Anda di halaman 1dari 26

Tugas MK : KMB

Dosen : Abd. Majid, S.Kep., Ns.,M.Kep.,Sp.Kep M.B

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


TUBERKULOSIS PARU

KELOMPOK II

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas


segala nikmat iman, rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan Makalah “Asuhan Keperawatan Teoritis
Tuberkulosis Paru” pada waktu yang telah ditentukan sebagai salah satu syarat
dalam rangka mengikuti perkuliahan pada mata kuliah Pengkajian KMB Lanjut I.
Teriring pula salam dan shalawat kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW
sebagai Uswatun Hasanah beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah
menyempurnakan akhlak manusia di muka bumi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan suatu karya ilmiah
tidaklah mudah, oleh karena itu tidak tertutup kemungkinan dalam penyusunan
makalah ini terdapat kekurangan, sehingga penulis sangat mengharapkan
masukan, saran, dan kritikan yang bersifat membangun guna kesempurnaan
makalah ini.
Akhirnya, penulismengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini dan berharapbahwaapa yang
disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan. Semoga kesemuanya ini dapat bernilai ibadah di sisi-Nya, Amin!
Sekian dan terimakasih.

Makassar,

Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
KATA PENGANTAR ....................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................1
B. Tujuan Penulisan ....................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian................................................................................3
B. Etiologi....................................................................................3
C. Faktor Resiko..........................................................................4
D. Tanda dan Gejala.....................................................................5
E. Patofisiologi............................................................................5
F. Pemeriksaan Diagnostik.......................................................6
G. Penatalaksanaan Medis.........................................................8
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DISTRITMIA
A. Pengkajian................................................................................11
B. Diagnosa..................................................................................14
C. Intervensi.................................................................................15
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................22
B. Saran .......................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
WHO (World Health Organization) melaporkan bahwapenyakit
Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan dunia dan menjadi salah
satu dari 10 penyebab kematian di seluruh dunia. Pada tahun 2016 jumlah
kasus TB baru tertinggi terjadi di Asia, dengan 45% kasus baru, diikuti oleh
Afrika, dengan 25% kasus baru. Sebanyak 10,4 juta orang jatuh sakit dengan
TB, dan 1,7. Selain itu lebih dari 95% kematian akibat TB terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah. Tujuh negara menyumbang 64% dari
total, dengan India memimpin penghitungan, diikuti oleh Indonesia, China,
Filipina, Pakistan, Nigeria, dan Afrika Selatan. (World Health Organization,
2018).
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2015), melaporkan insiden
kejadian tuberkulosis paru secara nasional mengalami penurunan dalam lima
tahun terakhir, pada tahun 2012 CDR 61% turun menjadi 60% (2013) dan 46%
(2014).Di Indonesia, tuberkulosis menempati urutan ke-3 terbanyak di dunia
setelah Cina dan India, dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah pasien
tuberculosisdi dunia. Diperkirakan terdapat 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang setiap tahunnya. Jumlah kejadian TB paru di Indonesia yang
ditandai dengan adanya Basil Tahan Asam (BTA) positif pada pasien adalah
110 per 100.000 penduduk (Riskesdas, 2013).
Sedangkan prevalensi tuberkulosis untuk tingkat provinsi Sulawesi
Selatan menduduki peringkat ke enam setelah Jawa Barat (23. 774), Jawa
Timur (21.606), Jawa Tengah (14.139), Sumatera Utara (11.771) dan DKI
Jakarta (9516) yang ditunjukkan dengan data 7139 kasus baru dari semua
kelompok usia. (Kemenkes RI, 2017). Tingginya prevalensi tersebut
disebabkan oleh tingginya tingkat kesakitan pada penderita tuberkulosis yang
diperberat dengan tanda dan gejala yang timbul pada penyakit ini. Oleh karena
itu pemberian perawatan secara komprehensif dan dukunngan keluarga
diperlukan untuk mendukung kesembuhan penderita TB. Keperawatan

