Tim penulis
BAB IX ............................................................................................................................ 63
PENUTUP .................................................................................................................... 63
A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan
pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, efesien dan efektif
dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit,
Pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan berhak memperoleh keamanan dan
keselamatan dirinya selama dalam perawatan dirumah sakit.
Pelayanan kefarmasian adalah pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan Sediaan Famasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma
lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang
berorientasi kepada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian
(pharmaceutical care). Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk
merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi
orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar
peubahan paradigma tersebut dapat diimplentasikan. Dengan demikian, para Apoteker
Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara sendiri.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dinyatakan
bahwa Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya
manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu, bermanfaat,
aman, dan terjangkau.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pelayanan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit Harus
mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian yang selanjutnya diamanahkan untuk diatur
dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktek kefarmasian
B. Tujuan Pedoman
1. Umum
Tersedianya pedoman pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik di
Rumah Sakit.
2. Khusus
1. Terlaksananya pengelolaan perbekalan farmasi yang bermutu, efektif, dan efisien.
2. Terlaksananya pelayanan farmasi klinik yang mengutamakan keselamatan pasien.
3. Terwujudnya sistem informasi pengelolaan perbekalan farmasi kesehatan yang dapat
digunakan sebagai dasar perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi.
4. Terlaksananya pengelolaan perbekalan farmasi satu pintu.
5. Terlaksananya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
6. Terlaksananya pengendalian mutu perbekalan farmasi.
D. Batasan Operasional
Batasan operasional dari unit farmasi mencakup proses :
1. Pelayanan kefarmasian adalah pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada pasien
yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud meningkatkan mutu hidup pasien.
2. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi kepada apoteker baik bentuk
kertas maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
3. Perbekalan farmasi adalah obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, bahan diagnostik
dan gas medis.
4. Alat kesehatan adalah instrumen, sparatus, yang tidak mengandung obat yang digunakan
untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, serta pemulihan kesehatan, pada menusia dan atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
5. Unit farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan
pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
6. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan sudah mengucap
sumpah jabatan apoteker.
7. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahlimadya farmasi, analis
farmasi dan tenaga menengah farmasi.
8. Formularium merupakan dokumen yang secara terus – menerus direvisi, memuat daftar
obat dan informasi penting lainnya yang merefleksikan keputusan klinik mutakhir dari
staf medis Rumah Sakit.
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
B. Pengorganisasian
Pengorganisasian Rumah Sakit harus dapat menggambarkan pembagian tugas,
koordinasi kewenangan, fungsi dan tanggung jawab Rumah Sakit. Berikut adalah beberapa
orang di Rumah Sakit yang terkait dengan kefarmasian:
1. Instalasi Farmasi
Pengorganisasian Instalasi Farmasi harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, pelayanan farmasi
klinik dan manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan
dengan tetap menjaga mutu.
Tugas Instalasi Farmasi, meliputi:
1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi
2. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek terapi dan
keamanan serta meminimalkan risiko
4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan
rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien
5. Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembanganPelayanan
Kefarmasian
A. Denah Ruang
GUNDANG OBAT
SEMENTARA
M
E
J
A RUNGAN RACIK
LEMARI
MEJA RACIK
NARKO
PINTU
WAST P
AFEL I
N
T
U
R
A M
K
E
O
B
J
A A
T
RAK OBAT
11. RS Jabal Rahmah Medika telah menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses
meningkatkan keamanan terhadap obat – obat yang perlu diwaspadai.
Setiap obat jika salah penggunaannya dapat membahayakan pasien, bahkan
bahayanya dapat menyebabkan kecacatan atau kematian pada pasien, terutama obat-
obat yang perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang
mengandung risiko meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan
kerugian besar pada pasien.
Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas
Obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat dapat
menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau
kemoterapeutik.
Obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinis tampak / kelihatan sama
(look alike), bunyi ucapan sama (sound like), seperti xanax dan zantac atau
hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip
(NORUM).
Elektrolit konsentrat seperti potasium klorida dengan konsentrasi sama atau
lebih dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar
dari 3 mmol/ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9 % dan
magnesium sulfat dengan konsentrasi 20 %, 40 %, atau lebih.
Ada banyak obat yang termasuk dalam kelompok NORUM. Nama – nama yang
membingungkan ini umumnya menjadi sebab terjadi medication error di seluruh
dunia.
Daftar obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) tersedia di berbagai
organisasi kesehatan seperti the World Health Organization (WHO) dan Institute for
safe Health Medication Practices (ISMP), di berbagai kepustakaan, serta pengalaman
rumah sakit dalam hal KTD atau kejadian sentinel.
Isu tentang penggunaan obat adalah pemberian yang salah atau ketidak sengajaan
menggunakan elektrolit konsentrat. Contohnya, potasium klorida dengan konsentrasi
sama atau lebih dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih
besar dari 3 mmol/ml natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9 % dan
magnesium sulfat dengan konsentrasi 20 %, 40 % atau lebih.
Kesalahan dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh orientasi cukup baik di unit
perawatan pasien dan apabila perawat tidak memperoleh orientasi cukup atau saat
keadaan darurat. Cara paling efektif untuk mengurangi atau menghilangkan kejadian
ini adalah dengan menetapkan proses untuk mengelola obat yang perlu diwaspadai
(high alert medication) dan memindahkan elektrolit konsentrat dari area layanan
perawatan pasien ke unit farmasi. (lihat juga PKPO 3 EP 4).
RS Jabal Rahmah Medika telah membuat daftar semua obat high alert dengan
menggunakan informasi atau data yang terkait penggunaan obat di dalam rumah sakit,
data tentang “kejadian yang tidak diharapkan” (adverse event) atau “kejadian nyaris
cedera” (near miss) termasuk risiko terjadi salah pengertian tentang NORUM.
Informasi dari kepustakaan seperti dari Institute for Safe Health Medication Practices
(ISMP), kementerian kesehatan, dan lainnya. Obat-obat ini dikelola sedemikian rupa
untuk menghindari kesalahan dalam penyimpanan, penataan dan penggunaannya
termasuk administrasinya, contoh dengan memberi label atau petunjuk tentang cara
menggunakan obat dengan benar pada obat-obat high alert.
Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai, RS Jabal Rahmah
Medika telah menetapkan risiko spesifik dari setiap obat dengan tetap memperhatikan
aspek peresepan, penyimpanan, pencatatan, penggunaan, serta monitoringnya. Obat
Penataan Obat high alert, Untuk penataan obat – obat high alert di RS Jabal
Rahmah Medika antara lain :
1. Disimpan di tempat terpisah, akses terbatas dan diberi label high alert.
2. Tempat penyimpanan disertakan daftar obat high alert
3. Elektrolit konsentrat hanya disimpan pada instalasi farmasi
4. Obat – obat LASA (Look Alike Sound Alike), obat – obatan yang bentuk /
rupanya mirip dan pengucapannya / namanya mirip tidak boleh di letakkan
berdekatan . Walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama harus diselingi
dengan obat yang berbeda
Penyiapan obat – obat high alert, penyiapan obat yang perlu diwaspadai
diruang perawtan
1. Dilakukan pemeriksaan kedua oleh petugas farmasi yang berbeda sebelum obat
diserahkan kepada perawat
2. Petugas farmasi pertama dan kedua, membubuhkan tanda tangan dan nama jelas
dibagian belakang resep sebagai bukti telah dilakukan double check
3. Pemberian elektrolit pekat harus dengan pengenceran dan penggunaan label
khusus
4. Pastikan pengenceran dan pencampuran obat dilakukan oleh orang yang
berkompeten
5. Biasakan mengeja obat dengan kategori obat LASA / NORUM (Look Alike Sound
Alike)
B. Pengelolaan Perbekalan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis Pakai
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan
perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
ketentuan yang berlakuserta memastikan kualitas, manfaat dan keamanannya. Pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus
kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi
yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk
mrnjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan pasal 15 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan baha pengelolaan Alat Kesehatan,
Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh
Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Alat Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi
sistem satu pintu berupa alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat
kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan, dan stent.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan
formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi
Farmasi Rumah Sakit. Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit meruoakan tanggung jawab Instalasi
Farmasi Rumah Sakit, sehinnga tidak ada pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen penggunaan Obat yang
efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang sekurang-kurangnya sekali setahun.
Peninjauan ulang sangat membantu Rumah Sakit memahami kebutuhan dan prioritas dari
perbaikan sistem dan keselamatan penggunaan Obat yang berkelanjutan.
Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat untuk meningkatkan
keamanan, khusunya Obat yang perlu diwaspadai (high-alert medication). High-alert
medication adalah Obat yang harus diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan obat yang berisiko tinggi menyebabkan
Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD).
Kelompok Obat high-alert diantaranya :
Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip ( Nama Obat Rupa dan Ucapan
Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
Elektrolit konsentrat tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat,
kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat =50% atau
lebih pekat).
Obat-Obat Sitostatika.
A. Kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai meliputi :
1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan :
1. Formularium dan standar pengobatan / pedoman diagnosa dan terapi
2. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang telah
ditetapkan
3. Pola penyakit
4. Efektifitas dan keamanan.
5. Pengobatan berbasis bukti
6. Mutu
7. Harga
8. Ketersediaan di pasaran
Sedangkan pemilihan alat kesehatan di rumah sakit berdasarkan dari data pemakaian oleh
user, standar ISO, daftar harga alat kesehatan, serta spesifikasi mutu yang ditetapkan oleh
rumah sakit.
Selain kriteria untuk memilih obat untuk masuk formularium, ditentukan pula
kriteria untuk penghapusan obat dari formularium, antara lain sebagai berikut :
1. Obat-obat yang jarang digunakan (slow moving) akan dievaluasi,
2. Obat-obat yang tidak digunakan (deathstock) dalam waktu 3 bulan maka akan
diingatkan pada dokter-dokter terkait yang akan menggunakan obat tersebut. Apabila
pada bulan berikutnya tetap tidak digunakan, maka obat tersebut dikeluarkan dari
formularium.
3. Obat-obat yang dalam proses penarikan oleh Pemerintah/BPOM atau dari pabrikan.
2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan metode yang
dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain
konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan
dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan :
1. Anggaran yang tersedia
2. Penetapan prioritas
3. Sisa persediaan
4. Data pemakain periode yang lalu
5. Waktu tunggu pemesanan
6. Rencana pengembangan
3. Pengadaan
Pengadaan sediaan farmasi merupakan proses penyediaan obat yang dibutuhkan di
rumah sakit dan untuk unit pelayanan kesehatan lainnya yang diperoleh dari pemasok
eksternal melalui pembelian dari manufaktur, distributor, atau pedagang besar farmasi
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksud untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan.pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang
tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai dengan satndar mutu. Pengadaan merupakan
kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan,
penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok,
penentuan spesifik kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan mutu dan spessififkasi yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan
dilaksanakan oleh bagian lain diluar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian.
4. Pembelian
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif merupakan suatu metode penting untuk
mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih
pemasok, pelaksana pembelian harus mendasarkan pada kriteria berikut: mutu produk,
reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan
pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan pengemasan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembelian adalah :
1) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, yang
meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat.
2) Persyaratan pemasok.
1. Akte pendirian perusahaan dan pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak
Azasi Manusia
2. Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP)
3. NPWP
4. Izin Pedagang Besar Farmasi – Penyalur Alat Kesehatan ( PBF – PAK )
5. Perjanjian kerja sama antara distributor dengan prinsipal dan Rumah Sakit
6. Nama dan Surat Izin Kerja Apoteker untuk apoteker penanggung jawab PBF
7. Alamat dan denah kantor PBF
8. Surat garansi jaminan keaslian produk yang didistribusikan (dari prinsipal ).
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
5. Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait dengan penerimaan barang harus
tersimpan dengan baik.
Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas yang bertanggung
jawab. Petugasyang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik dalam tanggungjawab
dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi. Dalam tim
penerimaan farmasi harus ada tenaga farmasi. Semua perbekalan farmasi yang diterima harus
diperiksa dan disesuaikan dengan spesifikasi pada order pembelian rumahsakit. Semua
perbekalan farmasi harus ditempatkan dalam tempat persediaan, segera setelah diterima,
perbekalan farmasi harus segera disimpan di dalam lemari atau tempat lain yang
aman.Perbekalan farmasi yang diterima harussesuai dengan spesifikasi kontrak yang telah
ditetapkan.
6. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum
dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan
kefarmasian. Persyaratan kefarmasian dimaksud meliputi persyartan stabilitas dan keamanan,
sanitasi, cahaya, kelembapan, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Tujuan penyimpanan adalah :
1) Memelihara mutu sediaan farmasi
2) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
3) Menjaga ketersediaan
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis
Selain adanya sistem penyimpanan yang baik, dibuat pula sistem pengawasan obat,
dengan tujuan agar sediaan farmasi terlindung dari kehilangan dan pencurian, yaitu dengan
cara:
1) Membuat peringatan tertulis “Selain Petugas Farmasi yang berkepentingan,
dilarang masuk ke area pelayanan obat”.
2) Melakukan pengisian kartu stok obat.
Guna menjamin tata kelola perbekalan farmasi yang baik, dalam proses penyimpanan
maka dibuat :
1) SPO penyimpanan perbekalan farmasi di unit farmasi
2) SPO penyimpanan obat high alert
3) SPO penyimpanan narkotika dan psikotropika
4) SPO penyimpanan perbekalan farmasi di unit kerja
6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu,
stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem
distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara :
1. Resep Perorangan
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalaui
Instalasi Farmasi
Keuntungan resep perorangan, yaitu:
1) Semua resep/order dikaji langsung oleh apoteker, yang kemudian memberikan
keterangan atau informasi kepada pasien secara langsung.
2) Memberikan kesempatan interaksi profesional antara Apoteker, Dokter , perawat,
dan pasien.
3) Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat.
4) Mempermudah penagihan biaya perbekalan farmasi bagi pasien.
5) Kelemahan / kerugian sistem resep perorangan, yaitu:
6) Memerlukan waktu yang lebih lama.
7. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Habis Pakai. Pengendalian penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Habis
Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan TFT di Rumah Sakit.
9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan
penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri dari :
a. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan
penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat
secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan,
triwulanan, semester atau pertahun).
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
Pencatatan dilakukan untuk:
1) persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM
2) dasar akreditasi Rumah Sakit
3) dasar audit Rumah Sakit
4) dokumentasi farmasi.
b. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu menyelenggarakan
administrasi keuangan. Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran,
pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan,
penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara
rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.
c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak terpakai karena
kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai
dengan prosedur yang berlaku.
B. Manajemen Risiko Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
Manajemen risiko merupakan aktivitas Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan untuk
identifikasi, evaluasi, dan menurunkan risiko terjadinya kecelakaan pada pasien, tenaga
kesehatan dan keluarga pasien, serta risiko kehilangan dalam suatu organisasi.
Manajemen risiko pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan melalui beberapa langkah yaitu:
1) Menentukan konteks manajemen risiko pada proses pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
2) Mengidentifikasi Resiko.
Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain :
1. Ketidaktepatan perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai selama periode tertentu
2. Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tidak
melalui jalur resmi
5) Mengatasi Risiko
Mengatasi risiko dilakukan dengan cara:
1) Melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit
2) Mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi resiko
3) Menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis)
4) Menganalisa risiko yang mungkin masih ada
5) Mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko, mengurangi
risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan mengendalikan risiko.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jabal Rahmah Medika telah melaksanakan farmasi klinis,
namun karena keterbatasan alat, Instalasi Farmasi RS Jabal Rahmah Medika tidak melayani
pemantauan kadar obat dalam darah.
Kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi :
Guna menjamin tata kelola kegiatan farmasi klinik yang baik,dalam proses
pengkajian dan pelayanan pasien maka dibuat pedoman Pengkajian dan Pelayanan Resep dan
SPO :
1. SPO Penulisan Resep
2. SPO Telaah Resep
3. SPO Telaah Obat
4. SPO Resep Tidak Terbaca
Petunjuk teknis mengenai Pengkajian Resep akan diatur lebih lanjut pada Panduan
Penulisan Resep.
2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan,
riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan
penggunaan Obat pasien.
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat:
A. Membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam medik/pencatatan
penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan Obat
B. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan
lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan
C. Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
D. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat
E. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat
F.Melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan
F. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang digunakan
G. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat
H. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat
I. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan minum
Obat (concordance aids)
J. Mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
K. sepengetahuan dokter
Kegiatan:
1) Penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya
2) Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien
Informasi yang harus didapatkan :
a. Nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan,
indikasi dan lama penggunaan Obat
b. Reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi
c. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang tersisa).
3. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan
obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi
obat.
Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu
Rumah Sakit ke Rumah Sakit Lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari
Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah :
1) Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan pasien.
2) Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter.
3) Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.
Tahapan rekonsiliasi Obat yaitu :
1) Pengumpulan data
Mencatat dan memverifikasi Obat yang sedang dan akan digunakan pasien, meliputi
nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan,
riwayat alergi pasien serta efek samping obat yang pernah terjadi, dicatat tanggal kejadian,
obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan
ingkat keparahan.
Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar obat
pasien, obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data obat yang dapat
digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua obat yang digunakan oleh
pasienbaik Resep maupun Obat Bebas termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.
4) Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat
mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi
obatt yang diberikan.
Guna menjamin tata kelola kegiatan farmasi klinik yang baik,dalam proses
rekonsiliasi maka dibuat pedoman Rekonsiliasi Obat dan SPO Rekonsiliasi Obat.
Petunjuk teknis mengenai rekonsiliasi Obat akan diatur lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal
5. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktifitas pemberian nasihat atau saran terkait dengan
terapi obat dari Apoteker kepada pasien atau keluarga pasien. Konseling untuk pasien rawat
jalan maupun rawat inap disemua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisatif Apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif
memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Tujuan konseling adalah untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) dan meningkatkan cost-effectivenes yang pada
akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety).
Secara khusus konseling obat ditujukan untuk :
1) Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien.
2) Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien.
3) Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat.
Keselamatan pasien (patien safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,pelaporan dan
analisis insiden,kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko, sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kasalahan akibat melaksanakan suatu tindakan yang
seharusnya dilakukan.
Keselamatan pasien di IFRS meliputi :
A. Medication error
Keselamatan pengobatan (medication safety pharmacist) meliputi:
1. Mengelola laporan medication error
2. Membuat kajian terhadap insiden yang masuk
3. Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi
4. Mengidentifikasi pelaksana praktek profesi terbaik untuk menjamin medication
safety
5. Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan medication error
6. Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan
7. Memfasilitasi perubahan proses dan system untuk menurunkan insiden yang
terjadi atau berulangnya insiden sejenis
8. Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan medication safety dan
kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada
9. Berpatisipasi dalam komite/tim yang berhubungan dengan medication safety
komite keselamatan pasien rumah sakit dan komite terkait lainnya.
10. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat
11. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan keselamatan pasien yang ada
Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan penggunaan
otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (esprescribing) dan pencatatan
pengobatan pasien. Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan benar obat,dengan
mengeja nama obat serta memastikan dosisnya. Seluruh personal yang ada ditempat
Apoteker berada dalam posisi strategis untuk meminimalkan medication error, baik
dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan.
Untuk itu, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan
pengobatan,antara lain :
1. Menciptakan budaya safety (aman) mengembangkan program-program untuk
keamanan pasien
2. Membiasakan mencatat dan mengkomunikasi setiap kejadian yang berpotensi untuk
error.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan salah satu bagian dari
perlindungan bagi tenaga kerja dan bertujuan untuk mencegah serta mengurangi terjadinya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dan didalamnya termasuk menjamin para pekerja
dan orang lain yang ada disekitar tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
Kesehatan kerja bertujuan pada pemeliharaan dan pencegahan serta risiko gangguan
kesehatan fisik, mental dan sosial pada semua pekerja yang disebabkan oleh kondisi dan
lingkungan kerja sehingga diharapkan produktivitas pekerja dapat dipertahankan dan apabila
si pekerja telah memasuki usia pensiun maka yang bersangkutan dapat menikmati hari tuanya
tanpa mengalami gangguan penyakit akibat hubungan kerja.
Kapasitas kerja, beban kerja, lingkungan kerja, prilaku pekerja merupakan komponen
utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara komponen
tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal. Kapasitas kerja yang baik
seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja serta kemampuan fisik yang prima diperlukan
agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Beban kerja terdiri dari
beban mental dan fisik. Akibat beban kerja yang terlalu berat ataupun fisik yang terlalu lemah
dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi
lingkungan kerja misalnya panas, bising, debu, zat kimia dan lain-lain merupakan beban
tambahan terhadap pekerja. Prilaku dan sikap pekerja juga mempengaruhi status kesehatan
pekerja.
Untuk terlaksananya K3 IFRS secara optimal maka perlu dilakukan identifikasi :
1. Kondisi fisik pekerja
2. Dilakukan sebelum dipekerjakan, secara berkala, dan secara khusus misalnya
sesudah pulih dari penyakit menular ( TBC ), terpapar wabah, atau dicurigai
penyakit akibat kerja
3. Sifat dan beban kerja
4. Kondisi lingkungan kerja
Kondisi lingkungan kerja yang tidak baik dapat menyebabkan :
Kecelakaan kerja
Kecelakaan kerja yang bisa terjadi di IFRS misalnya terjatuh, terpeleset,
tersandung, tersengat listrik, kejatuhan barang
Penyakit akibat kerja di Rumah Sakit misalnya tertular pasien, alergi suatu
komponen obat, keracunan obat, resistensi obat.
Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan indikator, suatu
alat/tolak ukur yang hasil menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang telah
ditetapkan. Indikator dibedakan menjadi:
1. Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk mengukur
terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan lingkungan.
2. Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk mengukur
tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang diselenggarakan.
Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut :
1. Sesuai dengan tujuan
2. Informasinya mudah didapat
3. Singkat, jelas, lengkap dan tak menimbulkan berbagai interpretasi
4. Rasional.
Buku pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi apoteker yang
bekerja dirumah sakit dalam pengelolaan perbekalan farmasi yang baik. Pengelolaan
perbekalan farmasi yang baik, efektif, dan efisien akan mendorong penggunaan obat yang
rasional dirumah sakit. Pengelolaan perbekalan farmasi yang baik diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi biaya pengobatan. Diharapkan dengan terlaksananya pengelolaan obat
yang baik, akan berkontribusi terhadap peningkatan mutu pelayanan kesehatan dirumah sakit
TANGGAL DI TETAPKAN
TERBIT Direktur RS JABAL RAHMAH MEDIKA
Bungo
STANDAR
PROSEDUR 10 Juni 2019
OPERASIONAL
dr. Reksi Andrianol
Pengertian Obat yang perlu diwaspadai adalah sejumlah obat yang memiliki
resiko tinggi menyebabkan bahaya yang besar pada pasien jika
tidak digunakan secara tepat
Tujuan Mencegah terjadinya medication eror
Kebijakan Keputusan Direktur RS Jabal Rahmah Medika, No : 01.064/ KEP/
DIR/VI/2019 tentang Pedoman Pelayanan Farmasi
Prosedur 1. Verifikasi resep
2. Siapkan obat
3. Lakukan pemeriksaan kedua oleh petugas farmasi yang
berbeda
4. sebelum obat diserahkan kepada perawat
5. Petugas farmasi pertama dan kedua, membubuhkan tanda
tangan dan nama jelas di bagian belakang resep sebagai
bukti telah di lakukan double check
6. Lakukan pengenceran pada elektrolit konsentrat sebelum
penyerahan kepada perawat
7. Obat diserahkan kepada perawat / pasien di sertai dengan
informasi yang memadai dan menandatangani buku serah
terima obat terima obat rawat inap
Unit terkait Ruang perawatan
Instalasi farmasi
OK
VK
IGD
TANGGAL DI TETAPKAN
TERBIT Direktur RS JABAL RAHMAH MEDIKA
Bungo
STANDAR
PROSEDUR 10 Juni 2019
OPERASIONAL
dr. Reksi Andrianol