Anda di halaman 1dari 53

MANAJEMEN PENANGANAN PASIEN DENGAN KASUS

TUBERCULOSIS PARU DI RUANG RAWAT INAP RSUD


DR. H. MOH. ANWAR SUMENEP MADURA

LAPORAN KEGIATAN PRAKTIK PROFESI S TASE KARDIOPULMONAL

DISUSUN OLEH:

NOVIANTI PURWA BESTARI

202110641011016

PROFESI FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2022

i
MANAJEMEN PENANGANAN PASIEN DENGAN KASUS
TUBERCULOSIS PARU DI RUANG RAWAT INAP RSUD
DR. H. MOH. ANWAR SUMENEP MADURA

LAPORAN KEGIATAN PRAKTIK PROFESI STASE KARDIOPULMONAL

DISUSUN OLEH:

NOVIANTI PURWA BESTARI

202110641011016

PROFESI FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2022

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii


DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................ iv
RINGKASAN ............................................................................................................... v
LEMBAR PENGESAHAN ........................................ Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4
A. Tuberkulosis Paru (TBC) ................................................................................... 4
1. Definisi Tuberkulosis ..................................................................................... 4
2. Tanda & Gejala Tuberkulosis......................................................................... 5
3. Klasifikasi Tuberkulosis ................................................................................. 6
4. Etiologi Tuberkulosis ..................................................................................... 8
5. Patofisiologi Tuberkulosis .............................................................................. 9
6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi ............................................................. 11
7. Manifestasi Klinis Tuberkulosis ................................................................... 13
8. Komplikasi Tuberkulosis.............................................................................. 15
B. Anatomi dan Fisiologi ...................................................................................... 16
C. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................... 25
BAB III STATUS KLINIS ........................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 42
LAMPIRAN ................................................................................................................ 44

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tuberkulosis Paru...................................................................................... 4


Gambar 2.2 Hidung ..................................................................................................... 16
Gambar 2.3 Sinus Paranasalis ..................................................................................... 17
Gambar 2.4 Faring ...................................................................................................... 17
Gambar 2.5 Laring ...................................................................................................... 18
Gambar 2.6 Trakea ...................................................................................................... 19
Gambar 2.7 Bronkus & Bronkiolus ............................................................................ 20
Gambar 2.8 Alveolus .................................................................................................. 21
Gambar 2.9 Paru-Paru ................................................................................................. 22
Gambar 2.10 Toraks .................................................................................................... 23
Gambar 2.11 Diafragma .............................................................................................. 23
Gambar 2.12 Pleura..................................................................................................... 24

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jurnal Pendukung .................................................................................... 44

iv
RINGKASAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain

sebagai berikut : M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae. Yang juga

dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium

selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran

nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang

terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC. Hingga saat

ini, tuberkulosis tercatat sebagai salah satu masalah kesehatan dunia yang masuk

dalam Millennium Development Goals (MDGs).

Penyakit TBC lebih banyak menyerang orang yang lemah kekebalan

tubuhnya, lanjut usia, dan pasien yang pernah terserang TBC pada masa kanak

kanaknya. Penyebab penyakit TBC adalah infeksi yang diakibatkan dari kuman

Mycobaterium tuberkulosis yang sangat mudah menular melalui udara dengan sarana

cairan yang keluar saat penderita bersin atau batuk yang nantinya akan terhirup oleh

orang disekitar.

Seseorang yang terinfeksi TB paru akan menimbulkan berbagai dampak di

kehidupannya baik secara fisik, mental, maupun sosial. Secara fisik, seseorang yang

telah terinfeksi TB paru akan sering batuk, sesak nafas, nyeri dada, berat badan dan

nafsu makan menurun serta berkeringat di malam hari. Semua hal itu tentunya akan

mengakibatkan seseorang tersebut menjadi lemah. Secara mental, seseorang yang

v
telah terinfeksi TB paru umumnya akan merasakan berbagai ketakutan di dalam

dirinya, seperti ketakutan akan kematian, pengobatan, efek samping dalam

melakukan pengobatan, kehilangan pekerjaan, kemungkinan menularkan penyakit ke

orang lain, serta ketakutan akan ditolak dan didiskriminasi oleh orang-orang yang

berada di sekitarnya.

Terapi latihan merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang

pelaksanaannya menggunakan latihan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif.

Sedangkan modalitas fisioterapi merupakan suatu alat yang diaplikasikan langsung

pada tubuh seseorang sesuai dengan keluhannya. Pada kasus tuberkulosis paru

tindakan fisioterapi harus diberikan sedini mungkin untuk mencegah hal-hal yang

tidak diinginkan nantinya.

Berdasarkan dengan uraian di atas maka fisioterapi memiliki peran yang

penting dalam proses memperbaiki keluhan yang dirasakan pada pasien dengan

tuberkulosis paru, sehingga diharapkan makalah ini disusun agar dapat memahami

tentang manajemen fisioterapi pada kasus tuberkulosis paru.

vi
vii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis masih menjadi salah satu penyakit paling mematikan di

seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa

setiap tahun terdapat lebih dari 8 juta kasus baru tuberkulosa dan kurang lebih

3 juta orang meninggal akibat penyakit ini. Tuberkulosis sering dijumpai di

daerah dengan penduduk yang padat, sanitasi yang buruk dan malnutrisi.

Walaupun manifestasi tuberkulosis biasanya terbatas pada paru, penyakit ini

dapat mengenai organ manapun seperti tulang, traktus genitourinarius dan

sistem saraf pusat (N. D. Puspitasari et al., 2019).

Penyakit ini menular langsung melalui droplet orang yang telah terinfeksi

kuman atau basil tuberkulosis. Gejala utamanya adalah batuk selama 2

minggu atau lebih, batuk disertai dengan gejala tambahan yaitu dahak disertai

darah, sesak nafas, badan terasa lemas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, demam lebih dari 1 bulan. Munculnya berbagai gejala klinis pasien

TB paru akan menimbulkan masalah keperawatan dan mengganggu

kebutuhan dasar manusia salah satu diantaranya adalah kebutuhan istirahat,

seperti adanya nyeri dada saat beraktivitas, dyspnea saat istirahat atau

beraktivitas, alergi dan gangguan tidur. Penderita TB paru sangat dipengaruhi

oleh gejala yang sangat umum yaitu sesak nafas berkepanjangan yang dialami

oleh penderita. Sesak nafas yang membuat sistem pernafasan penderita

menjadi sangat terganggu. Sesak nafas akan timbul pada tahap lanjut ketika

1
infiltrasi radang sampai setengah paru dan itu akan menyebabkan peningkatan

frekuensi nafas yang sangat meningkat (Maulana et al., 2021).