1
professional berkembang sangat pesat, termasuk di Indonesia. Perkembangan
keperawatan professional dimulai dengan perubahan yang mendasar tentang
asuhan keperawatan. Pelayanan Keperawatan professional saat ini tidak hanya
berdasarkan kompetensi tetapi berdasarkan bukti atau fakta yang dikenal
dengan nama Evidance Based Practice (EBP). (Godshall, 2016).
Evidence Based Practice (EBP) adalah pendekatan pemecahan masalah
untuk pengambilan keputusan klinis berbasis bukti baik dari tinjauan literatur,
maupun jurnal yang berbasis ilmiah dan sering juga disebut Praktik berbasis
bukti (Fulton, 2018) Diakui secara luas bahwa praktik berbasis bukti(EBP)
dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan, keandalan, danhasil
pencapaian intervensi lebih maksimal pada pasien. Namun belum dipraktekkan
secara konsisten oleh tenaga kesehatan. (Melnyk et al, 2014) Karena dalam
pengaplikasian EBP membutuhkan dukungan leadership, pendidikanuntuk
pemimpin perawat dan staff untuk dapat menggunakan EBP dalam pengaturan
klinis (Caramanica & spiva, 2018).
Dengan demikian perawat sangat diperlukan perannya dalam
memberikan asuhan kepada pasien. Mortalitas bergantung pada daya tahan
tubuh pasien, cepatnya mendapat pengobatan, cara pengobatan dan perawatan
yang diberikan (Doengoes Marilyn.E, 2008) melalui pengkajian, diagnosa
keperawatan berdasarkan diagnosa NANDA kemudian menentukan intervensi
berdasarakan Nursing Intervension Classification (NIC) dan Nursing Outcome
Classification (NOC).
B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui proses asuhan
keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem respirasi khususnya pada
kasus tuberkulosis yang meliputi proses pengkajian, penetapan diagnosa
keperawatan, intervensi keperawatan mandiri dan kolaborasi, implementasi,
dan evaluasi.

2
BAB II
KONSEP DASAR MEDIS

A. Pengertian
Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri golongan Mycobacterium yaitu Mycobacterium tuberculosis yang
merupakan bakteri tahan asam (BTA) yang dapat menular. Ada beberapa jenis
spesies Mycobacterium antara lain: M tuberculosis, M africanum M bovis, M.
leprae dsb. (Kemenkes RI, 2014)
Tuberkulosis adalah salah satu penyakit infeksi tertua yang disebabkan
oleh bakteri Mycobactenum tuberculosis paling sering dan menjadi salah satu
penyebab kematian terbesar di dunia. Menyerang sekitar 2 miliar penduduk di
seluruh dunia atau sepertiga populasi dan saat ini TB telah menyebabkan
sekitar 2-3 juta kematian di seluruh dunia dan negara yang paling dipengaruhi
adalah negara berkembang. (Black & Hawks, 2014)
Selain itu mycobacterium tuberculosis menjadi penyebab penyakit
infeksi saluran pernapasan bawah yaitu tuberkulosis yang dapat ditularkan dari
satu orang ke orang lain melalui inhalasi percikan ludah (droplet) yang akan
berkembang di bronkus dan alveolus. Selain itu penyakit ini juga dapat di
tularkan melalui saluran cerna seperti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi
dan juga terkadang melalui lesi kulit. (Corwin, 2009)
Dengan demikian dari beberapa pengertian diatas peneliti menyimpulkan
tuberkulosis paru adalah merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberkulosis dan dapat ditularkan orang ke orang melalui
droplet maupun saluran cerna.
B. Etiologi
Penyebab utama TB disebabkan oleh bakteri (Mycobacterium
tuberculosis) yang paling sering menyerang paru-paru. Penyakit TBC
menyebar dari orang ke orang melalui udara. Ketika seseorang menghirup
kuman yang di tularkan penderita ketika batuk, bersin atau meludah, mereka

3
akan mendorong kuman TBC ke udara. Tuberkulosis dapat disembuhkan dan
dicegah. (WHO, 2018)
Terdapat beberapa cara penularan TB yaitu (Kemenkes 2014)
1. Sumber penularan pada kasus TB adalah pasien TB BTA positif yang
ditularkan melalui percik dahak yang dikeluarkannya. Namun, pasien TB
dengan hasil pemeriksaan BTA negatif bukan berarti tidak mengandung
kuman dalam dahaknya. Hal ini bisa saja teradi karena jumlah kuman yang
terkandung dalam dahak sangat kecil sehingga sulit dideteksi melalui
pemeriksaan mikroskopis langsung
2. Persentase penularan pasien dengan TB BTA positif adalah 65%, sedangkan
pasien TB BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26% dan pasien
TB dengan hasil kultur negatif dan foto toraks positif adalah 17%. Pasien
TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan
penyakit TB.
3. Infeksi dapat terjadi jika orang lain menghirup udara yang mengandung
percik dahak infeksius yang di keluarkan oleh orang terinfeksi.
4. Pada penderita TB sekali batuk atau bersin dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak dan pada waktu tersebut pasien menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei/percik renik).
C. Faktor Resiko
Orang yang paling berisiko terkena tuberculosis adalah mereka yang
tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi aktif. Kelompok ini antara lain
tunawisma ataupun orang yang tinggal di tempat penampungan dimana
terdapat kasus tuberkulosis, serta anggota keluarga pasien. (Black & Hawks,
2014)
Orang yang beresiko selanjutnya adalah tenaga kesehatan yang merawat
pasien tuberkulosis dan mereka yang menggunakan fasilitas klinik perawatan
atau rumah sakit yang juga digunakan oleh penderita tuberkulosis. Orang yang
terpapar dengan bakteri tuberculosis dan mengalami penurunan sistem imun,
kekurangan gizi, lanjut usia, bayi dan anak-anak maupun individu yang
mengkonsumsi obat imunosupresan, dan mereka yang mengidap virus

