Anda di halaman 1dari 17

TUGAS MAKALAH FARMAKOTERAPI INFEKSI DAN TUMOR

Tentang
TERAPI INFEKSI TBC

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3


1. LATIFATUL AKHFA (4820121010EX)
2. SRIYANTI RAHAYU (4820121018EX)
3. DEWI RESTANA POPO (4820121020EX)
4. NURAINI (4820121036EX)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI EKSTENSI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS QAMARUL HUDA BADARUDDIN
BAGU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang,
karena berkat rahmat dan hidayahnya, penulis bisa menyusun dan menyajikan
makalah yang berisi tentang “Terapi Infeksi TBC” Sebagai salah satu tugas mata
kuliah farmakoterapi infeksi dan tumor. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada dosen mata kuliah farmakoterapi infeksi dan tumor, yang telah memberikan
bimbingannya kepada penulis dalam proses penyusunan makalah ini. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dorongan
dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna menyempurnakan makalah
ini dan dapat menjadi acuan dalam menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas
selanjutnya.
Penulis juga memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam
memahami maksud penulis.

Bagu, 06 Agustus 2022

Kelompok 2
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................5
C. Tujuan Masalah.........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................6
A. Pengertian penyakit TBC...........................................................................6
B. Etiologi dan teranmisi penyakit TBC........................................................7
C. Patofisiologi penyakit TBC.......................................................................8
D. Epidemiologi penyakit TBC....................................................................10
E. Penatalaksanaan terapi penyakit TBC.....................................................11
BAB III PENUTUP..................................................................................................16
A. Kesimpulan..............................................................................................16
B. Saran........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh bakteri mycobacterium tuberculosis yang menyerang berbagai organ atau
jaringan tubuh khususnya paru-paru. penyakit ini merupakan penyebab utama
kecacatan dan kematian hampir di sebagian besar negara di seluruh dunia
(Widoyono, 2011). Tuberkulosis ini merupakan penyakit yang menjadi
perhatian global. sesuai dengan tujuan pembangunan berkelanjutan 2030, WHO
menargetkan untuk menurunkan kematian akibat tuberkulosis sebesar 90% dan
menurunkan insiden penemuan kasus tuberkulosis sebesar 80% pada tahun
2030 dibandingkan dengan tahun 2014 (Kemenkes RI, 2016).
Tuberculosis paru adalah penykit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman
Tuberkulosis menyerang paru-paru namun dapat juga menyerang organ tubuh
lainnya. Kuman tersebut berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu, disebut juga sebagai Basil
Tahan Asam (BTA) dan cepat mati jika terpapar sinar matahari langsung namun
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Muttaqin,
2012).
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.
Organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO)
memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfekasi mycobacterium
tuberculosis. Tuberkulosis masih merupakan salah satu masalah kesehatan
utama di dunia. Setiap tahun terdapat 9 juta kasus baru dan kasus kematian
hampir mencapai 2 juta manusia. Di semua negara telah terdapat penyakit ini,
tetapi yang terbanyak di afrika sebesar 30% asia sebesar 55% dan untuk cina
dan india secara tersendiri sebesar 35% dan semua kasus tuberkulosis.
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa Definisi penyakit TBC?
2. Bagaimana Etiologi penyakit TBC?
3. Bagaimana Patofisiologi penyakit TBC?
4. Bagaimana Efidemiologi penyakit TBC?
5. Bagaimana Penatalaksanaan terapi penyakit TBC?
C. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Penulisannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui Definisi penyakit TBC
2. Untuk Mengetahui Etiologi penyakit TBC
3. Untuk Mengetahui Patofisiologi penyakit TBC
4. Untuk Mengetahui Efidemiologi penyakit TBC
5. Unruk mengetahui Penatalaksanaan terapi penyakit TBC
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Penyakit TBC
Tuberculosis adalah penykit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Tuberkulosis (Mycobacterium Tuberculosis) yang sebagian besar kuman
Tuberkulosis menyerang paru-paru namun dapat juga menyerang organ tubuh
lainnya. Kuman tersebut berbentuk batang yang mempunyai sifat khusus yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu, disebut juga sebagai
Basil Tahan Asam (BTA) dan cepat mati jika terpapar sinar matahari langsung
namun dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab
(Muttaqin, 2012).
Tuberculosis (TBC) adalah infeksius kronik yang biasanya mengenai
paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Bakteri ini
