Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN STUDI KASUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M. NATSIR SOLOK


INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT

“Konseling dan PIO (Pelayanan Informasi Obat)”

Preseptor:
apt. Dini Hara Triastuti, M. Farm

Disusun oleh:

Yasmin Azhar 2141012047


Deyani Raihana Ahmad 2141012064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


ANGKATAN I 2021/2022
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Studi Kasus Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah Mohammad Natsir.
Dalam proses penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. apt. Fatma Sri Wahyuni,S. Si selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Andalas.

2. Ibu apt. Rahmi Yosmar, M. Farm selaku Kepala Program Studi Profesi
Apoteker Universitas Andalas.

3. Ibu apt. Dini Hara Triastuti, M. Farm selaku pembimbing di rumah sakit yang
telah memberikan bimbingan penulis selama menyelesaikan studi kasus.

4. Orang tua kami dan seluruh keluarga yang tidak henti-hentinya memberikan
dukungan baik materil maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker.

5. Rekan-rekan seperjuangan Program Studi Profesi Apoteker Angkatan I tahun


2021/2022 Universitas Andalas.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih banyak terda-
pat kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga laporan ini dapat menam-
bah ilmu dan pengetahuan di bidang farmasi khususnya pengetahuan di bidang
komunitas.

Padang, Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan............................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................3
2.1 Definisi.........................................................................................................3
2.2 Kategori KIE.................................................................................................4
2.3 Tujuan dan manfaat Komunikasi Informasi Dan Edukasi (KIE)..................4
2.3.1 Tujuan Umum.....................................................................................
2.3.2 Tujuan Khusus.....................................................................................
2.3.3 Manfaat Konseling .............................................................................
2.4 Sasaran KIE...................................................................................................6
2.5 Proses Kegiatan KIE......................................................................................8
2.6 Prinsip Pelaksanaan....................................................................................14
BAB III....................................................................................................................16
TINJAUAN KASUS...............................................................................................16
3.1. Pembacaan Resep.......................................................................................16
3.1.1 Resep PIO........................................................................................16
3.1.2 Tinjauan Obat..................................................................................16
3.1.3 Cara Penggunaan Obat dengan Instruksi Khusus.............................21
3.2.1 Resep Konseling...............................................................................
3.2.2 Tinjauan obat....................................................................................27
BAB IV....................................................................................................................39
PEMBAHASAN.....................................................................................................39
BAB V......................................................................................................................44
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................44
5.1 Kesimpulan..................................................................................................44
5.2 Saran............................................................................................................45

ii
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................46
Lampiran................................................................................................................47

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan Medical model dengan Helping model (Kemenkes RI, 2007)...........15

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Pelayanan Informasi Obat..............................................................47


Lampiran 2. Lembar konseling pasien...............................................................................48
Lampiran 3. Leaflet mengenai Diabetes............................................................................48
Lampiran 4. Leaflet mengenai TBC..................................................................................49

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit, apoteker


harus mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit telah memuat berbagai macam aktifitas baik pengelolaan sediaan-
farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan pelayanan farmasi klinik
yang harus dilaksanakan dan menjadi tanggung jawab seorang apoteker.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengi-
dentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait Obat. Tuntutan pasien
dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan
adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug ori-
ented) menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (Patient Oriented)
dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care).
Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut untuk mereal-
isasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi produk men-
jadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu ditingkatkan secara
terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat di implementasikan.
Perkembangan tersebut dapat menjadi peluang sekaligus merupakan tantangan
bagi Apoteker untuk maju meningkatkan kompetensi nya sehingga dapat mem-
berikan Pelayanan Kefarmasian secara komprehensif dan simultan baik yang
bersifat manajerial maupun farmasi klinik.
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 72 tahun 2016, Pelayanan farmasi
klinik dibagi menjadi: pengkajian dan pelayanan resep; penelusuran Riwayat
penggunaan obat; rekonsiliasi obat; pelayanan informasi obat (PIO); konseling;
visite; pemantauan terapi obat (PTO); monitoring efek samping obat (MESO);
evaluasi penggunaan obat (EPO); dispensing sediaan steril; dan pemantauan kadar
obat dalam darah (PKOD).

