Anda di halaman 1dari 57

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA Ny.S DENGAN


TUBERCULOSIS (TBC) Di RS X
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik

DOSEN PEMBIMBING :
Riny Apriani S.kep, Ners, M.kep

DISUSUN OLEH:
1. Ariea Putra Dutawan (20142011849)
2. Liza Zuliana (20142011855)
3. Septiana Sari (20142011857)
4. Putri Nehemia Pintracy (20142011867)
5. Zupri Siketang (20142011869)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKES BINALITA SUDAMA MEDAN
2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat-Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan Tugas yang berjudul “Asuhan Keperawaan
pada Ny.S Dengan Tuberculosis (TBC) Di Rs X” ini dengan tepat waktu. Kami
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Riny Apriani S.kep,
Ners, M.kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Gerontik dan sebagai penulis
kami juga sangat berterimakasih kepada semua pihak yang mendukung dan
membantu Kami dalam penyelesaian Makalah ini.
Kami sebagai Penulis menyadari bahwa Makalah Asuhan Keperawatan ini
masih jauh dari kata sempurna,oleh sebab itu kami berharap saran dan kritik dari
pembaca agar pengerjaan tugas asuhan keperawatan kedepannya dapat lebih baik
lagi.Dan kami juga berharap Asuhan Keperawan ini dapat bermanfaat sebagai
penambah ilmu bagi pembaca.

Medan, 4 juli 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 3
1.4 Manfaat ..................................................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN TEORI ...................................................................................5
2.1 Konsep Dasar Tuberkulosis...................................................................... 5
2.2 Klasifikasi Tuberkulosis ........................................................................... 5
2.3 Etiologi Tuberkulosis ............................................................................... 8
2.4 Patofisiologi Tuberkulosis ........................................................................ 9
2.5 Manifestasi Klinis................................................................................... 13
2.6 Diagnosis Tuberkulosis .......................................................................... 13
2.7 Terapi Farmakologi ................................................................................ 17
2.8 Terapi Non Farmakologi ........................................................................ 21
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................25
3.1 Pengkajian ............................................................................................. 25
3.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 37
3.3 Rencana Keperawatan ............................................................................ 37
3.4 Implementasi Keperawatan .................................................................... 41
3.5 Evaluasi .................................................................................................. 46
BAB 4 PEMBAHASAN .......................................................................................47
4.1 Pengkajian .............................................................................................. 47
4.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 47
4.3 Intervensi ................................................................................................ 48
4.4 Implementasi .......................................................................................... 48
4.5 Evaluasi .................................................................................................. 49

iii
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................50
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 50
5.2 Saran ....................................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................52
LAMPIRAN ........................................................................................................ 53

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara
lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal
sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas
dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang
terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC.1 Hingga
saat ini, Tuberkulosis tercatat sebagai salah satu masalah kesehatan dunia yang
masuk dalam Millennium Development Goals (MDGs).
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI masih terus menggaungkan
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Hal itu untuk mengantisipasi
terjadinya masalah kesehatan terutama Stunting, TBC, dan penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi. Masalah kesehatan tersebut diupayakan selesai pada
2019 sebagaimana hasil Rapat Kerja Kesehatan (Rakerkesnas) 2018 yang digelar
pada 5-8 Maret 2018 di Tangerang, Banten. Karenanya, diharapkan pemahaman
dan pengaplikasian Germas dilakukan secara merata oleh seluruh masyarakat
Indonesia.
Germas merupakan gerakan nasional yang diprakarsai oleh Presiden RI
Joko Widodo dengan mengedepankan upaya promotif dan preventif, serta
melibatkan seluruh komponen bangsa dalam memasyarakatkan paradigma sehat.
Lintas sektor diharapkan dapat membuat kebijakan yang dapat mendukung
pengimplementasian Germas.
Germas meliputi kegiatan aktivitas fisik, konsumsi buah dan sayur, tidak
merokok, memeriksakan kesehatan secara rutin, membersihkan lingkungan, dan
menggunakan jamban. Germas secara nasional dimulai dengan berfokus pada 3
kegiatan, yakni melakukan aktivitas fisik 30 menit per hari, mengkonsumsi buah
dan sayur, dan memeriksakan kesehatan secara rutin minimal 6 bulan sekali
sebagi upaya deteksi dini penyakit.

1
Terkait TBC, sesuai data WHO Global Tuberculosis Report 2016, Indonesia
menempati posisi kedua dengan beban TBC tertinggi di dunia. Tren insiden kasus
TBC di Indonesia tidak pernah menurun, masih banyak kasus yang belum
terjangkau dan terdeteksi, kalaupun terdeteksi dan telah diobati tetapi belum
dilaporkan.
TBC di Indonesia merupakan salah satu jenis penyakit penyebab kematian
nomor empat setelah penyakit stroke, diabetes dan hipertensi. Kasus penyakit
TBC di Indonesia masih terbilang tinggi yakni mencapai sekitar 450 ribu kasus
setiap tahun dan kasus kematian akibat TBC sekitar 65 ribu orang.
Penyakit TBC lebih banyak menyerang orang yang lemah kekebalan
tubuhnya, lanjut usia, dan pasien yang pernah terserang TBC pada masa
kanakkanaknya. Penyebab penyakit TBC adalah infeksi yang diakibatkan dari
kuman Mycobaterium tuberkulosis yang sangat mudah menular melalui udara
dengan sarana cairan yang keluar saat penderita bersin dan batuk, yang terhirup
oleh orang sekitarnya.
Seseorang yang terinfeksi TB paru akan menimbulkan berbagai dampak di
kehidupannya, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Secara fisik, seseorang
yang telah terinfeksi TB paru akan sering batuk, sesak nafas, nyeri dada, berat
badan dan nafsu makan menurun, serta berkeringat di malam hari. Semua hal itu
tentunya akan mengakibatkan seseorang tersebut menjadi lemah. Secara mental,
seseorang yang telah terinfeksi TB paru umumnya akan merasakan berbagai
ketakutan di dalam dirinya, seperti ketakutan akan kematian, pengobatan, efek
samping dalam melakukan pengobatan, kehilangan pekerjaan, kemungkinan
menularkan penyakit ke orang lain, serta ketakutan akan ditolak dan
didiskriminasi oleh orang-orang yang ada di sekitarnya.
Secara global pada tahun 2016 terdapat 10,4 juta kasus insiden TBC (CI 8,8
juta – 12, juta) yang setara dengan 120 kasus per 100.000 penduduk. Lima negara
dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China, Philipina, dan
Pakistan. Saat ini, Indonesia berada pada peringkat kelima negara yang memiliki
beban tuberkulosis tertinggi di dunia dengan estimasi jumlah kasus sebesar
410.000 sampai 520.000.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,maka rumusan masalah pada makalah ini
adalah Bagaimana Asuhan Keperawatan pada lansia Ny.S dengan Tuberculosis
(TBC).
m
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep TBC


2. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada Lansia Ny.S
dengan tuberculosis (TBC)

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk Melakukan Pengkajian Keperawatan
2. Untuk Menentukan Diagnosa Keperawatan
3. Untuk Melakukan Intervensi Keperawatan
4. Untuk Melakukan Implementasi Keperawatan
5. Untuk Melakukan Evaluasi Keperawatan
6. Untuk Melkaukan Pendokumentasian Keperawatan

1.4 Manfaat
1. Makalah ini bermanfaat bagi pembaca untuk mengembangkan dan paham
akan perawatan Tuberkulosis
2. Dengan melakukan pembuatan makalah ini, penulis dapat mengetahui dan
memahami secara spesifik tentang Tuberkulosis.