4
imunodefisiensi (HIV) kemungkinan besar akan terinfeksi. (Corwin, 2009)
(Black & Hawks, 2014)
D. Tanda dan Gejala
Gejala umum yang dialami pada pengidap TB paru aktif adalah Batuk
berdahak dan terkadang disertai darah pada waktu tertentu, sesak, nyeri dada,
kelemahan, penurunan berat badan demam dan keringat pada malam hari.
(World Health Organization, 2018)
Sedangkan menurut Black & Hawks (2014) gejala umum pada pasien TB
adalah rasa lelah, anoreksia, kehilangan berat badan, demam dan berkeringat
pada malam hari. Kemudian gejala paru adalag Dispnea, batuk produktif atau
non produktif, hemoptisis, sesak dan nyeri dada crackle dapat ditemukan pada
saat auskultasi.
E. Patofisiologi Tuberkulosis Paru
Kuman masuk melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan luka
terbuka pada kulit, namun kebanyakan melalui udara yaitu inhalasi droflet
melalui udara yang mengandung TB. TB adaalah penyakit yang dikendalikan
oleh system imunitas yang diperantarai oleh sel.Basil tuberkel yang mencapai
permukaan alveolar diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari satu sampai tiga
basil, sedangkan basil yang berukuran besar biasanya tertahan dihidung dan
tidak menimbulkan penyakit. Setelah sampai di alveolar pada lobus
atasparuataubagianataslobusbawah basil inimembangkitkanreaksiperadangan.
Leukosit polimorfonuklear muncul dan memfagosit bakteri namun tidak
membunuh organisme tersebut, selanjutnya digantikan oleh makrofag. Alveoli
yang terserang akan mengalami pneumonia akut dan dapat sembuh dengan
sendirinya sehingga tidak tersisa (Price & Wilson, 2006).
Lokasi infeksi primer dapat atau tidak mengalami proses degenaerasi
nekrotik, yang disebut dengan kaseasi karena menghasilkan rongga yang
berisimassamenyerupaikejudanmengandung basil tuberkel, leukosit yang mati,
dan jaringan paru yang nekrotik. Material ini kemudian mencair dan keluar
kesaluran trakeobronkial, dan kemudian dibatukkan keluar. TB primer dapat
sembuh dalam periode beberapa bulan dan kemudian membentuk jaringan

5
parut dan kemudian kalsifikasi yang disebut sebagai kompleksghon
membentuk skar klagenosa. Bakteri kemuadian menjadi dorman namun lesi
tersebut mengandung basil yang hidup dan dapat mengalami reaktivitasi jika
terjadi masalah imunitas (Black & Hawks, 2014). Infeksi TB primer ini akan
menyebabkan tubuh mengembangkan reaksi alergi terhadap basilus tuberkel
atau proteinnya. Respon imunitas dimediasi muncul sebagai sel T tersensitasi
dan dapat dideteksi sebagai reaksi positif pada uji tuberculin (Black & Hawks,
2014).
F. Pemeriksaan Diagnostik
PemeriksaanLaboratorium
1. Kultur Sputum : Positifuntuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap aktif
penyakit
2. Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan
darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
3.  Teskulit (Mantoux, potongan Vollmer) :Reaksipositif (area indurasi 10 mm
atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal antigen)
menunjukkan infeksi masalalu dan adanya antibody tetapi tidak secara
berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang
secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi
disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
4. Anemia bila penyakit berjalan menahun
5. Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
6. LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali
normal pada tahap penyembuhan.
7. GDA :mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
8.  Biopsi jarum pada jaringan paru :Positif untuk granuloma TB; adanya sel
raksasa menunjukkan nekrosis.
9. Elektrolit :Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi;
contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat
ditemukan pada TB parukronisluas.

