Disusun Oleh :
dr. Sinta Singarimbun
Dokter Pendamping :
dr Nunik Chrusniati Susanah
dr Arne Putri Margiani
dr. Evi Rossalina
i
KABUPATEN BLITAR TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan
rahmat, anugerah, dan karunianya sehingga kami bisa menyelesaikan Mini Project
Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sanankulon tahun 2020 ini dengan baik
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Kami mengucapkan terima kasih kepada dr.Evi
Rossalina selaku pendamping dokter internsip Puskesmas Sanankulon beserta staf puskesmas
Sanan kulon yang membantu kami menyelesaikan Mini Project ini.
Kami menyadari bahwa penulisan Mini Project kami masih kurang sempurna.Untuk
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar
kedepannya kami dapat memperbaiki dan menyempurnakan tulisan ini. Kami berharap agar
laporan kasus yang kami tulis ini berguna bagi semua orang dan dapat digunakan sebaik-
baiknya sebagai sumber informasi. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang……………………. 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan Penulisan 2
1.4. Manfaat Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi 3
2.2. Epidemiologi 3
2.3. Etiologi 3
2.4. Patogenesis 4
2.4.1. Tuberkulosis Primer.......................................................................4
2.4.2. Tuberkulosis Post Primer...............................................................4
2.5. Klasifikasi 5
2.5.1. Berdasarkan Organ yang Terkena..................................................5
2.5.2. Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium.......................................5
2.5.3. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya.............................5
2.6. Diagnosis 6
2.6.1. Gambaran Klinis............................................................................6
2.6.2. Pemeriksaan Fisik..........................................................................7
2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium............................................................7
2.6.4. Pemeriksaan Radiologi...................................................................8
2.7. Penatalaksanaan 10
2.8. Evaluasi Pengobatan 13
2.8.1. Evaluasi Klinis.............................................................................13
2.8.2. Evaluasi Bakteriologi...................................................................13
2.8.3. Evaluasi Radiologi.......................................................................13
2.9. Komplikasi 14
BAB III METODE PENELITIAN 15
3.1. Jenis Penelitian 15
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian 15
3.3. Populasi Penelitian 15
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 16
3.4.1. Kriteria Inklusi.............................................................................16
3.4.2. Kriteria Eksklusi...........................................................................16
3.5. Cara Pengumpulan Data 16
3.6. Defenisi Operasional 17
3.7. Instrumen Penelitian 18
BAB IV DATA GEOGRAFIS 19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 26
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................32
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
di Puskesmas Sanankulon
paru.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi, sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ
tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.1
2.2. Epidemiologi
Hingga saat ini, TB masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia.
Mycobacterium tuberkulosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Pada Tahun 1993,
WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB karena pada sebagian besar negara di
dunia penyakit TB tidak terkendali. Hal ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak
berhasil disembuhkan terutama penderita menular (BTA positif). Pada tahun 1995
diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TB dengan kematian 3 juta
orang. Di negara-negara berkembang, kematian TB merupakan 25% dari seluruh kematian
yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara
berkembang 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif (15 – 50 tahun).1,2
Beban TB di Indonesia masih sangat tinggi, khususnya mengenai kesembuhan yang
ada. TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan peringkat
ketiga dalam daftar 10 penyakit pembunuh tertinggi di Indonesia yang menyebabkan sekitar
88.000 kematian setiap tahunnya. Secara Regional prevalensi TB BTA positif di Indonesia
dikelompokan kedalam 3 wilayah, yaitu :2
1. Wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk
2. Wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk
3. Wilayah Indonesia timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk
2.3. Etiologi
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Bakteri
ini berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul.
Ukuran panjang sekitar 1 – 4 µm dan lebar 0,3 – 0,6 µm. Mycobacterium terdiri dari lapisan
lemak yang cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel bakteri adalah asam mikolat,
kompleks waxes, trehalosa dimicolat, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam
3
virulensi. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida
seperti arabinogalaktan dan arabinomatan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri bersifat tahan asam.1,3
2.4. Patogenesis
2.4.1. Tuberkulosis Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran pernapasan akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan terbentuk fokus primer. Fokus primer ini mungkin akan timbul
dibagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari fokus primer akan
tampak peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Fokus
primer bersama-sama dengan limfangitis regional disebut dengan kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu dari di bawah ini :2
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, dan
sarang perkapuran di hilus.
3. Menyebar dengan cara :
- Perkontinuitatum, yaitu meyebar ke sekitarnya.
- Bronkogen, baik dari paru yang bersangkutan maupun ke paru di sebelahnya atau
tertelan
- Hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah,
dan virulensi kuman. Fokus yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetapi bila tidak terdapat imunitas yang adekuat penyebaran ini akan menimbulkan
keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier atau meningitis tuberkulosis.
Penyebaran ini dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya
tulang, ginjal, adrenal, genital, dan sebagainya.
2.4.2. Tuberkulosis Post Primer
Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15 – 40 tahun. Tuberkulosis post primer dimulai dengan
sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior.
Sarang ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil yang akan mengikuti salah satu
jalan sebagai berikut :2
1. Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
4
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
pengapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk perkejuan
dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonia meluas dan membentuk jaringan kaseosa. Kavitas akan muncul
dengan dibatukkannya jaringan kaseosa keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).
2.5. Klasifikasi
2.5.1. Berdasarkan Organ yang Terkena
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.4
2. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain – lain.4
2.5.2. Berdasarkan Pemeriksaan Laboratorium
1. Tuberkulosis paru BTA positif 4,5
- Sekurang- kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukan
gambaran tuberkulosis
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT
2. Tuberkulosis paru BTA negatif 4,5
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
- Foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
2.5.3. Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya4
1. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
5
2. Kasus kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
didiagnosis kembali dengan BTA postif (apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (default) adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat
2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5. Kasus pindahan (transfes in) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kasus ini
termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah
selesai pengobatan ulangan.
2.6. Diagnosis
2.6.1. Gambaran klinis
Gambaran klinis penderita tuberkulosis paru dibagi menjadi dua golongan, yaitu
gejala respiratorik dan gejala sistemik.5,6
1. Gejala respiratorik, meliputi :
a. Batuk > 3 minggu/ batuk darah
- Pada awal terjadinya penyakit, kuman akan berkembang biak di jaringan paru. Batuk
baru akan terjadi bila bronkus telah terlibat. Batuk merupakan akibat dari
terangsangnya bronkus yang bersifat iritatif. Kemudian akibat terjadinya peradangan,
batuk berubah menjadi produktif karena diperlukan untuk membuang produk-produk
ekskresi dari peradangan. Sputum dapat bersifat mukoid atau purulen.
- Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat atau ringannya batuk darah
tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah. Gejala batuk darah tidak selalu
terjadi pada setiap penderita tuberkulosis paru, kadang-kadang merupakan suatu tanda
perluasan proses tuberkulosis paru. Batuk darah tidak selalu ada sangkut-paut dengan
terdapatnya kavitas pada paru.
b. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan
pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru, TB
paru dengan efusi pleura yang massif, atau TB paru dengan penyakit kardiopulmoner yang
mendasarinya.
6
c. Nyeri dada
Nyeri dada bersifat tumpul. Adanya nyeri menggambarkan keterlibatan pleura yang
kaya akan persyarafan. Kadang-kadang hanya berupa nyeri menetap yang ringan. Dapat juga
disebabkan regangan otot karena batuk.
2. Gejala sistemik, meliputi :5,6
a. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza. Tetapi, kadang-kadang panas badan
dapat mencapai 40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, kemudian dapat
timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
b. Keringat di malam hari tanpa disertai aktivitas
c. Anoreksia dan penurunan berat badan
- Penyakit tuberkulosis paru bersifat radang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
berupa anoreksia tidak ada nafsu makan sehingga membuat badan penderita makin
kurus (penurunan berat badan).
2.6.2. Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada awal perkembangan penyakit umumnya sulit untuk ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan 6
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, namun kadang terdapat retraksi rongga dada,
difragma dan mediastinum.
Palpasi : Fremitus biasanya meningkat.
Perkusi : Tergantung dari beratnya TB, bisa dari pekak sampai redup.
Auskultasi : Suara nafas bronchial, amforik, suara nafas lemah, ronkhi basah
2.6.3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan tiga spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berturutan berupa Sewaktu – Pagi – Sewaktu (SPS) :6,7
- S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi
pada hari kedua.
7
- P (pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur.
Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
- S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua saat menyerahkan dahak pagi.
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dalam skala IUATLD (International
Union Against Tuberkulosis and Lung Disease) :6,7
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif.
- Ditemukan 1 – 9 BTA dalam 100 lapang pandang hanya disebutkan dengan jumlah kuman
yang ditemukan.
- Ditemukan 10 – 99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (+1).
- Ditemukan 1 – 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (+2).
- Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (+3).
2.6.4. Pemeriksaan Radiologi
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakan dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun, pada kondisi tertentu,
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut :7
- Hanya satu dari tiga spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini,
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif
- Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah tiga spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotik non OAT.
- Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penangan khusus, seperti pneumothoraks, pleuritis eksudatif, efusi perikarditis, atau efusi
pleural dan pasien yang mengalami batuk berdarah berat untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma.
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi aktif akan tampak bayangan berawan
di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah. Dapat
ditemukan juga kavitas atau bayangan bercak milier. Pada lesi TB inaktif tampak gambaran
fibrotik, kalsifikasi dan penebalan pleura.7,8
Pemeriksaan foto toraks standar untuk menilai kelainan radiologis TB paru adalah
foto toraks posisi posteroanterior dan lateral. Kelainan radiologis tuberkulosis paru menurut
klasifikasi The National Tuberkulosis Assosiation of the USA (1961) adalah sebagai berikut:8
1. Minimal lesion
- Infiltrat kecil tanpa kaverne
- Menenai sebagian kecil dari satu paru atau keduanya
8
- Jumlah keseluruhan paru yang ditemui tanpa memperhitungkan
distribusi, tidak lebih dari luas antara pesendian chondrosternal kedua sampai corpus
vertebra torakalis V (kurang dari 2 sela iga).
2. Moderately advanced lesion
Dapat mengenai sebelah paru atau kedua paru tetapi tidak melebihi ketentuan sebagai
berikut :
- Bercak infiltrat tersebar tidak melebihi volume sebelah paru
- Infiltrat yang mengelompok yang luasnya tidak melebihi 1/3 volume
sebelah paru
- Diameter kaverne bila ada tidak melebihi dari 4 cm.
3. Far advanced lesion
Far advanced lesion merupakan lesi yang melewati moderately advanced lesion atau
ada kavernae yang sangat besar.
9
Tersangka penderita TBC
(suspek TBC)
2.7. Penatalaksanaan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya resistensi
10
kuman terhadap obat anti tuberkulosis (OAT). Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan
prinsip-prinsip sebagai berikut :7,9
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah yang
cukup, dan dosis yang tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Minum Obat (PMO).
3. Pengobatan TB dilakukan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA
negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
11
- Pasien TB ekstra paru.
9
Tabel 2.2
9
Tabel 2.3
10
Tabel 2.4
12
Tabel 2.5. Dosis KDT untuk sisipan10
13
Tabel 2.6. Tindak Lanjut Evaluasi Pemeriksaan Dahak11
2.9. Komplikasi
Pada pasien tuberkulosis dapat terjadi beberapa komplikasi baik sebelum pengobatan
atau dalam masa pengobatan maupun setelah selesai pengobatan. Beberapa komplikasi yang
akan timbul adalah10
1. Batuk darah.
2. Pneumotoraks.
3. Gagal nafas.
4. Efusi pleura.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan metode
deskriptif mengenai Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sanankulon 2020.
medik pasien tuberkulosis paru yang berobat pada Januari – Oktober tahun 2020.
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien yang didiagnosis penyakit tuberkulosis paru di Puskesmas Sanankulon Januari
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diambil. Sampel dalam penelitian ini
adalah semua pasien yang didiagnosis penyakit tuberkulosis paru di Puskesmas Sanankulon
pada Januari – Oktober 2020. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel
consecutive sampling, yaitu semua subyek yang sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria
15
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
2020.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder, yaitu data
rekam medik pasien yang menderita tuberkulosis paru di Puskesmas Sanankulon tahun 2020.
1. Perumusan masalah
16
9. Menyusun hasil penelitian dan melakukan pembahasan
Mycobacterium tuberculosis.
2. Jenis kelamin adalah jenis yang membedakan pasien atas laki-laki dan perempuan.
3. Usia adalah masa hidup pasien yang dihitung sejak ia lahir sampai ia terdaftar
penderita tuberkulosis paru dengan menggunakan teknik Ziehl Neelsen, yang dibagi
menjadi :
a. Positif
b. Negatif
5. Tipe penderita
a. Kasus baru
17
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
6. Kategori Pengobatan
paru BTA (+, BTA (-)/ rontgen (+) yang sakit berat dan extra paru berat.
- Kategori II: adalah pengobatan yang diberikan bagi penderita kambuh, gagal
7. Hasil Pengobatan
apusan ulang dahak (Follow –Up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu
- Sedang Pengobatan
Pasien yang sedang menjalani pengobatan baik dalam fase awal maupun lanjut.
- Tidak Sembuh
Pasien yang sudah minum obat sampai fase lanjutan akan tetapi BTA negatif,
pasien yang sedang menjalani pengobatan tetapi belum selesai pengobatan akan
penelitian. Instrumen dalam penelitian ini adalah data rekam medik pasien yang menderita
18
BAB IV
DATA GEOGRAFIS PUSKESMAS SANANKULON
Kecamatan : Sanankulon
Kabupaten : Blitar
Tahun : 2019
Batas Wilayah
- Barat : Kec.Ponggok dan Kec. Srengat
- Utara : Kec. Ponggok dan Kec. Nglegok
- Timur : Kota Blitar
- Selatan : Kec. Kademangan
1. Luas Wilayah : 33,33 Km2
- Dataran Rendah : 100%
- Dataran Tinggi : 0%
19
Berikut ini gambar peta wilayah kerja UPT Puskesmas Sanankulon
4.1.3 Kependudukan
Piramida Penduduk
20
2155 30 - 34 1658
2091 25 - 29 1642
1889 20 - 24 1703
2157 15 - 19 2046
2298 10 - 14 2463
2342 5–9 2732
2417 0–4 2680
Tambahan:
12
4.1.4 Pendidikan
21
Taman Kanak-kanak : murid
2324/1564
SD / MI kelas 1-6 : murid
SD/MI kelas 1 : 351 / 331 murid
1760 / 534
SLTP / MTs : murid
SMU / MA : 590/ 31 murid
Akademi : mahasiswa
Perguruan Tinggi : mahasiswa
Santri Pondok Pesantren : santri
DERAJAT KESEHATAN
Jumlah Kematian Ibu : 1 orang
Jumlah Kematian Perinatal : 2 orang
Jumlah Kematian Neonatal : 3 orang
Jumlah Lahir Mati : 6 orang
Jumlah Lahir Hidup : 787 orang
Jumlah Kematian Bayi : 1 orang
Jumlah Kematian Anak Balita : 0 orang
4.1.6 KETENAGAAN
Jumlah tenaga di Puskesmas : 37 orang
Dokter : 1 orang
Dokter dengan Pelatihan PPGD : 1 orang
Dokter dengan Pelatihan ATLS/ACLS : 1 orang
Dokter dengan Pelatihan Poned : 0 orang
Dokter dengan STR dan SIP : 1 orang
Dokter dengan Pelatihan Jiwa : 0 orang
Dokter gigi : 1 orang
Dokter gigi dengan STR dan SIP : 1 orang
Dokter gigi PNS 1 orang
Dokter gigi non PNS 0 orang
Sarjana Kesehatan Masyarakat : orang
Bidan : 13 orang
Bidan di Puskesmas : 2 orang
Bidan di Pustu : 3 orang
Bidan di Ponkesdes/Desa : 2 orang
P2B : 2 orang
D3 Kebidanan : 3 orang
22
Bidan dengan Pelatihan APN : Orang
Bidan dengan Pelatihan BBLR : Orang
Bidan dengan Pelatihan Poned : Orang
Bidan dengan STR dan SIB : 13 orang
Perawat Kesehatan : 8 orang
Perawat di Puskesmas : 4 orang
Perawat di Pustu : 2 orang
SPK : 0 orang
D3 Keperawatan : 7 orang
S1 Keperawatan : 1 orang
Perawat dengan Pelatihan PPGD : Orang
Perawat dengan STR dan SIPP : 7 orang
Perawat dengan Pelatihan jiwa : 1 orang
Jumlah Perawat Ponkesdes : 2 orang
- D3 Keperawatan : 2 orang
- S1 Keperawatan : 0 orang
Perawat Gigi : 1 orang
Perawat Gigi PNS : 1 orang
Perawat Gigi non PNS : 0 orang
Sanitarian/ D3 Kesling : 1/ 0 orang
Petugas Gizi/ D3 Gizi : 1 orang
Farmasi: :
Apoteker : 1 orang
Apoteker dengan STR dan SIP : 1 orang
Tenaga Teknis Kefarmasian : Orang
Tenaga Teknis Kefarmasian dengan STR dan SIP : Orang
Analis laboratorium/D3 Laboratorium : 1/1 orang
Juru Imunisasi / juru malaria : 1/0 orang
Tenaga Kesehatan Tradisional
D3 Kesehatan Tradisional 0 orang
D4 Kesehatan Tradisional 0 orang
S1 Kesehatan Tradisional 0 orang
Tenaga Administrasi : 7 orang
Sopir, penjaga : 0 orang
Lain lain (RM) : 1 orang
Rumah Sakit
-Rumah Sakit Pemerintah : 0 buah
-Rumah Sakit Swasta : 0 buah
23
Puskesmas Pembantu : 2 buah
Klinik 0 buah
24
Jumlah Poskeskel 0 Pos
Jumlah Poskestren : 6 Pos
Jumlah Pos UKK ( Upaya Kesehatan Kerja) : 1 Pos
Jumlah Posbindu PTM : 12 Pos
Jumlah Saka Bhakti Husada : 1 SBH
Jumlah Organisasi Masyarakat/LSM peduli
kesehatan : 0 kelompok
Jumlah Panti Asuhan : 0 buah
Jumlah Panti Wreda : 0 buah
25
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Responden
Hasil pengumpulan data pasien TB paru yang berobat di Puskesmas Sanankulon
Blitar pada Januari – Oktober tahun 2020 diperoleh 25 pasien. Pasien yang memenuhi kriteria
inklusi adalah 22 pasien dan yang memenuhi kriteria eksklusi adalah 3 pasien. Yang menjadi
gambaran tersebut antara lain distribusi frekuensi berdasrkan umur, jenis kelamin, BTA
sputum, tipe penderita, kategori pengobatan, keteraturan berobat dah hasil pengobatan.
26
JENIS KELAMIN Jumlah (n) Persentase(%)
PEREMPUAN 7 31,8
LAKI-LAKI 15 68,2
TOTAL 22 100
Tabel 5.1.2 menunjukkan bahwa dari 22 passien TB di Puskesmas Sanankulon, pasien
yang terdiagnosa TB berdasarkan jenis kelamin perempuan sebanyak 7 orang (31,8%) dan
laki- laki sebanyak 15 orang (68,2%).
27
Tabel 5.1.5 menunjukkan bahwa dari 22 passien TB di Puskesmas Sanankulon, pasien
yang terdiagnosa TB dengan pengobatan kategori 1 sebanyak 20 orang (91%) dan yang
pengobatan ketegori 2 sebanyak 2 orang (9%).
28
5.2 PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Mayoritas pasien berada pada kategori umur 46-65 tahun yaitu sebanyak 9 pasien
(41%) dan jumlah pasien dengan kategori umur 26-45 tahun menempati urutan kedua yaitu
29
sebanyak 6 pasien (27,2%). Penelitian oleh Susilayanti EY6 di Padang menyatakan bahwa
lebih dari separuh penderita TB terjadi pada kelompok usia produktif. Kolappan C7 dkk
melaporkan bahwa penuaan berhubungan erat dengan angka kejadian untuk kelompok yang
berusia di atas 45 tahun. Survey yang diadakan sebelumnya secara konsisten melaporkan
bahwa prevalensilebih tinggi pada kelompok usia yang lebih tua.
BTA sputum pada pasien TB paru di Puskesmas Sanankulon mayoritas memiliki hasil
sputum (+) yaitu sebanyak 15 pasien (68,2%) dan negatif sebanya 7 orang (31,8%)
Seperti yang dipaparkan pada Buku Ilmu Penyakit Dalam dengan topik Tuberkulosis
Paru, salah satu faktor yang menyebabkan keterbatasan kinerja uji BTA adalah pasien yang
tidak datang kembali membawa sampel dahak karena uji BTA memerlukan penelitian sampel
yang berulang. Selain itu, faktor perancu yang lain adalah jumlah bakteri di sampel sputum
bisa kurang dari 5000 ml walaupun ternyata pasien tersebut positif. Tetapi karena pada
sputum yang pasien bawa jumlah bakterinya kurang maka pasien terdiagnosis negatif
berdasarkan uji BTA. Selain itu, tidak semua pasien mengetahui teknik untuk mengeluarkan
sputum sehingga perlu edukasi cara penampungan sputum pada pasien sebelum pasien
menyerahkan sampel sputum
Seluruh pasien TB paru merupakan tipe pasien dengan kasus baru. Tidak terdapat
pasien dengan kasus lama. Penelitian yang dilakukan oleh Sihotang RH10 di Puskesmas
30
Bahu Malalayang 1 Manado menemukan bahwa sebanyak 91,38% pasien yang datang untuk
berobat merupakan pasien dengan kasus baru.
Sebanyak 22 pasien telah berobat secara teratur (100%) dan tidak ada berobat Yng
tidak teratur. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat Sanankulon untuk berobat
dan memperoleh kesembuhan sudah baik. Keteraturan berobat sangat berhubungan dengan
hasil pengobatan yang akan dicapai oleh pasien. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Randung HK12 di Pontianak menunjukkan bahwa sebagian besar pasien telah berobat secara
teratur. Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukoco NE13, mayoritas
pasien TB paru telah berobat secara teratur.
Mayoritas hasil akhir pengobatan ialah sembuh yaitu sebanyak 12 pasien (54,6%),
sedangkan sisanya merupakan hasil pengobatan yang tidak dapat dinilai akibat pasien yang
belum menyelesaikan pengobatan tetapi sudah meninggal yaitu sebanyak 3 pasien (13,6%),
dan yang sedang menjalani pengobatan sebanyak 7 orang (31,8%).
Kesembuhan pasien TB paru juga dinilai dari perubahan BTA (+) menjadi BTA (-).
Dalam penelitian ini, seluruh pasien yang berjumlah 12 (54,6 %) mencapai pengobatan tahap
awal dengan hasil BTA (-).
31
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN
Pasien yang paling banyak ditemukan ialah pasien usia (46-65 tahun) yaitu sebanyak
9 pasien (41%) dan urutan ke dua di usia (26-45 tahun) sebanyak 6 orang (27,2%) Jumlah
pasien laki-laki ialah 15 pasien (68,2%). BTA sputum mayoritas memiliki hasil + yaitu
sebanyak 15 pasien (68,2%). Paien TB paru sebagian besar merupakan tipe pasien kasus
baru dan memperoleh pengobatan kategori I. Sebanyak 22 pasien telah berobat secara teratur
(100%). Seluruh pasien mencapai pengobatan tahap awal dengan hasil BTA (-). Mayoritas
hasil akhir pengobatan ialah sembuh yaitu sebanyak12 pasien (54, 6%) dan sedang menjalani
pengobatan 7 pasien (31,8%).
6.2 SARAN
Perlu diadakan penyuluhan penyakit TB paru pada masyarakat terutama di wilayah
padat penduduk dan lingkungan yang kumuh. Penemuan kasus TB paru secara aktif oleh
instansi kesehatan diperlukan untuk menemukan kasus baru. Kepada masyarakat diharapkan
untuk mencegah penularan penyakit TB paru dengan cara menjaga lingkungan tetap sehat,
memakai masker apabila batuk , paham etika batuk , tidak membuang dahak sembaranga dan
segera berobat jika terdapat gejala penyakit TB paru.
32
DAFTAR PUSTAKA
2. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Edisi IV Jilid II. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Peyakit Dalam Fakultas
Kedoktern UI, Jakarta: 2006.
8. Bello SI, Itiola OA. (2010). DrugAdherence amongst tuberculosis patients in the
University of Ilorin Teaching Hospital, Ilorin, Nigeria. African Journal of Pharmacy and
Pharmacology: 4(3),p 109-114.
9. Adane AA, Alene KA, Koye DN, Zeleke BM. (2013). Nonadherence to Anti-
Tuberculosis Treatments and Determinant Factors among patients with Tuberculosis in
Northwest Ethiopia. PLoS ONE 8(11): e78791.
33
11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2011.
34