Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN CASE BASED DISCUSSION

TUBERKULOSIS

Pembimbing :
dr. Nurviana Indah

Coass :
Devi Nurfitria
015.06.0020
Restu Rahmadanti Ayuningtiyas
016.06.0012

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS TANJUNG KARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-
AZHAR
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan laporan Case Based Discussion tentang Tuberkulosis.
Tidak lupa juga kami mengucapakan terima kasih kepada dokter
pembimbing klinis yang telah membantu kami dalam menyusun dan
menyempurnakan laporan ini.
Dalam penyusunan laporan ini kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangannya sehingga kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dalam menyempurnakan isi laporan.

Mataram, 05 Juni 2022

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2

2.1 Definisi......................................................................................................2
2.2 Epidemiologi.............................................................................................3
2.3 Etiologi......................................................................................................3

2.4 Patofisiologi...............................................................................................3
2.5 Klasifikasi..................................................................................................5
2.6 Manifestasi Klinis......................................................................................6
2.7 Diagnosis...................................................................................................7

2.8 Penatalaksanaan.......................................................................................10

BAB III HOME VISITE........................................................................................13


3.1 Identitas Pasien........................................................................................13
3.2 Anamnesa................................................................................................13

3.3 Pemeriksaan Fisik....................................................................................15

3.4 Pemeriksaan Penunjang Yang Telah Dilakukan.....................................16


3.5 Diagnosis Holistik...................................................................................16
3.6 Penatalaksanaan.......................................................................................16

3.7 Prognosis.................................................................................................17
3.8 KIE..........................................................................................................17
BAB IV PENUTUP...............................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................19
LAMPIRAN...........................................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut WHO dalam Global TB Report 2017 melaporkan bahwa


Indonesia berada di peringkat ketiga dengan masalah TB terbesar. Penyakit
tuberculosis paru masih merupakan masalah utama kesehatan yang dapat
menimbulkan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas). Diperkirakan
sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis. Angka kejadian TB di Indonesia menepati urutan ketiga terbanyak
setelah India dan Cina. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru
dengan kematian sekitar 91.000 orang (TB Indonesia, 2020).
Strategi penanganan TB berdasarkan World Health Organization (WHO) dan
International Union Against Tuberkulosa and Lung Disease (IUATLD) yang dikenal
sebagai strategi Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) secara ekonomis
paling efektif (cost-efective), strategi ini juga berlaku di Indonesia. Pengobatan TB
paru menurut startegi DOTS diberikan selama 6-8 bulan dengan menggunakan
panduan beberapa obat atau diberikan dalam bentuk kombinasi dengan jumlah yang
tepat dan teratur, supaya semua kuman dapat dibunuh. Obat-obat yang dipergunakan
sebagai obat anti tuberculosis (OAT) yaitu : Isoniazid (INH), Rifampisin (R),
Pirazinamid (Z), Streptomisin (S), dan Etambutol (E).

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh


bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian
besar kuman TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan
TB paru, namun bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh
lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra
paru lainnya (PMK no 67 tentang penanggulangan TB).
Penyakit ini merupakan infeksi bakteri kronik yang ditandai oleh
pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan reaksi hipersensitivitas
yang diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity). Penyakit tuberculosis yang
aktif bisa menjadi kronis dan berakhir dengan kematian apabila tidak dilakukan
pengobatan yang efektif (Direktorat Jenderal P2P KEMENKES RI, 2020).

2
2.2 Epidemiologi
Berdasarkan laporan WHO, Indonesia berada dalam daftar 30 negara
dengan beban tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia dan menempati peringkat
tertinggi ketiga di dunia terkait angka kejadian tuberkulosis. Pada tahun 2019
WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 845.000 penduduk Indonesia
menderita tuberkulosis dengan 24.000 orang diantaranya adalah TB Resistan
Obat. Selain itu sekitar 92.700 orang meninggal akibat TB di Indonesia per tahun,
atau sekitar 11 orang per jam (TB Indonesia, 2020).

