Anda di halaman 1dari 21

ARITMIA PADA TUBERKULOSIS

Disusun Oleh:

dr.

NIM.

Pembimbing:
dr.

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


DEPARTEMEN PULMONOLOGI DNA KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
RSUD ULIN BANJARMASIN
2023

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 3

2.1 Etiologi Tuberkulosis ............................................................................... 3

2.2 Penularan Tuberkulosis ............................................................................ 5

2.3 Gejala Tuberkulosis .................................................................................. 7

2.4 Pengobatan Tuberkulosis .......................................................................... 7

2.5 Pencegahan Tuberkulosis ......................................................................... 8

2.6 Definisi Aritmia ........................................................................................ 9

2.7 Jenis-jenis Aritmia .................................................................................. 10

2.8 Aritmia pada Tuberkulosis ..................................................................... 12

2.9 Manifestasi Klinis................................................................................... 13

2.10 Patofisiologi............................................................................................ 13

2.11 Pemeriksaan penunjang .......................................................................... 14

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aritmia adalah gangguan irama jantung akibat otot jantung yang seharusnya

berdenyut secara teratur berubah menjadi lebih cepat,lebih lambat, atau tidak

beraturan. Aritmia disebabkan adanya gangguan pada impuls elektrik yang

berfungsi mengatur detak jantung sehingga tidak dapat bekerja dengan baik

(Susilowati, 2021). Penderita aritmia akan merasa jantung berdetak kencang,atau

tiba-tiba bertambah denyutannya, atau bahkan berdetak terlalu cepat (takikardi)

atau terlalu lambat (bradikardi). Atau, penderita mungkin tidak merasakan

apaapa,karena aritmia dapat “asimptomatik” (tanpa gejala) (Endris,dkk 2021).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari

Mycobacterium tuberculosis, yang mempengaruhi paru-paru. TB merupakan salah

satu penyakit tertua yang diketahui mempengaruhi manusia menjadi penyebab

utama kematian di seluruh dunia (Kasper, 2010). TBC paru tergolong penyakit air

borne infection, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara pernapasan ke

dalam paru-paru. Kemudian kuman menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh

lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, melalui bronkus atau

penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya (Widyanto & Triwibowo, 2013).

TB adalah salah satu dari 10 penyebab kematian di seluruh dunia. Pada tahun 2017,

10 juta orang jatuh sakit dengan TB (WHO,2018). Prevalensi TB di Indonesia pada

tahun 2013 sebesar 0,4%, dan tidak mengalami peningkatan pada tahun 2018

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Di Jawa Tengah prevalensi

penderita TB pada tahun 2016 sebesar 118 per 100.000 penduduk dan terjadi

1
peningkatan pada tahun 2017 yaitu 132,9 per 100.000 penduduk (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2018). Menurut Laporan Kinerja RSUD Dr.

Moewardi terakhir pada bulan Mei (2017), pada pelayanan pemeriksaan

laboratorium mikrobiologi klinik terdapat 310 kasus TB. Tuberkulosis yang disertai

dengan aritmia dapat meningkatkan risiko kematian individu. Oleh karena itu,

diperlukan pengetahuan dasar yang baik bagi tenaga Kesehatan untuk memberikan

penanganan yang tepat kepada pasien dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etiologi Tuberkulosis

Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC

(Mycrobacterium Tuberculosi Humanis). Mycrobacterium tuberculosis merupakan

jenis kuman berbentuk batang berukuran sangat kecil dengan Panjang 1-4 µm

dengan tebal 0,3-0,6 µm. Sebagian besar komponen Mycrobacterium tuberculosis

adalah berupa lemak atau lipid yang menyebabkan kuman mampu bertahan

terhadap asam serta zat kimia dan faktor fisik. Kuman TBC bersifat aerob yang

membutuhkan oksigen untuk kelangsungan hidupnya. Mycrobacterium

tuberculosis banyak ditemukan di daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi.

Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit TB. Kuman

Mycrobacterium tuberculosis memiliki kemampuan tumbuh yang lambat, koloni

akan tampak setelah kurang dari dua minggu atau bahkan terkadang setelah 6-8

minggu. Lingkungan hidup optimal pada suhu 37°C dan kelembaban 70%. Kuman

tidak dapat tumbuh pada suhu 25°C atau lebih dari 40°C (Inayah & Wahyono,

2019).

Mycrobacterium tuberculosis termasuk familie Mycrobacteriaceace yang

mempunyai berbagai genus, satu diantaranya adalah Mycrobacterium, yang salah

satunya speciesnya adalah Mycrobacterium tuberculosis. Basil TBC mempunyai

dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini dimanfaatkan oleh Robert Koch

untuk mewarnainya secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut pula Basil

Tahan Asam (BTA). Basil TBC sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga

dalam beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap

3
gelombang cahaya ultraviolet. Basil TBC juga rentan terhadap panas-basah,

sehingga dalam 2 menit saja basil TBC yang berada dalam lingkungan basah sudah

akan mati bila terkena air bersuhu 100°C. Basil TBC juga akan terbunuh dalam

beberapa menit bila terkena alkohol 70% atau lisol 5% (Inayah & Wahyono, 2019).

Tuberkulosis (TBC) paru adalah suatu penyakit infeksi kronis yang sudah sangat

lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di

daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan

kerusakan tulang vertebra otak yang khas TBC dari kerangka yang digali di

Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari

mumi dan ukuriran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000 – 4000 SM.

Hipokrates telah memperkenalkan sebuah terminologi yang diangkat dari bahasa

Yunani yang menggambarkan tampilan penyakit TBC paru ini (Gannika, 2016).

Masuknya bakteri penyebab TBC akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis

non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TBC dan biasanya

sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TBC. Akan tetapi, pada sebagian

kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TBC dan kuman akan

bereplikasi dalam makrofag. Kuman TBC dalam makrofag yang terus berkembang

biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni

kuman TBC di jaringan paru disebut Fokus Primer. Waktu yang diperlukan sejak

masuknya kuman TBC hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap

disebut sebagai masa inkubasi TBC. Hal ini berbeda dengan pengertian masa

inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya

kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TBC biasanya

berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu.

4
Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104,

yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler (Gannika,

2016).

TBC primer adalah TBC yang terjadi pada seseorang yang belum pernah

kemasukan basil TBC. Bila orang ini mengalami infeksi oleh basil TBC, walaupun

segera difagositosis oleh makrofag, basil TBC tidak akan mati. Dengan semikian

basil TBC ini lalu dapat berkembang biak secara leluasa dalam 2 minggu pertama

di alveolus paru dengan kecepatan 1 basil menjadi 2 basil setiap 20 jam, sehingga

pada infeksi oleh satu basil saja, setelah 2 minggu akan menjadi 100.000 basil. TBC

sekunder adalah penyakit TBC yang baru timbul setelah lewat 5 tahun sejak

terjadinya infeksi primer. Kemungkinan suatu TBC primes yang telah sembuh akan

berkelanjutan menjadi TBC sekunder tidaklah besar, diperkirakan hanya sekitar

10%. Sebaliknya juga suati reinfeksi endogen dan eksogen, walaupun semula

berhasil menyebabkan seseorang menderita penyakit TBC sekunder, tidak selalu

penyakitnya akan berkelanjutan terus secara progresif dan berakhir dengan

kematian.hal ini terutama ditentukan oleh efektivitas sistem imunitas seluler di satu

pihak dan jumlah serta virulensi basil TBC di pihak lain. Walaupun sudah sampai

timbul TBC selama masih minimal, masih ada kemungkinan bagi tubuh untuk

menyembuhkan dirinya sendiri bila sistem imunitas seluler masih berfungsi dengan

baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa TBC pada anak-anak umumnya adalah TBC

primer sedangkan TBC pada orang dewasa adalah TBC sekunder (Gannika, 2016).

2.2 Penularan Tuberkulosis

Menurut (Inayah & Wahyono, 2019) cara penularan penyakit Tuberkulosis adalah:

5
a. Sumber penularan adalah pasien TBC BTA positif melalui percik renik

dahak yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TBC

dengan hasil pemeriksaan negatif tidak mengandung kuman dalam

dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadioleh karena jumlah kuman yang

terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/dahak sehingga sulit

dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.

b. Pasien TBC dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan

menularkanpenyakit TBC. Tingkat penularan pasien TBC BTA positif

adalah 65%, pasien TBC BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah 26%

sedangkan pasien TBC dengan hasilkultur negatif dan foto toraks positif

adalah 17%.

c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung

percik renikdahak yang infeksius tersebut.

d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam

bentukpercikan dahak (droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat

menghasilkan sekitar3000 percikan dahak.

Kuman TBC menyebar melalui udara saat si penderita batuk, bersin, berbicara, atau

bernyanyi. Yang hebat, kuman ini dapat bertahan di udara selama beberapa jam.

Perlu diingat bahwa TBC tidak menular melalui berjabat tangan dengan penderita

TBC, berbagi makanan/minuman, menyentuh seprai atau dudukan toilet, berbagi

sikat gigi, bahkan berciuman (Inayah & Wahyono, 2019). Lingkungan hidup yang

sangat padat dan pemukiman di wilayah perkotaan yang kurang memenuhi

persyaratan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan

sekali atas peningkatan jumlah kasus TBC. Penularan penyakit ini sebagian besar

6
melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat

dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil

tahan asam (BTA) (Gannika, 2016).

2.3 Gejala Tuberkulosis

Gejala penyakit TBC terjadi sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara

klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk

menegakkan diagnosa secara klinik (Darliana dkk, 2011)

1. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)

2. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan

3. malam hari disertai keringat malam. Terkadang serangan demam seperti

4. influenza dan bersifat hilang timbul

5. Penurunan nafsu makan dan berat badan

6. Perasaan tidak enak (malaise), lemah

2.4 Pengobatan Tuberkulosis

Terdapat enam macam obat esensial yang telah dipakai sebagai berikut : Isoniazid

(H), para amino salisilik asid (PAS), Streptomisin (S), Etambutol (E), Rifampisin

(R) dan Pirazinamid (P). Faktor-faktor risiko yang sudah diketahui menyebabkan

tingginya prevalensi TBC di Indonesia antara lain : kurangnya gizi, kemiskinan dan

sanitasi yang buruk (Darliana dkk, 2011).

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan

gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis

Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

7
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukanpengawasan

langsung (DOT = Directly Observed Treatment) olehseorang Pengawas

Menelan Obat (PMO).

c. Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

2.5 Pencegahan Tuberkulosis

Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderitaan, masayarakat dan petugas

kesehatan.

1. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti

kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.

2. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan pnderita, kontak atau

suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi

penderita, kontak, suspect, perawatan.

3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap

penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH (Isoniazid) sebagai

pencegahan.

4. BCG, vaksinasi diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan

bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun

ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.

5. Memberantas penyakit TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi

dan pasteurisasi air susu sapi

6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara

yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.

7. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TBC paru.

8
8. Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko

tinggi, seperti para emigrant, orang–orang kontak dengan penderita, petugas

dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.

9. Pemeriksaan foto rontgen pada orang–orang yang positif dari hasil

pemeriksaan tuberculin tes (Narasimhan dkk, 2013).

2.6 Definisi Aritmia

Aritmia adalah gangguan irama jantung akibat otot jantung yang seharusnya

berdenyut secara teratur berubah menjadi lebih cepat,lebih lambat, atau tidak

beraturan. Aritmia disebabkan adanya gangguan pada impuls elektrik yang

berfungsi mengatur detak jantung sehingga tidak dapat bekerja dengan baik

(Narasimhan dkk, 2013). Penderita aritmia mungkin akan merasa jantung berdetak

kencang,atau tiba-tiba bertambah denyutannya, atau bahkan berdetak terlalu cepat

(takikardi) atau terlalu lambat (bradikardi). Penderita mungkin tidak merasakan

apaapa,karena aritmia dapat “asimptomatik” (tanpa gejala) (Narasimhan dkk,

2013). Bradikardia merupakan istilah yang digunkan untuk menyebut perlambatan

detak jantung. Bradikardia atau bradiaritmia adalah keadaan di mana laju denyut

jantung seseorang kurang dari 60 kali per menit (Wulandari dkk, 2015). Secara

klinis bradikardia bisa simtomatik atau asimtomatik. Bradikardia simtomatik

disebut pula sindrom bradikardia atau sindrom Adam Stokes yaitu kumpulan gejala

karena menurunnya aliran darah ke otak, biasanya dengan laju denyut jantung

kurang dari 45 kali per menit. sedangkan bradiaritmia asimtomatik sering

ditemukan sebagai kondisi fisiologis pada individu sehat, seperti pada atlet dengan

laju denyut jantung istirahat rendah atau blok atrioventrikular (AV) derajat pertama

saat tidur, namun dapat pula bersifat patologis (Wulandari dkk, 2015).

9
2.7 Jenis-jenis Aritmia

Berikut adalah jenis-jenis Aritmia yang biasa dialami oleh penderita tuberculosis

(Wulandari dkk, 2015):

a. Sinus Takikardi

Sinus takikardi adalah irama sinus dengan kecepatan denyut jantung

>100x/menit. Sinus takikardi menggambarkan keadaan normal atau

merupakan respon stress fisiologis(aktivitas fisik, rasa cemas), kondisi

patologis (demam, tirotoksikosis, anemia, hipovolemia), atau stress

farmakologis untuk menjaga curah jantung tetap stabil

b. Atrial Fibrilasi

Atrial fibrilasi adalah bentuk aritmia yang paling sering terjadi.Pada atrial

fibrilasi, impuls listrik tidak dimulai dari nodus SA, melainkan dari bagian

lain di atrium atau di dekat v.pulmonalis. Hal ini akan menimbulkan impuls

yang cepat dan tak beraturan sehingga atrium akan berdenyut secara tepat

dan tak beraturan pula. Ketika impuls listrik sampai di nodus AV, nodus AV

akan meneruskan impuls tersebut walaupun tidak secepat impuls awalnya

sehingga ventrikel juga akan berdenyut cepat namun tidak secepat atrium.

Oleh karena itu, atrium dan ventrikel tidak lagi berdenyut bersamaan. Hal

ini menyebabkan darah di atrium tidak terpompa menuju ventrikel

sebagaimana seharusnya.

c. Ventrikel Takikardi

Ventrikel takikardi adalah ventrikel ekstrasistol yang timbul ≥ 4x berturut-

turut. Merupakan salah satu aritmia lethal (berbahaya) karena mudah

berkembang menjadi ventrikel fibrilasi dan dapat menyebabkan henti

10
jantung (cardiacarrest). Ventrikel takikardi disebabkan oleh keadaan yang

mengganggu sistem konduksi jantung, seperti kekurangan pasokan O2

akibat gangguan pada pembuluh darah koroner, kardiomiopati,sarcoidosis,

gagal jantung, dan keracunan digitalis.

d. Ventrikel Fibrilasi

Ventrikel fibrilasi merupakan jenis aritmia yang paling berbahaya .Jantung

tidak lagi berdenyut melainkan hanya bergetar sehingga jantung tidak dapat

memompa darah dengan efektif. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya

henti jantung (cardiac arrest).

e. Bradikardi

Bradikardi adalah gangguan irama jantung di mana jantung berdenyut lebih

lambat dari normal, yaitu 60x/menit. Bradikardi disebabkan karena adanya

gangguan pada nodus SA, gangguan sistem konduksi jantung, gangguan

metabolik (hipotiroidisme), dan kerusakan pada jantung akibat serangan

jantung atau penyakit jantung. Menurut Yunus, 2018 terdapat beberapa

penyebab patologik bradikardi, antara lain penyakit nodus sinus (terutama

pada usia tua), peningkatan tekanan intracranial, hipoksia berat,

hipotiroidisme (miksedema), hipotermia, tumor (servikal, mediastinum),

sepsis, obat (penyekat B, penyekat kanal kalsium dan obat anti aritmia lain),

penyakit jantung iskemik yang mencederai nodus SA (pada 60% pasien,

nodus SA disuplai oleh arteri koroner kanan).

11
2.8 Aritmia pada Tuberkulosis

TB adalah penyebab aritmia yang jarang terhitung sekitar 0,14-2% dalam beberapa

penelitian. Banyak laporan kasus menunjukkan bahwa populasi yang paling umum

terkena adalah dewasa muda <45 tahun. Ada juga dominasi laki-laki dengan rasio

laki-perempuan 2:1. Aritmia tuberkulosis dapat terjadi bersamaan dengan

perikarditis sebagai mioperikarditis atau sebagai gangguan tersendiri. Sebagian

besar kasus aritmia tuberkulosis tidak menunjukkan gejala, tetapi beberapa dapat

muncul dengan kelainan konduksi seperti ventrikel dan blok atrioventrikular.

Mereka juga dapat hadir dengan kardiomiopati dilatasi, gagal jantung kongestif,

atau kematian jantung mendadak (SCD). Aritmia tuberkulosis dapat terjadi dari

penyebaran langsung dari perikardium, penyebaran retrograde dari kelenjar getah

bening, atau melalui pembibitan hematogen. Diagnosis dini menimbulkan

tantangan. Hal ini kemungkinan karena insiden yang rendah, asimtomatologi, dan

prevalensi yang lebih tinggi pada orang dewasa muda. Meskipun demikian,

kesadaran harus ditingkatkan, terutama di daerah endemik TB. Tingkat kematian

yang terkait dengan aritmia TB simptomatik tinggi, dengan sebagian besar kasus

didiagnosis post-mortem (Sugiyono, 2014).

Jika aritmia tuberculosis dicurigai pada pasien, ekokardiogram transthoracic atau

MRI jantung harus dilakukan. Ini akan memungkinkan visualisasi katup atau

kelainan mekanis lainnya. EKG dapat membantu mendeteksi kelainan konduksi

pada pasien yang bergejala. Biopsi endomiokard telah disarankan, tetapi kurang

direkomendasikan oleh beberapa pedoman (Yunus, 2018).

12
2.9 Manifestasi Klinis

Bradikardia simtomatik memiliki gejala yang tidak spesifik dan bervariasi mulai

gejala ringan sampai dengan berat. Pasien datang bisa dengan keluhan pusing,

lemah, lesu, kelelahan, mengantuk, apatis, pelupa, sulit berkonsentrasi, mudah

marah, sesak atau nyeri dada, hingga gejala yang berat berupa pingsan (sinkop).

Denyut jantung lambat biasanya kurang dari 50 kali per menit. Gejala tersebut dapat

timbul tak terduga, hilang timbul atau menetap (Yunus, 2018).

Menurun Wulandari dkk, (2015), tanda dan gejala pasien dengan bradikardi

simptomatik antara lain bradikardia mungkin “absolut” (frekuensi < 60x/menit)

atau “relatif” (frekuensi nadi < yang diharapkan sesuai dengan kondisi pasien),

bradikardi dianggap “simptomatik” jika muncul tanda-tanda adanya perfusi yang

buruk akibat frekuensi nadi yang melambat, nyeri dada dan sesak nafas, penurunan

tingkat kesadaran, sakit kepala, pusing, sinkop dan hipotensi.

