Anda di halaman 1dari 74

Pedoman Pelayanan Farmasi 2

Pedoman Pelayanan Farmasi 3


Pedoman Pelayanan Farmasi 4
Pedoman Pelayanan Farmasi 5
PEDOMAN PELAYANAN FARMASI
RUMAH SAKIT JABAL RAHMAH MEDIKA
TAHUN 2019

Pedoman Pelayanan Farmasi 6


KATA PENGANTAR

‫ميحرلا نمحرلا هللا‬ ‫بسم‬

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan pembuatan pedoman ini dengan judul “Pedoman Pelayanan Farmasi
RS Jabal Rahmah Medika”. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Pedoman ini disusun sebagai acuan bagi pengelola Rumah Sakit Jabal Rahmah
Medika dalam melaksanakan upaya peningkatan Mutu Dan Keselamatan Pasien. Meskipun
panduan ini sudah dibuat semaksimal mungkin, namun dalam pelaksanaanya kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun.
Demikian, semoga pedoman ini dapat bermanfaat. Amiin ..

Muara Bungo, 10 Juni 2019

Tim penulis

Pedoman Pelayanan Farmasi i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
BAB I ................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1


B. Tujuan Pedoman...................................................................................................... 2
C. Ruang Lingkup Pelayananan .................................................................................... 2
D. Batasan Operasional ................................................................................................ 5
E. Landasan Hukum ..................................................................................................... 6
BAB II ................................................................................................................................ 8
SUMBER DAYA KEFARMASIAN ................................................................................ 8

A. Sumber Daya Manusia ........................................................................................... 8


B. Pengorganisasian ................................................................................................. 10
BAB III............................................................................................................................. 14
STANDAR FASILITAS ................................................................................................ 14

A. Denah Ruang ....................................................................................................... 14


B. Standar Fasilitas................................................................................................... 15
BAB IV ............................................................................................................................ 18
TATA LAKSANA ........................................................................................................ 18

A. Kebijakan RS Jabal Rahmah Medika ..................................................................... 18


B. Pengelolaan Perbekalan Farmasi, Alat Kesehatan,
Dan Bahan Medis Habis Pakai ................................................................................... 29
C. Pelayanan Farmasi Kelinik .................................................................................... 43
BAB V.............................................................................................................................. 56
KESELAMATAN PASIEN ........................................................................................... 56

A. Medication error .................................................................................................. 56


B. Kesalahan penulisan Resep .................................................................................. 57
C. Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun .......................................................... 58
BAB VI ............................................................................................................................ 59
KESELAMATAN KERJA ............................................................................................ 59

BAB VII ........................................................................................................................... 60

Pedoman Pelayanan Farmasi ii


PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN
KEFARMASIAN .......................................................................................................... 60

BAB IX ............................................................................................................................ 63
PENUTUP .................................................................................................................... 63

Pedoman Pelayanan Farmasi iii


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai instansi pelayanan kesehatan yang berhubungan langsung dengan
pasien harus mengutamakan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, efesien dan efektif
dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit,
Pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan berhak memperoleh keamanan dan
keselamatan dirinya selama dalam perawatan dirumah sakit.
Pelayanan kefarmasian adalah pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dan alat kesehatan dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan Sediaan Famasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma
lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang
berorientasi kepada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian
(pharmaceutical care). Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk
merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk menjadi
orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara terus menerus agar
peubahan paradigma tersebut dapat diimplentasikan. Dengan demikian, para Apoteker
Indonesia dapat berkompetisi dan menjadi tuan rumah di negara sendiri.
Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dinyatakan
bahwa Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya
manusia, kefarmasian, dan peralatan. Persyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu, bermanfaat,
aman, dan terjangkau.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pelayanan Sediaan Farmasi di Rumah Sakit Harus
mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian yang selanjutnya diamanahkan untuk diatur
dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian dinyatakan bahwa dalam menjalankan praktek kefarmasian

Pedoman Pelayanan Farmasi 1


pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan Standar Pelayanan
Kefarmasian yang diamanahkan untuk diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut dan perkembangan
konsep Pelayanan Kefarmasian, perlu ditetapkan suatu Standar Pelayanan Kefarmasian
dengan peraturan Menteri Kesehatan sekaligus meninjau kembali Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit
Sebagai upaya untuk memberikan pelayanan terbaik terhadap masyarakat, maka
diperlukan suatu sistem pengorganisasian masing-masing unit kerja. Pimpinan staf medis dan
keperawatan menciptakan struktur organisasi yang sesuai dan efektif untuk menjalankan
tanggung jawab ini. Struktur organiasi ini dan proses terkait yang digunakan untuk
melaksanakan tanggung jawab dapat memberikan staf profesional tunggal yang terdiri dari
dokter, perawat dan lainnya atau truktur staf medis dan keperawatan yang terpisah.

B. Tujuan Pedoman
1. Umum
Tersedianya pedoman pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik di
Rumah Sakit.
2. Khusus
1. Terlaksananya pengelolaan perbekalan farmasi yang bermutu, efektif, dan efisien.
2. Terlaksananya pelayanan farmasi klinik yang mengutamakan keselamatan pasien.
3. Terwujudnya sistem informasi pengelolaan perbekalan farmasi kesehatan yang dapat
digunakan sebagai dasar perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi.
4. Terlaksananya pengelolaan perbekalan farmasi satu pintu.
5. Terlaksananya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
6. Terlaksananya pengendalian mutu perbekalan farmasi.

C. Ruang Lingkup Pelayananan


1. Penggunaan obat di Rumah Sakit dilakukan sesuai dengan undan-undang dan peraturan
yang berlaku dan dikelola untuk memenuhi kebutuhan pasien. Pengelolaan perbekalan
farmasi meliputi kegiatan pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
distribusi, penarikan dan pemusnahan, pengawasan, dan pelaporan.
2. Rumah Sakit memiliki Instalasi Farmasi dan sebagai penanggung jawab Instalasi Farmasi
adalah seorang apoteker yang memiliki ijazah dan STRA yang telah diregistrasi dan

Pedoman Pelayanan Farmasi 2


dibantu dengan tenaga tehnis kefarmasian yang telah memiliki ijazah dan STR yang sudah
diregistrasi.
3. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang
bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus harus
didukung oleh sumber daya manusia, sarana, dan peralatan.
4. Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan pelayanan resep, rekonsiliasi,
dispensing sediaan steril dan sitostatika, pemantauan dan pelaporan reaksi obat yang tidak
dikehendaki (ROTD) dan efek samping obat, pelayanan informasi obat, konseling dan
pemantauan terapi obat.
5. Apoteker dalam melaksanakan kegiatan Pelayanan Kefarmasian tersebut juga harus
mempertimbangkan faktor resiko yang terjadi yang disebut manajemen resiko.
6. Rumah Sakit memiliki formularium daftar obat sebagai pedoman penulisan resep oleh
dokter sehingga dokter penulis resep hanya bisa menuliskan resep berdasarkan
formularium Rumah Sakit.
7. Rumah Sakit melakukan kerja sama dengan unit pelayanan kesehatan lain yang ditunjuk
untuk memeperoleh obat yang tidak ada dalam stok / yang normal terjadi di Rumah Sakit
atau bilamana farmasi tutup.
8. Obat yang disimpan di pelayanan farmasi dan di unit asuhan pasien disimpan dengan baik
dan aman agar terjamin kualitas dan kuantitas sediaan. Obat bisa disimpan dalam tempat
penyimpanan didalam pelayanan farmasi atau kefarmasian atau di unit asuhan pasien pada
unit-unit farmasi atau nurse station dalam unit klinis.Instalasi farmasi menyiapkan
mekanisme pengawasan bagi semua lokasi dimana obat disimpan dalam semua lokasi
tempat obat disimpan, agar obat disimpan dalam kondisi yang sesuai untuk stabilitas
produk, bahan yang terkontrol dilaporkan secara akurat sesuai undang-undang yang
berlaku, obat-obatan dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi
label secara akurat menyebutkan isi, tanggal kadaluarsa dan peringatan, elektrolit
konsentrat tidak disimpan di unit-unit asuhan kecuali merupakan kebutuhan klinis yang
penting dan bila disimpan dalam unit dilengkapi dengan pengaman untuk mencegah
penatalaksanaan yang kurang hati-hati, seluruh tempat penyimpanan obat diinspeksi
secara periodik sesuai kebijakan rumah sakit untuk memastikan obat disimpan secara
benar, dan kebijakan rumah sakit menjabarkan cara identifikasi dan penyimpanan obat
yang dibawa pasien.

Pedoman Pelayanan Farmasi 3


9. Untuk penyimpanan produk nutrisi dan program pemerintah disimpan sesuai dengan
rekomendasi pabrik. Untuk Penyimpanan radioaktif, dan obat sampel, rumah sakit tidak
menyediakan produk-produk dalam jenis tersebut.
10. Obat-obatan emergency tersedia diseluruh unit yang memerlukan obat-obatan emergency,
dan dimonitor dan aman bilamana disimpan diluar farmasi. Bila terjadi kegawatdaruratan
pasien, akses yang cepat terhadap obat emergency yang tepat adalah sangat penting.
Rumah sakit merencanakan lokasi obat emergency dan obat yang harus disuplai ke lokasi
tersebut. Lemari, meja, troli tas/kotak dapat digunakan untuk keperluan obat emergency.
Untuk memastikan akses ke obat emergency bilamana diperlukan, rumah sakit menyusun
suatu prosedur untuk mencegah penyalahgunaan, pencurian atau kehilangan terhadap obat
emergency. Prosedur ini memastikan bahwa obat diganti bilamana digunakan, rusak atau
kadaluarsa. Jadu rumah sakit memahami keseimbanagan antara akses kesiapan dan
keamanan dari tempat penyimpanan obat emergency.
11. Rumah sakit memiliki/mempunyai sistem penrikkan (recall) obat. Rumah sakit
mempunyai proses untuk mengidentifikasi, menarik kembali dan mengembalikan atau
memusnahkan dengan cara yang aman dan benar obatobatan yang ditarik kembali oleh
pabrik atau supplier. Ada kebijakan atau prosedur yang mengatur setiap penggunaan atau
pemusnahan dari obat yang diketahui kadaluarsa atau ketinggalan jaman.
12. Untuk mengurangi variasi dan meningkatkan keselamatan pasien, RS Jabal Rahmah
Medika menjabarkan dalam kebijakan elemen yang bisa diterima dari suatu pemesanan
atau penulisan resep yang lengkap. Elemen-elemen yang diatur dalam kebijakan sekurang-
kurangnya:
1. Data yang penting untuk mengidentifikasi pasien secara akurat.
2. Elemen-elemen dari pemesanan atau penulisan resep.
3. Bila nama generik atau nama dagang adalah ekseptabel atau diperlukan.
4. Bila indiksi untuk penggunaan diperlukan pada suatu PRN (pro re nata atau bila
perlu) atau pesanan obat lain.
5. Sikap hati-hati atau prosedur yang khusus untuk pemesanan obat dengan nama obat
rupa ucapan mirip/ NORUM (look alike, sound alike).
6. tindakan yang harus diambil bila pemesanan obat tidak lengkap, tidak terbaca atau
tidak jelas.
7. Jenis pemesanan tambahan yang diijinkan seperti pada pemesanan dan setiap elemen
yang dibutuhkan dalam pemesenan emergensi, dalam daftar tunggu (standing),
automatic stop dan seterusnya.

Pedoman Pelayanan Farmasi 4


8. Pesanan obat secara verbal atau melalui telepon dan proses untuk verifikasi pemesan
yang demikian
9. Jenis pesanan yang berdasarkan berat, seperti kelompok pasien anak.
10. Pelayanan farmasi atau kefarmasian menyiapkan dan mengeluarkan obat dalam
lingkungan yang bersih dan aman sesuai undang-undang, peraturan dan standar pratek
profesional. RS Jabal Rahmah Medika mengidentifikasi standar praktek bagi
lingkungan penyiapan dan penyaluran obat yang aman dan bersih.Obat yang disimpan
dan dikeluarkan dari area di luar farmasi (misal unit pelayanan pasien, harus
memenuhi langkah-langkah yang sama dalam hal keamanan dan kebersihan). Staf
yang mempersiapkan produk campuran yang steril (seperti i.v dan epidural) dilatih
dalam prinsip-prinsip teknik aseptik.

D. Batasan Operasional
Batasan operasional dari unit farmasi mencakup proses :
1. Pelayanan kefarmasian adalah pelayanan langsung dan bertanggungjawab kepada pasien
yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud meningkatkan mutu hidup pasien.
2. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi kepada apoteker baik bentuk
kertas maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
3. Perbekalan farmasi adalah obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, bahan diagnostik
dan gas medis.
4. Alat kesehatan adalah instrumen, sparatus, yang tidak mengandung obat yang digunakan
untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, serta pemulihan kesehatan, pada menusia dan atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
5. Unit farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan
pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
6. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan sudah mengucap
sumpah jabatan apoteker.
7. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahlimadya farmasi, analis
farmasi dan tenaga menengah farmasi.
8. Formularium merupakan dokumen yang secara terus – menerus direvisi, memuat daftar
obat dan informasi penting lainnya yang merefleksikan keputusan klinik mutakhir dari
staf medis Rumah Sakit.