2.3 Etiologi
Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi TB yaitu
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum,
Mycobacterium microti and Mycobacterium cannettii. Mycobacterium
tuberculosis (M.TB), hingga saat ini merupakan bakteri yang paling sering
ditemukan, dan menular antar manusia melalui rute udara. Tuberkulosis biasanya
menular dari manusia ke manusia lain lewat udara melalui percik renik atau
droplet nucleus (<5 microns) yang keluar ketika seorang yang terinfeksi TB paru
atau TB laring batuk, bersin, atau bicara (Data TB NTB, 2018).

2.4 Patofisiologi
Kuman Mycobacterium tuberkulosis paru masuk kedalam tubuh melalui
saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan
infeksi Tuberkulosis Paru terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi
droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang
yang terinfeksi (FK UNAIR, 2017).

Basil Tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi


terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di
saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.
Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atau paru-
paru, atau dibagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-
3
hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan
mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini
dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau
proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak
didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh
fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari (FK UNAIR,
2017).

Penularan TB biasanya droplet infection. Karena infeksi secara inhalasi,


maka hanya droplet nuklei yang kecil saja (1-5 mikron) yang dapat melalui dan
menembus sistem mukosilier saluran napas untuk mencapai bronkiolus dan
alveolus. Basil TB berkembang biak dan menyebar melalui saluran limfe dan
aliran darah. Sampai pada alveolus, akan terjadi reaksi inflamasi non spesifik.
Makrofag akan memfagosit basil TB tetapi tidak semuanya mati. Penyebaran
secara limfogen akan mencapai kelenjar regional sedangkan penyebaran
hematogen akan mencapai organ tubuh. Pada organ tertentu (paru terutama
lapangan atas, ginjal, dan otak), basil berkembang biak secara luas. Sewaktu
imunitas spesifik mulai terbentuk, tubuh akan menghambat perkembangan basil
TB (FK UNAIR, 2017).

4
Gambar 1. Patofisiologi TB.

2.5 Klasifikasi
 Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomis :
a) TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau
trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena
terdapat lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstra paru
harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.
b) TB ekstra paru adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar parenkim
paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen, saluran
genitorurinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. Kasus TB ekstra paru
dapat ditegakkan secara klinis atau histologis setelah diupayakan
semaksimal mungkin dengan konfirmasi bakteriologis (TB ums, 2019).
 Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan dalam Dinkes (2020) :
a) Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT sebelumnya
atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan (30 dosis harian).

5
b) Kasus dengan riwayat pengobatan adalah pasien yang pernah mendapatkan
OAT 1 bulan atau lebih (>28 dosis bila memakai obat program).
c) Kasus kambuh (relaps) adalah pasien yang sebelumnya pernah
mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi
berobat dengan pemeriksaan dahak BTA positif (karena reaktivasi atau
episode baru yang disebabkan reinfeksi).
d) Kasus pindahan (transfer in) adalah pasien yang sedang mendapat
pengobatan di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke
kabupaten ini. Penderita pindahan tersebut harus membaa surat
rujukan/pindah.
e) Kasus setelah lalai (pengobatan setelah default/drop out) adalah pasien
yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih,
kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
f) Kasus gagal adalah pasien BTA postif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan kelima (1 bulan sebelum akhir
pengobatan) atau pada akhir pengobatan. Atau penderita dengan hasil BTA
negatif rontgen positif pada akhir bulan kedua pengobatan.
g) Tuberculosis resistensi ganda adalah tuberculosis yang menunjukkan
resistensi terhadap Rifampicin dan INH dengan/tanpa OAT lainnya.

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala TB pada orang dewasa adalah batuk selama 2 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan beberapa gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, lemah, letih, lesu, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang berkepanjangan (Permenkes RI, 2020).

6
2.7 Diagnosis
Diagnosis TB paru ditegakkan berdasarkan diagnosis klinis, dilanjutkan
dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiologis (Werdhani, 2019) :

 Diagnosis Klinis

Diagnosis klinis adalah diagnosis yang ditegakkan berdasarkan ada atau


tidaknya gejala pada pasien. Pada pasien TB paru gejala klinis utama yaitu
batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala
tambahan yang mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas, dan
rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa
kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan
serta adanya demam/meriang lebih dari sebulan.

 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan pertama pada keadaan umum pasien yaitu suhu demam


(subfebris), badan kurus atau beat badan menurun. Pada pemeriksaan fisik
pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan terutama pada kasus-kasus
dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik. Pada TB paru lanjut
dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot
intercostal. Bila TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura sehingga
paru yang sakit akan terlihat tertinggal dalam pernafasan, perkusi
memberikan suara pekak, auskultasi memberikan suara yang lemah sampai
tidak terdengar sama sekali. Dalam penampilan klinis TB sering
asimtomatik dan penyakit baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan
radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberculin yang positif.

 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologis

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang


praktis untuk menemukan lesi TB. Dalam beberapa hal pemeriksaan ini
lebih memberikan keuntungan, seperti pada kasus TB anak-anak dan
7
TB milier yang pada pemeriksaan sputumnya hampir selalu negatif.
Lokasi lesi TB umumnya di daerah apex paru tetapi dapat juga
mengenai lobus bawah atau daerah hilus menyerupai tumor paru. Pada
awal penyakit saat lesi masih menyerupai sarang-sarang pneumonia,
gambaran radiologinya berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan
batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka
bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas dan disebut
tuberkuloma. Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks :

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan


pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto
toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu
dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut (Werdhani, 2019):
 Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada
kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk
mendukung diagnosis TB paru BTA positif.
 Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
(non fluoroquinolon).
 Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat
yang memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak,
pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien
yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
2. Pemeriksaan Bakteriologis

a. Sputum
Tuberculosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan
ditemukannya BTA positif pada pemeriksaan dahak secara
mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila
sedikitnya 2 dari 3 pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-
Sewaktu) BTA hasilnya positif. Pemeriksaan dahak berfungsi
untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan
8
menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua
hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-
Sewaktu (SPS) (Werdhani, 2019):
 S (Sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
 P (Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di UPK.

 S (Sewaktu): Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat


menyerahkan dahak pagi.

Tersangka penderita TB

Periksa dahak SPS

Hasil BTA Hasil BTA Hasil BTA


+++ +-- ---
++-

Beri Antibiotik
Periksa rontgen Spektrum Luas
dada

Tidak ada Ada


Hasil Hasil perbaikan perbaikan
mendukung mendukung
TB TB

Ulangi periksa
Penderita dahak SPS
Tiberkulosis
BTA Positif
Hasil BTA Hasil BTA Hasil TB
+++ --- mendukung BTA -
++- TB

Rontgen dada Hasil 9


rontgen Bukan
- TB
b. Darah
Pada saat TB baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit
yang sedikit meninggi dengan pergeseran hitung jenis ke kiri. Jumlah
limfosit masih dibawah normal. Laju endap darah (LED) mulai
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali ke
normal dan jumlah limfosit masih tinggi, LED mulai turun kearah
normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain juga didapatkan anemia
ringan dengan gambaran normokrom normositer, gama globulin
meningkat, dan kadar natrium darah menurun.
c. Tes Tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu
menegakkan diagnosis TB terutama pada anak-anak (balita).
Sedangkan pada dewasa tes tuberculin hanya untuk menyatakan apakah
seorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi
Mycobacterium tuberculosis atau Mycobacterium pathogen lainnya.
2.8 Penatalaksanaan