3
4
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Tuberkulosis


Tuberkulosis adalah penyakit infeksi saluran nafas bawah yang disebabkan
oleh bakteri, sebagian besar oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit
Tuberkulosis ini bersifat menular. Penularan dapat terjadi melalui percikan ludah
(droplet) orang yang menderita TB aktif ketika batuk atau bersin kemudian
terinhalasi oleh orang sehat. Bakteri Mycobacterium tuberculosis sebanyak 80%
lebih sering terdapat pada paru-paru sebagai area infeksi primernya. Selain paru-
paru Mycobacterium tuberculosis juga dapat menyerang organ kulit, kelenjar
limfa (getah bening), tulang, dan selaput otak

2.2 Klasifikasi Tuberkulosis


Jenis penyakit tuberkulosis ditentukan dengan menganalisis suatu “definisi
kasus” yang memberikan batasan baku bagi setiap klasifikasi penyakit. Penentuan
klasifikasi penyakit ini dilakukan untuk menetapkan panduan penanganan
penyakit tuberkulosis yang benar dan dapat dilakukan sedini mungkin sebelum
pengobatan dimulai.
Ada 4 (empat) hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan definisi
kasus, yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh (situs anatomi) yang diderita (memiliki lesi dari M.
tuberculosis) yaitu TB Paru adalah TB yang menyerang organ paru dari
jaringan parenkim paru akan tetapi tidak termasuk selaput paru (pleura) dan
kelenjar pada hilus (kelenjar dekat jantung), termasuk juga penderita TB
Paru dan TB Ekstra Paru, serta TB Esktra Paru adalah TB yang menyerang
organ tubuh selain paru, misalkan pleura, selaput otak, selaput jantung
(perikardium), kelenjar limfa (getah bening), tulang, persendian, kulit, usus,
ginjal, saluran kemih, alat kelamin, dan lain lain. Penamaan TB Esktra Paru
dilengkapi nama organ yang menderita TB paling parah, contohnya TB

5
Ekstra Paru – Kulit. Penamaan ini ditujukan untuk mempermudah dalam
dokumentasi terkait penyakit.
2. Bakteriologi berupa hasil pemeriksaan langsung dahak secara mikroskopis
yang diutamakan untuk penyakit TB Paru yaitu hasil BTA Positif dan BTA
Negatif. Basil Tahan Asam (BTA) adalah istilah untuk bakteri TB yang
berbentuk batang atau basil dan ketika dilakukan pemeriksaan bakteri,
kuman tersebut tahan terhadap pewarnaan asam. TB Paru BTA Positif
adalah ketika sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 3 (tiga) spesimen dahak SPS
(Sewaktu-Pagi-Sewaktu) hasilnya BTA Positif atau 1 (satu) spesimen dahak
SPS hasilnya BTA Positif disertai hasil foto rontgen dada yang
menunjukkan gambaran TB aktif atau 1 (satu) spesimen dahak SPS hasilnya
BTA Positif disertai biakan kuman TB positif atau 1 (satu) spesimen dahak
hasilnya positif setelah 3 (tiga) spesimen dahak SPS pada pemeriksaan
sebelumnya hasilnya BTA Negatif dan tidak ada perbaikan setelah terapi
antibiotika non OAT. Dahak Sewaktu (S) yang pertama dikumpulkan pada
saat suspek TB datang pertama kali ke dokter dan membawa pot dahak
untuk mengumpulkan dahak pada hari kedua di Pagi (P) hari segera setelah
bangun. Pot dahak diserahkan sendiri kepada petugas di instansi kesehatan
sekaligus pengumupulan dahak Sewaktu (S) yang kedua. TB Paru BTA
Negatif adalah kasus yang tidak memenuhi kriteria definisi kasus pada TBA
Paru BTA Positif ketika setidaknya seluruh pemeriksaan spesimen dahak
SPS hasilnya BTA Negatif namun pada foto rontgen dada menunjukkan
gambaran TB aktif (begitu juga kultur TB positif) dan tidak ada perbaikan
kondisi setelah pemberian terapi antibiotika non OAT (jika HIV negatif)
serta hasil pertimbangan dokter untuk memberikan terapi OAT. Suspek TB
adalah setiap penderita yang datang dengan gejala atau tanda yang merujuk
ke TB. Gejala paling umum dari TB Paru adalah batuk produktif (berdahak)
yang tidak terjelaskan penyebabnya, lebih dari 2 (dua) minggu yang
mungkin disertai dengan gejala pernafasan lainnya (nafas pendek, nyeri
dada, haemoptysis) dan/atau gejala dasar lainnya (hilang nafsu makan, berat
badan turun, demam, keringat di malam hari, dan kelelahan serta faktor

6
lokal seperti usia, status HIV, prevalensi HIV di populasi, prevalensi TB di
populasi, dan lain lain) sehinga harus dilakukan pemeriksaan terkait TB.
Pembuktian pasien TB secara mikroskopis disertai konfirmasi oleh dokter
termasuk dalam Kasus TB sedangkan pasien TB dengan atau tanpa biakan
positif M. tuberculosis dengan sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 3 (tiga)
spesimen dahak SPS hasilnya BTA Positif termasuk dalam Kasus TB Pasti
(Definitif). TB Paru dengan BTA Negatif dan TB Esktra Paru kemungkinan
besar dapat mengalami kekambuhan (Relaps), putus berobat (Default),
gagal pengobatan (Failure), hingga menjadi status kronik. Walaupun
kondisi ini sangat jarang terjadi namun harus terlebih dahulu dibuktikan
secara patologik, bakteriologik (biakan bakteri), radiologik, dan
pertimbangan medis spesialistik sebagai langkah pencegahan awal.
3. Riwayat pengobatan TB sebelumnya yang menentukan tipe penderita yaitu
pasien dengan kasus baru, pasien yang sebelumnya pernah diobati (kasus
kambuh, kasus putus berobat, dan kasus gagal pengobatan), pasien
pindahan, dan pasien jenis lainnya (kasus kronik). Pada pasien dengan kasus
baru merupakan pasien yang sebelumnya belum pernah diobati dengan Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu
bulan (30 dosis harian ketika belum dinyatakan suspek TB). Pemeriksaan
BTA bisa positif ataupun negatif dan kemungkinan memiliki penyakit pada
daerah tubuh manapun. Pada pasien yang sebelumnya pernah diobat
mencakup kasus Kambuh (Relaps) berupa penderita TB yang sebelumnya
pernah mendapatkan terapi TB dan telah dinyatakan berhasil kemudian
kembali lagi melakukan terapi karena dari pemeriksaan dahak terbarunya
(apusan dan kultur) menghasilkan BTA Positif; kasus Putus Berobat karena
lalai (Default) berupa penderita TB yang sudah berobat kurang dari sebulan
lalu berhenti 2 (dua) bulan atau lebih, dan datang kembali berobat umumnya
dengan hasil pemeriksaan terbaru dahak BTA Positif; dan kasus Gagal
Pengobatan (Failure) berupa penderita BTA Positif yang masih tetap positif
atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke – 5, di mana satu bulan
sebelum akhir pengobatan, atau lebih, atau penderita dengan hasil BTA

7
Negatif – rontgen positif pada awalnya kemudian berubah menjadi BTA
Positif pada akhir bulan ke – 2 terapi. Pada pasien pindahan atau transfer in
berupa penderita TB yang sedang menjalankan pengobatan di suatu area
(kabupaten) kemudian pindah berobat ke area lain. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah. Hasil pemeriksaan dahak
mikroskopis dapat berupa BTA positif dan BTA Negatif. Pada jenis pasien
lain berupa semua kasus yang tidak termasuk dalam ketentuan sebelumnya
termasuk juga kasus kronik. Kasus kronik berupa penderita TB dengan hasil
pemeriksaan masih BTA Positif setelah pengobatan ulang kategori 2 selesai.
Kemudian termasuk penderita TB yang tidak diketahui riwayat pengobatan
sebelumnya, riwayat pengobatan diketahui namun hasilnya tidak diketahui,
dan penderita TB yang kembali ke dokter dengan hasil BTA Negatif.
4. Jenis infeksi pada penyakit TB terbagi 2 (dua) yaitu infeksi laten (Latent
Tuberculosis Infection/LTBI) dan infeksi aktif (Tuberculosis Disease/TB
Disease). Pada infeksi laten, penderita tidak mengalami sakit dan gejala,
tidak menyebarkan infeksi ke orang lain, dan bakteri yang mengifeksi
bersifat dorman dalam tubuh. Sedangkan pada infeksi aktif, bakteri aktif
menginfeksi tubuh sehingga penderita mengalami sakit dan gejala, juga
dapat menyebarkan infeksi ke orang lain. Status penyakit Human Immuno-
Defficiency Viruses (HIV) dimana komorbiditas terbesar dari penyakit
imunitas ini adalah penyakit TB. Hal ini dikarenakan penderita HIV
mengalami penurunan sistem pertahanan tubuh atau imunitas yang rendah
sehingga menyebabkan infeksi Tuberkulin mudah terjadi serta mudah untuk
berkembangbiak dalam tubuh penderita. Penentuan status HIV adalah
penting untuk keputusan terapi kemudian langkah-langkah dalam memantau
terapinya sendiri.

