Tentang
TERAPI INFEKSI TBC
Kelompok 2
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................5
C. Tujuan Masalah.........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................6
A. Pengertian penyakit TBC...........................................................................6
B. Etiologi dan teranmisi penyakit TBC........................................................7
C. Patofisiologi penyakit TBC.......................................................................8
D. Epidemiologi penyakit TBC....................................................................10
E. Penatalaksanaan terapi penyakit TBC.....................................................11
BAB III PENUTUP..................................................................................................16
A. Kesimpulan..............................................................................................16
B. Saran........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri mycobacterium tuberculosis yang menyerang berbagai organ atau jaringan
tubuh khususnya paru-paru. penyakit ini merupakan penyebab utama kecacatan dan
kematian hampir di sebagian besar negara di seluruh dunia (Widoyono, 2011).
Tuberkulosis ini merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. sesuai dengan
tujuan pembangunan berkelanjutan 2030, WHO menargetkan untuk menurunkan
kematian akibat tuberkulosis sebesar 90% dan menurunkan insiden penemuan kasus
tuberkulosis sebesar 80% pada tahun 2030 dibandingkan dengan tahun 2014
(Kemenkes RI, 2016).
Tuberculosis paru adalah penykit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman Tuberkulosis
menyerang paru-paru namun dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Kuman tersebut
berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.
Oleh karena itu, disebut juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA) dan cepat mati jika terpapar
sinar matahari langsung namun dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembab (Muttaqin, 2012).
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.
Organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) memperkirakan
sepertiga dari populasi dunia telah terinfekasi mycobacterium tuberculosis.
Tuberkulosis masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia. Setiap
tahun terdapat 9 juta kasus baru dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta manusia.
Di semua negara telah terdapat penyakit ini, tetapi yang terbanyak di afrika sebesar
30% asia sebesar 55% dan untuk cina dan india secara tersendiri sebesar 35% dan
semua kasus tuberkulosis.
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa Definisi penyakit TBC?
2. Bagaimana Etiologi penyakit TBC?
3. Bagaimana Patofisiologi penyakit TBC?
4. Bagaimana Efidemiologi penyakit TBC?
5. Bagaimana Penatalaksanaan terapi penyakit TBC?
C. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Penulisannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui Definisi penyakit TBC
2. Untuk Mengetahui Etiologi penyakit TBC
3. Untuk Mengetahui Patofisiologi penyakit TBC
4. Untuk Mengetahui Efidemiologi penyakit TBC
5. Untuk mengetahui Penatalaksanaan terapi penyakit TBC
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyakit TBC
Tuberculosis adalah penykit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman Tuberkulosis
menyerang paru-paru namun dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Kuman
tersebut berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam
pada pewarnaan. Oleh karena itu, disebut juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA) dan
cepat mati jika terpapar sinar matahari langsung namun dapat bertahan hidup beberapa
jam di tempat yang gelap dan lembab (Muttaqin, 2012).
Tuberculosis (TBC) adalah infeksius kronik yang biasanya mengenai paru-paru
yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini ditularkan oleh droplet
nucleus, droplet yang ditularkan melalui udara dihasilkan ketika orang terinfeksi batuk,
bersin, berbicara atau bernyanyi (Priscilla, 2012).
B. Etiologi dan Transmisi TBC
Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi TB: Mycobacterium
tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, Mycobacterium
microti and Mycobacterium cannettii. M.tuberculosis (M.TB), hingga saat ini
merupakan bakteri yang paling sering ditemukan, dan menular antar manusia melalui
rute udara.
Tidak ditemukan hewan yang berperan sebagai agen penularan Mycobacterium
tuberculosis. Namun, Mycobacterium bovis dapat bertahan dalam susu sapi yang
terinfeksi dan melakukan penetrasi ke mukosa saluran cerna serta menginvasi jaringan
limfe orofaring saat seseorang mengonsumsi susu dari sapi yang terinfeksi tersebut.
Angka kejadian infeksi Mycobacterium bovis pada manusia sudah mengalami
penurunan signifikan di negara berkembang, hal ini dikarenakan proses pasteurisasi
susu dan telah diberlakukannya strategi kontrol tuberkulosis yang efektif pada ternak.
Infeksi terhadap organisme lain relatif jarang ditemukan.
Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain lewat udara
melalui percik renik atau droplet nucleus (<5 microns) yang keluar ketika seorang
yang terinfeksi TB paru atau TB laring batuk, bersin, atau bicara. Percik renik juga
dapat dikeluarkan saat pasien TB paru melalui prosedur pemeriksaan yang
menghasilkan produk aerosol seperti saat dilakukannya induksi sputum, bronkoskopi
dan juga saat dilakukannya manipulasi terhadap lesi atau pengolahan jaringan di
laboratorium. Percik renik, yang merupakan partikel kecil berdiameter 1 sampai 5 μm
dapat menampung 1-5 basilli, dan bersifat sangat infeksius, dan dapat bertahan di
dalam udara sampai 4 jam. Karena ukurannya yang sangat kecil, percik renik ini
memiliki kemampuan mencapai ruang alveolar dalam paru, dimana bakteri kemudian
melakukan replikasi.
Ada 3 faktor yang menentukan transmisi Mycobacterium tuberculosis:
a. Jumlah organisme yang keluar ke udara.
b. Konsentrasi organisme dalam udara, ditentukan oleh volume ruang dan
ventilasi.
c. Lama seseorang menghirup udara terkontaminasi.
Satu batuk dapat memproduksi hingga 3,000 percik renik dan satu kali bersin
dapat memproduksi hingga 1 juta percik renik. Sedangkan, dosis yang diperlukan
terjadinya suatu infeksi TB adalah 1 sampai 10 basil. Kasus yang paling infeksius
adalah penularan dari pasien dengan hasil pemeriksaan sputum positif, dengan hasil
3+ merupakan kasus paling infeksius. Pasien dengan hasil pemeriksaan sputum
negatif bersifat tidak terlalu infeksius. Kasus TB ekstra paru hampir selalu tidak
infeksius, kecuali bila penderita juga memiliki TB paru. Individu dengan TB laten
tidak bersifat infeksius, karena bakteri yang menginfeksi mereka tidak bereplikasi dan
tidak dapat melalukan transmisi ke organisme lain.
Penularan TB biasanya terjadi di dalam ruangan yang gelap, dengan minim
ventilasi di mana percik renik dapat bertahan di udara dalam waktu yang lebih lama.
Cahaya matahari langsung dapat membunuh tuberkel basili dengan cepat, namun
bakteri ini akan bertahan lebih lama di dalam keadaan yang gelap. Kontak dekat
dalam waktu yang lama dengan orang terinfeksi meningkatkan risiko penularan.
Apabila terinfeksi, proses sehingga paparan tersebut berkembang menjadi penyakit
TB aktif bergantung pada kondisi imun individu. Pada individu dengan sistem imun
yang normal, 90% tidak akan berkembang menjadi penyakit TB dan hanya 10% dari
kasus akan menjadi penyakit TB aktif (setengah kasus terjadi segera setelah terinfeksi
dan setengahnya terjadi di kemudian hari). Risiko paling tinggi terdapat pada dua
tahun pertama pasca-terinfeksi, dimana setengah dari kasus terjadi. Kelompok dengan
risiko tertinggi terinfeksi adalah anak-anak dibawah usia 5 tahun dan lanjut usia.
Orang dengan kondisi imun buruk lebih rentan mengalami penyakit TB aktif
dibanding orang dengan kondisi sistem imun yang normal. 50-60% orang dengan
HIV-positif yang terinfeksi TB akan mengalami penyakit TB yang aktif. Hal ini juga
dapat terjadi pada kondisi medis lain di mana sistem imun mengalami penekanan
seperti pada kasus silikolisis, diabetes militus, dan penggunaan kortikosteroid atau
obat-obat imunosupresan lain dalam jangka panjang.
C. Patofisiologi Tuberkulosis
Penyakit tuberkulosis paru ditularkan melalui udara secara langsung dari
penderita penyakit tuberculosis kepada orang lain. Infeksi diawali karena seseorang
menghirup basil Mycobacterium tubercolosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas
menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Penyebaran penyakit
tuberculosis sering tidak mengetahui bahwa ia menderita sakit tuberculosis. Droplet
yang mengandung basil tuberculosis yang dihasilkan dari batuk dapat melayang di
udara sehingga kurang lebih 1 - 2 jam tergantung ada atau tidaknya sinar matahari
serta kualitas ventilasi ruangan dan kelembaban.
Perkembangan Mycobacterium tubercolosis juga dapat menjangkau sampai ke
area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melaui system limfe dan
aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks serebit) dan area lain
dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, system kekebalan tubuh memberikan respon
dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi
fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis
menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya tibul dalam waktu 2-10 minggu setelah
terpapar bakteri.
Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan system kekebalan tubuh pada
masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag
seperti dinding, garnuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan
fibrosa. Bagian tengah dari masa tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri
atas makrofag dan bakteri dan menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk bakteri
yang penampakannya seperti keju (necrotizing cusease). Hal ini akan menjadi
klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi
nonaktif.
Setelah infeksi awal, jika respon system imun tidak adekuat maka penyakit akan
menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau
bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini ghon
tuberde mengalami tuberasi sehingga menghasilkan neerotizing caseosa di dalam
bronkus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk
jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan
timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia
seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus
dilagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitaloid yang di
kelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Berbeda, kemudian pada akhirnya
akan membentuk suatau kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
D. Efidemiologi tuberkulosis
Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2019 sebanyak 10
juta orang penduduk dunia menderita penyakit TBC dan sebanyak 5,1 sampai 5,8 juta
orang adalah laki-laki, 3 sampai 3,4 juta adalah perempuan dan pada anak-anak 1 juta.
Sebanyak 58% kasus TBC yang baru berasal dari Asia Tenggara dan Wilayah Barat
Pasifik.
Tahun 2018 tercatat jumlah populasi yang menderita TBC ialah sebesar 842.000
jiwa dari sekitar 252 juta penduduk Indonesia. Angka kematian TBC di indonesia
adalah 41 kasus dari 100.000 penduduk. Menurut jenis kelamin pada kasus TBC laki-
laki 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan. Menurut kelompok umur, kasus
TBC terbagi pada kelompok umur 25-34 tahun (20,76%) umur 45-54 tahun (19,57%)
dan umur 35-44 tahun (19,24%).
Faktor resiko terinfeksi TBC meningkat pada orang yang sering mengadakan
kontak langsung dengan penderita TBC, termasuk keluarga, teman dekat dari
penderita TBC, orang yang melakukan perjalanan ke daerah yang tinggi angka
kejadian TBC dan orang yang bekerja di rumah sakit atau merawat pasien penderita
TBC. Orang yang terpapar TBC dan terinfeksi adalah orang yang memiliki daya tahan
tubuh atau imunitas yang rendah seperti:
a. Bayi atau anak-anak yang fungsi sistem imunnya belum berfungsi dengan
baik. Pada umumnya anak-anak yang berumur kurang 2 tahun mendapat
infeksi dari lingkungan rumah tinggal, ketika sering terjadi kontak dengan
penderita TBC yang se rumah
b. Orang yang menderita penyakit kronik seperti diabetes militus (DM) karena
pada penyakit ini sering terjadi penurunan produksi IFN gama, sitokin, sel T
dan penurunan fungsi kemotaktik dari neutrofil untuk mrengtasi
mycobacterium TBC yang terinfeksi.
c. Penderita HIV/AIDS dan orang yang mendapat pengobatan autoimun, hal ini
berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh untuk melawan bakteri yang
menginfeksi.
D. Penatalaksanaan Terapi TBC
1. Tujuan pengobatan TBC adalah:
a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien
b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
c. Mencegah kekambuhan TB
d. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
e. Mencegah perkembangan dan penularan resisten obat.
2. Prinsip Pengobatan TBC :
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan
TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk mencegah
penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB.
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi
b. Diberikan dalam dosis yang tepat
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (pengawas
menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam
tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.
3. Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap yaitu :
1. Tahap Intensif (2-3 bulan)
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang
ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil
kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan
pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan
selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa
adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan
selama 2 minggu pertama.
2. Tahap lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomen dari
WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol.
Sedangkan jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan
Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Obat-obat Anti Tuberkulosis
a. Isoniasid (INH)
Dikenal dengan INH merupakan derivat asam isonikotinat yang
berkhasiat untuk obat tuberkulosis yang paling kuat terhadap
Mycobacterium tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat
bakterisid, dapat membunuh kuman 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman
dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.
dosis harian yang dianjurkan 5 mg/BB, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kgBB. Efek
samping dari isoniazid adalah mual, muntah, demam, hiperglikemia,
Neuropati perifer, psikosis toksik. Gangguan fungsi hati, kejang.
b. Rifampisin (R)
Rifampisin adalah sebuah golongan obat antibiotic yang banyak
dipakai untuk menanggulangi infeksi Mycobacterium tuberculosis.
Rifampisin menghambat pertumbuhan bakteri dengan menghambat
sistesis protein terutama pada tahap transkripsi. Dosis 10 mg/kgBB
diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali
seminggu. Efek samping dari rifampisin adalah gangguang saluran
cerna, terjadi gangguan sindrim influenza, gangguan respirasi, warna
kemerahan pada urine, dan udem.
c. Pirazinamid (Z)
Pirazinamid adalah obat antibiotic yang digunakan untuk mengobati
infeksi bakteri Tuberkulosis bersifat bakterisid, yang dapat membunuh
kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam dan bekerja dengan
menghentikan pertumbuhan bakteri. Indikasi dari pirazinamid adalah
tuberkulsis dalam kombinasi dengan obat lain. Dosis harian yang
dianjurkan 25 mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kgBB. Efek samping dari
pirazinamid adalah anoreksia, icterus, anemia, mual, muntah, dan gagal
hati.
d. Streptomisin (S)
Streptomisin adalah antibiotic yang dihasilkan oleh jamur tanah
disebut Streptomyces griseus yang bersifat bekterisid dapat digunakan
untuk mengatasi sejumlah infeksi seperti tuberculosis untuk
menghambat pertumbuhan mikroba. Saat ini streptomisin semakin
jarang digunakan kecuali untuk kasus resistensi. Efek samping dari
streptomisin adalah gangguang fungsi ginjal, gangguan pendengaran,
dan kemerahan pada kulit. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan
dosis yang sama. penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya
0,75g/hari, sedangkan untuk berumur 60 atau lebih diberikan
0,50g/hari.
e. Etambutol (E)
Etambutol adalah obat antibiotic yang bersifat bakteriostatik dapat
mencegah pertumbuhan bakteri tuberculosis di dalam tubuh. Indikasi
dari etabutanol adalah tuberculosis dalam kombinasi dengan obat lain.
Efek samping penurunan tajam penglihatan pada kedua mata,
penurunan terhadap kontras sensitivitas warna serta gangguan lapang
pandang. Dosis harian yang dianjurkan 15mg/kgBB, sedangkan untuk
pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30mg/kgBB
Tabel 3.1. OAT lini pertama
Jenis Sifat Efek samping
Isoniazid (H) Bakterisidal Mual, muntah, demam,
hiperglikemia, Neuropati
perifer, psikosis toksik.
Gangguan fungsi hati, kejang.
Rimfapisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan
gastrointestinal, urine
berwarna merah, gangguan
fungsi hati, trombositopeni,
demam, skinrash, sesak
napas, anemia hemolitik.
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal,
gangguan fungsi hati, gout
atritis.
Etambutol (E) Bakterisostatik Gangguan penglihatan, buta
warna, neuritis perifer
Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri di tempat suntikan,
gangguan keseimbangan dan
pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia,
agranulositosis,
trombositopeni.
Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan
menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml =
250mg).