2.8.1. Farmakologi
1. Prinsip pengobatan
Terdapat 2 macam aktifitas/sifat obat terhadap TB yaitu aktivitas
bakterisid dimana obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang
tumbuh (metabolismenya masih aktif) dan aktivitas sterilisasi, obat
bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat
(matabolismenya kurang aktif). Aktivitas bakterisid biasanya diukur dari
kecepatan obat tersebut membunuh/melenyapkan kuman sehingga pada
pembiakan akan didapatkanhasil yang negatif (2 bulan dari permulaan
pengobatan). Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhansettelah
pengobatan dihentikan. Hampir semua OAT mempunyai sifat bakterisid
kecuali Etambutol dan Tiasetazonyang hanyabersifat bakteriostatik dan
masih berperan untuk mencegah resistensi kuman terhadap obat.
Rifampisin dan Pirazinamid mempunyai aktivitas sterilisasi yang baik,
sedangkan INH dan Streptomisin menempati urutan lebih bawah
10
(Direktorat Jenderal P2P KEMENKES RI, 2020).

2. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


Obat-obat TB dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis regimen, yaitu
obat lini pertama dan obat lini kedua. Kedua obat ini diarahkan ke
penghentian pertumbuhan basil, pengurangan basil dormant dan
pencegahan resistensi. Obat-obatan lini pertama terdiri dari Isoniazid,
Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol, dan Streptomisin. Obat-obatan lini
kedua mencakup Rifabutin, Ethionamid, Cycloserine, Para-Amino
Salicylic acid, Clofazimine, Aminoglycosides diluar Streptomicin dan
Quinolon. Obat lini kedua ini dicadangkan untuk pengobatan kasus-kasus
multi drug resistance. Obat tuberculosis yang aman diberikan pada
perempuan hamil adalah Isoniazid, Rifampisin,dan Etambutol (Direktorat
Jenderal P2P KEMENKES RI, 2020).

Jenis OAT lini pertama dan sifatnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

11
Jenis OAT Sifat Keterangan

Isoniazid Bakterisid Obat inisangat efektif terhadap kuman


(H) terkuat dalam keadaan metabolic aktif, yaitu
kuman yang sedang berkembang.
Mekanisme kerjanya adalah menghambat
cell-wall biosynthetic pathway.

Rifampicin Bakterisid Rifampicin dapat membunuh kuman semi


(R) dormant (persistent) yang tidak dapat
dibunuh oleh Isoniazid. Mekanisme
kerjanya yaitu menghambat polymerase
DNA-dependent ribonucleic acid (RNA)
M. Tuberculosis.

Pirazinamid Bakterisid Pirazinamid dapat membunuh kuman yang


(Z) berada dalam sel dengan suasana asam.
Obat ini hanya diberikan dalam 2 bulan
pertama pengobatan.

Streptomisin Bakterisid Obat ini adalah suatu antibiotic golongan


(S) aminoglikosida dan bekerja mencegah
pertumbuhan organisme ekstraseluler.

Etambutol Bakteriostati
(E) k

2.8.2. Non-Farmakologi
Nakes memberikan edukasi kepada pasien untuk menjalankan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti olah raga teratur, tidak
merokok, konsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup dan tidak
mengkonsumsi alkohol (Permenkes RI, 2020).

12
BAB III
HOME
VISITE

3.1 Identitas Pasien

 Nama : Tn. A

 Usia : 56 tahun

 Jenis Kelamin : Laki-Laki

 Alamat : Batu Ringgit Selatan

 Pekerjaan : Buruh

 Pendidikan Terakhir : SMA

 Agama : Islam

 Waktu Pemeriksaan : Sabtu, 04 Juni 2022

3.2 Anamnesa
 Keluhan Utama : batuk

 Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien laki-laki usia 56 tahun mengeluhkan batuk sejak ± 1,5 tahun yang
lalu. Batuk dirasakan hilang timbul, dan lebih sering timbul saat malam hari.
Pasien mengatakan batuk berdahak, dengan warna dahak kuning kental.
Setiap batuk pasien selalu mengeluarkan dahak ± 1 tutup botol air minum.
Batuk dikatakan terjadi secara tiba-tiba. Pasien mengatakan tetangga pasien
ada yang memiliki keluhan yang sama seperti pasien. Selain batuk pasien
mengeluhkan selalu berkeringat di malam hari, suara serak dan sesak nafas
ketika beraktivitas. Sebelumnya pasien sempat diberikan obat batuk dan
demam namun keluhan semakin memburuk. Pasien mengatakan bahwa
nafsu makan pasien tidak terganggu, tidak ada penurunan berat badan yang
drastis. Karena keluhan yang dialami pasien semakin memburuk, pasien
disarankan untuk dilakukan tes sputum di Puskesmas Tanjung Karang.

13
 Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti
sekarang ini. Asma, penyakit jantung, hipertensi disangkal. Sudah ± 2 tahun ini
pasien menderita DM.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga pasien ada yang pernah mengalami keluhan yang sama seperti
pasien yaitu ayahnya menderita TB dan telah meninggal dunia. Asma, penyakit
jantung, hiertensi, DM disangkal.
 Riwayat Pribadi
Pasien mengatakan bahwa dirinya merokok sejak SMP dan dapat
menghabiskan rokok dalam 1 hari yaitu 1 bungkus, namun saat ini pasien sudah
mengurangi merokok, minuman alcohol disangkal.

 Riwayat Pengobatan

Saat timbul keluhan pasien mengkonsumsi obat batuk dan demam namun
tidak ada perubahan. Pasien saat ini sedang menjalani pengobatan TB sejak 2
bulan yang lalu. Dan rutin mengkonsumsi obatan-obatannya setiap hari, obat-
obatannya sebagai berikut : Rifampicin 150 mg, Isoniazid 75 mg,
Pyrazinamide 400 mg, Ethambutol 275 mg. Selain itu pasien juga
mengkonsumsi obat DM yaitu metformin 500mg.

 Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien merupakan kepala rumah tangga dari keluarganya. Memiliki1 orang


istri dengan5 anak. Seluruh anak pasien belum menikah dan masih tinggal 1
rumah dengan pasien.

Kondisi rumah pasien kumuh dan memiliki 1 kamar tidur, 1 ruang tamu
yang dirangkap menjadi ruang keluarga, 1 dapur umum dan 1 kamar mandi
umum, selain itu terdapat kandang kuda di sekitar rumah pasien. Lantai
rumah berupa lantai keramik. Dinding terbuat dari bata dan semen dan sudah
di cat, atap rumah menggunakan seng. Penerangan cukup, dengan ventilasi
yang cukup sehingga pertukaran udara tidak bagus. Jarak antara 1 rumah
dengan rumah yang lain sangat dekat sehingga keadaan rumah menjadi

14
pengap. Rumah pasien berada dilingkungan yang cukup padat, tinggal
berdempetan dengan warga lainnya.

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Status Present


 Keadaan umum : tampak baik

 GCS : E4V5M6 (Compos Mentis)

 Tekanan darah : 120/80 mmHg

 Nadi : 80x/menit

 Pernafasan : 20x/menit

 SpO2 : 98 %

3.3.2 Status Antropometri

 Berat badan : 80 kg
 Tinggi badan : 170 cm
 Indeks massa tubuh : 27,6 ( obesitas)

3.3.3 Status Generalis

 Kepala : normocephali
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+)
isokor
 THT : dalam batas normal, discharge (-), septum deviasi (-), hiperemis (-)
 Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-), deviasi trakea
(-)
 Thoraks (cor dan pulmo)
o Cor : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
o Pulmo : vesikular (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
 Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, nyeri tekan (-)
 Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT: < 2 detik.

15
3.4 Pemeriksaan Penunjang Yang Telah Dilakukan
a. Sputum, didapatkan hasil BTA +

3.5 Diagnosis
Holistik
Diagnostik holistik pada pasien dibagi menjadi empat aspek :
1. Aspek personal
Pasien mengerti tentang penyakit yang dialami dan pentingnya pengobatan.
Pasien juga memiliki semangat menjalani pengobatan dan keyakinan untuk
sembuh.
2. Aspek klinik
Diagnosis pada pasien adalah TB.
3. Aspek risiko : aspek risiko internal dan aspek risiko eksternal
a. Aspek risiko internal
Tidak ada
b. Aspek risiko eksternal
Keluarga selalu mendukung dan mengingatkan pasien untuk mengkonsumsi
obat, pasien mengakses pelayanan kesehatan terdekat yang dapat di
tempuh menggunakan kendaraan bermotor
4. Aspek fungsional
Berdasarkan ICPC2, pasien mampu melakukan pekerjaan seperti sebelum sakit
(Skor 1).