Berdasarkan data RISKESDAS di Indonesia tahun 2016, jumlah

penduduk Indonesia yang terdiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan tahun

2016 yaitu sebanyak 188.405 orang. Dan dari berbagai provinsi di Indonesia

di Jawa Barat yang menjadi peringkat pertama yang memiliki penderita TB

paru terbanyak. Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu penyumbang

jumlah penemuan penderita TB paru terbanyak kedua setelah provinsi Jawa

Barat. Jumlahnya mencapai 23.487 orang, sedangkan menurut data dari Profil

Kesehatan Kabupaten Madiun tahun 2015 terdapat penemuan kasus baru TB

paru sebanyak 5.158 orang yang di dalamnya terdapat 15 kecamatan di

Kabupaten Madiun. Menurut studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti

mendapatkan data pasien penderita TB paru tahun 2016 di Rumah Sakit

Dungus sebanyak 427 penderita dalam 1 tahun (Safira & Nahdliyyah, 2014).

Faktor-faktor penyebab utama meningkatnya kejadian TB paru

diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi yang berakibat terhadap masalah

sanitasi lingkungan dan masalah gizi buruk. Sanitasi lingkungan adalah

pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang

mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang baik ditingkatkan

dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan.

Faktor lingkungan meliputi kepadatan hunian, lantai rumah, ventilasi,

pencahayaan, dan kelembaban. Sedangkan status gizi merupakan faktor

2
penting bagi terjadinya penyakit TB. Dengan asupan gizi yang memadai

tubuh mampu melawan infeksi dengan baik (Hasaini, 2018).

Berdasarkan definisi diatas, maka fisioterapis sebagai tenaga kesehatan

yang profesional mempunyai kemampuan dan keterampilan yang sangat besar

untuk mengembangkan, mencegah dan mengembalikan gerak serta fungsi

tubuh seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Dalam

penatalaksanaan fisioterapi diperlukan beberapa latihan & suatu modalitas

fisioterapi yang efektif. Pemberian latihan & modalitas ini harus sesuai

dengan problematika yang didapatkan. Fisioterapi dapat menentukan

intervensi sesuai dengan problematika pasien agar tujuan akhir dari intervensi

tersebut dapat berhasil.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis Paru (TBC)

1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit menular yang sebagian besar

disebabkan oleh bakteri myobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut

biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernafasan ke

dalam paru, kemudian bakteri tersebut dapat menyebar dari paru hingga ke

bagian tubuh lain melalui sistem peredaran, sistem saluran limfa, melalui

saluran (bronkus) atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya.

Penyakit ini umumnya menimbulkan tanda-tanda dan gejala yang sangat

bervariasi pada masing-masing penderita, mulai dari tanpa gejala hingga

gejala yang sangat akut.

Bentuk bakteri mycobacterium tuberculosis ini adalah basil tuberkel

yang merupakan batang ramping, kurus, dan tahan akan asam atau sering

disebut juga dengan BTA (batang tahan asam). Dapat berbentuk lurus

ataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 μm dan lebar 0,2 –0,5 μm

yang bergabung membentuk rantai (Mahendrani et al., 2020).

Gambar 2.1 Tuberkulosis Paru

4
2. Tanda & Gejala Tuberkulosis

Keluhan yang dirasakan pasien TBC dapat bermacam-macam atau

banyak pasien ditemukan tanpa adanya keluhan sama sekali. Gejalanya

berupa gejala umum dan gejala khusus sebagai berikut (D. Puspitasari &

Khasanah, 2022) :

a) Gejala Umum

 Perasaan tidak enak (malaise), lemah

 Penurunan nafsu makan dan berat badan

 Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan

darah)

 Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya

dirasakan pada malam hari disertai dengan keringat. Terkadang

serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

b) Gejala Khusus

 Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, apabila terjadi

sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)

akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar akan

menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai

dengan sesak.

 Terdapat cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru) dapat

disertai dengan keluhan sakit dada

 Apabila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi

tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan

5
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan

nanah.

 Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)

dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya

adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-

kejang.

3. Klasifikasi Tuberkulosis

Tuberkulosis pada manusia dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu

tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru. Berikut adalah beberapa

penjelasannya (Aini et al., 2017) :

a) Tuberkulosis Paru

Penyakit ini merupakan bentuk yang paling sering dijumpai, yaitu

sekitar 80% dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang

jaringan paru-paru ini merupakan satu-satunya bentuk dari TB yang

mudah tertular kepada manusia lain, asal kuman bisa keluar dari si

penderita. Klasifikasi TB paru terdiri dari :

 Tuberkulosis Paru BTA positif

1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya

BTA positif.

2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto roentgen

dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

6
3) Satu atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah 3

spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya

BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian

antibiotika non OAT.

 Tuberkulosis paru BTA negatif

1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.

2) Foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis.

3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotikan non OAT.

4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi

pengobatan.

b) Tuberkulosis Ekstra Paru

Penyakit ini merupakan bentuk penyakit TBC yang menyerang

organ tubuh lain selain paru-paru seperti pleura, kelenjar limfe,

persendian tulang belakang, saluran kencing, dan susunan saraf pusat.

Oleh karena itu, penyakit TBC ini kemudian dinamakan penyakit yang

tidak pandang bulu karena dapat menyerang seluruh organ dalam

tubuh manusia secara bertahap. Dengan kondisi organ tubuh yang

telah rusak, tentu saja dapat menyebabkan kematian bagi penderitanya.

Tuberkulosis ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan

penyakitnya, yaitu sebagai berikut :

 Tuberkulosis ekstra paru ringan

Misalnya : TB kelenjar limphe, pleuritis eksudativa unilateral

tulang, sendi dan kelenjar adrenal.

7
 Tuberkulosis ekstra paru berat

Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis

eksudativa dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran

kencing dan alat kelamin.

4. Etiologi Tuberkulosis

Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang

berukuran panjang 1 sampai 4 mm dengan tebal 0,3 sampai 0,6 mm.

Sebagian besar komponen mycobacterium tuberculosis adalah berupa

lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat

tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganiosme ini adalah

bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena

itu, mycobacterium tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru

yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang

kondusif untuk penyakit tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis

mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna

dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam

(BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Bakteri ini juga tahan

dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob. Bakteri

tuberculosis ini mati pada pemanasan 1000C selama 5-10 menit atau pada

pemanasan 6000C selama 30 menit, dan alkohol 70-95% selama 15-30

detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang

lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar

8
atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk

mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40

kali pertukaran udara per jam (Sitorus et al., 2018).

5. Patofisiologi Tuberkulosis

Penyakit tuberkulosis paru ditularkan melalui udara secara langsung

dari penderita penyakit TB kepada orang lain. Dengan demikian,

penularan penyakit ini terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan

orang yang tertular (terinfeksi). Misalnya berada di dalam ruangan tidur

atau ruang kerja yang sama. Penyebaran penyakit TB sering tidak

mengetahui bahwa ia menderita sakit TB. Droplet yang mengandung basil

tuberkulosis yang dihasilkan dari batuk dapat melayang di udara sehingga

kurang lebih 1-2 jam tergantung ada atau tidaknya sinar matahari serta

kualitas ventilasi ruangan dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan

lembab kuman dapat bertahan sampai berhari-hari bahkan berbulan-bulan.

Jika droplet terhirup oleh orang lain yang sehat, maka droplet akan masuk

ke sistem pernapasan dan terdampar pada dinding sistem pernapasan

(Mar’iyah & Zulkarnain, 2021).

Droplet besar akan terdampar pada saluran pernapasan bagian atas,

sedangkan droplet kecil akan masuk ke dalam alveoli di lobus manapun.

Pada tempat terdamparnya, basil tuberkulosis akan membentuk suatu

fokus infeksi primer berupa tempat pembiakan basil tuberkulosis tersebut

dan tubuh penderita akan memberikan reaksi inflamasi. Setelah itu infeksi

9
tersebut akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah

limfokinase yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang

makrofag, sehingga berkurang atau tidaknya jumlah kuman tergantung

pada jumlah makrofag (Mar’iyah & Zulkarnain, 2021).

Karena fungsi dari makrofag sendiri adalah membunuh kuman atau

basil. Apabila proses ini berhasil dan makrofag lebih banyak maka pasien

akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat. Apabila

kekebalan tubuhnya menurun pada saat itu, maka kuman tersebut akan

bersarang di dalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji-

biji kecil sebesar kepala jarum). Tuberkel lama-kelamaan akan bertambah

besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama akan timbul perkejuan

di tempat tersebut. Apabila jaringan yang nekrosis tersebut dikeluarkan

saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka

pasien akan batuk darah (Mar’iyah & Zulkarnain, 2021).

10
6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Menurut (Lestari et al., 2020) mengatakan bahwa keterpaparan

penyakit TB pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa macam faktor

sebagai berikut :

a) Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi ini erat kaitannya dengan kondisi rumah,

kepadatan hunian, lingkungan perumahan dan sanitasi tempat kerja

yang buruk. Apabila suatu keluarga mempunyai penghasilan yang

rendah dan tidak mencukupi kebutuhan hidupnya sehari – hari maka

tidak dapat memenuhi syarat - syarat hidup yang sehat. Pendapatan

yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak, yang memenuhi

syarat-syarat kesehatan. Sehingga memudahkan penularan TBC.

b) Status Gizi

Status gizi yang kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk

menderita TBC berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya

cukup atau lebih. Kekurangan gizi atau kekurangan kalori, protein,

vitamin, zat besi, dll akan mempengaruhi daya tahan tubuh dan apabila

terjadi kekurangan nutrisi pada seseorang akan berpengaruh terhadap

kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap

penyakit. Kuman TBC merupakan kuman yang sukar tidur hingga

bertahun tahun apabila memiliki kesempatan untuk bangun dan

menimbulkan penyakit. Jika tidak ditanganin dengan baik akan dapat

11
secara mudah terjangkit bakteri TBC. Untuk mengetahui indek masa

tubuh maka diperlukan perbandingan antara berat badan dengan tinggi

badan atau indek masa tubuh (IMT).

c) Usia

Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak

dilahirkan. Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun

karena sangat mempengaruhi dan paling sering penyakit TBC di

temukan pada usia produktif sekitar 15-50 tahun. Dengan terjadi

transisi demografi saat ini menyebabkan umur lansia lebih tinggi. Pada

usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang akan

menurun, sehingga sangat rentan sekali terhadap berbagai penyakit

termasuk penyakit TBC.

d) Jenis Kelamin

Pada laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena rokok dan minuman

beralkohol dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh. Sehingga

wajar jika perokok dan peminum beralkohol sering disebut sebagai

agen dari penyakit. Tuberkulosis paru-paru Iebih banyak terjadi pada

laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar

mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya

TBC.

e) Kebiasaan Merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan

resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner,

12
bronkhitis kronik dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok

meningkatkan resiko untuk terkena TBC sebanyak 2,2 kali. Prevalensi

merokok pada hampir semua negara berkembang lebih dari 50%

terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari

5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk

terjadinya infeksi TBC.

7. Manifestasi Klinis Tuberkulosis

Menurut (Iryanita & Afifah, 2015) penderita TBC biasanya akan

mengalami berbagai macam gangguan kesehatan seperti berikut :

a) Demam

Biasanya Subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-

kadang panas badan dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat

timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam

influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah bebas dari serangan

demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan

tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB Paru yang masuk.

b) Batuk Darah

Batuk terjadi karena adanya iritas pada bronkus. Batuk ini

diperlukan untuk membuang produk radang keluar, sifat batuk dimulai

dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan

menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah

berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

13
c) Sesak Nafas

Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasa-kan sifat

nafas, sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,

yang infiltrasinya sudah meliputi setengah badan paru-paru.

d) Nyeri Dada

Gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila infiltrasi

radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.

e) Malaise (Penurunan nafsu makan)

Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu

makan, badan makin kurus, sakit kepala, keringat malam hari.

Gejala umum yang muncul adalah batuk secara terus menerus dan

berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala lain yang sering dijumpai

adalah dahak bercampur dengan darah, batuk darah, sesak nafas dan

rasa nyeri pada dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat di malam hari

walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari satu bulan.

Gejala-gejala diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC.

Oleh sebab itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap

sebagai seorang “suspek tuberkulosis” atau tersangka penderita TBC

dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

Selain itu, semua kontak penderita TBC BTA positif dengan gejala

sama, harus diperiksa dahaknya (F. Puspitasari et al., 2021).

14
8. Komplikasi Tuberkulosis

Komplikasi TB bisa mencapai selaput otak yang diakibatkan oleh

radang selaput otak (meningitis). Melalui aliran darah dan kelenjar getah

bening, bakteri bisa menyebar ke organ tubuh lain seperti kerusakan

tulang dan sendi karena infeksi bakteri TB menyebar dari paru-paru ke

jaringan tulang, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan jantung, gangguan

mata yang ditandai dengan mata yang berwarna kemerahan karena iritasi

dan pembengkakan retina atau bagian lain. Resistensi bakteri terjadi

karena pasien TB tidak disiplin dalam menjalani masa pengobatan

sehingga terputus dan mengalami resistensi (Febriyani et al., 2021).

Komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita stadium lanjut

adalah hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat

mengakibatkan kematian karena syok, tersumbatnya jalan nafas, kolaps

spontan karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain

seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya (Febriyani et al.,

2021).

15
B. Anatomi dan Fisiologi

Sistem pernapasan pada manusia dibagi menjadi beberapa bagian salauran

penghantar udara dari hidung hingga mencapai paru-paru sendiri meliputi dua

bagian, yaitu saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah (Widiastuti &

Siagian, 2019).

1. Saluran Pernapasan Bagian Atas (Upper Respiratory Airway)

Saluran umum, fungsi utama dan saluran pernapasan atas adalah

saluran udara (air circulation) menuju saluran napas bagian bawah untuk

pertukaran gas, melindungi (protecting) saluran napas bagian bawah dari

benda asing, dan sebagai penghangat, penyaring, serta pelembab

(warning fibriation and humidifiation) dari udara yang dihirup oleh

hidung. Saluran pernapasan atas ini terdiri dari beberapa organ berikut :

a) Hidung (Cavum Nasalis)

Rongga hidung dilapisi oleh sejenis selaput lendir yang sangat

kaya akan pembuluh darah. Rongga ini bersambung dengan lapisan

faring dan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk

kedalam rongga hidung.

Gambar 2.2 Hidung

16
b) Sinus Paranasalis

Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang

kepala. Nama sinus paranasalis sendiri di sesuaikan dengan nama

tulang dimana organ itu berada. Organ ini terdiri dari sinus frotalis,

sinus etmoidalis, sinus spenoidalis, dan sinus maksilaris. fungsi dari

sinus adalah untuk emmebantu menghangatkan dan melembabkan

udara manusia dengan ruang resonansi.

Gambar 2.3 Sinus Paranasalis

c) Faring (Tekak)

Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenglorak

sampai persambungannya dengan esophagus. Pada ketinggian tulang

rawan krikoid. Oleh karena itu, letak faring di belakang laring (larynx

pharyngeal).

Gambar 2.4 Faring

17
d) Laring (Tenggorokan)

Laring terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkan

faring dan columna vertebrat. Laring merentang sebagai bagian atas

vetebrata servicals dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring

terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat/disatukan oleh ligament

dan membran.

Gambar 2.5 Laring

2. Saluran Pernapasan Bagian Bawah (Lower Airway)

Ditinjau dari fungsinya secara umum, saluran pernapasan bagian

bawah terbagi menjadi dua komponen. Pertama, saluran udara kondusif

atau yang sering disebut sebagai percabangan dari trakeobronkialis.

Saluran ini terdiri atas trakea, bronki dan bronkioli. Kedua, saluran

respiratorius terminal (kadang kala disebut dengan acini) yang merupakan

saluran udara konduktif dengan fungsi utamanya sebagai penyalur

(konduksi) gas masuk dan keluar dari saluran respiratorius terminal

merupakan pertukaran gas yang sesunggahnya. Alveoli sendiri merupakan

bagian dari satuan respiratorius terminal (Suarniati, 2020).

18
a) Trakea

Trakea atau batang tenggoroakan memiliki panjang kira-kira 9 cm.

Organ ini merentang laring sampai kira-kira di bagian atas vetebrata

torakalis ke-5. Dari tempat ini, trakea bercabang menjadi dua bronkus

(bronchi). Trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tak lengkap, berupa

cincin-cincin tulang rawan yang disatukan bersama oleh jaringan

fibrosa dan melengkapi lingkaran sebelah belakang trakea. Selain itu,

trakea juga memuat beberapa jaringan otot.

Gambar 2.6 Trakea

b) Bronkus dan Bronkeoli

Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan

vetebrata torakalis ke-5 mempunyai struktur serupa dengan trakea dan

dilapisi oleh sejenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu membentang

kebawah dan kesamping, kearah tampuk paru. Bronkus kanan lebih

pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi dari

arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama leawat

dibawah arteri yang disebut bronkus lobus bawah.

19
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan

serta merentang di bawah arteri pulmonalis sebelum akhirnya terbelah

menjadi beberapa cabang menuju ke lobus atas dan bawah. Cabang

utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris

dan kemudian menjadi lobus sementalis. Percabangan ini merentang

terus menjadi bronkus yang ukuranya semakin kecil, sampai akhirnya

menjadi bronkhiolis terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak

mengandung alveoli (kantong udara).

Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1 mm.

Bronkeolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan, tetapi di kelilingi

oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran

udara kebawah sampai tingkat bronkhiolus terminalis disebut saluran

penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.

Gambar 2.7 Bronkus & Bronkiolus

c) Alveolus

Alveolus (yaitu tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari bronkiolus

dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil dan

alveoli pada dindingnya. Alveolus adalah kantung berdinding tipis

20
yang mengandung udara. Melalui seluruh dinding inilah terjadi

pertukaran gas. Setiap paru mengandung sekitar 300 juta alveoli.

Lubang-lubang kecil didalam dinding alveolar memungkinkan udara

melewati satu alveolus yang lain. Alveolus yang melapisi rongga

toraks dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

Gambar 2.8 Alveolus

d) Paru-Paru

Bagian kiri dan kanan paru-paru terdapat rongga toraks. Paru-paru

yang juga dilapisi oleh pleura. Didalam rongga pleura terdapat cairan

surfaktan yang berfungsi untuk lubrikn. Paru kanan dibagi atas tiga

lobus, yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Tiap

lobus dibungkus oleh jaringan elastic yang mengandung pembuluh

limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus

alveolar, dan alveoli. Diperkirakan, setiap paru-paru mengandung 150

juta alveoli sehingga organ ini mempunyai permukaan yang cukup luas

sebagai tempat permukaan/pertukaran gas.

21
Gambar 2.9 Paru-Paru

e) Toraks

Rongga toraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung dan

pembuluh darah besar. Bagian rongga toraks terdiri atas 12 iga costa.

Pada bagian atas toraks di daerah leher, terdapat dua otot tambahan

untuk proses inspirasi, yakni skaleneus dan stenokleidomastoideus.

Otot sklaneuas menaikan tulang iga pertama dan kedua selama

inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan menstabilkan

dinding dada.

Otot sternokleidomastoideus berfungsi untuk mengangkat sternum.

Otot parasternal, trapezius, dan pektoralisjuga merupakan otot untuk

inspirasi tambahan yang berguna untuk meningkatkan kerja napas.

Diantara tulang iga terdapat ototinterkostal. Otot interkostal eksternum

adalah otot yang menggerakan tulang iga ke atas dan kedepan,

sehingga dapat meningkatkan diameter anteroposterior dari dinding

dada.

22
Gambar 2.10 Toraks

f) Diafragma

Diagfragma terletak dibawah rongga toraks. Pada keadaan

relaksasi, diagfragma ini berbentuk kubah. Mekanisme pengaturan

otot diagfragma (nervus frenikus) terdapat pada tulang belakang

(spinal cord) di servikal ke-3 (C3). Oleh karena itu, jika terjadi

kecelakaan pada saraf C3, maka ini dapat menyebabkan gangguan

pada ventilasi.

Gambar 2.11 Diafragma

g) Pleura

Pleura merupakan membrane serosa yang menyelimuti paru.

Terdapat dua macam pleura, yaitu pleura parietal yang melapisi

rongga toraks dan pleura visceral yang menutupi setiap paru-paru.

23
Diantar kedua pleura tersebut terdapat cairan pleura menyerupai

selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut

bergesekan satu sama lain selama respirasi, sekaligus mencegah

pemisah toraks dan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih

rendah daripada tekanan atmosfer, sehingga mencegah terjadinya

kolaps paru. Jika pleura bermasalah, misalnya mengalami peradangan,

maka udara cairan dapat masuk kedalam rongga pleura. Hal tersebut

dapat menyebabkan paru-paru tertekan dan kolaps.

Gambar 2.12 Pleura

24
C. Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan Radiologi Dada

Pemeriksaan radiologis atau rontgen dada bertujuan untuk mendeteksi

adanya penyakit paru seperti tuberkulosis, pneumonia, abses paru,

atelektasis, pneumotoraks, dll. Dengan pemeriksaan rontgen dada dapat

dengan mudah menentukan terapi yang diperlukan oleh pasien dan dapat

mengevaluasi dari efektifitas pengobatan. Pemeriksaan radiologis dada

atau rotgen dada pada pasien Tb paru bertujuan untuk memberikan

gambaran karakteristik untuk TB paru, yaitu adanya lesi terutama di

bagian atas paru, bayangan yang berwarna atau terdapat bercak, adanya

kavitas tunggal atau multipel, terdapat klasifikasi, adanya lesi bilateral

khususnya di bagian atas paru, adanya bayangan abnormal yang menetap

pada foto toraks. Lesi yang terdapat pada orang dewasa yaitu di segmen

apikal dan posterior lobus atas serta segemen apikal lobus bawah (Amiar

& Setiyono, 2020).

2) Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis terbaik dari penyakit tuberculosis (TB) diperoleh dengan

pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan

spesies Mycrobacterium antara yang satu dengan yang lainnya harus

dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai

media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik, perbedaan

kepekaan terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium. Bahan

25
pemeriksaan untuk isolasi Mycrobacterium Tuberculosa berupa (Pratama,

2021) :

a) Urine

Urine yang diambil adalah urine pertama dipagi hari atau urine

yang di kumpulkan selama 12-24 jam. Apabila pasien menggunakan

kateter maka urine yang tertampung di dalam urine bag dapat diambil.

b) Kultur

Pemeriksaan kultur bertujuan untuk mengidentifikasikan suatu

mikroorganisme yang menyebabkan infeksi klinis pada sistem

pernapasan. Bahan yang digunakan dalam pemeriksaan kultur yaitu

sputum dan apus tenggorok. Bahan pemeriksaan sputum dapat

mengidentifikasi berbagai penyakit seperti TB paru, pneumonia,

bronkitis kronis dan bronkiektasis.

c) Sputum

Sputum adalah suatu bahan yang diekskresikan dari traktus

trakeobronkial dan dapat dikeluarkan dengan cara membatukkan.

Pemeriksaan sputum digunakan untuk mengidentifikasi suatu

organisme patogenik dan menentukan adanya sel-sel maligna di dalam

sputum. Jenis-jenis pemeriksaan sputum yang dilakukan yaitu kultur

sputum, sensitivitas dan Basil Tahan Asam (BTA). Pemeriksaan

sputum BTA adalah pemeriksaan yang khusus dilakukan untuk

mengetahui adanya Mycobacterium tuberculosis. Diagnosa TB paru

26
secara pasti dapat ditegakkan apabila di dalam biakan terdapat

Mycobacterium tuberculosis.

Untuk memudahkan proses pengeluarkan sputum dapat dilakukan

dengan memberikan obat-obat mukolitik ekspektoran atau inhalasi

larutan garam hipertonik selama 20-30 menit. Apabila masih sulit,

sputum dapat diperoleh dengan bronkoskopi diambil dengan Broncho

Alveolar Lavage (BAL).

Pemeriksaan sputum BTA dilakukan selama 3x berturut-turut dan

biakan atau kultur BTA dilakukan selama 4-8 minggu. Kriteria dari

sputum BTA positif, yaitu sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang

kuman BTA yang terdapat dalam satu sedian. Waktu terbaik untuk

mendapatkan sputum yaitu pada pagi hari setelah bangun tidur,

sesudah kumur dan setelah gosok gigi. Hal ini dilakukan agar sputum

tidak bercampur dengan ludah.

3) Pengobatan Farmakologi

Pengobatan non-operatif dengan menggunakan kombinasi paling tidak

4 jenis obat anti tuberkulosis. Pengobatan dapat disesuaikan dengan

informasi kepekaan kuman terhadap obat. Lama pengobatan masih

kontroversial, meskipun beberapa penelitian mengatakan memerlukan

pengobatan hanya 6-9 bulan, pengobatan rutin yang dilakukan adalah

selama 9 bulan sampai 1 tahun. Lama pengobatan biasanya berdasarkan

dari perbaikan gejala klinis atau stabilitas klinik pasien (Permana et al.,

2021).

27
a) Isoniasid (INH)

Merupakan devirat asam isonikotinat yang berkhasiat untuk obat

tuberkulosis yang paling kuat terhadap mycobacterium tuberculosis

(dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap basil yang

tumbuh pesat. Efek samping dari isoniazid adalah mual, muntah,

demam, hiperglikemia, dan neuritis optic.

b) Rifampisin (R)

Merupakan sebuah golongan obat antibiotik yang banyak dipakai

untuk menanggulangi infeksi mycobacterium tuberculosis. Rifampisin

menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat sistesis protein

terutama pada tahap transkripsi. Efek samping dari rifampisin adalah

gangguang saluran cerna, terjadi gangguan sindrim influenza,

gangguan respirasi, warna kemerahan pada urine, dan udem.

c) Pirazinamid (Z)

Merupakan obat antibiotik yang digunakan untuk mengobati

infeksi bakteri tuberkulosis dan bekerja dengan menghentikan

pertumbuhan bakteri. Indikasi dari pirazinamid adalah tuberkulosis

dalam kombinasi dengan obat lain. Efek samping dari pirazinamid

adalah anoreksia, icterus, anemia, mual, muntah, dan gagal hati.

d) Streptomisin (S)

Merupakan antibiotik yang dihasilkan oleh jamur tanah yang

disebuts streptomyces griseus yang dapat digunakan untuk mengatasi

sejumlah infeksi seperti tuberkulosis untuk menghambat pertumbuhan

28
mikroba. Saat ini streptomisin semakin jarang digunakan kecuali

untuk kasus resistensi. Efek samping dari streptomisin adalah

gangguang fungsi ginjal, gangguan pendengaran, dan kemerahan pada

kulit.

e) Etambutol (E)

Merupakan obat antibiotik yang dapat mencegah pertumbuhan

bakteri tuberkulosis di dalam tubuh. Indikasi dari etabutanol adalah

tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain. Efek samping

penurunan tajam penglihatan pada kedua mata, penurunan terhadap

kontras sensitivitas warna serta gangguan lapang pandang.