2.10 Patofisiologi

Menurut Sugiyono, (2014) bradikardia dapat terjadi oleh karena kerusakan di pusat

pacu jantung utama (gangguan fungsi sinus) atau gangguan rangsang. Pada keadaan

ini fungsi nodus SA normal, tetapi justru konduksinya ke ventrikel terganggu (blok

nodus AV). Bradikardia dapat terjadi oleh karena kombinasi gangguan fungsi nodus

SA dan blok nodus AV. Apapun sebabnya, bila terjadi pause, dimana nodus SA tidak

dapat menimbulkan impuls dalam waktu cukup lama, maka jantung akan

memerintahkan jaringan lain menggantikan fungsi pacu jantung utama agar

ventrikel berdenyut. Pacu jantung utama masih berfungsi dengan baik, akan tetapi

konduksinya ke ventrikel mengalami gangguan mulai dari adanya perlambatan

hingga hambatan.

13
Bradikardia juga dapat terjadi karena sinyal-sinyal listrik yang ditransmisikan

melalui atrium tidak ditransmisikan ke ventrikel (blok 15 jantung atau blok

atrioventrikular). Gangguan sinyal listrik dapat terjadi di AV node, berkas His atau

di suatu tempat di sepanjang cabang kiri dan kanan yang mengirimkan sinyal listrik

ke ventrikel. Blok jantung diklasifikasikan berdasarkan sejauh mana sinyal dari

atrium mencapai ruang pompa utama jantung (ventrikel).

2.11 Pemeriksaan penunjang

a. Elektrokardiografi

Pemeriksaan ini dapat memberikan bukti adanya blok jantung. Namun jika blok

yang muncul bersifat intermiten maka EKG dapat normal. Pada pasien dengan

sinkop yang tidak bisa dijelaskan, maka penting untuk menyingkirkan gangguan

konduksi intermiten dengan menggunakan pemantauan EKG berkelanjutan

ambulatoar (Holter EKG). Alat ini dapat digunakan untuk merekam EKG selama

minimal 24 jam secara berkelanjutan (Notoatmodjo, 2012).

b. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan fungsi hati dan tiroid mungkin dapat menjelaskan penyebab sinus

bradikardi.

c. foto toraks

Dapat memerlihatkan adanya kardiomegali pada pasien dengan kardiomiopati

iskemik atau miokarditis. Edema paru dapat terlihat sebagai akibat bradikardi.

d. Ekokardiografi

14
Pemeriksaan ekokardiografi dapat menunjukkan hipokinetik dinding jantung

karena iskemia atau infark. Area septum yang hipokinetik akan menjadi sangat

relevan dengan kelainan bradiaritmia (Damayanti, 2019).

15
BAB III
PENUTUP

Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC

(Mycrobacterium Tuberculosi Humanis). Bakteri TBC menyebar melalui udara saat

si penderita batuk, bersin, berbicara, atau bernyanyi. Yang hebat, kuman ini dapat

bertahan di udara selama beberapa jam. Perlu diingat bahwa TBC tidak menular

melalui berjabat tangan dengan penderita TBC, berbagi makanan/minuman,

menyentuh seprai atau dudukan toilet, berbagi sikat gigi, bahkan berciuman. Gejala

tuberculosis adalah Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan

darah), demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan,

malam hari disertai keringat malam. Terkadang serangan demam seperti, influenza

dan bersifat hilang timbul. Terdapat enam macam obat esensial yang telah dipakai

sebagai berikut : Isoniazid (H), para amino salisilik asid (PAS), Streptomisin (S),

Etambutol (E), Rifampisin (R) dan Pirazinamid (P). Salah satu pencegahan

tuberculosis adalah Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita,

kontak atau suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini

bagi penderita, kontak, suspect, perawatan. Aritmia adalah gangguan irama jantung

akibat otot jantung yang seharusnya berdenyut secara teratur berubah menjadi lebih

cepat,lebih lambat, atau tidak beraturan. Aritmia disebabkan adanya gangguan pada

impuls elektrik yang berfungsi mengatur detak jantung sehingga tidak dapat bekerja

dengan baik. Penderita aritmia mungkin akan merasa jantung berdetak

kencang,atau tiba-tiba bertambah denyutannya, atau bahkan berdetak terlalu cepat

(takikardi) atau terlalu lambat (bradikardi). Atau, penderita mungkin tidak

merasakan apaapa,karena aritmia dapat “asimptomatik” (tanpa gejala). Bradikardia

atau bradiaritmia adalah keadaan di mana laju denyut jantung seseorang kurang dari

16
60 kali per menit. Pada prinsipnya, penyebab bradikardia simtomatik adalah kondisi

sistem konduksi jantung yang gagal memberikan laju denyut jantung yang adekuat.

Hal tersebut disebabkan karena gangguan dari salah satu atau lebih bagian sistem

konduksi jantung yaitu disfungsi simpul sinus atau abnormalitas simpul

atrioventrikular (Av) berupa blok AV derajat 2 ke atas. Pemeriksaan penunjang

pasies aritmia adalah dengan pemeriksaan darah, foto toraks, ekokardiografi,

elektrokardiografi.

17
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Orgganization. Global Tuberculosis Report 2019. WHO

Library Cataloguing-in-Publication Data; 2018.

2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional

Pengendalian Tuberkulosis. 2018.

3. Inayah S, Wahyono B. Penanggulangan Tuberkulosis Paru dengan Strategi

DOTS. Higeia J Public Heal Res Dev. 2019;3(2):223–33.

4. Gannika L. Tingkat Pengetahuan Keteraturan Berobat Dan Sikap Klien

Terhadap Terjadinya Penyakit Tbc Paru Di Ruang Perawatan I Dan Ii Rs

Islam Faisal Makassar. J Ilm Kesehat Sandi Husada. 2016;4(1):55–62.

5. Darliana D, Keilmuan B, Medikal K. Manajemen Pasien Tuberculosis Paru.

Idea Nurs J. 2011;2(1):27–31.

6. Narasimhan, P., Wood J, MacIntyre CR MD. Risk Factors for Tuberculosis.

Pulm Med. 2013.

7. Wulandari, AA, Nurjazuli AM. Faktor Risiko dan Potensi Penularan

Tuberkulosis Paru di Kabupaten Kendal. J Kesehat Lingkung Indones.

2015;14(1):7–13.

8. Yunus. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tb Paru dan

Aritmia Di Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota Makassar (Wilayah Kerja

Puskesmas Rappokalling). Skripsi Univ Hasanuddin Makassar. 2018;1–86.

9. Yuda A. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Penderita

Tuberkulosis Paru dan Aritmia dengan Kepatuhan Minum Obat di Puskesmas

Tanah Kalikedinding. Skripsi Univ Airlangga. 2018.

10. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. 2014.

11. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. 2012.

18
12. Damayanti, DA HF. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Keberhasilan Pengobatan Pasien Tuberkulosis Paru Studi Kasus Rumah Sakit

Paru Jember. 2019;122. Panggayuh, LP, Winarno ME TT. Faktor Yang

Berhubungan Dengan Keberhasilan Pengobatan Aritmia di Rumah Sakit

Umum Karsa Husada Batu. 2019;1–34.

13. Harnanik. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan

Pengobatan Aritmia Paru di Puskesmas Purwodadi II Kabupaten Grobongan.

Naska Publ. 2014;i–xvii.

14. Manalu HSP. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Aritmia Dan

Upaya Penanggulangannya. J Ekol Kesehat. 2010;9(4):1340–6.

19

Anda mungkin juga menyukai