2.3 Etiologi Tuberkulosis


Tuberculosis (TB) disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis
yang merupakan bakteri basil tahan asam berukuran 1-4 μm dengan lapisan luar
berlilin, berbentuk lurus atau sedikit melengkung. Bakteri ini mengandung lipid

8
pada dinding selnya sampai hampir 60% dari berat seluruhnya sehingga sangat
sukar diwarnai dengan pewarnaan Gram biasa. Pewarnaan yang lazim digunakan
pada pemeriksaan bakteri ini adalah pewarnaan Ziehl-Neelsen dengan karbol-
fuchsin atau pewarnaan dengan fluorokrom. Diantara Mycobacterium lain,
Mycobacterium tuberculosis seringkali menjadi patogen pada manusia. (Dipiro et
al., 2014).
Mycobacterium tuberculosis ditularkan dari orang ke orang melalui batuk,
bersin, berbicara, atau kegiatan lain yang secara tidak sengaja mengeluarkan
droplet nuklei dari mulutnya. Droplet ini jatuh ke lantai, tanah, atau tempat lain
dan menguap sehingga bakteri yang terdapat dalam droplet dapat menyebar di
udara. Droplet ini mengandung 1-3 basil, berukuran sangat kecil sehingga dapat
masuk hingga alveoli, dan apabila terhirup individu sehat maka individu tersebut
berpotensi terkena infeksi.

Gambar 01. Transmisi TB dari orang ke orang.

2.4 Patofisiologi Tuberkulosis


Infeksi primer biasanya terjadi akibat individu sehat yang menghirup udara
yang mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis, sedangkan termakan atau
melalui luka yang terbuka merupakan cara lain masuknya bakteri ini namun
jarang terjadi. Perkembangan klinis penyakit ini bergantung pada tiga faktor yaitu
jumlah organisme Mycobacterium tuberculosis yang terhirup, virulensi
organisme, dan respon imun yang diperantarai sel inang. Apabila seorang individu

9
menghirup bakteri tuberkulosis dari udara (air-borne infection) maka bakteri
dapat dapat terisap melewati pertahanan mukosilier saluran pernafasan dan masuk
hingga alveoli. Pada permukaan alveolus, basil tercerna oleh makrofag paru-paru.
Jika makrofag ini berhasil menghambat atau membunuh basil, maka infeksi gagal.
Namun bila makrofag tidak cukup kuat melakukan hal tersebut, maka bakteri
justru akan bermultiplikasi dalam makrofag, makrofag pecah dan melepakan
banyak basil M. tuberculosis. Bakteri ini kemudian difafositosis oleh makrofag
lainnya, kembali pecah, dan melepaskan kembali banyak basil. Siklus ini akan
terus berlanjut beberapa minggu hingga tuan rumah dapat meningkatkan respon
imunnya. (Dipiro et al., 2014)
Selama fase awal infeksi, M. tuberculosis akan berkembang secara
logaritmik. Beberapa organisme intraseluler diangkut oleh makrofag ke kelenjar
getah bening regional di daerah hilus, mediastinum, dan retroperitoneal. Nekrosis
jaringan dan kalsifikasi pada daerah yang terinfeksi dan nodus limfe regional
dapat terjadi, menghasilkan pembentukan radiodense area menjadi kompleks
Ghon. Makrofag yang teraktivasi dalam jumlah besar akan mengelilingi daerah
yang ditumbuhi M. tuberculosis yang padat seperti keju (daerah nekrotik) sebagai
bagian dari imunitas yang dimediasi oleh sel. Hipersensitivitas tipe tertunda juga
berkembang melalui aktivasi dan perbanyakan limfosit T. Makrofag membentuk
granuloma yang mengandung organisme. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang
baru terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap protein yang dibuat bakteri
tuberkulosis dan bereaksi positif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux.
Sekitar 90% pasien yang pernah menderita penyakit primer tidak memiliki
manifestasi klinis lain selain uji kulit yang positif dengan atau tanpa kombinasi
dengan adanya granuloma yang stabil yang diperoleh dari radiografi. Sekitar 5%
(anak-anak, orang tua, atau orang dengan sistem imun menurun) mengalami
penyakit primer yang berkembang pada daerah infeksi primer (biasanya lobus
paling bawah) dan lebih sering dengan diseminasi, menyebabkan terjadinya
meningitis dan biasanya juga melibatkan lobus paru-paru paling atas. (Sukandar
dkk., 2008)

10
1. Reaktivasi Penyakit
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih
hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sekitar 10% dari pasien yang
terinfeksi mengalami reaktivasi penyakit dan reaktivasi dapat terjadi bila daya
tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan, silikosis, diabetes melitus, dan
AIDS. Hampir setengah dari kasus reaktivasi ini terjadi dalam 2 (dua) tahun
infeksi.

2. Tuberkulosis Ekstra paru dan Miliari


Berpangkal dari infeksi primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh
melalui berbagai jalan diantaranya percabangan bronkus, sistem saluran limfe,
dan aliran darah. Penyebaran infeksi lewat percabangan bronkus dapat mengenai
area paru atau melaui sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring)
maupun ke saluran pencernaan. Penyebaran lewat saluran limfe menyebabkan
adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan
penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan
pembentukan granuloma yang dikenal sebagai tuberkulosis miliari. Tuberkulosis
Milliari adalah keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera.
Penyebaran melalui aliran darah melalui aliran vena pulmonalis yang melewati
lesi paru dapat membawa atau mengangkut material yang mengandung bakteri
tuberkulosis dan bakteri ini mencapai berbagai organ melalui aliran darah yaitu
tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.

3. Respon Imun
Respon limfosit T sangat penting untuk mengendalikan infeksi M.
tuberculosis. Limfosit T akan mengaktifkan makrofag yang pada akhirnya akan
memakan dan membunuh bakteri. Limfosit T juga akan menghancurkan makrofag
dewasa yang memakan bakteri, tapi tidak dapat langsung membunuh bakterinya.
Sel T CD4+ merupakan sel T yang utama terlibat, dengan kontribusi sel T γδ dan
sel T CD8+. Sel T CD4+ menghasilkan Interferon-γ (INF-γ) dan sitokin lain,
termasuk IL-2 dan IL-10 yang mengoordinasikan respon imun terhadap

11
tuberkulosis.

Ada beberapa faktor resiko yang menyebabkan seorang individu terinfeksi


tuberkulosis. Faktor resiko tersebut meliputi lingkungan tempat tinggal individu,
paparan atau kontak dengan penderita, dan faktor internal individu seperti ras,
etnik, umur, jenis kelamin, dan status imun. Lingkungan tempat tinggal yang tidak
sehat, pemukiman padat dan kumuh memiliki resiko yang tinggi untuk
menularkan penyakit tuberkulosis, karena memungkinkan terjadinya transmisi
penularan dengan mudah dan cepat, selain itu memiliki aliran udara yang tidak
cukup baik sehingga memungkinkan konsentrasi bakteri dalam udara menjadi
tinggi. Seringnya kontak dengan individu yang terinfeksi TB juga meningkatkan
resiko untuk ikut terinfeksi TB mengingat transmisi penularannya yang sangat
mudah melalui udara. Kontak ini tidak hanya pada anggota keluarga saja,
termasuk juga rekan kerja, atau di berbagai tempat lain seperti penjara, tempat
penampungan, panti jompo, dan lain-lain.
Di Amerika Serikat, TB secara proporsional mempengaruhi etnis minoritas.
Pada tahun 2011, untuk pertama kalinya sejak sistem pelaporan dimulai pada
tahun 1993, etnis Asia non-hispanik melebihi hispanik sebagai kelompok etnis
terbesar di antara pasien yang menderita TB. Dibandingkan dengan kulit putih
non-hispanik, tingkat TB di antara orang-orang Asia non-hispanik adalah 25 kali
lebih besar dan tingkat antara orang kulit hitam non-hispanik dan hispanik
masing-masing adalah 8 dan 7 kali lebih besar. Di antara kelompok etnis
kelahiran Amerika, perbedaan terbesar terjadi di kalangan kulit hitam non-
hispanik yang 6 kali lebih banyak dari etnis kulit putih non-hispanik yang
menderita TB. Berdasarkan usia, TB paling umum terjadi selama masa dewasa
awal terutama pada kelompok usia 25 hingga 44 tahun, selain itu anak-anak yang
berumur di bawah 2 (dua) tahun dan orang dewasa yang lebih tua dari 65 tahun
memiliki kemungkinan 2 – 5 kali risiko yang lebih besar untuk terkena penyakit
TB aktif dibanding kelomppok usia lainnya. Sampai usia 15 tahun, prevalensi TB
adalah sama untuk pria dan wanita, tapi setelah itu, dominasi laki-laki meningkat
setiap dekade dari kehidupan (Dipiro et al., 2014).