29
BAB III

STATUS KLINIS

NAMA MAHASISWA : Novianti Purwa Bestari


NIM : 202110641011016
TEMPAT PRAKTIK : RSUD Dr. H. Moh. Anwar Sumenep, Madura
PEMBIMBING : Clinical Educator : Dimas Sondang I, SST.Ft., M.Fis PHD
Clinical Instructor : Nanang Heru Sumarso, S.ST.Ft

Pembuatan Laporan : 20 Agustus 2022


Kondisi / Kasus : Tuberkulosis Paru / FT D

I. KETERANGAN UMUM PENDERITA


Nama : Ny. R
Umur : 58 thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Sumenep

II. DATA-DATA MEDIS RUMAH SAKIT


A. DIAGNOSISI MEDIS
Pulmonary Tuberculosis, CVA Infark (paraparese)

B. CATATAN KLINIS
(Medika mentosa, Hasil lab, Foto rontgen, MRI, CT-Scan, dll)
-

C. RUJUKAN DARI DOKTER


Tidak ada

III. SEGI FISIOTERAPI


A. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF

30
B. ANAMNESIS (AUTO / HETERO)
1. KELUHAN UTAMA
Pasien mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih kekuningan &
terkadang disertai dengan darah, susah ketika bernafas, adanya rasa
nyeri pada daerah dada & punggung bawah. Sesak nafas biasanya terjadi
pada saat bangun tidur.

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Batuk dan sesak nafas semakin tidak terkendali yang mengakibatkan
pasien sulit untuk beristirahat. Keluhan yang dialami sudah dirasakan
sekitar 6 bulan yang lalu dan mulai memburuk semenjak 2 bulan
terakhir. Pasien sudah mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh
dokter tetapi tingkat keberhasilan hanya sementara. Dikarenakan
keluhan yang dirasakan oleh pasien semakin parah, maka keluarga
membawa pasien ke RSUD terdekat. Sampai disana dokter
menyarankan kepada pasien untuk menjalankan rawat inap.

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien sudah terkena stroke selama -/+ 2 tahun

4. RIWAYAT PENYAKIT PENYERTA


DM (+)

5. ANAMNESIS SISTEM
Sistem Keterangan
Kepala dan Leher Wajah pucat
Kardiovaskuler Tidak ada keluhan
Respirasi Batuk & sesak nafas
Gastrointestinal Tidak ada keluhan
Urogenitalis Tidak ada keluhan
Musculoskeletal Spasme pada otot bantu pernafasan
(m.pectoralis, m.trapezius, m.sternocleido),
weakness AGB kanan & kiri

31
Nervorum Paraparese (kelemahan kedua tungkai bawah)

C. PEMERIKSAAN
1. PEMERIKSAAN FISIK
a) TANDA-TANDA VITAL
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Denyut Nadi : 78x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Temperatur : 36o C
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 52 kg (awalnya 66,5 kg)

b) INSPEKSI (STATIS & DINAMIS)


(Postur, Fungsi Motorik, Tonus, Reflek, Gait, dll)
 Statis : Wajah tampak pucat, pasien berada di bed dengan
posisi semi fowler & tangan kanan diinfus, pasien
menggunakan cateter & alat bantu nafas, bentuk tubuh sedikit
kifosis, membuka mulut saat bernafas.
 Dinamis : Pola nafas abnormal (dyspnea) & sangkar thoraks
tidak mengembang dengan maksimal, ambulasi miring kanan/kiri
dibantu oleh keluarga.

c) PALPASI
(Nyeri, Spasme, Suhu lokal, Tonus, Bengkak, dll)
- Taktil fremitus : penurunan fremitus
- Spasme pada otot bantu pernafasan, suhu tubuh normal, tidak
ada oedem, nyeri pada bagian dada & punggung bawah

d) PERKUSI
Terdapat bunyi dull pada paru dextra

e) AUSKULTASI
Terdapat bunyi ronkhi pada paru dextra lobus upper

f) GERAK DASAR
 Gerak Aktif :
Dada Pasien kesulitan saat melakukan gerakan inspirasi
& ekspirasi ketika bernafas
AGA Untuk gerakan AGA kanan & kiri pasien mampu
melakukan secara aktif
AGB Untuk gerakan AGB kanan & kiri pasien tidak
mampu melakukan secara aktif

 Gerak Pasif :
AGA Untuk gerakan AGA kanan & kiri pasien mampu

32
melakukan dengan dibantu oleh terapis
AGB Untuk gerakan AGB kanan & kiri pasien mampu
melakukan dengan dibantu oleh terapis

 Gerak Isometrik :
AGA Pasien mampu melawan tahanan minimal
AGB Pasien tidak mampu melawan tahanan

g) KOGNITIF, INTRA-PERSONAL, INTER-PERSONAL


 Kognitif : Pasien sedikit kesulitan saat menceritakan
riwayat kejadian kepada terapis
 Intra-Personal : Pasien memiliki motivasi dan semangat untuk
sembuh
 Inter-personal : Keluarga memberikan dukungan untuk
kesembuhan pasien, terlihat pada saat pasien sedang berada
diruang rawat inap anggota keluarga turut menemani

h) KEMAMPUAN FUNGSIONAL DASAR, AKTIVITAS


FUNGSIONAL, LINGKUNGAN AKTIVITAS
 Kemampuan Fungsional Dasar
Pasien kesulitan saat bernafas, pasien mampu menggerakkan
AGA kanan & kiri walau ada sedikit kelemahan, pasien tidak
mampu menggerakkan AGB kanan & kiri, pasien tidak mampu
ambulasi kanan/kiri secara mandiri
 Kemampuan Aktivitas Fungsional
Pasien kesulitan pada saat melakukan aktivitasnya secara
mandiri (ADL terganggu)
 Kemampuan Lingkungan aktivitas
Pasien belum bisa melakukan kegiatan bersosialisasi bersama
masyarakat di lingkungan rumahnya, sehari-hari pasien berada di
tempat tidur sehingga masih membutuhkan bantuan dari anggota
keluarga apabila ingin melakukan sesuatu

2. PEMERIKSAAN SPESIFIK
(Nyeri, MMT, LGS, Antropometri, Sensibilitas, Tes Khusus, dll)

 Skala Borg
Nilai Keterangan
0 Tidak ada keluhan sesak
0,5 Sesak sangat ringan
1 Sesak cukup ringan
2 Sesak ringan
3 Sesak sedang
4 Sesak kadang mengganggu

33
5 Sesak mengganggu
6
7 Sesak sangat mengganggu
8
9 Sesak sangat sangat mengganggu
10 Sesak maksimal
Hasil : 5 (sesak mengganggu)

 Ekspansi Thoraks
Regio Inspirasi Ekspirasi Selisih
Upper 93 cm 91 cm 2 cm
Middle 101 cm 100 cm 1 cm
Lower 95 cm 94 cm 1 cm
Hasil : Ada penurunan pada ekspansi thoraks

 ADL : Barthel Index


AKTIVITAS ELEMEN PENILAIAN SKOR
Makan 0 : Mampu 10
5 : Memerlukan bantuan
10 : Mandiri/Tanpa bantuan
Mandi 0 : Tergantung 0
5 : Mandiri
Kerapian/Penampilan 0 : Memerlukan bantuan 0
5 : Mandiri
Berpakaian 0 : Tergantung/Tidak mampu 5
5 : Mandiri (mampu mengancing baju,
menutup resleting)
BAB 0 : Inkontinensia 5
5 : Kadang mengalami kesulitan
10 : Mandiri
BAK 0 : Inkontinensia (harus dipasang kateter, 5
tidak mampu mengontrol BAK secara
mandiri
5 : Kadang mengalami kesulitan
10 : Mandiri
Penggunaan kamar 0 : Tergantung 0
mandi/toilet 5 : Perlu dibantu tapi tidak tergantung
10 : Mandiri
Berpindah Tempat 0 : Tidak mampu, mengalami gangguan 5
keseimbangan
5 : Memerlukan bantuan
10 : Memerlukan sedikit bantuan
15 : Mandiri

34
Mobilitas (berjalan 0 : Tidak mampu / berjalan kurang dari 50 0
pada permukaan yang meter
rata) 5 : Hanya bisa bergerak dengan kursi roda,
lebih dari 50 meter
10 : Berjalan dengan bantuan lebih dari 50
meter
15 : Mandiri (meski menggunakan alat
bantu)
Naik turun tangga 0 : Tidak mampu 0
5 : Memerlukan bantuan
10 : Mandiri
JUMLAH 30

KRITERIA PENILAIAN
0-20 : Ketergantungan penuh
21-61 : Ketergantungan berat/sangat bergantung
62-90 : Ketergantungan moderat
91-99 : Ketergantungan ringan
100 : Mandiri

 Nyeri: Numeric Rating Scale

DADA AGA Dex & Sin AGB Dex & Sin


Diam 0 Diam 0 Diam 0
Gerak 4 Gerak 3 Gerak 5
Tekan 4 Tekan 3 Tekan 5

 Tes Sensibilitas
Sensasi Penilaian
Tajam/Tumpul +/+
Kasar/Halus +/+
Panas/Dingin +/+
Hasil : Normal

 Kekuatan Otot (MMT)


REGIO SISI NILAI
AGA Dex/Sin 4/4
AGB Dex/Sin 1/1

KRITERIA PENILAIAN
0 0% Tidak ada kontraksi

35
1 5% Terdapat kontraksi, tidak ada gerakan
2 20% Full ROM, tidak mampu melawan gravitasi
3 50% Full ROM, mampu melawan gravitasi, tidak
mampu melawan tahanan
4 80% Full ROM, mampu melawan gravitasi,
mampu melawan tahanan minimal
5 100% Full ROM, mampu melawan gravitasi,
mampu melawan tahanan maksimal

36
D. UNDERLYING PROCCESS
Orang yang terinfeksi Basil tuberkulosis (mycobacterium
Droplet
aktif Tuberkulosis Paru tuberculosis) memasuki saluran pernafasan

Menembus mekanisme pertahanan sistem pernapasan

Berkolonisasi di saluran nafas bawah

Mangaktifasi respon imun

Inflamasi

Tuberkulosis Paru (TBC)

Anatomi Impairment Functional Limitation Disability

Muscle Pulmo Kesulitan saat bernafas, Tidak mampu


tidak mampu menggerakkan melakukan pekerjaan
AGB kanan & kiri, rumah seperti biasa,
Kinerja otot Infeksi mycobacterium kemampuan ADL menurun, tidak bisa berkegiatan
bantu nafas tuberculosis kesulitan dalam melakukan bersama para tetangga
meningkat ambulasi miring kanan/kiri

Inflamasi pada alveoli


Otot bantu
nafas
spasme Terbentuknya eksudat pada Hypersekresi mukus Peningkatan sputum
alveoli

Myofascial Sesak nafas Batuk


release

Batuk efektif, diaphragmatic,


pursed lips breathing exercise

37
E. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
(International Clatification of Functional and Disability)
Dispnea, cough, muscle spasm, hemiparese et causa CVA Infark suspect
Pulmonary Tuberculosis

 Impairment
- Dispnea (sesak nafas) & batuk
- Penurunan ekspansi thorax
- Spasme otot bantu pernafasan
- Nyeri gerak & tekan pada daerah dada
- Penurunan kekuatan otot AGB kanan & kiri

 Functional Limitation
- Kesulitan menggerakkan AGB kanan & kiri
- Kemampuan ADL menurun
- Kesulitan dalam ambulasi miring kanan/kiri

 Disability
- Pasien tidak mampu melakukan pekerjaan rumah seperti biasanya
- Pasien belum bisa melakukan kegiatan bersosialisasi bersama
masyarakat di lingkungan rumahnya

F. PROGNOSIS
 Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
 Quo ad Sanam : Dubia ad Bonam
 Quo ad Cosmeticam : Dubia at Bonam
 Quo ad Fungsionam : Dubia at Bonam

G. PROGRAM / RENCANA FISIOTERAPI


1. Tujuan Treatment
a) Jangka Pendek
 Mengurangi sesak nafas, batuk, spasme
 Menurunkan nyeri gerak & tekan
 Meningkatkan kekuatan otot AGA & AGB
 Meningkatkan ADL
b) Jangka Panjang
Meneruskan tujuan dari jangka pendek dan mengembalikan
kemampuan fungsional pasien serta mengoptimalkan aktivitas
fungsional pasien.

38
2. Rencana Tindakan
a). Teknologi Fisioterapi
 Pasif ROM
Tujuannya : Untuk lebih meningkatkan ROM pada pasien

 Myofascial Release
Tujuannya : Untuk mengurangi spasme pada bagian otot bantu
pernafasan.
 Efflurage : Teknik ini menggunakan kedua telapak tangan
dengan memberikan tekanan yang lembut pada bagian tubuh
yang mengalami spasme dengan sirkular secara berulang.

 Proper Positioning
Tujuannya : Untuk menjaga tubuh agar tidak terkena ulkus
dekubitus selama pasien imobilisasi

 Batuk Efektif
Tujuannya : Untuk mengeluarkan dahak yang tidak bisa keluar.
 Posisi pasien bisa terlentang atau duduk (sesuai dengan
kenyamanan pasien). Setelah itu, terapis mengarahkan
kepada pasien untuk melakukan inspirasi dalam. Hal ini
dilakukan selama 2x, setelah inspirasi yang ke 3 pasien
dianjurkan untuk membatukkan dengan kuat.

 Breathing Exercise
Tujuannya : Untuk memperbaiki pola nafas dan meningkatkan
ekspansi thorax
 Diaphragmatic Breathing Exercise
Pasien diminta untuk melakukan inspirasi sekuat-kuatnya
melalui hidung lalu tahan selama 3-5 detik (sesuai dengan
toleransi pasien). Selanjutnya ekspirasikan secara perlahan
dan panjang dengan menghembuskan melalui mulut yang
akan mendorong perut ke dalam dan ke atas. Gerakan tangan
menunjukkan penderita telah melakukan latihan dengan
benar atau tidak yaitu apabila tangan di atas perut bergerak
selama inspirasi, maka penderita sudah bekerja dengan benar,
dan apabila tangan pada dada bergerak berarti penderita
menggunakan otot-otot dada.

