Disusun Oleh:
Adrian Taufik
04711099
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2009
i
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh:
Adrian Taufik
04711099
Juni 2009
Disetujui Oleh:
Kepala Puskesmas
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta
hidayah-Nya. Sholawat dan salam pada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta
seluruh sahabat, keluarga dan pengikutnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan ini.
Laporan Plan of Action (PoA) Cakupan Suspek TB Paru di Puskesmas Borobudur,
disusun untuk memenuhi sebagian syarat Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia di Puskesmas Borobudur. Penulisan laporan
ini tentunya tidak akan berhasil tanpa bantuan dari berbagai pihak yang senantiasa
membimbing dan memberikan semangat. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala
kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada :
1. dr. Farida Pudji Astuti selaku Kepala Puskesmas Borobudur
2. dr. Yuniar Selaku dokter di Puskesmas Borobudur
3. dr. Siswanto Selaku dokter di Puskesmas Borobudur
4. Staf dan Karyawan Puskesmas Borobudur
5. Dosen dan staf Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
6. Teman-teman Dokter Muda Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
7. Serta berbagai pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu.
Dengan segala keterbatasan yang ada penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sehingga laporan ini bisa disempurnakan dan dapat memberi manfaat. Amin
(Penulis)
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..
LEMBARPENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI ..
iv
DAFTAR GAMBAR ..
vi
DAFTAR TABEL ..
Vii
BAB I. PENDAHULUAN .
12
13
16
16
16
18
20
21
21
22
23
25
29
iv
31
34
IV.1. Kesimpulan
34
IV.2. Saran ..
34
DAFTAR PUSTAKA .
35
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Panduan OAT pada TB Paru .
16
18
23
26
26
27
27
29
31
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pikir Pemecahan Masalah ...
13
14
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkulosis atau TBC adalah suatu infeksi bakteri kronik yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis, yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 14/Um dan tebal 0,3-0,6/Um. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru
dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia, atau dapat dikatakan bahwa bakteri ini
telah menginfeksi 1/3 penduduk dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98%
kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang kematian ini
merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat dilakukan
pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang.
Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena
kehamilan, persalinan, dan nifas. (Depkes RI, 2008)
Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah
penyakit jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995
menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia
dan nomor I dari golongan infeksi. Antara tahun 1979 - 1982 telah dilakukan survey
prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk.
(SKRT, 2001)
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3
penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah
sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangkau unit
pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per
tahun. (http:www.sysinfokestb.org)
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat
kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang
terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut. (http:www.infeksi.com)
Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection =
ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1 - 3 %. Pada daerah
dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh)
orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi
penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari
keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1 %, maka
diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap
tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi
kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah daya tahan tubuh yang rendah;
diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS. (Depkes, 2008)
Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati (Tanpa pengobatan), setelah lima
tahun, 50% dari penderita TB akan meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan
daya tahan tubuh tinggi, dan 25% sebagai kasus kronik yang tetap menular. (WHO
2003)
Pengaruh Infeksi HIV: Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem
daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi
oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah
bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka
jumlah penderita TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat
akan meningkat pula.
Keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah tanpa keluhan sama sekali. Gejala yang terbanyak adalah:
a. Demam subfebril menyerupai influenza, tetapi kadang-kadang dapat mencapai
40-41oC. Demam dirasakan hilang timbul sehingga pasien merasa tidak pernah
terbebas dari demam.
b. Batuk yang terjadi karena iritasi bronkus. Batuk diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar.
(nonproduktif)
kemudian
Sifat
setelah
batuk dimulai
timbul
peradangan
dari
batuk kering
menjadi
produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis
terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak napas biasanya ditemukan pada penyakit yang sudah meliputi setengah
bagian paru-paru.
d. Nyeri dada timbul bila terjadi infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
Terjadi
gesekan kedua
pleura
sewaktu
pasien
menarik/melepaskan napas.
e. Malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
Penemuan penderita TB dilakukan secara Pasif, artinya penjaringan tersangka
penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan
kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif,
baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan
penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan Passive
Promotive Case Finding
Selain itu, semua kontak penderita TB paru BTA positif dengan gejala sama,
harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan
tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah penyakit menular
yang dapat mengakibatkan kematian.Semua tersangka penderita harus diperiksa 3
spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut, yaitu Sewaktu Pagi Sewaktu
(S-
P-S).
Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang sulit.
Sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak didasarkan atas gambaran klinis,
gambaran radiologis dan uji tuberkulin.
ditegakkan dengan
menelan obat setiap hari dan diawali langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan
tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
2. Tahap lanjutan.
Tahap lanjutan, dengan melalui kegiatan sterilisasi kuman pada
pengobatan jangka pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan
konvensional. Pada tahap ini penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
Panduan OAT disediakan dalam bentuk paket OAT-KDT & kombipak
dengan tujuan untuk memudahkan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan
sampai selesai satu paket untuk satu penderita dalam satu masa pengobatan.
Tabel 1. Panduan OAT pada TB Paru
Panduan OAT
Fase awal
Fase lanjutan
2RHZS(E)
4RH
2RHZS(E)
4R3H3
2RHZES/1RHZE
5HRE
Gagal
2HRZES/1RHZE
5R3H3E3
2RHZ
4RH
2RHZ/2R3H3Z3
4R3H3
penderita
Kategori 1
luar paru
Kategori 2
Kategori 3
Pengobatan ulang :
1.2.1. DOTS
DOTS atau kependekan dari Directly Observed Treatment Short-course
adalah strategi penyembuhan TBC jangka pendek dengan pengawasan secara
langsung.
menanggulangi TBC.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu :
1. Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh
menanggulangi TBC.
2. Diagnosis
penyakit
TBC
melalui
pemeriksaan
dahak
secara
mikroskopis.
3. Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek,
diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat).
4. Tersedianya paduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten.
5. Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standar.
1.3.
Perumusan Masalah
Berdasarkan data pencapaian kegiatan P2 TB Paru dalam hal cakupan suspek TB
2.
3.
Apa saja kegiatan yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut ?
1.4.
Tujuan Penulisan
1.
2.
3.
4.
5.
BAB II
ANALISIS PEMECAHAN MASALAH
2.1. Program P2 TB
Sebagai bagian dari upaya pelayanan kesehatan masyarakat, puskesmas
adalah penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat
pertama dan sebagai unit pelaksana dinas kesehatan kabupaten/kota yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah
kerja. Selain dari pada itu tujuan dari pembangunan kesehatan oleh puskesmas adalah
mendukung
tercapainya
tujuan
pembangunan
kesehatan
nasional,
yakni
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat
2010
(Notoatmodjo, 2003).
Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) adalah
upaya untuk menurunkan dan mengurangi angka kesakitan dan angka kematian
akibat penyakit menular.
Secara epidemiologis, pemberantasan penyakit menular harus memperhatikan
faktor-faktor: host, agent, environment dan time, place, person sehingga upaya
pemberantasannya harus dapat memutuskan rantai penularan penyakit.
Kegiatan pokok dari upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit adalah:
1. Surveilans epidemiologi, meliputi pengamatan penyakit menular, pemantauan
wilayah setempat, pengamatan vektor, dan pemeriksaan laboratorium.
2. Pengobatan penderita, baik yang bersifat pencegahan atau penyembuhan
dalam rangka memutuskan mata rantai penularan.
3. Pemberantasan vektor secara mekanis, kimiawi dan biologi.
4. Imunisasi
5. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Pada program P2M yang menjadi indikator kinerja berdasarkan target Dinas
Kesehatan Magelang tahun 2006 pada masing-masing kegiatan pokok, yaitu: P2
Malaria, P2 TB Paru, P2 ISPA, P2 Diare, P2 DBD, P2 HIV/AIDS, P2 Kusta, P2
Polio, dan Imunisasi.
Program penanggulangan tuberkulosis adalah salah satu indikator kinerja pada
program P2M. Program penanggulangan tuberkulosis adalah upaya untuk
menurunkan dan mengurangi angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit
menular tuberkulosis.