ditularkan oleh droplet nucleus, droplet yang ditularkan melalui udara
dihasilkan ketika orang terinfeksi batuk, bersin, berbicara atau bernyanyi
(Priscilla, 2012).
B. Etiologi dan Transmisi TBC
Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi TB:
Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium
africanum, Mycobacterium microti and Mycobacterium cannettii.
M.tuberculosis (M.TB), hingga saat ini merupakan bakteri yang paling sering
ditemukan, dan menular antar manusia melalui rute udara.
Tidak ditemukan hewan yang berperan sebagai agen penularan
Mycobacterium tuberculosis. Namun, Mycobacterium bovis dapat bertahan
dalam susu sapi yang terinfeksi dan melakukan penetrasi ke mukosa saluran
cerna serta menginvasi jaringan limfe orofaring saat seseorang mengonsumsi
susu dari sapi yang terinfeksi tersebut. Angka kejadian infeksi Mycobacterium
bovis pada manusia sudah mengalami penurunan signifikan di negara
berkembang, hal ini dikarenakan proses pasteurisasi susu dan telah
diberlakukannya strategi kontrol tuberkulosis yang efektif pada ternak. Infeksi
terhadap organisme lain relatif jarang ditemukan.
Tuberkulosis biasanya menular dari manusia ke manusia lain lewat
udara melalui percik renik atau droplet nucleus (<5 microns) yang keluar
ketika seorang yang terinfeksi TB paru atau TB laring batuk, bersin, atau
bicara. Percik renik juga dapat dikeluarkan saat pasien TB paru melalui
prosedur pemeriksaan yang menghasilkan produk aerosol seperti saat
dilakukannya induksi sputum, bronkoskopi dan juga saat dilakukannya
manipulasi terhadap lesi atau pengolahan jaringan di laboratorium. Percik
renik, yang merupakan partikel kecil berdiameter 1 sampai 5 μm dapat
menampung 1-5 basilli, dan bersifat sangat infeksius, dan dapat bertahan di
dalam udara sampai 4 jam. Karena ukurannya yang sangat kecil, percik renik
ini memiliki kemampuan mencapai ruang alveolar dalam paru, dimana bakteri
kemudian melakukan replikasi.
Ada 3 faktor yang menentukan transmisi Mycobacterium tuberculosis:
a. Jumlah organisme yang keluar ke udara.
b. Konsentrasi organisme dalam udara, ditentukan oleh volume ruang dan
ventilasi.
c. Lama seseorang menghirup udara terkontaminasi.
Satu batuk dapat memproduksi hingga 3,000 percik renik dan satu kali
bersin dapat memproduksi hingga 1 juta percik renik. Sedangkan, dosis yang
diperlukan terjadinya suatu infeksi TB adalah 1 sampai 10 basil. Kasus yang
paling infeksius adalah penularan dari pasien dengan hasil pemeriksaan
sputum positif, dengan hasil 3+ merupakan kasus paling infeksius. Pasien
dengan hasil pemeriksaan sputum negatif bersifat tidak terlalu infeksius.
Kasus TB ekstra paru hampir selalu tidak infeksius, kecuali bila penderita
juga memiliki TB paru. Individu dengan TB laten tidak bersifat infeksius,
karena bakteri yang menginfeksi mereka tidak bereplikasi dan tidak dapat
melalukan transmisi ke organisme lain.
Penularan TB biasanya terjadi di dalam ruangan yang gelap, dengan
minim ventilasi di mana percik renik dapat bertahan di udara dalam waktu
yang lebih lama. Cahaya matahari langsung dapat membunuh tuberkel basili
dengan cepat, namun bakteri ini akan bertahan lebih lama di dalam keadaan
yang gelap. Kontak dekat dalam waktu yang lama dengan orang terinfeksi
meningkatkan risiko penularan. Apabila terinfeksi, proses sehingga paparan
tersebut berkembang menjadi penyakit TB aktif bergantung pada kondisi
imun individu. Pada individu dengan sistem imun yang normal, 90% tidak
akan berkembang menjadi penyakit TB dan hanya 10% dari kasus akan
menjadi penyakit TB aktif (setengah kasus terjadi segera setelah terinfeksi dan
setengahnya terjadi di kemudian hari). Risiko paling tinggi terdapat pada dua
tahun pertama pasca-terinfeksi, dimana setengah dari kasus terjadi. Kelompok
dengan risiko tertinggi terinfeksi adalah anak-anak dibawah usia 5 tahun dan
lanjut usia.
Orang dengan kondisi imun buruk lebih rentan mengalami penyakit TB
aktif dibanding orang dengan kondisi sistem imun yang normal. 50-60%
orang dengan HIV-positif yang terinfeksi TB akan mengalami penyakit TB
yang aktif. Hal ini juga dapat terjadi pada kondisi medis lain di mana sistem
imun mengalami penekanan seperti pada kasus silikolisis, diabetes militus,
dan penggunaan kortikosteroid atau obat-obat imunosupresan lain dalam
jangka panjang.
C. Patofisiologi Tuberkulosis
Penyakit tuberkulosis paru ditularkan melalui udara secara langsung
dari penderita penyakit tuberculosis kepada orang lain. Infeksi diawali karena
seseorang menghirup basil Mycobacterium tubercolosis. Bakteri menyebar
melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat
bertumpuk. Penyebaran penyakit tuberculosis sering tidak mengetahui bahwa
ia menderita sakit tuberculosis. Droplet yang mengandung basil tuberculosis
yang dihasilkan dari batuk dapat melayang di udara sehingga kurang lebih 1 -
2 jam tergantung ada atau tidaknya sinar matahari serta kualitas ventilasi
ruangan dan kelembaban.
Perkembangan Mycobacterium tubercolosis juga dapat menjangkau
sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melaui
system limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks
serebit) dan area lain dari paru-paru (lobus atas). Selanjutnya, system
kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil
dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya
eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal
biasanya tibul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara Mycobacterium tuberculosis dan system kekebalan
tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang
disebut granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati
yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding, garnuloma selanjutnya
berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari masa
tersebut disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri
dan menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk bakteri yang
penampakannya seperti keju (necrotizing cusease). Hal ini akan menjadi
klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri
menjadi nonaktif.
Setelah infeksi awal, jika respon system imun tidak adekuat maka
penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul
akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali
menjadi aktif. Pada kasus ini ghon tuberde mengalami tuberasi sehingga
menghasilkan neerotizing caseosa di dalam bronkus. Tuberkel yang ulserasi
selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang
terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia,
membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh
dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus dilagosit atau
berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi
lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitaloid yang di
kelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Berbeda, kemudian pada
akhirnya akan membentuk suatau kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
D. Efidemiologi tuberkulosis
Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2019
sebanyak 10 juta orang penduduk dunia menderita penyakit TBC dan
sebanyak 5,1 sampai 5,8 juta orang adalah laki-laki, 3 sampai 3,4 juta adalah
perempuan dan pada anak-anak 1 juta. Sebanyak 58% kasus TBC yang baru
berasal dari Asia Tenggara dan Wilayah Barat Pasifik.
Tahun 2018 tercatat jumlah populasi yang menderita TBC ialah sebesar
842.000 jiwa dari sekitar 252 juta penduduk Indonesia. Angka kematian TBC
di indonesia adalah 41 kasus dari 100.000 penduduk. Menurut jenis kelamin
pada kasus TBC laki-laki 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan perempuan.
Menurut kelompok umur, kasus TBC terbagi pada kelompok umur 25-34
tahun (20,76%) umur 45-54 tahun (19,57%) dan umur 35-44 tahun (19,24%).
Faktor resiko terinfeksi TBC meningkat pada orang yang sering
mengadakan kontak langsung dengan penderita TBC, termasuk keluarga,
teman dekat dari penderita TBC, orang yang melakukan perjalanan ke daerah
yang tinggi angka kejadian TBC dan orang yang bekerja di rumah sakit atau
merawat pasien penderita TBC. Orang yang terpapar TBC dan terinfeksi
adalah orang yang memiliki daya tahan tubuh atau imunitas yang rendah
seperti:
a. Bayi atau anak-anak yang fungsi sistem imunnya belum berfungsi
dengan baik. Pada umumnya anak-anak yang berumur kurang 2 tahun
mendapat infeksi dari lingkungan rumah tinggal, ketika sering terjadi
kontak dengan penderita TBC yang se rumah
b. Orang yang menderita penyakit kronik seperti diabetes militus (DM)
karena pada penyakit ini sering terjadi penurunan produksi IFN gama,
sitokin, sel T dan penurunan fungsi kemotaktik dari neutrofil untuk
mrengtasi mycobacterium TBC yang terinfeksi.
c. Penderita HIV/AIDS dan orang yang mendapat pengobatan
autoimun, hal ini berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh
untuk melawan bakteri yang menginfeksi.
D. Penatalaksanaan Terapi TBC
1. Tujuan pengobatan TBC adalah:
a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas
pasien
b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
c. Mencegah kekambuhan TB
d. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
e. Mencegah perkembangan dan penularan resisten obat.
2. Prinsip Pengobatan TBC :
Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam
pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling
efisien untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab
TB.
Pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip:
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi
b. Diberikan dalam dosis yang tepat
c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO
(pengawas menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi
dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan.
3. Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap yaitu :
1. Tahap Intensif (2-3 bulan)
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada
tahap ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan
jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir
pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan
sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap
awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada
umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya
penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan
selama 2 minggu pertama.
2. Tahap lanjutan (4-7 bulan)
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting
untuk membunuh kuman persisten (dormant) sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan. Panduan obat yang digunakan terdiri dari
obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan
sesuai dengan rekomen dari WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat
tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin
+ Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.
Obat-obat Anti Tuberkulosis
a. Isoniasid (INH)
Dikenal dengan INH merupakan derivat asam isonikotinat
yang berkhasiat untuk obat tuberkulosis yang paling kuat
terhadap Mycobacterium tuberculosis (dalam fase istirahat) dan
bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman 90% populasi
kuman dalam beberapa hari pengobatan. Obat ini sangat efektif
terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman
yang sedang berkembang. dosis harian yang dianjurkan 5
mg/BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kgBB. Efek samping
dari isoniazid adalah mual, muntah, demam, hiperglikemia,
Neuropati perifer, psikosis toksik. Gangguan fungsi hati,
kejang.
b. Rifampisin (R)
Rifampisin adalah sebuah golongan obat antibiotic yang
banyak dipakai untuk menanggulangi infeksi Mycobacterium
tuberculosis. Rifampisin menghambat pertumbuhan bakteri
dengan menghambat sistesis protein terutama pada tahap
transkripsi. Dosis 10 mg/kgBB diberikan sama untuk
pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu. Efek
samping dari rifampisin adalah gangguang saluran cerna,
terjadi gangguan sindrim influenza, gangguan respirasi, warna
kemerahan pada urine, dan udem.
c. Pirazinamid (Z)
Pirazinamid adalah obat antibiotic yang digunakan untuk
mengobati infeksi bakteri Tuberkulosis bersifat bakterisid, yang
dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana
asam dan bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri.
Indikasi dari pirazinamid adalah tuberkulsis dalam kombinasi
dengan obat lain. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB,
sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
diberikan dengan dosis 35 mg/kgBB. Efek samping dari
pirazinamid adalah anoreksia, icterus, anemia, mual, muntah,
dan gagal hati.
d. Streptomisin (S)
Streptomisin adalah antibiotic yang dihasilkan oleh jamur
tanah disebut Streptomyces griseus yang bersifat bekterisid
dapat digunakan untuk mengatasi sejumlah infeksi seperti
tuberculosis untuk menghambat pertumbuhan mikroba. Saat ini
streptomisin semakin jarang digunakan kecuali untuk kasus
resistensi. Efek samping dari streptomisin adalah gangguang
fungsi ginjal, gangguan pendengaran, dan kemerahan pada
kulit. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB sedangkan
untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis
yang sama. penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya
0,75g/hari, sedangkan untuk berumur 60 atau lebih diberikan
0,50g/hari.
e. Etambutol (E)
Etambutol adalah obat antibiotic yang bersifat bakteriostatik
dapat mencegah pertumbuhan bakteri tuberculosis di dalam
tubuh. Indikasi dari etabutanol adalah tuberculosis dalam
kombinasi dengan obat lain. Efek samping penurunan tajam
penglihatan pada kedua mata, penurunan terhadap kontras
sensitivitas warna serta gangguan lapang pandang. Dosis harian
yang dianjurkan 15mg/kgBB, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30mg/kgBB
Tabel 3.1. OAT lini pertama
Jenis Sifat Efek samping
Isoniazid (H) Bakterisidal Mual, muntah, demam,
hiperglikemia, Neuropati
perifer, psikosis toksik.
Gangguan fungsi hati, kejang.
Rimfapisin (R) Bakterisidal Flu syndrome, gangguan
gastrointestinal, urine
berwarna merah, gangguan
fungsi hati, trombositopeni,
demam, skinrash, sesak
napas, anemia hemolitik.
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal,
gangguan fungsi hati, gout
atritis.
Etambutol (E) Bakterisostatik Gangguan penglihatan, buta
warna, neuritis perifer
Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri di tempat suntikan,
gangguan keseimbangan dan
pendengaran, renjatan
anafilaktik, anemia,
agranulositosis,
trombositopeni.

Tabel 3.2. Dosis rekomendasi OAT lini pertama


Dosis rekomendasi harian 3 kali perminggu
Dosis Maksimum Dosis Maksimum
(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)
Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900
Rimfapisin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600
Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) -
Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -
Streptomisi 15 (12-18) - 15 (12-18) -
n
.
E. Kasus TBC
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran
1. Perbaikanlingkungan (Pembuatanjendela, gentingkaca dan
kebersihanrumah/lantai).
2. Menutupmulutwaktubatuk dan tempatkhususuntukdahak dan
pembuangandahaktidaksembarangan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai