Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN RISTI ANGGREGATE DENGA PENYAKIT


KRONIS (TBC)

Nama-nama kelompok:3A

1. Kornely Yotlely (201601169)


2. Fera Andaresta (201601167)
3. Umi Maslaha (201601196)
4. Abdul Rohman (201601163)

Kelas E

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES BINA SEHAT PPNI

MOJOKERTO

2019
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, karunia serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik di berjudul ASUHAN KEPERAWATAN RISTI
ANGGREGATE DENGA PENYAKIT KRONIS (TBC). Ucapan terima kasih
tidak lupa kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.
1. Dr. Muhammad Sajidin, S. Kep. M. Kes, selaku Ketua Stikes Bina Sehat
PPNI Mojokerto
2. Ana zakiyah, M. Kep , selaku Kaprodi S1 Ilmu Keperawatan Stikes Bina
Sehat PPNI Mojokerto
3. Arif Wicaksono S.kep,Ns, M. Kes, selaku dosen pembimbing kami, yang
memberikan dorongan, ide, serta masukan kepada kami.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kami
harapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, dari semua pihak demi
kesempurnaan penyusunan makalah ini di masa yang akan datang. Akhirnya semoga
makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita semua mengenai
ASUHAN KEPERAWATAN RISTI ANGGREGATE DENGA PENYAKIT
KRONIS (TBC)

Mojokerto, 19 mei 2019

Kelompok 3A

ii | P a g e
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................1

1.1 Latar Belakang....................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...............................................................................4
1.3 Tujuan umum......................................................................................5
1.4 Tujuan khusus.....................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN TEORI............................................................................6

2.1 Penyakit kronik ..................................................................................6


2.2 Penyakit TBC paru..............................................................................7
2.3 Poses keperawatan komunitas...........................................................18

BAB 3 TINJAUAN KASUS........................................................................25

3.1 Kasus ................................................................................................25


3.2 Pengkajian.........................................................................................25
3.3 Diagnosa keperwatan .......................................................................31
3.4 Intervensi...........................................................................................33
3.5 Resume..............................................................................................37

BAB 4 PENUTUP........................................................................................38

4.1 Kesimpulan.......................................................................................38
4.2 Saran ................................................................................................39

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................40

iii | P a g e
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan professional
yang ditujukan pada masyarakat dengan penekanan kelompok risiko tinggi
dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan rehabilitasi dengan menjamin
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien
sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan
keperawatan [ CITATION Fal10 \l 1033 ] Di Indonesia dikenal dengan sebutan
perawatan kesehatan masyarakat (PERKESMAS)
Penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah
kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang
membutuhkan penatalaksanaan jangka panjang. [ CITATION Maw13 \l 1033 ]
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), sepertiga populasi dunia
diperkirakan terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun 1992 WHO
telah menetapkan Tuberculosis sebagai kedaruratan global. [ CITATION
Meg18 \l 1033 ]
Berdasarkan data WHO, prevalensi penyakit kronik di dunia mencapai
70% dari kasus yang menyebabkan kematian. Presentase ini akan semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan
gaya hidup, mengkonsumsi makanan tinggi lemak, kolesterol, merokok dan
stress yang tinggi. Diperkirakan pada tahun 2030 sekitar 150 juta orang akan
terkena penyakit kronis. Jenis penyakit kronik yang menyebabkan kematian
adalah penyakit kardiovaskuler, kanker, penyakit paru obstruksi kronik,
hipertensi,gagal ginjal kronik dan diabetes mellitus[ CITATION WHO13 \l 1033 ].
Pada tahun 2008, terdapat 36 juta orang yang meninggal karena penyakit

1|Page
kronis, 90% dari kematian ini terjadi di negara miskin dan negara
berkembang.
Di Indonesia sendiri, penyakit tidak menular atau penyakit kronis
adalah penyebab kematian terbanyak. Proporsi angka kematian akibat
penyakit kronis meningkat dari 41,7% pada tahun 1995 menjadi 49,9% pada
tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007.2 Penyakit kronis yang sebenarnya
dapat dicegah ini merupakan penyebab kematian terbesar dengan jumlah
proporsi cukup besar pula termasuk pembiayaannya juga sangat besar yaitu
60% dari pembiayaan kesehatan seluruh masyarakat di Indonesia.2 Oleh
karena itu, dalam penanganan penyakit kronis diperlukan program yang
bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif secara
berkesinambungan. [ CITATION Maw13 \l 1033 ]
Menurut laporan global Tuberculosis WHO tahun 2015 diperkirakan
ada 9,6 juta kasus baru TB di dunia dan 1,5 juta orang meninggal karena TB.
Asia Tenggara dan Pasifik Barat menyumbang 58% dari kasus TB di dunia
pada tahun 2014. Prevalensi TB di Indonesia dan negara berkembang lainnya
cukup tinggi. Indonesia menempati posisi tiga besar negara dengan jumlah
kasus Tuberculosis terbanyak bersama India dan Cina.2 Berdasarkan profil
data kesehatan Indonesia pada tahun 2014, jumlah kasus baru TB paru BTA
positif di seluruh propinsi di Indonesia sebanyak 176.677 kasus. Menurun bila
dibandingkan kasus baru BTA positif yang ditemukan tahun 2013 yang
sebesar 196.310 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di
propinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur,
dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA positif di tiga propinsi tersebut sebesar
40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.1 Menurut jenis kelamin,
kasus BTA positif pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan yaitu 1,5
kali. Pada masing-masing propinsi di seluruh Indonesia kasus BTA positif
lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Disparitas paling
tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di Kepulauan Bangka Belitung.
Sementara di Provinsi Sulawesi Tengah, hasil penemuan kasus baru yang

2|Page
cukup signifikan dari tahun 2010 dengan jumlah kasus 2.719, meningkat
menjadi 3.206 kasus pada tahun 2011. Pada tahun 2012 jumlah kasus baru TB
paru BTA positif yang ditemukan sebanyak 3.324 kasus, ada peningkatan
kasus pada tahun 2013 yakni 3.539 kasus meningkat lagi pada tahun 2014
yakni, 3.848 kasus.3 [ CITATION Meg18 \l 1033 ]
Tuberkulosis disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium
yaitu Mycobacterium tuberculosis. Sumber penularan adalah pasien TB BTA
positif melalui percik renik dahak yang dikeluarkannya. Pasien TB dengan
BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB.
Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung
percik renik dahak yang infeksius tersebut. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak (Kemenkes RI, 2014)
Menurut Budiman dalam Eka Prayogo (2013) bahwa tidak tercapainya
angka kesembuhan disebabkan oleh ketidakteraturan atau ketidak kepatuhan
berobat, sehingga upaya dalam meningkatkan kepatuhan berobat merupakan
masalah prioritas dalam program penanggulangan TB paru. Ketidakpatuhan
berobat dilihat dari tingginya angka Drop Out (DO). Menurut Kusumo (2010)
dalam Lutfi Fajar Nuraidah dkk (2013) masalah yang di timbulkan oleh DO
TB adalah resistensi obat, menjadikan sumber infeksi untuk individu yang
tidak terinfeksi, serta menjadi hal yang membahayakan karena pengobatan
yang telah dilakukan dengan tidak teratur [ CITATION She18 \l 1033 ]
Upaya yang di lakukan untuk mengurangi penanganan penyakit kronis
diperlukan program yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif
secara berkesinambungan [ CITATION Maw13 \l 1033 ]
Oleh karena itu, demi tercapainya program tersebut perlu adanya
upaya untuk menambahkan pengetahuan pada masyarakat mengenai
pemahaman anatomi sistem respirasi yang terkait erat dengan penyakit TB
paru, pengertian tentang, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, pathway,