Tujuan penanggulangan tuberkulosis menurut Depkes (2002), yaitu :
a) Jangka Panjang
Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian penyakit tuberkulosis,
dengan cara memutuskan rantai penularan, sehingga penyakit tuberkulosis
tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
b) Jangka Pendek
Tercapainya angka kesembuhan minimal 85% dari semua penderita baru BTA
positif yang ditemukan dan tercapainya cakupan penemuan penderita secara
bertahap sehingga pada tahun 2005 dapat mencapai 70% perkiraan semua
penderita baru BTA positif.
penderita
dilaksanakan
pada
mereka
yang
datang
maupun
masyarakat,
untuk
meningkatkan
cakupan
10
b) Pengobatan
Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-9 bulan, supaya semua kuman
dapat dibunuh.
2. Peningkatan SDM : dengan pelatihan diberikan kepada semua tenaga yang
terkait dengan Program Penanggulangan TBC. Diantaranya :
a) Pelatihan dokter dan paramedis UPK (RS, puskesmas, BP4, Poliklinik,
dsb)
b) Pelatihan staf kabupaten/kota
3. Monitoring dan evaluasi
a) Supervisi
Supervisi dilaksanakan secara rutin, teratur, dan terencana
Supervisi ke UPK (misalnya puskesmas, RS, BP4 termasuk
laboratorium) dilaksanakan sekurang-kurangnya 3 bulan sekali.
Supervisi ke kabupaten/kota dilaksanakan sekurang-kurangnya 6
bulan sekali
b) Pertemuan monitoring
Pertemuan monitoring dilaksanakan secara berkala dan terus menerus,
untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan
kegiatan yang telah direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan
perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak waktu lebih lama,
biasanya setiap 6 bulan-1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh
mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai.
4. Promosi
a) Advokasi
b) Kemitraan
c) Penyuluhan
11
12
Penyusunan rencana
penerapan
Penetapan pemecahan
masalah terpilih
13
PROSES
OUTPUT
Man
Money
Method
Material
Machine
P1
P2
P3
Cakupan
program
LINGKUNGAN
Gambar 2 di atas menjelaskan proses pengkajian masalah berdasarkan metode
pendekatan sistem. Dalam hal ini kita lihat apakah output (skor pencapaian suatu
indikator kinerja) mengalami masalah atau tidak. Apabila ternyata bermasalah,
penyebab masalah tersebut dapat kita analisis dari input dan proses kegiatan tersebut.
Input
14
dan machine (peralatan). Proses menjelaskan fungsi manajemen yang meliputi tiga
indikator yaitu: P1 (perencanaan), P2 (penyelenggaraan) dan P3 (pengawasan,
pemantauan, dan penilaian). Sedangkan yang dimaksud dengan lingkungan adalah
segala
sesuatu
ataupun
kondisi
disekitar
ruang
lingkup
kehidupan
15
BAB III
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
3.1 Analisis / Inventarisasi Penyebab Masalah
Dari data SPM yang telah diolah dapat diketahui bahwa pencapaian indikator
kinerja cakupan suspek TB paru selama periode Januari s/d
sebesar 17, 36%. Hasil tersebut menjadi masalah karena target pencapaian kurang
dari 100%. Masalah ini selanjutnya akan dilakukan analisis untuk menentukan
kemungkinan penyebab masalah dengan metode pendekatan sistem (input, proses,
lingkungan, dan output). Pendekatan input meliputi 5M (Man, Money, Methode,
Material, Machine) yang akan dibahas sebagai berikut :
Kekurangan
tersangka TB.
menangani penderita TB di
- Kurang optimalnya
puskesmas.
suspek TB.
menjalankan program P2 TB
16
Money
pengobatan.
Method
Material
pemeriksaan fisik.
17
TB.
mengirimkan dahaknya)
Kelebihan
Kekurangan
- Menggunakan metode
finding
suspek TB.
18
diperiksa di laboratorium
riwayat
batuknya
lebih
ke
Puskesmas
setempat
- Belum semua orang
dengan kriteria tersangka
TB yang terjaring di
poliklinik terutama di
pustu dapat diperiksa
dahaknya (dahak tidak
keluar).