12
2.5 Manifestasi Klinis
Individu yang terinfeksi TB umumnya akan mengeluhkan berbagai tanda
dan gejala yang terbagi menjadi dua golongan, yaitu keluhan respiratoris meliputi
batuk (berdahak terus menerus selama tiga minggu atau lebih), batuk darah atau
pernah batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada, dan keluhan sistemik meliputi
demam (meriang lebih dari sebulan), keringat malam (walaupun tidak
berkegiatan), nafsu makan berkurang, penurunan berat badan, dan badan terasa
lemah.
Untuk TB ekstra paru, tanda dan gejala yang terjadi biasanya tergantung
sistem organ yang terinfeksi, diantaranya limfadenitis tuberkulosa (gejala yang
sering terjadi yaitu kelenjar getah bening membesar dengan lambat dan tidak
nyeri), meningitis tuberkulosa (gejala yang sering terjadi yaitu gejala meningitis),
dan pleuritis tuberkulosa (gejala yang sering terjadi yaitu sesak napas dan kadang
nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan).
Gejala yang timbul dan yang akan dialami oleh lansia, yaitu :
a) Berat badan menurun tanpa sebab yang jelas,
b) Demam lama (≥ 2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas,
c) Batuk lama (≥ 3 minggu) dan bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
semakin lama intensitas semakin parah),
d) Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang,
e) Malaise atau lesu,
f) Diare persisten (> 2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku
diare.

2.6 Diagnosis Tuberkulosis

1. Pemeriksaan Mikrobiologi
Diagnosis terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan
mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Pemeriksaan ini juga biasa dilakukan untuk
menegakkan diagnosis TB ekstra paru, TB pada anak, dan pasien TB negatif.
Untuk membedakan spesies Mycobacterium yang satu dengan yang lainnya harus

13
dilihat sifat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media,
perbedaan kepekaan terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis) dan kemoterapeutik,
perbedaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium. Sampel
yang digunakan pada pemeriksaan mikrobiologi ini diantaranya yaitu dahak,
darah, cairan serebrospinal, cairan pleura (selaput paru), bilasan bronkus, bilasan
lambung, kurasan bronkoalveolus, urin, feses, dan jaringan biopsi. Pemeriksaan
mikrobiologi ini dapat dilakukan dengan metode langsung dan metode tidak
langsung. Metode langsung dilakukan dengan melakukan pemeriksaan langsung
pada sampel yang diambil, sedangkan metode tidak langsung dilakukan dengan
kultur bakteri pada sampel. Metode langsung dapat dilakukan jika organisme yang
terdapat pada sampel terdapat dalam jumlah yang besar. Metode tidak langsung
biasanya dilakukan untuk memastikan hasil dari metode langsung.
Pada pemeriksaan biologi dengan metode langsung dilakukan pewarnaan
dengan metode tertentu. Pewarnaan yang digunakan pada pemeriksaan M.
tuberculosis ini diantaranya yaitu pewarnaan Ziehl-Nielsen, pewarnaan Kinyoun
Gabbet, pewarnaan Auramin-Rhodamin. Hasil yang diperoleh dinyatakan dalam :
a. BTA negatif, bila setelah pemeriksaan teliti selama 10 menit tidak
ditemukan bakteri tahan asam,
b. BTA positif, bila ditemukan bakteri-bakteri tahan asam,
c. Bila ditemukan bakteri tahan asam 1-3 batang pada seluruh sediaan, maka
jumlah harus disebutkan dan sebaiknya dibuat sediaan ulang.

2. Pemeriksaan Dahak
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan tiga spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS).
a) Sewaktu (S) : dahak dikumpulkan saat suspek TB datang berkunjung
pertama kali

14
b) Pagi (P) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua setelah
kunjungan pertama, dilakukan setelah bangun tidur
c) Sewaktu (S) : dahak dikumpulkan di fasilitas pelayanan kesehatan pada
hari kedua saat menyerahkan dahak pagi

Pada beberapa kondisi, dahak sulit untuk dikeluarkan dan perlu dilakukan
rangsangan untuk mengeluarkan dahak. Induksi sputum merupakan usaha untuk
menginduksi (merangsang) keluar dahak dengan menggunakan cairan sehingga
didapatkan sampel untuk diagnosis lebih lanjut. Induksi sputum biasanya
menggunakan cairan hipertonik seperti NaCl 3%-5%.

1. Uji Kepekaan Obat Anti TB (OAT)


Uji ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat resistensi bakteri tuberkulosis
terhadap antibiotik yang diberikan, biasanya ditujukan untuk diagnosis pasien TB-
MDR.

2. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium


Meliputi pemeriksaan suara khas pada perkusi dada, bunyi dada, dan peningkatan
suara yang bergetar lebih sering diamati pada auskulasi. Untuk pemeriksaan
laboratorium biasanya dilakukan pemeriksaan darah dan terjadi peningkatan sel
darah putih dengan dominasi limfosit.

3. Pemeriksaan Radiologik Dada / Rontgen Toraks


Pemeriksaan ini bertujuan menggambarkan secara radiografi organ pernafasan
yang terdapat di dalam rongga dada. Abnormalitas atau kelainan gambaran yang
biasa terlihat pada hasil rontgen adalah nodule (daerah buram yang khas pada
paru), kavitas (struktur lubang berdinding di dalam paru), dan abnormalitas
pleura. Pada orang yang menderita tuberkulosis, terdapat flek paru pada foto
toraks yang pada umumnya terdapat di bagian atas lobus. Namun flek paru yang
terdapat pada foto toraks tidak selalu menunjukkan bahwa orang tersebut
mengalami infeksi tuberkulosis. Berikut gambar foto toraks dari orang normal,

15
orang yang menderita TB, dan orang yang tidak menderita TB.

Normal Positif TB Negatif TB

Gambar 02. Foto toraks.

3. Uji Tuberkulin
Uji ini dilakukan dengan cara menginjeksikan tuberkulin PPD (purified protein
derivative) secara intrakutan pada bagian lengan bawah. Setelah 48 – 72 jam
dilihat indurasi (pembengkakan) pada daerah yang diinjeksi. Diameter indurasi ≥
5 mm menunjukkan hasil yang positif pada individu dengan risiko tinggi TB.
Diameter indurasi ≥ 10 mm menunjukkan hasil yang positif pada individu normal
(imunitas normal) tanpa faktor risiko lain dan individu dengan prevalensi TB
tinggi. Diameter indurasi ≥ 15 menunjukkan hasil yang positif pada semua
individu.
Berikut ini adalah alur penegakan diagnosis untuk tuberkulosis:

16
Gambar 03. Alur diagnosis TB paru.

2.7 Terapi Farmakologi


Tujuan pengobatan TB adalah :
a) Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta kualitas
hidup.
b) Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk
selanjutnya
c) Mencegah terjadinya kekambuhan TB.
d) Menurunkan risiko penularan TB.
e) Mencegah terjadinya dan penularan TB resistan obat.

1) Prinsip Pengobatan TB
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk
mencegah penyebaran lebih lanjut kuman TB.

2) Tahapan Pengobatan TB:

17
Menurut Permenkes (2016) Pengobatan TB harus selalu meliputi
pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan dengan maksud:
a. Tahap Awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah
dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman
yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus
diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur
dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah
pengobatan selama 2 minggu pertama.

b. Tahap Lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa sisa kuman yang masih
ada dalam tubuh, khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh
dan mencegah terjadinya kekambuhan.

3) Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


Pengobatan pada pasien TB paru sering dikenal dengan Anti Tuberkulosis
(OAT). OAT dapat dibagi menjadi dua yakni pada lini pertama yang terdiri dari
Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pyrazinamide (Z), Ethambutol (E), Streptomisin
(S). Sementara pada obat lini kedua terdiri dari Fluoroquinolone, Kanamycin,
Amikasin, Capreomycin, Viomycin, Etionamid, Asam Para amino salicylate,
Cycloserine, Tioasetazon, Macrolides, Klofazimin, dan Linezolid (Palomino JC
dan Martin, 2014 dalam Dhefina, 2020:19).
Baris kedua diberikan kepada pasien yang telah resisten terhadap obat lini
pertama. Untuk OAT lini pertama, perawatan dapat dibagi menjadi 3 kategori
yakni kategori 1, kategori 2, dan kategori anak. Pengobatan TB paru oleh kategori
1 ditargetkan pada pasien baru dengan TB paru (+), pasien TB paru (-) radiografi
dada (+) dan pasien TB paru ekstra. Untuk kategori 2 ditujukankepada penderita

18
kambuh, gagal pengobatan dengan bimbingan OAT kategori 1 dan tindak lanjut
yang hilang (Depkes RI, 2008).
Terapi standar TB paru terdiri dari empat obat diantaranya rifampisin,
isoniazid, pirazinamid, dan ethambutol selama 2 bulan dan diikuti dengan
pengobatan rifampisin dan isoniazid selama 4 bulan. Terapi ini direkomendasikan
untuk semua pasien TB paru baik TB paru maupun ekstra paru (Mandal dkk.,
2008 dalam Dhefina, 2020:20).
Jenis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1. Isoniazid (H)
Derivat asam isonikotinat ini berkhasiat tuberculostatis paling kuat terhadap
M. tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang
sedang tumbuh pesat. Mekanisme kerjanya berdasarkan terganggunya sintesa
mycolic acid, yang diperlukan untuk membangun dinding bakteri.(Tjay dan
Rahardja, 2015:159).

2. Rifampisin (R)
Antibiotikum ini adalah derivate semi-sintetis dari rifampisin B yang
dihasilkan oleh Streptomyces mediterrnei, Rifampisin berkhasiat bakterisid luas
terhadap fase pertumbuhan M.tuberkulosae dan M.leprae, baik yang berada di luar
maupun di dalam sel. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan spesifik dari
suatu enzim bakteri RNA-polymerase, sehingga sintesa RNA terganggu. .(Tjay
dan Rahardja, 2015:160)

3. Pirazinamid (Z)
Analogon pirazin dari nikotinamida ini bekerja sebagai bakterisida (pada
suasana asam :PH 5-6) atau bakteriostatis, tergantung pada pH dan kadarnya di
dalam darah. Spektrum kerjanya sangat sempit dan hanya meliputi M.
tuberculosis. Mekanisme kerjanya berdasarkan pengubahannya menjadi asam
pirazinat oleh enzim pyrazinamidase yang berasal dari basil TBC. (Tjay dan
Rahardja, 2015:160).

19
4. Etambutol (E)
Derivat etilendiamin berkhasiat spesifik terhadap M. tuberculosis dan M.
atipis (termasuk MAI) , tetapi tidak terhadap bakteri lain. Kerja bakteriostatisnya
sama kuatnya dengan INH, tetapi pada dosis terapi kurang efektif dibandingkan
obat obat primer. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambat sintesa RNA
pada kuman yang sedang membelah, juga menghindarkan terbentuknya mycolic
acid pada dinding sel. (Tjay dan Rahardja, 2015:158).

5. Streptomisin (S)
Streptomisin, suatu aminoglikosida, diperoleh dari Streptomyces griseus ,
sedangkan kanamisin dari Str.kanamyceticus. Senyawa ini berkhasiat baktetisid
terhadap banyak kuman Gram-negatif dan Gram positif, termasuk M. tuberculosa
dan beberapa M. atipis. Streptomisin khusus akktif terhadap mycobacteria
ekstraseluler yang sedang membelah aktif dan pesat (misalnya di dalam caverne).
Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman dengan
jalan pengikatan pada RNA ribosomal. (Tjay dan Rahardja, 2015:162).

Tabel 2.1 OAT Lini Pertama (Permenkes RI No.67/2016:VII)


Jenis Sifat Efek samping
Isoniazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer
(Gangguan saraf tepi),
psikosis toksik, gangguan
fungsi hati, kejang.
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu syndrome (gejala
influenza berat),
gangguan
gastrointestinal, urine
berwarna merah,
gangguan fungsi hati,
trombositopeni, demam,

20
skin rash, sesak n’afas,
anemia hemolitik.
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan
gastrointestinal,
gangguan fungsi hati,
gout arthritis.
Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri ditempat suntikan,
gangguan keseimbangan
dan pendengaran,
renjatan anafilaktik,
anemia, agranulositosis,
trombositopeni.
Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan penglihatan,
buta warna, neuritis
perifer (Gangguan saraf
tepi).

2.8 Terapi Non Farmakologi


Terapi Non Farmakologi yang diberikan pada pasien bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan pasien dan menekan penyebaran penyakit, adapun
hal-hal yang dapat dilakukan diantaranya:
1. Mengatur pola makan yang baik
TB merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Pola
makan yang baik dapat menunjang nutrisi pasien sehingga dapat meningkatkan
imunitas pasien, imunitas tubuh yang baik dapat menunjang perlawanan tubuh
terhadap bakteri.

2. Mengatur pola hidup yang baik


Pola hidup yang baik dapat menunjang terccapainya proses pengobatan
yang baik, pola hidup yang baik ini meliputi olahraga yang teratur, tidak

21
mengonsumsi alkohol dan tidak merokok.

3. Memastikan sirkulasi udara dan cahaya yang baik bagi tempat tinggal
pasien
Penularan TB terjadi melalui udara, oleh karena itu lingkungan atau tempat
tinggal pasien haruslah memiliki sirkulasi udara dan cahaya yang baik, agar dapat
mengurangi penyebaran penyakit.

4. Penggunaan masker baik pasien maupun orang-orang yang berada di sekitar


pasien
Penggunaan masker dapat mengurangi penularan secara efektif, karena
bakteri ditularkan melalui udara dari droplet nuclei pasien yang dikeluarkan ketika
pasien batuk, bersin ataupun saat berbicara.

5. Dukungan psikologis dari orang-orang terdekat pasien


Dukungan psikologis orang-orang terdekat menjadi hal yang penting,
namun sering kali dilupakan. Adanya dukungan yang baik akan mendorong
pasien untuk bersikap positif dan optimis akan proses penyembuhannya yang
relatif sangat lama. Orang-orang terdekat pasien juga berperan dalam memantau
proses penyembuhan pasien agar pasien patuh pada regimen obat yang diberikan,
serta rajin memantau proses pengobatannya. Penyakit yang terkontrol ini dapat
mencegah penularan infeksi TB

Pengawasan dan kepatuhan pasien dalam pengobatan OAT


Ketaatan pasien pada pengobatan TB sangat penting untuk mencapai
kesembuhan, mencegah penularan dan menghindari kasus resisten obat. Pada
“Stop TB Strategy” mengawasi dan mendukung pasien untuk minum OAT
merupakan landasan DOTS dan membantu mencapai target keberhasilan
pengobatan 85%. Kesembuhan pasien dapat dicapai hanya bila pasien dan petugas
pelayanan kesehatan berkerjasama dengan baik dan didukung oleh penyedia jasa
kesehatan dan masyarakat.

22
Pengobatan dengan pengawasan membantu pasien untuk minum OAT
secara teratur dan lengkap. Directly Observed Treatment Short Course (DOTS)
merupakan metode pengawasan yang direkomendasikan oleh WHO dan
merupakan paket pendukung yang dapat menjawab kebutuhan pasien. Pengawas
menelan obat (PMO) harus mengamati setiap asupan obat bahwa OAT yang
ditelan oleh pasien adalah tepat obat, tepat dosis dan tepat interval, di samping itu
PMO sebaiknya adalah orang telah dilatih, yang dapat diterima baik dan dipilih
bersama dengan pasien. Pengawasan dan komunikasi antara pasien dan petugas
kesehatan akan memberikan kesempatan lebih banyak untuk edukasi, identifikasi
dan solusi masalah-masalah selama pengobatan TB. Directly Observed Treatment
Short Course sebaiknya diterapkan secara fleksibel dengan adaptasi terhadap
keadaan sehingga nyaman bagi pasien.

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan
diperlukan seorang PMO (Pengawas Menelan Obat). Sebaiknya PMO adalah
petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru
Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan,
PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh
masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

1. Persyaratan PMO
 Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
pasien;
 Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien;
 Bersedia membantu pasien dengan sukarela; dan
 Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
pasien.

23
2. Tugas seorang PMO
 Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan;
 Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur;
 Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan; dan
 Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai
gejala gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke sarana
pelayanan kesehatan.
 Tugas seorang PMO bukan untuk mengganti kewajiban pasien mengambil
obat dari sarana pelayanan kesehatan.

3. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada


pasien dan keluarganya:
 TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan;
 TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur;
 Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara
pencegahannya;
 Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan);
 Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur; dan
 Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta
pertolongan ke sarana pelayanan kesehatan.

