LAPORAN
Diajukan Untuk Mencapai Kompetensi Mata Kuliah Current Issue Epidemiologi
Nama Anggota :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penulisan
makalah “DETERMINAN MASALAH KESEHATAN TUBERKULOSIS
RESISTAN OBAT (TB RO)” pada tepat waktunya. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Current Issue Epidemiologi.
Penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari
beberapa pihak, mulai dari tahap awal hingga selesai. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang secara langsung
atau tidak langsung telah berkontribusi dalam pembuatan laporan ini khususnya
kepada Ibu Puji Laksmini., S.Kep., Ns., M.K.M selaku dosen pengampu mata
kuliah Current Issue Epidemiologi.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik, saran, dan
masukan yang membangun sangat kami butuhkan untuk dijadikan pedoman dalam
penulisan ke arah yang lebih baik lagi. Semoga makalah yang telah dibuat ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh kuman tuberculosis, M. africanum. Bovis, M.leprae yang juga dikenal
sebagai bakteri tahan asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium selain
Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada
saluran pernapasan yang dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other
Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis
dan pengobatan TB. Tuberculosis merupakan salah satu penyebab
morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi pada anak. Setiap tahun
diperkirakan 9 juta kasus TB paru dan 2 juta di antarnya meninggal.
(Marlinae L at.all 2019).
Penyakit Tuberculosis (TB) secara global masih menjadi ancaman
yang signifikan bagi kesehatan terutama di negara dengan penghasilan
rendah dan berkembang serta dapat menyebabkan kematian sebesar 95%
(McNeal & Selekmen, 2017). Pasien dengan TB dapat mengalami suatu
kondisi yang resistensi terhadap antibiotik terutama golongan Rifampicin
dan Isoniazid atau dapat disebut dengan istilah Multi Drug Resistance
(MDR). Penderita TB yang sudah mengalami MDR tidak dapat
disembuhkan dengan standar pengobatan pertama TB (Seung, Keshavjee,
& Rich, 2015). World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa
sekitar sepertiga populasi dunia sebanyak 2 miliar orang terinfeksi TB-
MDR agen penyebab TB (Tembo & Malangu, 2019).
Mengacu pada WHO Global TB report tahun 2019, 10 juta orang di
dunia menderita TBC tertinggi di dunia dengan orang yang jatuh sakit akibat
TBC mencapai 465.000 dengan angka kematian sebanyak 1.400.000 atau
setara dengan 4000 nyawa setiap hari. Sedangkan kasus yang terjadi di
Indonesia sebanyak 344.992 kasus pada tahun 2020 dengan angka 13.947
kematian tuberculosis (TB) pada tahun 2020 (data per 16 April 2021).
Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi Tuberkulosis pada laki-laki tiga kali
lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. (Kementrian Kesehatan RI,
1
2
2020). Dan untuk provinsi Jawa Barat kasusnya paling tinggi namun Case
Detection Rate (CDR) sebesar 96,2%, artinya sudah melebihi target WHO
yaitu sebesar ≥ 90%.
Pasien MDR TB pernah mendapatkan terapi obat anti tuberkulosis
sebelumnya dan menjadi resisten terhadap obat jenis isoniazid dan
rifampicin karena beberapa faktor (Manari et al., 2011). Kementerian
Kesehatan Indonesia melakukan penelitian tentang faktor penyebab
timbulnya MDR TB disebabkan tiga hal yaitu faktor dari petugas kesehatan,
program pengendalian tuberkulosis dan pasien. Faktor pasien yaitu pasien
tidak mentaati anjuran dari petugas kesehatan, pasien tidak teratur menelan
obat anti tuberkulosis, pasien memutuskan pengobatan secara sepihak
sebelum waktu yang telah disepakati, dukungan keluarga terhadap
pengobatan dan gangguan penyerapan obat anti tuberculosis (Kementerian
Kesehatan RI, 2018). Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun
2018 menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan pasien MDR TB yaitu
tidak rutin minum obat yaitu sering lupa minum obat, obat tidak tersedia,
tidak tahan efek samping obat, masa pengobatan terasa lama, tidak mampu
membeli obat, tidak rutin berobat, kurangnya dukungan keluarga untuk
mengawasi minum obat dan merasa sudah sembuh (Kementerian Kesehatan
RI, 2018).
Dukungan keluarga mempengaruhi perilaku pasien dalam menjalani
pengobatan (Fonner & Drph, 2013). Bagi Pasien yang memiliki pasangan
hidup akan sangat berperan untuk membantu kesembuhannya. Persepsi baik
dapat mempengaruhi pasien melakukan pencegahan penyakit dalam
menjalani pengobatan MDR TB. Pasien MDR TB mendapatkan manfaat
dari pengobatan dengan harapan sembuh. Harapan sembuh dari pasien
MDR TB terutama dipengaruhi oleh dukungan dari pasangan hidup pasien
(Nurhayati, Kurniawan, & Mardiah, 2015). Pasangan hidup juga
mempunyai peran penting dalam kepatuhan pengobatan karena adanya
kedekatan batin antara suami istri. Pasien MDR TB yang telah mempunyai
pasangan hidup juga rentan mengalami persepsi yang buruk terhadap
pasangan karena menganggap pasangan rentan tertular penyakit MDR TB.
