Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ANALISIS ALUR DISTRIBUSI OBAT DAN ALAT KESEHATAN DI INSTALASI


FARMASI RUMAH SAKIT

MANAJEMEN LOGISTIK MEDIK DAN NON-MEDIK RUMAH SAKIT

Disusun untuk memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah


Manajemen Logistik Medis dan Non-Medis

Dosen Pengampu :
Safari Hasan, S.IP., MMRS.

Di susun oleh :
Ananda Ika Trisnawati (10822004)

S1 ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan
rahmat, taufik hidayah- Nya sehingga penulis bisa menyusun tugas Manajemen
Logistik Medis dan Non Medis
ini dengan baik serta tepat waktu. Penulis berharap makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang Alur Distribusi
Obat dan Alat Kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Begitu pula atas
limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah SWT karuniai kepada penulis
sehingga makalah ini dapat tersusun melalui beberapa sumber yakni melalui
kajian pustaka maupun melalui media internet.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :

Bapak Safari Hasan, S.IP.,MMRS selaku dosen pengampu mata kuliah


Manajemen Logistik Medis dan Non-Medis yang telah meluangkan waktu dan
tenaganya untuk mengajar kami mahasiswa Administrasi Rumah Sakit dengan
memberikan ilmu yang sangat bermanfaat. Serta teman – teman dari Prodi S1
Administrasi Rumah Sakit Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini. Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan guna kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima
kasih kepada bapak Dosen dan kepada pihak yang sudah menolong turut dalam
penyelesaian makalah ini. Atas perhatian serta waktunya, penulis sampaikan
banyak terima kasih.

Kediri, 18 April 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii


DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3. Tujuan.................................................................................................... 2
BAB II ISI ............................................................................................................. 3
2.1 Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit .................................................. 3
2.2 Definisi Obat dan Alat Kesehatan .......................................................... 4
2.2.1. Obat .................................................................................................... 4
2.2.2. Alat Kesehatan.................................................................................... 4
2.3 Definisi Distribusi obat dan alat kesehatan............................................. 5
2.4 Sistem Pendistribusian Obat Pada Instalasi Farmasi ............................. 8
2.5 Alur Pendistribusian Obat dan Alat Kesehatan ..................................... 14
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 16
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 16
3.2 Saran ................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 17

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Alur Distribusi Desentralisasi ..................................................................... 9


Gambar 2 Alur Distribusi Obat Resep Individu ........................................................ 10
Gambar 3 Alur Sistem Distribusi Obat Persediaan Lengkap di Ruangan
(Floorstock) ................................................................................................................. 12
Gambar 4 Alur Sistem Distribusi Obat Dosis Unit (UUDS) ..................................... 13
Gambar 5 Langkah-langkah Pelaksanaan Distribusi .............................................. 15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rumah sakit merupakan suatu tempat yang memberikan jaminan
kesehatan bagi orang yang ingin berobat dan rumah sakit adalah salah satu
sarana yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan memberikan
pelayanan dan mutu yang baik. Dalam memberikan pelayanan yang terbaik,
tentunya ada bagian rumah sakit yang berperan untuk menyediakan
kebutuhan obat serta alat kesehatan untuk menunjang berjalannya suatu
pelayanan di rumah sakit yaitu pada Pelayanan Kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian pada Instalasi Farmasi telah memiliki standar
yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan No 72 Tahun 2016
yang memiliki tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian,
menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian, dan dapat melindungi
pasien dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka kesehatan
pasien (Permenkes, 2016). Pada kegiatannya sendiri, pelayanan kefarmasian
memiliki dua kegiatan yakni kegiatan yang bersifat manajerial seperti
pengelolaan sediaan obat, alat kesehatan (Alkes), bahan medis habis pakai
(BMHP) dan kegiatan pelayanan farmasi klinik.
Kebutuhan obat dan alat kesehatan merupakan salah satu bagian yang
sangat penting di rumah sakit, maka pada instalasi Farmasi rumah sakit,
perlunya tindakan pendistribusian obat dan alat kesehatan yang dilakukan
dengan baik dan merata agar pasien mendapatkan pelayanan yang
maksimal. Dalam Memenuhi kebutuhan obat-obatan dan alat kesehatan di
suatu rumah sakit, perlu dilakukannya pendistribusian. Distribusi adalah
proses penyerahan obat – obatan dimulai dari sendiaan yang disiapkan oleh
Instalasi Farmasi Rumah Sakit lalu diserahkan kepada pelayan kesehatan
sampai obat tersebut diberikan kepada pasien. Sedangkan untuk alat
kesehatan, yaitu sebagai indikator penunjang dalam penggunaan obat oleh
pasien. Peran dari distribusi sangat besar bagi kesehatan pasien. Karena
dengan terlaksananya proses distribusi yang baik maka obat-obatan dan alat
kesehatan akan tersampaikan pada pasien yang membutuhkan secara cepat
dan tepat waktu tanpa harus menunggu lama. Oleh karena itu rumah sakit
harus menciptakan perencanaan manajemen yang matang dalam proses
distribusi tersebut (Khasanah,2019).
Dalam lingkup Rumah Sakit, sering terjadi masalah – masalah yang
membuat pelayanan menjadi terhambat, mutu pelayanan menurun dan
membuat kepuasaan pasien berkurang. Hal ini terjadi salah satunya karena
keterlambatan dalam pendistribusian obat dan alat kesehatan. Sehingga
pasien menunggu dengan waktu yang cukup lama, sedangkan pasien sangat
membutuhkan obat tersebut untuk kesembuhan mereka. Untuk mengatasi
hal tersebut, Rumah Sakit harus benar dalam memproses pendistribusian

1
obat – obatan dan alat kesehatan sehingga tidak terjadi hal-hal yang dapat
merugikan pasien dan rumah sakit.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa itu Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ?
2. Apa yang dimaksud dengan obat dan alat kesehatan ?
3. Apa yang dimaksud dengan distribusi obat dan alat kesehatan di
Rumah Sakit ?
4. Bagaimana sistem pendistribusian obat pada Instalasi Farmasi?
5. Bagaimana alur dari pendistribusian obat dan alat kesehatan di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit ?

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui penjelasan tentang Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
2. Untuk mengetahui penjelasan tentang obat dan alat kesehatan.
3. Untuk mengetahui penjelasan tentang distribusi obat dan alat
kesehatan di Rumah Sakit.
4. Untuk mengetahui sistem pendistribusian obat pada Instalasi Farmasi.
5. Untuk mengetahui tentang alur dari pendistribusian obat dan alat
kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

2
BAB II
ISI

2.1 Definisi Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi Farmasi adalah salah satu departemen di rumah sakit yang


dipimpin oleh seorag apoteker yang berkompeten dan sudah memenuhi
syarat sebagai seorang apoteker. Apoteker ini bertanggung jawab atas semua
pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah salah satu bentuk
pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab atas sediaan farmasi untuk
pasien. Peran utama dalam pelayanan kefarmasian adalah penyediaan
kesediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakau yang
memiliki mutu baik dan dapat terjangkau dikalangan masyarakat. Tidak hanya
itu, pelayanan kefarmasian juga memiliki peran dalam perencanaan, produksi,
penyimpanan, pembekalan kesehatan, dispensing obat sesuai dengan resep
yang benar untuk pasien, pengendalian mutu pelayanan, distribusi obat dan
alat kesehatan.
Farmasi Rumah Sakit umumnya dibagi menjadi dua tugas pokok yakni
pada bidang klinik dan manajemen. Pada manajemen obat rumah sakit dapat
meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, administrasi.
Instalasi Farmasi betanggung jawab penuh untuk dapat mengembangkan
pelayanan dengan memenuhi kebutuhan seluruh unit di Rumah Sakit.
Dalam praktiknya, Instalasi Farmasi memiliki beberapa pengelolaan
sumber daya yang meliputi sumber daya manusia, sarana prasarana, dan
kebijakan prosedur. Pada pengelolaan sumber daya manusia, Instalasi
Farmasi Rumah Sakit memiliki apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
Seorang apoteker harus lulus sebagai apoteker dan sudah mengucapkan
sumpah jabatan apoteker. Untuk tenaga teknis kefarmasian terdiri atas
sarjana farmasi, analis farmasi, ahli madya farmasi yang bertugas untuk
membantu seorang apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian. Pada
pengelolaan sarana dan prasarana, Rumah Sakit harus sudah memenuhi
standar pelayanan kefarmasian yang tercantum pada peraturan menteri
kesehatan tahun 2004 yang menyatakan bahwa rumah sakit harus memenuhi
perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non steril, maupun cair
untuk obat luar atau dalam. Pada fasilitas rumah sakit harus terjamin atas
pengukuran, persyaratan, penaraan, dan kalibrasi untuk setiap tahunnya.
Fasilitas yang harus tersedia di rumah sakit antara lain :
a. Peralatan yang digunakan untuk penyimpanan, peracikan, dan
pembuatan obat baik nonsteril maupun aseptic
b. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika
c. Lemari pendingin dan AC untuk obat yang termolabil

3
d. Peralatan kantor digunakan untuk administrasi dan arsip
e. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah
f. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan
informasi obat
g. Ruang distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai.
Selanjutnya pada kebijakan prosedur, Rumah sakit harus menerapkan
peraturan dan prosedur yang mencerminkan pada standar pelayanan
kefarmasian yang mutakhir atau sesuai dengan peraturan dan tujuan dari
pelayanan farmasi yang ada di rumah sakit itu sendiri.