24
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. IDENTITAS
Nama Lansia : Ny. S
Tempat/tgl lahir : Surabaya, 13 Agustus 1951
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 71 th
Kategori : Middle
Status : Janda
Agama : Kristen Protestan
Suku :Jawa
Tingkat pendidikan : SMP
Lama tinggal di panti : 2 tahun
Sumber pendapatan : Ada, menerima pensiun dari suami
Keluarga yang dapat dihubungi : Tidak ada
Riwayat Pekerjaan : IRT

B. RIWAYAT KESEHATAN
Keluhan Utama :Klien Mengatakan sering batuk Berdahak disore hari dan
kadang mengeluarkan darah,mau keringat ditengah malam,dan kadang
sesak.
Keluhan yang dirasakan saat ini : Batuk berdahak
Apa keluhan yang anda rasakan tiga bulan terakhir : Batuk
Penyakit saat ini : TB Paru, Dermatitis
Kejadian penyakit 3 bulan terakhir : Batuk

C. STATUS FISIOLOGIS
Postur tulang belakang lansia : Tegap
Tanda-tanda vital dan :
(1) Suhu : 36,8 ℃

25
(2) Tekanan darah : 110/80 mmHg
(3) Nadi : 100 x/ menit
(4) Respirasi : 25 x/menit
(5) Berat badan : 42 kg
(6) Tinggi badan : 151 cm

PENGKAJIAN HEAD TO TOE


1. Kepala
Kebersihan : Bersih
Kerontokan rambut : Tidak
Keluhan : Tidak ada

2. Mata
Konjungtiva : Tidak
Sklera : Tidak
Strabismus : Tidak
Penglihatan : Tidak
Peradangan : Tidak
Riwayat katarak &nbrp : Tidak
Keluhan : Tidak
Penggunaan kacamata : Ya ketika membaca

3. Hidung
Bentuk : Simetris
Peradangan : Ya
Penciuman : Terganggu
Jika ya, jelaskan : Klien mengatakan memiliki keluhan gangguan
penciuman

4. Mulut dan tenggorokan


Kebersihan : Baik

26
Mukosa : Lembab
Peradangan/stomatitis : Tidak
Gigi geligi : Ompong
Radang gusi : Tidak
Kesulitan mengunyah : Ya
Kesulitan menelan : Ya

5. Telinga
Kebersihan : Bersih
Peradangan : Tidak
Pendengaran : Tidak terganggu

6. Leher
Pembesaran kelenjar thyroid :Tidak
JVD : Tidak
Kaku kuduk : Tidak

7. Dada
Bentuk dada : Barrel chest
Retraksi : Tidak
Wheezing : Tidak
Ronchi : Ya
Suara jantung tambahan : Tidak
Ictus cordis : ICS terletak di ICS V mid klavikula kiri

8. Abdomen
Bentuk : Flat
Nyeri tekan : Tidak
Kembung : Tidak
Supel : Tidak
Bising usus : Ada, frekwensi 8 kali/menit

27
Massa : Tidak

9. Genetalia
Kebersihan : Baik
Haemoroid : Tidak
Hernia : Tidak

10. Ekstremitas
Kekuatan otot : Baik
Rentang gerak : Maksimal
Deformitas : Tidak
Tremor : Tidak
Edema kaki : Tidak
Penggunaan alat bantu : Tidak
Refleks
Kanan Kiri
Biceps + +
Triceps + +
Knee + +
Achiles + +
Keterangan : Normal
Refleks + : Normal
Refleks - : menurun/meningkat

11. Integumen
Kebersihan : Tidak
Warna : Sawo matangKelembaban: Kering
Gangguan pada kulit : Ya, kulit tangan ada gatal-gatal dan kemerahan

12. Test Koordinasi / Keseimbangan :

28
No. Aspek penilaian Keterangan Nilai
1 Berdiri dengan postur normal 4
2 Berdiri dengan postur normal 4
(mata tertutup)
3 Berdiri dengan satu kaki 4

4 Berdiri, fleksi trunk, dan berdiri ke 4


posisi netral
5 Berdiri, lateral dan fleksi trunk 4
6 Berjalan, tempatkan salah satu 4
tumit didepan jari kaki yang lain
7 Berjalan sepanjang garis lurus 4
8 Berjalan mengikuti tanda gambar 4
pada lantai
9 Berjalan mundur 4
10 Berjalan mengikuti lingkaran 4
11 Berjalan dengan tumit 4
12 Berjalan dengan ujung kaki 4
JUMLAH 48

Intepretasi : Mampu Melakukan Aktifitas dengan Lengkap


Kriteria penilaian :
4 : Melakukan aktifitas dengan lengkap
3 : SedikitBantuan (Untuk keseimbangan)
2 : Dengan bantuan sedang sampai maksimal
1 : Tidak mampu melakukanaktifitas
Keterangan :
42 – 54 : Melakukan aktifitas denganlengkap
28 – 41 : Sedikit Bantuan (Untukkeseimbangan)
14 – 27 : Denganbantuan sedang sampai maksimal

29
< 14 : Tidak mampu melakukan aktifitas

D. PENGKAJIAN PSIKOSOIAL
Berikan tanda centang pada sesuai dengan pengkajian
Hubungan dengan orang Hubungan dengan orang lain diluar wisma
lain dalam wisma : didalam panti :
Tidak dikenal Tidak dikenal
Sebatas kenal Sebatas kenal
Mampu berinteraksi √ Mampu berinteraksi √
Mampu kejasama Mampu kejasama √

Kebiasaan lansia Stabilitas emosi :Labil


berinteraksi ke wisma Stabil IritabelDatar
lainnya dalam panti : Selalu
SeringJarang √ √
Tidak pernah
Motivasi penghunipanti : Frekwensi kunjungan keluarga :1 kali/bulan
Kemampuan sendiriTerpaksa √ 2 kali/bulan Tidak pernah

E. PENGKAJIAN PERILAKU TERHADAP KESEHATAN


Kebiasaan merokok : Tidak merokok
Kebiasaan minum alkohol : Tidak pernah
Minum Kopi : Ya, 2 gelas/ hari

F. PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN USIA LANJUT


1. Apakah anda sudah mengerti tentang makanan yang sehat : Belum tahu
2. Apakah anda sudah mengerti tentang penyakit yang anda derita : Belum
tahu
3. Apakah anda sudah mengerti tentang pencegahan penyakit-penyakit pada
usia lanjut : Belum tahu

30
4. Apakah anda sudah mengerti tentang latihan-latihan fisik untuk usia lanjut :
Sudah tahu dan jelas

G. POLA PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI :


Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi Frekwensi makan : Tidak teratur
Jumlah makanan yang dihabiskan : ½ porsi
yang dihabiskan Makanan tambahan : Kadang-kadang dihabiskan
Pola pemenuhan cairan
Frekwensi minum : < 3 gelas sehari
Jika jawaban < 3 gelas sehari, alasan : Kebiasaan minum sedikit
Jenis Minuman : Air putih
Pola kebiasaan tidur
Jumlah waktu tidur : 4 – 6 jam
Gangguan tidur berupa : sering terbangun
Penggunaan waktu luang ketika tidak tidur: Santai, diam saja

Pola eliminasi BAB


Frekwensi : BAB 1 kali sehari
Konsistensi : Keras
Gangguan BAB Konstipasi

Pola BAK
Frekwensi BAK : 1 – 3 kali sehari Kuning keruh
Pola aktifitas : Ketrampilan tangan

Pola Pemenuhan
Kebersihan diri : Mandi 2 kali sehari
Memakai sabun : Ya
Sikat gigi : Tidak pernah, alasan karena gigi sudah ompong
Menggunakan pasta gigi : Tidak
Kebiasaan berganti pakaian bersih :>1 kali sehari

31
Tingkat kemandirian dalam kehidupan sehari-hari (Indeks Barthel)
NO KRITERIA DENGAN MANDIRI Skor yg KETERANGAN
BANTUAN didapat
1 Makan 5 10 10 Frekuensi : 2xsehari
Jumlah : ½ Porsi
Jenis :nasi,sayur,
ikan
2 Minum 5 10 10 Frekuensi: 2x Sehari
Jumlah : 2 gelas
Jenis : Air Putih
3 Berpindah dari kursi 5-10 15 15
roda ke
tempat tidur, atau
sebaliknya
4 Personal toilet (cuci 0 5 5 Frekuensi : 2x sehari
muka, menyisir
rambut, gosok gigi)
5 Keluar masuk toilet 5 10 10
(mencuci pakaian,
menyeka tubuh,
Menyiram
6 Mandi 5 15 15 Frekuensi : 2 x
Sehari
7 Jalan di permukaan 0 5 5
Datar
8 Naik turun tangga 5 10 10

9 Mengenakan 5 10 10
Pakaian

32
10 Kontrol bowel 5 10 10 Frekuensi : 1x Sehari
(BAB) Konsistensi :
Keras
11 Kontrol Bladder 5 10 10 Frekuensi : 2 x sehari
(BAK) Warna : Kuning
Keruh
12 Olah raga/latihan 5 10 10 Jenis : Senam
Frekuensi : 1 x
seminggu
13 Rekreasi/pemanfa 5 10 10 Jenis : Santai
atan waktu luang Frekuensi : 1 x Sehari
Jumlah : 130
Interpretasi :
5 - 60 : Ketergantungan total
65 – 125 : Ketergantungan sebagian
130 : Mandiri
Kesimpulan : Mandiri

G. PENGKAJIAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN


Luas bangunan : 10 x 12 m²
Bentuk bangunan : Rumah
Jenis bangunan : Permanen
Atap rumah : seng
Dinding : Tembok
Lantai : Tegel
Kebersihan lantai : Baik
Ventilasi : 15 % luas lantai
Pencahayaan : Baik
Pengaturan penataan perabot : Kurang
Kelengkapan alat rumah tangga : Tidak lengkap
H. SANITASI