6
10. Pemeriksaan Radiologis Fotothorak : Dapat menunjukkan infiltrasi lesi
awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau effuse
cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area
fibrosa.
Temuan diagnosis (Pemeriksaan Diagnostik)
a. TesTuberkulin.
Uji mantoux adalah tes kulit yang digunakan untuk mengetahui
seseorang telah terinfeksi TB. Ekstrak basil tuberkel disuntikkan kedalam
lengan bawah, sekitar 10 cm dibawah siku. Purified protein derivative
(PPD)0,1 ml disuntikkan menggunakan spuit tuberculin, jarum 1,25 cm
no 26-atau 27 dengan bevel menghadap keatas dan membentuk bentol
berukuran 6 dan 10 mm. Hasilnya akan dapat dibaca dalam 48 hingga 72
jam (adanya bentuk keras, teraba, dan meninggi) dan bkaneritema
menunjukkan positif(Black & Hawks, 2014).
Klasifikasi tes mantoux intradermal reaksi tuberculin
(Tuberkulindengan TU PPD)
INDURASI ≥ 5 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut ini:
a) Orang dengan HIV positif
b) Baru kontak dengan penderita TB
c) Orang yang berubah fibrotic pada radiografi dada sesuai dengan
gambaran TB lama yang sudah sembuh
d) Pasien yang menjalani transflantasi organ dan pasien yang mengalami
penekanan imunitas
INDURASI ≥ 10 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut ini:
a) Barutiba ≤ 5 tahun dari Negara yang berprevalensi tinggi
b) Penggunaan obat IV
c) Penduduk atau yang bekerja pada area yang sangat padat dan berisiko
tinggi
d) Personel laboratorium mikobakteriologi
e) Anak< 4 tahun, atau anak atau remaja yang terpapar orang dewasa
yang berisiko tinggi.

7
INDURASI ≥ 15 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut ini:
a) Orang dengan factor risiko TB yang tidakdiketahui
b) Target program-program tes kulit seharusnya hanya dilakukan
diantara kelompok berisiko tinggi.
(Suzanne & Bare, 2002)
b. Uji Quanti FERON-TB Gold.
Pemeriksaan darah yang digunakan untuk menentukan bagaimana system
imunitas klien bereaksi terhadap M.Tuberculin. hasil positif dari Quanti
FERON-TB Gold hanya menunjukkan bahwa klien dan seperti uji
mantoux, tidak dapat mengkonfirmasi apakah klien telah berlanjut menjadi
TB aktif.
c. Apusandankulturacid-Fast Bacillus.
Diagnosa TB lebih definitive dengan apusan dan kultur AFB. Tiga
specimen sputum yang berbeda diambil diwaktu pagi di hari yang berbeda
secara berurutan. Hasil apusan tidak terlalu sensitive namun hasil yang
positif menunjukkan TB aktif, yang lebih reliable adalah kultur namun
hasilnya akan keluar 2 hingga 12 minggu kemudian (Black & Hawks,
2014).
G. Penatalaksanaan Medis
Pada pasien dengan TB aktif biasanya diterapi dengan empat macam
obat untuk memastikan eliminasi organisme resisten. Obat yang digunakan
untuk pasien TB dapat berupa lini pertama dan lini kedua. Lini pertama
hamper selalu diresepkan pertama kali sehingga hasil kultur dan sensitivitas
tersedia. CDC saat ini merekomendasikan pendekatan dua fase untuk terapi,
terdiri atas fase induksi, menggunakan empat obat untuk menghancurkan
empat organisme yang berkembang dengan cepat, dan fase lanjutan,
biasanya menggunakan dua obat untuk mengeliminasi basilus yang tersisa.
Pengobatan TB terdiridari empat macam obat yaitu: isoniazid,
rifampin, pirazinamid, dan etambutol. Ada empat cara pengobatan dengan
menggunakan obat tersebut dan masing masing memiliki fase induksi 2
bulan pertama, dilanjutkan oleh fase lanjutan selama 4 bulan atau 7 bulan

8
tergantung hasil laboratorium. Lini kedua terdiri dari kapreomisin,
kanamisin, etionamid, natriumpara-aminosalisilat, amikasin, dan siklisin
(Black & Hawks, 2014).
a. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Prinsip pengobatan
b. Pengobatan tuberculosis dilakukan dengan prinsip – prinsip sebagai
berikut:
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) .Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
a) Tahap awal (intensif)
1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari
dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat.
2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu.
3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan.
b) Tahap Lanjutan

9
a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
c. Jenis, sifat dan dosis OAT

10
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DISTRITMIA

A. Pengkajian
Menurut Muttaqin (2011) hal-hal yang harus dikaji pada pasien tuberkulosis
yaitu :
1. Kondisi Kesehatan Saat Ini
a. Keluhan utama
keluhan yang sering dikeluhkan pada pasien yang menderita penyakit
tuberculosis untuk mencari pertolongan yaitu :
1) Keluhan respiratoris
a) Batuk merupakan keluhan yang pertama kali dirasakan dan paling
sering didapatkan padapasien tuberkkulosis. Batuk yang
dikeluhkan bersifat produktif/nonproduktif atau lender disertai
darah (Black & Hawks, 2014)
b) Batuk darah merupakan keluhan yang biasanya membawa pasien
masuk kerumah sakit. Hali ini terjadi karena kadang ketakutan
dengan darah yang keluar dari jalannafas
c) Sesak nafas kadang didapatkan jika sudah terjadi elainan pada
parenkim paru yang luas. Hal tersebut dapat ddisertai beberapa
penyakit seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemia, dal lain-lain.
d) Nyeri dada pada pasien TB paru disebut nyeri pleuritik ringan.
Gejala ini didapatkan karena persarafan dipleura terserang TB
2) Keluhan sistemis
a) Demam merupakan keluhan yang yang kadang dijumpai pada sore
atau pada malam hari.
b) Keluhan sistemis lain yang sering didapatkan seperti keringat
malam, berat badan berkurang dan malaise.
b. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk menjelaskan keluhan utama yang
dirasakan. Gangguan yang paling sering dikeluhkan yang diirasakan

11
pada tahap awal yaitu keluhan batuk. Keluhan batuk tersebut sebelumnya
tidak disertai sputum namun kemudian disertai sputum serta darah.
c. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit paru tidak di turunkan secara patologi, namun saat pengkajian
perlunya menanyakan riwayat anggota keluarga lainnya yang dapat
dikatakan sebagai factor predisposisi di dalam rumah
d. Pengkajian psiko-sosial-spiritual
Perlunya dilakukan pengkajian tentang status emosi, kognitif dan
perilaku klien. Pada kondisi tertentu pasien yang mengalami TB paru
mengalami kecemasan sesuai dengan masalah yang dialami. Serta
perlunya menanyakan kondisi lingkungan pasien. Sebab lingkungan yang
kumuh, sebab bakteri TB lebih mudah hidup pada tempat yang kumuh
karena ventilasi dan pecahayaan yang kurang.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Pentingnya untuk menilai kesadaran umum klien yang terdiri dari
compos mentis, samnolen, spoor, soporokoma atau koma. Saat
melakukan pengukuran tanda-tanda vital kadang yang ditemukan
seperti peningkatan suhu badan, frekuensi pernafasan meningkat yang
disertai dengan nadi yang meningkat pula.
2) Breathing (B1)
a) Inspeksi
Pada pasien TB paru biasanya mengalami penurunan berat badan
yang menyebabkan saat dilakukan inspeksi terlihat adanya
penurunan diameter antero posterior diameter lateral. Apabila ada
komplikasi dari TB paru itu sendiri seperti adanya efusi
pleuramaka akan terlihat rongga dada menjadi tidak seimbang.
Sehingga terjadi pelebaran intercosta pada bagian yang sakit. Dada
akan terlihat tidak simetris jika disertai dengan atelektasisdimana
terjadi penyempitan intercosta space (ICS) pada sisi yang sakit.

12
b) Palpasi
- Palpasi pada daerah trakea yang kadang didaatkan terjadi
pergeseran walaupun tidak spesifik. Hali ini dapat terlihat saat
disertai dengan efusi pleura dan pneumothoraks yang
meyebabkan trakea terdorong kea rah yang sebaliknya.
- Gerakan dinding thoraks. Yang sering dapatkan peregrakan dada
biasanya seimbang antara dekstra dan sinistra.
- Gerakan suara yang didapatkan yaitu adanya kerusakan pada
dinding dada (taktil fremitus). Hal ini juga ditemukan jiga
sudah disertai dengan efusi pleura massif, yang menyebabkan
hantaran suara berkurang karena adanya cairan didalam rongga
pleura.
c) Perkusi
Pada penyakit TB paru yang tanpa komplikasi kadang didapatkan
bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Sedangkan
yang disertai dengan efusi pleura biasanya bunyi redup dan pada
pneumothoraks suaranya hipersonon.
d) Auskultasi
Saat melakukan auskultasi akan terdengar suara napas tambahan
yaitu ronchi.
3) Blood (B2)
- Inspeksi : amati adanya parut dan kelemahan fisik
- Palpasi : denyut nadi perifer melemah
- Perkusi : pada komplikas efusi pleura menyebabkan pergeseran
jantung
- Auskultasi : tekanan darah biasanya normal dan tidak ada bunyi
jantung tambahan
4) Brain (B3)
Tingkat kesadaran yang didapatkan biasanya compos mentis. Saat
dilakukan pengkajian secara objektif hal yang kadang didapatkan
yaitu wajah yang meringis, merintih, menangis dan menggeliat. Serta

13
perhatikan sekitar mata yang biasanya didapatkan konjungtiva anemis
yang dengan perdarahan massif dan kronis.
5) Bladder (B4)
Menghitung balance cairan perlu dilakukan. Karena perlu diobservasi
adanya oliguria yang merupakan salah satu tanda awal munculnya
syok.
6) Bowel (B5)
Keluhan yang sering ditemukan yaitu mual, muntah, penurunan nafsu
makan, dan berat badan.
7) Bone (B6)
Pasien dengan TB paru akan disertai dengan gejala kelemahan,
kelelahan, insomnia dan kegiatan sehari-hari berkurang.
f. Pemeriksaan diagnostic
1) Pemeriksaan foto thoraks untuk melihat adanya lesi dan lokasi serta
karakteristik dari TB paru itu sendiri.pemeriksaan ini sangan berguna
untuk melihat sejauh mana keberhasilan pengobatan yang dilakukan.
2) CT Scan
3) Pemeriksaan laboratorium ( BTA, LED, Darah rutin)
B. Diagnosis Keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas : mukus berlebihan (Domain .11, kelas .2, kode .00031)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru
3. Hipertermi berhubungan dengan penyakit (Domain .11, Kelas .6,
kode .00007)
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan intake
nutrisi inadekuat (Domain .11, kelas .1, kode .00002)
5. Resiko infeksi (domain .11, kelas .1, kode .00004)

14
C. Rencana Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan Nursing Outcomes Classification Nursing Intervention Classification Evidence Based
(Moorhead Sue, Johnson (Bulechek, Butcher , & Nursing (EBN)
Marion, Maas Meridean L, Dochterman, 2016)
2016)
1. Ketidak efektifan bersihan Setelah dilakukan tindakan 1. Buka jalan nafas, gunakan
jalan nafas berhubungan keperawatan selama 1 x 24 jam tekhnik chin lift atau jaw thurst
dengan obstruksi jalan nafas : klien akan : bila perlu
mukus berlebihan - Respiratory status : Ventilation 2. Posisikan pasien untuk
(Domain .11, kelas .2, - Respiratory status : Airway memaksimalkan ventilasi
kode .00031) patency 3. Identifikasi pasien perlunya
Batasan Karakteristik - Respiratory status : Gas pemasangan alatjalan nafas
- Batuk yang tidak efektif exchange buatan
- Dispnea Kriteria hasil : 4. Lakukan fisioterapi dada jika
- Gelisah - Mendemonstrasikan batuk perlu
- Penurunan bunyi nafas efektif dan suara nafas yang 5. Keluarkan secret dengan batuk
- Perubahan frekuensi nafas bersih, tidak ada sianosis dan efektif
- Perubahan pola nafas dyspneu 6. Auskultasi suara nafas, catat
- Sputum dalam jumlah - Menunjukkan jalan nafas yang adanya suara tambahan
berlebuhan paten (klien tidak merasa 7. Berikan bronkodilator bila perlu
- Suara nafas tambahan tercekik, irama nafas, 8. Atur intake untuk cairan
- Tidak ada batuk frekuensi nafas, dan tidak ada mengoptimalkan keseimbangan
suara nafas tambahan) 9. Monitor respirasi dan status O2

15
- Mampu mengidentifikasi dan
mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas
2 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor rata-rata kedalaman,
berhubungan dengan kongesti keperawatan x 24 jam klien akan irama dan usaha respirasi
paru, hipertensi pulmonal, - Respiratory status : Gas 2. Catat pergerakan dada, amati
penuruanan perifer yang exchange kesimetrisan, penggunaan otot
mengakibatkan asidosis laktat dan - Respiratory status : Ventilation bantu tambahan
penurunan curah jantung - Vital sign status 3. Observasi suara nafas, seperti
Batasan karakteristik : Criteria hasil : mendengkur
PH darah arteri abnormal - Mendemonstrasikan 4. Monitor pol nafas, bradipnea,
PH arteri abnormal peningkatan ventilasi dan takipnea, kussmaul,
Pernafasan abnormal oksigenasi yang adekuat hiperventilasi, cheynostoke, biots
Warna kulit abnormal - Menjaga kebersihan paru-paru 5. Perhatikan lokasi trakea
Konvusi dan tidak ada tanda-tanda 6. Monitor kelelahan otot diafragma
Sianosis (pada neonates saja) stress pada pernafasan 7. Auskultasi suara nafas, catat area
Penurunan karbon dioksida - Mampu melakukan batuk penurunan atau tidak adanya
Diaphoresis efektif dengan suara nafas ventilasi dan suara tambahan
Dispneu yang bersih 8. Auskultasi crackle dan ronchi
Nyeri kepala saat bangun - Tanda-tanda vital dalam batas pada jalan nafas utama
Hipoksemia normal 9. Auskultasi suara paru-paru

16
Hipoksia setelah tindakan
Nafas cuping hidung
Gelisah
Samnolen
Takikardi
Gangguan penglihatan
3 Ketidakseimbangan nutrisi : Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya alergi makanan
kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan x 24 jam klien 2. Monitor berat badan
berhubungan dengan nafsu akan : 3. Monitor makanan kesukaan
makan berkurang - Nutritional status : food and 4. Monitor mual dan muntah
Batasan karakteristik : fluid intake 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
- Kram abdomen - Weigh : body mass untuk menentukan jumlah kalori
- Nyeri abdomen Criteria hasil : dan nutrisi yang dibutuhkan
- Menghindari makanan - Terjadi peningkatan berat pasin
- Berat badan 20% atau badan sesuai yang diharapkan 6. Yakinkan diet yang dikomsumsi
lebih dibawah berat badan - Berat badan dan tinggi badan mengandung tinggi serat untuk
ideal ideal mencegah konstipasi
- Kerapuhan kapiler - Kebutuhan nutrisi dapat 7. Berikan yang terpilih
- Diare diidentifikasi 8. Monitor jumlah nutrisi dan
- Bising usus hiperaktif - Tidak terjadi penurunan berat kandungan kalori
- Kurang makan badan yang signifikan. 9. Berikan informasi tentang
- Kurang minat pada

17
makanan kebutuhan nutrisi
- Penurunan berat badan 10. Kaji kemampuan klien untuk
dengan asupan makanan mendapatkan nutrisi yang
adekuat dibutuhkan
- Kesalahan informasi
- Membrane mukosa pucat
- Tonus otot menurun
- Mengeluh asupan
makanan yang kurang
dari RDA (recommended
daily allowance)
- Sariawan rongga mulut
- Kelemahan otot
mengunyah
- Kelemahan otot untuk
menelan
4 Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor suhu tubuh 1. Suhu tubuh
dengan penyakit keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitor IWL terendah biasanya
Batasan karakteristik : klien akan : 3. Monitor warna dan suhu kulit terjadi antara jam
- Konvulsi - Thermoregulation 4. Observasi penurunan tingkat 04.00 dan 05.00,
- Kulit kemerahan Criteria hasil keadaran dengan pembacaan
- Peningkatan suhu tubuh - Suhu tubuh dalam rentang tertinggi direkam

18
diatas kisaran normal normal 5. Berikan antupiretik antara jam 16.00
- Kejang - Nadi dan RR dalam rentang 6. Selimuti pasien dan 20.00 (Peate &
- Takikardi normal 7. Kolaborasi pemberian cairan intra Wild, 2012).
- Takipnea - Tidak ada perubahan warna vena
Kulit terasa hanga kulit dan tidak ada pusing, 8. Kompres pasien pada lipat paha
merasa nyaman dan aksila
9. Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
10. Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negative dan
kedinginan
5 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Membersihkan sekitar tempat 4.Tindakan pencega-
Factor resio keperawatan selama x 24 jam tidur pasien han infeksi yang
- Kurang pengetahuan klien akan : 2. Pertahankan tehnik isolasi cermat diperlukan
untuk menghindari - Immune status 3. Batasi pengunjung bila perlu untuk mencegah
pemajanan pathogen - Infection severity 4. Menganjurkan kepada infeksi terkait
- Malnutrisi - Knowledge : infection control pengunjung untuk mencuci perawatan keseha-
- Berat badan yang - Nutritional status tangan sebelum dan setelah tan, dengan
berlebihan Criteria hasil : berkunjung perhatian khusus
- Penyakit yang menahun - Tidak ada tanda-tanda infeksi 5. Gunakan antiseptic untuk cuci pada kebersihan
(mis, diabetes) - Klien mampu menjelaskan tangan. Dalam