2.2 Definisi Obat dan Alat Kesehatan


2.2.1. Obat
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, Obat
adalah bahan, paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi,
untuk manusia. Dalam pemakaiannya, obat digolongkan menjadi
empat yakni:
a. Obat bebas adalah obat yang dibeli tanpa ada resep dokter.
Ciri-ciri dari obat bebas yaitu lingkaran hijau dengan garis tepi
berwarna hitam.
b. Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk
obat keras tetapi masih bisa dibeli tanpa resep dokter. Ciri-ciri
dari obat bebas terbatas yaitu lingkaran biru dengan garis tepi
berwarna hitam.
c. Obat keras dan psikotropika adalah obat yang hanya ada di
apotek dengan resep dokter. Ciri-ciri dari obat keras dan
psikotropika yaitu huruf K dalam lingkaran merah dengan garis
tepi berwarna hitam.
d. Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman dan
bukan dari tanaman yang sintesis maupun semi sintesis. Obat
ini menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, menghilangkan rasa nyeri dam dapat
menimbulkan ketergantungan.

2.2.2. Alat Kesehatan


Menurut PERMENKES Nomer 1189 tahun 2010, Alat kesehatan
adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur
dan memperbaiki fungsi tubuh. Alat kesehatan yang digunakan di

4
Rumah Sakit memiliki tujuan dalam penggunaannya. Tujuan tersebut
antara lain :
a. Diagnosa, pencegahan, pemantauan, perlakuan atau
pengurangan penyakit
b. Diagnosa, pemantauan, perlakuan, pengurangan atau
kompensasi kondisi sakit
c. Penyelidikan, penggantian, pemodifikasian, mendukung
anatomi atau proses fisiologis
d. Mendukung atau mempertahankan hidup
e. Mengahalangi pembuahan
f. Desinfeksi alat kesehatan
g. Menyediakan informasi untuk tujuan medis atau diagnose
melalui pengujian in vitro terhadap specimen dari tubuh
manusia.
Dalam Klasifikasi alat kesehatan menurut Permenkes nomor 1190
tahun 2010 tentang izin edar alat kesehatan dan PKRT berdasarkan
risiko yang ditimbulkan alat terhadap pasien atau pengguna yang
terdiri atas :
a. Kelas I : alat kesehatan yang kegagalannya tidak
menyebabkan akibat yang berarti.
b. Kelas IIa : alat kesehatan yang kegagalannya atau salah
penggunaannya dapat memberikan akibat yang berarti kepada
pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang serius.
c. Kelas IIb : alat kesehatan yang kegagalannya atau salah
penggunaannya dapat memberikan akibat yang sangat berarti
kepada pasien tetapi tidak menyebabkan kecelakaan yang
serius.
d. Kelas III : alat kesehatan yang kegagalannya atau salah
penggunaannya dapat memberikan akibat yang serius kepada
pasien, perawat, operator.
Sebelum alat kesehatan beredar adanya perlu mengisi formulir dan
pemenuhan syarat yang lengkap termasuk analisa risiko dan bukti
keamanannya untuk dinilai serta memrlukan uji klinis.

2.3 Definisi Distribusi obat dan alat kesehatan


Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan untuk menyalurkan atau
menyerahkan sediaan farmasi,alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai dari tempat penyimpanan lalu diserahkan ke unit pekayanan atau
pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan
ketepatan waktu. (Permenkes, 2016). Distribusi obat di rumah sakit adalah
suatu kegiatan yang bertujuan agar tersalurkannya obat,alat kesehatan
dengan menjamin ketersediaan, keamanan, ketepatan waktu, dan
memenuhi standar mutu pelayanan rumah sakit. Distribusi ini merupakan

5
suatu aspek yang sangat penting dalam menjamin kualitas sediaan baik
sampai ke tangan konsumen.
Demi menjamin kualitas dari obat dan alat kesehatan agar tetap tersedia
maka Badan Pengawasan Obat dan Makanan menetapkan peraturan
Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi yang Baik.
Cara distribusi obat yang baik atau disingkat CDOB adalah cara distribusi
atau penyaluran obat dan bahan obat yang bertujuan memastikan mutu
sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya. Pedoman pada teknis CDOB antara lain : manajemen
mutu; organisasi, manajemen, dan personalia; bangunan dan peralatan;
operasional; inspeksi diri; keluhan, Obat, dan/atau Bahan Obat kembalian,
diduga palsu dan penarikan kembali; transportasi; fasilitas distribusi
berdasarkan kontrak; dokumentasi; ketentuan khusus Bahan Obat;
ketentuan khusus produk rantai dingin; dan ketentuan khusus narkotika,
psikotropika, dan prekursor farmasi. Pedoman ini tidak dapat dipisahkan
dari peraturan Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi yang Baik.
Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Semua pihak yang
terlibat dalam distribusi obat atau bahan obat bertanggungjawab untuk
memastikan mutu obat atau bahan obat dan mempertahankan integritas
rantai distribusi selama proses distribusi. Selain itu . Semua pihak yang
terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan prinsip kehati-hatian
(due diligence) dengan mematuhi prinsip CDOB, misalnya dalam prosedur
yang terkait dengan kemampuan telusur dan identifikasi risiko. Dalam
menjaga distribusi obat agar sampai ditangan konsumen agar tetap aman
maka sebelum diserahkan pada pihak farmasi Rumah Sakit, sudah
terdapat kerja sama antara semua pihak termasuk pemerintah, bea dan
cukai, lembaga penegak hukum, pihak yang berwenang, industri farmasi,
fasilitas distribusi dan pihak yang bertanggung jawab untuk penyediaan
obat, memastikan mutu dan keamanan obat serta mencegah paparan obat
palsu terhadap pasien.
Demi lebih memastikan mutu sepanjang alur pendistribusian, maka
Rumah Sakit harus memantau atau mengawasi kualitas produk mulai dari
produk masuk gudang hingga sampai ke tangan konsumen. Untuk
pengawasan secara komprehensif, rumah sakit perlu menerapkan Good
Storage Practice (GSP) agar rumah sakit dapat menjamin mutu, khasiat,
keamanan, dan keabsahan obat. Berikut prinsip dalam penerapan GSP
yang meliputi:
a. Area Penyimpanan
Pada area penyimpanan, Rumah sakit harus menyediakan area ini
dengan kapasitas yang cukup dan dirancang untuk memastikan
kondisi penyimpanan yang baik. Area penyimpanan harus dalam
keadaan bersih, kering, dan dipelihara dalam batas suhu yang
dapat diterima. Pada kondisi khusus, area penyimpanan

6
memerlukan label suhu dan kelembaban relative, yang harus
dipantau oleh petugas farmasi.
b. Kondisi Penyimpanan
Pada kondisi penyimpanan untuk produk farmasi harus sesuai
dengan hasil pengujian stabilitas.
c. Monitoring Kondisi Penyimpanan
Monitoring ini dilakukan dengan menggunakan peralatan yang
nantinya peralatan tersebut diperiksa pada interval yang telah
ditentukan sebelumnya dan hasil dari pemeriksaan tersebut harus
dicatat dan disimpan. Peralatan yang digunakan untuk pemantauan
harus dikalibrasi pada interval yang ditentukan. Peralatan yang
digunakan untuk memonitoring kondisi penyimpanan berupa
thermometer atau alat pemantau suhu.
d. Dokumentasi, meliputi instruksi tertulis dan rekap data
Segala informasi sangat diperlukan dalam dokumentasi, baik
informasi tertulis maupun elektronik harus ada di setiap produk
disertai dengan kondisi penyimpanannya.Prosedur harus disertai
dengan pemetaan suhu, keamanan gudang, penghancuran stok
yang tidak dapat dijual dan penyimpanan catatan juga harus
tersedia.
e. Peputaran dan Pengendalian Stock
Rekonsiliasi stok secara periodik dilakukan untuk membandingkan
stok secara aktual dan stok yang terekap sebelumnya. Perbedaan
yang signifikan harus diinvestigasi sebagai tindakan pencegahan
terhadap kemungkinan terjadinya mix up dan atau pendataan yang
salah.

Pada saat penyimpanan, produk farmasi harus selalu dijaga sampai pada
saat proses pengiriman. Semua penyimpangan terkait kondisi
penyimpanan harus dikonsultasikan dengan pihak manufaktur. Terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat proses pengiriman yakni:
1. Kondisi khusus yang diperlukan selama proses pengiriman harus
dipantau dan dicatat.
2. Pada saat proses pengiriman tidak boleh memberikan efek negative
terhadap integritas dan kualitas.
3. Pada prosedur tertulis harus disertai selama proses untuk dilakukan
investigasi terhadap segala penyimpangan terkait kondisi
penyimpanan, contohnya jika suhu tempat penyimpanan produk
saat proses pengiriman tidak sesuai.

4. Produk yang dikirim harus dapat dilacak selama proses distribusi


5. Semua produk farmasi harus disimpan dan didistribusikan dalam
wadah yang memberikan perlindungan memadai dari pengaruh

7
eksternal dan internal termasuk dapat terkontaminasi oleh mikroba.
Lebel yang ditempelkan di wadah harus jelas, tidak ambigu.
Pada rekap data pengiriman produk farmasi harus memuat informasi
sebagai berikut:
1. Waktu pengiriman
2. Nama dan identitas pengirim
3. Deskripsi produk meliputi nama, bentuk, dan kekuatan sediaan
4. Jumlah produk
5. No batch dan tanggal kadaluarsa
6. Kondisi transportasi dan penyimpanan

2.4 Sistem Pendistribusian Obat Pada Instalasi Farmasi


Sistem disitribusi obat merupakan suatu tatanan yang ada di Rumah Sakit
dengan memiliki jaringan sarana, personel, prosedur, dan jaminan mutu
yang serasi, terpadu dan berorientasi dalam kegiatan penyimpanan sediaan
obat beserta informasinya kepada pasien. Pada sistem pendistribusian obat
mencakup penghantaran sediaan obat yang telah didispensing IFRS ke
daerah perawatan dengan keamanan dan ketepatan obat, ketepatan jadwal,
tanggal, waktu, dan metode pemberian dan ketepatan personel pemberi obat
kepada pasien serta kebutuhan mutu obat.
Berikut adalah bentuk dari pendistribusian logistic Farmasi Rumah Sakit:
1. Desentralisasi
Desentralisasi merupakan pelayanan yang memiliki cabang yang
berada di dekat unit perawatan atau pelayanan sehingga pada saat
penyimpanan dan pendistribusian kebutuhan obat atau barang
farmasi, unit perawatan atau pelayanan ini tidak dilayani oleh pusat
pelayanan farmasi baik dari segi kebutuhan individu atau kebutuhan
dasar ruangan.
Bentuk distribusi ini memiliki keuntungan antara lain :
a. Obat tersedia dengan cepat untuk dikonsumsi pasien yang
membutuhkan
b. Pengendalian obat dan akuntabilitas semakin baik
c. Apoteker dapat mengkaji kartu pengobatan dan dapat berbicara
dengan pasien yang bersangkutan secara efektif.
d. Apoteker lebih mudah untuk berkomunikasi dengan dokter dan
perawat.
e. Waktu kerja perawat dalam distribusi dan penyiapan obat untuk
digunakan penderita berkurang, karena tugas tersebut lebih
banyak dikerjakan oleh personel IFRS desentralisasi
f. Apoteker lebih mudah melakukan penelitian klinik obat dan studi
assessment mutu terapi obat penderita.
g. Pada pelayanan klinik apoteker yang terspesialisasi dapat
dikembangkan secara efisien

8
Selain keuntungan, Desentralisasi juga memiliki kelemahan yang
tidak dapat dipungkiri. Kelemahan tersebut antara lain :
a. Waktu yang digunakan untuk distribusi obat tergantung pada
ketersediaan asisten apoteker bermutu dan berkompeten.
b. Pada pengendalian inventori obat dalam IFRS keseluruhan akan
lebih sulit karena anggota staf yang berpraktik dalam lapangan lebih
banyak dibandingkan pada IFRS desentralisasi
c. Lebih banyak membutuhkan alat, seperti acuan pustaka informasi
obat “Laminar air flow”, lemari pendingin, rak obat, dan alat untuk
meracik obat.
d. Jumlah pasien biasanya lebih banyak yang menyebabkan beban
kerja pada distribusi obat yakni dapat melebihi kapasitas ruangan
dan personil unit IFRS desentralisasi yang kecil.

Gambar 1 Alur Distribusi Desentralisasi

2. Sistem Distribusi Obat Resep Individu


Pada sistem ini, resep individu merupakan order resep yang ditulis
dokter untuk setiap pasien atau penderita. Dalam sistem distribusi
obat resep individu, semua obat yang diperlukan untuk pengobatan
di-dispencing dari IFRS. Resep yang orisinil pada perawat dikirim ke
IFRS, kemudian order atau resep tersebut disiapkan untuk
didistribusikan kepada pasien yang bersangkutan.
Sistem distribusi ini memiliki keuntungan antara lain :
a. Semua resep atau order akan dikaji langsung oleh apoteker, yang
juga dapat memberi keterangan atau informasi kepada perawat
berkaitan dengan obat pasien atau penderita.

9
b. Dapat memberikan kesempatan berinteraksi professional antara
apoteker-dokter-perawat-pasien atau penderita.
c. Memungkinkan pengendalian yang lebih dekat atas perbekalan
d. Mempermudah penagihan obat penderita.

Selain itu, sistem distribusi ini memiliki kelemahan antara lain :


a. Terdapat kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai
kepada pasien atau penderita.
b. Jumlah SDM pada IFRS menjadi meningkat
c. Menjadi lebih membutuhkan banyak perawat dan membutuhkan
banyak waktu untuk menyiapkan obat di ruang pada saat
konsumsi obat.
d. Memungkinkan terjadinya kesalahan obat karena kurangnya
pemeriksaan ulang pada saat penyiapan konsumsi.

Gambar 2 Alur Distribusi Obat Resep Individu

3. Sistem Persediaan Lengkap di ruangan (Floorstock)


sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang adalah tatanan
kegiatan penghantaran sediaan obat sesuai dengan yang ditulis
dokter pada order obat, yang disiapkan dari persediaan di ruang oleh
perawat dan dengan mengambil dosis atau unit obat dari persediaan
yang langsung diberikan kepada penderita di ruang itu. Dalam sistem
distribusi obat persediaan lengkap di ruang, semua obat yang
dibutuhkan penderita tersedia dalam ruang tersebut, kecuali obat

10
yang jarang digunakan otau obat yang sangat mahal. Persediaan
obat di ruang dipasok oleh IFRS. Biasanya sekali seminggu personil
IFRS memeriksa persediaan obat di ruang, lalu menambah
menambah persediaan obat yang persediaannya sudah sampai
tanda batas pengisian kembali . Obat yang di-dispensing dibawah
sistem ini terdiri atas obat penggunaan umum yang biayanya
dibebankan pada biaya paket perawatan menyeluruh dan order obat
yang harus dibayar sebagai biaya obat. Obat penggunaan umum ini
terdiri atas obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan oleh
PFT dan IFRS yang tersedia di unit perawat, misalnya kapas
pembersih luka, larutan antiseptik, dan obat tidur. Biasanya obat ini
dibayar sebagai bagian dari biaya pelayanan perawatan. Obat yang
harus dibayar tersedia pada tiap unit perawat dan penderita yang
menggunakannya akan membayarnya sebagai biaya obat.
Sistem distribusi ini memiliki keuntungan antara lain :
a. Obat yang diperlukan pasien atau penderita selalu tersedia.
b. Peniadaan pengembalian obat yang tidak terpakai ke IFRS
c. Pengurangan penyalinan kembali order obat
d. Pengurangan jumlah SDM IFRS yang diperlukan.

Sistem distribusi ini juga memiliki kelemahan antara lain :


a. Kesalahan obat sangat meningkat karena order obat tidak dikaji
oleh apoteker.Di samping itu, penyiapan obat dan konsumsi obat
dilakukan oleh perawat sendiri, tidak ada pemeriksaan ganda.
b. Persediaan obat di unit perawat meningkat dengan fasilitas
ruangan yang sangat terbatas. Pengendalian persediaan dan
mutu, kurang diperhatikan oleh perawat. Akibatnya penyimpanan
yang tidak teratur, mutu obat cepat merosot, dan tanggal
kadaluarsa kurang diperhatikan sehingga sering terjadi sediaan
obat yang tak terpakai karena telah kadaluarsa.
c. Pencurian obat meningkat.
d. Meningkatnya bahaya karena kerusakan obat.
e. Penambahan modal investasi untuk menyediakan fasilitas
penyimpanan obat yang sesuai disetiap daerah perawatan
penderita.
f. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani obat.
g. Meningkatnya kerugian karena kerusakan obat.

11
Gambar 3 Alur Sistem Distribusi Obat Persediaan Lengkap di Ruangan
(Floorstock)

4. Sistem Distribusi Obat Kombinasi Resep Individual dengan


Persediaan Ruangan
Rumah sakit yang menerapkan sistem ini, selain menerapkan
distribusi resep atau order individual sentralisasi, juga menerapkan
distribusi persediaan di ruangan ( daerah penderita ) yang terbatas.
Jenis dan jumlah obat yang tersedia di ruangan ditetapkan oleh PFT (
Panitia Farmasi Terapi )dengan masukan IFRS dan dari pelayanan
keprawatan. Sistem kombinasi biasanya diadakan untuk mengurangi
beban kerja IFRS. Obat yang disediakan di ruangan adalah obat
yang diperlukan oleh banyak penderita, setiap hari diperlukan, dan
biasanya adalah obat yang relative murah, mencakup obat resep
atau obat bebas.
Sistem distribusi ini memiliki keuntungan antara lain :
a. Semua resep/order individual dikaji langsung oleh apoteker.
b. Adanya kesempatan berinteraksi profesional antara apoteker –
dokter – perawat – penderita.
c. Obat yang diperlukan dapat segera tersedia bagi penderita.
d. Beban IFRS dapat berkurang

Selanjutnya sistem ini juga memiliki kekurangan antara lain :


a. Kemungkinan keterlambatan sediaan obat sampai kepada
penderita (obat resep individu).
b. Kesalahan obat dapat terjadi (obat dari persediaan ruang)

5. Sistem Distribusi Obat Dosis Unit (UUDS)


Obat dosis unit merupakan obat yang di order oleh dokter untuk
pasien atau penderita, obat tersebut terdiri dari beberapa jenis obat
yang masing-masing dalam kemasan dosis tunggal dan jumlah

12
persediaan yang cukup untuk jangka waktu tertentu. Pasien hanya
membayar obat yang dikonsumsi saja. Pada sistem distribusi obat
dosis unit adalah metode dispensing dan pengendalian obat yang di
koordinasi oleh instalasi farmasi dan rumah sakit. Sistem dosis setiap
unit berbeda karena menyesuaikan kebutuhan khusus rumah sakit.
Kebutuhan khusus tersebut berupa obat dikandung dalam kemasan
unit tunggal, didispensing dalam bentuk siap konsumsi, untuk jangka
waktu obat tidak lebih dari 24 jam persediaan dosis, diantarkan ke
ruang perawatan atau tersedia pada ruang perawatan pasien atau
penderita setiap waktu.
Sistem distribusi ini memiliki keuntungan antara lain :
a. Pasien atau penderita menerima pelayanan IFRS selama 24 jam
sehari dan pasien hanya membayar obat yang dikonsumsinya saja.
b. Semua dosis yang diperlukan pada unit perawatan telah disiapkan
oleh petugas IFRS, untuk perawat lebih banyak mempunyai waktu
untuk merawat langsung pasien atau penderita.
c. Memperluas cakupan dan pengendalian IFRS dirumah sakit secara
keseluruhan. Dari dokter menulis resep atau order sampai pasien
atau penderita menerima dosis unit.
d. Apoteker dapat datang ke unit perawat atau ruang pasien untuk
melakukan konsultasi obat, membantu memberikan masukan
kepada tim sebagai upaya yang diperlukan untuk perawatan
penderita yang lebih baik.
e. Peningkatan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat
menyeluruh
f. Pengedalian yang lebih besar dilakukan oleh apoteker atas beban
kerja IFRS dan penjadwalan staf.

Gambar 4 Alur Sistem Distribusi Obat Dosis Unit (UUDS)

13
2.5 Alur Pendistribusian Obat dan Alat Kesehatan
Pada proses alur distribusi obat dan alat kesehatan, dimulai dari
ruangan membuat permintaan kebagian distribusi, kemudian dari
distribusi merekap permintaan barang yakni obat dan alat kesehatan ke
gudang, setelah dari gudang melakukan pengeluaran barang ke bagian
distribusi dan dari distribusi dikeluarkan ke masing-masing ruangan. Dari
ruangan bertanggung jawab atas obat yang digunakan oleh pasien atau
penderita.
Pendistribusian dilakukan setiap hari, pendistribusian obat dan alat
kesehatan merupakan kegiatan penyaluran obat dan alat kesehatan habis
pakai, dalam melakukan permintaan barang tentunya ada cara pengisian
data untuk proses pendistribusian barang. Pendistribusian dapat
dilakukan secara komputerisasi atau tidak dilakukan secara manual.
Dalam melakukan proses ini tentunya tidak hanya satu orang saja
malainkan lebih dari satu orang. Cara pengisian data sesuai dengan
standar operasional prosedur atau prosedur tetap dari masing-masing
rumah sakit. Adapun tujuan dari Pendistribusian obat dan alat kesehatan
antara lain :
a. Memastikan ketersediaan obat dan alat kesehatan yang cukup
untuk merespons kebutuhan pasien.
b. Mengelola persediaan obat dan alat kesehatan untuk memastikan
tidak terjadi kekurangan atau kelebihan persediaan.
c. Memastikan distribusi obat dan alat kesehatan dilakukan dengan
efisien untuk menghemat waktu dan biaya.
d. Memastikan distribusi obat dan alat kesehatan dilakukan dengan
efisien untuk menghemat waktu dan biaya.
e. Memastikan bahwa obat-obatan dan alat kesehatan didistribusikan
dengan aman, mengurangi risiko kesalahan dalam pengiriman atau
penggunaan.
f. Memastikan bahwa obat-obatan dan alat kesehatan didistribusikan
dengan aman, mengurangi risiko kesalahan dalam pengiriman atau
penggunaan.
g. Memastikan bahwa semua distribusi mematuhi peraturan dan
kebijakan yang berlaku.

Berikut adalah langkah-langkah pelaksanaan distribusi

14
Gambar 5 Langkah-langkah Pelaksanaan Distribusi

Umumnya mekanisme dari pendistribusian obat dan alat kesehatan di Instalasi


Farmasi Rumah Sakit harus berjalan dengan baik karena obat dan alat
kesehatan harus didistribusikan secara merata untuk memenuhi kebutuhan para
pasien yang membutuhkan. Pengiriman dan penerimaan obat yang selalu tepat
waktu adalah salah satu ciri pendistribusian tersebut dapat dikatakan sebagai
pendistribusian obat dan alat kesehatan yang baik.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Salah satu kegiatan yang menjadi bagian penting dalam Rumah sakit
ialah pada kegiatan pendistribusian. Pendistribusian yang berada di
bawah tanggung jawab dari Instalasi Farmasi yakni pada pendistribusian
obat dan alat kesehatan. Pendistribusian obat dan alat kesehatan sendiri
adalah suatu kegiatan yang bertujuan agar tersalurkannya obat,alat
kesehatan dengan menjamin ketersediaan, keamanan, ketepatan waktu,
dan memenuhi standar mutu pelayanan rumah sakit.
Pada kegiatan distribusi tidak akan berjalan dengan baik tanpa
andanya sistem dan alur yang jelas dalam proses distribusi ini. Sistem
dalam pendistribusian dibagi menjadi lima sistem antara lain :
desentralisasi, sistem distribusi obat resep individu, sistem distribusi obat
persediaan lengkap di ruang (Floor Stock), sistem distribusi obat
kombinasi resep individu dan persediaan di ruang rumah sakit, dan
sistem distribusi obat dosis unit (UDDS). Selain sistem, alur distribusi juga
berperan sangat penting dalam melakukan pendistribusian obat dan alat
kesehatan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Pada proses alur distribusi
obat dan alat kesehatan, dimulai dari ruangan membuat permintaan
kebagian distribusi, kemudian dari distribusi merekap permintaan barang
yakni obat dan alat kesehatan ke gudang, setelah dari gudang melakukan
pengeluaran barang ke bagian distribusi dan dari distribusi dikeluarkan ke
masing-masing ruangan. Dari ruangan bertanggung jawab atas obat yang
digunakan oleh pasien atau penderita.
Adanya kegiatan pendisitribusian obat dan alat kesehatan di Instalasi
Farmasi rumah sakit, dapat meningkatkan kualitas pelayanan yang
diberikan, serta mutu pelayanan dapat meningkat karena obat dan alat
kesehatan adalah barang yang paling penting di Rumah Sakit, jika terjadi
keterlambatan dalam pendistribusian obat dan alat kesehatan, maka
mungkin terjadi mutu pelayanan menurun dan kepuasan pasien sangat
kurang bahkan pasien tidak lagi berobat di rumah sakit tersebut dan
rumah sakit mengalami penurunan dalam penerimaan pasien.

3.2 Saran
Pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit, kegiatan yang sangat penting untuk
menunjang berjalannya suatu rumah sakit yakni pendistribusian obat dan
alat kesehatan. Suatu Rumah sakit harus terus mengawasi kegiatan
pendistribusian agar tidak terjadi keterlambatan dalam pendistribusian
obat dan alat kesehatan. Ketepatan waktu pendistribusian , ketersediaan
obat adalah salah satu kunci rumah sakit tersebut terus beroperasi dan
tetap memberikan pelayanan kesehatan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1991). Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia.

Indriastuti, A. K., & Andriani, H. (2022). Analisis Penyimpanan dan Distribusi


Obat, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Gigi Mulut Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi. Jurnal
Imilah Indonesia, 17399-17411.

Irawati, W. (2022, Desember 7). Menjaga Mutu Obat Selama Distribusi.


Kemenkes Ditjen Yankes.

Kurniaji, B. (2021). Alur Distribusi Obat dan Alat Kesehatan di Instalasi Farmasi
RSUD DR.M. ASHARI Pemalang. 1-107.

Rusdiana, N., Saputra, B., & Noviyanto, F. (2015). Alur Distribusi Obat dan Alat
Kesehatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Malingping. 24-
29.

Satibi. (2015). Manajemen Obat di Rumah Sakit. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press.

Siregar, C. (2003). Farmasi Rumah Sakit , Teori dan Terapan. Jakarta: Buku
Kedokteran, EGC.

Siregar, C., & Amalia , L. (2004). Teori dan Penerapan Farmasi Rumah Sakit.
Buku Kedokteran EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai