Anda di halaman 1dari 31

PEDOMAN PELAYANAN

INSTALASI FARMASI

RUMAH SAKIT UMUM HADI HUSADA


TANJUNG BALAI
2023
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim,
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan karunia-Nya, Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Hadi Husada
telah dapat diselesaikan. Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Hadi
Husada disusun berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016.
Pedoman yang berisikan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit berguna
sebagai acuan farmasis dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Pedoman Pelayanan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Hadi Husada sebagai acuan instalasi farmasi dalam
menerapkan paradigma baru pelayanan kefarmasian yang mengharuskan adanya perubahan
pelayanan dari drug oriented menuju ke patient oriented.
Meskipun penyusunan pedoman ini mengacu pada Standar Pelayanan Kefarmasian
yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan tetapi penyusunan pedoman ini tentu saja
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum
Hadi Husada untuk memudahkan farmasis dalam melaksanakan standar yang telah
ditetapkan.
Kami menyadari bahwa buku Pedoman Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Hadi Husada ini masih banyak kekurangan, untuk itu segala saran dan masukan
yang bersifat membangun kami terima dengan senang hati. Segala saran dan masukan yang
bersifat membangun dalam meningkatkan pelayanan farmasi sangat berarti bagi kami.

Medan, 15 Januari 2023


Direktur RSU Hadi Husada

(dr. Isma Wahyuni , M.K.M)


DAFTAR ISI
Hal
Daftar Isi......................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 4
BAB II STANDAR KETENAGAAN.......................................................................... 7
BAB III STANDAR FASILITAS.................................................................................. 10
BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN................................................................. 12
BAB V LOGISTIK....................................................................................................... 13
BAB VI PELAYANAN INSTALASI FARMASI TERKAIT PENGELOLAAN
SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN BAHAN MEDIS
HABIS PAKAI................................................................................................ 14
BAB VII PELAYANAN KEFARMASIAN (ASUHAN KEFARMASIAN)................ 22
BAB VIII MANAJEMEN RESIKO PELAYANAN FARMASI KLINIK.................... 30
BAB IX PENUTUP........................................................................................................ 31
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah dan menyelesaikan masalah terkait obat. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama
yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi
kepada pasien (patient oriented) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care).
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau
bagi semua lapisan masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik.
World Health Organization (WHO) dan International Pharmaceutical Federation (FIP)
telah menerbitkan panduan Good Pharmacy Practice (GPP) dan menghimbau semua Negara
untuk mengembangkan standar minimal praktik farmasi dimana apoteker sebagai bagian dari
tenaga kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan pelayanan
kefarmasian yang berkualitas. Negara kita Indonesia melalui kementerian kesehatan telah
menetapkan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit yang
merupakan acuan dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian di seluruh rumah sakit.
Berdasarkan acuan tersebut, untuk membantu rumah sakit dalam mengimplementasikan standar
pelayanan kefarmasian rumah sakit, maka perlu disusun dan ditetapkan pedoman pelayanan
farmasi rumah sakit yang harus dijalankan secara prioritas dan berkesinambungan.

B. Tujuan Pedoman
a. Sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan farmasi di rumah sakit.
b. Untuk meningkatkan mutu pelayanan farmasi di rumah sakit
c. Untuk menerapkan konsep pelayanan kefarmasian
d. Untuk memperluas fungsi dan peran apoteker farmasi rumah sakit
e. Untuk melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak professional

C.Ruang Lingkup Pelayanan Farmasi


Ruang lingkup pelayanan farmasi terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :
a. Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai.
b. Kegiatan pelayanan farmasi klinik.
Demi kelancaran kegiatan tersebut, maka harus didukung oleh sumber daya manusia,
sarana dan peralatan.
D. Batasan Operasional
1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan dan gawat darurat.
2. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
3. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik
dalam bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
pasien sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
5. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi untuk manusia.
6. Alat Kesehatan adalah instrument, apparatus, mesin dan/atau implant yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan
meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
7. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan
sekali (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.
8. Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh
kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.
9. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
10. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam
melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

E. Landasan Hukum
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang
pelayanan kesehatan yang bermutu.Peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan farmasi
diantaranya :
1. Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Undang-Undang No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
5. Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
6. Keputusan Menteri Kesehatan No 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan
Rumah Sakit.
7. Permenkes Menteri Kesehatan No 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Farmasi Di
Rumah Sakit.
8. Peraturan Menteri Kesehatan No 168/Menkes/Per/II/2005 tentang Prekursor Farmasi.
9. Peraturan Menteri Kesehatan No 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
10. Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian Yang Baik (CPFB) Good Pharmacy Practice
(GPP), Tahun 2011, kerjasama Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan Pengurus Pusat Ikatan
Apoteker Indonesia.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1691/Menkes/Per/VIII/2011TentangKeselamatan Pasien Rumah Sakit.
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Pelayanan farmasi diatur dan dikelola demi terciptanya tujuan pelayanan, secara umum
persyaratan yang harus dipenuhi di Instalasi Farmasi adalah sebagai berikut :
1. IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) dipimpin oleh Apoteker.
2. Pelayanan farmasi diselenggarakan dan dikelola oleh apoteker rumah sakit.
3. Apoteker telah terdaftar di Depkes dan mempunyai surat izin praktek apoteker (SIPA).
4. Dalam pelaksanaannya apoteker dibantu oleh tenaga Sarjana Farmasi (S1), tenaga Ahli
Madya (D-3) dan tenaga Menengah Farmasi (AA).
5. Kepala IFRS bertanggung jawab terhadap segala aspek hukum dan peraturan perundang-
undangan farmasi baik terhadap pengawasan distribusi maupun administrasi barang
farmasi.
6. Setiap saat harus ada apoteker di tempat pelayanan untuk melakukan dan mengawasi
pelayanan farmasi dan harus ada pendelegasian yang bertanggung jawab bila Kepala
Instalasi Farmasi berhalangan.
7. Adanya uraian kerja (job description) bagi staf dan pimpinan farmasi.
8. Tersedianya staf farmasi dengan jumlah dan kualifikasi yang sesuai dengan kebutuhan.
9. Penilaian terhadap staf harus dilakukan berdasarkan tugas yang terkait dengan pekerjaan
fungsional yang diberikan dan juga ada penampilan kerja yang dihasilkan dalam
meningkatkan mutu pelayanan.
Dalam melakukan pelayanan kefarmasian yang baik, Apoteker harus memenuhi kriteria-
kriteria di bawah ini :
1. Harus memenuhi persyaratan administrasi:
a. Memiliki ljazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi. Khusus untuk
lulusan luar negeri harus melalui mekanisme adaptasi sesuai dengan ketentuan Yang
berlaku
b. Memiliki Surat Tanda RegistrasiApoteker (STRA)
c. Memiliki Surat lzin Praktik Apoteker
2. Memiliki kesehatan fisik dan mental
3. Berpenampilan Profesional, sehat, bersih, rapi
4. Menggunakan atribut praktik (antara lain: baju praktik, tanda pengenal dan lain-lain)
5. Wajib mengikuti Continuing Professional Development (CPD) dan mampu
memberikan pelatihan berkesinambungan tentang Cara Pelayanan Kefarmasian Yang
Baik (CPFB) untuk seluruh personil.
Kompetensi Apoteker :
a) Sebagai Pimpinan :
1. Mempunyai kemampuan untuk memimpin.
2. Mempunyai kemampuan dan kemauan mengelola serta mengembangkan pelayanan
farmasi.
3. Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri.
4. Mempunyai kemampuan untuk bekerja samadengan pihak lain.
5. Mempunyai kemampuan untuk melihat masalah, menganalisa dan memecahkan
masalah.
b) Sebagai Tenaga Fungsional
1. Mampu memberikan pelayanan kefarmasian.
2. Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian.
3. Mampu mengelola manajemen praktis farmasi.
4. Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian.
5. Mampu melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengembangan dapat
mengoperasionalkan komputer.
6. Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang farmasi klinik.
Setiap posisi yang tercantum dalam bagan organisasi harus dijabarkan secara jelas fungsi
ruang lingkup, wewenang, tanggung jawab, hubungan koordinasi,fungsional, dan uraian tugas
serta persyaratan/kualifikasi sumber daya manusia untuk dapat menduduki posisi.
Kualifikasi SDM untuk dapat menduduki jabatan
JABATAN FUNGSI KUALIFIKASI
Kepala Instalasi Mengorganisir & Apoteker, Apoteker
mengarahkan Pasca Sarjana Farmasi
Rumah Sakit, kursus
manajemen
disesuaikan dengan
akreditasi Instalasi
Farmasi Rumah Sakit.
Pelaksana Teknis Melaksanakan Apoteker, Sarjana
Kefarmasian tugas-tugas tertentu Farmasi, AA

B. Distribusi Ketenagaan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Hadi Husada di dalam melaksanakan pelayanan
farmasi dibagi menjadi :
a. Pelayanan resep obat rawat inap dan rawat jalan dibagi 3 (tiga) shift dalam waktu 24 jam.
b. Pelayanan perbekalan farmasi, termasuk alkes, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan
cairan dibagi 3 shift dalam waktu 24 jam.
c. Distribusi tenaga farmasi ditempatkan pada pelayanan perbekalan farmasi, pelayanan
resep obat rawat inap dan rawat jalan.
Kebutuhan tenaga kerja berdasarkan jenis dan kebutuhan pekerjaan :
a. Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga ;
1. Apoteker
2. Sarjana Farmasi
3. Asisten Apoteker (D-3 Farmasi)
b. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga ;
1. Operator Komputer /Teknisi yang memahami kefarmasian
2. Tenaga Administrasi
3. Pembantu Pelaksana

C. Pengaturan Jaga
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh pada
kegiatan yang dilakukan, yaitu :
a. Kapasitas tempat tidur dan BOR
b. Jumlah resep atau permintaan per hari
c. Volume perbekalan farmasi
d. Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian) dibantu dengan 2
asisten apoteker.
Untuk tenaga teknis kefarmasian dibagi menjadi 3 shift dalam waktu 24 jam.

D. Pendidikan
Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik, dalam penentuan kebutuhan tenaga
harus dipertimbangkan :
a. Kualifikasi pendidikan disesuaikan dengan jenis pelayanan/tugas dan fungsi.
b. Penambahan pengetahuan disesuaikan dengan tanggung jawab.
c. Peningkatan keterampilan disesuaikan dengan tugas.

E. Distribusi Ketenagaan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Hadi Husada di dalam melaksanakan pelayanan
farmasi dibagi menjadi :
a. Pelayanan resep obat rawat inap dan rawat jalan dibagi 3 (tiga) shift dalam waktu 24 jam.
b. Pelayanan perbekalan farmasi, termasuk alkes, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan cairan
dibagi 1 (satu) shift dalam waktu 24 jam.
c. Distribusi tenaga farmasi ditempatkan pada pelayanan perbekalan farmasi, pelayanan resep
obat rawat inap dan rawat jalan.

BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Standar Fasilitas
1. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Hadi Husada 160 m2. Bangunan terdiri dari :
A. Ruang Penyimpanan Obat, Pelayanan dan Peracikan
Berlantai keramik kedap air, dinding tembok, plafon gipsum. Perlengkapan dalam ruang
pelayanan dan peracikan :
- Rak Obat
- Lemari Pendingin
- Lemari Penyimpanan Obat khusus narkotika dan psikotropika
- Rak administrasi dan arsip
- Meja kerja
- Komputer yang terhubung internet
- Lemari perlengkapan alat tulis kantor
- Alat tulis kantor
- Telepon
- Mortir dan stamper berbagai ukuran
- Blender
- Timbangan digital
- Dispenser
- Air Conditioner

B. Ruang Penyimpanan Alkes dan Cairan


Berlantai keramik kedap air, dinding tembok/triplek, plafon.

2. Kelengkapan Bangunan
 Sumber Air Bersih PDAM
 Penerangan dari PLN
 Pendingin Ruangan

3. Perlengkapan Administrasi
 Blanko copy resep
 Blanko kartu stok
 Blanko surat pesanan
 Blanko surat pesanan narkotika
 Blanko surat pesanan psikotropika
 Blanko surat pesanan precursor - OOT
 Kemasan obat berupa plastik klip, pot obat, kertas puyer, kapsul kosong berbagai ukuran.
 Etiket obat putih dan biru.
4. Sarana Informasi
 Buku Farmakope
 Formularium Nasional Terbaru
 MIMS Edisi Terbaru
 Aplikasi Medscape
 Aplikasi Drugs.com
 Aplikasi Lexicom
 Buku-Buku Farmasi lainnya.

Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit harus didukung oleh sarana dan
peralatan yang memenuhi ketentuan dan perundang-undangan kefarmasian yang berlaku. Lokasi
harus menyatu dengan sistem pelayanan Rumah Sakit.
5. Sarana
Fasilitas ruang harus memadai dalam hal kualitas dan kuantitas agar dapat menunjang fungsi
dan proses Pelayanan Kefarmasian, menjamin lingkungan kerja yang aman untuk petugas, dan
memudahkan sistem komunikasi Rumah Sakit. Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di
Instalasi Farmasi, terdiri dari:
1) Ruang Peracikan
2) Ruang Pelayanan
3) Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.

BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Visi Instalasi Farmasi


Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Hadi Husada memiliki visi terwujudnya pelayanan
kefarmasian yang berkualitas kepada pasien
B. Misi Instalasi Farmasi
Adapun misi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Hadi Husada adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pelayanan kefarmasian yang aman dan berkualitas
2. Meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi seluruh lapisan masyarakat.

C. Motto
“Memastikan obat yang sampai kepada pasien adalah obat yang tepat”

BAB V
LOGISTIK

Logistik adalah proses pengelolaan dari pada pemindahan dan penyimpanan barang dan
infomasi terkait dari sumber pengadaaan ke konsumen akhir secara efektif dan efisien.
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan
individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang
pelayanan medis.
1. Pendistribusian perbekalan farmasi pasien rawat inap.
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pasien rawat inap di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dengan sistem
unit dose dispensing.
2. Pendistribusian perbekalan farmasi rawat jalan
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dengan resep
perorangan.

BAB VI
PELAYANAN INSTALASI FARMASI TERKAIT PENGELOLAAN SEDIAAN
FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

1. Cakupan Pelayanan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Hadi Husada memberikan pelayanan kepada :
1. Pasien Rawat Jalan Umum, Inhealth, Asuransi, Perusahaan dan BPJS.
2. Pasien Gawat Darurat Umum, Inhealth, Asuransi, Perusahaan dan BPJS.
3. Pasien Rawat Inap Umum, Inhealth, Asuransi, Perusahaan dan BPJS.
2. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, mulai dari pemilihan,
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan setiap kegiatan
pelayanan.
Adapun tujuan dari pengelolaan perbekalan adalah sebagai berikut :
1. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
2. Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan.
3. Meningkatkan kemampuan tenaga farmasi.
4. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.
5. Melaksanakan sistem informasi manajemen yang tepat guna.
3. Pemilihan Perbekalan Farmasi
Pemilihan obat-obatan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini berdasarkan :
a. Formularium Rumah Sakit dan standar pengobatan dan terapi
b. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang telah
ditetapkan.
c. Pola penyakit
d. Efektifitas dan keamanan
e. Pengobatan berbasis bukti
f. Mutu
g. Harga
h. Ketersediaan di pasaran
Dalam melakukan pemilihan perbekalan farmasi, Instalasi Farmasi bekerjasama dengan
Tim Farmasi dan Terapi (TFT) untuk menyusun Formularium Rumah Sakit, Daftar Bahan Medis
Habis Pakai dan Alat Kesehatan.Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada
Formularium Nasional.Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf
medis, disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan berdasarkan
pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan obat sehingga dihasilkan Formularium
Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit :
a. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik Fungsional (SMF)
berdasarkan standar terapi.
b. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi
c. Membahas usulan tersebut dalam rapat Tim Farmasi dan Terapi (TFT).
d. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Tim Farmasi dan Terapi (TFT),
dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan umpan balik.
e. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF.
f. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit.
g. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi.
h. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan melakukan
monitoring.
Kriteria pemilihan obat untuk masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit :
a. Mengutamakan penggunaan obat generik
b. Memiliki rasio manfaat-resiko yang paling menguntungkan penderirta
c. Mutu terjamin termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
d. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
e. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
f. Mengutungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oeh pasien
g. Memiliki rasio manfaat-biaya yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak
langsung
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman yang paling dibutuhkan
untuk pelayanan dengan harga yang terjangkau
Tim Farmasi dan Terapi harus membuat kebijakan terkait penambahan atau pengurangan
obat dalam Formularium Rumah Sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaan,
efektivitas, resiko dan biaya guna meningkatkan kepatuhan terhadap Formularium Rumah Sakit.
4. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan adalah kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan
untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan stok obat dengan metodedan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode
konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
Beberapa hal yang penting dan perlu dipertimbangkan dalam kegiatan perencanaan
pengadaan obat-obatan adalah :
 Anggaran yang tersedia
 Penetapan prioritas
 Sisa stok persediaan
 Waktu tunggu pemesanan
 Rencana pengembangan
 Data pemakaian periode yang lalu
5. Pengadaan
Pengadaan adalah proses kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah,
dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu.
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain :
a. Bahan baku obat harus disertai sertifikat Analisa
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS)
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai
Nomor Izin Edar
d. Masa Kadaluarsa minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan
dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain)
Pengadaan dapat dilakukan melalui :
a. Pembelian
Pengadaan melalui pembelian dapat berupa tunai ataupun kredit.
b. Produksi Sediaan Farmasi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi sediaan tertentu apabila :
1) Sediaan farmasi tidak ada di pasaran
2) Sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri
3) Sediaan farmasi dengan formula khusus
4) Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil (repacking)
5) Sediaan farmasi untuk penelitian
6) Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan / harus dibuat baru
Sediaan yang dibuat di Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan mutu dan terbatas
pemakaiannya hanya untuk memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit.
c. Sumbangan / Hibah / Dropping
IFRS harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap penerimaan dan penggunaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sumbangan / dropping /
hibah.
IFRS dapat memberikan rekomendasi kepada Direktur Rumah Sakit untuk
mengembalikan/menolak sumbangan /dropping / hibah Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah
Sakit.
6. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah,
mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang
diterima. Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.

7. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan memelihara dengan cara menempatkan obat-obat
yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan yang dapat merusak
mutu obat. Setelah barang diterima di IFRS perlu dilakukan penyimpanan sebelum
pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.
Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi,
cahaya, kelembaban, ventilasi dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain :
a. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label yang jelas
terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal kadaluarsa dan
peringatan khusus.
b. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan
klinis yang penting.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi dengan
pengaman, harus diberi label jelas dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted)
untuk mencegah penggunaan yang kurang hati-hati.
d. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang dibawa oleh pasien
harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus dapat memastikan bahwa obat disimpan secara
benar dan diinspeksi secara periodik.
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai yang harus tersimpan
terpisah yaitu :
a. Obat Narkotika dan Psikotropika harus tersimpan dalam lemari khusus dan selalu
terkunci. Hanya petugas yang diberi kewenangan yang boleh mengambil obat tersebut.
b. Obat-obat kategori High Alert termasuk Elektrolit konsentrasi tinggi dan obat yang
terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip / NORUM,
atau Look Alike Sound Alike / LASA) harus disimpan dalam lemari atau rak terpisah dan
diberi label High Alert.
c. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus
bahan berbahaya.
d. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat dan diberi penandaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas kosong
terpisah dari tabung gas yang berisi. Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus
menggunakan tutup demi keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan, dan jenis
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis
dengan menerapkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO)
disertai sistem informasi manajemen. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (NORUM) tidak ditempatkan
berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan obat.
Rumah Sakit menyediakan lokasi penyimpanan obat emergensi untuk kondisi
kegawatdaruratan.Tempat penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan
dan pencurian.
Pengelolaan obat emergensi harus menjamin :
a. Jumlah dan jenis obat sesuai dengan Daftar Obat Emergensi yang telah ditetapkan.
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain.
c. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti.
d. Dicek secara berkala apakah ada obat yang kadaluarsa.
e. Dilarang dipinjamkan untuk kebutuhan lain.
8. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada
unit pelayanan atau pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah dan ketepatan
waktu. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau pasien dengan
mempertimbangkan :
• Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
• Metode sentralisasi atau desentralisasi
Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Inap
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi
dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis.
Pendistribusian Perbekalan Farmasi untuk Pasien Rawat Jalan
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau
desentralisasi dengan sistem resep perorangan.
Sistem pelayanan distribusi :
1. Sistem persediaan lengkap di ruangan
 Pendistribusian perbekalan farmasi untuk persediaan di ruang rawat merupakan tanggung
jawab perawat ruangan.
 Setiap ruang rawat harus mempunyai penanggung jawab obat.
 Perbekalan yang disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala
oleh petugas farmasi.
2. Sistem resep perorangan
Pendistribusian perbekalan farmasi resep perorangan untuk pasien rawat jalan dan rawat inap
melalui Instalasi Farmasi.
3. Sistem unit dosis
Pendistribusian obat-obatan melalui resep perorangan yang disiapkan, diberikan, digunakan
dan dibayar dalam unit dosis tunggal atau ganda, yang berisi obat dalam jumlah yang telah
ditetapkan.
Beberapa evaluasi yang digunakan dalam pendistribusian obat adalah :
1. Rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ke tangan pasien.
Bertujuan untuk mengetahui tingkat kecepatan pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
2. Persentase obat yang diserahkan.
Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan IFRS menyediakan obat yang
diresepkan.
3. Persentase obat yang diberi label dengan benar.
Bertujuan untuk mengetahui penguasaan peracik (dispenser) tentang informasi pokok yang
harus ditulis dalam etiket.
9. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemusnahan diakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai jika :
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
b. Produk telah kadaluarsa
c. Produk tidak memenuhi persyaratan untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan
d. Produk yang dicabut izin edarnya
Tahapan pemusnahan obat terdiri dari :
a. Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang akan
dimusnahkan
b. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan
c. Mengkoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait
d. Menyiapkan tempat pemusnahan
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan yang
berlaku
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan oleh
BPOM atau pabrikan asal. Rumah Sakit harus mempunyai sistem pencatatan terhadap kegiatan
penarikan.
10. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.Pengendalian penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan oleh Instalasi Farmasi
bersama dengan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) di Rumah Sakit.
Tujuan pengendalian persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai adalah untuk :
a. Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit
b. Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
c. Memastikan persediaan efektif dan efisien sehingga tidak terjadi kelebihan atau
kekosongan, kerusakan, kadaluarsa dan kehilangan serta pengembalian pesanan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
Adapun cara untuk mengendalikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai adalah :
a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving)
b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu 3 (tiga) bulan
berturut-turut (death stock)
c. Melakukan Stock Opname yang dilakukan secara periodik dan berkala
11. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secra tertib dan berkesinambungan untuk memudahkan
penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.
Kegiatan administrasi terdiri atas :
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan dan penarikan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai. Pelaporan dibuat secara periodik
yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan, triwulanan,
semester atau pertahun).
Pencatatan dilakukan untuk :
1) Persyaratan Kementerian Kesehatan / BPOM
2) Dasar akreditasi Rumah Sakit
3) Dasar audit Rumah Sakit
4) Dokumentasi Farmasi
Pelaporan dilakukan sebagai :
1) Komunikasi antara level manajemen
2) Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di Instalasi Farmasi
3) Laporan tahunan
b. Administrasi Keuangan
Administrasi keuangan di Instalasi Farmasi merupakan pengaturan anggaran, pengendalian
dan analisa biaya, pengumpulan informasi keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan
yang berkaitan dengan semua kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
c. Adminstrasi Penghapusan
Administrasi penghapusan merupakan kegiata penyelesaian terhadap Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu
tidak memenuhi standar dengan cara membuat usulan penghapusan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang
berlaku.
12. Manajemen Resiko
Manajemen resiko merupakan aktivitas Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan untuk
identifikasi, evaluasi, dan menurunkan resiko terjadinya kecelakaan pada pasien, tenaga
kesehatan dan keluarga pasien, serta resiko kehilangan dalam suatu organisasi.
Manajemen resiko pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu :
a. Menentukan konteks manajemen resiko pada proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
b. Mengidentifikasi resiko
Beberapa potensi resiko yang terjadi yaitu :
1) Ketidaktepatan perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai selama periode tertentu
2) Pengadaan Sediaan Farmasi, ALat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tidak
melalui jalur resmi
3) Keterlambatan pemenuhan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai
4) Kesalahan pemesanan seperti spesifikasi (merek, dosis, bentuk sediaan dan kuantitas
5) Ketidaktepatan alokasi dana pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai
6) Kesalahan penyimpanan yang berpotensi terjadinya kerusakan dan kesalahan dalam
pemberian
7) Kehilangan fisik yang tidak dappat ditelusuri
8) Pemberian label yang tidak jelas atau tidak lengkap
9) Kesalahan dalam pendistribusian
c. Menganalisa Resiko
d. Mengevaluasi Resiko
e. Mengatasi Resiko
Mengatasi resiko dilakukan dengan cara :
1) Melakukan sosialisasi terhadap kebijakan Rumah Sakit
2) Mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi resiko
3) Menetapkan kemungkinan pilihan
4) Menganalisa resiko yang mungkin masih ada
5) Mengimplementasikan rencana tindakan
BAB VII
PELAYANAN KEFARMASIAN (ASUHAN KEFARMASIAN)
1. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker
kepada pasien dalam rangka meningkatkan hasil terapi dan meminimalkan resiko terjadinya efek
samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien, sehingga kualitas hidup pasien terjamin.

Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi :


1. Pengkajian dan pelayanan resep
2. Penelusuran riwayat penggunaan obat
3. Rekonsiliasi obat
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
5. Konseling
6. Visite
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
9. Evaluasi Penggunaan Obat
10. Dispensing Sediaan Steril
11. Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah
2. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep,
penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan
obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan
resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error).
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari seleksi persyaratan
administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun
rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi :
• Nama, umur, jenis kelamin, tinggi badan dan berat badan pasien
• Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
• Tanggal resep
• Ruangan/unit asal resep
• Protokol Terapi (Kemoterapi)
• Hasil-hasil penunjang guna mendukung alasan pemakaian obat
Persyaratan farmasetikmeliputi :
• Nama, Bentuk dan kekuatan sediaan
• Dosis dan Jumlah obat
• Stabilitas dan ketersediaan
• Aturan, cara dan teknik penggunaan
Persyaratan klinis meliputi :
• Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
• Duplikasi pengobatan
• Alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
• Kontra indikasi
• Interaksi Obat
Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep
dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya, bila perlu meminta persetujuan
setelah pemberitahuan.
3. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untukmendapatkan informasi
mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang digunakan, riwayat
pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat
pasien.
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan obat:
a. membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam medik/pencatatan
penggunaan obat untuk mengetahuiperbedaan informasi penggunaan obat
b. melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga kesehatan lain
dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan
c. mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
d. mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat
e. melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan obat
f. melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan
g. melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang digunakan
h. melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat
i. melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat
j. memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu kepatuhan minum obat
(concordance aids)
k. mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa sepengetahuan dokter
l. mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan alternative yang
mungkin oleh pasien
Kegiatan :
a. penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien atau keluarganya
b. melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat
Informasi yang harus didapatkan :
a. nama obat (termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan,
indikasi dan lama penggunaan obat
b. reaksi obat yang tidak dikehendaki termmasuk riwayat alergi
c. kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat tersisa)
4. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan obat
yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan obat
(medicationerror) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat.
Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu rumah sakit
ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari rumah sakit ke
layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:
a. memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan pasien
b. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter
c. mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter
Tahapan proses rekonsiliasi obat yaitu:
a. Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akandigunakan pasien, meliputi
nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan
dihentikan,riwayat alergi pasien serta efek samping obat yang pernahterjadi. Khusus untuk data
alergi dan efek samping obat, dicatat tanggal kejadian, obat yang menyebabkan terjadinya
reaksialergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan tingkat keparahan.
Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar obat
pasien, obat yang ada pada pasien, danrekam medik/medication chart.Data obat yang dapat
digunakantidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya. Semua obat yang digunakan oleh pasien
baik resep maupun obat bebas termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.
b. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang dan akan digunakan.
Ketidakcocokan dapat terjadi jika ada obat hilang, berbeda atau diganti tanpa ada penjelasan
yang didokumentasikan pada rekam medik pasien.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi
Jika terjadi ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain
yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah :
1) Menentukan bahwa perbedaan tersebut disengaja atau tidak
2) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti
3) Memberikan tanda tangan, tanggal dan waktu dilakukannya rekonsiliasi obat
d. Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien, keluarga pasien atau perawat mengenai perubahan
terapi yang terjadi.Apoteker bertanggung jawab terhadap informasi obat yang diberikan.
5. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaandan pemberian
informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang
dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien
dan pihak lain di luar rumah sakit.
PIO bertujuan untuk:
a. menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan
rumah sakit dan pihak lain di luar rumah sakit;
b. menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan
obat/Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,dan Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi Tim
Farmasi danTerapi;
c. Menunjang penggunaan obat yang rasional.
Kegiatan PIO meliputi:
a. Menjawab pertanyaan
b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter
c. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan
Formularium Rumah Sakit
d. Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan kegiatan
penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap
e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan
lainnya
f. Melakukan penelitian
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO :
a. Sumber daya manusia
b. Tempat
c. Perlengkapan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam PIO:
a. sumber daya manusia;
b. tempat; dan
c. perlengkapan
6. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasehat atau saran terkait terapi obat
dari apoteker kepada pasien atau keluarganya.Pemberian konseling obat bertujuan untuk
mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan resiko reaksi obat yang tidak dikehendaki dan
meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat
bagi pasien.
Secara khusus konseling obat ditujukan untuk :
a. Meningkatkan hubunngan kepercayaan antara apoteker dengan pasien
b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
c. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan obat sesuai dengan
penyakit
d. Mencegah dan meminimalkan masalah terkait obat
e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
f. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga dapat tercapai tujuan
pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien

Kegiatan dalam konseling obat meliputi :


a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three Prime
Questions
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengeksplorasi masalah penggunaan obat
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat
e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien
f. Dokumentasi
Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling obat :
1. Kriteria Pasien
a. Pasien kondisi khusus (pediatrik, geriatrik, ganggua fungsi ginjal, ibu hamil dan
menyusui)
b. Pasien dengan terapi jangka panjang / penyakit kronis
c. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tapering down/off)
d. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi)
e. Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah
2. Sarana dan Peralatan
a. Ruangan atau tempat konseling
b. Alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling)
7. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker
secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien secara
langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak
dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional dan menyajikan informasi obat kepada
dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
8. Pemantauan Terapi Obat
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan untuk
memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah
meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko reaksi obat yang tidak dikehendaki.
Kegiatan dalam PTO meliputi :
a. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang
tidak dikehendaki
b. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat
Tahapan dalam PTO adalah
a. Pengumpulan data pasien
b. Identifikasi masalah terkait obat
c. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
d. Pemantauan
e. Tindak lanjut
Faktor yang harus diperhatikan :
a. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini dan
terpercaya
b. Kerahasiaan informasi
c. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat)\
9. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon
terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat
yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
MESO bertujuan :
a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenaldan
frekuensinya jarang.
b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah dikenal dan yang baru
saja ditemukan
c. Mengenal semua faktor yang dapat menimbulkan atau mmempengaruhi angka kejadian
efek samping obat
d. Meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat yaitu :
a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek
samping obat
c. Mengevaluasi laporan efek samping obat dengan algoritma Naranjo
d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan efek samping obat di Instalasi Farmasi
bekerjasama dengan Tim Farmasi dan Terapi
e. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
Faktor yang perlu diperhatikan :
a. Kerjasama dengan Tim Farmasi dan Terapi dan ruang rawat
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat
10. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi penggunaan obat yang
terstruktur dan berkesinambungan secara kuantitatif dan kualitatif.
Tujuan EPO yaitu :
a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat
b. Membandingkan pola pennggunaan obat pada periode waktu tertentu
c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat
d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat
Kegiatan praktek EPO yaitu :
a. Mengevaluasi penggunaan obat secara kualitatif
b. Mengevaluasi penggunaan obat secara kuantitatif
Faktor-faktor yang harus diperhatikan yaitu :
a. Indikator peresepan
b. Indikator pelayanan
11. Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit dengan
teknik aseptic untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan melindungi petugas dari
paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
Dispensing sediaan steril bertujuan :
a. Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan
b. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk
c. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya
d. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat
Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi :
1. Pencampuran Obat Suntik
Melakukan pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin kompatibilitas
dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan dosis yang ditetapkan.
Kegiatan pencampuran obat suntik:
a. Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus
b. Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai
c. Mengemas menjadi sediaan siap pakai
Faktor yang harus diperhatikan :
a. Ruangan khusus
b. Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet
c. HEPA Filter
2. Penyiapan Nutrisi Parenteral
Merupakan kegiatan pencampuran nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih
secara aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan, formula standar
dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai.
Kegiatan dalam dispensing sediaan khusus :
a. Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral untuk kebutuhan
perorangan
b. Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi
Faktor yang perlu diperhatikan :
a. Tim terdiri dari dokter, apoteker, perawat, ahli gizi
b. Sarana dan peralatan
c. Ruangan khusus
d. Lemari penncampuran Biological Safety Cabinet
e. Kantong khusus untuk nutrisi parenteral
3. Penanganan Sediaan Sitostatik
Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan obat kanker secara aseptis dalam
kemasan siap pakai sesuai kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan
pengendalian pada keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari
efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada
saat pencampuran, distribusi, maupun proses pemberian kepada pasien sampai pembuangann
limbahnya.
Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi :
a. melakukan perhitungan dosis secara akurat
b. melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
c. mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan
d. mengemas dalam kemasan tertentu
e. membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Faktor yang harus diperhatikan :
a. ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai
b. lemari pencampuran Biological Safety Cabinet
c. HEPA filter
d. Alat Pelindung Diri (APD)
e. sumber daya manusia yang terlatih
f. cara pemberian obat kanker
12. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil pemeriksaan
kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks terapi yang sempit
atau atas usulan dari apoteker kepada dokter.
PKOD bertujuan :
a. mengetahui kadar obat dalam darah
b. memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat
Kegiatan PKOD meliputi :
a. melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan Pemeriksaan Kadar Obat
dalam Darah (PKOD)
b. mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan Pemeriksaan Kadar Obat
dalam Darah (PKOD)
c. menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) dan memberikan
rekomendasi
BAB VIII
MANAJEMEN RESIKO PELAYANAN FARMASI KLINIK
Manajemen risiko adalah suatu metode yang sistematis untuk mengidentifikasi,
menganalisis, mengendalikan, memantau, mengevaluasi dan mengkomunikasikan risiko yang
ada pada suatu kegiatan. Untuk mengetahui gambaran kegiatan pada suatu unit kerja (misalnya
pada pelayanan kefarmasian), terlebih dahulu dilakukan inventarisasi kegiatan di unit kerja
tersebut. Inventarisasi dapat dilakukan dengan cara :
- mempelajari diagram kegiatan yang ada.
- melakukan inspeksi dengan menggunakan daftar tilik (checklist).
- melakukan konsultasi dengan petugas.
Inventarisasi kegiatan diarahkan kepada perolehan informasi untuk menentukan potensi
bahaya (hazard) yang ada. Bahaya (hazard) adalah suatu kondisi pada tempat kerja yang dapat
berpotensi menyebabkan kematian, cedera atau kerugian lain. Pengendalian risiko melalui sistem
manajemen dapat dilakukan oleh pihak manajemen pembuat komitmen dan kebijakan,
organisasi, program pengendalian, prosedur pengendalian, tanggung jawab, pelaksanaan dan
evaluasi.Kegiatan-kegiatan tersebut secara terpadu dapat mendukung terlaksananya pengendalian
secara teknis.
Beberapa resiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik
adalah :
1. Faktor resiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien
Faktor resiko tersebut meliputi umur, jenis kelamin, etnis, ras, status kehamilan, status
nutrisi, status sistem imun, fungsi ginjal, fungsi hati.
2. Faktor resiko yang terkait penyakit pasien
Faktor resiko tersebut yaitu : tingkat keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat keparahan,
tingkat cidera yang menimbulkan oleh keparahan penyakit.
3. Faktor resiko yang terkait farmakoterapi pasien
Faktor resiko tersebut meliputi : toksisitas, profil reaksi obat yang tidak dikehendaki, rute dan
teknik pemberian, persepsi pasien terhadap toksisitas, dan ketepatan terapi.
Langkah yang harus dilakukan setelah melakukan identifikasi terhadap resiko yang potensial
terjadi adalah :
1. Analisa resiko baik secara kualitatif dan kuantitatif
2. Melakukan evaluasi resiko
3. Mengatasi resiko melalui :
a. melakukan sosialisasi terhadap kebijakan Direktur Rumah Sakit
b. mengidentifikasi pilihan tindakan untuk mengatasi resiko
c. menetapkan kemungkinan pilihan (cost benefit analysis)
d. mengimplementasikan rencana tindakan, meliputi menghindari resiko, mengurangi
resiko, memindahkan resiko, menahan resiko, dan mengendalikan resiko.
Pembinaan dan edukasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam setiap tahap
manajemen resiko perlu menjadi proritas perhatian. Beberapa unit di Rumah Sakit yag memiliki
resiko tinggi, antara lain Intensive Care Unit (ICU), Unit Gawat Darurat (UGD) dan Kamar
Operasi (OK).
BAB XI
PENUTUP

Perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan


yang komprehensif dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan bagi apoteker untuk
meningkatkan kompetensinya.
Dengan ditetapkannya Pedoman Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, tidak berarti semua
permasalahan tentang pelayanan kefarmasian di rumah sakit menjadi mudah. Implementasi di
lapangan sudah tentu akan menghadapi berbagai kendala antara lain sumber daya manusia di
rumah sakit, kebijakan manajemen rumah sakit serta pihak-pihak terkait yang pada umumnya
masih mengikuti paradigm lama yang melihat pelayanan farmasi hanya terbatas mengurusi
masalah pengadaan dan distribusi obat saja. Demi keberhasilan pelaksanaan Pedoman Pelayanan
Farmasi di Rumah Sakit perlu komitmen bersama dan kerjasama yang lebih baik antara Instalasi
Farmasi dengan semua unit terkait sehingga pelayanan kesehatan di Rumah Sakit semakin
optimal dan khususnya pelayanan farmasi di Rumah Sakit akan dirasakan oleh pasien atau
masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai