Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH FARMASI SOSIAL

PELAYANAN KEFARMASIAN DI GUDANG INSTALASI


FARMASI RSUD PRAYA LOMBOK TENGAH

OLEH :
BUDI HARYAWAN
4820120065EX

PROGRAM STUDI S1 FARMASI EKSTENSI


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS QAMARUL HUDA
BADARUDDIN BAGU
TAHUN 2022

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lenih
jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan maupun materinya.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalh ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Jenggik, 28 Januari 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................4
1.3 Tujuan........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Rumah Sakit..............................................................................................5
2.2 Manajemen................................................................................................7
2.3 Definisi Sistem..........................................................................................11
2.4 Pengembangan Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi.........................12
2.5 Anggaran...................................................................................................12
2.6 Sarana Prasarana........................................................................................13
2.7 Prosedur.....................................................................................................14
2.8 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)......................................................14
2.9 Kualitas Pelayanan Kesehatan...................................................................18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................23

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin
dalam UUD 1945 yang harus diwujudkan dengan upaya peningkatan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Menurut WHO
(World Health Organization), Rumah Sakit adalah bagian integral dari
suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif)
dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Dalam
Permenkes (Peraturan Menteri Kesehatan) nomor 56 tahun 2014,
menyebutkan bahwa Rumah sakit sebagai institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan
dan gawat darurat. Rumah Sakit merupakan salah satu dari sarana atau
kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yang bertujuan
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan.
Dengan kondisi persaingan yang semakin tinggi antar rumah sakit,
setiap rumah sakit saling berpacu untuk memperluas pasarnya.
Harapan adanya perluasan pasar secara langsung adalah meningkatnya
penjualan sehingga rumah sakit akan memiliki lebih banyak
konsumen (pasien). Namun rumah sakit selaku produsen haruslah
memahami bahwa semakin banyak konsumen maka rumah sakit akan
semakin sulit memahami konsumennya secara teliti, terutama tentang
suka atau tidaknya konsumen terhadap barang dan jasa yang
ditawarkan beserta alasan-alasan yang mendasarinya. Rumah sakit
yang mampu bersaing dalam pasar adalah rumah sakit yang mampu

1
menyediakan produk atau jasa yang berkualitas. Oleh karena itu,
rumah sakit dituntut untuk terus melakukan perbaikan terutama pada
kualitas pelayanan. Hal ini dimaksudkan agar seluruh barang atau jasa
yang ditawarkan akan mendapat tempat yang baik di mata masyarakat
selaku konsumen dan calon konsumen.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu
bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat
penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang
ditujukan untuk keperluan rumah sakit. IFRS dikepalai seorang
Apoteker dan dibantu oleh beberapa orang Apoteker yang memenuhi
persyararatan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang
bertanggungjawab atas seluruh pekerjaaan serta pelayanan
kefarmasian (Siregar dan Amalia,2004).
Dalam Permenkes Republik Indonesia nomor 72 Tahun 2016,
mererangkan bahwa Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP) yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.Pelayanan kefarmasian
merupakansuatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan
pasien. Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan
untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait
obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu
pelayanan kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented)
menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient
oriented) dengan filosofi pelayanan kefarmasian (pharmaceutical
care). 4 Dalam Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang

2
Rumah Sakit dinyatakan bahwa Rumah Sakit harus memenuhi
persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia,
kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin
ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP yang
bermutu, bermanfaat, aman, dan terjangkau. Selanjutnya dinyatakan
bahwa pelayanan sediaan farmasi di rumah sakit harus mengikuti
standar pelayanan kefarmasian yang selanjutnya diamanahkan untuk
diatur dengan Permenkes.Dalam Peraturan Pemerintah nomor 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian juga dinyatakan bahwa
dalam menjalankan praktek kefarmasian pada fasilitas pelayanan
kefarmasian, Apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan
Kefarmasian yang diamanahkan sesuai dengan Permenkes.Instalasi
Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah bagian yang bertanggung jawab
terhadap pengelolaan perbekalan farmasi, sedangkan Komite Farmasi
dan Terapi adalah bagian yang bertanggung jawab dalam penetapan
formularium. Agar pengelolaan perbekalan farmasi dan penyusunan
formularium di rumah sakit dapat sesuai dengan aturan yang berlaku,
maka diperlukan adanya tenaga yang profesional di bidang tersebut.
Pelayanan farmasi yang baik merupakan hasil dari kinerja yang
professional sesuai disiplin ilmu yang terkini. Selain dari system
perbekalan farmasi yang kokoh juga diperlukan system monitoring
dan evaluasi terhadap kegiatan pelayanan farmasi sehingga
permasalahan-permasalahan yang terkait dengan pelayanan pasien di
instalasi farmasi dapat dilakukan perbaikan.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pelayanan pelayanan kefarmasian di gudang instalasi
farmasi rsud praya lombok tengah
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana pelayanan pelayanan kefarmasian di
gudang instalasi farmasi rsud praya lombok tengah

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut UndangUndang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah
sakit dapat dipandang sebagai suatu struktur terorganisasi yang
menggabungkan bersama-sama semua profesi kesehatan, fasilitas diagnostik
dan terapi, alat dan perbekalan serta fasilitas fisik ke dalam suatu sistem
terkoordinasi untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat
(Siregar, 2003). Berdasarkan Permenkes nomor 340/MENKES/PER/III/2010
tentang klasisikasi rumah sakit menjelaskan bahwa Rumah Sakit Umum
(RSU)kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
paling sedikit 4 pelayanan medik spesialis dasar dan 4 pelayanan spesialis
penunjang medik. Pelayanan medik umum, pelayanan gawat darurat,
pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan spesialis penunjang medik,
pelayanan medik spesialis gigi mulut, pelayanan keperawatan dan kebidanan,
pelayanan penunjang klinik dan pelayanan penunjang non klinikpelayanan
yang harus dimiliki RSUkelas C meliputi :
1. Pelayanan medik umum terdiri dari pelayanan medik dasar, pelayanan
medik gigi mulut dan pelayanan kesehatan ibu anak / keluarga berencana.
2. Pelayanan gawat darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat
24 (dua puluh) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemampuan
melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan
resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar.
3. Pelayanan Medik spesialis dasar terdiri dari pelayanan penyakit dalam,
kesehatan anak, bedah, obstetri dan ginekologi.
4. Pelayanan medik spesialis gigi mulut minimal 1 (satu) pelayanan
5. Pelayanan spesialis penunjang medik terdiri dari pelayanan anestesiologi,
radiologi, rehabilitasi medik dan patologi klinik.

4
6. Pelayanan keperawatan dan kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan
keperawatan dan asuhan kebidanan.
7. Pelayanan penunjang klinik terdiri dari perawatan intensif, pelayanan
darah, gizi, farmasi, sterilisasi instrumen dan rekam medik
8. Pelayanan penunjang non klinik terdiri dari pelayanan laundry/linen, jasa
boga/dapur, teknik dan pemeliharaan fasilitas, pengelolaan limbah,
gudang, ambulance, komunikasi, kamar jenazah, pemadam kebakaran,
pengelolaan gas medik dan penampungan air bersih.

2.1.2 Tujuan dan Azaz Rumah Sakit


Tujuan rumah sakit menurut Undang Undang Republik Indonesia nomor
44 tahun 2009 tentang rumah sakit adalah :
1. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
2. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.
3. Meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.
4. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya
manusia rumah sakit.
2.1.3 Fungsi Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum (RSU) mempunyai misi memberikan pelayanan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas RSU adalah melaksanakan
upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan
mengutamakan penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi
dan terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya
rujukan.
Menurut Undang Undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,
fungsi rumah sakit adalah:
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.

5
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
medis.
3. Penyelenggaraaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Dalam upaya menyelenggarakan fungsinya, maka rumah sakit
menyelenggarakan kegiatan sebagai :
1. Pelayanan medis
2. Pelayanan dan asuhan keperawatan
3. Pelayanan penunjang medis dan nonmedis
4. Pelayanan kesehatan kemasyarakatan dan rujukan
5. Pendidikan, penelitian dan pengembangan
6. Administrasi umum dan keuangan
2.2 Manajemen
2.2.1 Definisi Manajemen
John D. Millet dalam buku Management In The Public Service
menyatakan management is Tthe process of directing and facilitating the work
of people in formal group to achieve a desired end. “Manajemen adalah proses
pembimbingan dan pemberian fasilitas terhadap pekerjaan orang-orang yang
terorganisir dalam kelompok formal untuk mencapai suatu tujuan yang
dikehendaki” (Sukarna, 2011).
Manajemen menurut Hasibuan dalam buku Torang (2013) adalah ilmu dan
seni untuk mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumbersumber lainnya secara efektif dan efesien untuk mencapai
tujuantertentu. Sejalan dengan pendapat diatas, menurut Miller dalam buku
Torang (2013) menyatakan bahwa manajemen adalah proses memimpin dan
melancarkan pekerjaan bagi orang-orang yang terorganisir secara formal
sebagai kelompok untuk memperoleh tujuan yang diinginkan. Selain itu,
George R. Terry dalam buku Principles of Management juga menyatakan

6
bahwa management is the accomplishing of a predetemined obejectives
through the efforts of other people atau manajemen adalah pencapaian tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan melalui atau bersama-sama usaha orang lain
(Sukarna, 2011).
Manajemen sangat penting bagi setiap aktivitas individu atau kelompok
dalam organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen
berorientasi pada proses (process oriented) yang berarti bahwa manajemen
membutuhkan sumber daya manusia,pengetahuan, dan keterampilan agar
aktivitas menjadi lebih efektif atau dapat menghasilkan tindakan dalam
mencapai kesuksesan. Oleh sebab itu, tidak akan ada organisasi yang akan
sukses apabila tidak menggunakan manajemen yang baik (Torang, 2013).
2.2.2 Fungsi Manajemen
Menurut George R. Terry, 1958 dalam bukunya Principles of Management
(Sukarna, 2011) membagi empat fungsi dasar manajemen, yaitu POAC
meliputi: Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuating
(pelaksanaan) dan Controlling (pengawasan).
1. Planning (perencanaan)
George R. Terry dalam bukunya Principles of Management
mengemukakan tentang Planning sebagai berikut“Planning is the selecting and
relating of facts and the making and using of assumptions regarding the future
in the visualization andformulation to proposed of proposed activation
believed necesarryto accieve desired result”.Perencanaan adalah pemilih fakta
dan penghubungan fakta-fakta serta pembuatan dan penggunaan perkiraan-
perkiraan atau asumsi-asumsi untuk masa yang akan datang dengan jalan
menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk
mencapai hasil yang diinginkan.” (Sukarna, 2011)
2. Organizing (pengorganisasian)
Pengorganisasian tidak dapat diwujudkan tanpa ada hubungan dengan
yang lain dan tanpa menetapkan tugas-tugas tertentu untuk masing-masing
unit. George R. Terry dalam bukunya Principles of Management
mengemukakan tentang organizing sebagai berikut : “Organizing is the
determining, grouping andarranging of thevarious activities needed necessary

7
forthe attainment of the objectives, the assigning of the people to thesen
activities, the providing of suitable physical factors of enviroment and the
indicating of the relative authority delegated to each respectives activity“.
Pengorganisasian ialah penentuan, pengelompokkan, dan penyusunan macam-
macam kegiatan yang dipeelukan untuk mencapai tujuan, penempatan orang-
orang (pegawai), terhadap kegiatan-kegiatan ini, penyediaan faktor-faktor fisik
yang cocok bagi keperluan kerja dan penunjukkan hubungan wewenang, yang
dilimpahkan terhadap setiap orang dalam hubungannya dengan pelaksanaan
setiap kegiatan yang diharapkan. Terry juga mengemukakan tentang azas-azas
organizing sebagai berikut :
a. The objective atau tujuan.
b. Departementation atau pembagian kerja.
c. Assign the personel atau penempatan tenaga kerja \
d. Authority and responsibility atau wewenang dan tanggung jawab
e. Delegation of authority atau pelimpahan wewenang (Sukarna, 2011)

3. Actuating(pelaksanaan/penggerakan)
Menurut George R. Terry dalam bukunya Principles of Management
mengatakan bahwa:“Actuating is setting all members of the group to want to
achieve and to strike to achieve the objective willingly and keeping with the
managerial planning and organizing efforts”. Penggerakan adalah
membangkitkan dan mendorong semua anggota kelompok agar supaya
berkehendak dan berusaha dengan keras untuk mencapai tujuan dengan ikhlas
serta serasi dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian dari pihak
pimpinan. Definisi diatas terlihat bahwa tercapai atau tidaknya tujuan
tergantung kepada bergerak atau tidaknya seluruh anggota kelompok
manajemen, mulai dari tingkat atas, menengah sampai ke bawah. Segala
kegiatan harus terarah kepada sasarannya, mengingat kegiatan yang tidak
terarah kepada sasarannya hanyalah merupakan pemborosan terhadap tenaga
kerja, uang, waktu dan materi atau dengan kata lain merupakan pemborosan
terhadap tools of management, hal ini sudah barang tentu merupakan mis-
management.

8
Tercapainya tujuan bukan hanya tergantung kepada planning dan
organizing yang baik, melainkan juga tergantung pada penggerakan dan
pengawasan. Perencanaan dan pengorganisasian hanyalah merupakan
landasan yang kuat untuk adanya penggerakan yang terarah kepada sasaran
yang dituju. Penggerakan tanpa planning tidak akan berjalan efektif karena
dalam perencanaan 20 itulah ditentukan tujuan, budget, standard, metode
kerja, prosedur dan program. (Sukarna, 2011)
Faktor-faktor yang dierlukan untuk penggerakan yaitu:
a. Leadership (Kepemimpinan)
b. Attitude and morale (Sikap dan moril)
c. Communication (Tatahubungan)
d. Incentive (Perangsang)
e. Supervision (Supervisi)
f. Discipline (Disiplin).

4. Controlling (Pengawasan)
Control mempunyai perananan atau kedudukan yang penting sekali dalam
manajemen, mengingat mempunyai fungsi untuk menguji apakah pelaksanaan
kerja teratur tertib, terarah atau tidak. Walaupun planning, organizing,
actuating baik, tetapi apabila pelaksanaan kerja tidak teratur, tertib dan terarah,
maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Dengan demikian
control mempunyai fungsi untuk mengawasi segala kegaiatan agara tertuju
kepada sasarannya, sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Untuk melengkapi pengertian diatas, menurut George R. Terry
mengemukakan bahwa Controlling, yaitu:Controlling can be defined as the
process of determining what is to accomplished, that is the standard, what is
being accomplished.That is the performance, evaluating the performance, and
if the necessary applying corrective measure so that performance takes place
according to plans, that is conformity with the standard.“.Pengawasan dapat
dirumuskan sebagai proses penentuan apayang harus dicapai yaitu standard,
apa yang sedang dilakukan yaitupelaksanaan, menilai pelaksanaan, dan
bilamana perlu melakukanperbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai

9
dengan rencana,yaitu selaras dengan standard (ukuran). Terry mengemukakan
proses pengawasan sebagai berikut :
a. Determining the standard or basis for control (menentukan standard atau
dasar bagi pengawasan)
b. Measuring the performance (ukuran pelaksanaan)
c. Comparing performance with the standard and ascerting the difference, it
any (bandingkan pelaksanaan dengan standard dan temukan jika ada
perbedaan)
d. Correcting the deviation by means of remedial action “perbaiki
penyimpangan dengan cara-cara tindakan yang tepat” (Sukarna, 2011).

2.3 Definisi Sistem


Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen (subsistem) di dalam suatu
proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi. Didalam
suatu sistem terdapat elemen-elemen atau bagian-bagian dimana didalam nya
juga membentuk suatu proses dalam suatu kesatuan, maka disebut sub sistem
(bagian dari sistem). Selanjutnya subsistem tersebut juga terjadi suatu proses
berfungsi sebagai sebagai suatu kesatuan sendiri sebagai suatu kesatuan
sendiri sebagai bagian dari subsistem tersebut. Sistem terbentuk dari elemen
atau bagian yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Apabila salah
satu bagian atau subsistem tidak berjalan dengan baik, maka akan
mempengaruhi bagian yang lain (Kurniawati,2017).
Menurut Notoatmodjo, 2011 secara garis besarnya elemen-elemen dalam
sistem itu sebagai berikut :
1. Masukan(input) adalah sub elemen yang diperlukan sebagai masukan
untuk berfungsinya sistem.
2. Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan
sehingga menghasilkan sesuatu (keluaran) yang direncanakan.
3. Keluaran (output) adalah hal yang dihasilkan oleh proses.
4. Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran setelah
beberapa waktu lamanya.

10
5. Umpan balik (feed back) adalah hasil dari proses yang sekaligus sebagai
masukan untuk sistem tersebut.
6. Lingkungan (Environment) adalah dunia di luar sistem yang
mempengaruhi sistem tersebut.
2.4 Pengembangan Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi
Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya
fisik yang dimiliki individu. Perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan
dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan
untuk memenuhi kepuasannya (Hasibuan, 2015).
Berdasarkan Permenkes tahun 2014 menjelaskan bahwa Instalasi Farmasi
harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai dengan
beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan IFRS.
Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di
rumah sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan rumah
sakit yang ditetapkan oleh Menteri.
Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM) instalasi farmasi
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:
a. Apoteker
b. Tenaga Teknis Kefarmasian
2. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
a. Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian
b. Tenaga Administrasi
c. Pekarya (pembantu pelaksana)
2.5 Anggaran
Anggaran pengadaan perbekalan farmasi standar di rumah sakit berasal
dari pendapatan fungsional rumah sakit. Anggaran disusun berdasarkan
kebutuhan tahunan instalasi/unit kerja yang dikonversi dalam satuan biaya.
Unit Perencanaan dan Penyimpanan Perbekalan Farmasi Standar (UPPFS)
membuat perencanaan tahunan tentang jumlah kebutuhan dan perkiraan
anggaran dalam Rencana Bisnis Anggaran (RBA) yang diajukan ke Tim

11
Program Kerja dan Anggaran Pendapatan Belanja. Perencanaan program kerja
dan anggaran pendapatan belanja akan disahkan oleh Direksi dan Pemilik.
2.6 Sarana Prasarana
Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat
menunjang fungsi dan proses pelayanan kefarmasian, menjaminlingkungan
kerja yang aman untuk petugas, dan memudahkan sistem komunikasi rumah
sakit.
a. Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi, terdiri dari:
1. Ruang kantor/administrasi
2. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai
3. Ruang distribusi sedian farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
dari distribusi sediaan farmasi , alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
rawat jalan (apotek rawat jalan) dan rawat inap (satelit farmasi).
4. Ruang konsultasi / konseling Obat.
5. Ruang Pelayanan Informasi Obat.
6. Ruang produksi;.
7. Ruang aseptic dispensing.
8. Laboratorium farmasi.
9. Ruang produksi non steril.
10. Ruang penanganan sediaan sitostatik.
11. Ruang pencampuran/pelarutan/pengemasan sediaan yang tidak stabil.
12. Ruang penyimpanan nutrisi parenteral.
b. Fasilitas penunjang dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi, terdiri
dari :
1. Ruang tunggu pasien.
2. Ruang penyimpanan dokumen/arsip resep dan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang rusak.
3. Tempat penyimpanan obat di ruang perawatan.
4. Fasilitas toilet, kamar mandi untuk staf.

12
2.7 Prosedur
SOP (Standart Operating Prosedure) adalah suatu perangkat lunak
pengatur, yang mengatur tahapan suatu proses kerja atau prosedur kerja
tertentu.Olehkarena prosedur kerja yang dimaksud bersifat tetap, rutin, dan
tidak berubah-ubah, prosedur kerja tersebut dibakukan menjadi dokumen
tertulis yang disebut sebagai SOP (Budiharjo,2014).
2.8 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
2.8.1 Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi farmasi rumah sakit merupakan instalasi yang bertugas
untukmenyediakan, mengelola, dan melaksanakan penelitian tentang obat-
obatan (Aslam dan Tan, 2003). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan nomor : 1027/Menkes/IX/2004, instalasi farmasi rumah sakit
adalah suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran
perbekalan farmasi kepada masyarakat. Instalasi farmasi rumah sakit bertugas
sebagai pabrik obat kecil karena harus mampu membuat berbagai macam
campuran obat sederhana, yang berfungsi sebagai gudang obat dan harus
menyimpan semua obat yang dibutuhkan oleh rumah sakit. Selain itu instalasi
farmasi rumah sakit harus mampu berperan sebagai clinical pharmacist,
sumber informasi mengenai perkembangan baru dalam bidang obat dan
mengawasi supaya pengobatan yang dilakukan tetap rasional dan efek
samping yang muncul karena pengobatan harus dimonitoring (Siregar, 2004).
2.8.2 Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kesehatan pasien (Depkes, 2009). Sesuai PP No. 51/2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian menjelaskan bahwa Pelayanan Kefarmasian adalah pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
2.8.3 Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit

13
Falsafah dan tujuan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan
pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik
yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit
bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah
sakit tersebut.
Tujuan pelayanan farmasi adalah :
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa
maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun
fasilitas yang tersedia.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi.
3. Melaksanakan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi) mengenai obat.
4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan.
6. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan.
7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda. Evaluasi
dan pengendalian mutu pelayanan farmasi harus mencerminkan kualitas
Sesuai Permenkes Nomor. 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi:
1. Pengelolaan Obat dan BMHP (Bahan Medis Habis Pakai)
Pengelolaan Sediaan farmasi, Alkes dan BMHP
a. Pemilihan
b. Perencanaan kebutuhan
c. Pengadaan
d. Penerimaan
e. Penyimpanan
f. Pendistribusian
g. Pemusnahan dan penarikan
h. Pengendalian

14
i. Administrasi
2. Pelayanan Farmasi Klinik
a. Pengkajian dan pelayanan Resep
b. Penelusuran riwayat penggunaan Obat
c. Rekonsiliasi Obat
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
e. Konseling
f. Visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
j. Dispensing sediaan steril
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan medis habis pakai
di rumah sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu. Dalam
keputusan Menteri Kesehatan nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 dijelaskan
bahwa kegiatan instalasi farmasi rumah sakit meliputi :
1. Pengelolaan sumber daya meliputi sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, pengelolaan sediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan lainnya
serta administrasi yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan
penyaluran.
2. Pelayanan meliputi pelayanan resep (skrining resep, kesesuaian farmasetik,
dan pertimbangan klinik), penyiapan obat (peracikan, etiket, kemasan obat,
penyerahan obat, informasi obat, konseling, monitoring penggunaan obat),
promosi dan edukasi.
3. Evaluasi mutu pelayanan yang menggunakan indikator tingkat kepuasan
konsumen, dimensi waktu dan prosedur tetap.
Tujuan dari ditetapkannya standar pelayanan kefarmasian di instalasi
farmasi rumah sakit adalah:
1. Sebagai pedoman praktek apoteker dalam menjalankan profesi.

15
2. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak
professional/malpraktek. 3. Melindungi tenaga farmasis dalam menjalankan
profesinya.
2.8.4 Pelaksanaan Pelayanan Farmasi Klinis
Farmasi klinis menurut Clinical Resource and Audit Group diartikan sebagai
disiplin kerja yang berkonsentrasi pada penerapan keahlian kefarmasian untuk
membantu memaksimalkan efikasi obat dan meminimalkan toksisitas obat
pada pasien yang dalam menjalankan praktek pelayanannya memerlukan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap dalam memberikan pelayanan kepada
pasien (Aslam dan Tan, 2003). Menurut Hepler dan Strand, farmasi klinis
didefinisikan sebagai profesi yang bertanggung jawab terhadap terapi obat
untuk tujuan mencapai pengobatan yang tepat yang dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien (Aslam dan Tan, 30 2003). Jangkauan pelayanan farmasi
klinis yang dapat dilakukan sesuai Permenkes Nomor436
Menkes/SK/VI/1993, meliputi :
1. Melakukan konseling.
2. Monitoring efek samping obat.
3. Pencampuran obat suntik secara aseptik.
4. Menganalisis efektifitas biaya.
5. Penentuan kadar obat dalam darah.
6. Penanganan obat sitostatika.
7. Penyiapan total parenteral nutrisi.
8. Pemantauan penggunaan obat.
9. Pengkajian penggunaan obat.
2.8.5 Peran Seorang Farmasis
International Pharmaceutical Federation mendefinisikan profesi farmasis
adalah sebagai kemauan individu farmasis untuk melakukan praktek
kefarmasian sesuai syarat legal minimum yang berlaku, serta mematuhi
standar profesi dan etika kefarmasian (Ahaditomo, 2003).
Pelayanan farmasi meliputi penyediaan dan distribusi semua perbekalan
farmasi, pelayanan keprofesian, serta membuat informasi dan menjamin

16
kualitas pelayanan yang berhubungan dengan penggunaan obat yang meliputi
(Ahaditomo, 1995) :
1. Sistem pengadaan dan inventaris.
2. Pembuatan obat termasuk pembungkusan kembali sesuai kebutuhan dan
fasilitas yang tersedia dan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
3. Bantuan penyelenggaraan sistem distribusi yang efisien baik bagi penderita
rawat inap maupun rawat jalan.
4. Penyelenggaraan pelayanan keprofesian yang meliputi penyiapan,
pencampuran, penyampaian, pemanfaatan obat dalam hal dosis, indikasi, efek
samping perhitungan kadar dan harganya.
5. Pemberian informasi yang baik kepada staf dan penderita.
2.9 Kualitas Pelayanan Kesehatan

Kualitas adalah keseluruhan ciri dan sifat dari suatu produk atau pelayanan
yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau yang tersirat (Kotler, 2005). Pengertian kualitas pelayanan
bersifat multidimensional, yaitu kualitas menurut pemakai pelayanan kesehatan
dan menurut penyedia jasa layanan kesehatan (Azwar, 1996):

1. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan: mutu pelayanan kesehatan terkait pada
dimensi ketanggapan yaitu petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran
komunikasi petugas dengan pasien, keramah-tamahan petugas dalam melayani
pasien, dan kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien.

2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan: mutu pelayanan kesehatan terkait


pada dimensi kesesuaian pelayanan diselenggarakan dengan perkembangan ilmu
dan teknologi mutakhir.

3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan: mutu pelayanan kesehatan lebih


terkait pada dimensi pemakaian sumber dana, kewajaran perbiayaan kesehatan,
dan kemampuan pelayanan kesehatan mengurangi beban anggaran penyandang
dana pelayanan kesehatan (Moeis, 1994).

Secara umum dapat dirumuskan bahwa batasan pelayanan kesehatan yang


bermutu adalah pelayanan kesehatan yang memuaskan setiap pemakai jasa sesuai

17
dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta penyelenggaraannya sesuai
kode etik dan standar yang telah ditetapkan (Azwar, 1996). Kualitas pelayanan
kesehatan di rumah sakit merupakan suatu fenomena unik, sebab dimensi dan
indikatornya dapat berbeda diantara orang-orang yang terlibat dalam pelayanan
kesehatan.Untuk mengatasi perbedaan dipakai suatu pedoman yaitu hakikat dasar
dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan, yaitu memenuhi kebutuhan dan
tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan (Azwar, 1996).

Dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan, perusahaan juga harus


meningkatkan komitmen dan kesadaran serta kemampuan para pekerja, terutama
mereka yang langsung berhubungan dengan konsumen. Meskipun sistem dan
teknik kualitas sudah bagus tetapi jika orang yang melaksanakan dan alat-alat
yang digunakan tidak dengan cara yang benar kualitas pelayanan yang diharapkan
tidak akan berwujud.

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyebut bahwa “upaya kesehatan


dirumah sakit harus bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan
dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Untuk itu perlu digunakan hasil
pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi tepat guna dengan biaya yang
dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat luas, tanpa mengabaikan mutu
pelayanan kepada perorangan”.

Agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan maka


pelayanan harus memenuhi berbagai syarat, diantaranya tersedia (available), wajar
(appropiate),berkesinambungan (continue), dapat diterima (acceptable), dapat
dicapai (accesible), dapat dijangkau (affordable) serta bermutu (quality)
(Kusumapraja, 1994).Pasien yang memperoleh jasa rumah sakit memiliki harapan
tertentu. Bila jasa rumah sakit yang diterimanya dapat memenuhi bahkan melebihi
dari apa yang diharapkan dalam waktu ke waktu, timbul pemikiran pada diri
pasien bahwa inilah suatu jasa pelayanan rumah sakit yang memiliki mutu. Mutu
pelayanan bersifat multidimensional, sehingga setiap orang dapat melakukan
penilaian dari dimensi yang berbeda tergantung latar belakang dan kepentingan
masing-masing.

18
Untuk mengatasi perbedaan dimensi tersebut, disepakati bahwa
pembicaraan tentang mutu pelayanan dikaitkan dengan kehendak untuk
memenuhi kebutuhan serta tuntunan pemakai jasa pelayanan tersebut.Makin
sempurna pemenuhan kebutuhan dan tuntunan tersebut, makin baik pula mutu
pelayanan kesehatan dengan ditandai rasa puas para pemakai jasa pelayanan
(Client Satisfactioari) (Kusumapraja, 1994).

Secara umum yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan yang bermutu


adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan
kesehatan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta
yang penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar pelayanan profesi
yang telah ditetapkan (Azwar, 1994)

19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak


terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat
termasuk pelayanan farmasi klinik. Untuk itu Rumah Sakit perlu merencanakan
strategi perluasan pemasaraan layanan Rumah Sakit secara terintegrasi dan
menyeluruh ke masyarakat dengan menjamin mutu dan keselamatan pasien rumah
sakit. Penjaminan pelayanan bermutu tentunya mempunyai pedoman atau regulasi
yang dapat digunakan sebagai alat ukur standarisasi pelayanan di rumah sakit.

RSUD Praya berupaya untuk melakukan perbaikan – perbaikan baik dari segi
pemenuhan stadarisasi tenaga Apoteker berdasar Permenkes tentang klasifikasi
dan perizinan rumah sakit dan perbaikan dari segi standar fasilitas sarana
prasarana termasuk bangunan berdasarkan Permenkes tentang standar pelayanan
farmasi di Rumah Sakit. Dengan upaya perbaikan berdasarkan pedoman atau
regulasi tersebut diharapkan Rumah Sakit mampu melaksanakan kegiatan
kefarmasian secara menyeluruh unit rawat inap dengan pelaksanaan pemberian
obat melalui unit dose dispensing, sehingga dapat mencapai tujuan dari 77
pelaksanaan UDD, yaitu penurunan angka retuur obat pasien dan menekan atau
mengurangi angka kesalahan pemberian obat (medication error).

Upaya – upaya perbaikan terseebut tentunya memerlukan manajemen yang


baik, mulai dari proses perencanaan yang matang, pengorganisasian terstruktur,
penggerakan/pelaksanaan sesuai dengan SOP (Standar Operational Procedure)
serta pengawasan yang idealnya dilakukan oleh atasan langsung atau unit
pelayanan terkait, termasuk sistem pelaporan kegiatan unit kerja sebagai
monitoring dari program kerja tahunan.

Pengelolaan manajemen yang baik, akan menghasilkan output yang sesuai


dengan standar yang ditetapkan. Harapanya dengan sitem manajemen yang baik
RSI Siti Aisyah mampu melaksanakan dan memenuhi standar, baik standar dalam

20
Permenkes nomor 56 tahun 2014 tentang klasifikasi dan perizinan rumah sakit
dan Permenkes nomor 72 tahun 2016 tentang standar pelayanan farmasi di Rumah
Sakit

21
DAFTAR PUSTAKA

Hasibuan, S.P Malayu. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia : Bumi Aksara

Kementerian Kesehatan RI Nomor 44. 2009. Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian


Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan RI Nomor 56. 2014. Klasifikasi dan Perizinan Rumah


Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan RI Nomor 72. 2016. Standar Pelayanan Farmasi di


Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan RI Nomor 129. 2008. Standar Pelayanan Minimal Rumah


Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI

Kurniawati. 2017. Analisis Manajemen Logistik Obat di Instalasi Farmasi RSI Siti
Aisyah Madiun Tahun 2017. Skripsi. Madiun: STIKES Bhakti Husada Mulia
Madiun

Notoatmojo, soekidjo. 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta

Prof. Dr.Sugioyono. 2015. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung :Alfabeta

Saryono. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta :


Nuha Medika

22

Anda mungkin juga menyukai