Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

PASIEN TUBERKULOSIS RESISTENSI OBAT (TB RO) DI SONGAK,


SAKRE TIMUR

PEMBIMBING

dr. Rika Haerawati

OLEH

Baiq Widya Egita (013.06.0011)

Muzayyanatulhayat (013.06.0038)

Surya Ashri Rahman (013.06.0059)

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK PADA


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PERKUMPULAN KELUARGA BERENCANA INDONESIA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa


yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan laporan kasus ini dengan judul
Tuberkulosis Resistensi Obat. Dimana dalam penyusunan laporan kasus
ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di
bagian ILMU KESEHATAN MASYARAKAT.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih kepada para
dosen yang menjadi tutor atau fasilitator yang membimbing kami
selama melaksanakan tugas ini, dan juga semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga kami dapat
menyelesaikannya dengan hasil yang memuaskan bagi kami.
Dalam penyusunan laporan kasus ini kami menyadari bahwa
masih banyak kekurangannya sehingga kami menginginkan saran dan
kritik yang membangun dalam menyempurnakan laporan kasus.

Mataram, 06 Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER..................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 1
2.1 TUBERKULOSIS...................................................................................... 3
2.1.1 DEFINISI ........................................................................................ 3
2.1.2 PENYEBAB ................................................................................... 3
2.1.3 KLASIFIKASI ................................................................................ 4
2.1.4 PENULARAN ................................................................................. 5
2.1.5 GEJALA KLINIKS ........................................................................ 7
2.1.6 PENGOBATAN .............................................................................. 7
2.2 TUBERKULOSIS RESISTENSI OBAT ................................................... 8
2.2.1 DEFINISI ......................................................................................... 8
2.2.2 KRITERIA RESISTENSI OAT ..................................................... 8
2.2.3 PENYEBAB .................................................................................... 9
2.2.4 DIAGNOSIS .................................................................................... 10
2.2.5 PENGOBATAN .............................................................................. 12
2.26 PENCEGAHAN ............................................................................... 14

BAB III LAPORAN KASUS ................................................................................. 16


BAB IV PENUTUP ................................................................................................ 23
5.1 KESIMPULAN ......................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 24
LAMPIRAN ............................................................................................................. 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh


bakteri dari Mycobacterium tuberculosis, yang mempengaruhi paru-
paru. TB merupakan salah satu penyakit tertua yang diketahui
mempengaruhi manusia menjadi penyebab utama kematian di seluruh
dunia (Kasper, 2010).
TB adalah salah satu dari 10 penyebab kematian di seluruh
dunia. Pada tahun 2017, 10 juta orang jatuh sakit dengan TB
(WHO,2018). Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2013 sebesar
0,4%, dan tidak mengalami peningkatan pada tahun 2018 (Riskesdas,
2018). Di Jawa Tengah prevalensi penderita TB pada tahun 2016 sebesar
118 per 100.000 penduduk dan terjadi peningkatan pada tahun 2017
yaitu 132,9 per 100.000 penduduk (Dinkes Jateng, 2017). Menurut
Laporan Kinerja RSUD Dr. Moewardi terakhir pada bulan Mei (2017),
pada pelayanan pemeriksaan laboratorium mikrobiologi klinik terdapat
310 kasus TB.
Tuberkulosis resisten obat (TB RO) didefinisikan sebagai
penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang
resisten terhadap komponen obat TB. Istilah T -RO yang sedang disoroti
akhir-akhir ini yaitu termasuk TB MDR, TB pre-XDR dan TB XDR.
Indonesia masuk ke dalam peringkat 20 besar prevalensi kejadian TB
RO terbanyak di seluruh dunia dengan tingkat persentase kasus baru
yaitu sebesar 2,4% dan pengobatan ulang sebesar 13% (WHO, 2019).
Menurut Kementrian Kesehatan RI (2017), penyebab terjadinya
resistensi terhadap OAT adalah penderita menjalani pengobatan
sebelumnya tidak rutin dan tidak sampai tuntas, tertular langsung dari
pasien TB yang resisten obat, serta pengobatan penderita tidak sesuai
dengan standar pengobatan.
1
Penelitian Nugrahaeni & Malik (2015), bahwa pengobatan
sebelumnya yang tidak adekuat, seperti ketidakteraturan minum obat,
ketidakpatuhan pasien minum obat, regimen, dosis, cara pemakaian obat
yang tidak benar, terputusnya ketersediaan OAT, dan kualitas obat yang
rendah, menjadi penyebab terjadinya resistensi OAT dan beresiko
mengalami resistensi OAT sebesar 40 kali dibandingkan dengan
penderita TB dengan pengobatan yang adekuat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis

2.1.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat
hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh lainnya
yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Kuman
ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada
membran selnya sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi
tahan terhadap asam dan pertumbuhan kumannya berlangsung
dengan lambat. Mycobacterium tuberculosis tidak tahan
terhadap ultraviolet. Oleh karena itu, penularannya terutama
terjadi pada malam hari. (Tabrani,2010). Penularan penyakit TB
dapat terjadi karena adanya kontak dengan penderita TB dengan
Basil Tahan Asam (BTA) positif. Berdasarkan penelitian,
penderita TB mampu menularkan bakteri Mycobacterium
tuberculosis kepada 65% orang disekitarnya (Depkes RI,2008).

2.1.2 Penyebab
Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab
utama TB di dunia, dan kadang-kadang oleh Mycobacterium
bovis dan Mycobacterium africanum (Tabrani,2010). Organisme
Mycobacterium tuberculosis juga disebut dengan Basil Tahan
Asam (BTA) yang merupakan bakteri gram positif, berukuran
1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm, dan hidup berkoloni. Selain
itu juga memiliki ciri khusus yaitu adanya lapisan lilin di
dinding selnya. Sebagian besar komponen yang terdapat pada
Mycobacterium tuberculosis adalah lemak sehingga kuman

3
mampu tahan terhadap asam . Sebagai bakteri aerob yang
menyukai daerah yang banyak oksigen, maka bakteri
Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bermanifes di paru-
paru karena kandungan oksigennya sangat tinggi.
Di luar tubuh manusia, Mycobacterium tuberculosis
hidup baik pada lingkungan yang lembab akan tetapi tidak tahan
terhadap sinar matahari. Pada tempat yang lembab, sejuk, gelap
tanpa cahaya matahari Mycobacterium tuberculosis dapat
bertahan hidup sampai bertahun-tahun lamanya, akan tetapi jika
terkena cahaya matahari bakteri mati dalam waktu 2 jam. Basil
ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan,
sinar matahari, dan sinar ultraviolet.

2.1.3 Klasifikasi
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB
berdasarkan pendapat Kementerian Kesehatan RI (2016)
diperlukan suatu defenisi kasus yang meliputi empat hal yaitu :
1. Berdasarkan organ tubuh yang diserang penyakit TB dibagi
dua yaitu TB paru dan TB ekstra paru ( pleura, selaput
otak, selaput jantung, selaput limfe, tulang, persendian,
kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll).

4
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis penyakit
TB diklasifikasikan menjadi dua yaitu TB paru BTA positif
dan TB paru BTA negatif.
3. Berdasarkan tingkat keparahan klasifikasinya penyakit TB
dibagi dua yaitu TB berat dan TB ringan. Pada pasien TB
paru disebut TB berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan yang luas pada organ
paru dan atau keadaan pasien yang buruk. Sedangkan TB
ringan jika foto toraks memperlihatkan gambaran
kerusakan yang sedikit pada paru dan keadaan pasien tidak
terlalu buruk. Jika pada pasien TB ekstra paru, biasanya TB
berat terjadi jika bakteri TB mengenai otak, tulang
belakang, usus, saluran kemih, pleuritis eksudativa bilateral
dan alat kelamin. Sedangkan TB ringan jika mengenai
tulang (kecuali tulang belakang), kelenjar limfe, kelenjar
adrenal dan pleuritis eksudativa unilateral.
4. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya klasifikasi
TB dibagi menjadi 6 tipe pasien yaitu kasus baru, kasus
kambuh (relaps), kasus putus berobat (default), kasus
gagal (failure), kasus pindahan (transfer in), dan kasus
lain.

2.1.4 Penularan

Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan


penyakit TB dapat menular ke anggota keluarga penderita
TB maupun ke masyarakat, diantaranya yaitu : melalui
batuk langsung, melalui makanan, pemakaian barang
bersama, dan dahak pasien TB.

5
1. Melalui batuk langsung
Saat pasien batuk, kemungkinan terjadi
penyebaran bakteri dan dapat terhirup oleh anggota
keluarga maupun masyarakat disekitar penderita TB.
Penderita TB dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei,
sifat kuman ini dapat bertahan lama di tempat yang tidak
terkena sinar matahari dan tempat yang lembab.
2. Melalui makanan
Makanan yang dimakan penderita TB kemudian
dimakan oleh anggota keluarga yang sehat dapat
menyebabkan penularan TB, selain itu makan secara
bersamaan juga dapat menyebabkan penularan penyakit
TB.
3. Melalui pemakaian barang bersama
Pemakaian barang bersama dengan penderita TB
terutama alat makan dan alat mandi dapat menyebabkan
penularan penyakit TB ke anggota keluarga.

4. Dahak pasien TB
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan
dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.
Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari dapat membunuh bakteri. Dahak pasien
TB yang dibuang sembarangan dapat menyebabkan
penyebaran bakteri TB dan mengakibatkan penularan
penyakit yang semakin luas.

6
2.1.5 Gejala klinis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk


berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat
diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat
malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih
dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat
dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan
lain-lain (Depkes, 2008).

2.1.6 Pengobatan

Pengobatan Obat antituberkulosis dikelompokkan


menjadi dua kelompok yaitu obat-obat primer dan obat-
obat sekunder.

1) Obat primer: yang termasuk dalam kelompok obat


primer yaitu INH, Rifampisin, Pirazinamid, dan
Etambutol. Obat-obat ini memiliki efektifitas tinggi
dan toksisitas yang rendah. Namun jika diberikan
dalam dosis tunggal dapat menyebabkan terjadinya
resistensi yang cepat. Sehingga terapi selalu dilakukan
dengan kombinasi dari 3-4 obat.

2) Obat-obat sekunder yaitu Streptomisin, Klofazimin,


Fluorokuinolon, dan Sikloserin. Obat-obat ini
memiliki efektifitas yang lebih lemah dibandingkan
obat-obat primer dan bersifat lebih toksik, maka obat-
obat ini hanya digunakan jika terjadi resistensi atau
intoleransi terhadap obat-obat primer (Tjay & Raharja,
2007).

7
Penyakit tuberkulosis diobati dengan obat
antituberculosis (OAT) dengan metode DOTS (Direcly
Observed Treatment Short course) (Depkes, 2008).

2.2 Tuberkulosis resistensi Obat

2.2.1 Definisi

TB resistensi obat atau TB-RO memiliki nama lain


yaitu tuberculosis Multi Drug Resistance atau TB MDR,
merupakan Tuberkulosis yang disebabkan oleh
M.tuberkulosis yang telah resisten terhadap obat antI TB
(OAT).

2.2.2 Kategori resistensi OAT

Kategori resistensi terhadap OAT dibagi dalam empat jenis


yaitu:

1) Monoresisten : Presisten terhadap salah satu OAT,


Misalnya resisten isoniazid (H). atau Pasien mengalami
resistensi terhadap OAT lini pertama.

2) Poli resisten : pasien resisten terhadap lebih dari satu


jenis OAT lini pertama kecuali kombinasi INH dan
Rifampisin.

3) Multi drug resistant (MDR) : resisten terhadap sekurang-


kurangnya INH dan Rifampisin.

4) Extensively drug resistant (XDR) : TB MDR disertai


resisten terhadap salah satu obat golongan fluoroquinolon
dan sekurangkurangnya salah satu dari OAT injeksi lini
kedua (Kapreomisin, Kanamisin, dan Amikasin).

8
Secara umum resistensi terhadap OAT dibagi menjadi
resistensi primer dan resistensi sekunder,

1) Resisten primer terjadi apabila pasien sebelumnya


tidak pernah mendapat pengobatan OAT atau telah
mendapat pengobatan OAT kurang dari satu bulan.

2) Resisten Sekunder Resisten sekunder atau initial


terjadi apabila kita tidak tahu pasti apakah pasien
sudah ada riwayat pengobatan OAT sebelumnya atau
belum pernah resistensi

pasien terhadap pengobatan dan pemastian selesainya


terapi. Cara lain untuk mencegah TB resisten adalah
menghindari paparan dengan pasien TB resisten obat di
tempat-tempat tertutup atau penuh sesak seperti TB resisten
obat di tempat-tempat tertutup atau penuh sesak seperti
rumah sakit, penjara, atau tempat penampungan tunawisma.
Orang-orang yang bekerja di rumah sakit atau fasilitas
pelayanan kesehatan dimana pasien TB datang hampir setiap
hari maka sebaiknya berkonsultasi terkait pengendalian
infeksi dan kesehatan kerja

2.2.3 Penyebab TB resistensi obat

Resisten terhadap obat anti-TB dapat terjadi karena


salah menggunakan atau salah mengelola obat. Tindakan
tersebut contohnya yaitu:

1) Pasien tidak menyelesaikan pengobatan sesuai saran

2) Petugas kesehatan memberikan pengobatan yang tidak


tepat baik dalam

3) hal dosis ataupun lama terapi

9
4) Obat untuk terapi yang sesuai tidak tersedia

5) Rendahnya kualitas obat

TB resisten obat lebih sering terjadi pada pasien


yang tidak menggunakan obat secara teratur, tidak
meminum semua obatnya, kembali mengidap penyakit
TB setelah terapi dan pulang dari negara dengan
prevalensi TB resisten obat yang tinggi.

2.2.4 Diagnosis TB resistensi obat

Beberapa kriteria terduga TB RO yang telah mendapatkan


pengobatan sebelumnya adalah sebagai berikut :
1) Pasien TB RO yang gagal pengobatan
2) Pasien TB RO kasus kambuh

3) Pasien TB RO yang kembali setelah putus berobat


(Pusdatin kemenkes, 2019)

Diagnosis TB Resisten Obat Pasien TB dengan


resisten obat didiagnosis juga berdasarkan sebagai berikut:
1) Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler TB (TCM TB)
Pemeriksaan TCM TB dilakukan untuk menegakan
diagnosis TB dan TB Resistan Rifampisin (TB RR) dan
hasil pemeriksaan dapat diperoleh dalam waktu yang
relatif cepat yaitu sekitar 2 jam. Pemeriksaan TCM TB
tidak dapat digunakan untuk memantau kemajuan
pengobatan TB RO. Hasil pemeriksaan TCM TB
menunjukkan terdeteksinya kuman TB dan ada atau
tidaknya resistansi terhadap obat Rifampisin. Pasien dapat
dinyatakan terkonfirmasi TB rifampisin resistan (TB RR)
berdasarkan hasil TCM.

10
2) Second Line–Line Probe Assay (SL-LPA)
SL-LPA merupakan tes cepat yang berbasis molekuler
untuk mendeteksi resistensi terhadap OAT lini kedua
yaitu golongan fluorokuinolon dan obat injeksi lini kedua.
Pemeriksaan SL-LPA digunakan sebagai triase awal untuk
mendeteksi resistensi terhadap fluorokuinolon dan obat
injeksi lini kedua untuk keperluan pengobatan TB RO
dengan paduan standar jangka pendek.
3) Uji biakan untuk identifikasi kuman M. Tuberculosis
Biakan dan identifikasi kuman M. tuberculosis dapat
dilakukan pada media padat (LJ) maupun media cair
(MGIT). Hasil biakan dapat digunakan oleh Tim Ahli
Klinis (TAK) dan dokter penanggung jawab di fasyankes
penyedia layanan TB RO sebagai acuan dalam
mendiagnosis dan menilai kemajuan pengobatan pasien
TB RO.
4) Uji kepekaan obat

Saat ini uji kepekaan terhadap M. Tuberculosis dapat


dilakukan dengan cara konvensional dan molekuler.
Pemeriksaan TCM merupakan salah satu metode
molekuler dalam uji kepekaan OAT. Pemeriksaan
uji kepekaan konvensional dilakukan dengan metode
MGIT dan dapat mendeteksi uji kepekaan paket obat
sesuai yang ditetapkan oleh Program Nasional
Penanggulangan TB.

11
2.2.5 Pengobatan TB resistensi obat
Farmakologi
1. Pengobatan Jangka Pendek
Pada tahun 2019, WHO mengeluarkan rekomendasi
terkait penggunaan paduan pengobatan TB resistan obat
tanpa injeksi, dimana obat injeksi kanamisin atau
kapreomisin digantikan dengan obat bedaquiline.
Penggunaan obat injeksi Km/Cm diketahui berkaitan
dengan hasil pengobatan yang buruk, sehingga kedua obat
injeksi ini tidak lagi dipakai dalam pengobatan TB resistan
obat. Pada paduan pengobatan TB RO jangka pendek,
kriteria pasien TB RR/ MDR yang bisa mendapatkan
paduan ini adalah:
• Tidak resistan terhadap fluorokuinolon
• Tidak ada kontak dengan pasien TB pre/XDR
• Tidak pernah mendapat OAT lini kedua selama ≥ 1
bulan
• Tidak ada resistansi atau dugaan tidak efektif terhadap
OAT pada paduan jangka pendek (kecuali resistan INH
dengan mutasi inhA atau katG).
• Tidak sedang hamil atau menyusui
• Bukan kasus TB paru berat
• Bukan kasus TB ekstraparu berat
• Pasien TB RO (paru ataupun ekstraparu) dengan HIV
• Anak usia lebih dari 6 tahun

12
Pasien TB RR/MDR yang tidak memenuhi kriteria di atas
akan mendapatkan pengobatan TB RO dengan paduan
jangka panjang (Data TB NTB, 2018).

13
2. Pengobatan Jangka Panjang
Pengobata TB RO dengan paduan jangka panjang
(18–24 bulan) diberikan pada pasien yang tidak bisa
mendapatkan paduan pengobatan jangka pendek. Berbeda
dengan paduan jangka pendek, paduan pengobatan TB RO
jangka panjang dapat dimodifikasi sesuai kondisi pasien
(individualized) sehingga disebut juga sebagai paduan
individual untuk dapat meningkatkan efektivitas dan
keamanan dari paduan ini dalam mengobati pasien TB (TB
ums, 2019).

Non farmakologi

Nakes memberikan edukasi kepada pasien untuk


menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
seperti olah raga teratur, tidak merokok, konsumsi makanan
bergizi, istirahat yang cukup dan tidak mengkonsumsi
alcohol (Permenkes RI, 2020).

2.2.6 Pencegahan TB Resisten Obat

Usaha terpenting untuk mencegah penyebaran TB


resisten obat adalah dengan menggunakan semua obat
sesuai saran petugas Kesehatan (dokter atau apoteker).

14
Semua obat harus diminum sesuai jadwal dan
instruksi, tidak boleh ada dosis terlewat maupun
pengehentian pengobatan lebih awal. Selain itu, pasien
penerima pengobatan TB harus pengobatan lebih awal.
Selain itu, pasien penerima pengobatan TB harus
memberitahu dokter jika mereka mengalami kesulitan
dalam meminum obat atau adanya efek samping yang
dialami.

Penyedia layanan kesehatan dapat membantu


pencegahan TB resisten obat dengan berbagai cara. Petugas
dapat melakukan diagnose kasus secara dini, pemberian
pedoman pengobatan, pemantauan respon

15
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
• Nama : Tn. Bukhari
• Jenis Kelamin : Laki-Laki
• Usia : 38 Tahun
• Alamat : Montong gamang
• Tgl. Kunjungan : 06-10-2021

II. Subjektif
• Anamnesis : Autoanamnesis
• Keluhan Utama : Batuk-batuk
• Riwayat Penyakit Sekarang : Tn. Bukhairi, 38 tahun,
seorang guru disalah satu madrasah tsanawiah di Kopang
didiagnosis dengan TB-Ro mengatakan batuk di dirasakan
sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengatakan batuk
timbul pada saat malam hari disertai dahak dan darah sedikit.
Pasien juga mengatakan adanya demam, keringat malam,
penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan yang
awalnya 50 kg menjadi 47 kg dalam satu bulan. Pasien
mempunyai kebiasaan yang tidak baik seperti membuang
dahak sembarangan, tidak memakai masker pada saat batuk,
kurangnya pengetahuan penyakit yang diderita oleh pasien,
dukungan keluarga yang kurang terhadap pasien, dan keadaan
rumah pasien yang lembab. Pasien juga mempunyai riwayat
kontak dengan penderita TB yaitu tetangganya yang sudah
meninggal dunia. Pada saat keluhan muncul pasien sempat
datang kontrol ke RS dan dirawat 3 hari, pasien sempat di
infus karna pasien merasa lemas tidak ada tenaga, dan di RS
pasien telah dilakukan pemeriksaan Test Cepat Molekuler
dan didapatkan hasil Positif TB-Ro. Setelah dilakukan TCM,
pasien datang ke Puskesmas untuk pengambilan Obat. Pasien
sering merasakan mual dan muntah setelah minum obat
tersebut. Untuk saat ini pasien mengeluhkan diare dan lemas
• Riwayat penyakit sebelumnya :
Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal, Riwayat
Hipertensi (-) Riwayat Diabetes Melitus (-) Riwayat
Penyakit Jantung (-) Riwayat Merokok (-)
• Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa
dengan pasien. Riwayat keluarga HT (-), DM (-), penyakit
jantung (-), penyakit ginjal (-)
• Riwayat Pengobatan
Pasien sempat dibawa ke Rumah sakit dan Puskesmas.
Disana dia sempat diberikan obat TB, sekarang pasien
sedang menjalani pengobatan TB RO Sejak 1 bulan berupa
piridoxin 3x1, etambutol 400mg 1x3, pirazinamid 500 mg
1x3,isoniazid 300mg 1x2 tablet, etionamid 250mg 1x3,
clorazimin 1x1, levofloxacin 250mg 1x4, bedaquilin 2x2,
namun pasien sempat berhenti minum obat karena pasien
merasa mual muntah setelah minum obat tersebut.
• Riwayat social ekonomi
Pasien merupakan kepala rumah tangga yang bekerja
sebagai guru disalah satu madrasah tsanawiah di Kopang.
Tinggal Bersama istri dan kedua anaknya. Kondisi rumah
pasien bersih, penerangan cahaya pada rumah cukup baik,
dengan adanya ventilasi dan sering membuka jendela.
III. PEMERIKSAAN FISIK
KU : Lemah
Kes : Compos Mentis
17
GCS : E4V5M6
TD : 100/60 mmHg
Nadi : 89 x / menit, regular
Suhu : 37’ C
RR : 19 x/ menit
SpO2 : 96 %
Berat Badan : Awal : 50Kg
Sekarang : 47Kg
Tinggi Badan : 163 cm
IMT : 18,0 (underweight)

Status Generalisata

Kepala Normosefal

Mata Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-),


injeksi konjungtiva (-), refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung
(+/+), pupil isokor (3 mm/3 mm)

Telinga AS : sekret (-), meatus tidak eritem,


tidak edem, membran timpani tidak
dinilai AD : meatus tidak eritem, tidak
edem, membran timpani tidak dinilai

Mulut Stomatitis (-), bibir sianosis (-), bibir kering


(-)

Hidung Sekret (-), pernapasan cuping hidung (-)

Tenggorokan Faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1) tidak


hiperemis, deritus (-)

Leher Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid


(-), pembesaran kelenjar getah bening (-),
JVP tidak meningkat
Dada Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Paru Inspeksi : gerakan dinding dada simetris

Palpasi : fremitus kanan=kiri


Perkusi : tidak dievaluasi Auskultasi :
vesikular (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat


Palpasi : iktus kordis teraba
Perkusi : tidak di evaluasi
Auskultasi : SI-SII regular, Gallop(-),
Murmur (-)

Abdomen Inspeksi : simetris, hiperemis (-), hematom (-


)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak hepar (+)
Palpasi : nyeri tekan (-), batas hepar dan lien
dalam batas normal

Ekstremitas Akral hangan, CRT <2 detik

IV. RESUME
Tn. Bukhairi, 38 tahun, seorang guru disalah satu
madrasah tsanawiah di Kopang didiagnosis dengan TB-Ro
mengatakan batuk di dirasakan sejak 3 bulan yang lalu.
Awalnya pasien mengatakan batuk timbul pada saat malam
hari. Pasien juga mengatakan adanya demam, keringat
malam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan
yang awalnya 50 kg menjadi 47 kg dalam satu bulan. Pasien
mempunyai kebiasaan yang tidak baik seperti membuang
dahak sembarangan, tidak memakai masker pada saat batuk,
19
kurangnya pengetahuan penyakit yang diderita oleh pasien, dukungan
keluarga yang kurang terhadap pasien, dan keadaan rumah pasien yang
lembab. Pasien juga mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB yaitu
tetangganya yang sudah meninggal dunia. Pada saat keluhan muncul
pasien dibawa oleh keluarganya ke RS kemudian dibawa ke Puskesmas
untuk mendapatkan pengobatan. Pemeriksaan fisik yang telah dilakukan
kepada pasien didapatkan hasil berat badan pasien 47 kg, tinggi badan 163
cm, IMT 18,0 (underweight), terlihat sakit ringan. Tekanan darah 100/60
mmHg, nadi 80 x/menit, frekuensi napas 18 x/menit, suhu tubuh 37C.
Konjungtiva mata anemis, sklera anikterik. Telinga dan hidung dalam
batas normal. Tenggorokan, jantung, dan abdomen dalam batas normal.
Pada pemeriksaan paru, inspeksi dalam batas normal, palpasi dalam batas
normal, perkusi dalam batas normal, auskultasi pulmo normal dekstra dan
sinistra. Ekstremitas superior dan inferior dalam batas normal,tidak
sianosis, tidak oedem, dan akral hangat. Di RS pasien telah dilakukan
pemeriksaan Test Cepat Molekuler dan didapatkan hasil Positif TB Ro.
Setelah dilakukan TCM, pasien datang ke Puskesmas untuk pengambilan
Obat. Pasien diberikan obat paket berupa piridoxin 3x1, etambutol 400
1x3, pirazinamid 500 1x3,isoniazid 300 1x2 tablet, etionamid 250 1x3,
clorazimin 1x1, levofloxacin 250 1x4, bedaquilin 2x2. Pasien sudah
mendapatkan pengobatan selama 1 bulan. Pasien sering merasakan mual
dan muntah setelah minum obat tersebut.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Sputum
2) Rotgent Thoraks
3) TCM

20
VI. DIAGNOSIS KERJA
Tuberkulosis Resistensi Obat (TB RO)

VII. TINDAK LANJUT


a) Medikamentosa
- Piridoxin 3x1
- Etambutol 400mg 1x3
- Pirazinamid 500 mg 1x3
- Isoniazid 300mg 1x2 tablet
- Etionamid 250mg 1x3
- Clorazimin 1x1
- Levofloxacin 250mg 1x4
- Bedaquilin 2x2

b) Non-medikamentosa
- Sering berjemur di pagi hari
- Melakukan olahraga atau aktivitas fisik lainnya
- Mengkonsumsi makanan yang bergizi
- Bila ada keluhan, segera disampaikan ke dokter atau
mengunjungi fasilitas Kesehatan
VIII. KIE
- Rajin mengkonsumsi obat dan mengikuti instruksi
dari dokter
- Rajin control setiap bulannya
- Selalu menggunakan masker
- Sering mencuci tangan
- Tidak meludah sembarang tempat

21
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Seorang laki-laki berusisiaa 38 tahun, mengeluh batuk
yang di dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien
mengatakan batuk timbul pada saat malam hari. Pasien juga
mengatakan adanya demam, keringat malam, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan yang awalnya 50 kg menjadi
47 kg dalam satu bulan. Pasien mempunyai kebiasaan yang tidak
baik seperti membuang dahak sembarangan, tidak memakai
masker pada saat batuk, kurangnya pengetahuan penyakit yang
diderita oleh pasien, dukungan keluarga yang kurang terhadap
pasien, dan keadaan rumah pasien yang lembab. Pasien juga
mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB yaitu
tetangganya yang sudah meninggal dunia. Pada saat keluhan
muncul pasien dibawa oleh keluarganya ke RS kemudian dibawa
ke Puskesmas untuk mendapatkan pengobatan. Saat ini pasien
mengeluhkan diare, lemas dan mual muntah setelah minum obat.
Dari hasil Pemeriksaan fisik pasien terlihat sakit ringan.
Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 80 x/menit, frekuensi napas
18 x/menit, suhu tubuh 37C. dan didapatkan adanya penurunan
berat badan dalam 1 bulan terakhir yang awalnya dari 50 kg
menjadi 47 kg, tinggi badan 163 cm, IMT 18,0 (underweight)
Konjungtiva mata anemis, sklera anikterik. Telinga dan hidung
dalam batas normal. Tenggorokan, jantung, dan abdomen dalam
batas normal. Pada pemeriksaan paru, inspeksi dalam batas
normal, palpasi dalam batas normal, perkusi dalam batas normal,
auskultasi pulmo normal dekstra dan sinistra.

22
Ekstremitas superior dan inferior dalam batas normal,tidak
sianosis, tidak oedem, dan akral hangat. Pada pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan pemeriksaan Test Cepat
Molekuler dan didapatkan hasil Positif TB Ro. Setelah dilakukan
TCM, pasien diberikan terapi medikamentosa dan non
medikamentosa.

23
DAFTAR PUSTAKA

Data TB NTB. 2018. Diakses pada www.data.ntbprov.go.id. Diakses tgl 6


Oktober 2021.
Depkes RI. (2008). Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis .
Jakarta.
Kemenkes RI. Profl Kesehatan Indonesia 2016. Jakarta: Kementrian
Kesehatan, 2016.
Kementrian Kesehatan RI. (2010). Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta.
Kemenkes RI. Profl Kesehatan Indonesia 2017. Jakarta Kementrian
Kesehatan, 2017.
Longo, Dan L. Kasper, Dennis L. Jameson, J. Larry. Fauci, A. S.
Harrison’s Principles Of Internal Medicine, 18th Ed. 3118 (2012).
Permenkes RI. 2020. Penatalaksanaan Tuberkulosis Diakses pada
www.yankes.kemkes.go.id Diakses tgl 6 Oktober 2021.
WHO. Global Tuberculosis Report 2019. Genewa: World Health
Organization 2019.
TB ums. 2019. Diakses pada www.eprints.ums.ac.id. Diakses tgl 6
Oktober 2021.

24
LAMPIRAN

Lampiran 1 : proses berjalannya anamnesa

Lampiran 2 : pemeriksaan fisik pasien


Lempiran 3 : obat-obatan yang dikonsumsi

26
27

Anda mungkin juga menyukai