3|Page
pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan penatalaksanaan (medis,
keperawatan, diet) serta asuhan keperawatan bagi penderita TB paru
[ CITATION She18 \l 1033 ]

1.2 Rumusan maslah


1. Menjelsakan Defenisi penyakit kronik?
2. Menjelsakan etiologi penyakit kronik?
3. Menjelaskan jenis-jenis penyakit kronik?
4. Menjelaskan pengertian TBC Paru?
5. Menjelaskan klasifikasi dan tipe pasien?
6. Menjelaskan etilogi TBC Paru?
7. Menjelaskan patofisiologis TBC Paru?
8. Manifestasi klinik TBC Paru?
9. Menjelaskan bagaimana cara penularan TBC Paru?
10. Menjelaskan cara penegakan diagnostik TBC Paru?
11. Menjelsakan pengobatan TBC Paru?
12. Menjelaskan penatalaksanaan diet?
13. Menjelaskan komplikasi TBC Paru?
14. Menjelaskan pencegahan TBC Paru?
15. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik?
16. Menjelsakan proses keperwatan komunitas?

4|Page
1.3 Tujuan umum
Untuk mengetahui asuhan keperwatan dan proses pengkajian komunitas pada
penyakit kronik dengan masalah TBC Paru.

1.4 Tujuan khusus


1. Mengtahui Defenisi penyakit kronik
2. Mengetahui etiologi penyakit kronik
3. Mengetahui jenis-jenis penyakit kronik
4. Mengetahui pengertian TBC Paru
5. Mengetahui klasifikasi dan tipe pasien
6. Mengetahui etilogi TBC Paru
7. Mengetahui patofisiologis TBC Paru
8. Mengetahui manifestasi klinik TBC Paru
9. Mengetahui bagaimana cara penularan TBC Paru
10. Mengetahui cara penegakan diagnostik TBC Paru
11. Mengetahui pengobatan TBC Paru
12. Mengetahui penatalaksanaan diet
13. Mengetahui komplikasi TBC Paru
14. Mengetahui pencegahan TBC Paru
15. Mengetahui pemeriksaan diagnostik
16. Mengetahui proses keperwatan komunitas

5|Page
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Penyakit kronik

A. Defenisi
Penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah
kesehatan yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang
membutuhkan penatalaksanaan jangka panjang. [ CITATION Maw13 \l 1033 ]
Penyakit kronis adalah jenis penyakit yang memiliki durasi waktu
yang lama dan biasanya dalam proses yang lambat. [ CITATION Maw13 \l 1033 ]

B. Etiologi

1. adanya perubahan gaya hidup,


2. mengkonsumsi makanan tinggi lemak,
3. kolesterol,
4. merokok
5. stress yang tinggi. [ CITATION WHO13 \l 1033 ]

C. jenis penyakit kronik

Jenis penyakit kronik yang menyebabkan kematian antara lain:

1. penyakit kardiovaskuler,
2. kanker,
3. penyakit paru obstruksi kronik,
4. hipertensi,
5. gagal ginjal kronik
6. Hiv AISD
7. TBc Paru
8. diabetes mellitus[ CITATION WHO13 \l 1033 ]

6|Page
2.2 Penyakit TBC paru

A. Pengertian

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru


yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada orang lain [ CITATION San07 \l 1033 ]
 Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe[ CITATION Bru02 \l 1033 ]
Tuberculosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai
organ terutama paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya
tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian
[ CITATION Meg18 \l 1033 ]

B. Klasifikasi dan Tipe Pasien

Menurut Depkes RI 2006 [ CITATION Dep06 \l 1033 ] klasifikasi penyakit TB dan tipe
pasien digolongkan:

1.     Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:


a. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput
paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain
2.  Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB
Paru:

7|Page
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.

Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif


 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat
bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum
pasien buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.

8|Page
 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
4.  Tipe Pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada


beberapa tipe pasien yaitu:

a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
e. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB
lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

9|Page
C. Etiologi
1. Tuberculosis merupakan penyakit paru yang disebabkan mycobacterium
tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch (1882).
2. Kuman berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA),
kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung.
3. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam keadaan
kering tetapi dapat mati pada suhu 60 derajad C dalam 15 – 20 menit. [ CITATION
Bru02 \l 1033 ]

D. Patofisiologi
Bakteri juga dapat masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tetapi jarang
sekali terjadi. Bila bakteri menetap di jaringan paru, akan tumbuh dan berkembang
biak dalam sitoplasma makrofag. Bakteri terbawa masuk ke organ lainnya. Bakteri
yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang tuberculosis pneumonia
kecil dan disebut sarang primer atau efek efek primer. Sarang primer ini dapat terjadi
di bagian-bagian jaringan paru. Dari sarang primer ini akan timbul peradangan
saluran getah bening hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran kelenjar getah
bening hilus (limfadenitis hilus). Sarang primer, limfangitis local, limfadenitis
regional disebut sebagai kompleks primer
Kompleks primer selanjutnya dapat menjadi sembuh dengan meninggalkan
cacat atau sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus atau kompleks (sarang) Ghon, ataupun bisa berkomplikasi dan
menyebar secara perkontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya, secara bronkhogen
pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan
bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus, secara limfogen, secara
hematogen, ke organ lainnya [ CITATION Bru02 \l 1033 ]

E. Manifestasi klinik

10 | P a g e
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun,
malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu
bulan Depkes Indonesia, 2006)

Gejala-gejala klinis yang muncul pada klien TBC paru adalah sebagai
berikut :
1. Demam yang terjadi biasanya menyerupai demam pada influenza, terkadang
sampai 40-410 C.
2. Batuk terjadi karena iritasi bronchus, sifat batuk dimulai dari batuk non produktif
kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif. Keadaan lanjut
dapat terjadi hemoptoe karena pecahnya pembuluh darah. Ini terjadi karena
kavitas, tapi dapat juga terjadi ulkus dinding bronchus.
3. Sesak nafas terjadi pada kondisi lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian
paru.
4. Nyeri dada timbul bila sudah terjadi infiltrasi ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis.
5. Malaise dengan gejala yang dapat ditemukan adalah anorexia, berat badan
menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam hari [ CITATION Bru02 \l 1033 ]

G. Cara Penularan
1. Penyakit TBC menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan
pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa.
2. Bacteri biak masuk dan terkumpul dalam paru-paru akan berkembang biak
menjadi banyak (terutama daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar
melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itu infeksi TBC
menginfeksi hamper seluruh organ tubuh sesperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran
pencernaan, tulang, kelenjar getah bening.

11 | P a g e
3. Factor lain adalah kondisi rumah lembab karena cahaya matahari dan udara tidak
bersirkulasi dengan baik sehingga bakteri tuberculosis berkembang dengan baik
dan membahayakan orang yang tinggal didalam rumah.
H. Penegakan Diagnistic TB Paru
Diagnosis tuberkulosis paru ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, foto thoraks, uji tuberkulin, laboratorium, dan pemerikasaan
patologi anatomi (PA). Di Indonesia sebagai standar untuk penegakan diagnosis
tuberkulosis paru adalah pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan mikroskopis sangat
cocok dengan kondisi Puskesmas dalam menegakkan diagnosis tuberkulosis paru
(Depkes RI, 2002). Oleh karena itu untuk deteksi kuman TBC digunakan
pemeriksaan mikroskopis dalam menetapkan diagnosis dan pengobatan.

I. Pengobatan
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan Tuberkulosis Paru mempunyai tujuan :
c. Menyembuhkan klien dengan gangguan seminimal mungkin;
d. Mencegah kematian klien yang sakit sangat berat
e. Mencegah kerusakan paru lebih luas dan komplikasi yang terkait
f. Mencegah kambuhnya penyakit
g. Mencegah kuman TBC menjadi resisten
h. Melindungi keluarga dan masyarakat terhadap infeksi (Crofton, Norman &
Miller, 2002).
Sistem pengobatan klien tuberkulosis paru dahulu, seorang klien harus
disuntik dalam waktu 1-2 tahun. Akibatnya klien menjadi tidak sabar dan bosan untuk
berobat. Sistem pengobatan sekarang, seorang klien diwajibkan minum obat selama 6
bulan. Jenis obat yang harus diminum harus disesuaikan dengan kategori pengobatan
yang diberikan (Depkes RI, 1997).
Terapi obat yang dilakukan sekarang dengan terapi jangka pendek selama
enam bulan dengan jenis obat INH atau Isoniasid (H), Rifampicin (R), Pirazinamid
(Z), Etambutol (E), dan Streptomisin (Soeparman, 1990). Paduan obat anti

12 | P a g e
tuberkulosis tabel 1 adalah paduan yang digunakan dalam program nasional
penanggulangan tuberkulosis dan dikemas dalam bentuk paket kombipak (Depkes RI,
2002). Paduan pengobatan terbaru dengan menggunakan FDCs (Fix Dose
Combinations) yaitu kombinasi dari obat anti tuberkulosis dalam satu kemasan
(WHO, 2002)

Paduan Obat
Kategori Tahap Intensif Tahap lanjutan Untuk Klien TUberculosis
I 2HRZE 4H3R3 TBC Paru baru BTA (+)
TBC Paru BTA (-) Ro (+)
dengan kerusakan jaringan paru
yang luas
TBC ekstra paru sakit berat
II 2HRZES atau 5H3R3E3 TBC paru BTA (+), kambuh
1HRZE TBC paru BTA (+), gagal
TBC paru BTA (+),
pengobatan ulang karena lalai
berobat
TBC paru BTA (-) Ro (+)
III 2HRZ 4H3R3 TBC ekstra paru

Keterangan :
H : INH; R : Rifampicin; E : Etambutol; Z : Pirasinamid; S : Streptomisin (Depkes,
RI, 2002)
Angka yang berada di depan menunjukkan lamanya minum obat dalam bulan,
sedangkan angka di belakang huruf menunjukkan berapa kali dalam seminggu obat
tersebut diminum. Sebagai contoh 2HRZ artinya INH, Rifampicin dan Pirasinamid
diminum dalam jangka waktu 2 bulan dan minumnya setiap hari. 4H3R3 artinya INH,
Rifampicin diminum selama 4 bulan dan diminum 3 kali dalam seminggu (Depkes
RI, 2002).

13 | P a g e
Efek samping yang ditimbulkan dari obat-obat tersebut adalah : INH :
Hepatotoksik. Rifampicin dapat terjadi sindrom flu dan hepatotoksik. Pada
Streptomisin dapat mengakibatkan nefrotoksik, gangguan nervus VIII cranial.
Pirazinamid dapat mengakibatkan hepatotoksik dan hiperurisemia. Etambutol dapat
mengakibatkan neurosis optika, nefrotoksik, skin rash atau dermatitis. Efek samping
dari obat anti tuberkulosis yang tersering terjadi pada klien adalah pusing, mual,
muntah-muntah, gatal-gatal, mata kabur dan nyeri otot atau tulang (Depkes RI, 2002).
Agar pengobatan berhasil, efek samping dapat terdeteksi secara dini dan dapat segera
dirujuk ke fasilitas pelayanan terdekat, maka diperlukan pengawas minum obat
karena ketidakteraturan minum obat dapat menyebabkan resistensi terhadap obat.
Upaya untuk mencegah terjadinya resistensi, terapi tuberkulosis paru
dilakukan dengan memakai paduan obat, sedikitnya 2 macam obat yang bakterisid.
Dengan memakai obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena
jarang ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih, dan pola resistensi
yang terbanyak ditemukan ialah INH (Soeparman, 1990; Depkes RI, 2001). Peran
perawat komunitas untuk menghindari terjadinya resistensi obat adalah dengan selalu
memantau pengobatan dengan kunjungan rumah dan memberikan penyuluhan akibat
ketidakteraturan minum obat.
Selain menggunakan OATS ada metode lain yang dapat digunakan yaitu:
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) Adalah nama suatu strategi yang
dilaksanakan di pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan
menyembuhkan pasien TB paru. Strategi ini terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Dukungan politik para pemimpin disetiap jenjang sehongga program ini menjadi
salah satu prioritas dan pendanaan oun akan tersedia.
2. Mikroskop sebagai komponene utama untuk mendiagnosa TB paru melalui
pemeriksaan sputum langsung pasien tersangka dengan penemuan secara pasif.
3. Pengawasan minum obat (PMO) yaitu orang yang dikenal dan dipercaya baik
oleh pasien maupun petugas kesehatan yang akan ikut mengawasi pasien minum
obat seluruh obatnya sehngga dapat dipastikan bahwa pasien betul minum seluruh
obat dan diharapkan keswembuhan pada akhir masa pengobatannya

14 | P a g e
4. Pencatatan dan pelaporan dengan baik dan benar sebagai bagian dari sistem
surveilans penyakit ini sehingga pemantauan pasien dapat berjalan.
5. Panduan obat anti TB paru jangka pendek yang benar, termasuk dosis, dan jangka
waktu yang tepat sangat penting untuk keberhasilan pengobatan.
Penatalaksaan Keperawatan
Tentukan apakah pasien pernah terpajan pada individu dengan TB atau tidak.
Sering kali “sumber” dari infeksi tidak diketahui dan mungkin tidak pernah
ditemukan. Pada saat yang sama, kontak erat pasien harus diidentifikasi sehingga
mereka dapat menjalani “follow-up” untuk menentukan apakah mereka terinfeksi dan
mempunyai penyakit aktif atau tes tuberculin positif. Keluhan pasien yang paling
umum adalah batuk produktif dan berkeringat malam hari.
Data yang harus dikumpulkan untuk mengkaji pasien dengan TB mencakup
batu produktif, kenaikan suhu tubuh siang hari, reaksi tuberkulin dengan indurasi 10
mm atau lebih dan rotgen dada yang menunjukkan infiltrat pulmonal (Niluh dan
Christie, 2003). 