- Beberapa tersangka TB
yang tidak kembali untuk
mengumpulkan sampel.
- Kurangnya jumlah kader
TB, saat ini hanya 5 desa
yang memiliki kader TB.
Sehingga masih banyak
desa lainnya yg tidak
dapat terpantau secara
maksimal.
- Penyuluhan dilakukan
jika ditemukan suspek
penderita TB dan hanya
dilakukan kepada keluarga
suspek penderita TB.
19
P3 (Pengawasan
- Laporan program P2 TB
dan
Pengendalian)
20
21
22
Penyebab Masalah
- Meningkatkan pelatihan
kesehatan.
tersangka TB.
- Menjelaskan protap
penjaringan suspek TB kepada
petugas kesehatan.
2.
3.
4.
mengeluarkan dahak.
23
6.
7.
Meningkatkan pengetahuan
menularkan penyakit.
pada masyarakat.
Pembuatan rencana/jadwal
8.
24
3.5
25
a. Berdasarkan Urgensi/Kemendesakan
Tabel 5. Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah Berdasarkan Urgensi/
Kemendesakan Cakupan Suspek TB
Pemecahan Masalah
Horizontal
B
C
D
E
Vertikal
Horizontal
Total
b. Berdasarkan Kegawatan
Tabel 6. Penentuan Prioritas Pemecahan Masalah Berdasarkan
Kegawatan Cakupan Suspek TB
Pemecahan Masalah
Horizontal
B
C
D
E
Vertikal
Horizontal
Total
26
Horizontal
B
C
D
E
Vertikal
Horizontal
Total
Dari hasil perumusan tiga unsur yang telah dilakukan menurut metode Hanlon
kualitatif yang dinilai dari aspek urgensi (urgency), kegawatan (serioussness), dan
kecenderungan penyebarannya (growth), maka urutan prioritas pemecahan masalah
adalah seperti yang tertulis di bawah ini :
Pemecahan Masalah
Total
Prioritas
III
memiliki
kader,
dapat
menemukan
agar
tersangka
27
2.
10
II
IV
Meningkatkan
pengetahuan
penyakit
menjelaskan
TBC,
pentingnya
Pembuatan
rencana/jadwal
ada
di wilayah kerja
Puskesmas Borobudur.
5.
28
diberikan dalam ruang lingkup yang lebih luas, berdasarkan jumlah desa/pustu
yang ada di wilayah kerja Puskesmas Borobudur.
C. Meningkatkan pelatihan tentang TBC bagi petugas kesehatan dan kader, serta
merekrut kader-kader baru bagi desa - desa yang belum memiliki kader, agar
dapat menemukan tersangka TBC secara aktif.
D. Penggunaan metode yang lebih bersifat proaktif.
E. Pemberian reward kepada kader, misalnya dengan memberikan kartu kesehatan
(DIY: Memberikan kartu Jamkesos kepada para kader posyandu).
Kegiatan
bahaya
stigma
TB,
sekaligus
negative
yang
berkembang di masyarakat
2.
Kegiatan
penyuluhan
bersifat continue.
lebih luas.
29
3.
Meningkatkan
pengetahuan
TB dengan tepat
Meningkatkan
kesehatan
agar
- Merekrut kader.
peran
lebih
serta
aktif
Memberikan
motivasi
30
Kegiatan
Tujuan
Sasaran
Waktu
Pelaksana
Biaya
Tempat
Kader
3 bulan
Petugas
Dana
Puskesmas
Ceramah,
Masyarakat
Posyandu
sekali
kesehatan
operasional
Borobudur
pembagian
paham dan
leaflet
mengerti
Penyuluhan tentang
Meningkatkan
penyakit TBC,
pengetahuan serta
menjelaskan
kesadaran
dan
Puskesmas
P2 TB atau
atau
pentingnya
masyarakat
suspek TB
Borobudur
swadaya
Balai desa
pemeriksaan sampel
tentang bahaya
masyarakat
Metode
Tolok Ukur
mengenai
penyakit TBC
menghapus
yang berkembang
di masyarakat.
31
NO
Kegiatan
2. - Pembuatan
penyuluhan
penyuluhan
terprogram
promosi
- Pelatihan yang
Sasaran
Waktu
Pelaksana
Biaya
Tempat
Metode
1 bulan
Koor
Dana
Puskesmas
sekali
dinator
operasional
Borobudur
Program
P2 TB
Kegiatan
rencana/jadwal
- Pembuatan Media
3.
Tujuan
P2 TB
berjalan lancar,
Puskesmas
Tolok Ukur
- Jadwal
kegiatan telah
dibuat, dan
- Media
promosi telah
serta bersifat
dibuat (poster,
continue.
leaflet, dll).
Meningkatkan
- Tenaga
Dokter
Dana
Puskesmas
Puskesmas
operasional
Borobudur
teratur kepada
pengetahuan dan
Kesehatan,
petugas kesehatan
pemahaman
- Kader
tentang cara
tenaga kesehatan
Posyandu,
Borobudur
menjaring
tentang
dan Kader
mampu
tersangka TB
bagaimana cara
TB
menjaring
dengan tepat.
menjaring
tersangka TB -
- Perekrutan kader
tersangka TB
- Kader TB
TB (optimalisasi
dengan tepat
telah direkrut.
P2 TB
Penyuluhan
- Petugas
kesehatan
Puskesmas
peran kader
posyandu).
32
NO
Kegiatan
4.
Penggunaan metode
Tujuan
Sasaran
Waktu
Pelaksana
Biaya
Meningkatkan
Petugas
Setiap ada
Petugas
Dana
passive proactive
angka cakupan
Kesehatan
penderita
kesehatan
operasional
case finding
TB
dan
suspek TB Puskesmas
Tempat
Metode
Tolok Ukur
Masing-
Sosialisasi
Meningkatnya
masing Pustu
kepada
temuan kasus
petugas
TB dan suspek
kesehatan
TB
P2 TB
Kader TB
yang ada di
pustu
5.
Memberikan
memberikan reward
Setiap
Petugas
Dana
motivasi dan
saat/setiap
kesehatan
operasional
temuan kasus
meningkatkan
ditemukan
Puskesmas
P2 TB
TB dan suspek
mendapatkan
kinerja kader
penderita
Borobudur
penderita suspek TB
Kader TB
Meningkatkan
TB
suspek TB
33
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pencapaian Puskesmas Borobudur untuk indikator cakupan suspek TB paru
tahun 2009 adalah 17, 36%, dimana target Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang
tahun 2009 adalah 70%. Cakupan suspek TB paru ini dijadikan masalah karena skor
pencapaian indikator ini kurang dari 100%.
Adapun beberapa hal yang dapat menyebabkan cakupan suspek TB paru
belum mencapai target adalah tersangka penderita TB tidak dapat mengeluarkan
dahak, ketidaktaatan tersangka TB dalam pengumpulan sampel dahak, serta tingkat
pengetahuan masyarakat mengenai TB masih rendah.
Alternatif pemecahan masalah tersebut adalah memberikan penyuluhan
kepada masyarakat tentang penyakit TBC, agar masyarakat lebih mengerti akan
bahaya TB, dan meningkatnya kesadaran tersangka penderita TB untuk
memeriksakan diri ke puskesmas, sehingga pemberantasan penyakit TB akan lebih
mudah.
4.2. Saran
1. Peran serta pustu, bidan praktek swasta, serta masyarakat, perlu ditingkatkan
dalam melaporkan penderita suspek TB paru.
2. Perlu dilakukan kultur pada pasien dengan hasil sputum BTA (+).
34
DAFTAR PUSTAKA
Administrator system informasi kesehatan kota balikpapan, 2009
http://www.en.sysinfokestb.org/wiki/tuberculosis.html
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2002. Survei Kesehatan Rumah
Tangga 2001, Jakarta : Badan Litbang Depkes.
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia,
2008.
Pedoman
Nasional
Pedoman
Nasional
Kesehatan
Republik
Indonesia,
2002.
35