33
Penyediaan air bersih (MCK) : Mata air
Penyediaan air minum : Air rebus sendiri
Pengelolaan jamban : Bersama
Jenis jamban : Leher angsa
Jarak dengan sumber air : < 10 meter
Sarana pembuangan air limbah (SPAL) : Lancar
Petugas sampah : Dibakar
Polusi udara : Rumah tangga
Pengelolaan binatang pengerat : Tidak

I. FASILITAS
Peternakan : Tidak
Perikanan : Tidak
Sarana olah raga : Ada,
jenis senam Taman : Ada Luasnya, 4x6 m²
Ruang pertemuan : Ada Luasnya, 4x5 m²
Sarana hiburan : Ada, Permainan Kartu Jendral
Sarana ibadah : Ada, Ibadah rutin tiap kamis

J. KEAMANAN DAN TRANSPORTASI


Keamanan
Sistem keamanan lingkungan
Penanggulangan kebakaran : Ada
Penanggulangan bencana : Ada

Transportasi
Kondisi jalan masuk panti : Rata
Jenis transportasi yang dimiliki : Tidak ada

Komunikasi
Sarana komunikasi : Ada

34
Jenis komunikasi yang digunakan dalam panti : Telepon
Cara penyebaran informasi : Langsung

Pengkajian Status Fungsional : Kemandirian aktifitas hidup sehari-hari : berikan


kode (v) pada kolom mandiri atau tergantung setiap aktifitas lansia
Aktivitas Mandiri tergantung
Mandi √
Berpakaian √
Ke Toilet √
Berpindah √
Kontinen √
Makan √
Kemampuan √
menggunakan telp
Berbelanja √
Menyiapkan makan √
Membersihkan rumah √
Mencuci pakaian √
Jenis transportasi √
Kewajiban untuk berobat √
Sendiri
Kemampuan untuk √
mengatasi
Finansial

35
Nilai level ketergantungan lansia : ADL dan IADL

11. Pengkajian lingkungan ( buat denah)


WC

KAMAR
KAMAR

KAMAR

KAMAR RUANG KAMAR OMA SU


TAMU (KLIEN)

KAMAR
KAMAR

TERAS

ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH


Ds : Spasme Jalan nafas Bersihan jalan nafastidak
Pasien mengatakan sering batukdi efektif
sore hari
Do :
Tampak ada dahak yang di
keluarkan saat pasien batuk
Ds : Anoreksia Perubahan Nutrisi Dari
Pasien mengatakan cepat merasa Kebutuhan Tubuh.
kenyang
Do :
Pasien Makan hanya ½ porsi

36
BB sebelum sakit : 46 kgBB
Saat ini : 42 kg
Jenis Makanan : Bubur

Ds : Kurang Terpapar Informasi Defisit Pengetahuan


Pasien mengatakan tidak tahu
tentang penyakit yang di deritanya
Do :
Pasien tampak bingung Pasien
menunjukkan perilakutidak sesuai
anjuran

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas Tidak efektif b.d spasme jalan nafas d.d pasien
mengatakansering batuk di sore hari
2. Perubahan Nutrisi Dari Kebutuhan Tubuh. b.d Anoreksia d.d pasien
mengatakancepat merasa kenyang
3. Defisit Pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d pasien mengatakan
tidak tahu tentang penyakit yang di derita nya.

3.3 Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Kriteria Rencana Rasional


Keperawatan hasil Keperawatan

37
1 Bersihan jalan Setelah Kriteria Hasil :
Manajemen
nafas Tidak dilakukan -Batuk efektif
jalan napas
efektif b.d tindakan meningkat
spasme jalan keperawatan
 Observasi
nafas d.d pasien diharapkan -Produksi Untuk
mengatakan bersihan jalan sputum -Monitor mengetahui
sering batuk di nafas menurun sputum Pengeluaran
sorehari Meningkat sputum

Agar dapat
 Terapeutik
membantu
-Berikan
pengeluaran
minuman sputum
hangat

 Edukasi Agar
pengeluaran
-Ajarkan teknik
sputum lebih
batuk efektif
efektif
2 Perubahan Nutrisi Setelah Kriteria Hasil : Manajemen
Dari Kebutuhan dilakukan -Porsi nutrisi
Tubuh. b.d tindakan makanan yang
Anoreksia d.d keperawatan dihabiskan
pasien diharapkan meningkat  Observasi:
mengatakan cepat status nutrisi -Identifikasi Untuk
merasa kenyang Membaik -Berat badan alergi dan mengetahuialergi
membaik intoleransi dan intoleransi

makanan makanan
-Nafsu makan
membaik

38
-Monitor Untuk
asupan mengetahui
makanan asupan makanan

 Terapeutik:

-Berikan
Agar membantu
makanan memperlancar
tinggiserat
pengeluaran
untuk feses dan
mencegah
mencegah
konstipasi konstipasi

 Edukasi:
Agar mencegah
- Anjurkan
tersedak ketika
posisiduduk ,
makan
jika mampu
3 Defisit Setelah Kriteria Hasil :
Edukasi
Pengetahuan b.d dilakukan -Perilaku
Kesehatan
kurang terpapar tindakan sesuaianjuran
 Observasi :
informasi d.d keperawatan meningkat
pasien diharapkan -Identifikasi Untuk
mengatakantidak tingkat -Persepsi yang kesiapan dan mengetahui
tahu tentang pengetahuan keliru terhadap kemampuan kesiapan dan
penyakit yang di Meningkat masalah menerima kemampuan
deritanya menurun informasi menerima
informasi

 Terapeutik

-Memberikan Untuk
kesempatan memberikan
pasien untuk kesempatan

39
bertanya untuk bertanya

 Edukasi

-Ajarkan Untuk
perilaku hidup mengajarkan
bersih dan perilaku hidup
sehat bersih dan sehat

40
3.4 Implementasi Keperawatan

No Diagnosa Implementasi TT/tgl/waktu


Keperawatan
1 Bersihan jalan nafas Rabu, 26
 Memonitor sputum
Tidak efektif b.d spasme Oktober
Hasil : Terdapat sputum
jalan nafas d.d pasien 2022
berwarna putih
mengatakan seringbatuk
kekuningan
di sore hari
 Memberikan minuman
hangatHasil : Pasien
meminum air hangat
yang disediakan

 Mengajarkan teknik
batukefektif Hasil :
Pasien terlihat mencoba
menerapkan teknikbatuk
efektif
2 Perubahan Nutrisi Dari Rabu, 26
 Mengidentifikasi alergi
Kebutuhan Tubuh. b.d Oktober
danintoleransi makanan
Anoreksia d.d pasien 2022
Hasil : Pasien
mengatakancepat merasa
mengatakanmemiliki
kenyang
alergi telur

 Memonitor asupan
makanan Hasil : Pasien
makan sekitar ½porsi
dihabiskan

41
 Memberikan makanan
tinggiserat untuk
mencegah konstipasi
Hasil : Pasien tidak
nafsumakan dan hanya
makansedikit sayur

 Menganjurkan posisi
duduk Hasil : Pasien
mampu dudukuntuk
makan
3 Defisit Pengetahuan b.d Rabu, 26
 Mengidentifikasi
kurangterpapar informasi Oktober
kesiapan dan
d.d pasien mengatakan 2022
kemampuan menerima
tidaktahu tentang
informasi Hasil : Pasien
penyakit yang di
mengatakan siap dan
deritanya
bersedia untuk diberi
informasi

 Memberikan
kesempatan pasien
untuk bertanya Hasil :
Pasien menanyakan
tentang penyakitnya
serta penanganan

 Mengajarkan perilaku
hidupbersih dan sehat
Hasil : Pasien mulai
mencoba untuk hidup
bersih dan sehatdengan
rajin cuci tangan dan

42
memakai masker

1 Bersihan jalan nafas Kamis, 27


 Memonitor sputum
Tidak efektif b.d spasme Oktober
Hasil : Terlihat sputum
jalan nafas d.d pasien 2022
berkurang
mengatakan seringbatuk
di sore hari
 Memberikan minuman
hangatHasil : Pasien
meminum air hangat

 Mengajarkan teknik
batukefektif Hasil :
Pasien mampu
melakukan batuk efektif
sesuai anjuran
2 Perubahan Nutrisi Dari Kamis, 27
 Memonitor asupan
Kebutuhan Tubuh. b.d Oktober
makanan Hasil : Pasien
Anoreksia d.d pasien 2022
makan ½ porsi dengan
mengatakan cepat merasa
makanan yaitu bubur
kenyang

 Memberikan makanan
tinggiserat untuk
mencegah konstipasi
Hasil : Pasien makan
tidakmenghabiskan
sayur yang disediakan

43
3 Defisit Pengetahuan b.d Kamis, 27
 Mengajarkan perilaku
kurangterpapar informasi Oktober
hidupbersih dan sehat
d.d pasien mengatakan 2022
Hasil : Pasien tampak
tidaktahu tentang
mencucitangan ketika
penyakit yang di
akan makan dan
deritanya
menggunakan masker
untuk mencegah
penularan
1 Bersihan jalan nafas Jumat, 28
 Memonitor sputum
Tidak efektif b.d spasme Oktober
Hasil : Terlihat sputum
jalan nafas d.d pasien 2022
berkurang
mengatakan seringbatuk
di sore hari
 Mengajarkan teknik
batukefektif Hasil :
Pasien mampu
menerapkan teknik
batuk efektif ketika
sedang batuk
2 Perubahan Nutrisi Dari Jumat, 28
 Memonitor asupan
Kebutuhan Tubuh. b.d Oktober
makanan Hasil : Porsi
Anoreksia d.d pasien 2022
yang dihabiskan yaitu ½
mengatakan cepat merasa
masih menyisakan
kenyang
makanan

3 Defisit Pengetahuan b.d Jumat, 28


 Mengajarkan perilaku
kurang terpapar informasi Oktober
hidupbersih dan sehat
d.d pasien mengatakan 2022
Hasil : Pasien masih
tidaktahu tentang
tetap menggunakan
penyakit yang di
masker untukmencegah

44
deritanya penularan

45
3.5 Evaluasi
Diagnosa Keperawatan Evaluasi TT/Tgl/Waktu
Bersihan jalan nafas Tidak S : Pasien mengatakanmasih Jumat, 28 Oktober
efektif b.d spasme jalan batuk 2022
nafas d.d pasien mengatakan O : Tampak batuk namun
sering batuk di sore hari sputum berkurang
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Memonitor sputum
Perubahan Nutrisi Dari S : Pasien mengatakan masih Jumat, 28 Oktober
Kebutuhan Tubuh. b.d merasa cepat kenyang 2022
Anoreksia d.d pasien O : Porsi yang dihabiskan yaitu
mengatakancepat merasa ½ masih menyisakan
kenyang makanan

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan intervensi
- Memonitor asupan
makanan
Defisit Pengetahuan S: Pasien mengatakan mengerti Jumat, 28 Oktober
b.d kurang terpapar tentang penyakit yang 2022
informasi dideritanya
d.d pasien mengatakan tidak
tahu tentang penyakit yang di
deritanya
O: Pasien menunjukkanperilaku
sesuai anjuran
A: Masalah teratasi

P: Intervensi dihentikan

46
BAB 4
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis akan membahas seluruh tahapan proses keperawatan
yang ditemui selama melaksanakan asuhan keperawatan gerontik pada Ny. S
dengan masalah kesehatan TBC. Adapun tahapan proses keperawatan tersebut
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan dan evaluasi keperawatan.

4.1 Pengkajian
Data yang ditemukan dalam teori Tuberculosis diartikan sebagai suatu
penyakit infeksi yang disebabkan oleh basil Mycrobacteriumntuberculosis. Gejala
yang biasa timbul ialah berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, demam lama
(≥ 2 minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas, batuk lama (≥ 3 minggu)
dan bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau semakin lama intensitas
semakin parah), nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, malaise atau
lesu, diare persisten (> 2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku
diare.
Data yang ditemukan pada kasus Tn. S yaitu batuk berdahak selama tiga
bulan terakhir. Klien juga belum tahu tentang penyakit yang dideritanya. TTV =
Suhu: 36,5 TD: 110/80 mmHg N: 100 x/ menit R : 25 x/menit BB: 42 kg TB : 151
cm.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Pada tinjauan kasus ditemukan 3 diagnosa keperawatan yaitu :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas d.d pasien
mengatakan sering batuk disore hari. Data yang menunjang diagnose ini
adalah klien batuk-batuk selama tiga bulan terakhir.

2. Perubahan Nutrisi Dari Kebutuhan Tubuh. b.d Anoreksia d.d pasien

47
mengatakan cepat merasa kenyang. Data yang menunjang diagnose ini
adalah klien porsi makan pasien dihabiskan hanya ½ porsi saja. BB sebelum
sakit : 46 kg, BB saat ini : 42 kg.

3. Defisit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d pasien mengatakan


tidak tahu tentang penyakit yang dideritanya. Data yang menunjang
diagnose ini adalah klien tampak bingung, klien menunjukkan perilaku tidak
sesuai anjuran.

4.3 Intervensi
Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses
keperawatan keluarga yang meliputi penentuan tujuan perawatan (jangka panjang
atau jangka pendek) penetapan standart dan criteria hasil serta menentukan
perencanaan untuk mengatasi masalah keluarga. Intervensi pada diagnosa
bersihan jalan nafas tidak efektif b.d spasme jalan nafas d.d pasien mengatakan
sering batuk disore hari yaitu monitor sputum, berikan minuman hangat, ajarkan
teknik batuk efektif.
Intervensi pada diagnose yang kedua adalah identifikasi alergi dan
intoleransi makanan, monitor asupan makanan, berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi, anjurkan posisi duduk ketika makan agar tidak
tersedak. Intervensi pada diagnose yang ketiga ialah identifikasi kesiapan dan
kemampuan menerima informasi, memberikan pasien kesempatan bertanya,
ajarkan hidup bersih dan sehat.

4.4 Implementasi
Implementasi merupakan kelanjutan dari intervensi untuk memperoleh hasil
yang diinginkan. Pada implementasi keperawatan yang telah dilakukan sesuai
dengan intervensi pada tinjauan kasus. Implementasi yang dilakukan sesuai
rencana yaitu memonitor sputum, memberikan minuman hangat, mengajarkan
teknik batuk efektif, mengidentifikasi alergi dan intoleransi makanan, memonitor
asupan makanan, memberikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi,

48
menganjurkan posisi duduk ketika makan agar tidak tersedak, mengidentifikasi
kesiapan dan kemampuan menerima informasi, memberikan pasien kesempatan
bertanya, mengajarkan hidup bersih dan sehat.
4.5 Evaluasi
Evaluasi adalah upaya untuk mendokumentasi dan melakukan penilaian
tentang apa yang terjadi dan juga mengapa hal itu terjadi. Pada diagnose yang
pertama, hasilnya adalah pasien nampak masih batuk tetapi sputum berkurang.
Pada diagnosa kedua, hasilnya adalah pasien mengatakan masih merasa cepat
kenyang. Dan pada diagnose ketiga, hasilnya adalah pasien mengatakan sudah
mengerti tentang penyakitnya.

49
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi saluran nafas bawah yang disebabkan
oleh bakteri, sebagian besar oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit
Tuberkulosis ini bersifat menular. Penularan dapat terjadi melalui percikan ludah
(droplet) orang yang menderita TB aktif ketika batuk atau bersin kemudian
terinhalasi oleh orang sehat. Gejala yang timbul dan yang akan dialami oleh
lansia, yaitu berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, demam lama (≥ 2
minggu) dan atau berulang tanpa sebab yang jelas, batuk lama (≥ 3 minggu) dan
bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau semakin lama intensitas semakin
parah), nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, malaise atau lesu, diare
persisten (> 2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.

5.2 Saran
1. Bagi pasien
Hendaknya meningkatkan motivasinya dalam pengobatan, seperti selalu
mengingatkan pasien agar patuh berobat. Hal ini karena proses pengobatan TB
berjalan lama dan dapat menyebabkan kebosanan pada pasien TB

2. Bagi petugas kesehatan


Petugas kesehatan dapat melakukan upaya-upaya seperti meningkatkan
pengetahuan pasien mengenai pencegahan, penularan tuberculosis secara
maksimal untuk meningkatkan kesadaran pasien TB dalam mematuhi pengobatan
TB.

50
51
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2023. Ayo Bersama Akhiri TBC, Indonesia bisa! Semangat
Eliminasi TBC di Hari TBC Sedunia 2023. Diakses pada tanggal 26 Juni 2023,
pada https://tbindonesia.or.id/ayo-bersama-akhiri-tbc-indonesia-bisa-semangat-
eliminasi-tbc-di-hari-tbc-sedunia-2023

Alodokter. 2022. TBC (Tuberculosis). Diakses pada tanggal 27 Juni 2023, pada
https://www.alodokter.com/tuberculosis

Stoducu. 2022. Askep TBC Paru. Diakses pada tanggal 27 Juni 2023, pada
http://www.studocu.com/id/document/politeknik-kesehatan-kementerian-
kesehatan-denpasar/keperawatan-jiwa/askep-tbc-paru/51731460

52
Lampiran
Dokumentasi

53

Anda mungkin juga menyukai