3.6 Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
- Rifampicin 150 mg
- Isoniazid 75 mg
- Pyrazinamide 400 mg
- Ethambutol 275 mg
- Metformin 500 mg

16
b. Non-medikamentosa
 Mengkonsumsi makan makanan yang bergizi
 Melakukan aktivitas fisik (olah raga)
 Menginformasikan pentingnya dukungan keluarga
 Bila ada keluhan, segera ke fasilitas kesehatan terdekat

3.7 Prognosis
Dubia ad vitam : dubia ad bonam Dubia

ad functionam : dubia ad bonam Dubia

sanationam : dubia ad bonam

3.8 KIE
 Menggunakan masker
 Rajin mengkonsumsi obat
 Menjaga semangat untuk rutin mengkonsumsi obat
 Rajin kontrol kondisi kesehatan

17
BAB IV

PENUTUP

Studi yang dilakukan merupakan laporan kasus pasien dengan TB.


Data primer diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta
melakukan kunjungan rumah. Penilaian dilakukan berdasarkan diagnosis
holistik saat kunjungan secara kualitatif. Pasien didiagnosis TB dan baru
mengalami keluhan seperti ini. Pasien telah mengerti tentang penyakit yang
dialami dan pentingnya pengobatan. Pasien juga memiliki semangat
menjalani pengobatan dan keyakinan untuk sembuh. Pasien tinggal di rumah
yang kondisinya kumuh dan memiliki penerangan cukup dengan ventilasi
yang cukup sehingga pertukaran udara tidak bagus.

18
DAFTAR PUSTAKA

Data TB NTB. 2018. Diakses pada www.data.ntbprov.go.id. Diakses tanggal 11


Januari 2022.
Direktorat Jenderal P2P KEMENKES RI. 2020. Petunjuk Teknis
Penatalaksanaan Tuberkulosis Resistan Obat Di Indonesia. Jakarta.
Dinkes. 2020. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Dinas Kesehatan Mataram.
Diakses pada www.sip-ppid.mataramkota.go.id. Diakses tanggal 11
Januari 2022.
FK UNAIR. 2017. Buku Pengangan Pembimbing Tuberkulosis. Diakses pada
https://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/RS13_TB-
Paru-Q.pdf. Diakses tanggal 13 Januari 2022.
Permenkes RI. 2020. Penatalaksanaan Tuberkulosis Diakses pada
www.yankes.kemkes.go.id. Diakses tanggal 12 Januari 2022.
PMK no 67 tentang penanggulangan TB. Diakses pada www.hukor.kemkes.go.id.
Diakses tanggal 12 Januari 2022.
RS Paru dr. M. Goenawan Partowidigdo (RSPG). 2018. TB-MDR. Diakses pada
https://www.rspg-cisarua.co.id/tb-mdr. Diakses tanggal 13 Januari 2022.
TB Indonesia. 2020. Situasi TB di Indonesia. Diakses pada
https://tbindonesia.or.id/pustaka-tbc/informasi/tentang-tbc/situasi-tbc-
diindonesia-2/. Diakses tanggal 12 Januari 2022.
TB ums. 2019. Diakses pada www.eprints.ums.ac.id. Diakses tanggal 13 Januari
2022.
Werdhani, R. A. 2019. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klasifikasi Tuberkulosis.
Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FK UI.
Jakarta.

19
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kondisi Rumah Pasien

20
Lampiran 2. Anamnesa Pasien

21
Lampiran 3. Pemeriksaan Fisik

22
Lampiran 4. Obat-Obatan Yang Dikonsumsi

23
24
25
26
27
28
29
30

Anda mungkin juga menyukai