Penatalaksanaan Diet
Terapi diet bertujuan untuk memberikan makanan secukupnya guna
memperbaiki dan mencegah kerusakan jaringan tubuh lebih lanjut serta memperbaiki
status gizi agar penderita dapat melakukan aktivitas normal.
Terapi diet untuk penderita kasus Tuberculosis paru adalah:
1. Energi diberikan sesuai dengan keadaan penderita untuk mencapai berat badan
normal
2. Protein yang tinggi untuk mengganti sel-sel yang rusak meningkatkan kadar
albumin serum yang rendah (75-100 gram)
3. Lemak cukup 15-25 % dari kebutuhan energy total
4. Karbohidrat cukup sisa dari kebutuhan energy total
5. Vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan total
6. Macam diet untuk penyakit TBC:
a. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein I (TETP I)

15 | P a g e
b. Energy: 2600 kkal, protein 100 gram (2/kg BB)
c. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein II (TETP II)
d. Energy: 3000 kkal, protein 125 gram (2,5 gr/kg BB)

G. Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

H. Pencegahan
1. Vaksinasi BCG
Pembrian BCG meninggikan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil
tuberculosis yang virulen. Imunitas timbul enam sampai delapan minggu setelah
pemberian BCG. Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap sehingga masih mungkin
terjadi super infeksi meskipun biasanya tidak progresif dan menimbukan
komplikasi yang berat.
2. Mempertahankan sistem imunitas seluler dalam keadaan optimal dengan sedapat
mungkin menghindarkan faktor-faktor yang dapat melemahkan seperti
kortikosteroid dan kurang gizi.
3. Menghindari kontak dengan penderita aktif TB
4. Menggunakan obat obatan sebagai langkah pencegahan pada kasus beresiko
tinggi.

16 | P a g e
5. Menjaga stándar hidup yang baik, kasus baru dan pasien yang berpotensi tertular
interprestasi melalui penggunaan dan interprestasi tes kulit tuberculin yang tepat
imunisasi BCG.

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan
lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai
penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
e. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

2. Diagnosis TB ekstra paru


a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar
limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang
(gibbus) pada spondilitis TB dan lainlainnya.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung
pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat

17 | P a g e
diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks
dan lain-lain.

2.3. PROSES KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. Pengkajian
1. Core/ inti komunitas
a. Histori
Histori merupakan suatu gambaran terkait sejarah yang berkaitan dengan
kondisi perkembangan suatu wilayah tertentu yang mencakup semua
komponen yang terdapat dalam wilayah tersebut termasuk di dalamnya adalah
perbatasan wilayah.
b. Demographic
Demografi berasal dari kata demos yang berarti rakyat atau penduduk dan
grafein yang berarti menulia. Jadi, demografi adalah tulisan-tulisan atau
karangan-karangan mengenai penduduk
Menurut A. Guillard (1985), demografi adalah elements de statistique
humaine on demographic compares. Defenisi demografi antara lain.
1) Demografi merupakan studi ilmiah yang menyangkut masalah
kependudukan, terutama dalam kaitannya dengan jumlah, struktur dan
perkembangan suatu penduduk.
2) Demografi merupakan studi statistik dan matematis tentang besar,
komposisi, dan distribusi penduduk, serta peruban-perubahannya
sepanjang masa melalui komponen demografi, yaitu kelahiran, kematian,
perkawinan, dan mobilitas sosial.
3) Demografi merupakan studi tentang jumlah, penyebaran teritorial dan
komponen penduduk, serta perubahan-perubahan dan sebab-sebabnya.
c. Ethnicitic
Etnik adalah seperangkat kondisi spesifik yang dimiliki oleh kelompok
tertentu (kelompok etnik). Sekelompok etnik adalah sekumpulan individu

18 | P a g e
yang mempunyai budaya dan sosial yang unik serta menurunkannya kepada
generasi berikutnya. Etnik berbeda dengan ras. Ras merupakan sistim
pengklasifikasian manusia berdasarkan karakteristik visik, pegmentasi, bentuk
tubuh, bentuk wajah, bulu pada tubuh, dan bentuk kepala. Sedangkan budaya
merupakan keyakinan dan perilaku yang diturunkan atau yang diajarkan
manusia kepada generasi berikutnya[ CITATION Fer09 \l 1033 ]
d. Values and beliefs
Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenal apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Nilai budaya adalah
sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya baik atau
buruk. Sedangkan, norma budaya adalah aturan sosial atau patokan perilaku
yang dianggap pantas. Norma budaya merupakan sesuatu kaidah yang
memiliki sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Nilai dan
norma yang diyakini oleh individu tampak di dalam masyarakat sebagai gaya
hidup sehari-hari. [ CITATION Fal10 \l 1033 ]

2. Subsistem
a. Lingkungan Fisik
Perumahan : rumah yang dihuni oleh penduduk, penerangan, sirkulasi, dan
kepadatan.
b. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini gangguan
atau merawat atau memantau apabila gangguan sudah terjadi
c. Ekonomi
Tingkat social ekonomi komunitas secara keseluruhan apakah sesuai dengan
upah minimum regional (UMR), dibawah UMR atau diatas UMR sehingga
upaya kesehatan yang diberikan dapat terjangkau, misalnya anjuaran untuk
konsumsi jenis makanan sesuai status ekonomi tersebut.
d. Transportasi dan Keamanan

19 | P a g e
Keamanan dan keselamatan lingkungan tempat tinggal : apakah tidak
menimbulkan stress.
e. Politik dan pemerintahan
Politik dan kebijakan pemerintah terkait dengan kesehatan : apakah cukup
menunjang sehingga memudahkan komunitas mendapat pelayanan diberbagai
bidang termasuk kesehatan.
f. Komunikasi
Sarana komunikasi apa saja yang dimanfaatkan di komuitas tersebut untuk
meningkatkan pengetahuan terkait dengan gangguan nutrisi misalnya televisi,
radio, koran atau leaf let yang diberikan kepada komunitas.
g. Education
Apakah ada sarana pendidikan yang dapat digunakan untuk meingkatkan
pengetahuan?
h. Rekreasi
Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka dan apakah biayanya
terjangkau oleh komunitas. Rekreasi ini hendaknya dapat digunakan
komunitas untuk megurangi stress. [ CITATION Fal10 \l 1033 ]

B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian yang sesuai dengan data-data yang dicari, maka
kemudian dikelompokkan dan dianalisa seberapa besar stressor yang mengancam
masyarakat dan seberapa berat reaksi yang imbul pada masyarakat tersebut.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disusun diagnose keperawatan komunitas
dimana terdiri dari : masalah kesehatan, karakteristik populasi, dan karakteristik
lingkungan. [ CITATION Fal10 \l 1033 ]
C. Rencana Keperawatan
Tahap kedua dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa
yang harus dilakukan untuk membantu sasaran dalam upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Langkah pertama dalam tahap perencanaan adalah
menetapkan tujuan dan sasaran kegiatan untuk mengatasi masalah yang telah

20 | P a g e
ditetapkan sesuai dengan diagnose keperawatan. Dalam menentukan tahap berikutnya
yaitu rencana pelaksanaan kegiatan maka ada 2 faktor yang mempengaruhi dan
dipertimbangkan dalam menyusun rencana tersebut yaitu sifat masalah dan sumber
atau potensi masyarakat seperti dana, sarana, tenaga yang tersedia.
Dalam pelaksanaan pengembangan masyarakat dilakukan melalui tahapan
sebagai berikut :
a. Tahap persiapan
Dengan dilakukan pemilihan daerah yang menjadi prioritas menentukan cara
untuk berhubungan dengan masyarakat, mempelajari dan bekerjasama dengan
masyarakat.
b. Tahap pengorganisasian
Dengan persiapan pembentukan kelompok kerja kesehatan untuk menumbuhkan
kepedulian terhadap kesehatan dalam masyarakat. Kelompok kerja kesehatan
(Pokjakes) adalah suatu wadah kegiatan yang dibentuk oleh masyarakat secara
bergotong royong untuk menolong diri mereka sendiri dalam mengenal dan
memecahkan masalah atau kebutuhan kesehatan dan kesejahteraan, meningkatkan
kemampuan masyarakat berperan serta dalam pembangunan kesehatan di
wilayahya.
c. Tahap pendidikan dan latihan
1) Kegiatan pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat
2) Melakukan pengkajian
3) Membuat program berdasarkan masalah atau diagnose keperawatan
4) Melatih kader
5) Keperawatan langsung terhadap individu, keluarga, dan masyarakat
d. Tahap formasi dan kepemimpinan
e. Tahap koordinasi intersektoral
f. Tahap ahkir
Dengan melakukan supervise atau kunjungan bertahap untuk mengevaluasi serta
memberikan umpan balik untuk perbaikan kegiatan kelompok kerja kesehatan

21 | P a g e
lebih lanjut. Untuk lebih singkatnya perencanaan dapat diperoleh dengan tahapan
sebagai berikut :
1) Pendidikan kesehatan tentang gangguan nutrisi
2) Demonstrasi pengolahan dan pemilihan yang baik
3) Melakukan deteksi dini tanda-tanda gangguan kurang gizi melalui
pemeriksaan fisik dan laboratorium
4) Bekerja dengan aparat Pemda setempat untuk mengamankan lingkungan atau
komunitas bila stressor dari lingkungan.
5) Rujukan ke rumah sakit bila diperlukan

D. Implementasi
Pada tahap ini rencana yang telah disusun dilaksanakan dengan melibatkan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sepenuhnya dalam mengatasi masalah
kesehatan dan keperawat yang dihadapi. Hal-hal yang yang perlu dipertimbangkan
dalam pelaksaan kegiatan keperawatan kesehatan masyarakat adalah:
a. Melaksanakan kerja sama lintas program dan linytas sektoral dengan instansi
terkait
b. Mengikut sertakan partisipasi aktif individu, keluarga, masyarakat dan kelompok
dan kelompok masyarakat dalam menghatasi masalah kesehatannya.
c. Memanfaatkan potensi dan sumbar daya yang ada di masyarakat
Level pencagahan dalam pelaksanaan praktek keperawatan komunitas terdiri atas:
1) Pencegahan primer
Pencegahan yang terjadi sebelum sakit atau ketidak fungsian dan
diaplikasikannya kedalam populasi sehat pada umumnya dan perlindungan
khusus terhadap penyakit
2) Pencegahan sekunder
Pencagahan sekunder menekankan diagnosa diri dan intervensi yang tepat untuk
menghambat proses patologis, sehingga memperpendek waktu sakit dan
tingkatb keparahan.
3) Pencegahan tersier

22 | P a g e
Pencegahan tersier dimulai pada saat cacat atau terjadi ketidak mampuan sambil
stabil atau menetap, atau tidak dapat diperbaiki sama sekali. Rehabilitasi
sebagai pencegahan primer lebih dari upaya penghambat proses penyakit
sendiri, yaitu mengembalikan individu pada tingkat berfungsi yang optoimal
dari ketidak mampuannya.

E. Evaluasi
Evaluasi di dilakukan atas respons komunitas terhadap program kesehatan.
Hal-hal yang dievaluasi adalah masukan (input),pelaksanaan (proses),dan akhir akhir
(output).
Penilaian yang dilakukan berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai sesuai
dengan perencanaan yang telah disusun semula .Ada 4 deminsi yang perlu
dipertimbangkan dalam melaksanakan penilaian ,yaitu :Daya guna ,hasil guna ,
kelayakan ,kecukupan
Adapun dalam evaluasi difokuskan dalam :
a. Relevansi atau hubungan antara kenyataan yang ada dengan pelaksanaan
b. Perkembangan atau kemajuan proses
c. Efensiensi biaya
d. Efektifitas kerja
e. Dampak : apakah status kesehatan meningkat/ menurun , dalam rangka waktu
berapa ?
Perubahan ini dapat diamati seperti gambar dibawah ini :

Keterangan:

23 | P a g e
= peran dari masyarakat

= Peran perawat

Pada gambar diatas dapat dijelaskan alih peran untuk mendirikan klien dalam
menanggulangi masalah kesehatan ,pada awalnya peran perawat lebih beser dari
pada klien dan berangsur-angsur peran klien lebih besar dari pada perawat.

Tujuan akhir perawat komunitas adalah kemandirian keluarga yang terkait


lima tugas kesehatan yaitu :mengenal masalah kesehatan ,mengambil keputusan
tindakan kesehatan ,merawat anggota keluarga ,menciptakan lingkungan yang dapat
mendukung upaya peningkatan kesehatan keluarga serta menfaatkan fasilitas
pelayanaan kesehatan yang tersedia ,sedangkan pendekatan yang digunakan adalah
pemecahan masalah keperawatan yaitu melalui proses keperawatan .

BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus

Di  kelurahan Jabon posyandu Lansia Sejahtera terdapat 87 lansia dan 54 positif
tuberkulosis dan berdasarkan informasi dari kader posyandu Lansia yang terkena
positif TB karena mereka bekerja sebagai buruh kupas roti kadaluwarsa dari pabrik .

24 | P a g e
Antar rumah saling berdekatan sehingga jika terjadi kebakaran sangat sulit buat
petugas pemadam kebakaran untuk memadamkan api, pembangunan gorong- gorong
di sungai, sehingga air di bendung dan tidak mengalir lancar, selokan di depan rumah
warga banyak yang tersumbat, jalan di depan rumah kotor, banyak kardus basah sisa
sampah banjir yang di buang sembarangan, mayoritas warga beragama islam. Di
wilayah ini memiliki 2 masjid, 1 gereja, 1 paud , 1 TK, 1 SDN 1 jabon , untuk
beraktivitas warga menggunakan sepeda  motor untuk alat transportasi. Biasanya 

3.2 PENGKAJIAN
Di kelurahan Jabon posyandu pelangi
A.    DATA INTI
Di kelurahan Jabon posyandu Sejahtera terdapat 87 lansia
Pekerjaan   : bekerja sebagai buruh kupas roti kadaluwarsa dari pabrik
Agama          : mayoritas islam
Data statistik:Berdasarkan informasi dari kader setempat
Lansia yang terkena Tuberculosis dikarenakan kurang menjaga kebersihan
lingkungan serta mereka yang terkena positif Tuberculosis engan memakai masker
ketika batuk.
B.     DATA  SUBSISTEM
1.      Lingkungan Fisik
a.       Perumahan dan lingkungan: antar rumah berdekatan, tipe rumah
permanen, pembangunan gorong- gorong di sungai belum terselesaiakan
sehingga air di bendung dan tidak mengalir lancar, selokan di depan
rumah warga banyak yang tersumbat, jalan di depan rumah kotor, banyak
kardus basah sisa sampah banjir yang di buang sembarangan serta bekas
bungkus roti yng berserakan di mana-mana yang menjadi sarang lalat
hijau.
b.      Lingkungan terbuka : mayoritas tidak mempunyai halaman rumah yang
luas, serta tidak mmemiliki daerah resapan air di rumahnya masing
masing

25 | P a g e
c.       Kebiasaan: lansia ketika batuk tidak memakai masker, dan ketika
diadakan posyandu lansia meraka sering kali tidak mau datang
dikarenakan tidak ada yang mengantar
d.      Transportasi: keluarga mengantarkan lansia ke posyandu dengan jalan
kaki sedangkan untuk beraktivitas biasanya menggunakan sepeda motor
e.       Pusat pelayanan:  terdapat 1 posyandu dan 1 puskesmas
f.       Tempat belanja: dipasar tradisional dan mini market
g.      Tempat ibadah: 1 masjid dan 1 gereja
2.      Pelayanan Kesehatan Dan Sosial
Pelayanan kesehatan terdapat 1 posyandu dan 1 puskesmas.
3.      Ekonomi
Berdasarkan hasil wawancara, penghasilan rata- rata kepala keluarga perbulan
Rp. 900.000- 1.500.000.
4.      Keamanan Dan Transportasi
Bila terjadi kebakaran, mobil pemadam kebakaran kesulitan untuk masuk di
pemukiman warga karena jarak antar rumah berdekatan dan gangnya sangat
sempit. Mayoritas warga menggunakan alat transportasi sepeda motor untuk
pergi beraktivitas.
5.      Pemerintahan
Posyandu Sejahtera merupakan RT 01 dan RW 02 di kelurahan Jabon
Kader yang dimiliki sebanyak 3 orang.
6.      Politik
Pemerintah sudah memberikan pelatihan kepada kader, untuk mengajarkan
kepada lansia dan keluarga , agar memberikan obat anti TBC secara teratur
selama 6 bulan rutin
7.      Komunikasi
Komunikasi lansia yang dilakukan pada balitanya dengan komuniaksi verbal
maupun non verbal. Informasi dari RT/RW setempat dialkuakn dengan
menggunakan pengeras suara melalui siaran di masjid.
8.      Pendidikan

26 | P a g e
Tingkat pendidikan lansia rata rata lulusab SD
Terdapat 1 TK, 1 Paud, 1 SDN Jabon.
9.      Rekreasi
Dari hasil wawancara, para lansia tidak mau ikut ketika diajak keluarganya
untuk berekreasi, karena mereka sering bingung dan pusing ketika diajak jalan
jauh oleh keluarganya
                                      

27 | P a g e
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
.
1 DS Kurang Pengetahuan yang
kurang tentang
¶ Dari hasil wawancara dengan pengetahuan
penyakit TB Paru
keluarga bahwa lansia yang tentang penyakit akan terbentuk
sikap dan perilaku
menderita TB Paru tidak TB paru
hidup lansia yang
memeriksakan / mengontrol salah sehingga
mendorong
kesehatannya ke puskesmas
seseorang untuk
¶ Dari hasil wawancara dengan tidak melakukan
pengobatan dan
keluarga bahwa lansia tidak rutin
pencegahan TB
mengambil obat TB ke Puskesmas yang benar serta
cenderung dapat
¶ Dari hasil wawancara dengan
menularkan bakteri
keluarga bahwa sebagian lansia TB dalam periku
kehidupan sehari-
banyak yang mengalami putus
harinya
obat dan kambuh akibat
pengobatan yang tidak tuntas atau
juga karena bosan/ lupa tidak
minum obat TB akibat kesibukan
kerja.
¶ hasil wawancara menunjukan
bahwa sebanyak 60 % dari warga 
yang memiliki ventilasi, tidak
pernah membuka jendela nya
DO
¶ Jumlah penderita TB Paru TB
Paru sebanyak 87 orang (83,5%)
¶ Warga yang belum memiliki
ventilasi sebanyak 47 KK (74,31
%)

28 | P a g e
¶ Penerangan rumah oleh
matahari yang kurang sebanyak
44 KK (23,10 %)
¶ hasil survey menunjukan bahwa
sekitar 32% rumah warga kurang
pencahayaan sehingga tampak
gelap dn ruangan di dalam rumah
tampak gelap
2. DS Kurang Pengetahuan yang
kurang tentang
¶ Dari hasil wawancara dengan pengetahuan
perawatan TB paru
warga bahwa Mayoritas tentang perawatan mengakibatkan
perilaku yang salah
masyarakat tidak tahu tentang penyakit TB paru
sehingga dapat
perawatan TB Paru sehingga mengakibatkan
penularan penyakit
mereka kadang-kadang meludah/
TB Paru
berdahak di sembarang tempat
(kadang di got, di jalan umum)
DO
¶ warga yang memilki
pengetahuan tentang TB paru
sebanyak 23%
¶ Warga yang tidak memilki
cukup pengetahuan TB paru
sebanyak 57%
¶ Penerangan rumah oleh
matahari yang kurang sebanyak
44 KK (23,10 %.
¶ hasil survey menunjukan bahwa
sekitar 32% rumah warga kurang
pencahayaan sehingga tampak
gelap dn ruangan di dalam rumah

29 | P a g e
tampak gelap
3. DS= Kurangnya peranan Fasilitas pelayanan
kesehatan yang
¶  dari hasil wawancara ternyata fasilitas pelayanan
kurang/ tidak
warga masyarakat belum pernah kesehatan memadai sesuai
dengan kapasitas
mendapatkan informasi tentang
masyarakat
penyakit TB paru baik dari tenaga menyebabkan
kurang
kesehatan maupun melalui leaflet.
terpenuhinya
¶  Dari hasil wawancara ternyata pelayanan
kesehatan kepada
Pada daerah tersebut belum
masyarakat
pernah diadakan penyuluhan termasuk pelayan
promotif, preventif,
kesehatan tentang penyakit TB
kuratif dan
Paru. rehabilitatif
terhadap penderita
DO
TB Paru
¶  fasilitas pelayanan kesehatan di
daerah tersebut hanya terdapat 1
buah puskesmas pembantu
¶  Pendidikan warga yang lulusan
SD sebanyak 180 KK (47,2 %)
¶  Pendidikan warga yang lulusan
SD sebanyak 101 KK (26,5 %)
¶  Warga yang tidak bersekolah
sebanyak 24 KK (6,3%)
¶  warga yang memilki
pengetahuan tentang TB paru
sebanyak   23%
¶  Warga yang tidak memilki
cukup pengetahuan TB paru
sebanyak   57%

30 | P a g e
3.3. Diagnosa Keperawatan

1.      Resiko terjadi peningkatan prevalensi penyakit TB Paru di RT01 RW 02


Kelurahan Jabon berhubungan dengan Kurang pengetahuan tentang penyakit TB
paru, di tandai dengan lansia yang menderita TB Paru tidak memeriksakan /
mengontrol kesehatannya ke puskesmas, mayoritas lansia tidak rutin mengambil obat
TB ke Puskesmas, sebagian lansia banyak yang mengalami putus obat dan kambuh
akibat pengobatan yang tidak tuntas atau juga karena bosan/ lupa tidak minum obat
TB akibat kesibukan kerja, sebanyak 60 % dari warga  yang memiliki ventilasi, tidak
pernah membuka jendela nya, Jumlah penderita TB Paru TB Paru sebanyak 23 orang
(43,5%), Warga yang belum memiliki ventilasi sebanyak 47 KK (34,31 %),
Penerangan rumah oleh matahari yang kurang sebanyak 44 KK (23,10 %), hasil
survey menunjukan bahwa sekitar 32% rumah warga kurang pencahayaan sehingga
tampak gelap dn ruangan di dalam rumah tampak gelap
2.      Resiko penularan penyakit TB paru di RT 01 RW 02 Kelurahan Jabon
berhubungan dengan Kurang pengetahuan tentang perawatan penyakit TB paru
ditandai dengan Mayoritas lansia tidak tahu tentang perawatan TB Paru sehingga
mereka kadang-kadang meludah/ berdahak di sembarang tempat (kadang di got, di
jalan umum), lansia yang memilki pengetahuan tentang TB paru sebanyak   23%,
lansia yang tidak memilki cukup pengetahuan TB paru sebanyak   57%, Penerangan
rumah oleh matahari yang kurang sebanyak 44 KK (23,10 %., hasil survey
menunjukan bahwa sekitar 32% rumah warga kurang pencahayaan sehingga tampak
gelap dn ruangan di dalam rumah tampak gelap)
3.      Kurang pengetahuan tentang perawatan TB paru di RT 01 RW 02 Kelurahan
jabon berhubungan dengan Kurangnya peranan fasilitas pelayanan kesehatan
ditandai dengan, lansia belum pernah mendapatkan informasi tentang penyakit TB
paru baik dari tenaga kesehatan maupun melalui leaflet, Pada daerah tersebut belum
pernah diadakan penyuluhan kesehatan tentang penyakit TB Paru, fasilitas pelayanan
kesehatan di daerah tersebut hanya terdapat 1 buah puskesmas pembantu , warga

31 | P a g e
yang memilki pengetahuan tentang TB paru sebanyak   23%, lansia yang tidak
memilki cukup pengetahuan TB paru sebanyak   57%

Prioritas Masalah

Tingkat
Perhatian  Poin bahaya
Kemungkinan
masyarakat prevalensi
1 : untuk dikelola
1 : rendah 1 : rendah rendah
1 : rendah
Masalah 2 : sedang 2 : sedang 2 : score
2 : sedang
sedang
3: tinggi 3: tinggi
3: tinggi
3: tinggi
4:sangat 4:sangat
4:sangat tinggi
tinggi tinggi 4:sangat
tinggi

Resiko terjadi peningkatan


prevalensi penyakit TB Paru
di RT 01 RW 02 Kelurahan
Krembangan Surabaya 4 4 4 3 192

Resiko penularan penyakit


TB paru di RT 01 RW 02
Kelurahan Krembangan
Surabaya 4 3 4 3 144

Kurang pengetahuan tentang


perawatan TB paru di RT 01
RW 02 Kelurahan
Krembangan Surabaya 2 3 2 4 48

32 | P a g e
3.4 Rencna Keperawatan.

Dx 1 : Resiko terjadi peningkatan prevalensi penyakit TB Paru di RT01 RW 02


Kelurahan Jabon berhubungan dengan Kurang pengetahuan tentang penyakit TB
paru

Tujuan jangka pendek : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 minggu di


harapkan tidak terjadi peningkatan prevalensi penyakit TB

Tujuan jangka panjang :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan masyarakat dapat :

f. Semua penduduk yang menderita TB Paru memeriksakan kesehatannya ke


puskesmas
g. Masyarakat rutin mengambil obat TB di puskesmas
h. Masyarakat yg menderita TB Paru tidak mengalami putus minum obat dan
rutin minum obat
i. Masyarakat membuka jendela kamarnya
j. Warga yang belum memiliki ventilasi dapat membuat ventilasi
k. Pencahayaan yang cukup

Intervensi :

2 Identifikasi faktor internal dan ekternal yang dapat meningkatkan atau


menurunkan motivasi untuk memeriksakan diri ke puskesmas
3 Identifikasi penyebab masyarakat tidak mengambil obat di puskesmas
4 Identifikasi penyebab masyarakat putus obat
5 Beri penyuluhan tentang TB Paru dan akibat tidak mengkonsumsi obat
dengan benar serta penyebab putus obat

Dx 2 : Resiko penularan penyakit TB paru di RT 01 RW 02 Kelurahan Jabon


berhubungan dengan Kurang pengetahuan tentang perawatan penyakit TB paru

33 | P a g e
Tujuan jangka pendek : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 minggu di
harapkan tidak terjadi penyakit TB Paru

Tujuan jangka panjang :

Seteh dilakukan tindakan keperawatan masyarakat dapat :

1. Masyarakat tau tentang perawatan TB Paru


2. Masyarakat dapat mengkhususkan alat tenun dan alat makan antara penderita
dengan orang yang sehat
3. Warga yang memiliki pengetahuan tentang TB Paru
4. Warga memiliki cukup pengetahuan tentang TB Paru
5. Penerangan rumah oleh matahari cukup
6. Pencahayaan dalam rumah tampak terang

Intervensi :

1. Berikan penyuluhan tentang perawatan penyakit TB Paru


2. Jelaskan pada masyarakat untuk mengkhususkan alat tenun dan makan antara
penderita TB dan orang sehat
3. Jelaskan kepada masyarakat pentingnya penerangan rumah oleh matahari
4. Anjurkan masyarakat untuk memiliki pencahayaan dalam rumah yang terang

Dx 3 : Kurang pengetahuan tentang perawatan TB paru di RT 01 RW 02 Kelurahan


jabon berhubungan dengan Kurangnya peranan fasilitas pelayanan kesehatan

Tujuan jangka pendek : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 minggu


diharapkan pengetahuan masyarakat meningkat tentang TB Paru serta peranan
fasilitas pelayanan kesehatan meningkat

Tujuan jangka panjang :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan masyarakat dapat :

34 | P a g e
1. Pengetahuan masyarakat tentang TB Paru meningkat (80%)
2. Masyarakat mengetahui tentang TB Paru, penyebab, cara pencegahan dan
penularan
3. Adanya penyuluhan dari tenaga kesehatan tentang TB Paru
4. Fasilitas pelayanan kesehatan di daerah tersebut meningkat

Intervensi :

 Identifikasi pengetahuan masyarakat tentang TB Paru


 Lakukan penyuluhan kesehatan tentang TB Paru (pengertian, penyebab, cara
pencegahan dan penularan )
 Anjurkan untuk meningkatkan fasilitas pelayanan kesehatan

3.5 RESUME

ANALISIS KELOMPOK

1. Di data inti pada 8 sub sistem sudah sinkron di dalam kasusnya tetapi di analisa
data tidak sinkron sama kasus.
2. Karena di hasil analisa data terdapat data subjekif menunjukan sebanyak 60%,
47 KK,32,10 dari hasil tersebut tidak dapat di dalam kasus.

35 | P a g e
3. Dari diagnosa sudah menggunakan problem,etiologi dan symtom.
Diagnosa pertama
 Problem : Resiko terjadi peningkatan pravelensi penyakit TBC
 Etiologi : berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit
TBC paru
 Symtom : di tandai dengan lansia yang menderita TBC Paru tidak
memeriksakan/mengontol kesehatanyan di puskesmas

Diagnosa ke dua

 Promblem : resiko penularan penyakit TBC Paru d


 Etiologi : kurang pengetahuan tentang perawatan penyakit TBC Paru
 Symtom : di tandai dengan mayoritas lansia tidak tau tentang perawatan
TBC Paru

Diagnosa ke tiga

 Promblem : kurang pengetahuan tentang perawatan TBC Paru


 Etilogi : berhubungan dengan kurangnya peranan falitas pelayan
 Symtom : lansia belum pernah mendapatkan informasi tentang
penyakit TBC Paru

Dari 3 diagnosa di atas tidak sama pada buku NANDA-1 Diagonosa


Keperwatan Defenisi dan Klasifikasi 2018-2020

4. Intervensi
Intervensi keperwatan di atas tidak terdapat pada Nursing Interrvensions
Clasification(NIC) Edisi ke enam .

36 | P a g e
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

TBC adalah: penyakit menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium


tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainya.
TBC merupakan penyakit yang sangat infeksius dengn gejala sebagai berikut:
batuk darah, sesak napas, nyeri dada, malaise, anoreksia, dahak bercampur darah,
sakit kepala, nyeri otot dan berkeringat di malam hari.
Obat-obatan yang digunakan untuk menyembuhkan TBC adalah kombinasi
dari: rifamicin, isonaizid, pyrazinamid, ethambutol dan streptomycin.
Dengan menyimak pada permasalahan yang terjadi  di Desa Bilalang 2 dapat
kita tarik kesimpulan bahwa Desa bilalang 2 masih memerlukan perhatian yang serius
dari pemerintah baik oleh pemerintah daerah maupun oleh pemerintah provinsi
terutama di bidang pendidikan dan bidang kesehatan yang perlu di berikan perhatian
lebih begitupun dengan bidang-bidang lainnya yang memerlukan tindakan nyata dan
perhatian juga dari semua pihak.
Upaya yang di lakukan untuk mengurangi penanganan penyakit kronis
diperlukan program yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif secara
berkesinambungan [ CITATION Maw13 \l 1033 ]

37 | P a g e
4.2 Saran

Dengan di buat makalah ini di harapakan dapat menambah pengetahuan serta


wawasan pembaca dalam memahami dan mengetahui tentang penyakit TBC serta
dapat meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta kita dalam penanggulangan
TBC di masyarakat. Selanjutnya kami pembuat makalah sangat mengharapkan kritik
dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya.

38 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

(Brunner & Suddarth,. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 vol 3.
Jakarta : ECG.

Brunner & Suddarth. (Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8 vol 3). 2002.
Jakarta : ECG.

Fallen,R,& Budi Dwi K. (2010). Catatan Kulia Komunitas . Yogjakarta : Nuha


Medika .

Ferry Efend, M. (2009). Keperawatan Keshatan Komunitas . Jakarta: Salembe


Medika.

Indonesia, D. K. (2006). pedoman nasional penanggulang tuberkosis . Jakarta:


Depkes RI.

Mawaddah Assupina1, Misnaniarti2, Anita Rahmiwati2 . (2013). ANALISIS


IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS
(PROLANIS) PADA DOKTER KELUARGA PT ASKES DI KOTA
PALEMBANG TAHUN 2013. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 254-261.

Megawati 1 , Suriah2 , Rusli Ngatimin3, Ahmad Yani4. (2018). EDUKASI TB


PARU PENGETAHUAN SIKAP KADER POSYANDU MELALUI
PERMAINAN SIMULASI MONOPOLI . MPPKI Media Publikasi Promosi
Kesehatan Indonesia The Indonesian Journal of Health Promotion , 6-11.

Santosa dan Budi . (2007). Panduan Diagnosis Keperwatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika.

Shefi Umiasih , Oktia Woro Kasmini Handayani . (2018). PERAN SERTA


KELOMPOK MASYARAKAT PEDULI PARU SEHAT DALAM
PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS . HIGEIA

39 | P a g e
JOURNAL OF PUBLIC HEALTH RESEARCH AND DEVELOPMENT , 125-
136.

WHO. (2013). 10 Fact On Non Noncommunicable Disease Publication Data: .


Library Cataloging : WHO.

40 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai