antara pria dan wanita,
perineum halus. (Varney, 2007)
Pada laki-laki : penis lurus, meatus urnarius
ditengah dan diujung glans, testis dan skrotum
penuh dan banyak ruage, pigmentasi gelap.
(Varney, 2007)
Anus : Tidak ada hemoroid, ada lubang anus di tengah.
(Varney, 2007)
Ekstermitas : panjang proporsional terhadap satu sama lain,
ekstermitas bawah dan tubuh simetris, jari 10
dengan jarak yang sama satu sama yang lain
(Varney, 2007).
Palpasi :
Kepala : Tidak ada massa atau area yang lunak ditulang
tengkorak (varney, 2007)
Wajah : Tidak ada odeme.
Mata : Tidak ada odeme.
Telinga : Struktur elastis.
Hidung : tidal ada fraktur pada tulang hidung
Leher : Tiroid terdapat di garis tengah, nodus limfe tidak
dapat dipalpasi, tidak ada massa.(varney, 2007)
Dada : posesus xifoideus ada, tulang iga tanpa masa atau
krepitus, jaringan payudara 1 cm (Varney, 2007).
Abdomen : abdomen lunak dan tidak nyeru teken dan massa.
(Varney, 2007)
Genetalia eksterna : tidak ada pembengkakan
Anus : terdapat lubang anus
Ekstermitas : klavikula tanpa fraktur; humerus, radius dan ulna
ada.
Auskultasi
Contoh :
 Suara tracheal : pada daerah trachea, intensitas tinggi,
ICS 2 1:1
 suara bronchial : pada percabangan bronchus, pada saat
udara masuk intensitas keraspada ICS 4-5 1:3,
 Suara broncho vesikuler : pada bronchus sebelum
alveolus, intensitas sedang ICS 5.
 suara vesikuler : pada seluruh bagian lateral paru,
intensitas rendah 3:1
 Wheezing terdengar pada saat inspirasi dan rales pada
saat ekspirasi
Perkusi :
Contoh : Perkusi pada daerah jantung, hati adalah pekak, ,
perkusi pada daerah lambung adalah timpani.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan diagnostik lainnya :

II. INTERPRESTASI DATA DASAR


Data dasar yang sudah dikumpulakan diinterprestasikan sehingga dapat
merumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik.
Diagnosis : Bayi sehat umur ... dengan Imunisasi BCG
Masalah :
Kebutuhan :
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL
Langkah ini diambil berdasarkan diagnosis dan masalah aktual yang telah
diidentifikasi. Pada langkah ini juga dituntut untuk merumuskan tindakan
antisipasi agar diagnosis/masalah potensial tersebut tidak terjadi.
Diagnosis Potensial : tidak ada
IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA
Langkah ini mencakup rumusan tindakan emergensi / darurat yang harus
dilakukan. Rumusan ini mencakup tindakan segera yang bisa dilakukan
secara mandiri, kolaborasi, atau bersifat rujukan.
kebutuhan tindakan segera : tidak ada

V. INTERVENSI
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh sebagai kelanjutan
manajemen terhadap diagnosis dan masalah yang telah diidentifikasikan.
1. Lakukan pemeriksaan/ observasi keadaan bayi
Rasional : Dengan pemeriksaan pada bayi kita bisa tahu apakah bayi
ini bisa diberi imunisasi apa tidak
2. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan pada bayinya
Rasional : Dengan menjelaskan pada ibu diharapkan ibu mengerti
tentang keadaan bayinya saat ini
3. Berikan KIE ibu dan/atau keluarga tentang manfaat dan efek samping
imunisasi BCG
Rasional : Dengan menjelaskan tentang manfaat dan efek samping
imunisasi BCG diharapkan ibu mengerti dan dapat lebih tenang dalam
menghadapi efek samping yang timbul . Efek samping dari BCG yaitu
Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat
suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka.
Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan dan
meninggalkan tanda parut.
4. Memberikan imunisasi BCG di lengan atas tangan kanan secara
intramuskular dengan dosis 0,05 cc secara Intra Cutan.
Rasional : Bacillus Calmette – Guérin (BCG), satu-satunya
tuberkulosis Vaksin (TB) yang dilisensikan untuk digunakan manusia,
efektif dalam melindungi bayi dan anak-anak dari infeksi yang parah
akibat TB meningeal, meskipun perlindungannya berbeda-beda orang
dewasa (B Zhu el al, 2018). Pemberian imunisasi yang tepat dan
memberikan hasil yang optimal untuk kekebalan tubuh terhadap
Penyakit TBC

VI. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilakukan dengan efisien dan aman sesuai dengan rencana
asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh
bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya.

VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan
kebidanan yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan dalam bentuk
SOAP.
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pengkajian
Tanggal pengkajian :
Tempat pengkajian : PKM Trauma Center
Nama pengkaji : Adilah Azmi Lathifah
S.
1. Identitas
Identitas Bayi
Nama :
Tanggal lahir :
Jenis Kelamin :
Identitas Orang Tua
Nama Istri : Ny. Nama Suami : Tn.
Umur : Th Umur : Th
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : RT 15 SKT
2. Alasan Datang∕Keluhan Utama
3. Riwayat Kesehatan Klien
Riwayat imunisasi
Imunisasi Tanggal Tempat Ket.
Bidan
Bidan

4. Riwayat kesehatan keluarga


5. Pola fungsional kesehatan
6. Riwayat psikososiokultural spiritual

O.
1. Pemeriksaan Umum
a. Antropometri
Panjang Badan : cm
Berat Badan Lahir : gram
Berat Badan saat ini : gram
b. Tanda-Tanda Vital
Suhu : oC
Pernapasan : x⁄i
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala :
Wajah :
Mata :
Hidung :
Telinga :
Mulut :
Leher :
Dada :
Abdomen :
Genetalia :
Anus :
Ekstermitas
Atas :
Bawah :

3. Pemeriksaan Penunjang

A.

Diagnosis :

Masalah :
Diagnosis Potensial :

Masalah Potensial :

Kenbutuhan segera :

P.

No Tanggal Penatalaksaan paraf


.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M., & Wirjatmadi, B. (2012). Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta:


Kencana Prenada Media Group
Dinleyici, Ener Cagri, Ray Borrow, Marco Aurélio Palazzi Safadi, Pierre van
Damme, and Flor M. Munoz. 2021. “Vaccines and Routine Immunization
Strategies during the COVID-19 Pandemic.” Human Vaccines and
Immunotherapeutics 17(2):400–407.
IDAI. (2016). Pedoman Imunisasi di Indonesia (5 ed.). (I. G. Ranuh, H. Suyitno,
S. R. Hadinegoro, C. B. Kartasasmita, Ismoedijanto, & Soedjatmiko,
Penyunt.) Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Kemenkes RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
MacDonald, Noni E., Shawn Harmon, Eve Dube, Audrey Steenbeek, Natasha
Crowcroft, Douglas J. Opel, David Faour, Julie Leask, and Robb Butler.
2018. “Mandatory Infant & Childhood Immunization: Rationales, Issues and
Knowledge Gaps.” Vaccine 36(39):5811–18.
Mindell, Jodi A., Erin S. Leichman, Courtney DuMond, and Avi Sadeh. 2017.
“Sleep and Social-Emotional Development in Infants and Toddlers.” Journal
of Clinical Child and Adolescent Psychology 46(2):236–46.
Pontoppidan, Maiken, Nete K. Nissa, Jan H. Pejtersena, Megan M. Julianc, and
Mette S. Væverd. 2017. “Parent Report Measures of Infant and Toddler
Social-Emotional Development: A Systematic Review.” Family Practice
34(2):127–37.
Pratiwi, F. (2015). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan Ibu
Terhadap Pelaksanaan Imunisasi Dasar Pada Balita Di Wilayah Kera
Puskesmas Siantan Tengah Pontianak. Jurnal Untan.
Proverawati, A., & Dwi Andhini, C. S. (2010). Imunisasi dan
Vaksinasi.Yogyakarta: Nuha Medika.
Rahmawati, A. I., & W, C. U. (2014, Januari). Faktor yang mempengaruhi
kelengkapan imunisasi dasar di keluarahan Krembangan Utara. Jurnal
Berkala Epidemiologi, 2, 59-70.
Ranuh et al. Pedoman Imunisasi di Indonesia.Edisi kelima.Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014
Setyawati, Vilda Ana Veria & Eko Hartini. 2018. Buku Ajar Dasar Ilmu Gizi
Kesehatan Masyarakat. Deepublish Publisher, CV Budi Utama, Yogyakarta
Soetjiningsih. 2012. Perkembangan Anak dan Permasalahannya dalam Buku
Ajar I Ilmu Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta :Sagungseto
Supartini, Yupi. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta :
EGC
Varney, Helen, Jan M. Kriebs, Carolyn L. Gegor. 2007. Buku Ajar Asuhan
Kebidanan Vol.2 Edisi 4. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa
Monica Ester. Editor Sari Kurnianingsih. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Zuckerman, Barry, Mei Elansary, and Robert Needlman. 2019. “Book Sharing:
In-Home Strategy to Advance Early Child Development Globally.”
Pediatrics 143(3).

Anda mungkin juga menyukai