Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PKL PERAPOTEKAN 1

“PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK”

DISUSUN OLEH :

NAMA : DEWI ARNITA


NIM : PO713251211010
KELAS/ TINGKAT : A / 2

PROGRAM STUDI D3 FARMASI

JURUSAN FARMASI

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

2023
LEMBAR PENGESAHAN
MAKALAH PKL PERAPOTEKAN 1

PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

DISUSUN OLEH :

NAMA : DEWI ARNITA


NIM : PO713251211010
KELAS /TINGKAT : A / 2

DISAHKAN PADA TANGGAL, 24 MEI 2023


PEMBIMBING

Raimundus Chaliks, S.Si.,M.Sc.,Apt


NIP. 19770101 200112 1 002

iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Pelayanan Kefarmasian di Apotek” ini dengan tepat waktu.

Dalam penyusunan makalah ini, mungkin penulis mengalami kesulitan dan


kendala yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan, pengetahuan, wawasan,
serta pola pikir penulis. Namun berkat keyakinan, keinginan, dan usaha dengan
sungguh-sungguh akhirnya semua hambatan itu dapat penulis atasi.
Makalah yang telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Meski telah disusun secara maksimal oleh penulis, akan tetapi penulis
sebagai manusia biasa sangat menyadari bahwa makalah ini sangat banyak
kekurangannya dan masih jauh dari kata sempurna.
Dengan demikian, penulis berharap dengan dibuatnya makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca lainnya.

Makassar, 25 Mei 2023

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................................ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iv
BAB I.................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
I.1 Latar Belakang........................................................................................................... 1
I.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
I.3 Tujuan ........................................................................................................................ 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
II.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) .......................................................................................................................... 3
II.1.1 Pemilihan........................................................................................................... 4
II.1.2 Perencanaan Kebutuhan .................................................................................... 4
II.1.3 Pengadaan ......................................................................................................... 5
II.1.4 Penerimaan ........................................................................................................ 6
II.1.5 Penyimpanan ..................................................................................................... 6
II.1.6 Pemusnahan dan Penarikan ............................................................................... 7
II.1.7 Pengendalian ..................................................................................................... 8
II.1.8 Pencatatan dan Pelaporan .................................................................................. 8
II.2 Pelayanan Farmasi Klinik .................................................................................... 9
II.2.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep ...................................................................... 9
II.2.2 Dispensing ....................................................................................................... 10
II.2.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO) ..................................................................... 12
II.2.4 Konseling ........................................................................................................ 13
II.2.5 Pemantauan Terapi Obat (PTO) ...................................................................... 15
II.3 Sumber Daya Kefarmasian ................................................................................. 17
II.4 Sarana dan Prasarana ......................................................................................... 18
BAB III ............................................................................................................................ 20
PENUTUP ....................................................................................................................... 20

v
III.1 Kesimpulan ........................................................................................................... 20
III.2 Saran ..................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 21

vi
BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya
dengan orientasi obat kepada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian
(Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut,
apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat
berinteraksi langsung dengan pasien.

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM,


sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta
administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan
obat, penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep)
dengan memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode
tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan.

Keinginan yang kuat untuk mengembalikan peran seorang farmasis di


dunia kesehatan membuat pelayanan kefarmasian berkembang menjadi
farmasis klinik (clinical pharmacist). Farmasi Klinik merupakan istilah untuk
farmasis yang menjalankan praktik kefarmasian di klinik atau di rumah sakit.
Keberadaan praktik profesional dari farmasis ini sama sekali tidak
dimaksudkan untuk menggantikan peranan dokter, tetapi bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan peningkatan pelayanan kesehatan terkait adanya
peresepan ganda untuk satu orang pasien, banyaknya obat-obat baru yang
bermunculan, kebutuhan akan informasi obat, angka kesakitan dan kematian
yang terkait dengan penggunaan obat serta tingginya pengeluaran pasien
untuk biaya kesehatan akibat penggunaan obat yang tidak tepat.

Ruang lingkup dalam pelayanan farmasi harus dilaksanakan dalam


kerangka sistem pelayanan kesehatan yang berorientasi pada pasien. Ruang
lingkup pelayanan farmasi tersebut meliputi tanggung jawab farmasis dalam

1
2

menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan, menjamin kualitas obat yang
diberikan aman dan efektif dengan memperhatikan keunikan individu,
menjamin pengguna obat atau alat kesehatan dapat menggunakan dengan cara
yang paling baik, dan bersama dengan tenaga kesehatan lain
bertanggungjawab dalam menghasilkan therapeutic outcomes yang optimal.

I.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai (BMHP) ?
2. Apa saja yang termasuk pelayanan farmasi klinik ?
3. Apa saja yang termasuk sumber daya kefarmasian di apotek ?
4. Apa saja sarana dan prasarana yang ada di apotek ?

I.3 Tujuan
1. Mampu mengetahui dan memahami bagaimana cara pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai.
2. Mampu mengetahui dan memahami apa yang termasuk pelayanan farmasi
klinis.
3. Mampu mengetahui dan memahami sumber daya kefarmasian di apotek.
4. Mampu mengetahui dan memahami sarana dan prasarana yang ada di
apotek.
BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai (BMHP)
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai (BMHP) merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan,
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi
yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.

Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun


2009 tentang rumah sakit menyatakan bahwa pengelolaan alat kesehatan,
sediaan farmasi, dan bahan medis habis pakai (BMHP) di apotek harus
dilakukan oleh instalasi farmasi sistem satu pintu. Alat kesehatan yang
dikelola oleh instalasi farmasi sistem satu pintu berupa alat medis habis
pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat kontrasepsi alat pacu
jantung, implan, dan stent.

II.1.1 Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (BMHP) sesuai dengan
kebutuhan. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai (BMHP) ini berdasarkan:

a. Formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan terapi.


b. Standar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang telah ditetapkan.
c. Pola penyakit.
d. Efektifitas dan keamanan.
e. Pengobatan berbasis bukti.
f. Mutu

3
4

g. Harga
h. Ketersediaan di pasaran

II.1.2 Perencanaan Kebutuhan


Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan
jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai (BMHP) sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk
menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan
efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat dengan
menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar
perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi,
kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan
anggaran yang tersedia. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:

a. Anggaran yang tersedia.


b. Penetapan prioritas.
c. Sisa persediaan
d. Data pemakaian periode yang lalu
e. Waktu tunggu pesanan
f. Rencana pengembangan

II.1.3 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin
ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau
dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang
dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode
pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan
proses pengadaan, dan pembayaran.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi, alat


kesehatan, dan bahan medis habis pakai (BMHP) antara lain:
5

a. Bahan baku obat harus disertai sertifikat analisa.


b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data Sheet (MSDS).
c. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus
mempunyai nomor izin edar; dan
d. Expired date minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk sediaan farmasi, alat
kesehatan,dan bahan medis habis pakai tertentu (vaksin,reagensia, dan
lain-lain).

Pengadaan dapat dilakukan melalui :

a. Pembelian, Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah


kriteria sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
(BMHP), yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat, persyaratan
pemasok, penentuan waktu pengadaan dan kedatangan sediaan farmasi,
alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, dan pemantauan rencana
pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
b. Produksi sediaan farmasi, yang dapat dilakukan bila sediaan farmasi tidak
ada di pasaran, sediaan farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri, sediaan
farmasi dengan formula khusus, sediaan farmasi dengan kemasan yang
lebih kecil/repacking, sediaan farmasi untuk penelitian, dan sediaan
farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru (recenter
paratus).
c. Sumbangan/Dropping/Hibah, yang harus disertai dengan dokumen
administrasi yang lengkap dan jelas.

II.1.4 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua
dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
6

II.1.5 Penyimpanan
a. Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada
wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus
ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-
kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal
kadaluwarsa.
b. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
c. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
d. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sediaan dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
e. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out)
dan FIFO (First In First Out)

II.1.6 Pemusnahan dan Penarikan


a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan
jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau
rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan
oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan
psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga
kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin
kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan
menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun
dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan
cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan
berita acara pemusnahan resep selanjutnya dilaporkan kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota.
7

c. Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis


pakai (BMHP) yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
d. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh
pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik
izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM.
e. Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh menteri.

II.1.7 Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan
jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan
sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal
ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,
kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian
pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok
baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-
kurangnya memuat nama obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah
pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

II.1.8 Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (BMHP)
meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok),
penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan
internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan pelaporan yang
digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek, meliputi keuangan,
8

barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan


yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika,
psikotropika dan pelaporan lainnya. Petunjuk teknis mengenai
pencatatan dan pelaporan akan diatur lebih lanjut oleh direktur
jenderal.

II.2 Pelayanan Farmasi Klinik


Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari pelayanan
kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan
dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (BMHP)
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien.

Pelayanan Farmasi Klinik Meliputi :

II.2.1 Pengkajian dan Pelayanan Resep


Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis.

Kajian administratif meliputi:


1. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan.
2. Nama dokter, nomor surat izin praktik (SIP), alamat, nomor telepon
dan paraf.
3. Tanggal penulisan resep.

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi :


1. Bentuk dan kekuatan sediaan.
2. Stabilitas.
3. Kompatibilitas (ketercampuran obat).

Pertimbangan klinis meliputi :

1. Ketepatan indikasi dan dosis obat.


2. Aturan, cara dan lama penggunaan obat.
9

3. Duplikasi dan atau polifarmasi.


4. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat,
manifestasi klinis lain).
5. Kontra indikasi.
6. Interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian
maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep. Pelayanan
resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
(BMHP) termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai
pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep
dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat
(medication error). Petunjuk teknis mengenai pengkajian dan
pelayanan resep akan diatur lebih lanjut oleh direktur jenderal.

II.2.2 Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi obat. Setelah melakukan pengkajian resep dilakukan hal
sebagai berikut :

1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep


a. Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan Resep.
b. Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan
dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan
keadaan fisik obat.
2. Melakukan peracikan obat bila diperlukan
3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
a. Warna putih untuk obat dalam/oral.
b. Warna biru untuk obat luar dan suntik.
c. Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk
suspensi atau emulsi.
10

4. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk


obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari
penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut:

1. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan


pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket,
cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara
penulisan etiket dengan resep).
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
5. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang
terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman
yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara
penyimpanan obat dan lain-lain.
6. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara
yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin
emosinya tidak stabil.
7. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau
keluarganya.
8. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh
Apoteker (apabila diperlukan).
9. Menyimpan Resep pada tempatnya.
10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien.
Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau
pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi
kepada pasien yang memerlukan obat non resep untuk penyakit
ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang
sesuai.
11

II.2.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan yang dilakukan
oleh Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak
memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala
aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau
masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan
herbal.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan
metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,
efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek
samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia
dari obat dan lain-lain.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:

1. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.


2. Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan
masyarakat (penyuluhan).
3. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.
4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa
farmasi yang sedang praktik profesi.
5. Melakukan penelitian penggunaan obat.
6. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah.
7. Melakukan program jaminan mutu.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi Pelayanan


Informasi Obat (PIO) :

1. Topik pertanyaan.
2. Tanggal dan waktu pelayanan informasi obat diberikan.
3. Metode pelayanan informasi obat (lisan, tertulis, lewat telepon).
4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti
riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data
laboratorium).
12

5. Uraian pertanyaan.
6. Jawaban pertanyaan.
7. Referensi.
8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data
Apoteker yang memberikan pelayanan informasi obat.

II.2.4 Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam
penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien
sudah memahami obat yang digunakan.

Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati


dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya:
TB, DM, AIDS, epilepsi).
3. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).
4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, fenitoin, teofilin).
5. Pasien dengan polifarmasi, pasien menerima beberapa obat untuk
indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk
pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat
disembuhkan dengan satu jenis obat.
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.

Tahap kegiatan konseling :

1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien


13

2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three


Prime Questions, yaitu:
a. Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda?
b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat
anda?
c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan
setelah anda menerima terapi obat tersebut?
3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah penggunaan obat
5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien

II.2.5 Pemantauan Terapi Obat (PTO)


Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

Kriteria pasien:

1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.


2. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis.
3. Adanya multidiagnosis.
4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
5. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
6. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat
yang merugikan.

Kegiatan :

1. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.


2. Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien
yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan
14

riwayat alergi. Melalui wawancara dengan pasien atau keluarga


pasien atau tenaga kesehatan lain.
3. Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat
antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian
obat tanpa indikasi, pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu
tinggi, dosis terlalu rendah,terjadinya reaksi obat yang tidak
diinginkan atau terjadinya interaksi obat.
4. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan
menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan
terjadi.
5. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi
rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek
terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.
6. Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah
dibuat oleh apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga
kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

II.3 Sumber Daya Kefarmasian


Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh
seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker
senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan
pelayanan yang baik, mengambil keputusanyang tepat, kemampuan
berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai menempatkan
pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara
efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan
dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.

Instalasi farmasi harus memiliki apoteker dan tenaga teknis kefarmasian


yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai
sasaran dan tujuan instalasi farmasi di apotek. Ketersediaan jumlah tenaga
apoteker dan tenaga teknis kefarmasian di apotek dipenuhi sesuai dengan
ketentuan klasifikasi dan perizinan apotek yang ditetapkan oleh menteri.
15

Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi Farmasi


diklasifikasikan menjadi untuk pekerjaan kefarmasian (Apoteker dan TTK)
dan untuk pekerjaan penunjang (operator komputer, tenaga administrasi, dan
pekarya).

Pelayanan kefarmasian harus dilakukan oleh apoteker dan tenaga teknis


kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian yang melakukan pelayanan
kefarmasian harus di bawah supervisi apoteker. Apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian harus memenuhi persyaratan administrasi seperti yang telah
ditetapkan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku.

II.4 Sarana dan Prasarana


Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis
kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota
masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang
terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna
untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko
kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan
mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan
apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat,
serangga/pest. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk
lemari pendingin.

Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan


kefarmasian di apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:

a. Ruang penerimaan resep


Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat
penerimaan resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer.
Ruang penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah
terlihat oleh pasien.
16

b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara


terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas
meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan
sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan obat,
untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin,
termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label obat. Ruang ini
diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat
dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).
c. Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang dapat
digabungkan dengan ruang penerimaan resep.
d. Ruang konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi
konseling, lemari buku, buku-buku referensi, poster, alat bantu konseling,
buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan pasien.
e. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai (BMHP)
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi dengan
rak/lemari obat, pallet, pendingin ruangan, lemari pendingin, lemari
penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat
khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.
f. Ruang arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan
dengan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai (BMHP) serta pelayanan kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.
BAB III

PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai (BMHP) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku meliputi pemiihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan.

Adapun pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan pelayanan


resep, dispensing, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, pelayanan
kefarmasian di rumah (home pharmacy care), dan pemantauan terapi obat
(PTO).

III.2 Saran
Apoteker diharapkan meningkatkan kegiatan pelayanan kefarmasian
baik dari aspek pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai, aspek pelayanan klinik maupun aspek sumber daya kefarmasian.

20
DAFTAR PUSTAKA
Aslam M, Tan CK, Prayitno A, “ Farmasi Klinik “, (Clinical Pharmacy), Menuju
Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, Elex Media
komputindo, Jakarta, 2003.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 Tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek.

Wirda Anggraini, dkk. 2020. Buku Pedoman Pelayanan Kefarmasian di apotek.


Malang: Universitas Islam Negeri.

21

Anda mungkin juga menyukai