Preseptor:
apt. Dini Hara Triastuti, M. Farm
Disusun oleh:
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi Kasus Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad Natsir.
Dalam proses penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. apt. Fatma Sri Wahyuni,S. Si selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Andalas.
2. Ibu apt. Rahmi Yosmar, M. Farm selaku Kepala Program Studi Profesi
Apoteker Universitas Andalas.
3. Ibu apt. Dini Hara Triastuti, M. Farm selaku pembimbing di rumah sakit yang
telah memberikan bimbingan penulis selama menyelesaikan studi kasus.
4. Orang tua kami dan seluruh keluarga yang tidak henti-hentinya memberikan
dukungan baik materil maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak terda-
pat kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga laporan ini dapat menam-
bah ilmu dan pengetahuan di bidang farmasi khususnya pengetahuan di bidang
komunitas.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................3
2.1 Definisi.........................................................................................................3
2.2 Kategori KIE.................................................................................................4
2.3 Tujuan dan manfaat Komunikasi Informasi Dan Edukasi (KIE)..................4
2.3.1 Tujuan Umum.....................................................................................
2.3.2 Tujuan Khusus.....................................................................................
2.3.3 Manfaat Konseling .............................................................................
2.4 Sasaran KIE...................................................................................................6
2.5 Proses Kegiatan KIE......................................................................................8
2.6 Prinsip Pelaksanaan....................................................................................14
BAB III....................................................................................................................16
TINJAUAN KASUS...............................................................................................16
3.1. Pembacaan Resep.......................................................................................16
3.1.1 Resep PIO........................................................................................16
3.1.2 Tinjauan Obat..................................................................................16
3.1.3 Cara Penggunaan Obat dengan Instruksi Khusus.............................21
3.2.1 Resep Konseling...............................................................................
3.2.2 Tinjauan obat....................................................................................27
BAB IV....................................................................................................................39
PEMBAHASAN.....................................................................................................39
BAB V......................................................................................................................44
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................44
5.1 Kesimpulan..................................................................................................44
5.2 Saran............................................................................................................45
ii
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................46
Lampiran................................................................................................................47
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan Medical model dengan Helping model (Kemenkes RI, 2007)...........15
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait
terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konsel-
ing untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat
dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluar-
ganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/
atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling Obat bertujuan untuk men-
goptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehen-
daki (ROTD), dan meningkatkan costeffectiveness yang pada akhirnya
meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).
Berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh Arhayani (2007) di Insta-
lasi farmasi Rumah Sakit Immanuel Bandung, kebutuhan penderita terhadap kon-
seling obat diperoleh angka 96,93%, 49,88% pasien menginginkan konseling yang
dilakukan apoteker berdurasi 5-10 menit, dan 58,54% penderita mengusulkan
efek samping dijadikan sebagai materi pada konseling.
Berdasarkan keterangan yang telah dipaparkan, penulis tertarik men-
gangkat judul Konseling dan PIO (Pelayanan Informasi Obat) untuk mendapatkan
gambaran pemberian komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) Obat di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah M. Natsir Solok.
1.3 Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
3
2.2 Kategori KIE
1. Bagi pasien
- Menjamin keamanan dan efektifitas pengobatan
- Mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya
- Membantu dalam merawat atau perawatan kesehatan sendiri
- Membantu pemecahan masalah terapi dalam situasi tertentu
- Menurunkan kesalahan penggunaan obat
- Meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi
- Menghindari reaksi obat yang tidak diinginkan
- Meningkatkan efektivitas & efisiensi biaya kesehatan
2. Bagi Apoteker
- Menjaga citra profesi sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan.
- Mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefarmasian sebagai tanggung jawab
profesi apoteker.
- Menghindarkan apoteker dari tuntutan karena kesalahan penggunaan obat
( Medication error )
- Suatu pelayanan tambahan untuk menarik pelanggan sehingga menjadi up-
aya dalam memasarkan jasa pelayanan
Pemberian konseling ditujukan baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien
rawat inap. Konseling dapat diberikan kepada pasien langsung atau melalui perantara.
Perantara yang dimaksud disini adalah keluarga pasien, pendamping pasien, perawat
pasien, atau siapa saja yang bertanggung jawab dalam perawatan pasien. Pemberian
konseling melalui perantara diberikan jika pasien tidak mampu mengenali obat-
obatan dan terapinya, pasien pediatrik, pasien geriatrik.
1. Konseling Pasien Rawat Jalan Pemberian konseling untuk pasien rawat jalan da-
pat diberikan pada saat pasien mengambil obat di apotik, puskesmas dan di
sarana kesehatan lain. Kegiatan ini bisa dilakukan di counter pada saat penyera-
han obat tetapi lebih efektif bila dilakukan di ruang khusus yang disediakan un-
tuk konseling. Pemilihan tempat konseling tergantung dari kebutuhan dan tingkat
kerahasian / kerumitan akan hal-hal yang perlu dikonselingkan ke pasien. Kon-
seling pasien rawat jalan diutamakan pada pasien yang:
a. Menjalani terapi untuk penyakit kronis, dan pengobatan jangka panjang. (Di-
abetes, TBC, epilepsi, HIV/AIDS, dll)
b. Mendapatkan obat dengan bentuk sediaan tertentu dan dengan cara pemaka-
ian yang khusus Misal : suppositoria, enema, inhaler, injeksi insulin dll
c. Mendapatkan obat dengan cara penyimpanan yg khusus. Misal : insulin dll
d. Mendapatkan obat-obatan dengan aturan pakai yang rumit, misalnya : pe-
makaian kortikosteroid dengan tapering down
e. Golongan pasien yang tingkat kepatuhannya rendah, misalnya : geriatrik,
pediatri
f. Mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit ( digoxin, phenytoin, dll)
g. Mendapatkan terapi obat-obatan dengan kombinasi yang banyak
(polifarmasi ) (Kemenkes RI, 2007).
2. Konseling Pasien Rawat Inap Konseling pada pasien rawat inap, diberikan pada
saat pasien akan melanjutkan terapi dirumah. Pemberian konseling harus lengkap
seperti pemberian konseling pada rawat jalan, karena setelah pulang dari rumah
sakit pasien harus mengelola sendiri terapi obat dirumah. Selain pemberian kon-
seling pada saat akan pulang, konseling pada pasien rawat inap juga diberikan
pada kondisi sebagai berikut : Pasien dengan tingkat kepatuhan dalam minum
obat rendah. Kadang-kadang dijumpai pasien yang masih dalam perawatan tidak
meminum obat yang disiapkan pada waktu yang sesuai atau bahkan tidak
diminum sama sekali. Adanya perubahan terapi yang berupa penambahan terapi,
perubahan regimen terapi, maupun perubahan rute pemberian (Kemenkes RI,
2007).
3. Aspek konseling yang harus disampaikan kepada pasien
a. Deskripsi dan kekuatan obat
Apoteker harus memberikan informasi kepada pasien mengenai: Bentuk
sedian dan cara pemakaiannya Nama dan zat aktif yang terkandung didalam-
nya Kekuatan obat (mg/g)
b. Jadwal dan cara penggunaan
Penekanan dilakukan untuk obat dengan instruksi khusus
seperti ”minum obat sebelum makan”, ”jangan diminum bersama susu” dan
lain sebagainya. Kepatuhan pasien tergantung pada pemahaman dan perilaku
sosial ekomoninya.
c. Mekanisme kerja obat
Apoteker harus mengetahui indikasi obat, penyakit/gejala yang sedang
diobati sehingga Apoteker dapat memilih mekanisme mana yang harus dije-
laskan, ini disebabkan karena banyak obat yang multi-indikasi.
Penjelasan harus sederhana dan ringkas agar mudah dipahami oleh pasien
d. Dampak gaya hidup
Banyak regimen obat yang memaksa pasien untuk mengubah gaya hidup.
Apoteker harus dapat menanamkan kepercayaan pada pasien mengenai man-
faat perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kepatuhan pasien.
e. Penyimpanan
Pasien harus diberitahukan tentang cara penyimpanan obat terutama
obat-obat yang harus disimpan pada temperatur kamar, adanya cahaya dan
lain sebagainya. Tempat penyimpanan sebaiknya jauh dari jangkauan anak-
anak.
f. Efek potensial yang tidak diinginkan
Apoteker sebaiknya menjelaskan mekanisme atau alasan terjadinya tok-
sisitas secara sederhana. Penekanan penjelasan dilakukan terutama untuk
obat yang menyebabkan perubahan warna urin, yang menyebabkan kek-
eringan pada mukosa mulut, dan lain sebagainya. Pasien juga diberitahukan
tentang tanda dan gejala keracunan (Kemenkes RI, 2007).
2. Faktor Terapi
a. Regimen pengobatan yang kompleks baik jumlah obat maupun jadwal
penggunaan obat.
b. Kesulitan dalam penggunaan obat, misalnya kesulitan menelan obat
karena ukuran tablet yang besar.
c. Efek samping yang ditimbulkan, misalnya : mual, konstipasi,dll.
d. Rutinitas sehari-hari yang tidak sesuai dengan jadwal penggunaan obat.
3. Faktor Pasien
a. Merasa kurang pemahaman mengenai keseriusan dari penyakit dan hasil
yang didapat jika tidak diobati.
b. Menganggap pengobatan yang dilakukan tidak begitu efektif
c. Motivasi ingin sembuh
d. Kepribadian / perilaku, misalnya orang yang terbiasa hidup teratur dan
disiplin akan lebih patuh menjalani terapi
e. Dukungan lingkungan sekitar / keluarga.
f. Sosio-demografi pasien : umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dll.
4. Faktor Komunikasi
a. Pengetahuan yang kurang tentang obat dan kesehatan
b. Kurang mendapat instruksi yang jelas tentang pengobatannya.
c. Kurang mendapatkan cara atau solusi untuk mengubah gaya hidupnya.
d. Ketidakpuasan dalam berinteraksi dengan tenaga ahli kesehatan.
e. Apoteker tidak melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan
(Kemenkes RI, 2007).
Prinsip dasar konseling adalah terjadinya kemitraan atau korelasi antara pasien
dengan apoteker sehingga terjadi perubahan perilaku pasien secara sukarela.
Pendekatan Apoteker dalam pelayanan konseling mengalami perubahan model pen-
dekatan dari pendekatan “Medical Model” menjadi Pendekatan “Helping model”
(Kemenkes RI, 2007)
Tabel 1. Perbedaan Medical model dengan Helping model (Kemenkes RI, 2007)
Medical Model Helping Model
1. Pasien pasif 1. Pasien terlibat secara aktif
2. Dasar dari kepercayaan ditunjukkan 2. Kepercayaan didasarkan dari
Berdasarkan citra profesi hubungan Pribadi yang berkembang se-
tiap saat
3. Mengidentifikasi masalah dan 3. Menggali semua masalah dan
menetapkan solusi memilih cara pemecahan masalah
4. Pasien bergantung pada petugas 4. Pasien mengembangkan rasa percaya
Kesehatan dirinya untuk memecahkan masalah
5. Hubungan seperti ayah-anak 5. Hubungan setara (seperti teman)
BAB III
TINJAUAN KASUS
R/ Novorapid Flexpen VI
S 3 dd 18 IU SC
R/ Levemir Flexpen II
S 1 dd 18 IU SC
R/ Nald pen novorapid XV
R/ Alpentin 100 LX
S 2 dd 1
R/ Amlodipin 10 XXX
S 1 dd 1
R/ Meloxicam 7,5 VII
S1 dd 1
17
serum, tetapi hadir sebagai monomer dalam plasma).
Vd: 0,26-0,36 L/kg.
Metabolisme : Hati (>50%); ginjal (30%); jaringan
adiposa/otot (20%).
Ekskresi : Melalui urine. (Medscape, 2022)
Dosis Diabetes Mellitus Tipe II : Dosis awal adalah total
dosis insulin harian berkisar antara 0,2-0,4 unit/kg,
sebagian dapat diberikan sebagai insulin aspart.
(AHFS, 2011)
10 unit/hari SC (atau 0,1-0,2 unit/kg/hari) di
malam hari. (Medscape, 2022)
Contoh sediaan
2. Levemir
18
Contoh sediaan
3. Alpentin
Indikasi
Kejang, postherpetic neuralgia, neuropatic pain
(Medscape,2022)
Pemberian obat Oral
Efek samping Ataksia (1-13%), Pusing (16-20%), Mengantuk (5-
21%), Kelelahan (11-15%), Somnolen (16-20%)
(Medscape, 2022)
Kontraindikasi Hipersensitivitas (Medscape,2022)
19
300 mg dua kali sehari pada hari ke-2, dan 300 mg
tiga kali sehari pada hari ke-3. Atau, 300 mg tiga
kali sehari pada hari pertama. Setelah itu, dosis
dapat ditingkatkan lebih lanjut dengan peningkatan
300 mg setiap hari setiap 2-3 hari sesuai dengan
respons dan tolerabilitas individu. Kisaran dosis
efektif: 900-3.600 mg setiap hari. Dosis harian
total harus diberikan dalam 3 dosis terbagi rata,
pada interval dosis maksimal tidak melebihi 12
jam. (MIMS, 2022)
Contoh sediaan
4. Amlodipine
Indikasi Hipertensi.
20
Contoh sediaan
5. Meloxicam
21
Contoh sediaan
Mempersiapkan Flexpen
A. Cabut tutup pena.
B. Lepaskan label kertas dari jarum baru sekali pakai. Putar jarum lurus dan
kencang pada flexpen.
C. Tarik tutup besar jarum bagian luar dan simpan untuk nanti .
22
D. Tarik dari tutup jarum bagian dalam kemudian buang. Jangan pernah
memasang kembali tutup jarum bagian dalam. Anda mungkin tertusuk
jarum .
F. Pegang Flexpen anda dengan jarum yang mengarah ke atas dan ketuk car-
tridge secara perlahan menggunakan jari anda selama beberapa kali se-
hingga gelembung udara berkumpul di bagian atas cartridge.
G. Arahkan posisi jarum ke atas, tekan tombol ke dalam. Pemilih dosis kem-
bali ke angka 0. Setetes insulin seharusnya terlihat pada ujung jarum. Jika
tidak ada, ganti jarum dan ulangi prosedurnya tidak lebih dari 6 kali. jika
tetesan insulin masih belum muncul, berarti pena rusak, dan anda harus
menggunakan pena baru.
23
Memilih Dosis
H. Putar pemilih dosis utuk memilih jumlah unit yang adanda perlu sun-
tikkan. Dosis dapat dikoreksi ke atas atau ke bawah dengan memutar
pemilih dosis ke arah mana saja hingga garis dosis yang tepat sejajar den-
gan penunjuk. Saat memutar pemilih dosis, hati-hari jangan menekan
tombol tekan karena akan mengeluarkan insulin. Anda tidak dapat
memilih dosis yang lebih besaar dari jumlah unit yang tersisa dalam car-
tridge.
Penyuntikkan
I. Suntikkan dosis dengan menekan tombol ke dalam hingga angka 0 sejajar
dengan penunjuk. Hati-hati, hanya tekan tombol saat menyuntik. Memutar
pemilih dosis tidak akan menyuntikkan insulin.
24
J. Tetap tekan tombol sepenuhnya dan biarkan jarum tetap berada di bawah
kulit setidaknya selama 6 detik. Hal tersebut akan memastikan anda men-
dapatkan dosis penuh. Cabut jarum dari kulit kemudian lepaskan tekanan
pada tombol dosis. Selalu pastikan pemilih dosis kembali ke 0 setelah
penyuntikan. Jika pemilih dosis berhenti sebelum kembali ke angka 0, do-
sis tidak sepenuhnya diberikan, yang mungkin menyebabkan kadar gula
darah yang terlalu tinggi.
K. Arahkan jarum ke dalam tutup besar jarum bagian luar tanpa menyen-
tuhya. Saat jarum tertutup, dorong dengan hati-hati tutup besar jarum
bagian luar sepenuhnya lalu lepaskan jarum. Buang dengan hati-hati dan
pasang kembali tutup pena ke flexpen anda.
25
Hal yang harus diperhatikan saat penggunaan insulin pen :
1. Buang flexpen bekas dengan hati-hati tanpa jarum yang terpasang.
2. Jangan berbagi pena dan jarum anda dengan orang lain. Hal tersebut dapat
menyebabkan infeksi silang.
3. Selalu simpan pena dan jarum anda di luar jangkauan orang lain, khusus-
nya anak-anak.
4. Anda dapat membersihkan bagian luar flexpen dengan menyekanya den-
gan lap medis. Jangan merendam, menucui atau melumasinya karena hal
tersebut mungkin dapat merusak pena.
5. Selalu lepaskan jrum setelah setiap penyuntikkan dan simpan flexpen anda
tanpa jarum yang terpasang. Hal tersebut mengurangi risiko kontaminasi,
infeksi, kebocoran insulin, jarum tersumbat dan dosis yang tidak akurat.
26
3.2.1 Resep Konseling
27
3.2.2 Tinjauan obat
1. Isoniazid (INH)
Komposisi Isoniazid 300 mg
28
clofazimine, cycloserine dan warfarin.
- Peningkatan risiko neuropati perifer dengan zalcitabine dan
stavudine. Dapat mengurangi efek terapeutik levodopa.
- Dapat menurunkan konsentrasi serum itrakonazol, ketokonza-
ole Mengurangi penyerapan dengan antasida yang mengan-
dung Al.
- Penggunaan bersamaan dengan parasetamol dapat menye-
babkan toksisitas parasetamol yang parah.
Interaksi Makanan
- Hindari makanan yang mengandung tiramin (mis. keju,
anggur merah) dan makanan yang mengandung histamin (mis.
cakalang, tuna, ikan tropis lainnya) karena dapat menye-
babkan respons yang berlebihan (mis. sakit kepala, berk-
eringat, palpitasi, muka memerah, hipotensi).
- Efek hepatotoksik dapat ditingkatkan dengan alcohol
(MIMS,2022)
Dosis a. Tuberkulosis Aktif :
Untuk pengobatan tuberculosis aktif, isoniazid digunakan den-
gan obat antituberkulosis lain.
Dosis harian :
Dewasa : 5 mg/kg/BB/hari (antara 10-15 mg/kgBB/hari).
Jumlah tablet isonizid 100 mg yang diberikan setiap hari
berdasarkan berat badan :
Untuk dewasa dengan berat badan 30-45 kg, dosis per-
hari 200 mg diberikan dalam dosis tunggal
Untuk pasien dengan berat badan > 45 kg, dosis per-
hari 300 mg diberikan dalam dosis tunggal.
b. Tuberkulosis Latent (Monoterapi) :
Dewasa : 300 mg/hari diberikan sedikitnya 6 bulan.
(Kimia Farma, 2022)
Farmakokinetik Farmakokinetik:
Aborbsi: Mudah dan sepenuhnya diserap dari saluran pencernaan
29
dan setelah injeksi IM. Mengurangi tingkat dan tingkat penyerapan
dengan makanan. Waktu untuk mencapai konsentrasi plasma pun-
cak: 1-2 jam (oral).
Distribusi:Didistribusikan di semua jaringan dan cairan tubuh, ter-
masuk CSF. Melewati plasenta dan memasuki ASI. Ikatan protein
plasma: Sekitar 10-15%.
Metabolisme: Dimetabolisme di hati dan usus kecil melalui aseti-
lasi menjadi asetilisoniazid oleh N -asetiltransferase; mengalami
hidrolisis lebih lanjut menjadi asam isonicotinic dan monoacetyl-
hydrazine. Asam isonikotinat kemudian dikonjugasi dengan glisin
menjadi isonikotinil glisin sedangkan monoasetilhidrazin selanjut-
nya diasetilasi menjadi diacetylhydrazine. Isoniazid yang tidak
dimetabolisme dikonjugasi dengan hidrazon.
Eliminasi:Melalui urin (75-95% sebagai obat dan metabolit yang
tidak berubah); kotoran dan air liur (dalam jumlah kecil). Waktu
paruh eliminasi: 0,5-1,6 jam (asetilator cepat); 2-5 jam (asetilator
lambat).
(MIMS,2022)
Contoh Sediaan
2. Rifampisin
30
Kontraindikasi - Khusus untuk rfampisisn 600 mg tidakdiberikan kepada pen-
derita dengan ikterus hati dan kepada yang hipersensitif ter-
hadap rifampicin
- Tidak boleh diberikan kepada penderita saat tiga bulan per-
tama kehamilan,bayi premature dan bayi baru lahir (dimana
hati belu, berfumgsi dengan efisien penuh).
(MIMS,2022)
Peringatan - Pemberian rifampicin pada wanita atau hamil harus berhati-
hati dengan pertimbangan matang, keamanan belum jelas.
- Rifampicin dapat mengurangi efektivitas pil kontrasepsi se-
hingga dapat terjadi siklus ovulasi
- Hati-hati pada penggunaan pada penderita gangguan hati
atau penggunaan bersama obat hepatotoksik.
(MIMS, 2022).
Efek samping Signifikan: Reaksi hipersensitivitas (misalnya demam, ruam, ur-
tikaria, angioedema, sindrom mirip flu); superinfeksi (misalnya
kolitis pseudomembran), anemia, eucopenia, trombositopenia
(dengan atau tanpa purpura), perubahan warna gigi (kuning,
oranye, merah, atau coklat) gigi, urin, sputum keringat, air
mata; koagulopati tergantung vitamin K, perdarahan.
(MIMS, 2021).
Interaksi Interaksi Obat
- Rifampicin diberikan bersama acenocoumarol, maka untuk
mempertahankan nilai protombin normal dalam dosis an-
tikoagulan perlu dinaikkan karena kedua obat tersebut di-
hidroksilasi manjadi senyawa inkalif dalam reticulum endo-
plasma hati, mungkin terjadi interaksi jenis induksi antara ke-
dua obat tersebut.