3
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
B. Gejala Klinis TB RO
Gejala TB RO sama dengan gejala TB pada umumnya, yaitu :
1. Berat badan turun atau tidak naik dalam 2 bulan sebelumnya atau terjadi
gagal tumbuh (failure to thrive) meskipun telah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik dalam waktu 1-2 bulan.
2. Demam lama (≥ 2minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain).
Demam umumnya tidak tinggi.
3. Batuk ≥ 2 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan. Batuk tidak membaik dengan pemberian antibiotika atau
obat asma (sesuai indikasi).
4. Lesu atau malaise.
C. Kategori Resistensi terhadap OAT
Terdapat 6 kategori resistensi terhadap obat TB yaitu :
1. Monoresistansi, yaitu resistansi terhadap salah satu OAT lini pertama,
misalnya resistansi terhadap isoniazid (H).
2. Poliresistansi, yaitu resistansi terhadap lebih dari satu OAT lini pertama
selain dari kombinasi obat isoniazid dan rifampisin (HR), misalnya
resistan isoniazid dan etambutol (HE), rifampisin etambutol (RE),
isoniazid etambutol dan streptomisin (HES), atau rifampisin, etambutol
dan streptomisin (RES).
3. Multidrug Resistance (MDR), yaitu resistansi terhadap isoniazid dan
rifampisin (HR), dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya
resistan HR, HRE, HRES
6
F. Penegakkan Diagnosis TB RO
Beberapa jenis pemeriksaan laboratorium mikrobiologi yang
digunakan untuk penegakan diagnosis maupun pemantauan pengobatan TB
RO antara lain :
1. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM)
8
ANALISIS ISU
A. Situasi TB
Menurut Global Tuberculosis Report 2020 yang dirilis oleh WHO pada
15 Oktober 2020, dunia tidak berada di jalur yang tepat untuk mencapai
tujuan Strategi END TB tahun 2020 yaitu mengurangi TB sebesar 20 persen
dari jumlah kasus tahun 2015-2018. Namun, antara 2015 dan 2019,
penurunan kumulatif kasus TB hanya sebesar 9% yaitu dari 142 menjadi
130 kasus baru per 100.000 penduduk, termasuk pengurangan 2,3% antara
2018 dan 2019.
Adapun jumlah kasus baru di dunia pada tahun 2019 mencapai 10,0 juta
kasus. Hampir setengah juta orang mengembangkan TB yang resistan
terhadap rifampisin (RR-TB), di mana 78% di antaranya memiliki TB yang
resistan terhadap berbagai obat (MDR-TB). Tiga negara dengan bagian
terbesar dari beban global adalah India (27%), Cina (14%) dan Federasi
Rusia (8%). Secara global pada tahun 2019, 3,3% dari kasus TB baru dan
17,7% dari kasus yang sebelumnya diobati memiliki MDR/RR-TB.
Proporsi tertinggi (>50% pada kasus yang sebelumnya dirawat) berada di
negara-negara bekas Uni Soviet.
Gambar 1
Angka insiden Tuberculosis Dunia 2019
(Tuberculosis Global Report)
10
11
Angka insiden tuberkulosis Indonesia pada tahun 2019 sebesar 312 per
100.000 penduduk dan angka kematian penderita tuberkulosis sebesar 40
per 100.000 penduduk. (Global Tuberculosis Report WHO, 2020). Hal ini
menunjukan penurunan dari tahun sebelumnya dimana angka insiden
tuberkulosis pada tahun 2018 sebesar 316 per 100.000 penduduk. (Global
Tuberculosis Report WHO, 2019). Pada tahun 2019 Terdapat total kasus
TBC mencapai 845,000 kasus, dan hanya 67% yang melakukan pengobatan.
Dari jumlah kasus tersebut, diperkirakan 24,000 kasus merupakan kasus
pasien TBC Resistan Obat (TBC RO) dengan tingkat mulai pengobatan
(enrollment rate) sebesar 48% atau 5,531 pasien dari 11,463 yang
terkonfirmasi TBC RO.
Jumlah kasus tertinggi dilaporkan dari provinsi dengan jumlah
penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Total
Kasus TB di Jawa Barat mencapai 127.906 kasus yang terdiri dari 54,5%
laki-laki dan 45,5% perempuan. Disamping itu, Case Detection Rate Jawa
Barat sudah mencapai 96% yang artinya sudah melebihi target WHO yaitu
90%.
Berdasarkan data Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) per 16 Juli
2020, selama bulan Januari – Juni 2020, jumlah kasus TB di Indonesia
mengalami tren penurunan cukup besar, di bulan Januari sejumlah 31.216
kasus sedangkan di bulan Juni 11.839 kasus. Apabila dibandingkan dengan
tahun 2019 penurunan kasus terlihat sangat jelas. Pada bulan Januari, ada
selisih jumlah kasus sebesar 21.957 kasus. Untuk lebih jelasnya pada
gambar di bawah ini.
12
Gambar 2
Kasus TB Januari-Juli tahun 2019-2020
Sumber : SITB per 16 Juli 2020
Gambar 3
Capaian Data Kasus TB RO TW 1-2 2019 vs TW 1-2 2020
Sumber : SITB per 16 Juli 2020
1. Petugas Kesehatan
Petugas Kesehatan bertanggungjawab dalam hal kesembuhan
pasien TB. Diagnosis yang tidak tepat, pemberian dosis, jenis, jumlah
obat dan jangka waktu pengobatan tidak adekuat dapat menjadi faktor
kasus TB RO. Selain itu, startegi penyuluhan kepada pasien perlu
diperhatikan agar pasien dapat memahaminya dengan baik.
Peran Pengawas Minum Obat (PMO) juga sangat penting dalam
melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal menelan obat,
mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak sesuai jadwal yang
ditentukan, memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara
teratur sampai selesai dan menasehati pasien agar tetap mau menelan
obat secara teratur sampai selesai.
2. Pasien
Faktor pasien yang paling berpengaruh terhadap Resistensi obat
adalah kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat. Dalam hal ini ada
beberapa faktor yang bisa berkaitan. Usia pasien yang cenderung sudah
lansia akan mudah lupa karena faktor usia. Sedangkan pada usia muda
bisa karena malas untuk mengonsumsinya. Sejalan dengan hal tersebut
maka peran kerabat terdekat sangat diperlukan.
Karakteristik sifat pasien juga bisa mempengaruhi kepatuhannya
mengonsumsi obat sesuai anjuran dokter. Tidak sedikit yang
mengabaikan anjuran dan tidak teratur menelan OAT dan
menghentikan pengobatan secara sepihak. Hal ini berkaitan juga
dengan tingkat pengetahuan pasien. Pengetahuan yang baik mengenai
upaya pencegahan penyakit tuberkulosis akan sangat memengaruhi
perilaku masyarakat dalam melakukan upaya pencegahan penyakit
tuberkulosis dan tuberkulosis resistan obat. Efek samping obat juga
turut menjadi salah satu penyebab rendahnya kepatuhan pasien dalam
mengonsumsi obat (Kementerian Kesehatan RI, 2015).
Kebiasaan merokok juga menjadi salah satu penyebab resistensi
obat. Kebiasaan merokok akan menyebabkan rusaknya mekanisme
pertahanan mucocilliary clearance. Asap rokok juga akan
14
1. Surveilans TB.
Terdapat 2 jenis surveilans TB, yaitu Surveilans berbasis indikator
berdasarkan data pelaporan, dan Surveilans berbasis kejadian berupa
survei periodik dan sentinel.
2. Notifikasi Wajib (Mandatory Notification).
Sistem notifikasi wajib dapat dilakukan secara manual atau melalui
sistem elektronik sesuai dengan tata cara dan sistem yang ditentukan
oleh program penanggulangan TB. Dalam pelaksanaan notifikasi,
digunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai identitas pasien
TB. Notifikasi wajib pasien TB untuk FKTP (klinik dan dokter praktik
mandiri) disampaikan kepada Puskesmas setempat.
17
D. Solusi dari mahasiswa yang akan ditawarkan dalam mengatasi isu tersebut,
termasuk pihak yang akan dilibatkan.
1. Promosi Kesehatan
18
A. Simpulan
Berdasarkan Analisis yang sudah dilakukan, sejalan dengan Strategi
Eliminasi TB tahun 2030 dapat disimpulkan bahwasanya kondisi TB di
Indonesia masih perlu diperhatikan terutama berkaitan dengan kasus TB
Resisten Obat. Pemaksimalan program dalam hal Promosi, pengendalian
vektor, serta pengobatan juga perlu ditingkatkan.
B. Saran
Dengan diselesaikannya makalah ini diharapkan pembaca dapat
mengetahui konsep penyakit tuberculosis dan pada petugas kesehatan selalu
memberikan dorongan terhadap pasien nya untuk berobat secara teratur
serta kepatuhan mengonsumsi obat. Dengan memberikan pengetahuan yang
baik mengenai upaya pencegahan penyakit tuberculosis agar bisa
mempengaruhi masyarakat untuk bisa merubah perilaku dan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memadai dalam pengobatan mengenai penyakit
tuberkulosis agar kasus nya berkurang.
20
DAFTAR PUSTAKA
Sulistiyani, dkk. 2021. Psikologis Pasien Multi Drug Resistan Tuberkulosis Selama
Pengobatan di Papua. Jurnal Keperawatan Tropis Papua. [Online] Tersedia:
JURNAL KEPERAWATAN TROPIS PAPUA
(jurnalpoltekkesjayapura.com). Diaskes pada tanggal 31 Agustus 2021.
21
World Health Organization. 2019. Global Tuberculosis Report 2019. [Diakses Pada 1
September 2021]. Tersedia : https://www.who.int/teams/global-tuberculosis-
programme/tb-reports/global-report-2019
___________. 2020. Global Tuberculosis Report 2020. [Diakses Pada 1 September 2021].
Tersedia : https://www.who.int/teams/global-tuberculosis-programme/tb-
reports/global-tuberculosis-report-2020
22