39
 Pursed Lips Breathing
Pasien terlentang dengan posisi kepala agak tinggi atau posisi
lain yang sesuai dengan kenyamanan pasien. Kemudian
mengajarkan pasien untuk mengambil nafas secara perlahan
dan dalam melalui mulut dan hidung (sampai perut terdorong
maksimal atau mengembang). Tahan selama 5 hitungan
(semampu toleransi pasien) selanjutnya pasien diminta untuk
menghembuskan udara secara perlahan melalui mulut dengan
bibir yang dikuncupkan.

H. PELAKSANAAN FISIOTERAPI
a) Pasif ROM
F : 2x sehari
I : 3-5x rep / gerakan
T : 5-10 menit
T : Pasif exercise

b) Myofascial Release
F : Setiap sehari
I : Sesuai kemampuan pasien
T : 3-5 menit
T : Efflurage

c) Batuk Efektif
F : Setiap hari
I : 3x pengulangan
T : Disesuaikan
T : Batuk setelah melakukan inspirasi dalam

d) Breathing Exercise
F : Setiap hari
I : 3x pengulangan
T : 3-5 menit
T : Diaphragmatic, pursed lips breathing exercise

e) Proper Positioning
F : Setiap 2 jam sekali
I :-
T : 10-15 menit

40
T : Latihan miring kanan & kiri

I. HASIL EVALUASI TERAKHIR


Untuk hasil evaluasi pasien masih sama saat pemeriksaan pertama dan
belum ada perubahan

J. EDUKASI DAN KOMUNIKASI


 Menyarankan kepada keluarga untuk menjaga pola hidup sehat pasien
mulai dari makanan dan istirahatnya
 Mengedukasi kelurga pasien untuk membantu pasien melakukan latihan-
latihan yang sudah diajarkan oleh terapis di rumah
 Selalu rutin mengkonsumsi obat yang sudah diberikan oleh dokter

K. CATATAN PEMBIMBING PRAKTIK


Tidak ada

L. CATATAN TAMBAHAN
Tidak ada

41
DAFTAR PUSTAKA

Aini, D. N., Arifianto, & Sapitri. (2017). Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler
Terhadap Respiratory Rate Pasien Tuberkulosisi Paru di Ruang Flamboyan
RSUD Soewondo Kendal, 6(1), 1–9.
Amiar, W., & Setiyono, E. (2020). Efektivitas Pemberian Teknik Pernafasan Pursed
Lips Breathing dan Posisi Semi Fowler Terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen
Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru. Indonesian Journal of Nursing Science
and Practice, 3(1), 7–13.
Febriyani, M., Faradisi, F., & Fajriyah, N. N. (2021). Penerapan Fisioterapi Dada dan
Batuk Efektif Terhadap Ketidakefektifan Bersihan jalan Nafas Pada Pasien
Dengan Tuberculosis Paru. Seminar Nasional Kesehatan, 3(2), 1706–1712.
Hasaini, A. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Napas Dalam dan Batuk Efektif
Terhadap Bersihan Jalan Napas Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru di
Ruang Al-Hakim RSUD Ratu Zalecha Martapura Tahun 2018. Jurnal Dinamika
Kesehatan, 9(2), 240–251.
Iryanita, E., & Afifah, I. A. (2015). Efektivitas Slow Deep Breathing Terhadap
Perubahan Saturasi Oksigen Perifer Pasien Tuberkulosis Paru Di Rumah Sakit
Kabupaten Pekalongan.
Lestari, E. D., Umara, A. F., & Immawati, S. A. (2020). Pengaruh Batuk Efektif
Terhadap Pengeluaran Sputum Pada Pasien Tuberkulosis Paru. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Indonesia, 4(1), 1–10.
Mahendrani, C. R. M., Subkhan, M., Nurida, A., Prahasanti, K., & Yelvi, L. (2020).
Analisis Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Konversi Sputum Basil Tahan
Asam Pada Penderita Tuberkulosis. Jurnal Berkala Ilmiah Kedokteran, 3(1), 1–
9.
Mar’iyah, K., & Zulkarnain. (2021). Patofisiologi Penyakit Infeksi Pada Pasien
Dengan Tuberkulosis. Journal UIN Alauddin, 7(November), 88–92.
Maulana, A., Azniah, & Suarnianti. (2021). Pengaruh Intervensi Teknik Batuk Efektif
Dengan Pengeluaran Sputum Pada Pasien Tuberkulosis. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa & Penelitian Keperawatan, 1(1), 77–82.
Permana, B., Nurhayati, N., Supriatin, E., & Lindayani, L. (2021). Effect of
Diaphragmatic Breathing and Pocketed Lip Breathing Techniques on The
Management of Breathlessness in Patients Inefective Respiratory Pattern
Disorders With Mycobacterium Tuberculosis (Pulmonary Tuberculosis).
Scientific Journal of Nursing, 7(3), 8–17.

42
Pratama, A. D. (2021). Efektivitas Active Cycle of Breathing Technique (ACBT)
Terhadap Peningkatan Kapasitas Fungsional Pada Pasien Dengan Bronkiektasis
Post Tuberkulosis Paru. Jurnal Vokasi Indonesia, 9(1), 65–72.
Puspitasari, D., & Khasanah, S. (2022). Implementasi Batuk Efektif dan Fisioterapi
Dada Pada Tn.M Dengan Tuberculosis Paru. Mahakam Nursing Journal, 2(11),
456–464.
Puspitasari, F., Purwono, J., & Immawati. (2021). Penerapan Teknik Batuk Efektif
Untuk Mengatasi Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Pada Pasien Tuberkulosis Paru. Jurnal Cendikia Muda, 1(2), 230–235.
Puspitasari, N. D., Widiastutik, D. U., & Najib, M. (2019). Teknik Batuk Efektif dan
Bersihan Jalan Nafas Pada Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD M.Soewandhie
Surabaya. Jurnal Keperawatan, XII(2), 121–128.
Safira, A. R., & Nahdliyyah, A. I. (2014). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi
Tuberkulosis Paru Dengan Modalitas Infrared dan Active Cycle of Breathing
Technique (ACBT) di BBKPM Surakarta, 37–43.
Sitorus, E. D., Lubis, R. M., & Kristianti, E. (2018). Penerapan Batuk Efektif dan
Fisioterapi Dada Pada Pasien Tuberkulosis Paru Yang Mengalami
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas di RSUD Kota Jakarta Utara, 4(2), 40–
45.
Suarniati, S. (2020). Penerapan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru
Dalam Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi Di Rsud Labuang Baji Makassar.
Jornal of Health Education and Literacy (J-Health), 3(1), 34–43.
Widiastuti, L., & Siagian, Y. (2019). Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Pengeluaran
Sputum Pada Pasien Dengan Tuberkulosis di Puskesmas Kampung Bugis
Tanjung Pinang. Jurnal Keperawatan, 9(1), 1069–1076.

43
LAMPIRAN

Lampiran 1 Jurnal Pendukung

44
45

Anda mungkin juga menyukai