Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TREND DAN ISSUE TENTNG PENANGGULANGAN PENYAKIT TBC DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS

OLEH KELOMPOK III

 ADRIANA KARERE
 CIKI TRIANY BANA
 DONI ABRAHAM FAOT
 KRISTIANI VIRGONITA WINU
 MAKRIT BETTI
 MARIA A.Y. ANU
 NONA INA MAGI LIWU
 NORDI BANUNAEK
 POLCE E. TAENAES
 SAMUEL I. SELAN
 SINTA M. TOTOS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA

KUPANG 2023

1
KATA PENGATAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat karunia-Nya
kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai tepat pada waktunya. Makalah ini
berjudul sejarah “TREND DAN ISSUE TENTNG PENANGGULANGAN PENYAKIT TBC DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS”

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Manajemen Penyakit dari
dosen mata kuliah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan tambahan wawasan
bagi kami sebagai penulis dan bagi para pembaca.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kami
membutuhkan kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan kami, agar kedepannya bisa
menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca,
dan bagi kami khususnya sebagai penulis.

2
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………………………………1

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………..3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………….4


1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………..5
1.3 Tujuan …………………………………………………………………………………….6

BAB II TINJAU PUSTAKA

2.1 Trend dan Issue Penanggulangan Penyakit TBC


di Wilayah Kerja Puskesmas …………………………………………………………….7
2.2 Penaggulangan penyakit TBC di Wilayah kerja Puskesmas…………………………….8

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………18
3.2 Saran ……………………………………………………………………………………18

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...19

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Tuberculosis secara global, menjadi penyebab utama kematian setelah
Tuberculosis yang disebabkan oleh HIV. Tuberculosis adalah penyakit menular yang
terjadi karena adanya bakteri Mycobacterium tuberculosis yang berada didalam tubuh
dengan batuk yang tidak berhenti-henti selama setengah bulan lamanya. seperti batuk
darah, dahak berdarah, badan lemas, nafsu makan berkurang, sesak nafas, malaise, BB
menurun, demam panas lewat dari 1 bulan, berpeluh pada malam hari tampa aktifitas
fisik.1 Hal tersebut tentunya membuat penderita TB akan memiliki sejumlah ketakutan
seperti ketakutan akan kematian, depresi, kehilangan pekerjaan, efek samping
pengobatan dan kemungkinan hilangnya nyawa bagi orang-orang di sekitarnya.
Tuberculosis (TB) menginfeksi sekitar 10 juta orang di dunia serta
mengakibatkan 1,3 juta kematian. Indonesia dengan jumlah kasus 3l6 per l00.000
penduduk meninggal dunia sebanyak 40 per l00.000 penduduk, menempati urutan kedua
setelah India dengan kasus TB terbesar di dunia. Menurut WHO (Global TB Report,
2021), saat ini Tuberculosis (TB) masih menjadi permasalah kesehatan di dunia, pada
tahun 2020 kasus TB yang ditemukan sebnayak 9,9 juta orang, dan sebanyak 1,5 juta
nyawa meninggal akibat penyakit tuberculosis ini. Badan Kesehatan Dunia menjelaskan
bahwa negara dengan beban tinggi/high burden countries (HBC) untuk tuberculosis
berdasarkan 3 indikator yaitu TBC, TBC/HlV, dan MDR-TBC. Terletak 48 negara yang
masuk ke dalam daftar tersebut Indonesia bersama 13 negara Iain, masuk ke daIam daftar
HBC untuk 3 indikator tersebut. Dimana lndonesia mempunyai permasaIahan yang besar
dalam menghadapi penyakit tuberclosis.
Kasus tuberculosis di Indonesia diperoleh sebanyak 420.994 kasus di tahun 2017,
hal tersebut melihatkan kenaikan kasus di tahun 2018 sebanyak 566.623 kasus.
Sedangkan menurut data yang dikeluarkan oleh WHO 2019 menyebutkan bahwasanya
jumlah estimasi kasus tuberculosis paru di Indonesia yaitu sebanyak 843.000 orang, lalu
menurut data tuberculosis paru pada tahun 2020 kasus ini kembali meningkat menjadi
845.000 dan jumlah kematian yang mencapai lebih dari 98.000 orang, lalu pada tahun