Pedoman Pelayanan Farmasi 5


9. Daftar obat adalah daftar produk yang telah disetujui digunakan di Rumah Sakit disusun
sederhana tanpa informasi tentang tiap produk obat, hanya terdiri atas nama generik,
merk dagang, kekuatan dan bentuk sediaan.
10. Telaah Resep adalah kegiatan mengidentifikasi kelengkapan elemen – elemen resep
sesuai dengan ketentuan yang berlaku mencakup :
 Tanggal resep
 Nama dokter
 Nama pasien
 Nomor rekam medik
 Usia pasien
 Kejelasan tulisan resep
 Ada tidaknya poli farmasi
 Ketepatan dosis
 Ketepatan waktu dan pemberian obat
 Tidak adanya interaksi obat
11. Pencampuran sediaan steril merupakan rangkaian perubahan bentuk obat dari kondisi
semula menjadi produk baru dengan proses pelarutan atau penambahan bahan lain yang
dilakukan secara aseptis oleh apoteker di sarana pelayanan kesehatan.
12. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan dan perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang Narkotika.
13. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas aktivitas mental dan perilaku.
14. Kesehatan kerja adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap pekerja dapat bekerja secara sehat dengan produktivitas yang
optimal tanpa membahayakan diri, keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya.

E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Pedoman Pelayanan Farmasi 6


5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 tentang
Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1439 tahun 2002 tentang Penggunaan Gas
Medis pada Sarana Pelayanan Kesehatan
7. Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 58 Tahun 2014 tentang standar pelayanan
farmasi di Rumah Sakit.
9. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016 tentang standar pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit.
10. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1996 tentang pokok-pokok
mengenai Tenaga Kerja.
11. Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 5/Menaker/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Keehatan Kerja.

Pedoman Pelayanan Farmasi 7


BAB II
SUMBER DAYA KEFARMASIAN

A. Sumber Daya Manusia


Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai
dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi
Farmasi. Ketersediaan jumlah tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di Rumah
Sakit dipenuhi sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang
ditetapkan oleh Menteri.
Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi harus ada dan
sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan
prosedur di Instalasi Farmasi.
1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi Farmasi
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:
1. Apoteker
2. Tenaga Teknis Kefarmasian
b. Untuk pekerjaan penunjang (disesuaikan dengan kebutuhan) terdiri dari:
1. Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian
2. Tenaga Administrasi
3. Pekarya/Pembantu pelaksana
Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka dalam penentuan
kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi yang disesuaikan dengan jenis
pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya.
2. Persyaratan SDM
Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di
bawah supervisi Apoteker.
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi persyaratan administrasi
seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Instalasi Farmasi harus dikepalai oleh seorang Apoteker yang merupakan Apoteker
penanggung jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Kepala Instalasi Farmasi
diutamakan telah memiliki pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi minimal 3 (tiga) tahun.

Pedoman Pelayanan Farmasi 8


3. Beban Kerja dan Kebutuhan
a. Beban Kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktorfaktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
1. Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR);
2. Jumlah dan jenis kegiatan farmasi yang dilakukan (manajemen dan farmasi
klinik);
3. Jumlah Resep atau formulir permintaan obat (floorstock) per hari;
4. Volume Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
b. Penghitungan Beban Kerja
Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada
Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang meliputi pelayanan farmasi
manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian resep,
penelusuran riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat, pemantauan terapi
Obat, pemberian informasi Obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya
dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien.
Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja pada
Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi pelayanan farmasi
menajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan aktivitas pengkajian Resep,
penyerahan Obat, Pencatatan Penggunaan Obat (PPO) dan konseling, idealnya
dibutuhkan tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien.
Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian rawat inap
dan rawat jalan, maka kebutuhan tenaga Apoteker juga diperlukan untuk
pelayanan farmasi yang lain seperti di unit logistik medik/distribusi, unit
produksi steril/aseptic dispensing dan unit Pelayanan Informasi Obat.
c. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Setiap staf di Rumah Sakit harus diberi kesempatan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.Peran Kepala Instalasi
Farmasi dalam pengembangan staf dan program pendidikan meliputi:
1. Menyusun program orientasi staf baru, pendidikan dan pelatihan
berdasarkan kebutuhan pengembangan kompetensi SDM.
2. Menentukan dan mengirim staf sesuai dengan spesifikasi pekerjaan (tugas
dan tanggung jawabnya) untuk meningkatkan kompetensi yang diperlukan.
3. Menentukan staf sebagai narasumber/pelatih/fasilitator sesuai dengan
kompetensinya.

Pedoman Pelayanan Farmasi 9


4. Penelitian dan Pengembangan
Apoteker harus melakukan penelitian mandiri atau berkontribusi dalam tim penelitian
mengembangkan praktik Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Apoteker yang terlibat
dalam penelitian harus mentaati prinsip dan prosedur yang ditetapkan dan sesuai dengan
kaidah-kaidah penelitian yang berlaku.
Instalasi Farmasi harus melakukan pengembangan Pelayanan Kefarmasian sesuai
dengan situasi perkembangan kefarmasian terkini.
Apoteker juga dapat berperan dalam Uji Klinik Obat yang dilakukan di Rumah Sakit
dengan mengelola Obat-Obat yang diteliti sampai dipergunakan oleh subyek penelitian dan
mencatat Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) yang terjadi selama penelitian.

B. Pengorganisasian
Pengorganisasian Rumah Sakit harus dapat menggambarkan pembagian tugas,
koordinasi kewenangan, fungsi dan tanggung jawab Rumah Sakit. Berikut adalah beberapa
orang di Rumah Sakit yang terkait dengan kefarmasian:
1. Instalasi Farmasi
Pengorganisasian Instalasi Farmasi harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, pelayanan farmasi
klinik dan manajemen mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan
dengan tetap menjaga mutu.
Tugas Instalasi Farmasi, meliputi:
1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan profesional serta sesuai
prosedur dan etik profesi
2. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai guna memaksimalkan efek terapi dan
keamanan serta meminimalkan risiko
4. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta memberikan
rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien
5. Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembanganPelayanan
Kefarmasian

Pedoman Pelayanan Farmasi 10


7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium
Rumah Sakit.
Fungsi Instalasi Farmasi :
1. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
1. Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit
2. Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan optimal
3. Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai ketentuan
yang berlaku
4. Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
5. Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang berlaku
6. Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan kefarmasian
7. Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit
8. Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu
9. Melaksanakan pelayanan Obat “unit dose”/dosis sehari
10. Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah memungkinkan)
11. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
12. Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak dapat digunakan
13. Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai
14. Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
2. Pelayanan farmasi klinik
1. Mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan Obat
2. Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan Obat
3. Melaksanakan rekonsiliasi Obat

Pedoman Pelayanan Farmasi 11


4. Memberikan informasi dan edukasi penggunaan Obat baik berdasarkan
Resep maupun Obat non Resep kepada pasien/keluarga pasien
5. Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang terkait dengan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
6. Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga kesehatan lain
7. Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya
8. Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO) :
 Pemantauan efek terapi Obat
 Pemantauan efek samping Obat 9.Melaksanakan Evaluasi Penggunaan
Obat (EPO)
9. Melaksanakan dispensing sediaan steril :
 Melakukan pencampuran Obat suntik
10. Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga kesehatan
lain, pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar Rumah Sakit.
2. Komite/Tim Farmasi dan Terapi
Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Komite/Tim Farmasi dan Terapi
yang merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah
Sakit mengenai kebijakan penggunaan Obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri
dari dokter yang mewakili semua spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, Apoteker
Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan. Komite/Tim
Farmasi dan Terapi harus dapat membina hubungan kerja dengan komite lain di dalam
Rumah Sakit yang berhubungan/berkaitan dengan penggunaan Obat.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang
Apoteker, apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker, namun
apabila diketuai oleh Apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya
2 (dua) bulan sekali dan untuk Rumah Sakit besar rapat diadakan sekali dalam satu
bulan. Rapat Komite/Tim Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar dari dalam
maupun dari luar Rumah Sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan
Komite/Tim Farmasi dan Terapi, memiliki pengetahuan khusus, keahlian-keahlian
atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi Komite/Tim Farmasi dan Terapi.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi mempunyai tugas :
1. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan Obat di Rumah Sakit
2. Melakukan seleksi dan evaluasi Obat yang akan masuk dalam formularium
Rumah Sakit

Pedoman Pelayanan Farmasi 12


3. Mengembangkan standar terapi
4. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan Obat
5. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan Obat yang rasional
6. Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
7. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error
8. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan Obat di Rumah
Sakit.
3. Komite/Tim lain yang terkait
Peran Apoteker dalam Komite/Tim lain yang terkait penggunaan Obat di Rumah
Sakit antara lain:
1. Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
2. Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3. Mutu Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit
4. Perawatan paliatif dan bebas nyeri.
4. Pola Ketenagaan
Instalasi Farmasi RS Jabal Rahmah Medika memberikan pola ketenagaan sebagai
berikut :
No Jabatan Pengatur Jadwal
1 Kepala Instalasi Dinas Pagi
2 Kepala Depo Rawat Jalan dan Rawat Dinas Pagi, Siang, Malam
Inap
3 Pelaksana Teknis Kefarmasian Dinas Pagi, Siang, Malam

Instalasi Farmasi RS Jabal Rahmah Medika mengadakan pertemuan/ rapat


minimal setiap satu kali dalam satu bulan. Rapat harus dihadiri oleh semua SDM
Farmasi terkecuali yang melakukan pelayanan atau berhalangan dengan alasan yang
jelas. Beberapa hal yang harus dipersiapkan sebelum pertemuan/ rapat adalah sebagai
berikut :
1. Daftar hadir
2. Agenda Rapat
3. Notulen Rapat

Pedoman Pelayanan Farmasi 13


BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

GUNDANG OBAT

SEMENTARA

PINTU RAK OBAT KULKAS

M
E
J
A RUNGAN RACIK

LEMARI
MEJA RACIK
NARKO
PINTU
WAST P
AFEL I
N
T
U

R
A M
K
E
O
B
J
A A
T

RAK OBAT

Pedoman Pelayanan Farmasi 14


B. Standar Fasilitas
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus didukung oleh sarana
dan peralatan yang memenuhi ketentuan dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku.
Lokasi harus menyatu dengan sistem pelayanan Rumah Sakit, dipisahkan antara fasilitas
untuk penyelenggaraan manajemen, pelayanan langsung kepada pasien, peracikan, dan
laboratorium yang dilengkapi penanganan limbah.
Peralatan yang memerlukan ketepatan pengukuran harus dilakukan kalibrasi alat dan
peneraan secara berkala oleh balai pengujian kesehatan dan/atau institusi yang berwenang.
Peralatan harus dilakukan pemeliharaan, didokumentasi, serta dievaluasi secara berkala dan
berkesinambungan.
1. Sarana
Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat menunjang
fungsi dan proses Pelayanan Kefarmasian, menjamin lingkungan kerja yang aman untuk
petugas, dan memudahkan sistem komunikasi Rumah Sakit.
A. Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi, terdiri dari:
1. Ruang Kantor/Administrasi
a) ruang pimpinan
b) ruang staf
c) ruang kerja/administrasi tata usaha
d) ruang pertemuan
2. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
Rumah Sakit harus mempunyai ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang disesuaikan dengan kondisi dan
kebutuhan, serta harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, sinar/cahaya,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan
petugas, terdiri dari:
a. Kondisi umum untuk ruang penyimpanan:
1. Obat jadi
2. Alat Kesehatan
b. Kondisi khusus untuk ruang penyimpanan:
1. Obat termolabil
2. Bahan laboratorium dan reagensia
3. Sediaan Farmasi yang mudah terbakar
4. Obat/bahan Obat berbahaya (narkotik/psikotropik)

Pedoman Pelayanan Farmasi 15


3. Ruang distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Ruang distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai terdiri dari distribusi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai rawat jalan (apotek rawat jalan) dan rawat inap (satelit
farmasi).
Ruang distribusi harus cukup untuk melayani seluruh kebutuhan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai Rumah Sakit.
Ruang distribusi terdiri dari:
a) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat jalan, di mana ada ruang
khusus/terpisah untuk penerimaan resep dan peracikan.
b) Ruang distribusi untuk pelayanan rawat inap, dapat secara sentralisasi
maupun desentralisasi di masing-masing ruang rawat inap.
4. Ruang konsultasi / konseling Obat
Ruang konsultasi/konseling Obat harus ada sebagai sarana untuk
Apoteker memberikan konsultasi/konseling pada pasien dalam rangka
meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien. Ruang konsultasi/konseling
harus jauh dari hiruk pikuk kebisingan lingkungan Rumah Sakit dan nyaman
sehingga pasien maupun konselor dapat berinteraksi dengan baik. Ruang
konsultasi/konseling dapat berada di Instalasi Farmasi rawat jalan maupun
rawat inap.
5. Ruang Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan Informasi Obat dilakukan di ruang tersendiri dengan
dilengkapi sumber informasi dan teknologi komunikasi, berupa bahan pustaka
dan telepon.
6. Ruang Penyimpanan Nutrisi Parenteral

B. Fasilitas penunjang dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi, terdiri dari:


1. Ruang tunggu pasien
2. Ruang penyimpanan dokumen/arsip Resep dan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang rusak
3. Tempat penyimpanan Obat di ruang perawatan
4. Fasilitas toilet, kamar mandi untuk staf.

Pedoman Pelayanan Farmasi 16


2. Prasarana
Fasilitas peralatan harus memenuhi syarat terutama untuk perlengkapan peracikan dan
penyiapan baik untuk sediaan steril, non steril, maupun cair untuk Obat luar atau dalam.
Fasilitas peralatan harus dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan,
peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun.Peralatan yang paling sedikit
harus tersedia :
a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan Obat baik steril dan nonsteril
maupun aseptik/steril;
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip
c. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan Pelayanan Informasi Obat
d. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika
e. Lemari pendingin dan pendingin ruangan untuk Obat yang termolabil
f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang baik
g. Alarm

Pedoman Pelayanan Farmasi 17


BAB IV
TATA LAKSANA

A. Kebijakan RS Jabal Rahmah Medika


1. RS Jabal Rahmah Medika menetapkan bahwa pedoman pengorganisasian pelayanan
kefarmasian dan penggunaan obat di rumah sakit harus sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan dan diorganisir untuk memenuhikebutuhan pasien.
Pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat merupakan bagian penting dalam
pelayanan pasien sehingga organisasinya harus efektif dan efisien, serta bukan hanya
tanggung jawab apoteker, tetapi juga profesional pemberi asuhan dan staf klinis
pemberi asuhan lainnya. Pengaturan pembagian tanggung jawab bergantung pada
struktur organisasi dan staffing. Struktur organisasi dan operasional sistem pelayanan
kefarmasian serta penggunaan obat di rumah sakit mengacu pada peraturan
perundang-undangan.
Pelayanan kefarmasian dilakukan oleh apoteker yang melakukan pengawasan
dan supervisi semua aktivitas pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat di rumah
sakit.
Untuk memastikan keefektifannya maka rumah sakit melakukan kajian
sekurang-kurangnya sekali setahun. Kajian tahunan mengumpulkan semua informasi
dan pengalaman yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian dan penggunaan
obat, termasuk angka kesalahan penggunaan obat serta upaya untuk menurunkannya.
Kajian bertujuan membuat rumah sakit memahami kebutuhan dan prioritas perbaikan
sistem berkelanjutan dalam hal mutu, keamanan, manfaat, serta khasiat obat dan alat
kesehatan.
Kajian tahunan mengumpulkan semua data, informasi, dan pengalaman yang
berhubungan dengan pelayanan kefarmasian serta penggunaan obat, termasuk antara
lain :
1. Seberapa baik sistem telah bekerja terkait dengan
 seleksi dan pengadaan obat
 penyimpanan
 peresepan/permintaan obat dan instruksi pengobatan
 penyiapan dan penyerahan dan
 pemberian obat
2. Pendokumentasian dan pemantauan efek obat

Pedoman Pelayanan Farmasi 18


3. Monitor seluruh angka kesalahan penggunaan obat (medication error) meliputi
kejadian tidak diharapkan, kejadian sentinel, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak
cedera. dan upaya mencegah dan menurunkannya.
4. Kebutuhan pendidikan dan pelatihan
5. Pertimbangan melakukan kegiatan baru berbasis bukti (evidence based).
Dengan kajian ini rumah sakit dapat memahami kebutuhan dan prioritas
peningkatan mutu serta keamanan penggunaan obat. Sumber informasi obat yang tepat
harus tersedia di semua unit pelayanan. Berdasarkan kebijakan RS Jabal Rahmah Medika
mencakup :
1. Ada regulasi organisasi yang mengelola pelayanan kefarmasian dan penggunaan
obat yang menyeluruh atau mengarahkan semua tahapan pelayanan kefarmasian
serta penggunaan obat yang aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Ada bukti seluruh apoteker memiliki izin dan melakukan supervisi sesuai dengan
penugasannya.
3. Ada bukti pelaksanaan sekurang-kurangnya satu kajian pelayanan kefarmasian dan
penggunaan obat yang didokumentasikan selama 12 bulan terakhir.
4. Ada bukti sumber informasi obat yang tepat, terkini, dan selalu tersedia bagi
semua yang terlibat dalam penggunaan obat.
5. Terlaksana pelaporan kesalahan penggunaan obat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
6. Terlaksana tindak lanjut terhadap kesalahan penggunaan obat untuk memperbaiki
sistem manajemen dan penggunaan obat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
2. RS Jabal Rahmah Medika menetapkan bahwa ada proses seleksi obat dengan benar
yang menghasilkan formularium dan digunakan untuk permintaan obat serta instruksi
pengobatan. Obat dalam formularium senantiasa tersedia dalam stok di rumah sakit
atau sumber di dalam atau di luar rumah sakit.
RS Jabal Rahmah Medika bahwa harus menetapkan formularium obat yang
mengacu pada peraturan perundang-undangan. Formularium ini didasarkan atas misi
rumah sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan yang diberikan. Seleksi obat
adalah suatu proses kerja sama yang mempertimbangkan baik kebutuhan dan
keselamatan pasien maupun kondisi ekonominya. Apabila terjadi kehabisan obat
karena keterlambatan pengiriman, stok nasional kurang, atau sebab lain yang tidak
diantisipasi sebelumnya maka tenaga kefarmasian harus menginformasikan kepada
profesional pemberi asuhan dan staf klinis pemberi asuhan lainnya tentang

Pedoman Pelayanan Farmasi 19


kekosongan obat tersebut serta saran substitusinya atau mengadakan perjanjian
kerjasama dengan pihak luar. Berdasarkan kebijakan RS Jabal Rahmah Medika
mencakup :
1. Ada regulasi organisasi yang menyusun formularium rumah sakit berdasar atas
kriteria yang disusun secara kolaboratif sesuai dengan peraturan
perundangundangan.
2. Ada bukti pelaksanaan apabila ada obat yang baru ditambahkan dalam
formularium maka ada proses untuk memantau bagaimana penggunaan obat
tersebut dan bila terjadi efek obat yang tidak diharapkan, efek samping serta
medication error.
3. Ada bukti implementasi untuk memantau kepatuhan terhadap formularium baik
dari persediaan maupun penggunaanya.
4. Ada bukti pelaksanaan formularium sekurang-kurangnya dikaji setahun sekali
berdasar atas informasi tentang keamanan dan efektivitas.
3. RS Jabal Rahmah Medika menetapkan proses pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan
berkhasiat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Rumah sakit menetapkan
regulasi untuk mendapatkan obat bila sewaktu-waktu obat tidak tersedia.
RS Jabal Rahamah Medika menetapkan bahwa regulasi dan proses pengadaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan peraturan
perundangundangan. Ada kalanya sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai tidak ada dalam stok atau tidak tersedia saat dibutuhkan. RS Jabal Rahmah
Medika harus menetapkan regulasi dan proses untuk pengadaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, serta
berkhasiat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan kebijakan RS
Jabal Rahmah Medika mencakup :
1. Ada regulasi pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, serta berkhasiat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2. Ada bukti bahwa manajemen rantai pengadaan (supply chain management)
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Ada bukti pengadaan obat berdasar atas kontrak.
4. RS Jabal Rahmah Medika menetapkan regulasi untuk mendapatkan obat bila sewaktu-
waktu obat tidak tersedia. Berdasarkan kebijakan RS Jabal Rahmah Medika mencakup
:

Pedoman Pelayanan Farmasi 20


1. Ada regulasi pengadaan bila sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai tidak ada dalam stok atau tidak tersedia saat dibutuhkan.
2. Ada bukti pemberitahuan kepada staf medis serta saran substitusinya.
3. Ada bukti bahwa staf memahami dan mematuhi regulasi tersebut.
5. RS Jabal Rahmah Medika menetapkan tata laksana pengaturan penyimpanan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang baik, benar, serta aman.
Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai disimpan di
tempat yang sesuai, dapat di gudang logistik, di instalasi farmasi, atau di satelit atau
depo farmasi serta diharuskan memiliki pengawasan di semua lokasi penyimpanan.
Berdasarkan kebijakan RS Jabal Rahmah Medika mencakup :
1. Ada regulasi tentang pengaturan penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang baik, benar, dan aman.
2. Ada bukti obat dan zat kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi
label yang terdiri atas isi/nama obat, tanggal kadaluarsa, dan peringatan khusus.
3. Ada bukti implementasi proses penyimpanan obat yang tepat agar kondisi obat
tetap stabil, termasuk obat yang disimpan di luar instalasi farmasi.
4. Ada bukti pelaksanaan dilakukan supervisi secara teratur oleh apoteker untuk
memastikan penyimpanan obat dilakukan dengan baik.
5. Ada bukti pelaksanaan obat dilindungi dari kehilangan serta pencurian di semua
tempat penyimpanan dan pelayanan.
6. RS Jabal Rahmah Medika menetapkan bahwa mengatur tata kelola bahan berbahaya,
seta obat narkotika dan psikotropika yang baik, benar, dan aman sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Beberapa macam obat seperti obat radioaktif dan obat yang dibawa pasien
sebelum rawat inap mungkin memiliki risiko keamanan. Obat program pemerintah
atau obat darurat dimungkinkan ada kesempatan penyalahgunaan atau karena ada
kandungan khusus (misalnya nutrisi), memerlukan ketentuan khusus untuk
menyimpan dan mengawasi penggunaannya. Rumah sakit menetapkan prosedur yang
mengatur tentang penerimaan, identifikasi, tempat penyimpanan, dan distribusi macam
obat-obat ini. Berdasarkan kebijakan RS Jabal Rahmah Medika mencakup :
1. Ada regulasi pengaturan tata kelola bahan berbahaya, serta obat narkotika dan
psikotropika yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundang
undangan.
2. Ada bukti penyimpanan bahan berbahaya yang baik, benar, dan aman sesuai
dengan egulasi.

Pedoman Pelayanan Farmasi 21


3. Ada bukti penyimpanan obat narkotika serta psikotropika yang baik, benar, dan
aman sesuai dengan regulasi.
4. Ada bukti pelaporan obat narkotika serta psikotropika secara akurat sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan.
7. RS Jabal Rahmah Medika menetapkan bahwa mengatur tata kelola penyimpanan
elektrolit konsentrat yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan
perundangundangan. Maksud dan tujuan elektrolit konsentrat termasuk obat yang
perlu diwaspadai (high alert medication). Oleh karena itu RS Jabal Rahmah Medika
perlu mengatur penyimpanan elektrolit konsentrat tersebut. Elektrolit konsentrat tidak
disimpan di unit perawatan, Selain itu penyimpanan elektrolit konsentrat, RS Jabal
Rahmah Medika juga perlu menyediakan mekanisme pengawasan untuk semua lokasi,
dimana elektrolit konsentrat disimpan. Berdasarkan kebijakan RS Jabal Rahmah
Medika mencakup :
1. Ada regulasi rumah sakit tentang proses larangan menyimpan elektrolit konsentrat
di tempat rawat inap, IGD dan ICU, elektrolit konsentrat harus di simpan di
instalasi farmasi.
2. Ada bukti penyimpanan elektrolit konsentrat yang baik, benar, dan aman sesuai
dengan egulasi.
3. Elektrolit konsentrat diberi label obat yang harus diwaspadai (high alert) sesuai
dengan regulasi.
8. RS Jabal Rahmah Medika menetapkan pengaturan penyimpanan dan pengawasan
penggunaan obat tertentu. Beberapa macam obat memerlukan ketentuan khusus untuk
menyimpan dan mengawasi penggunaannya seperti :
a. produk nutrisi
b. obat dan bahan radioaktif
c. obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap mungkin memiliki risiko terhadap
keamanan
d. obat program atau bantuan pemerintah/pihak lain
e. obat yang digunakan untuk penelitian
RS Jabal Rahmah Medika menetapkan prosedur yang mengatur penerimaan,
identifikasi, tempat penyimpanan, dan distribusi macam obat-obat ini.
1. Ada regulasi pengaturan penyimpanan obat dengan ketentuan khusus meliputi
butir a sampai dengan e pada maksud dan tujuan.
2. Ada bukti penyimpanan produk nutrisi yang baik, benar, dan aman sesuai dengan
regulasi.

Pedoman Pelayanan Farmasi 22


3. Ada bukti penyimpanan obat dan bahan radioaktif yang baik, benar, dan aman
sesuai dengan regulasi.
4. Ada bukti penyimpanan obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap yang baik,
benar, dan aman sesuai dengan regulasi.
5. Ada bukti penyimpanan obat program atau bantuan pemerintah/pihak lain yang
baik, benar, dan aman sesuai dengan regulasi.
6. Ada bukti penyimpanan obat yang digunakan untuk penelitian yang baik, benar,
dan aman sesuai dengan regulasi.

9. RS Jabal Rahmah Medika menetapkan regulasi untuk memastikan obat emergensi


yang tersimpan di dalam maupun di luar unit farmasi tersedia, tersimpan aman, dan
dimonitor.
RS Jabal Rahmah Medika menetapkan bahwa jika ada pasien emergensi maka
akses cepat ke tempat obat yang diperlukan menjadi sangat penting dan obat harus
siap pakai bila sewaktu-waktu diperlukan. Setiap RS Jabal Rahmah Medika harus
membuat rencana lokasi penyimpanan obat emergensi, contoh troli obat emergensi
yang tersedia di berbagai unit pelayanan, obat untuk mengatasi syok anafilatik di
tempat penyuntikan, dan obat untuk pemulihan anestesi ada di kamar operasi. Obat
emergensi dapat disimpan di lemari emergensi, troli, tas/ransel, kotak, dan lainnya
sesuai dengan kebutuhan di tempat tersebut. Rumah sakit diminta menetapkan
prosedur untuk memastikan ada kemudahan untuk mencapai dengan cepat tempat
penyimpanan obat emergensi jika dibutuhkan, termasuk obat selalu harus segera
diganti kalau digunakan, bila rusak, atau kadaluarsa. Selain itu, keamanan obat
emergensi harus diperhatikan. Berdasarkan kebijakan RS Jabal Rahmah Medika
mencakup :
1. Ada regulasi pengelolaan obat emergensi yang tersedia di unit-unit layanan agar
dapat segera dipakai untuk memenuhi kebutuhan darurat serta upaya pemeliharaan
dan pengamanan dari kemungkinan pencurian dan kehilangan.
2. Ada bukti persediaan obat emergensi lengkap dan siap pakai.
3. Ada bukti pelaksanaan supervisi terhadap penyimpanan obat emergensi dan segera
diganti apabila dipakai, kadaluwarsa, atau rusak.
10. RS Jabal Rahmah Medika menetapkan bahwa memiliki sistem penarikan kembali
(recall), pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
tidak layak digunakan karena rusak, mutu substandar, atau kadaluwarsa.

Pedoman Pelayanan Farmasi 23


RS Jabal Rahmah Medika menetapkan dan melaksanakan identifikasi dalam
proses penarikan kembali (recall) oleh Pemerintah, pabrik, atau pemasok. RS Jabal
Rahmah Medika juga harus menjamin bahwa sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis yang tidak layak pakai karena rusak, mutu substandard, atau
kadaluwarsa tidak digunakan serta dimusnahkan. Berdasarkan kebijakan RS Jabal
Rahmah Medika mencakup :
1. Ada regulasi penarikan kembali (recall) dan pemusnahan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang tidak layak pakai karena rusak, mutu
substandard, atau kadaluwarsa.
2. Ada bukti pelaksanaan penarikan kembali (recall) sesuai dengan regulasi yang
ditetapkan.
3. Ada bukti pelaksanaan pemusnahan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan.

11. RS Jabal Rahmah Medika telah menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses
meningkatkan keamanan terhadap obat – obat yang perlu diwaspadai.
Setiap obat jika salah penggunaannya dapat membahayakan pasien, bahkan
bahayanya dapat menyebabkan kecacatan atau kematian pada pasien, terutama obat-
obat yang perlu diwaspadai. Obat yang perlu diwaspadai adalah obat yang
mengandung risiko meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan
kerugian besar pada pasien.
Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas
 Obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat dapat
menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, heparin, atau
kemoterapeutik.
 Obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinis tampak / kelihatan sama
(look alike), bunyi ucapan sama (sound like), seperti xanax dan zantac atau
hydralazine dan hydroxyzine atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip
(NORUM).
 Elektrolit konsentrat seperti potasium klorida dengan konsentrasi sama atau
lebih dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar
dari 3 mmol/ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9 % dan
magnesium sulfat dengan konsentrasi 20 %, 40 %, atau lebih.
Ada banyak obat yang termasuk dalam kelompok NORUM. Nama – nama yang
membingungkan ini umumnya menjadi sebab terjadi medication error di seluruh
dunia.

Pedoman Pelayanan Farmasi 24


Penyebab hal ini adalah
1. Pengetahuan tentang nama obat yang tidak memadai
2. Ada produk baru
3. Kemasan dan label sama
4. Indikasi klinis sama
5. Bentuk, dosis, dan aturan pakai sama
6. Terjadi salah pengertian waktu memberikan perintah.

Daftar obat yang perlu diwaspadai (high alert medication) tersedia di berbagai
organisasi kesehatan seperti the World Health Organization (WHO) dan Institute for
safe Health Medication Practices (ISMP), di berbagai kepustakaan, serta pengalaman
rumah sakit dalam hal KTD atau kejadian sentinel.
Isu tentang penggunaan obat adalah pemberian yang salah atau ketidak sengajaan
menggunakan elektrolit konsentrat. Contohnya, potasium klorida dengan konsentrasi
sama atau lebih dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih
besar dari 3 mmol/ml natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9 % dan
magnesium sulfat dengan konsentrasi 20 %, 40 % atau lebih.
Kesalahan dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh orientasi cukup baik di unit
perawatan pasien dan apabila perawat tidak memperoleh orientasi cukup atau saat
keadaan darurat. Cara paling efektif untuk mengurangi atau menghilangkan kejadian
ini adalah dengan menetapkan proses untuk mengelola obat yang perlu diwaspadai
(high alert medication) dan memindahkan elektrolit konsentrat dari area layanan
perawatan pasien ke unit farmasi. (lihat juga PKPO 3 EP 4).
RS Jabal Rahmah Medika telah membuat daftar semua obat high alert dengan
menggunakan informasi atau data yang terkait penggunaan obat di dalam rumah sakit,
data tentang “kejadian yang tidak diharapkan” (adverse event) atau “kejadian nyaris
cedera” (near miss) termasuk risiko terjadi salah pengertian tentang NORUM.
Informasi dari kepustakaan seperti dari Institute for Safe Health Medication Practices
(ISMP), kementerian kesehatan, dan lainnya. Obat-obat ini dikelola sedemikian rupa
untuk menghindari kesalahan dalam penyimpanan, penataan dan penggunaannya
termasuk administrasinya, contoh dengan memberi label atau petunjuk tentang cara
menggunakan obat dengan benar pada obat-obat high alert.
Untuk meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai, RS Jabal Rahmah
Medika telah menetapkan risiko spesifik dari setiap obat dengan tetap memperhatikan
aspek peresepan, penyimpanan, pencatatan, penggunaan, serta monitoringnya. Obat

Pedoman Pelayanan Farmasi 25


high alert harus disimpan di instalasi farmasi/unit/depo. Bila rumah sakit ingin
menyimpan di luar lokasi tersebut, disarankan disimpan di depo farmasi yang berada
di bawah tanggung jawab apoteker. Berdasarkan kebijakan RS Jabal Rahmah Medika
mencakup:
1. Ada regulasi tentang penyediaan, penyimpanan, penataan, penyiapan dan
penggunaan obat yang perlu di waspadai.
2. RS Jabal Rahmah Medika mengimplementasikan regulasi yang telah dibuat.
3. Di RS Jabal Rahmah Medika telah tersedia daftar semua obat yang perlu
diwaspadai, yang disusun berdasar data spesifik sesuai kebijakan dan prosedur.
4. Tempat penyimpanan, pelabelan, penyimpanan obat yang perlu diwaspadai,
termasuk obat “look-alike / sound-alike” semua diatur di tempat aman.
12. RS Jabal Rahmah Medika telah menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses
mengelola penggunaan elektrolit konsentrat. Berdasarkan kebijakan RS Jabal Rahmah
Medika mencakup :
1. RS Jabal Rahmah Medika telah menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses
mencegah kesalahan dalam mengelola elektrolit konsentrat
2. Elektrolit konsentrat hanya tersedia di unit kerja / instalasi farmasi / depo farmasi
Penyediaan obat – obat high alert yang harus di perhatikan adalah:
1. Semua pemakaian Obat high Alert untuk pasien baik rawat jalan maupun rawat
inap harus menggunakan resep dokter
2. Setiap Obat high alert yang diresepkan harus sesuai dengan yang tercantum dalam
rekam medis
3. Intruksi lisan hanya diperbolehkan dalam keadaan emergensi

Penyimpanan Obat – obat high alert


Lokasi penyimpanan obat yang perlu diwaspadai berada di logistik farmasi,
instalasi farmasi dan ruang perawatan, OK, IGD, dan VK kecuali elektrolit konsentrat
hanya berada di logistik farmasi dan instalasi farmasi . Obat disimpan sesuai dengan
kriteria penyimpanan perbekalan farmasi, utamanya dengan memperhatikan jenis
sediaan obat, sistem FEFO dan FIFO serta ditempelkan sesuai ketentuan obat high
alert.
Asisten apoteker/logistik farmasi/pelayanan farmasi yang menerima elektrolit
konsentrat segera memisahkan obat yang termasuk golongan obat high alert,
tempelkan stiker merah bertuliskan high alert pada setiap kemasan obat high alert.

Pedoman Pelayanan Farmasi 26


Berikan selotip merah pada sekeliling tempat penyimpanan obat high alert yang
terpisah dari obat lain.
Penyimpanan obat high alert
a. Obat high alert harus disimpan terpisah, akses terbatas, diberi label yang jelas pada
tempat penyimpanan
b. Setelah diterima, pisahkan obat yang termasuk kelompok high alert sesuai daftar
obat high alert RS Jabal Rahmah Medika
c. Simpan obat narkotika dan psikotropika secara terpisah dalam lemari terkunci
double, dan double pintu.

Penyimpanan obat LASA


a. Simpan obat LASA sama sebagaimana obat lainnya yaitu berdasarkan bentuk
sediaan, suhu penyimpanan, tanggal kadaluarsa dan di beri label.
b. Susun obat-obatan yang termasuk LASA sesuai abjad
c. Walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama harus diselingi dengan nama
obat yang berbeda

Penyimpanan elektrolit konsentrat


a. Untuk obat-obatan yang termasuk elektrolit konsentrat hanya tersedia di instalasi
farmasi.
b. Obat termasuk elektrolit konsentrat diberi label high alert dan disimpan pada area
yang dibatasi ketat dan dipisah dengan obat lain.
c. Ada daftar obat high alert pada penyimpanan
d. Berikan selotip merah pada sekeliling tempat penyimpanan obat high alert yang
terpisah dari obat lain.

Penataan Obat high alert, Untuk penataan obat – obat high alert di RS Jabal
Rahmah Medika antara lain :
1. Disimpan di tempat terpisah, akses terbatas dan diberi label high alert.
2. Tempat penyimpanan disertakan daftar obat high alert
3. Elektrolit konsentrat hanya disimpan pada instalasi farmasi
4. Obat – obat LASA (Look Alike Sound Alike), obat – obatan yang bentuk /
rupanya mirip dan pengucapannya / namanya mirip tidak boleh di letakkan
berdekatan . Walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama harus diselingi
dengan obat yang berbeda

Pedoman Pelayanan Farmasi 27


5. Diberi selotip merah disekitar penyimpanan obat high alert

Penyiapan obat – obat high alert, penyiapan obat yang perlu diwaspadai
diruang perawtan
1. Dilakukan pemeriksaan kedua oleh petugas farmasi yang berbeda sebelum obat
diserahkan kepada perawat
2. Petugas farmasi pertama dan kedua, membubuhkan tanda tangan dan nama jelas
dibagian belakang resep sebagai bukti telah dilakukan double check
3. Pemberian elektrolit pekat harus dengan pengenceran dan penggunaan label
khusus
4. Pastikan pengenceran dan pencampuran obat dilakukan oleh orang yang
berkompeten
5. Biasakan mengeja obat dengan kategori obat LASA / NORUM (Look Alike Sound
Alike)

Cara pengenceran elektrolit konsentrat


1. Kalium Klorida Flash otsu – KCl 7.46
Harus diencerkan sebelum digunakan dengan perbandingan 1 ml KCl : 10 ml
pelarut (WFI / Nacl 0,9 %). Konsentrasi dalam larutan maksimum adalah 10
mEq/100 ml. Kecepatan pemebrian KCl tidak lebih dari 10 – 20 mEq / jam dan
dosis maksimum selama 24 jam adalah 200 mEq Kompatibilitas : D5%, D10%,
D20% selama 24 jam, NaCl 0,9 % dan dengan Ca Glukonas
2. Magnesium Sulfat (MgSO4) Flash MgSO4 20 % 25 ml, (MgSO4) 40 % 25 ml
Untuk injeksi intravena, penggunaan dengan konsentrat 20 % atau kurang, laju
injeksi tidak boleh melebihi 1,5 ml larutan 10 % permenit Untuk injeksi IM,
penggunaan 25% atau 50% untuk pasien dewasa.
Pengenceran 20% untuk bayi dan anak – anak
Kompatibilitas : Dextrose 5%, NaCl 0,9%, RL
3. Natrium Bikarbonat Flash Meylon
Harus diencerkan sebelum digunakan
Untuk penggunaan bolus : diencerkan dengan perbandingan 1 ml NaBic : 1 ml
pelarut WFI, untuk pemberian bolus dengan kecepatan maksimum 10 mEq/menit
Untukpenggunaan infus drip : diencerkan dengan perbandingan 0,5 ml NaBic : 1
ml dextrose 5 %, pemberian drip infus dilakukan dengar kecepatan maksimum 1
mEq/kgBB/jam

Pedoman Pelayanan Farmasi 28


4. Natrium Klorida 3% (NaCl) infus NaCl infus 3 % 500 ml
Diberikan melalui vena sentral dengan kecepatan infus tidak lebih dari 100 ml
pelarut/jam

Penggunaan Obat high alert


Penggunaan Obat kategori high alert harus diatur sedemikian rupa, yang
bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam penggunaannya dan memudahkan
dalam monitoring (pemantauan) selama proses penggunaan obat kategori high alert.
Setiap penggunaan obat high alert sebagai terapi pada pasien rawat inap di RS Jabal
Rahmah Medika minimal dilakukan oleh 2 (dua) orang petugas kesehatan yang
berbeda.

B. Pengelolaan Perbekalan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis Pakai
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh rangkaian kegiatan
perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
ketentuan yang berlakuserta memastikan kualitas, manfaat dan keamanannya. Pengelolaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus
kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi
yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan menggunakan proses yang efektif untuk
mrnjamin kendali mutu dan kendali biaya. Dalam ketentuan pasal 15 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan baha pengelolaan Alat Kesehatan,
Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh
Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Alat Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi
sistem satu pintu berupa alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat
kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan, dan stent.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk pembuatan
formularium, pengadaan, dan pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang bertujuan untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi
Farmasi Rumah Sakit. Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit meruoakan tanggung jawab Instalasi
Farmasi Rumah Sakit, sehinnga tidak ada pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Pedoman Pelayanan Farmasi 29


Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi
Rumah Sakit.
Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi sebagai satu-satunya
penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat
dalam hal :
1. Pelakasanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
3. Penjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
4. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
5. Pemantauan terapi obat.
6. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien).
7. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang akurat.
8. Peningkatan pelayanan mutu Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit.
9. Peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan pegawai.

Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen penggunaan Obat yang
efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang sekurang-kurangnya sekali setahun.
Peninjauan ulang sangat membantu Rumah Sakit memahami kebutuhan dan prioritas dari
perbaikan sistem dan keselamatan penggunaan Obat yang berkelanjutan.
Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan Obat untuk meningkatkan
keamanan, khusunya Obat yang perlu diwaspadai (high-alert medication). High-alert
medication adalah Obat yang harus diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan obat yang berisiko tinggi menyebabkan
Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD).
Kelompok Obat high-alert diantaranya :
 Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip ( Nama Obat Rupa dan Ucapan
Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
 Elektrolit konsentrat tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat,
kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%, dan magnesium sulfat =50% atau
lebih pekat).
 Obat-Obat Sitostatika.

Pedoman Pelayanan Farmasi 30


Pengelolaan Elektrolit konsentrat hal – hal yang harus di perhatikan antara lain :
1. Setiap pemberian obat menerapkan 5 benar
2. Pemberian elektrolit pekat harus dengan pengenceran dan penggunaan label khusus
3. Pastikan pengenceran dan pencampuran obat dilakukan oleh orang yang berkompeten
4. Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan tinggi di meja dekat pasien tanpa
pengawasan

A. Kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai meliputi :
1. Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai sesuai kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan :
1. Formularium dan standar pengobatan / pedoman diagnosa dan terapi
2. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang telah
ditetapkan
3. Pola penyakit
4. Efektifitas dan keamanan.
5. Pengobatan berbasis bukti
6. Mutu
7. Harga
8. Ketersediaan di pasaran

Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium Nasional. formularium


Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi
dan Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis Resep, pemberi obat,
penyedia obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara
rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit. Penyusunan dan
revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan
ekonomi dari penggunaan obat agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu
mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional. Tahapan proses
penyusunan Formularium Rumah Sakit :
1. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik Fungsional (SMF)
berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medik.

Pedoman Pelayanan Farmasi 31


2. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi.
3. Membahas usulan tersebut dalam rapat Tim Farmasi dan Terapi (TFT), jika diperlukan
dapat meminta masukan dari pakar.
4. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Tim Farmasi dan Terapi (TFT),
dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapat umpan balik.
5. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF.
6. Menetapkan daftar obat yang masuk kedalam Formularium Rumah Sakit.
7. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi.
8. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan melakukan
monitoring.
Kriteria pemilihan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai untuk masuk dalam formularium meliputi :
1. Mengutamakan penggunaan obat generik.
2. Memiliki rasio manfaat – resiko ( benefit risk ratio ) yang paling menguntungkan
pasien.
3. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailibilitas.
4. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan.
5. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan.
6. Menguntungkan dalam hal kepatuhandan penerimaan oleh pasien.
7. Memiliki rasio manfaat–risiko (benefitriskratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak langsung.
8. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga terjangkau.

Sedangkan pemilihan alat kesehatan di rumah sakit berdasarkan dari data pemakaian oleh
user, standar ISO, daftar harga alat kesehatan, serta spesifikasi mutu yang ditetapkan oleh
rumah sakit.
Selain kriteria untuk memilih obat untuk masuk formularium, ditentukan pula
kriteria untuk penghapusan obat dari formularium, antara lain sebagai berikut :
1. Obat-obat yang jarang digunakan (slow moving) akan dievaluasi,
2. Obat-obat yang tidak digunakan (deathstock) dalam waktu 3 bulan maka akan
diingatkan pada dokter-dokter terkait yang akan menggunakan obat tersebut. Apabila
pada bulan berikutnya tetap tidak digunakan, maka obat tersebut dikeluarkan dari
formularium.
3. Obat-obat yang dalam proses penarikan oleh Pemerintah/BPOM atau dari pabrikan.

Pedoman Pelayanan Farmasi 32


Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap Formularium Rumah Sakit, maka
Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait dengan penambahan atau pengurangan Obat
dalam Formularium Rumah Sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaan,
efektivitas, risiko, dan biaya.

2. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan
hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan metode yang
dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain
konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan
dengan anggaran yang tersedia.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan :
1. Anggaran yang tersedia
2. Penetapan prioritas
3. Sisa persediaan
4. Data pemakain periode yang lalu
5. Waktu tunggu pemesanan
6. Rencana pengembangan

3. Pengadaan
Pengadaan sediaan farmasi merupakan proses penyediaan obat yang dibutuhkan di
rumah sakit dan untuk unit pelayanan kesehatan lainnya yang diperoleh dari pemasok
eksternal melalui pembelian dari manufaktur, distributor, atau pedagang besar farmasi
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksud untuk merealisasikan perencanaan
kebutuhan.pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang
tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai dengan satndar mutu. Pengadaan merupakan
kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan,
penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok,
penentuan spesifik kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran.
Untuk memastikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan mutu dan spessififkasi yang dipersyaratkan maka jika proses pengadaan
dilaksanakan oleh bagian lain diluar Instalasi Farmasi harus melibatkan tenaga kefarmasian.

Pedoman Pelayanan Farmasi 33


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain :
1. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa.
2. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
3. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai
Nomor Izin Edar.
4. Expire date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada
kondisi tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan.
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok obat yang
secara normal tersedia di Rumah Sakit dan mendapatkan obat saat Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui :

4. Pembelian
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif merupakan suatu metode penting untuk
mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua atau lebih
pemasok, pelaksana pembelian harus mendasarkan pada kriteria berikut: mutu produk,
reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu pelayanan
pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan pengemasan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembelian adalah :
1) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, yang
meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat.
2) Persyaratan pemasok.
1. Akte pendirian perusahaan dan pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak
Azasi Manusia
2. Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP)
3. NPWP
4. Izin Pedagang Besar Farmasi – Penyalur Alat Kesehatan ( PBF – PAK )
5. Perjanjian kerja sama antara distributor dengan prinsipal dan Rumah Sakit
6. Nama dan Surat Izin Kerja Apoteker untuk apoteker penanggung jawab PBF
7. Alamat dan denah kantor PBF
8. Surat garansi jaminan keaslian produk yang didistribusikan (dari prinsipal ).
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai.
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.

Pedoman Pelayanan Farmasi 34


Beberapa jenis obat, bahan aktif yang mempunyai masa kadaluwarsa relatif pendek
harus diperhatikan waktu pengadaannya. Untuk itu harus dihindari pengadaan dalam jumlah
besar.
Guna menjamin tata kelola perbekalan farmasi yang baik, dalam proses pengadaan
maka dibuat :
1) SPO Pengadaan
2) SPO Pengadaan obat atau alat kesehatan bila tidak tersedia

5. Penerimaan
Penerimaan adalah kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak atau surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen terkait dengan penerimaan barang harus
tersimpan dengan baik.
Penerimaan perbekalan farmasi harus dilakukan oleh petugas yang bertanggung
jawab. Petugasyang dilibatkan dalam penerimaan harus terlatih baik dalam tanggungjawab
dan tugas mereka, serta harus mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi. Dalam tim
penerimaan farmasi harus ada tenaga farmasi. Semua perbekalan farmasi yang diterima harus
diperiksa dan disesuaikan dengan spesifikasi pada order pembelian rumahsakit. Semua
perbekalan farmasi harus ditempatkan dalam tempat persediaan, segera setelah diterima,
perbekalan farmasi harus segera disimpan di dalam lemari atau tempat lain yang
aman.Perbekalan farmasi yang diterima harussesuai dengan spesifikasi kontrak yang telah
ditetapkan.

6. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan penyimpanan sebelum
dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan
kefarmasian. Persyaratan kefarmasian dimaksud meliputi persyartan stabilitas dan keamanan,
sanitasi, cahaya, kelembapan, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Tujuan penyimpanan adalah :
1) Memelihara mutu sediaan farmasi
2) Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
3) Menjaga ketersediaan

Pedoman Pelayanan Farmasi 35


4) Memudahkan pencarian dan pengawasan
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan, pencarian dan
pengawasan perbekalan farmasi, diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan baik.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain :
1) Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan Obat diberi label yang
secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal
kadaluarsa dan peringatan khusus.
2) Elektrolit konsentrat tinggi tidak disimpan di unit perawatan.
3) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa oleh
pasien harus disimpan secara khusus di Instalasi Farmasi dan dapat diidentifikasi.
Untuk obat yang dilanjutkan sesuai terapi disimpan di Instalasi Farmasi dan untuk
obat yang tidak dilanjutkan disimpan di lemari rekonsiliasi di Instalasi Farmasi.
4) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk menyimpan barang lainnya yang
menyebabkan kontaminasi.
5) RS Jabal Rahmah Medika tidak menerima obat sampel dan produk nutrisi disimpan
sesuai rekomendasi pabrikan.
6) RS Jabal Rahmah Medika menyimpan obat program pemerintah sesuai dengan
petunjuk produsen obat.
7) RS Jabal Rahmah Medika tidak menyimpan bahan radioaktif dan obat yang digunakan
untuk penelitian.
8) Pengaturan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun dan pengaturan pengelolaan
obat narkotika dan psikotropika di bahas dalam pedoman medication safety.
Instalasi farmasi harus dapat memastikan bahwa obat disimpan secara benar dan
diinspeksi secara periodik.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus disimpan
secara terpisah yaitu :
1) Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus
bahan berbahaya.
2) Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaan unruk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas medis
kosong terpisah dari gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di
ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis

Pedoman Pelayanan Farmasi 36


dengan menerapkan prinsip First Expired Firs Out (FEFO) DAN First In First Out (FIFO)
disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike
Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk
mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan obat emergensi untuk kondisi
kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari
penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan obat emergensi harus menjamin :
1) Obat emergency tersedia disemua unit palyanan pasien
2) Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergensi yang telah ditetapkan
dismpan dalam troli/kotak emergenci yang terpasang segel untuk menghindari obat
hilang atau tidak tersedia saat dibutuhkan.
3) Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain.
4) Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti dan saat pergantian
petugas menyerahkan resep obat/alkes yang digunakan.
5) Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluarsa oleh Apoteker, untuk diperiksa
kembali isi dan masa kadaluarsa obat emergency dalam troli/kotal dan juga keutuhan
segel, agar obat emergency selalu tersedia saat dibutuhkan.
6) Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
7) Persediaan untuk masing-masing item perbekalan farmasi ditetapkan oleh tim panitia
farmasi dan terapi.

Selain adanya sistem penyimpanan yang baik, dibuat pula sistem pengawasan obat,
dengan tujuan agar sediaan farmasi terlindung dari kehilangan dan pencurian, yaitu dengan
cara:
1) Membuat peringatan tertulis “Selain Petugas Farmasi yang berkepentingan,
dilarang masuk ke area pelayanan obat”.
2) Melakukan pengisian kartu stok obat.
Guna menjamin tata kelola perbekalan farmasi yang baik, dalam proses penyimpanan
maka dibuat :
1) SPO penyimpanan perbekalan farmasi di unit farmasi
2) SPO penyimpanan obat high alert
3) SPO penyimpanan narkotika dan psikotropika
4) SPO penyimpanan perbekalan farmasi di unit kerja

Pedoman Pelayanan Farmasi 37


5) SPO Penyimpanan Bahan Berbahaya Beracun

Obat program kesehatan


Obat program kesehatan adalah obat yang disediakan untuk keperluan program
kesehatan baik yang bersekala nasional maupun local. Obat dimaksud digunakan untuk
keperluan program kesehatan tertentu seperti vitamin A dan vaksinasi wajib.
Sumber pembiayaan obat program kesehatan dapat berasal dari APBN/SPBD maupun
bantuan luar negri. Pada umumnya rumah sakit tidak perlu mengadakan obat program,
kesehatan, akan tetapi rumah sakit dapat berkontribusi dalam perencanaan kebutuhan tetapi
obat tersebut dengan berkoordinasi dengan dinas kesehatan.
Guna menjamin tata kelola perbekalan farmasi yang baik, dalam proses penyimpanan maka
dibuat :
1) SPO penyimpanan vaksin

6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu,
stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem
distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara :
1. Resep Perorangan
Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan dan rawat inap melalaui
Instalasi Farmasi
Keuntungan resep perorangan, yaitu:
1) Semua resep/order dikaji langsung oleh apoteker, yang kemudian memberikan
keterangan atau informasi kepada pasien secara langsung.
2) Memberikan kesempatan interaksi profesional antara Apoteker, Dokter , perawat,
dan pasien.
3) Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat.
4) Mempermudah penagihan biaya perbekalan farmasi bagi pasien.
5) Kelemahan / kerugian sistem resep perorangan, yaitu:
6) Memerlukan waktu yang lebih lama.

Pedoman Pelayanan Farmasi 38


7) Pasien membayar obat yang kemungkinan tidakdigunakan.

2. Sistem Distribusi Dosis Unit (Unit Dose Dispensing =UDD)


Pendistribusian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam unit dosis tunggal atau ganda,
untuk penggunaan satu kali dosis per pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk
pasien rawat inap.
Beberapa keuntungan sistem distribusi dosis unit yang lebih rinci sebagai berikut:
1) Pasien hanya membayar perbekalan farmasi yang dikonsumsinya saja.
2) Semua dosis yang diperlukan pada unit perawatan telah disiapkan oleh IFRS.
3) Mengurangi kesalahan pemberian perbekalan farmasi.
4) Menghindari duplikasi order perbekalan farmasi yang berlebihan.
5) Meningkatkan pemberdayaan petugas profesional dan non profesional yang lebih
efisien.
6) Mengurangi risiko kehilangan dan pemborosanperbekalan farmasi.
7) Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS di rumah sakit secara
keseluruhan sejak dari dokter menulis resep/order sampai pasien menerima dosis
unit
8) Sistem komunikasi pengorderan dan distribusi perbekalan farmasi bertambah baik.
9) Apoteker dapat datang ke unit perawatan / ruang pasien, untuk melakukan
konsultasi perbekalan farmasi, membantu memberikan masukan kepada tim,
sebagai upaya yang diperlukan untuk perawatan pasien yang lebih baik.
10) Peningkatan dan pengendalian dan pemantauan penggunaan perbekalan farmasi
menyeluruh.
11) Memberikan peluang yang lebih besar untuk prosedur komputerisasi.
Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah meningkatnya kebutuhan tenaga
farmasi dan meningkatnya biaya operasional.
Petunjuk teknis mengenai evaluasi Peresepan akan diatur lebih lanjut pada
Panduan Penulisan Resep.

7. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Habis Pakai. Pengendalian penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Habis
Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus bersama dengan TFT di Rumah Sakit.

Pedoman Pelayanan Farmasi 39


Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Habis Pakai adalah :
1) Memperkirakan/menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu.
2) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving).
3) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan
berturut-turut (death stock).
4) Stok opname yang dilakukan setiap satu tahun sekali.
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai adalah untuk :
1) Penggunaan obat sesuai dengan formularium Rumah Sakit
2) Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
3) Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluarsa, dan kehilangan serta pengembalian
pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai adalah :
1) Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving).
2) Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga bulan berturut-
turut (death stock).
3) Stock opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.

8. Pemusnahan dan Penarikan


Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar /ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh
BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary
recall) dengan tetap memberikan laporan kepada kepala BPOM.
Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai bila :
1) Produk tidak memenuhi persyaratan mutu.
2) Produk telah kadaluarsa. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan.
3) Dicabut izin edarnya.

Pedoman Pelayanan Farmasi 40


Tahap– tahap proses pemusnahan obatdan perbekalan kesehatan adalah:
1) Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang akan dimusnahkan.
2) Menyiapkan berita acara pemusnahan.
3) Mengordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait.
4) Menyiapkan tempat pemusnahan.
5) Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta
peraturan yang berlaku.
6) Pembuatan pelaporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan.
Laporan pemusnahan obat dan perbekalan kesehatan, ditandatangani oleh Apoteker
dan saksi dalam pelaksanaan pemusnahan (berita acara terlampir).
Dalam proses pemusnahan obat, prosedur yang dipilih adalah dengan kerja sama
dengan pihak ketiga.
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM). Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan oleh BPOM atau pabrikan asal. Rumah Sakit harus mempunyai sistem pencatatan
terhadap kegiatan penarikan.

9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan
penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri dari :
a. Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan,
penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan
penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat
secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan,
triwulanan, semester atau pertahun).
Jenis-jenis pelaporan yang dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku.
Pencatatan dilakukan untuk:
1) persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM
2) dasar akreditasi Rumah Sakit
3) dasar audit Rumah Sakit
4) dokumentasi farmasi.

Pedoman Pelayanan Farmasi 41


Pelaporan dilakukan sebagai:
1) komunikasi antara level manajemen
2) penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di Instalasi Farmasi
3) laporan tahunan.

b. Administrasi Keuangan
Apabila Instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka perlu menyelenggarakan
administrasi keuangan. Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran,
pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan,
penggunaan laporan yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian secara
rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.
c. Administrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak terpakai karena
kadaluwarsa, rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai
dengan prosedur yang berlaku.

B. Manajemen Risiko Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
Manajemen risiko merupakan aktivitas Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan untuk
identifikasi, evaluasi, dan menurunkan risiko terjadinya kecelakaan pada pasien, tenaga
kesehatan dan keluarga pasien, serta risiko kehilangan dalam suatu organisasi.
Manajemen risiko pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan melalui beberapa langkah yaitu:
1) Menentukan konteks manajemen risiko pada proses pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
2) Mengidentifikasi Resiko.
Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain :
1. Ketidaktepatan perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai selama periode tertentu
2. Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tidak
melalui jalur resmi

Pedoman Pelayanan Farmasi 42


3. Pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
belum/tidak teregistrasi
4. Keterlambatan pemenuhan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai
5. Kesalahan pemesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
6. Habis Pakai seperti spesifikasi (merek, dosis, bentuk sediaan) dan kuantitas
7. Ketidaktepatan pengalokasian dana yang berdampak terhadap
pemenuhan/ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
8. Ketidaktepatan penyimpanan yang berpotensi terjadinya kerusakan dan kesalahan
dalam pemberian
9. Kehilangan fisik yang tidak mampu telusur 9. Pemberian label yang tidak jelas
atau tidak lengkap
10. Kesalahan dalam pendistribusian.
3) Menganalisa Risiko
Analisa risiko dapat dilakukan kualitatif, semi kuantitatif, dan kuantitatif. Pendekatan
kualitatif dilakukan dengan memberikan deskripsi dari risiko yang terjadi. Pendekatan
kuantitatif memberikan paparan secara statistik berdasarkan data sesungguhnya.
4) Mengevaluasi Risiko
Membandingkan risiko yang telah dianalisis dengan kebijakan pimpinan Rumah Sakit
(contoh peraturan perundang-undangan, Standar Operasional Prosedur, Surat Keputusan
Direktur) serta menentukan prioritas masalah yang harus segera diatasi. Evaluasi dapat
dilakukan dengan pengukuran berdasarkan target yang telah disepakati.

5) Mengatasi Risiko
Mengatasi risiko dilakukan dengan cara:
1) Melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit
2) Mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi resiko
3) Menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis)
4) Menganalisa risiko yang mungkin masih ada
5) Mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko, mengurangi
risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan mengendalikan risiko.

C. Pelayanan Farmasi Kelinik


a. Pelayanan Farmasi Klinik

Pedoman Pelayanan Farmasi 43


Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker
kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko
terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety)
sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:
1. Pengkajian dan pelayanan Resep
2. Penelusuran riwayat penggunaan Obat
3. Rekonsiliasi Obat
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
5. Konseling
6. Visite
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
10. Dispensing sediaan steril
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jabal Rahmah Medika telah melaksanakan farmasi klinis,
namun karena keterbatasan alat, Instalasi Farmasi RS Jabal Rahmah Medika tidak melayani
pemantauan kadar obat dalam darah.
Kegiatan pelayanan farmasi klinik meliputi :

1. Pengkajian dan pelayanan resep


Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian
resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan
disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep, dilakukan upaya
pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error) dengan melaksanakan
aktivitas sesuai standar prosedur operasional dan melakukan dokumentasi aktivitas.
Proses telaah resep dilaksanakan oleh apoteker yang telah melalui proses uji
kompetensi atau tenaga teknis kefarmasian yang telah teregitrasi, sebagaibagian dari
kewenangan klinis Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Pengkajian resep dilakukan untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila
ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep.

Pedoman Pelayanan Farmasi 44


Kegiatannya adalah Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian harus melakukan
pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmaseutik dan persyaratan
klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
1. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan serta tinggi badan pasien
2. Nama dan paraf dokter
3. Tanggal resep
4. Ruangan/unit asal resep
Persyaratan farmaseutik meliputi :
1. Nama obat, bentuk, dan kekuatan sediaan
2. Dosis dan Jumlah obat
3. Stabilitas
4. Aturan, dan cara penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi :
a. ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat
b. duplikasi pengobatan
c. alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
d. kontraindikasi
e. interaksi Obat.

Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan


Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan
Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).
Petunjuk teknis mengenai pengkajian dan pelayanan Resep akan diatur lebih lanjut
oleh Direktur Jenderal.
Selain melakukan proses pengkajian resep, Apoteker harus memastikan bahwa resep
dapat terbaca sehingga dapat dilayani. Bila ada resep yang tidak terbaca.
Apoteker melakukan prosedur penanganan resep yang tidak terbaca. Tahap-tahap
proses yang dilakukan antara lain :
1. Menghubungi dokter penulis resep dengan menyebutkan identitas pasien, ruangan, dan
diagnose.
2. Menjelaskan pada dokter bahwa resep yang ditulis tidak terbaca, menyebutkan obat lain
dalam resep bila diperlukan.

Pedoman Pelayanan Farmasi 45


3. Menulis obat yang dimaksud ke dalam form telaah resep di kolom catatan dan tindak
lanjut, tulis nama Apoteker / TTK yang melakukan proses, tulis tanggal dan jam.
4. Melayani resep.

Guna menjamin tata kelola kegiatan farmasi klinik yang baik,dalam proses
pengkajian dan pelayanan pasien maka dibuat pedoman Pengkajian dan Pelayanan Resep dan
SPO :
1. SPO Penulisan Resep
2. SPO Telaah Resep
3. SPO Telaah Obat
4. SPO Resep Tidak Terbaca
Petunjuk teknis mengenai Pengkajian Resep akan diatur lebih lanjut pada Panduan
Penulisan Resep.
2. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan Obat merupakan proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh Obat/Sediaan Farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan,
riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan
penggunaan Obat pasien.
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan Obat:
A. Membandingkan riwayat penggunaan Obat dengan data rekam medik/pencatatan
penggunaan Obat untuk mengetahui perbedaan informasi penggunaan Obat
B. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan
lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan
C. Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
D. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat
E. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan Obat
F.Melakukan penilaian rasionalitas Obat yang diresepkan
F. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap Obat yang digunakan
G. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan Obat
H. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan Obat
I. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap Obat dan alat bantu kepatuhan minum
Obat (concordance aids)
J. Mendokumentasikan Obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
K. sepengetahuan dokter

Pedoman Pelayanan Farmasi 46


L. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternatif yang
mungkin digunakan oleh pasien.

Kegiatan:
1) Penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya
2) Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien
Informasi yang harus didapatkan :
a. Nama Obat (termasuk Obat non Resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan,
indikasi dan lama penggunaan Obat
b. Reaksi Obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat alergi
c. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan Obat (jumlah Obat yang tersisa).

3. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan
obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi
obat.
Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu
Rumah Sakit ke Rumah Sakit Lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari
Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah :
1) Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan pasien.
2) Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter.
3) Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.
Tahapan rekonsiliasi Obat yaitu :
1) Pengumpulan data
Mencatat dan memverifikasi Obat yang sedang dan akan digunakan pasien, meliputi
nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan,
riwayat alergi pasien serta efek samping obat yang pernah terjadi, dicatat tanggal kejadian,
obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan
ingkat keparahan.
Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar obat
pasien, obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart. Data obat yang dapat
digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua obat yang digunakan oleh
pasienbaik Resep maupun Obat Bebas termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.

Pedoman Pelayanan Farmasi 47


2) Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data obatyang pernah, sedang dan akan digunakan.
Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan
diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada obat yang hilang,
berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang didokumentasikan pada rekam
medik pasien. Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dikter pada saat
penulisan Resep maupun tidak sengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya
perbedaan pada saat menuliskan Resep.
3) Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain yang
harus dilakukan Apoteker adalah :
1. Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja.
2. Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti.
3. Menberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsiliasi obat.

4) Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat
mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi
obatt yang diberikan.
Guna menjamin tata kelola kegiatan farmasi klinik yang baik,dalam proses
rekonsiliasi maka dibuat pedoman Rekonsiliasi Obat dan SPO Rekonsiliasi Obat.
Petunjuk teknis mengenai rekonsiliasi Obat akan diatur lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal

4. Pelayanan Informasi Obat


Pelayanan informasi obat (PIO) adalah kegiatan menyediakan dan pemberian
informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat dan tidak bias dilakukan oleh apoteker
atau tenaga teknis kefarmasian kepada dokter, perawat, profesi kesehatan yang lain, pasien,
keluarga pasien atau pihak lain di luar rumah sakit.
PIO bertujuan untuk :
1) Menyediakan informasi mengenai oabt kepada pasien dan tenaga kesehatan
dilingkungan di Rumah Sakit dan pihak lain diluar Rumah Sakit.
2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat/
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Habis Pakai, terutama bagi TFT
3) Menunjang penggunaan obat yang rasional.

Pedoman Pelayanan Farmasi 48


Kegiatan PIO meliputi :
1) Menjawab pertanyaan.
2) Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.
3) Menyediakan informasi bagi TFT sehubungan dengan penyusunan Formularium
Rumah Sakit.
4) Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan
kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.
5) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan
lainnya.
6) Melakukan penelitian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO :
1) Sumber daya manusia
2) Tempat
3) perlengkapan
Guna menjamin tata kelola kegiatan farmasi klinik yang baik,dalam proses pelayanan
informasi obat maka Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jabal Rahma Medika memiliki software
Pelayanan Informasi Obat yang update otomatis secara online dan SPO pelayanan Informasi
Obat.
Petunjuk teknis mengenai Pelayanan Informasi Obat akan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal.

5. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktifitas pemberian nasihat atau saran terkait dengan
terapi obat dari Apoteker kepada pasien atau keluarga pasien. Konseling untuk pasien rawat
jalan maupun rawat inap disemua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisatif Apoteker,
rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif
memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Tujuan konseling adalah untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD) dan meningkatkan cost-effectivenes yang pada
akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety).
Secara khusus konseling obat ditujukan untuk :
1) Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien.
2) Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien.
3) Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat.

Pedoman Pelayanan Farmasi 49


4) Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat dengan
penyakitnya.
5) Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.
6) Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat.
7) Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal
8) terapi
9) Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
10) Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat mencapai
tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.
Kegiatan dalam konseling obat meliputi :
1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien.
2) Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melaui Three
Prime Questions.
3) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
4) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan
obat.
5) Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien.
6) Dokumentasi.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling Obat: a. Kriteria Pasien:
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal, ibu hamil dan
menyusui)
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM, epilepsi, dan lain-lain)
3) Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus
4) (penggunaan kortiksteroid dengan tappering down/off)
5) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, phenytoin)
6) Pasien yang menggunakan banyak Obat (polifarmasi)
7) Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah

a. Sarana dan Peralatan:


1) Ruangan atau tempat konseling
2) Alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling)
Guna menjamin tata kelola kegiatan farmasi klinik yang baik,dalam proses
konseling obat pasien maka dibuat pedoman Konseling Obat SPO Konseling Obat.
Petunjuk teknis mengenai konseling akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

Pedoman Pelayanan Farmasi 50


6. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan Apoteker
secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien
secara langsung, dan mengkaji masalah terkait Obat, memantau terapi Obat dan Reaksi Obat
yang Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi Obat yang rasional, dan menyajikan informasi
Obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik atas
permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang biasa disebut dengan
Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan
visite Apoteker harus mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai
kondisi pasien dan memeriksa terapi Obat dari rekam medik atau sumber lain.
Petunjuk teknis mengenai visite akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.
Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Kegiatan dalam PTO meliputi:
1. Pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi, Reaksi Obat
yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
2. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat
3. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
Tahapan PTO:
1. Pengumpulan data pasien
2. Identifikasi masalah terkait Obat
3. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat
4. Pemantauan
5. Tindak lanjut.
Faktor yang harus diperhatikan:
1. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini dan
terpercaya (Evidence BestMedicine)
2. Kerahasiaan informasi
3. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).

Pedoman Pelayanan Farmasi 51


Guna menjamin tata kelola kegiatan farmasi klinikyangbaik, dalam proses pemantauan
obat pasien maka dibuat panduan PTO dan SPO PTO.
Petunjuk teknis mengenai pemantauan terapi Obat akan diatur lebih lanjut oleh
DirekturJenderal.

8. Monitoring Efek Samping Obat


Monitoring EfekSampingObat(MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
tubuh terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi. Efek samping obat adalah
reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
MESO bertujuan :
1. Menemukan Efek Samping Obat (ESO) sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal, frekuensinya jarang.
2. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan yang baru saja
ditemukan.
3. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi angka
kejadian dan hebatnya ESO.
4. Meminimalkan risiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
5. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO :
1. Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
2. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami
ESO.
3. Mengevaluasi laporan ESO.
4. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di TFT atau sub TFT.
Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
5. kerjasama dengan Komite/Tim Farmasi dan Terapi dan ruang rawat
6. ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
Guna menjamin tata kelola kegiatan farmasi klinik yang baik, dalam proses monitoring
efek samping obat maka dibuat pedoman MESO.
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan Obat
yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan EPO yaitu:

Pedoman Pelayanan Farmasi 52


1) mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan Obat
2) membandingkan pola penggunaan Obat pada periode waktu tertentu
3) memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan Obat
4) menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan Obat.
Faktor yang mempengaruhi :
1. mengevaluasi pengggunaan Obat secara kualitatif
2. mengevaluasi pengggunaan Obat secara kuantitatif.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
1. indikator peresepan
2. indikator pelayanan
3. indikator fasilitas.
Petunjuk teknis mengenai evaluasi penggunaan Obat akan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal.

10. Dispensing Sediaan Steril


Dispensing sediaan steril dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan teknik
aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan
zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Dispensing sediaan
steril bertujuan:
1. Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan.
2. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk.
3. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya.
4. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi :
Pencampuran Obat Suntik
Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin
kompatibilitas, dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan.
Kegiatan :
1. Mencampur sediaanintravena kedalamcairan.
2. Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai.
3. Mengemasmenjadi sediaan siap pakai.
4. Melakukan dokumentasi.

Faktor yang perlu diperhatikan:


a. ruangan khusus;

Pedoman Pelayanan Farmasi 53


b. lemari pencampuran Biological Safety Cabinet; dan
c. HEPA Filter.
Kegiatan pencampuran obat suntik dilakukan diarea yang bersih dan dilaksanakan
oleh perawat yang telah dilatih teknik aseptik. Guna menjamin tata kelola kegiatan farmasi
klinik yang baik,dalam proses pencampuran obat suntik maka dibuat SPO Pencampuran obat
suntik.
Petunjuk teknis mengenai Dispensing sedian Steril akan diatur lebih lanjut oleh
Panduan Penyiapan Obat Dengan Teknik Aseptik.
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jabal Rahmah Medika tidak melakukan pelayanan
pemantauan obat dalam darah.

B. Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik


Beberapa risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik
adalah:
1. Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien
Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasienakan berakibat
terhadap kemungkinan kesalahan dalam terapi. Faktor risiko tersebut adalah umur,
gender, etnik, ras, status kehamilan, status nutrisi, status sistem imun, fungsi ginjal,
fungsi hati.
2. Faktor risiko yang terkait terkait penyakit pasien
Faktor risiko yang terkait penyakit pasien terdiri dari 3 faktor yaitu: tingkat
keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat keparahan, tingkat cidera yang
ditimbulkan oleh keparahan penyakit.
3. Faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien
Faktor risiko yang berkaitan dengan farmakoterapi pasien meliputi:
toksisitas, profil reaksi Obat tidak dikehendaki, rute dan teknik pemberian, persepsi
pasien terhadap toksisitas, rute dan teknik pemberian, dan ketepatan terapi.
Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial terjadi dalam melaksanakan
pelayanan farmasi klinik, Apoteker kemudian harus mampu melakukan:
1. Analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif dan semi kuantitatif
2. Melakukan evaluasi risiko
3. Mengatasi risiko melalui:
1) melakukan sosialisasi terhadap kebijakan pimpinan Rumah Sakit
2) mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi risiko

Pedoman Pelayanan Farmasi 54


3) menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis)
4) menganalisa risiko yang mungkin masih ada
5) mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari risiko, mengurangi
risiko, memindahkan risiko, menahan risiko, dan mengendalikan risiko.
Pembinaan dan edukasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam setiap
tahap manajemen risiko perlu menjadi salah satu prioritas perhatian. Semakin besar risiko
dalam suatu pemberian layanan dibutuhkan SDM yang semakin kompeten dan kerjasama tim
(baik antar tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lain/multidisiplin) yang solid. Beberapa
unit/area di Rumah Sakit yang memiliki risiko tinggi, antara lain Intensive Care Unit (ICU),
Unit Gawat Darurat (UGD), dan kamaroperasi (OK).

Pedoman Pelayanan Farmasi 55


BAB V
KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan pasien (patien safety) rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah
sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi : assessmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,pelaporan dan
analisis insiden,kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko, sistem tersebut diharapkan dapat mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kasalahan akibat melaksanakan suatu tindakan yang
seharusnya dilakukan.
Keselamatan pasien di IFRS meliputi :
A. Medication error
Keselamatan pengobatan (medication safety pharmacist) meliputi:
1. Mengelola laporan medication error
2. Membuat kajian terhadap insiden yang masuk
3. Mencari akar permasalahan dari error yang terjadi
4. Mengidentifikasi pelaksana praktek profesi terbaik untuk menjamin medication
safety
5. Menganalisis pelaksanaan praktek yang menyebabkan medication error
6. Mengambil langkah proaktif untuk pencegahan
7. Memfasilitasi perubahan proses dan system untuk menurunkan insiden yang
terjadi atau berulangnya insiden sejenis
8. Mengembangkan program pendidikan untuk meningkatkan medication safety dan
kepatuhan terhadap aturan/SOP yang ada
9. Berpatisipasi dalam komite/tim yang berhubungan dengan medication safety
komite keselamatan pasien rumah sakit dan komite terkait lainnya.
10. Terlibat didalam pengembangan dan pengkajian kebijakan penggunaan obat
11. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan keselamatan pasien yang ada

Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan penggunaan
otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (esprescribing) dan pencatatan
pengobatan pasien. Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan benar obat,dengan
mengeja nama obat serta memastikan dosisnya. Seluruh personal yang ada ditempat

Pedoman Pelayanan Farmasi 56


pelayanan kefarmasian harus terlibat didalam program keselamatan pasien khususnya
medication safety dan harus secara terus menerus mengidentifikasi masalah dan
mengimplementasikan strategi untuk meningkatkan keselamatan pasien.

Apoteker berada dalam posisi strategis untuk meminimalkan medication error, baik
dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan.
Untuk itu, beberapa hal yang bisa dilakukan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan
pengobatan,antara lain :
1. Menciptakan budaya safety (aman) mengembangkan program-program untuk
keamanan pasien
2. Membiasakan mencatat dan mengkomunikasi setiap kejadian yang berpotensi untuk
error.

B. Kesalahan penulisan Resep


Kesalahan obat harus dilaporkan kepada program pemantauan rumah sakit agar
pengalaman dari apoteker, perawat, dokter dan pasien,serta untuk mengembangkan pelayanan
edukasi yang bernilai,untuk pencegahan kesalahan yang akan datang.
Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian harus memastikan bahwa resep dapat terbaca
sehingga dapat dilayani. Bila ada resep yang tidak terbaca apoteker melakukan prosedur
penanganan resep yang tidak terbaca. Tahap-tahap proses yang dilakukan antara lain :
1. Menghubungi dokter penulis resep dengan menyebutkan identitas pasien, ruangan, dan
diagnose.
2. Menjelaskan pada dokter bahwa resep yang ditulis tidak terbaca, menyebutkan obat lain
dalam resep bila diperlukan.
3. Menulis obat yang dimaksud ke dalam form telaah resep di kolom catatan dan tindak
lanjut, tulis nama Apoteker / TTK yang melakukan proses.
4. Melayani resep.
Apabila resep tidak lengkap maka apoteker atau tenaga teknis kefarmasian segera
menghubungi dokter yang besankutan juga. Tahap-tahap proses yang dilakukan antara lain:
1. Menyerahkan kembali resep kepada dokter yang bersangkutan atau menghubungi dokter
yang dokter yang besangkutan.
2. Dokter penulis resep melengkapi kekurangan yang ditulis pada resep tersebut.
3. Melayani resep.

Pedoman Pelayanan Farmasi 57


Apabila resep tidak memenuhi persyaratan klinis maka apoteker atau tenaga teknis
kefarmasian segera menghubungi dokter yang besankutan juga. Tahap-tahap proses yang
dilakukan antara lain:
1. Menyerahkan kembali resep kepada dokter yang bersangkutan atau menghubungi dokter
yang dokter yang besangkutan
2. Mencatat hasil konfismasi dengan dokter.
3. Melayani resep sesuai dengan hasil konfirmasi.

C. Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun


Bahan dan limbah berbahaya yang ada di RS Jabal Rahmah Medika berasal dari
Laboratorium, Radiologi, Gudang Farmasi, serta ruang perawatan baik rawat jalan maupun
rawat inap. Petugas yang bertanggung jawab terhadap penanganan limbah adalah petugas
pada unit penghasil dan berkoordinasi dengan petugas Kesehatan Lingkungan rumah sakit.
Adapun bahan berbahaya dan beracun (B3) di RS Jabal Rahmah Medika antara lain alkohol,
etanol, bahan kimia bersifat asam, desinfektan, fixer, developer, oli, accu, air raksa, aerosol,
aseton, dan lampu neon.
Penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan berbahaya
a. Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciriciri dan
karakteristiknya.
b. Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan sesuai sifat
dan karakteristiknya dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus memprediksi
resiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi.
c. Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang dilakukan
meliputi pengendalian operasional seperti eliminasi, subsitusi, ventilasi, penggunaan alat
pelindung diri yang sesuai dan menjaga hygiene perorangan; pengendalian organisasi
administrasi, seperti pemasangan label, penyediaan lembar data kesehatan bahan (MSDS)
pembuatan prosedur kerja, pengaturan tata ruang, pematauan rutin serta pendidikan dan
latihan.
d. Inpeksi dan pemeliharaan sarana, prosedur dan proses kerja yang aman.
e. Pembatasan keberadaan bahan kimia berbahaya ditempat kerja sesuai dengan jumlah
ambang batasnya.

Pedoman Pelayanan Farmasi 58


BAB VI
KESELAMATAN KERJA

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan salah satu bagian dari
perlindungan bagi tenaga kerja dan bertujuan untuk mencegah serta mengurangi terjadinya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dan didalamnya termasuk menjamin para pekerja
dan orang lain yang ada disekitar tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.
Kesehatan kerja bertujuan pada pemeliharaan dan pencegahan serta risiko gangguan
kesehatan fisik, mental dan sosial pada semua pekerja yang disebabkan oleh kondisi dan
lingkungan kerja sehingga diharapkan produktivitas pekerja dapat dipertahankan dan apabila
si pekerja telah memasuki usia pensiun maka yang bersangkutan dapat menikmati hari tuanya
tanpa mengalami gangguan penyakit akibat hubungan kerja.
Kapasitas kerja, beban kerja, lingkungan kerja, prilaku pekerja merupakan komponen
utama dalam kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara komponen
tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal. Kapasitas kerja yang baik
seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja serta kemampuan fisik yang prima diperlukan
agar seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Beban kerja terdiri dari
beban mental dan fisik. Akibat beban kerja yang terlalu berat ataupun fisik yang terlalu lemah
dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi
lingkungan kerja misalnya panas, bising, debu, zat kimia dan lain-lain merupakan beban
tambahan terhadap pekerja. Prilaku dan sikap pekerja juga mempengaruhi status kesehatan
pekerja.
Untuk terlaksananya K3 IFRS secara optimal maka perlu dilakukan identifikasi :
1. Kondisi fisik pekerja
2. Dilakukan sebelum dipekerjakan, secara berkala, dan secara khusus misalnya
sesudah pulih dari penyakit menular ( TBC ), terpapar wabah, atau dicurigai
penyakit akibat kerja
3. Sifat dan beban kerja
4. Kondisi lingkungan kerja
Kondisi lingkungan kerja yang tidak baik dapat menyebabkan :
 Kecelakaan kerja
Kecelakaan kerja yang bisa terjadi di IFRS misalnya terjatuh, terpeleset,
tersandung, tersengat listrik, kejatuhan barang
 Penyakit akibat kerja di Rumah Sakit misalnya tertular pasien, alergi suatu
komponen obat, keracunan obat, resistensi obat.

Pedoman Pelayanan Farmasi 59


BAB VII
PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

Pengendalian Mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap


pelayanan yang diberikan, secara terencana dan sistematis, sehingga dapat diidentifikasi
peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan mekanisme tindakan yang diambil.
Melalui pengendalian mutu diharapkan dapat terbentuk proses peningkatan mutu Pelayanan
Kefarmasian yang berkesinambungan.
Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang dapat dilakukan
terhadap kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah berlalu. Kegiatan ini dapat
dilakukan melalui monitoring dan evaluasi. Tujuan kegiatan ini untuk menjamin Pelayanan
Kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan upaya perbaikan kegiatan
yang akan datang. Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian harus terintegrasi dengan
program pengendalian mutu pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang dilaksanakan secara
berkesinambungan.
Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi:
1) Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk
peningkatan mutu sesuai target yang ditetapkan.
2) Pelaksanaan, yaitu:
 Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan
antara capaian dengan rencana kerja)
 memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
3) Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
 Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai target yang ditetapkan
 Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.

Tahapan program pengendalian mutu :


1) Mendefinisikan kualitas Pelayanan Kefarmasian yang diinginkan dalam bentuk
kriteria
2) Penilaian kualitas Pelayanan Kefarmasian yang sedang berjalan berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan
3) Pendidikan personel dan peningkatan fasilitas pelayanan bila diperlukan
4) Penilaian ulang kualitas Pelayanan Kefarmasian
5) Up date kriteria.

Pedoman Pelayanan Farmasi 60


Langkah–langkah dalam aplikasi program pengendalian mutu, meliputi:
1) Memilih subyek dari program
2) Tentukan jenis Pelayanan Kefarmasian yang akan dipilih berdasarkan
3) prioritas
4) Mendefinisikan kriteria suatu Pelayanan Kefarmasian sesuai dengan kualitas
pelayanan yang diinginkan
5) Mensosialisasikan kriteria Pelayanan Kefarmasian yang dikehendaki
6) Dilakukan sebelum program dimulai dan disosialisasikan pada semua personil serta
menjalin konsensus dan komitmen bersama untuk mencapainya
7) Melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan yang sedang berjalan menggunakan
kriteria
8) Apabila ditemukan kekurangan memastikan penyebab dari kekurangan
9) tersebut
10) Merencanakan formula untuk menghilangkan kekurangan
11) Mengimplementasikan formula yang telah direncanakan
12) Reevaluasi dari mutu pelayanan.

Untuk mengukur pencapaian standar yang telah ditetapkan diperlukan indikator, suatu
alat/tolak ukur yang hasil menunjuk pada ukuran kepatuhan terhadap standar yang telah
ditetapkan. Indikator dibedakan menjadi:
1. Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan untuk mengukur
terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan lingkungan.
2. Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan untuk mengukur
tercapai tidaknya standar penampilan minimal pelayanan yang diselenggarakan.
Indikator atau kriteria yang baik sebagai berikut :
1. Sesuai dengan tujuan
2. Informasinya mudah didapat
3. Singkat, jelas, lengkap dan tak menimbulkan berbagai interpretasi
4. Rasional.

Dalam pelaksanaan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian dilakukan melalui


kegiatan monitoring dan evaluasi yang harus dapat dilaksanakan oleh Instalasi Farmasi sendiri
atau dilakukan oleh tim audit internal.
Monitoring dan evaluasi merupakan suatu pengamatan dan penilaian secara terencana,
sistematis dan terorganisir sebagai umpan balik perbaikan sistem dalam rangka meningkatkan

Pedoman Pelayanan Farmasi 61


mutu pelayanan. Monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan terhadap seluruh proses tata
kelola Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai ketentuan yang
berlaku.
Berdasarkan waktu pelaksanaan evaluasi, dibagi menjadi 3 (tiga) jenis program
evaluasi, yaitu:
1. Prospektif adalah program dijalankan sebelum pelayanan dilaksanakan, contoh:
standar prosedur operasional, dan pedoman.
2. Konkuren adalah program dijalankan bersamaan dengan pelayanan dilaksanakan,
contoh: memantau kegiatan konseling Apoteker, peracikan Resep oleh Asisten
Apoteker.
3. Retrospektif adalah program pengendalian yang dijalankan setelah pelayanan
dilaksanakan, contoh: survei konsumen, laporan mutasi barang, audit internal.

Evaluasi Mutu Pelayanan merupakan proses pengukuran, penilaian atas semua


kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit secara berkala. Kualitas pelayanan meliputi:
teknis pelayanan, proses pelayanan, tata cara/standar prosedur operasional, waktu tunggu
untuk mendapatkan pelayanan.
Metoda evaluasi yang digunakan, terdiri dari :
1. Audit (pengawasan)
Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah sudah sesuai standar
2. Review (penilaian)
Terhadap pelayanan yang telah diberikan, penggunaan sumber daya, penulisan Resep.
3. Survei
Untuk mengukur kepuasan pasien, dilakukan dengan angket atau wawancara
langsung.
4. Observasi
Terhadap kecepatan pelayanan misalnya lama antrian, ketepatan penyerahanObat.

Pedoman Pelayanan Farmasi 62


BAB IX
PENUTUP

Buku pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi apoteker yang
bekerja dirumah sakit dalam pengelolaan perbekalan farmasi yang baik. Pengelolaan
perbekalan farmasi yang baik, efektif, dan efisien akan mendorong penggunaan obat yang
rasional dirumah sakit. Pengelolaan perbekalan farmasi yang baik diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi biaya pengobatan. Diharapkan dengan terlaksananya pengelolaan obat
yang baik, akan berkontribusi terhadap peningkatan mutu pelayanan kesehatan dirumah sakit

Ditetapkan di Muara bungo


Tanggal 10 Juni 2019

RUMAH SAKIT JABAL RAHMAH MEDIKA


DIREKTUR

dr. Reksi Andrianol


NIK: 02.01.19.0020

Pedoman Pelayanan Farmasi 63


RS JABAL RAHMAH PENYIAPAN OBAT HIGH ALERT
MEDIKA BUNGO
NO/SPO.035/MP NO. REVISI HALAMAN
O/AKRE/RSJRM 0
/2019

TANGGAL DI TETAPKAN
TERBIT Direktur RS JABAL RAHMAH MEDIKA
Bungo
STANDAR
PROSEDUR 10 Juni 2019
OPERASIONAL
dr. Reksi Andrianol

Pengertian Obat yang perlu diwaspadai adalah sejumlah obat yang memiliki
resiko tinggi menyebabkan bahaya yang besar pada pasien jika
tidak digunakan secara tepat
Tujuan Mencegah terjadinya medication eror
Kebijakan Keputusan Direktur RS Jabal Rahmah Medika, No : 01.064/ KEP/
DIR/VI/2019 tentang Pedoman Pelayanan Farmasi
Prosedur 1. Verifikasi resep
2. Siapkan obat
3. Lakukan pemeriksaan kedua oleh petugas farmasi yang
berbeda
4. sebelum obat diserahkan kepada perawat
5. Petugas farmasi pertama dan kedua, membubuhkan tanda
tangan dan nama jelas di bagian belakang resep sebagai
bukti telah di lakukan double check
6. Lakukan pengenceran pada elektrolit konsentrat sebelum
penyerahan kepada perawat
7. Obat diserahkan kepada perawat / pasien di sertai dengan
informasi yang memadai dan menandatangani buku serah
terima obat terima obat rawat inap
Unit terkait Ruang perawatan
Instalasi farmasi
OK
VK
IGD

Pedoman Pelayanan Farmasi 64


RS JABAL RAHMAH PEMBERIAN LABEL OBAT LASA
MEDIKA BUNGO
NO/SPO.036/MP NO. REVISI HALAMAN
O/AKRE/RSJRM 0
/2019

TANGGAL DI TETAPKAN
TERBIT Direktur RS JABAL RAHMAH MEDIKA
Bungo
STANDAR
PROSEDUR 10 Juni 2019
OPERASIONAL
dr. Reksi Andrianol

Pengertian Obat yang memiliki bunyi atau kemiripan s a m a atau


penampilan produk sehingga dapat menyebabkan
kebingungan, terutama bagi perugas yang menyiapkan
Tujuan Untuk mencegah kesalahan pemberian obat akibat nama obat
yang membingungkan (LASA).
Kebijakan Keputusan Direktur RS Jabal Rahmah Medika, No : 01.064/ KEP/
DIR/VI/2019 tentang Pedoman Pelayanan Farmasi
Prosedur 1. Berikan penanda dengan stiker LASA pada tempat
penyimpanan obat.
2. Setiap jenis obat LASA diberi label dengan menempelkan
stiker kuning bertuliskan :LASA".
3. Apabila obat dikemas dalam paket untuk kebutuhan pasien
maka diberikan tanda LASA ada kemasan rimer obat
Unit terkait Ruang perawatan
Instalasi farmasi
OK
VK
IGD

Pedoman Pelayanan Farmasi 65

Anda mungkin juga menyukai