TUBERKULOSIS
Pembimbing :
dr. Nurviana Indah
Coass :
Devi Nurfitria
015.06.0020
Restu Rahmadanti Ayuningtiyas
016.06.0012
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS TANJUNG KARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-
AZHAR
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan laporan Case Based Discussion tentang Tuberkulosis.
Tidak lupa juga kami mengucapakan terima kasih kepada dokter
pembimbing klinis yang telah membantu kami dalam menyusun dan
menyempurnakan laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangannya sehingga kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dalam menyempurnakan isi laporan.
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
2.1 Definisi......................................................................................................2
2.2 Epidemiologi.............................................................................................3
2.3 Etiologi......................................................................................................3
2.4 Patofisiologi...............................................................................................3
2.5 Klasifikasi..................................................................................................5
2.6 Manifestasi Klinis......................................................................................6
2.7 Diagnosis...................................................................................................7
2.8 Penatalaksanaan.......................................................................................10
3.7 Prognosis.................................................................................................17
3.8 KIE..........................................................................................................17
BAB IV PENUTUP...............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
LAMPIRAN...........................................................................................................20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO, Indonesia berada dalam daftar 30 negara
dengan beban tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia dan menempati peringkat
tertinggi ketiga di dunia terkait angka kejadian tuberkulosis. Pada tahun 2019
WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 845.000 penduduk Indonesia
menderita tuberkulosis dengan 24.000 orang diantaranya adalah TB Resistan
Obat. Selain itu sekitar 92.700 orang meninggal akibat TB di Indonesia per tahun,
atau sekitar 11 orang per jam (TB Indonesia, 2020).
2.3 Etiologi
Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi TB yaitu
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum,
Mycobacterium microti and Mycobacterium cannettii. Mycobacterium
tuberculosis (M.TB), hingga saat ini merupakan bakteri yang paling sering
ditemukan, dan menular antar manusia melalui rute udara. Tuberkulosis biasanya
menular dari manusia ke manusia lain lewat udara melalui percik renik atau
droplet nucleus (<5 microns) yang keluar ketika seorang yang terinfeksi TB paru
atau TB laring batuk, bersin, atau bicara (Data TB NTB, 2018).
2.4 Patofisiologi
Kuman Mycobacterium tuberkulosis paru masuk kedalam tubuh melalui
saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan
infeksi Tuberkulosis Paru terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang
yang terinfeksi (FK UNAIR, 2017).
4
Gambar 1. Patofisiologi TB.
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomis :
a) TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau
trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena
terdapat lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstra paru
harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.
b) TB ekstra paru adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim
paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran
genitorurinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. Kasus TB ekstra paru
dapat ditegakkan secara klinis atau histologis setelah diupayakan
semaksimal mungkin dengan konfirmasi bakteriologis (TB ums, 2019).
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan dalam Dinkes (2020) :
a) Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT sebelumnya
atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan (30 dosis harian).
5
b) Kasus dengan riwayat pengobatan adalah pasien yang pernah mendapatkan
OAT 1 bulan atau lebih (>28 dosis bila memakai obat program).
c) Kasus kambuh (relaps) adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi
berobat dengan pemeriksaan dahak BTA positif (karena reaktivasi atau
episode baru yang disebabkan reinfeksi).
d) Kasus pindahan (transfer in) adalah pasien yang sedang mendapat
pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke
kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membaa surat
rujukan/pindah.
e) Kasus setelah lalai (pengobatan setelah default/drop out) adalah pasien
yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih,
kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
f) Kasus gagal adalah pasien BTA postif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan kelima (1 bulan sebelum akhir
pengobatan) atau pada akhir pengobatan. Atau penderita dengan hasil BTA
negatif rontgen positif pada akhir bulan kedua pengobatan.
g) Tuberculosis resistensi ganda adalah tuberculosis yang menunjukkan
resistensi terhadap Rifampicin dan INH dengan/tanpa OAT lainnya.
6
2.7 Diagnosis
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis, dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiologis (Werdhani, 2019) :
Diagnosis Klinis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
a. Sputum
Tuberculosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA positif pada pemeriksaan dahak secara
mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila
sedikitnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-
Sewaktu) BTA hasilnya positif. Pemeriksaan dahak berfungsi
untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan
8
menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS) (Werdhani, 2019):
S (Sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
P (Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di UPK.
Tersangka penderita TB
Beri Antibiotik
Periksa rontgen Spektrum Luas
dada
Ulangi periksa
Penderita dahak SPS
Tiberkulosis
BTA Positif
Hasil BTA Hasil BTA Hasil TB
+++ --- mendukung BTA -
++- TB
2.8.1. Farmakologi
1. Prinsip pengobatan
Terdapat 2 macam aktifitas/sifat obat terhadap TB yaitu aktivitas
bakterisid dimana obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang
tumbuh (metabolismenya masih aktif) dan aktivitas sterilisasi, obat
bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat
(matabolismenya kurang aktif). Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari
kecepatan obat tersebut membunuh/melenyapkan kuman sehingga pada
pembiakan akan didapatkanhasil yang negatif (2 bulan dari permulaan
pengobatan). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhansettelah
pengobatan dihentikan. Hampir semua OAT mempunyai sifat bakterisid
kecuali Etambutol dan Tiasetazonyang hanyabersifat bakteriostatik dan
masih berperan untuk mencegah resistensi kuman terhadap obat.
Rifampisin dan Pirazinamid mempunyai aktivitas sterilisasi yang baik,
sedangkan INH dan Streptomisin menempati urutan lebih bawah
10
(Direktorat Jenderal P2P KEMENKES RI, 2020).
Jenis OAT lini pertama dan sifatnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
11
Jenis OAT Sifat Keterangan
Etambutol Bakteriostati
(E) k
2.8.2. Non-Farmakologi
Nakes memberikan edukasi kepada pasien untuk menjalankan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti olah raga teratur, tidak
merokok, konsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup dan tidak
mengkonsumsi alkohol (Permenkes RI, 2020).
12
BAB III
HOME
VISITE
Nama : Tn. A
Usia : 56 tahun
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama : batuk
Pasien laki-laki usia 56 tahun mengeluhkan batuk sejak ± 1,5 tahun yang
lalu. Batuk dirasakan hilang timbul, dan lebih sering timbul saat malam hari.
Pasien mengatakan batuk berdahak, dengan warna dahak kuning kental.
Setiap batuk pasien selalu mengeluarkan dahak ± 1 tutup botol air minum.
Batuk dikatakan terjadi secara tiba-tiba. Pasien mengatakan tetangga pasien
ada yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien. Selain batuk pasien
mengeluhkan selalu berkeringat di malam hari, suara serak dan sesak nafas
ketika beraktivitas. Sebelumnya pasien sempat diberikan obat batuk dan
demam namun keluhan semakin memburuk. Pasien mengatakan bahwa
nafsu makan pasien tidak terganggu, tidak ada penurunan berat badan yang
drastis. Karena keluhan yang dialami pasien semakin memburuk, pasien
disarankan untuk dilakukan tes sputum di Puskesmas Tanjung Karang.
13
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti
sekarang ini. Asma, penyakit jantung, hipertensi disangkal. Sudah ± 2 tahun ini
pasien menderita DM.
Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga pasien ada yang pernah mengalami keluhan yang sama seperti
pasien yaitu ayahnya menderita TB dan telah meninggal dunia. Asma, penyakit
jantung, hiertensi, DM disangkal.
Riwayat Pribadi
Pasien mengatakan bahwa dirinya merokok sejak SMP dan dapat
menghabiskan rokok dalam 1 hari yaitu 1 bungkus, namun saat ini pasien sudah
mengurangi merokok, minuman alcohol disangkal.
Riwayat Pengobatan
Saat timbul keluhan pasien mengkonsumsi obat batuk dan demam namun
tidak ada perubahan. Pasien saat ini sedang menjalani pengobatan TB sejak 2
bulan yang lalu. Dan rutin mengkonsumsi obatan-obatannya setiap hari, obat-
obatannya sebagai berikut : Rifampicin 150 mg, Isoniazid 75 mg,
Pyrazinamide 400 mg, Ethambutol 275 mg. Selain itu pasien juga
mengkonsumsi obat DM yaitu metformin 500mg.
Kondisi rumah pasien kumuh dan memiliki 1 kamar tidur, 1 ruang tamu
yang dirangkap menjadi ruang keluarga, 1 dapur umum dan 1 kamar mandi
umum, selain itu terdapat kandang kuda di sekitar rumah pasien. Lantai
rumah berupa lantai keramik. Dinding terbuat dari bata dan semen dan sudah
di cat, atap rumah menggunakan seng. Penerangan cukup, dengan ventilasi
yang cukup sehingga pertukaran udara tidak bagus. Jarak antara 1 rumah
dengan rumah yang lain sangat dekat sehingga keadaan rumah menjadi
14
pengap. Rumah pasien berada dilingkungan yang cukup padat, tinggal
berdempetan dengan warga lainnya.
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 20x/menit
SpO2 : 98 %
Berat badan : 80 kg
Tinggi badan : 170 cm
Indeks massa tubuh : 27,6 ( obesitas)
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+)
isokor
THT : dalam batas normal, discharge (-), septum deviasi (-), hiperemis (-)
Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-), deviasi trakea
(-)
Thoraks (cor dan pulmo)
o Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
o Pulmo : vesikular (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT: < 2 detik.
15
3.4 Pemeriksaan Penunjang Yang Telah Dilakukan
a. Sputum, didapatkan hasil BTA +
3.5 Diagnosis
Holistik
Diagnostik holistik pada pasien dibagi menjadi empat aspek :
1. Aspek personal
Pasien mengerti tentang penyakit yang dialami dan pentingnya pengobatan.
Pasien juga memiliki semangat menjalani pengobatan dan keyakinan untuk
sembuh.
2. Aspek klinik
Diagnosis pada pasien adalah TB.
3. Aspek risiko : aspek risiko internal dan aspek risiko eksternal
a. Aspek risiko internal
Tidak ada
b. Aspek risiko eksternal
Keluarga selalu mendukung dan mengingatkan pasien untuk mengkonsumsi
obat, pasien mengakses pelayanan kesehatan terdekat yang dapat di
tempuh menggunakan kendaraan bermotor
4. Aspek fungsional
Berdasarkan ICPC2, pasien mampu melakukan pekerjaan seperti sebelum sakit
(Skor 1).
3.6 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
- Rifampicin 150 mg
- Isoniazid 75 mg
- Pyrazinamide 400 mg
- Ethambutol 275 mg
- Metformin 500 mg
16
b. Non-medikamentosa
Mengkonsumsi makan makanan yang bergizi
Melakukan aktivitas fisik (olah raga)
Menginformasikan pentingnya dukungan keluarga
Bila ada keluhan, segera ke fasilitas kesehatan terdekat
3.7 Prognosis
Dubia ad vitam : dubia ad bonam Dubia
3.8 KIE
Menggunakan masker
Rajin mengkonsumsi obat
Menjaga semangat untuk rutin mengkonsumsi obat
Rajin kontrol kondisi kesehatan
17
BAB IV
PENUTUP
18
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kondisi Rumah Pasien
20
Lampiran 2. Anamnesa Pasien
21
Lampiran 3. Pemeriksaan Fisik
22
Lampiran 4. Obat-Obatan Yang Dikonsumsi
23
24
25
26
27
28
29
30