4
2021 sendiri ditemukan kasus tuberculosis paru sebanyak 385.295.32 Target cakupan
pengobatan (Case Detection Rate/CDR) di Indonesia sebanyak 64,5%, naik dari tahun-
tahun yang lalu, tetapi masih sangat jauh dari apa yang disarankan oleh WHO yaitu 90%.
Sedangkan angka kesuksesan penyembuhan di Indonesia sebesar 86,6%, sedangkan
tujuan Kemenkes sebanyak 85% yang berarti jumlah kesuksesan penyembuhan
tuberculosis telah terpenuhi secara nasional. Penyebaran kasus tuberculosis ini sangat
dekat kaitanya dengan kondisi fisik lingkungan rumah masyarakat seperti kelembaban,
suhu, ventilasi, kepadatan hunian, pencehayaan, lantai dan diding.perumahan yang padat,
Kurangnya sinar matahari yang meliputi sirkulasi udara yang kurang baik dan merupakan
pemicu munculnya bakteri tuberculosis di kawasan kumuh dapat bertahan lama, hal ini
disebabkan karena kondisi ruangan yang gelap, lembab, suhu yang serta tanpa jendela
yang layak. Oleh sebab itu, konstruksi tempat tinggal yang masuk kedalam kriteria
sanitasi wajib cek supaya setiap ruang di dalam tempat tinggal mendapat sirkulasi angin
segar serta paparan sinar matahari yang cukup, maka dari itu menghilangkan kerentanan
penyakit akibat kualitas udara yang buruk dapat diminimalkan. Berdasarkan hasil dari
penelitian yang dilakukan oleh Nike Monintja, Finny Warouw (2020), Lestari Muslimah
(2019), dan Mathofani, Febriyanti (2019) mengatakan bahwa kondisi fisik rumah seperti
kepadatan hunian, jenis lantai, luas ventilasi yang kurang memadai memiliki hubungan
yang signifikan terhadap kejadian kasus tuberculosis. Penelitian lain menyimpulkan
bahwa kondisi fisik rumah, suhu dan kelembaban yang tidak memenuhi syarat tiga kali
lebih tinggi terkena risiko terjadinya tuberculosis paru dibandingkan dengan kondisi fisik
rumah yang telah memenuhi syarat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan
masalah “Bagaimanakah cara mengatasi trend dan issue penanggulangn penyakit TBC di
wilayah kerja Puskesmas?

5
1.3 Tujuan
Mengetahui trend dan issue penanggulangn penyakit TBC di wilayah kerja
Puskesmas dan cara mengatasinya.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Trend dan Issue Penanggulangan Penyakit TBC di Wilayah Kerja Puskesmas

Mycobacterium Tuberculosis dapat bertahan hidup di udara, kemampuannya


bergantung pada faktor lingkungan seperti sinar Ultraviolet (UV). Sinar UV dapat
dihasilkan dari sinar matahari atau lampu UV- C yang digunakan untuk sterilisasi
kuman udara. Penelitian ini bertujuan untuk menilai efektivitas sterilisasi ruangan
menggunakan lampu UV dalam mengurangi jumlah kuman di udara; Penelitian
eksperimental ini berlangsung dari Maret hingga September 2023 dan menggunakan
desain one- group pretest- posttest design. Penelitian dilakukan di 21 rumah penderita
tuberkulosis di Kota Kupang. Intervensi tersebut melibatkan penggunaan lampu UV 16
watt dan 20 watt di dua ruangan di setiap rumah. Variabel yang diukur adalah jumlah
kuman di udara, dinilai dengan pemeriksaan koliform Most Probable Number (MPN),
baik sebelum maupun sesudah sterilisasi (iradiasi sinar UV), dihitung melalui
pemeriksaan laboratorium. Data jumlah kuman yang terkumpul kemudian dianalisis
secara statistik menggunakan uji t berpasangan. Sterilisasi ruangan menggunakan lampu
UV 16W efektif menurunkan jumlah kuman ruangan (p- value 0,046<0,05). Demikian
pula sterilisasi ruangan dengan lampu 20W secara signifikan mengurangi jumlah kuman
ruangan di rumah tangga pasien tuberkulosis (p 0,004 0,005); Lampu ultraviolet dapat
digunakan untuk mensterilkan ruangan di rumah pasien tuberkulosis, terutama jika sinar
matahari tidak dapat menembus ke dalam rumah. Lampu ini dapat membasmi kuman di
udara, sehingga mengurangi jumlah kuman dan risiko penularan penyakit dalam rumah
tangga.

7
2.2 Penaggulangan penyakit TBC di Wilayah kerja Puskesmas

Pengertian

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri


Mycobacterium tuberkulosis yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan.
TBC tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat global, baik di seluruh dunia maupun
di Indonesia. Secara global, sekitar 10 juta orang terkena penyakit ini, mengakibatkan
1,4 juta kematian pada tahun 2019, sementara angka kesakitan mencapai 9,6 juta dan
angka kematian diperkirakan mencapai 1,4 juta pada tahun 2021, dengan potensi
peningkatan setiap tahunnya. India, india, Tiongkok, Filipina, Pakistan, Nigeria,
Bangladesh, dan Afrika Selatan secara kolektif menyumbang dua pertiga kasus TBC di
seluruh dunia, dan semuanya diklasifikasikan sebagai negara berpendapatan menengah
ke bawah. Di Indonesia, kasus TBC sudah mencapai 1.000.000 kasus, dengan angka
kematian tahunan yang masih tinggi.” Di Kota Kupang sendiri, jumlah kasus TBC paru
pada tahun 2018, 2019, dan 2020 masing- masing sebanyak 670 kasus, 667 kasus, dan
522 kasus.

Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap penularan TBC di komunitas,


antara lain kuman TBC, faktor individu, dan kondisi lingkungan. Kondisi rumah,
termasuk faktor- faktor seperti kelembaban, suhu, pencahayaan, ventilasi, kepadatan
perumahan, dan jumlah lantai rumah, juga berhubungan dengan kejadian penularan
penyakit Til, yang merupakan faktor penentu keberadaan kuman penyakit Til di dalam
rumah masyarakat. Perilaku juga terbukti berhubungan dengan kejadian penularan TBC
di masyarakat.

Mengenakan masker atau menutup mulut/ hidung saat batuk/ bersin, serta
mencuci tangan dengan sup dan air mengalir, dapat dilakukan sebagai upaya untuk
mencegah penularan. kejadian dan penularan TBC. Deteksi kasus dan pengobatan yang
konsisten dan komprehensif harus diupayakan untuk memutus rantai penularan TBC.
Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat, peningkatan gizi masyarakat, dan pemberian

8
vaksin BCG juga diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penularan
TBC.

Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap keberadaan kuman TBC. Hal


serupa juga terjadi di Kota Kupang, dimana kondisi ventilasi berhubungan dengan
kejadian Tuberkulosis, dengan nilai Odds Ratio (OR) sebesar 16,3. Hal ini berarti
bahwa rumah dengan ventilasi yang tidak memadai meningkatkan risiko penghuninya
tertular TBC sebesar 16,3 kali dibandingkan dengan penghuni rumah yang memiliki
ventilasi baik. Demikian pula, penghuni rumah yang penerangannya kurang memiliki
risiko 4,5 kali lebih tinggi tertular tuberkulosis dibandingkan penghuni rumah yang
penerangannya cukup. Oleh karena itu, perlu dilakukan intervensi terhadap faktor risiko
lingkungan untuk mengurangi risiko penularan TBC di masyarakat, khususnya pada
anggota keluarga yang tinggal di rumah pasien. Data ini dapat digunakan untuk menilai
efektivitas lampu LUV dalam mensterilkan ruangan di rumah pasien TBC, mengurangi
jumlah kuman di udara dan menurunkan risiko penularan TBC. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui efektivitas sterilisasi ruangan menggunakan Lampu Ultraviolet dalam
menurunkan jumlah kuman di udara di rumah penderita Tuberkulosis di Kota Kupang.

Bahan dan metode

Penelitian ini menggunakan desain eksperimen semu dengan desain one- group
pretest- posttest. Penelitian ini dilakukan di Kota Kupang, dengan target populasi
seluruh pasien TBC di kota tersebut. Penelitian ini mengambil sampel dari 21 rumah
penderita TBC, dengan satu sampel setiap rumah diambil sebelum dan sesudah
intervensi berupa penyinaran menggunakan lampu UV 16W dan 20W. Variabel diukur
dari jumlah kuman di udara, dinilai dengan pemeriksaan MPN coliform sebelum dan
sesudah sterilisasi, dihitung berdasarkan pemeriksaan laboratorium.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1077/


Menkes/ Per/ V/ 2011, nilai baku mutu angka kuman udara dalam ruangan yang
diperbolehkan adalah 700 CFU/ m². Seluruh data primer dikumpulkan langsung melalui

9
pengukuran dan percobaan di rumah pasien TBC. Penentuan 21 rumah pasien TBC
yang akan dilakukan intervensi berupa sterilisasi lampu UV; Menentukan dua ruangan
yang sering digunakan untuk beraktivitas penderita tuberkulosis dengan luas yang
berbeda pada setiap rumah, Merancang alat sterilisasi ultraviolet dengan menggunakan
daya lampu UV (16 W dan 20 W); Mengukur jumlah kuman udara sebelum sterilisasi di
rumah- rumah tertentu menggunakan Microbial Air Sampler. Lakukan sterilisasi dengan
lama waktu yang bervariasi: 60 menit untuk dua ruangan masing- masing 16W dan
20W; Mengukur jumlah kuman udara setelah sterilisasi menggunakan Microbial Air
Sampler; menguji perbedaan jumlah kuman sebelum dan sesudah sterilisasi
menggunakan lampu UV, dan membuat laporan akhir penelitian. Untuk mencegah
dampak negatif penggunaan lampu UV saat memasangnya di ruang cache, sebaiknya
gunakan kacamata pelindung, atau gunakan kabel panjang dari lampu UV cache dan
colokkan ke luar ruangan. Tidak boleh ada orang, hewan atau tumbuhan di dalam
ruangan selama sterilisasi dilakukan di dalam ruangan.

Data dari survei rumah pasien TBC dianalisis secara statistik menggunakan uji
berpasangan menentukan efektivitas penurunan jumlah kuman di udara setelah
intervensi dengan berbagai jenis lampu. Penelitian ini telah memperoleh persetujuan
etik dari Foliekkes Kemenkes Kupang, Permohonan Nomor 10.02.03/1/0008/2022,
tanggal 4 Maret 2022. Sepanjang penelitian, penelitian ini menganut prinsip- prinsip
etika terkait informed consent, penghormatan terhadap hak asasi manusia, kemurahan
hati, dan non- tmalelicence.

Hasil

Penelitian ini dilakukan di 21 rumah penderita TBC dengan mengukur jumlah


kuman yang ditularkan melalui udara di kamar tidur dan ruangan lain yang sering
digunakan untuk berkumpul keluarga. Jumlah kuman dinilai sebelum dan sesudah
intervensi penataan ruangan dengan menggunakan lampu ultraviolet (UV). Lampu yang
digunakan berukuran 16W dan 20W.

10
Tabel 1. Jumlah kuman udara ruangan sebelum dan sesudah sterilisasi
menggunakan Lampu UV 16W di rumah penderita tuberkulosis di Kota Kupang.
Intervention Mean Min-Max SD N Median Uji Shapiro-wilk
(p-value)
Pra 16 watt 206.19 15 - 525 159.42 21 130.00 0.049
Posting 16 watt 129.81 5 – 508 161.74 21 68.00 0.000

Tabel 2. Jumlah kuman udara ruangan sebelum dan sesudah sterilisasi


menggunakan lampu UV 20W di rumah penderita tuberkulosis di Kota Kupang.
Intervention Mean Min-Max SD N Median Uji Shapiro-wilk
(p-value)
Pre 20Watt 273.90 45-690 144.60 21 293.00 0.609
Post 20Watt 134.76 10 – 370 114.69 21 93.00 0.007

Tabel 3. Perbedaan jumlah kuman sir pada sterilisasi proses menggunakan lampu
ultra violet 16W dan 20W berdasarkan uji Wilcoxon.
Intervention N Z score p-value

Pre-Post 16Watt Negative Ranks 17 -1.999 0.046


Positive Ranks 4

Pre-Post 20Watt Negative Ranks 19 -2.868 0.004


Positive Ranks 2

Tabel 1 menunjukkan rata- rata jumlah kuman sebelum dilakukan sterilisasi


ruangan menggunakan lampu altraviolet 16W adalah 206,19 CFU/ m3, sedangkan

11
setelah dilakukan intervensi menurun menjadi 129,81 CFU/ m3. Hasil uji normalitas
menunjukkan jumlah kuman sebelum dan sesudah intervensi menggunakan lampu UV
16W tidak mengikuti distribusi normal, sehingga dilakukan uji bivariate menggunakan
uji Wilcoxon non- parametric.

Tabel 2 menunjukkan bahwa rata- rata jumlah kuman sebelum dilakukan


sterilisasi ruangan menggunakan lampu ultraviolet 20W adalah 273,90 CFU/ m3,
sedangkan setelah dilakukan intervensi menurun menjadi 134,76 CFU/ m3. Hasil uji
normalitas menunjukkan jumlah kuman sebelum dan sesudah intervensi menggunakan
lampu UV 20W tidak mengikuti distribusi normal. Oleh karena itu, uji bivariat
digunakan uji Wilcoxon non parameirik untuk menilai perbedaan jumlah kuman
ruangan sebelum dan sesudah sterilisasi.

Tabel 3 menunjukkan bahwa setelah dilakukan intervensi sterilisasi ruangan


dengan lampu 16W, terdapat 17 ruangan yang mengalami penurunan jumlah kuman
udara, sedangkan pada 4 ruangan lainnya terjadi peningkatan jumlah kuman udara.
Secara statistik masih signifikan dengan p- value 0,046 atau p<0,05 yang berarti
sterilisasi ruangan dengan lampu UV 16W efektif menurunkan jumlah gerus ruangan.

Selanjutnya Tabel 3 menunjukkan bahwa sterilisasi ruangan dengan


menggunakan lampu 20W menurunkan jumlah kuman ruangan pada rumah penderita
tuberkulosis di 19 rumah. Sebaliknya pada 2 rumah terjadi peningkatan jumlah kuman.
Berdasarkan uji non parametrik, mensterilkan ruangan dengan menggunakan lampu UV
20W secara statistik efektif menurunkan jumlah kuman ruangan (p=0.004<0.05).

Diskusi

Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan global yang signifikan, tidak


hanya mempengaruhi dunia tetapi juga Indonesia dan Provinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT). Ini adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan tantangan kesehatan
masyarakat. TBC paru disebabkan oleh manifestasi klinis dari infeksi bakteri yang

12
disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Mycobacterium tuberkulosis (Msb)
adalah bakteri yang serbaguna secara metabolik dengan kemampuan untuk beralih ke
jalur alternatif ketika terkena obat- obatan atau stres, sehingga memungkinkan
kelangsungan hidup dan periode dormansi yang lama. Penyakit ini mudah menular
melalui udara melalui percikan air liur atau dahak penderita yang positif TBC dan
membawa bakteri TBC, Lingkungan memainkan peran penting dalam penyebaran
Tuberkulosis, sehingga penyakit ini dikategorikan sebagai penyakit berbasis
lingkungan. Penting bagi masyarakat untuk memiliki pemahaman yang lebih baik
tentang cara penularan dan pencegahan penyakit Tuberkulosis (TB). Pemahaman ini
berpotensi berkontribusi dalam mengurangi jumlah kasus TBC dan mencegah
peningkatan prevalensinya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur jumlah kuman secara umum di udara,
dan mengevaluasi keberadaannya mematuhi standar yang ditetapkan, khususnya jika
berada di bawah nilai standar (<700 CFU/ m3) atau melampauinya (>700 CFU/ m3).
Penelitian ini tidak mencakup identifikasi jenis kuman tertentu yang ada di udara,
seperti Mycobacterium tuberkulosis, kuman patogen, atau kuman non patogen.
Persyaratan keberadaan kuman biologis patogen di udara dalam rumah tangga adalah 0
CFU/ m³.

<sup>21</ sup>(21)<sup>21</ sup>Berbagai jenis kuman dan virus dapat


mengalami penghambatan pertumbuhan atau bahkan kehancuran jika terkena sinar
matahari, termasuk kuman Tuberkulosis dan virus SARS- CoV-2. Sinar matahari dapat
berkontribusi dalam menekan pertumbuhan dan kemampuan bertahan hidup kuman di
luar tubuh manusia, sehingga mengurangi risiko penularan Tuberkulosis. Efektivitas
radiasi UV, baik dari sinar matahari atau lampu, bergantung pada molekul spesifik yang
ditemuinya. Sinar UV hanya dapat mengenai permukaan atau area yang terbuka. Potensi
pembasmi kuman sinar UV bergantung pada luas permukaan ruangan dan jenis bakteri
atau virus. Menyadari pentingnya peran pencahayaan dalam mencegah penularan
Tuberkulosis dalam rumah tangga, penelitian ini memperkenalkan intervensi berupa
penyediaan pencahayaan atau sterilisasi ruangan dengan menggunakan lampu Ultra

13
Violet (UV) 16W dan 20W di tempat tinggal pasien Tuberkulosis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa median jumlah kuman pada intervensi lampu UV 16 watt dan 20
watt sebelum sterilisasi ruangan lebih tinggi dibandingkan setelah penggunaan lampu
UV. Hal ini menunjukkan bahwa penerangan ruangan dengan lampu UV dapat
menurunkan jumlah kuman secara efektif.
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang dapat menyebar dengan cepat
karena penularannya melalui bioakrosol, Bioaerosol terdiri dari partikel biologis berupa
aerosol yang berasal dari organisme hidup, termasuk mikroorganisme atau komponen
organisme tersebut seperti metabolit, toksin, atau fragmen mikroorganisme. Konstituen
utama bioaerosol meliputi bakteri, virus, peptidoglikan, endotoksin, jamur, dan
Senyawa Organik yang Mudah Menguap.

Kuman udara terdiri dari mikroorganisme yang ada di udara, antara lain jamur,
bakteri, dan virus. Mikroorganisme yang tersuspensi di udara dapat berasal dari
lingkungan luar atau kontaminan di dalam ruang tertutup. Bakteri seperti
Mycobacterium tuberkulosis memiliki kemampuannya untuk bertahan hidup di udara,
dan kemampuannya bertahan di udara sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
suhu, kelembaban, dan sinar matahari. Penularan bakteri ini dari udara ke manusia dapat
terjadi melalui berbagai cara, termasuk aliran udara dan droplet pernapasan,227 jumlah
kuman di udara berfungsi sebagai indikator pencemaran udara yang disebabkan oleh
bakteri, beberapa di antaranya mungkin bersifat patogen. Jumlah kuman merupakan
jumlah mikroorganisme, baik patogen maupun non- patogen, yang ditentukan melalui
pengamatan visual atau dengan bantuan kaca pembesar pada media kultur yang
digunakan untuk pemeriksaan. Hitungannya kemudian dihitung berdasarkan uji standar
bakteri dengan menggunakan cawan agar. Pengukuran jumlah kuman di udara biasanya
menggunakan metode Most Probable Number (MPN). Pendekatan ini menghitung
konsentrasi bakteri berdasarkan asumsi bahwa bakteria tersebar merata dalam media
cair.

Oleh karena itu, jika sampel dikumpulkan secara konsisten dari suatu sumber,
jumlah bakteri rata- rata dapat diperkirakan jumlah kuman di udara yang melebihi

14
standar kualitas dapat berdampak buruk pada individu yang berada di dalam ruangan,
terutama ketika mereka berada dalam kondisi lemah, karena kuman ini dapat
membahayakan sistem kekebalan tubuh mereka yang sudah rentan. Salah satu alternatif
untuk mengurangi konsentrasi kuman di udara adalah dengan menggunakan sinar
ultraviolet (UV) yang dipancarkan dari lampu Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa lampu UV efektif mengurangi kuman di udara di rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya. Penelitian lain menunjukkan bahwa lampu UV dapat secara
signifikan menurunkan jumlah bakteri secara keseluruhan dan lebih efektif
dibandingkan desinfeksi manual di rumah sakit. Demikian pula penelitian yang
dilakukan di Kota Kupang menegaskan bahwa penggunaan lampu UV untuk
penerangan dapat membantu menurunkan konsentrasi kuman di udara. Penelitian ini
mengungkapkan bahwa lampu UV 20W lebih efisien dalam mengurangi jumlah kuman
dibandingkan lampu UV 16W. Meskipun demikian, kedua jenis lampu tersebut dapat
menjadi alternatif untuk mengurangi kuman di udara dengan menambahkan ventilasi
bermasalah atau sinar matahari langsung tidak bisa masuk ke dalam rumah. Kehadiran
ventilasi dan pencahayaan dalam sebuah rumah saling berkaitan erat. Ventilasi
berfungsi sebagai sarana masuknya cahaya dan udara segar.

Dengan demikian, semakin luas ventilasi, maka sinar matahari juga dapat
menembus ke dalam rumah, sehingga semakin banyak kuman di dalam ruangan yang
terkena sinar UV matahari, sehingga akhirnya terbunuh. Sinar matahari langsung yang
masuk ke dalam rumah tidak hanya menghambat pertumbuhan kuman tetapi juga dapat
menyebabkan kehancuran langsung sehingga mengurangi risiko penularan TBC di
dalam rumah. Ventilasi juga membantu mengurangi konsentrasi kuman di dalam
ruangan dengan memungkinkan udara luar yang lebih bersih mengalir masuk,
menggantikan udara dalam ruangan yang berpotensi mengandung kuman. Semakin luas
ventilasi, semakin banyak udara yang membawa tetesan infeksius dan sumber polutan
lainnya yang dapat dikeluarkan dari ruangan.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan hubungan antara pencahayaan ruangan


dan jumlah kuman di ruang perawatan rumah sakit, serta hubungannya dengan kejadian

15
Tuberkulosis. Sumber pencahayaan ruangan dapat berupa sinar matahari atau lampu
ultraviolet (UV). Pencahayaan ini sangat penting untuk tersedia secara konsisten untuk
menjaga ruangan dengan penerangan yang baik dan tidak kondusif bagi
perkembangbiakan kuman. Untuk meningkatkan masuknya sinar matahari ke dalam
rumah, perlu menambah jumlah pintu masuk, seperti jendela, ventilasi, dan ubin kaca,
atau menyediakan penerangan ruangan menggunakan lampu UV.

Sinar UV merupakan salah satu bentuk radiasi elektromagnetik dengan panjang


gelombang 100-400 nm, terbagi menjadi tiga pita panjang gelombang: UV- A (315-400
nm), UV- B (280-315 nm), dan UV- C (100- 280nm). Secara alami, sinar ultraviolet
hadir di bawah sinar matahari. Dari ketiga jenis sinar UV tersebut, hanya sinar UV- C
yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan sterilisasi kuman. Selain sinar matahari, radiasi
UV- juga dapat dihasilkan oleh pencahayaan buatan. Lampu UV mengandung uap
merkuri bertekanan rendah yang dibungkus dalam tabung kaca khusus yang
memancarkan UV. Sekitar 95% energi yang dipancarkan lampu ini berada dalam
panjang gelombang 253,7 nm, yang termasuk dalam kisaran UV- C. Penelitian ini masih
memiliki keterbatasan yaitu belum adanya pengujian pengaruh jarak (luas ruangan)
terhadap penurunan jumlah kuman udara, padahal diketahui baik jarak maupun luas
ruangan berpengaruh terhadap penurunan jumlah kuman. Sama halnya dengan
penelitian sebelumnya, jarak pemaparan lampu UV secara statistik mempengaruhi
perbedaan penurunan jumlah kuman pada peralatan makan, semakin dekat jarak maka
penurunan jumlah kuman semakin tinggi. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya
diharapkan dapat mengetahui lebih jauh pengaruh jarak dan ukuran ruangan terhadap
jumlah kuman udara.

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat mengurangi jumlah kuman di


rumah khususnya rumah penderita TBC, masyarakat akan dapat meningkatkan atau
memperbaiki ventilasi memungkinkan sinar matahari masuk. Jika hal ini tidak
memungkinkan, mereka dapat menggunakan pencahayaan buatan, khususnya dengan
menggunakan sinar ultraviolet dari lampu UV. Perlu diketahui bahwa secara umum UV-
A, UV- B, dan Radiasi UV- C yang sampai ke bumi dapat menimbulkan berbagai

16
dampak, antara lain kulit menjadi kemerahan terkena kulit secara langsung dalam
jangka waktu lama. Mengingat dampak- dampak ini, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan tindakan pencegahan harus diambil saat menggunakan lampu UV.
Tindakan pencegahan ini termasuk tidak menempatkan lampu di dekat orang, tanaman,
atau hewan peliharaan, hindari memasuki ruangan saat lampu UV menyala, dan tidak
melihat langsung ke lampu UV kecuali Anda menggunakan kacamata pengaman. Hal
ini juga disarankan tidak menggunakan lampu dalam waktu lama. Untuk penggunaan
yang aman, diharapkan kepada Dinas Kesehatan atau Puskesmas akan terus memantau
penggunaannya dan melakukan penilaian kesehatan yang mungkin berdampak langsung
pada masyarakat.

Kesimpulan

Sterilisasi ruangan dengan menggunakan lampu UV 16W dan 20W efektif


mengurangi jumlah kuman di dalam ruangan. Penggunaan lampu ultraviolet 20W
memberikan dampak yang lebih signifikan dalam mengurangi jumlah kuman di udara
ruangan. Oleh karena itu, disarankan untuk mengurangi jumlah kuman di dalam rumah
dengan cara menerangi (mensterilkan) ruangan menggunakan lampu Ultraviolet atau
dengan mengatur posisi ventilasi untuk memperbanyak sinar matahari yang masuk ke
dalam rumah. Mengingat potensi dampak negatif lampu UV, maka diharapkan Dinas
Kesehatan atau Puskesmas terus memantau penggunaannya dan mengkaji dampak
kesehatan yang mungkin.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit Tuberculosis secara global, menjadi penyebab utama kematian setelah
Tuberculosis yang disebabkan oleh HIV. Tuberculosis adalah penyakit menular yang
terjadi karena adanya bakteri Mycobacterium tuberculosis yang berada didalam tubuh
dengan batuk yang tidak berhenti-henti selama setengah bulan lamanya. seperti batuk
darah, dahak berdarah, badan lemas, nafsu makan berkurang, sesak nafas, malaise, BB
menurun, demam panas lewat dari 1 bulan, berpeluh pada malam hari tampa aktifitas
fisik.1 Hal tersebut tentunya membuat penderita TB akan memiliki sejumlah ketakutan
seperti ketakutan akan kematian, depresi, kehilangan pekerjaan, efek samping
pengobatan dan kemungkinan hilangnya nyawa bagi orang-orang di sekitarnya.

3.2 Saran.
Dalam melaksanakan program ini masih banyak ditemukan kekuranngan baik dari
pemerintah kesehatan dan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga
kesehatan. Dengan menjalakan program tersebut masyarakat mampu memahami bahwa
penyakit tersebut sangalah berbahaya bagi kesehatan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Mesi, S. D. (2023). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RISIKO


KEJADIAN KASUS TUBERCULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI
AYU TAHUN 2022 (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS JAMBI).

Wanti, W., Singga, S., Agustina, A., & Irfan, I. (2023). Room sterilization using ultra violet
lamps in reducing the air germs number of tuberculosis patients’ house. Healthcare in Low-
resource Settings.

Kisham, N. K., Rahmi, S., Vilsyah, R. F., Azzahra, K. M., & Sadarang, R. A. Pemberdayaan
Evaluasi pemberdayaan program pencegahan dan pengendalian penyakit menular tuberculosis di
Puskesmas Bontamarannu Kabupaten Gowa. Sociality: Journal of Public Health Service, 102-
111.

Marbun, R., Ariyanti, R., & Sigit, N. (2023). PEMBERDAYAAN KADER KESEHATAN TERKAIT
SKRINING PENEMUAN KASUS BARU PENDERITA TUBERKULOSIS. SELAPARANG: Jurnal
Pengabdian Masyarakat Berkemajuan, 7(1), 24-28.

19

Anda mungkin juga menyukai