ADRIANA KARERE
CIKI TRIANY BANA
DONI ABRAHAM FAOT
KRISTIANI VIRGONITA WINU
MAKRIT BETTI
MARIA A.Y. ANU
NONA INA MAGI LIWU
NORDI BANUNAEK
POLCE E. TAENAES
SAMUEL I. SELAN
SINTA M. TOTOS
KUPANG 2023
1
KATA PENGATAR
Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat karunia-Nya
kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai tepat pada waktunya. Makalah ini
berjudul sejarah “TREND DAN ISSUE TENTNG PENANGGULANGAN PENYAKIT TBC DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS”
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Manajemen Penyakit dari
dosen mata kuliah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan
bagi kami sebagai penulis dan bagi para pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kami
membutuhkan kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan kami, agar kedepannya bisa
menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca,
dan bagi kami khususnya sebagai penulis.
2
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..3
BAB I PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………18
3.2 Saran ……………………………………………………………………………………18
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...19
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
2021 sendiri ditemukan kasus tuberculosis paru sebanyak 385.295.32 Target cakupan
pengobatan (Case Detection Rate/CDR) di Indonesia sebanyak 64,5%, naik dari tahun-
tahun yang lalu, tetapi masih sangat jauh dari apa yang disarankan oleh WHO yaitu 90%.
Sedangkan angka kesuksesan penyembuhan di Indonesia sebesar 86,6%, sedangkan
tujuan Kemenkes sebanyak 85% yang berarti jumlah kesuksesan penyembuhan
tuberculosis telah terpenuhi secara nasional. Penyebaran kasus tuberculosis ini sangat
dekat kaitanya dengan kondisi fisik lingkungan rumah masyarakat seperti kelembaban,
suhu, ventilasi, kepadatan hunian, pencehayaan, lantai dan diding.perumahan yang padat,
Kurangnya sinar matahari yang meliputi sirkulasi udara yang kurang baik dan merupakan
pemicu munculnya bakteri tuberculosis di kawasan kumuh dapat bertahan lama, hal ini
disebabkan karena kondisi ruangan yang gelap, lembab, suhu yang serta tanpa jendela
yang layak. Oleh sebab itu, konstruksi tempat tinggal yang masuk kedalam kriteria
sanitasi wajib cek supaya setiap ruang di dalam tempat tinggal mendapat sirkulasi angin
segar serta paparan sinar matahari yang cukup, maka dari itu menghilangkan kerentanan
penyakit akibat kualitas udara yang buruk dapat diminimalkan. Berdasarkan hasil dari
penelitian yang dilakukan oleh Nike Monintja, Finny Warouw (2020), Lestari Muslimah
(2019), dan Mathofani, Febriyanti (2019) mengatakan bahwa kondisi fisik rumah seperti
kepadatan hunian, jenis lantai, luas ventilasi yang kurang memadai memiliki hubungan
yang signifikan terhadap kejadian kasus tuberculosis. Penelitian lain menyimpulkan
bahwa kondisi fisik rumah, suhu dan kelembaban yang tidak memenuhi syarat tiga kali
lebih tinggi terkena risiko terjadinya tuberculosis paru dibandingkan dengan kondisi fisik
rumah yang telah memenuhi syarat.
5
1.3 Tujuan
Mengetahui trend dan issue penanggulangn penyakit TBC di wilayah kerja
Puskesmas dan cara mengatasinya.
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Trend dan Issue Penanggulangan Penyakit TBC di Wilayah Kerja Puskesmas
7
2.2 Penaggulangan penyakit TBC di Wilayah kerja Puskesmas
Pengertian
Mengenakan masker atau menutup mulut/ hidung saat batuk/ bersin, serta
mencuci tangan dengan sup dan air mengalir, dapat dilakukan sebagai upaya untuk
mencegah penularan. kejadian dan penularan TBC. Deteksi kasus dan pengobatan yang
konsisten dan komprehensif harus diupayakan untuk memutus rantai penularan TBC.
Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan gizi masyarakat, dan pemberian
8
vaksin BCG juga diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penularan
TBC.
Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu dengan desain one- group
pretest- posttest. Penelitian ini dilakukan di Kota Kupang, dengan target populasi
seluruh pasien TBC di kota tersebut. Penelitian ini mengambil sampel dari 21 rumah
penderita TBC, dengan satu sampel setiap rumah diambil sebelum dan sesudah
intervensi berupa penyinaran menggunakan lampu UV 16W dan 20W. Variabel diukur
dari jumlah kuman di udara, dinilai dengan pemeriksaan MPN coliform sebelum dan
sesudah sterilisasi, dihitung berdasarkan pemeriksaan laboratorium.
9
pengukuran dan percobaan di rumah pasien TBC. Penentuan 21 rumah pasien TBC
yang akan dilakukan intervensi berupa sterilisasi lampu UV; Menentukan dua ruangan
yang sering digunakan untuk beraktivitas penderita tuberkulosis dengan luas yang
berbeda pada setiap rumah, Merancang alat sterilisasi ultraviolet dengan menggunakan
daya lampu UV (16 W dan 20 W); Mengukur jumlah kuman udara sebelum sterilisasi di
rumah- rumah tertentu menggunakan Microbial Air Sampler. Lakukan sterilisasi dengan
lama waktu yang bervariasi: 60 menit untuk dua ruangan masing- masing 16W dan
20W; Mengukur jumlah kuman udara setelah sterilisasi menggunakan Microbial Air
Sampler; menguji perbedaan jumlah kuman sebelum dan sesudah sterilisasi
menggunakan lampu UV, dan membuat laporan akhir penelitian. Untuk mencegah
dampak negatif penggunaan lampu UV saat memasangnya di ruang cache, sebaiknya
gunakan kacamata pelindung, atau gunakan kabel panjang dari lampu UV cache dan
colokkan ke luar ruangan. Tidak boleh ada orang, hewan atau tumbuhan di dalam
ruangan selama sterilisasi dilakukan di dalam ruangan.
Data dari survei rumah pasien TBC dianalisis secara statistik menggunakan uji
berpasangan menentukan efektivitas penurunan jumlah kuman di udara setelah
intervensi dengan berbagai jenis lampu. Penelitian ini telah memperoleh persetujuan
etik dari Foliekkes Kemenkes Kupang, Permohonan Nomor 10.02.03/1/0008/2022,
tanggal 4 Maret 2022. Sepanjang penelitian, penelitian ini menganut prinsip- prinsip
etika terkait informed consent, penghormatan terhadap hak asasi manusia, kemurahan
hati, dan non- tmalelicence.
Hasil
10
Tabel 1. Jumlah kuman udara ruangan sebelum dan sesudah sterilisasi
menggunakan Lampu UV 16W di rumah penderita tuberkulosis di Kota Kupang.
Intervention Mean Min-Max SD N Median Uji Shapiro-wilk
(p-value)
Pra 16 watt 206.19 15 - 525 159.42 21 130.00 0.049
Posting 16 watt 129.81 5 – 508 161.74 21 68.00 0.000
Tabel 3. Perbedaan jumlah kuman sir pada sterilisasi proses menggunakan lampu
ultra violet 16W dan 20W berdasarkan uji Wilcoxon.
Intervention N Z score p-value
11
setelah dilakukan intervensi menurun menjadi 129,81 CFU/ m3. Hasil uji normalitas
menunjukkan jumlah kuman sebelum dan sesudah intervensi menggunakan lampu UV
16W tidak mengikuti distribusi normal, sehingga dilakukan uji bivariate menggunakan
uji Wilcoxon non- parametric.
Diskusi
12
disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Mycobacterium tuberkulosis (Msb)
adalah bakteri yang serbaguna secara metabolik dengan kemampuan untuk beralih ke
jalur alternatif ketika terkena obat- obatan atau stres, sehingga memungkinkan
kelangsungan hidup dan periode dormansi yang lama. Penyakit ini mudah menular
melalui udara melalui percikan air liur atau dahak penderita yang positif TBC dan
membawa bakteri TBC, Lingkungan memainkan peran penting dalam penyebaran
Tuberkulosis, sehingga penyakit ini dikategorikan sebagai penyakit berbasis
lingkungan. Penting bagi masyarakat untuk memiliki pemahaman yang lebih baik
tentang cara penularan dan pencegahan penyakit Tuberkulosis (TB). Pemahaman ini
berpotensi berkontribusi dalam mengurangi jumlah kasus TBC dan mencegah
peningkatan prevalensinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur jumlah kuman secara umum di udara,
dan mengevaluasi keberadaannya mematuhi standar yang ditetapkan, khususnya jika
berada di bawah nilai standar (<700 CFU/ m3) atau melampauinya (>700 CFU/ m3).
Penelitian ini tidak mencakup identifikasi jenis kuman tertentu yang ada di udara,
seperti Mycobacterium tuberkulosis, kuman patogen, atau kuman non patogen.
Persyaratan keberadaan kuman biologis patogen di udara dalam rumah tangga adalah 0
CFU/ m³.
13
Violet (UV) 16W dan 20W di tempat tinggal pasien Tuberkulosis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa median jumlah kuman pada intervensi lampu UV 16 watt dan 20
watt sebelum sterilisasi ruangan lebih tinggi dibandingkan setelah penggunaan lampu
UV. Hal ini menunjukkan bahwa penerangan ruangan dengan lampu UV dapat
menurunkan jumlah kuman secara efektif.
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang dapat menyebar dengan cepat
karena penularannya melalui bioakrosol, Bioaerosol terdiri dari partikel biologis berupa
aerosol yang berasal dari organisme hidup, termasuk mikroorganisme atau komponen
organisme tersebut seperti metabolit, toksin, atau fragmen mikroorganisme. Konstituen
utama bioaerosol meliputi bakteri, virus, peptidoglikan, endotoksin, jamur, dan
Senyawa Organik yang Mudah Menguap.
Kuman udara terdiri dari mikroorganisme yang ada di udara, antara lain jamur,
bakteri, dan virus. Mikroorganisme yang tersuspensi di udara dapat berasal dari
lingkungan luar atau kontaminan di dalam ruang tertutup. Bakteri seperti
Mycobacterium tuberkulosis memiliki kemampuannya untuk bertahan hidup di udara,
dan kemampuannya bertahan di udara sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
suhu, kelembaban, dan sinar matahari. Penularan bakteri ini dari udara ke manusia dapat
terjadi melalui berbagai cara, termasuk aliran udara dan droplet pernapasan,227 jumlah
kuman di udara berfungsi sebagai indikator pencemaran udara yang disebabkan oleh
bakteri, beberapa di antaranya mungkin bersifat patogen. Jumlah kuman merupakan
jumlah mikroorganisme, baik patogen maupun non- patogen, yang ditentukan melalui
pengamatan visual atau dengan bantuan kaca pembesar pada media kultur yang
digunakan untuk pemeriksaan. Hitungannya kemudian dihitung berdasarkan uji standar
bakteri dengan menggunakan cawan agar. Pengukuran jumlah kuman di udara biasanya
menggunakan metode Most Probable Number (MPN). Pendekatan ini menghitung
konsentrasi bakteri berdasarkan asumsi bahwa bakteria tersebar merata dalam media
cair.
Oleh karena itu, jika sampel dikumpulkan secara konsisten dari suatu sumber,
jumlah bakteri rata- rata dapat diperkirakan jumlah kuman di udara yang melebihi
14
standar kualitas dapat berdampak buruk pada individu yang berada di dalam ruangan,
terutama ketika mereka berada dalam kondisi lemah, karena kuman ini dapat
membahayakan sistem kekebalan tubuh mereka yang sudah rentan. Salah satu alternatif
untuk mengurangi konsentrasi kuman di udara adalah dengan menggunakan sinar
ultraviolet (UV) yang dipancarkan dari lampu Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa lampu UV efektif mengurangi kuman di udara di rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya. Penelitian lain menunjukkan bahwa lampu UV dapat secara
signifikan menurunkan jumlah bakteri secara keseluruhan dan lebih efektif
dibandingkan desinfeksi manual di rumah sakit. Demikian pula penelitian yang
dilakukan di Kota Kupang menegaskan bahwa penggunaan lampu UV untuk
penerangan dapat membantu menurunkan konsentrasi kuman di udara. Penelitian ini
mengungkapkan bahwa lampu UV 20W lebih efisien dalam mengurangi jumlah kuman
dibandingkan lampu UV 16W. Meskipun demikian, kedua jenis lampu tersebut dapat
menjadi alternatif untuk mengurangi kuman di udara dengan menambahkan ventilasi
bermasalah atau sinar matahari langsung tidak bisa masuk ke dalam rumah. Kehadiran
ventilasi dan pencahayaan dalam sebuah rumah saling berkaitan erat. Ventilasi
berfungsi sebagai sarana masuknya cahaya dan udara segar.
Dengan demikian, semakin luas ventilasi, maka sinar matahari juga dapat
menembus ke dalam rumah, sehingga semakin banyak kuman di dalam ruangan yang
terkena sinar UV matahari, sehingga akhirnya terbunuh. Sinar matahari langsung yang
masuk ke dalam rumah tidak hanya menghambat pertumbuhan kuman tetapi juga dapat
menyebabkan kehancuran langsung sehingga mengurangi risiko penularan TBC di
dalam rumah. Ventilasi juga membantu mengurangi konsentrasi kuman di dalam
ruangan dengan memungkinkan udara luar yang lebih bersih mengalir masuk,
menggantikan udara dalam ruangan yang berpotensi mengandung kuman. Semakin luas
ventilasi, semakin banyak udara yang membawa tetesan infeksius dan sumber polutan
lainnya yang dapat dikeluarkan dari ruangan.
15
Tuberkulosis. Sumber pencahayaan ruangan dapat berupa sinar matahari atau lampu
ultraviolet (UV). Pencahayaan ini sangat penting untuk tersedia secara konsisten untuk
menjaga ruangan dengan penerangan yang baik dan tidak kondusif bagi
perkembangbiakan kuman. Untuk meningkatkan masuknya sinar matahari ke dalam
rumah, perlu menambah jumlah pintu masuk, seperti jendela, ventilasi, dan ubin kaca,
atau menyediakan penerangan ruangan menggunakan lampu UV.
16
dampak, antara lain kulit menjadi kemerahan terkena kulit secara langsung dalam
jangka waktu lama. Mengingat dampak- dampak ini, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan tindakan pencegahan harus diambil saat menggunakan lampu UV.
Tindakan pencegahan ini termasuk tidak menempatkan lampu di dekat orang, tanaman,
atau hewan peliharaan, hindari memasuki ruangan saat lampu UV menyala, dan tidak
melihat langsung ke lampu UV kecuali Anda menggunakan kacamata pengaman. Hal
ini juga disarankan tidak menggunakan lampu dalam waktu lama. Untuk penggunaan
yang aman, diharapkan kepada Dinas Kesehatan atau Puskesmas akan terus memantau
penggunaannya dan melakukan penilaian kesehatan yang mungkin berdampak langsung
pada masyarakat.
Kesimpulan
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit Tuberculosis secara global, menjadi penyebab utama kematian setelah
Tuberculosis yang disebabkan oleh HIV. Tuberculosis adalah penyakit menular yang
terjadi karena adanya bakteri Mycobacterium tuberculosis yang berada didalam tubuh
dengan batuk yang tidak berhenti-henti selama setengah bulan lamanya. seperti batuk
darah, dahak berdarah, badan lemas, nafsu makan berkurang, sesak nafas, malaise, BB
menurun, demam panas lewat dari 1 bulan, berpeluh pada malam hari tampa aktifitas
fisik.1 Hal tersebut tentunya membuat penderita TB akan memiliki sejumlah ketakutan
seperti ketakutan akan kematian, depresi, kehilangan pekerjaan, efek samping
pengobatan dan kemungkinan hilangnya nyawa bagi orang-orang di sekitarnya.
3.2 Saran.
Dalam melaksanakan program ini masih banyak ditemukan kekuranngan baik dari
pemerintah kesehatan dan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga
kesehatan. Dengan menjalakan program tersebut masyarakat mampu memahami bahwa
penyakit tersebut sangalah berbahaya bagi kesehatan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Wanti, W., Singga, S., Agustina, A., & Irfan, I. (2023). Room sterilization using ultra violet
lamps in reducing the air germs number of tuberculosis patients’ house. Healthcare in Low-
resource Settings.
Kisham, N. K., Rahmi, S., Vilsyah, R. F., Azzahra, K. M., & Sadarang, R. A. Pemberdayaan
Evaluasi pemberdayaan program pencegahan dan pengendalian penyakit menular tuberculosis di
Puskesmas Bontamarannu Kabupaten Gowa. Sociality: Journal of Public Health Service, 102-
111.
Marbun, R., Ariyanti, R., & Sigit, N. (2023). PEMBERDAYAAN KADER KESEHATAN TERKAIT
SKRINING PENEMUAN KASUS BARU PENDERITA TUBERKULOSIS. SELAPARANG: Jurnal
Pengabdian Masyarakat Berkemajuan, 7(1), 24-28.
19