19
- Tindakan pembedahan proses penularan penyakit tangan penelitian ini
- Kerusakan integritas kulit serta mengetahu cara 6. Cuci tangan sebelum dan sesudah tingkat meticillin
- Masalah peristalsis pencegahannya cuci tangan resistant Staphy-
- Kebiasaan merokok - Memperlihatkan kemampuan 7. Pertahankan lingkungan aseptic lococcus aureus
- Terpajan pada wabah mencegah timbulnya infeksi selama pemasangan alat (MRSA) bacterae-
- Hasil laboratorium leukosit 8. Tingkatkan intake nutrisi mia yang lebih
dalam batas normal 9. Berikan terapi antibiotic bla perlu rendah dikaitkan
- Memperlihatkan perilaku yang dengan kebersihan
sehat tangan yang baik
(Mears et al,
2009).
5. Antiseptic tangan
yang memadai
telah terbukti
mengurangi tingkat
infeksi.
Penggunaan anti-
septik berbasis
alkohol sangat
efektif; karena
membunuh bakteri
yang rentan lebih

20
cepat dan untuk
tingkat yang lebih
besar, dan kurang
memakan waktu.
(Aitken et al,
2011).

21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberkulosis dan dapat ditularkan orang ke orang melalui
droplet maupun saluran cerna yang saat ini menjadi masalah kesehatan dunia
sebab tingginya prevalensi morbiditas dan mortalitas pada penderita
tuberkulosis yang diperberat dengan tanda dan gejala yang timbul pada
penyakit ini. Oleh karena itu pemberian perawatan secara komprehensif dan
dukungan keluarga diperlukan untuk mendukung kesembuhan penderita TB.
Pendekatan asuhan keperawatan secara komprehensif lebih berfokus
terhadap masalah utama yang dihadapi penderita tanpa mengabaikan masalah
lainnya yaitu meliputi pengkajian, penetapan diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi. Intervensi preventif perlu jika sekitar lingkungan
menderita TB namun kuratif jauh lebih penting untuk mengurangi penderita
lain akibat tertular. Diharapkan dengan pemberian asuhan keperawatan dapat
membantu proses penyembuhan penyakit, dengan mempertimbangkan
keterlibatan keluarga selama proses pengobatan serta health edukasi terhadap
pasien dan keluarga yang memegang peranan penting pada pasien dengan
tubercolosis paru.
B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca khususnya mahasiswa
keperawatan ataupun perawat klinik dapat memperoleh ilmu yang lebih tentang
penyakit Tuberkulosis dan bagaimana penerapan asuhan keperawatannya.
Semoga makalah ini dapat dijadikan sumber literature yang layak digunakan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Aitken, L., et al. 2011. Nursing considerations to complement the Surviving


Sepsis Campaign guidelines. Crit Care Med;39(7):1800–1818.
Black, J. M., & Hawks, H. J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah ; Manjemen
Klinis untuk Hasil yang Diharapkan. (A. Suslia, F. Ganiajri, P. P. Lestari, &
A. W. R. Sari, Eds.) (8th ed.). Singapura: Elsevier.
Bulechek Gloria M, Butcher Howard K, Dochterman Joanne M, W. C. M. (2016).
Nursing Intervension Clasification (NIC). (T. R. D. Nurjanah Intasari, Ed.)
(6th ed.). Singapore.
Caramanica, L., & Spiva, L. (2018). Exploring Nurse Manager Support of
Evidence-Based Practice: Clinical Nurse Perceptions. The Journal of
Nursing Administration, 0(0), 1.
https://doi.org/10.1097/NNA.0000000000000612
Doengoes Marilyn.E. (2008). Nursing Diagnosis Manual learning individualizing
and decomenting Clinical Care,2nd. America: F.A Davis Company.
Godshall, M. (2016). Fast Facts for Evidence Based Practice in Nursing (Second
Edi). New York.
Kemenkes RI. (2014). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta:
Kemenkes RI.
Mears, A., et al. 2009. Healthcare-associated infection in acute hospitals: which
interventions are effective? J Hosp Infect;71(4):307–313.
Moorhead Sue, Johnson Marion, Maas Meridean L, S. E. (2016). Nursing
Outcomes Clasification (NOC). (T. R. D. Nurjanah Intasari, Ed.) (5th ed.).
Singapore
Muttaqin, Arif. (2011). Buku Ajar : Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika
Peate, I., Wild, K. 2012. Clinical observations 1/6: assessing body temperature. Br
J Healthcare Assist;6(5):215–219.
Riset Kesehatan Dasar. (2013).Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2013.
World Health Organization. (2018). Weekly epidemiological record Relevé
épidémiologique hebdomadaire, (January), 33–44. Retrieved from
http://www.who.int/wer

23

Anda mungkin juga menyukai