(Kimia Farma,2022)
- Dapat meningkatkan risiko hepatotoksisitas bila diberikan
dengan halotan atau isoniazid.
- Dapat menurunkan konsentrasi serum, sehingga mengurangi
31
kemanjuran praziquantel.
- Dapat meningkatkan efek samping, terutama perdarahan, bila
diberikan bersamaan dengan cefazolin dan sefalosporin lain
yang mengandung rantai samping N-methylthiotetrazole.
(MIMS,2022)
Dosis Dewasa: 600 mg per hari, sebagai dosis tunggal.
Untuk keadaan berat dosis tersebut dapat dinaikkan 900-1200 mg,
diberikan dalam 2 bagian.
Untuk penderita dengan gangguan hati, dosis tidak boleh lebih dari
8 mg/kg BB
(Kimia Farma,2022).
Farmakokinetik Farmakokinetik:
Aborbsi: Mudah dan sepenuhnya diserap dari saluran pencernaan
dan setelah injeksi IM. Mengurangi tingkat dan tingkat penyerapan
dengan makanan. Waktu untuk mencapai konsentrasi plasma pun-
cak: 1-2 jam (oral).
Distribusi:Didistribusikan di semua jaringan dan cairan tubuh, ter-
masuk CSF. Melewati plasenta dan memasuki ASI. Ikatan protein
plasma: Sekitar 10-15%.
Metabolisme: Dimetabolisme di hati dan usus kecil melalui aseti-
lasi menjadi asetilisoniazid oleh N –asetiltransferase; mengalami
hidrolisis lebih lanjut menjadi asam isonicotinic dan monoacetylhy-
drazine. Asam isonikotinat kemudian dikonjugasi dengan glisin
menjadi isonikotinil glisin sedangkan monoasetilhidrazin selanjut-
nya diasetilasi menjadi diacetylhydrazine. Isoniazid yang tidak
dimetabolisme dikonjugasi dengan hidrazon.
Eliminasi:Melalui urin (75-95% sebagai obat dan metabolit yang
tidak berubah); kotoran dan air liur (dalam jumlah kecil). Waktu
paruh eliminasi: 0,5-1,6 jam (asetilator cepat); 2-5 jam (asetilator
lambat).
32
Contoh Sediaan
3. Etambuthol
(MIMS, 2022).
Dosis - Dosis Lazim : 15 – 25 mg/KgBB sehari sebagai dosis tunggal
33
pengobatan anti tuberculosis sebelumnya. 15 mg/kgBB dalam
dosis tunggal setiap 24 jam . Dapat diberikan bersamaan den-
gan isoniazid oral dosis tunggal.
- Pengobatan ulang : Pada penderita yang pernah mendapatkan
pengobatan antituberkulosa sebelumnya.25 mg/kgBB dalam
dosis tunggal sekali setiap 24 jam. Setelah 6o hari pemberian
Ethambutol HCl , dosis ethambutol HCl menjadi 15 mg/kgBB
sebagai dosis tunggal.
- Pengobatan Intermittent : Salah satu metode alternative pem-
beran Ethambutol HCl, pada kasus pengobatan awal dan pen-
gobatan ulang yaitu dengan memberikan dosis yang telah dise-
butkan diatas yaitu 15 atau 25 mgKg/BB selama 2 bulan atau
lebih. Setelah itu , Ethambutol HCl dapat diberikan dengan
dosis 50 mg/kgBB 2 kali seminggu.
(Bernofarm,2022)
Farmakokinetik Farmakokinetik:
Pada pemberian oral, Ethambutol HCl diabsorpsi sekitar 80%.
Setelah pemberian dengan dosis 15 mg/kgBB diperoleh kadar
dalam serum sekitar 4 mg/l yang dicaai 2 – 4 jam. Apabila obat
diberikan setiap hari dengan dosis yang sama pada periode yang
lebih lama, kadar dalam serum sama. Kadar intraseluler dari er-
itrosit mencapai kadar maksimal sekitar dua kali dari kadar di
dalam plasma dan dipertahankan selama 24 jam. Rata-rata volume
distribusi diperkirakan 3.89 l/kg – 8.1 l/kg.
(Bernofarm,2022)
Contoh Sediaan
34
4. Pirazinamid
(Holi Pharma,2022)
Indikasi Tuberkulostatik pada media yang bersifat asam.
(Holi Pharma,2022)
Kontraindikasi - Pasien yang hipersensitif terhadap zat aktif atau zat tambahan
- Gout Akut
(Holi Pharma,2022)
Peringatan - Pasien yang memulai pengobatan dengan pyrazinamide harus
ditetapkan kadar awal serum asam urat dan pemeriksaan
fungsi hati sebelum pengobatn dan setiap 4 minggu selama
pengobatan
- Pasien dengan gangguan fungsi ginjal, riwayat gout atau den-
gan diabetes harus di monitor dengan baik
- Pasien dengan gangguan fungsi ginjal berat (Kreatinin klirens
< 30 ml/menit diperlukan penyesuaian dosis)
(Holi Pharma,2022)
Efek samping - Kerusakan hati , mulai dari tanpa gejala peningkatan serum
transminase sampai gejala gangguan fungsi hati
- Gangguan system saraf : Sakit kepala , pusing , gugup , in-
somnia.
- Gangguan pencernaan : Mual dan muntah
(Holi Pharma,2022).
Interaksi - Probenesid : Terjadi interaksi farmakokinetik dan farmakodi-
namik kompleks dua arah antara pyrazinamide dan proben-
esid. Penggunaan bersama sangat dihindarkan
- Allupurinol : Pemberian bersamaan dengan pyrazinamide
35
meningkatkan AUC metabolit aktif pyrazinamide, yaitu asam
pirazinoat, sekitar 70%. Karena asam pirazinoat menghambat
eliminasi asam urat , maka pemakaian tidak efektif
- Pengobatan bersamaan dengan obat hepatotoksik lain (Misal-
nya rifampisin, isoniazid , etionamid ) dapat meningkatkan
terjadinya hepatotoksik.
(Holi Pharma,2022)
Dosis - Pyrazinamide harus diberikan dalam bentuk kombinasi den-
gan obat anti tuberculosis lainnya. Dosis harian untuk dewasa
15 – 30 mg/kgBB diberikan sekali sehari.
- Pyrazinamide digunakan dua bula pertama selama 6 bulan
pengobatan
- Jika pengobatan terputus , jadwal pengobatan harus diper-
panjang, tergantung antara lain pada lamanya pengobatan ter-
henti , waktu lama pengobatan (awal atau akhir) atau
keadaan pasien. Pyrazinamide sebaikanya diberikan tanpa
makanan . Tablet harus ditelan utuh dengan air minum, tidak
boleh dikunyah atau dihancurkan.
(Holi Pharma,2022)
Farmakokinetik Farmakokinetik:
Aborbsi: Pyrazinamide hampir seluruhnya terabsorbsi pada salu-
ran pencernaan.
Distribusi: Pyrazinamide sebagian besar didistribusikan ke cairan
dan jaringan tubuh . Ikatan proterin plasmanya rendah sekitar 10-
20%
Metabolisme: Pyrazinamide dihidrolisa oleh deaminase mikro-
soma menjadi metabolit aktif yaitu asam pirazinoat kemudian di-
hidroksilasi oleh Xantin Oksidase menjadi asam – 5 hidroksipirazi-
noat.
Eliminasi: Pyrazinamide di elimiasi melalui ginjal sebagian besar
dalam bentuk metabolit yang berbeda.
(Holi Pharma,2022)
36
Contoh Sediaan
5. B6
Komposisi Pyrodoksin
(MIMS, 2022).
Kontraindikasi -
Peringatan Kewaspadaan Khusus :
Kehamilan dan menyusui
(MIMS,2022)
Efek samping - Signifikan:
Neuropati perifer parah (jangka panjang, dosis terlalu besar).
- Gangguan gastrointestinal: Mual.
- Gangguan umum dan kondisi tempat pemberian: Ataksia.
(MIMS, 2022).
Interaksi
- Penggunaan bersamaan dengan cycloserine, hydralazine, iso-
fenitoin.
(MIMS,2022)
Dosis Neuropati perifer yang diinduksi Isoniazid
37
oral:
Dewasa: 50 mg tiga kali sehari; hingga 200 mg setiap hari dapat
diberikan.
(MIMS,2022)
Farmakokinetik Farmakokinetik:
Absorbsi: Diserap dengan baik dari saluran pencernaan.
Distribusi: Terutama disimpan di hati; jumlah rendah di otot dan
otak. Melewati plasenta dan memasuki ASI.
Metabolisme:Diubah dalam eritrosit menjadi piridoksal fosfat dan
piridoksamin fosfat (bentuk aktif) yang kemudian disimpan dan
dimetabolisme di hati melalui oksidasi menjadi asam 4-piridoksin
dan metabolit tidak aktif lainnya.
Ekskresi: Melalui urin (sebagai asam 4-piridoksin dan metabolit
tidak aktif lainnya).Waktu paruh eliminasi: 15-20 hari.
(MIMS,2022)
Contoh Sediaan
6. Curcuma
38
Dosis Tiga kali sehari 1 – 2 tab (MIMS,2022).
Contoh sediaan
BAB IV
PEMBAHASAN
39
selalu hadir agar dapat memberikan layanan KIE secara optimal.
Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang
hatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit. Konseling
Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi
seling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kese-
naan Obat bagi pasien (patient safety). Manfaat konseling dan PIO bagi
kesehatan dan untuk farmasi sendiri : Menjaga citra profesi sebagai bagian
40
dari tim pelayan kesehatan Mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefar-
Belum tersedia fasilitas konseling yang sesuai standar. Hal ini kadang
vasi
hadapi hal ini, maka kita harus mempunyai strategi antara lain: memulai
sedikit demi sedikit agar tidak banyak memakan waktu, memilih tema ter-
41
tentu sehingga tidak terlalu berat untuk dijalankan. Apabila konseling su-
dah berjalan baik dan beriringan dengan pelayanan yang lain, maka
obat baru, kebijakan baru dan hal-hal lain. Dalam hal ini apoteker memang
hadapi adalah pasien yang putus asa, marah dan pendiam. Dalam hal ini
memang kita harus banyak belajar ilmu komunikasi. Selain itu, kita harus
berikan konseling maka kemampuan kita akan semakin terasah. Kita juga
informasi kepada konsumen secara pasif melalu tatap muka dan menjawab
aan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
rian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya
42
konseling yang berada di Apotek rawat jalan, dengan sarana penunjang
atau tempat konseling yang tertutup dan tidak banyak orang keluar masuk,
kursi pada setiap meja, juga terdapat kursi tunggu, mempunyai penerangan
yang cukup dan sirkulasi udara yang bagus, terletak didekat tempat
kartu pasien, panduan konseling yang berisi daftar (check list) untuk
tas pasien dan catatan kunjungan pasien, literatur pendukung yang terletak
didalam lemari dan diatas meja, alat peraga seperti boneka untuk menje-
43
1. Banyaknya jumlah pasien dalam setiap harinya.
seling. Hal itu terjadi karena pasien yang tidak bersedia meluangkan wak-
tunya dalam kegiatan konseling, selain itu kegiatan konseling tidak di-
lakukan secara efisien disebabkan jumlah pasien yang banyak dan ku-
BAB V
5.1 Kesimpulan
44
a. Pelaksanaan Pemberian Informasi Obat (PIO) dan Konseling di-
lakukan sesuai dengan peraturan perundang undangan dengan
menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Pemberian
PIO umumnya dilakukan pada saat obat diberikan kepada pasien.
b. Dalam penggunaannya sejak masa pandemic covid-19 penggu-
naan ruangan konseling tidak diaktifkan lagi untuk mengurangi
kontak langsung dengan pasien agar meminimalisir terjadinya
penyebaran covid-19.
c. Apoteker biasanya melakukan PIO dan Konseling di meja peny-
erahan obat karena:
Banyaknya jumlah pasien dalam setiap harinya
Kurangnya tenaga teknis kefarmasian yang kompe-
ten (Apoteker).
Umumnya pasien adalah pasien yang berulang.
d. RSUD M.Natsir juga memberikan PIO secara tidak langsung
melalui media pamflet informasi obat dan juga melalui video
edukasi mengenai obat dan juga cara pengguanaan obat yang be-
nar.
e. Kendala yang terjadi terhadap pelaksanaan konseling yaitu ku-
rangnya minat pasien dalam menerima konseling yang dise-
babkan pasien tidak bersedia meluangkan waktu untuk konseling
.Selain itu jumlah yang pasien yang banyak dan tenaga kefar-
masian (Apoteker) kurang.
45
5.2 Saran
a) Disarankan untuk menambah sumber daya manusia di instalasi
Farmasi baik penambahan Apoteker dan Tenaga Teknis Kefar-
masian untuk meningkatkan Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit RSUD M.Natsir Solok
46
DAFTAR PUSTAKA
Kemeneg Pemberdaya perembupan dan Perlindungan anak RI. 2021. Buku saku
penggunaan media KIE. Jakarta: Kemeneg PP&PA RI
Basic pharmacology and drug notes. 2019. Buku saku obat. Makassar: MMN
Publishing
47
Lampiran
48
Lampiran 2. Lembar konseling pasien
49
Lampiran 4. Leaflet mengenai TBC
50