1
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait
terapi Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konsel-
ing untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat
dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluar-
ganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/
atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian konseling Obat bertujuan untuk men-
goptimalkan hasil terapi, meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehen-
daki (ROTD), dan meningkatkan costeffectiveness yang pada akhirnya
meningkatkan keamanan penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).
Berdasarkan data penelitian yang dilakukan oleh Arhayani (2007) di Insta-
lasi farmasi Rumah Sakit Immanuel Bandung, kebutuhan penderita terhadap kon-
seling obat diperoleh angka 96,93%, 49,88% pasien menginginkan konseling yang
dilakukan apoteker berdurasi 5-10 menit, dan 58,54% penderita mengusulkan
efek samping dijadikan sebagai materi pada konseling.
Berdasarkan keterangan yang telah dipaparkan, penulis tertarik men-
gangkat judul Konseling dan PIO (Pelayanan Informasi Obat) untuk mendapatkan
gambaran pemberian komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) Obat di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah M. Natsir Solok.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pelaksanaan Konseling dan PIO di RSUD M. Natsir Solok?

2. Apa kendala yang di hadapi oleh apoteker dalam melakukan Konseling


dan PIO di RSUD M. Natsir Solok?

1.3 Tujuan

1. Untuk melihat gambaran pelaksanaan Konseling dan PIO di RSUD M.


Natsir Solok.
2. Untuk memperoleh informasi kendala pelaksanaan Konseling dan PIO di
RSUD M. Natsir Solok.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Komunikasi adalah penyampaian pesan secara langsung atau tidak langsung


melalui saluran komunikasi kepada penerima pesan untuk mendapatkan tangga-
pan. Tanggapan (respon) diperoleh karena telah terjadi penyampaian pesan yang
dimengerti oleh masing-masing pihak. Informasi adalah keterangan, gagasan
maupun kenyataan yang perlu diketahui masyarakat (pesan yang disampaikan)
dan dimanfaatkan seperlunya. Edukasi adalah sesuatu kegiatan yang mendorong
terjadinya penambahan pengetahuan, perubahan sikap, perilaku dan ketrampilan
seseorang/kelompok secara wajar (Kemeneg PP&PA RI, 2021)
Konseling berasal dari kata counsel yang artinya memberikan saran,
melakukan diskusi dan pertukaran pendapat. Konseling adalah suatu kegiatan
bertemu dan berdiskusinya seseorang yang membutuhkan (klien) dan seseorang
yang memberikan (konselor) dukungan dan dorongan sedemikian rupa sehingga
klien memperoleh keyakinan akan kemampuannya dalam pemecahan masalah.
Konseling pasien merupakan bagian tidak terpisahkan dan elemen kunci dari
pelayanan kefarmasian. Kegiatan konseling dapat diberikan atas inisiatif langsung
dari apoteker mengingat perlunya pemberian konseling karena pemakaian obat-
obat dengan cara penggunaan khusus, obat-obat yang membutuhkan terapi jangka
panjang sehingga perlu memastikan untuk kepatuhan pasien meminum obat. Kon-
seling yang diberikan atas inisiatif langsung dari apoteker disebut konseling aktif.
Selain konseling aktif dapat juga konseling terjadi jika pasien datang untuk
berkonsultasi kepada apoteker untuk mendapatkan penjelasan tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan obat dan pengobatan, bentuk konseling seperti
ini disebut konseling pasif (Kemenkes RI, 2007)

3
2.2 Kategori KIE

KIE dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian :


a. KIE individu adalah Suatu proses KIE timbul secara langsung antara petugas
KIE dengan individu sasaran program, misalnya terjadi meditasi, refleksi diri,
berdoa. Media KIE yang digunakan bisa merupakan alat peraga, bahan ba-
caan
b. KIE kelompok :adalah Suatu proses KIE timbul secara langsung antara petu-
gas KIE dengan kelompok (2-15) orang, misalnya melalui diskusi kelompok
(FGD). Media yang digunakan bisa berupa alat peraga, video, buku pand-
uan, modul, film-film pendek
c. KIE massa adalah Suatu proses KIE tentang sesuatu program yang dapat di-
lakukan secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat dalam
jumlah besar. Penyampaian Pesan Kepada Kelompok besar/ sebagian besar
populasi. Bisa dalam bentuk seminar, kempanye akbar, seruan moral/perny-
ataan sikap, dll. Media yang digunakan bisa melalui; stiker, poster, siaran ra-
dio, TV, surat kabar, leaflet/brosur, media sosial, dll (Kemeneg PP&PA RI,
2021).

2.3 Tujuan dan manfaat Komunikasi Informasi Dan Edukasi (KIE)


2.3.1 Tujuan Umum
- Meningkatkan keberhasilan terapi memaksimalkan efek terapi memini-
malkan resiko efek samping

- Meningkatkan cost effectiveness

- Menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi (Kemenkes RI, 2007)

2.3.2 Tujuan Khusus


- Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dengan pasien

- Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien


- Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obatnya

- Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan dengan penyakitnya

- Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan

- Mencegah atau meminimalkan Drug Related Problem

- Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan masalahnya sendiri


dalam hal terapi

- Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan

- Membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan obat sehingga dapat


mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien (Ke-
menkes RI, 2007)

2.3.3 Manfaat Konseling (Kemenkes RI, 2007)

1. Bagi pasien
- Menjamin keamanan dan efektifitas pengobatan
- Mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya
- Membantu dalam merawat atau perawatan kesehatan sendiri
- Membantu pemecahan masalah terapi dalam situasi tertentu
- Menurunkan kesalahan penggunaan obat
- Meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi
- Menghindari reaksi obat yang tidak diinginkan
- Meningkatkan efektivitas & efisiensi biaya kesehatan

2. Bagi Apoteker
- Menjaga citra profesi sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan.
- Mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefarmasian sebagai tanggung jawab
profesi apoteker.
- Menghindarkan apoteker dari tuntutan karena kesalahan penggunaan obat
( Medication error )
- Suatu pelayanan tambahan untuk menarik pelanggan sehingga menjadi up-
aya dalam memasarkan jasa pelayanan

2.4 Sasaran KIE

Pemberian konseling ditujukan baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien
rawat inap. Konseling dapat diberikan kepada pasien langsung atau melalui perantara.
Perantara yang dimaksud disini adalah keluarga pasien, pendamping pasien, perawat
pasien, atau siapa saja yang bertanggung jawab dalam perawatan pasien. Pemberian
konseling melalui perantara diberikan jika pasien tidak mampu mengenali obat-
obatan dan terapinya, pasien pediatrik, pasien geriatrik.
1. Konseling Pasien Rawat Jalan Pemberian konseling untuk pasien rawat jalan da-
pat diberikan pada saat pasien mengambil obat di apotik, puskesmas dan di
sarana kesehatan lain. Kegiatan ini bisa dilakukan di counter pada saat penyera-
han obat tetapi lebih efektif bila dilakukan di ruang khusus yang disediakan un-
tuk konseling. Pemilihan tempat konseling tergantung dari kebutuhan dan tingkat
kerahasian / kerumitan akan hal-hal yang perlu dikonselingkan ke pasien. Kon-
seling pasien rawat jalan diutamakan pada pasien yang:
a. Menjalani terapi untuk penyakit kronis, dan pengobatan jangka panjang. (Di-
abetes, TBC, epilepsi, HIV/AIDS, dll)
b. Mendapatkan obat dengan bentuk sediaan tertentu dan dengan cara pemaka-
ian yang khusus Misal : suppositoria, enema, inhaler, injeksi insulin dll
c. Mendapatkan obat dengan cara penyimpanan yg khusus. Misal : insulin dll
d. Mendapatkan obat-obatan dengan aturan pakai yang rumit, misalnya : pe-
makaian kortikosteroid dengan tapering down
e. Golongan pasien yang tingkat kepatuhannya rendah, misalnya : geriatrik,
pediatri
f. Mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit ( digoxin, phenytoin, dll)
g. Mendapatkan terapi obat-obatan dengan kombinasi yang banyak
(polifarmasi ) (Kemenkes RI, 2007).
2. Konseling Pasien Rawat Inap Konseling pada pasien rawat inap, diberikan pada
saat pasien akan melanjutkan terapi dirumah. Pemberian konseling harus lengkap
seperti pemberian konseling pada rawat jalan, karena setelah pulang dari rumah
sakit pasien harus mengelola sendiri terapi obat dirumah. Selain pemberian kon-
seling pada saat akan pulang, konseling pada pasien rawat inap juga diberikan
pada kondisi sebagai berikut : Pasien dengan tingkat kepatuhan dalam minum
obat rendah. Kadang-kadang dijumpai pasien yang masih dalam perawatan tidak
meminum obat yang disiapkan pada waktu yang sesuai atau bahkan tidak
diminum sama sekali. Adanya perubahan terapi yang berupa penambahan terapi,
perubahan regimen terapi, maupun perubahan rute pemberian (Kemenkes RI,
2007).
3. Aspek konseling yang harus disampaikan kepada pasien
a. Deskripsi dan kekuatan obat
Apoteker harus memberikan informasi kepada pasien mengenai: Bentuk
sedian dan cara pemakaiannya Nama dan zat aktif yang terkandung didalam-
nya Kekuatan obat (mg/g)
b. Jadwal dan cara penggunaan
Penekanan dilakukan untuk obat dengan instruksi khusus
seperti ”minum obat sebelum makan”, ”jangan diminum bersama susu” dan
lain sebagainya. Kepatuhan pasien tergantung pada pemahaman dan perilaku
sosial ekomoninya.
c. Mekanisme kerja obat
Apoteker harus mengetahui indikasi obat, penyakit/gejala yang sedang
diobati sehingga Apoteker dapat memilih mekanisme mana yang harus dije-
laskan, ini disebabkan karena banyak obat yang multi-indikasi.
Penjelasan harus sederhana dan ringkas agar mudah dipahami oleh pasien
d. Dampak gaya hidup
Banyak regimen obat yang memaksa pasien untuk mengubah gaya hidup.
Apoteker harus dapat menanamkan kepercayaan pada pasien mengenai man-
faat perubahan gaya hidup untuk meningkatkan kepatuhan pasien.
e. Penyimpanan
Pasien harus diberitahukan tentang cara penyimpanan obat terutama
obat-obat yang harus disimpan pada temperatur kamar, adanya cahaya dan
lain sebagainya. Tempat penyimpanan sebaiknya jauh dari jangkauan anak-
anak.
f. Efek potensial yang tidak diinginkan
Apoteker sebaiknya menjelaskan mekanisme atau alasan terjadinya tok-
sisitas secara sederhana. Penekanan penjelasan dilakukan terutama untuk
obat yang menyebabkan perubahan warna urin, yang menyebabkan kek-
eringan pada mukosa mulut, dan lain sebagainya. Pasien juga diberitahukan
tentang tanda dan gejala keracunan (Kemenkes RI, 2007).

2.5 Proses Kegiatan KIE

1. Penentuan Prioritas Pasien


Dalam kegiatan pelayanan kefarmasian sehari-hari, pemberian konseling tidak
dapat diberikan pada semua pasien mengingat waktu pemberian konseling yang
cukup lama. Oleh sebab itu diperlukan seleksi pasien yang perlu diberikan konseling.
Seleksi pasien dilakukan dengan penentuan prioritas pasien-pasien yang dianggap
perlu mendapatkan konseling.
Prioritas pasien yang perlu mendapat konseling :
1) Pasien dengan populasi khusus ( pasien geriatri, pasien pediatri, dll)
2) Pasien dengan terapi jangka panjang (TBC, Epilepsi, diabetes, dll)
3) Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus (Penggu-
naan kortikosteroid dengan ”tappering down” atau ”tappering off” ) Pasien
yang menggunakan obat-obatan dengan indeks terapi sempit (
digoxin, phenytoin, dll )
4) Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan menjalankan terapi rendah
(Kemenkes RI, 2007)

2. Pertanyaan Dalam Konseling


Pemilihan kalimat tanya merupakan faktor yang penting dalam mewujudkan
keberhasilan komunikasi. Pertanyaan yang digunakan sebaiknya adalah open-ended
questions. Dengan pertanyaan model ini memungkinkan apoteker memperoleh be-
berapa informasi yang dibutuhkan dari satu pertanyaan saja. Pertanyaan dengan
jawaban ”ya” atau ”tidak", sebaiknya dihindari. Begitu juga dengan pertanyaan
yang berasal dari pendapat Apoteker. Open-ended questions akan menghasilkan re-
spon yang memuaskan sebab pertanyaan ini akan memberikan informasi yang mak-
simal. Kata tanya sebaiknya dimulai dengan ”bagaimana” atau ”mengapa” (Ke-
menkes RI, 2007).

3. Langkah-langkah KIE (komunikasi, informasi, informasi dan edukasi)/ Konsel-


ing
1) Pembukaan
Pembukaan konseling yang baik antara apoteker dan pasien dapat men-
ciptakan hubungan yang baik, sehingga pasien akan merasa percaya untuk
memberikan informasi kepada Apoteker. Apoteker harus memperkenalkan
diri terlebih dahulu sebelum memulai sesi konseling. Selain itu apoteker
harus mengetahui identitas pasien (terutama nama) sehingga pasien merasa
lebih dihargai. Hubungan yang baik antara apoteker dan pasien dapat meng-
hasilkan pembicaraan yang menyenangkan dan tidak kaku. Apoteker dapat
memberikan pendapat tentang cuaca hari ini maupun bertanya tentang kelu-
arga pasien. Apoteker harus menjelaskan kepada pasien tentang tujuan kon-
seling serta memberitahukan pasien berapa lama sesi konseling itu akan
berlangsung. Jika pasien terlihat keberatan dengan lamanya waktu pem-
bicaraan, maka apoteker dapat bertanya apakah
konseling boleh dilakukan melalui telepon atau dapat bertanya alternatif
waktu/hari lain untuk melakukan konseling yang efektif.
2) Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah
Pada sesi ini Apoteker dapat mengetahui berbagai informasi dari pasien
tentang masalah potensial yang mungkin terjadi selama pengobatan. Pasien
bisa merupakan pasien baru ataupun pasien yang meneruskan pengobatan.
a) Diskusi dengan pasien baru Jika pasien masih baru maka Apoteker harus
mengumpulkan informasi dasar tentang pasien dan tentang sejarah pen-
gobatan yang pernah diterima oleh pasien tersebut.
b) Diskusi dengan pasien yang meneruskan pengobatan Pasien yang sudah
pernah mendapatkan konseling sebelumnya, sehingga Apoteker hanya
bertugas untuk memastikan bahwa tidak ada perubahan kondisi maupun
pengobatan baru yang diterima oleh pasien baik yang diresepkan
maupun yang tidak diresepkan.
c) Mendiskusikan Resep yang baru diterima Apoteker harus bertanya
apakah pasien pernah menerima pengobatan sebelumnya. Apoteker
harus bertanya pengobatan tersebut diterima pasien dari mana, apakah
dari Apoteker juga, atau dari psikiater dan lain sebagainya. Jika pasien
pernah menerima pengobatan sebelumnya maka dapat di tanyakan ten-
tang isi topik konseling yang pernah diterima oleh pasien tersebut.
Apoteker sebaiknya bertanya terlebih dahulu tentang penjelasan apa
yang telah diterima oleh pasien . Ini penting untuk mempersingkat
waktu konseling dan untuk menghindari pasien mendapatkan informasi
yang sama yang bisa membuatnya merasa bosan atau bahkan informasi
yang berlawanan yang membuat pasien bingung. Diskusi ini juga harus
dilakukan dengan kata-kata yang mudah diterima oleh pasien sesuai
denga tingkat sosial-ekonomi pasien. Regimen pengobatan, pasien harus
diberitahu tentang guna obat dan berapa lama pengobatan ini akan diter-
imanya. Pada tahap ini Apoteker juga harus melihat kecocokan dosis
yang diterima oleh pasien sehingga pengobatan menjadi lebih
optimal. Kesuksesan pengobatan, pasien sebaiknya diberitahukan ten-
tang keadaan yang akan diterimanya jika pengobatan ini berhasil dilalui
dengan baik.
d) Mendiskusikan pengulangan resep dan pengobatan Kegunaan pengob-
atan, Apoteker diharapkan memberikan penjelasan tentang guna pengo-
batan yang diterima oleh pasien serta bertanya tentang kesulitan-kesuli-
tan apa yang dihadapi oleh pasien selama menerima pengobatan. Efekti-
fitas pengobatan, Apoteker harus mengetahui efektifitas dari pengobatan
yang diterima oleh pasien. Apoteker harus bertanya pada pasien apakah
pengobatan yang diterima telah membantu keadaan pasien menjadi lebih
baik. Efek samping pengobatan, Apoteker harus mengetahui dengan
pasti efek samping pengobatan dan kemungkinan terjadinya efek samp-
ing kepada pasien tersebut. Pasien sebaiknya diberitahukan kemungki-
nan tanda-tanda efek samping sehingga pasien dapat melakukan tin-
dakan preventif terhadap keadaan tersebut.
3) Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah dan mempelajarinya.
Setiap alternatif cara pemecahan masalah harus didiskusikan dengan pasien.
Apoteker juga harus mencatat terapi dan rencana untuk monitoring terapi
yang diterima oleh pasien. Baik pasien yang menerima resep yang sama
maupun pasien yang menerima resep baru, keduanya harus diajak terli-
bat untuk mempelajari keadaan yang memungkinkan tercipta masalah. Se-
hingga masalah terhadap pengobatan dapat diminimalisasi.

4) Memastikan pasien telah memahami informasi yang diperoleh

(Kemenkes RI, 2007).

4. Alat Bantu Konseling


Agar konseling menjadi lebih efektif ada beberapa alat bantu yang dapat di-
gunakan. Alat bantu yang digunakan terdiri dari perlengkapan yang diperlukan
oleh apoteker sebagai konselor dalam melakukan konseling maupun alat bantu
yang diberikan kepada pasien. Perlengkapan Apoteker dalam melaksanakan konsel-
ing:
a) Panduan konseling, berisi daftar (check list) untuk mengingatkan Apoteker
point-point konseling yang penting.
b) Kartu Pasien, berisi identitas pasien dan catatan kunjungan pasien
c) Literatur pendukung
d) Brosur tentang obat-obat tertentu, memberikan kesempatan kepada pasien
untuk membaca lagi jika lupa.
e) Alat peraga, dapat menggunakan audiovisual, gambar-gambar, poster,
maupun sediaan yang berisi placebo.
f) Alat komunikasi untuk mengingatkan pasien untuk mendapatkan lanjutan
pengobatan.
Alat bantu yang diberikan kepada pasien adalah Alat bantu pengingat pasien
minum obat biasanya diperlukan pada pengobatan penyakit kronis atau penyakit-
penyakit lain yang membutuhkan terapi jangka panjang dan dan memerlukan
kepatuhan dalam penggunaannya. Misalnya : penggunaan analgesik untuk nyeri
kanker, penggunaan obat anti TBC, penggunaan obat anti retroviral, terapi
stroke, diabetes, dll. Alat bantu yang diberikan berupa :
a) Kartu pengingat pengobatan, kartu ini diberikan Apoteker kepada pasien un-
tuk memantau penggunaan obat pasien. Pasien dapat memberikan tanda pada
kartu tersebut setiap harinya sesuai dengan dosis yang diterimanya. Kartu
tersebut memuat nama pasien, nama obat, jam minum obat, tanggal pasien
harus mengambil (refill) obat kembali.
b) Pemberian Label, sebagian pasien membutuhkan bantuan untuk membaca la-
bel instruksi pengobatan yang terdapat pada obatnya.
c) Medication chart, berupa bagan waktu minum obat. Biasanya dibuat untuk
pasien dengan regimen pengobatan yang kompleks atau pasien yang sulit
memahami regimen pengobatan.
d) Pil dispenser, akan membantu pasien untuk mengingat jadwal minum obat
dan menghindari kelupaan jika pasien melakukan perjalanan jauh dari rumah.
Wadah pil dispenser bisa untuk persediaan harian maupun mingguan.
e) Kemasan penggunaan obat per dosis unit, pengemasan obat per unit dosis
membutuhkan peralatan yang mahal. Dapat dilaksanakan jika regimen pen-
gobatan terstandar dan merupakan program pemerintah (Kemenkes RI,
2007).

5. Masalah dalam konseling


Penyebab ketidakpatuhan dalam penggunaan obat Beberapa penyebab dari
ketidak patuhan pasien dalam penggunaan obat dapat disebabkan karena faktor
pasien sendiri maupun faktorfaktor yang lain.
1. Faktor Penyakit
a. Keparahan atau stadium penyakit, kadang orang yang merasa sudah lebih
baik kondisinya tidak mau meneruskan pengobatan.
b. Lamanya terapi berlangsung, semakin lama waktu yang diberikan untuk
terapi, tingkat kepatuhan semakin rendah.

2. Faktor Terapi
a. Regimen pengobatan yang kompleks baik jumlah obat maupun jadwal
penggunaan obat.
b. Kesulitan dalam penggunaan obat, misalnya kesulitan menelan obat
karena ukuran tablet yang besar.
c. Efek samping yang ditimbulkan, misalnya : mual, konstipasi,dll.
d. Rutinitas sehari-hari yang tidak sesuai dengan jadwal penggunaan obat.

3. Faktor Pasien
a. Merasa kurang pemahaman mengenai keseriusan dari penyakit dan hasil
yang didapat jika tidak diobati.
b. Menganggap pengobatan yang dilakukan tidak begitu efektif
c. Motivasi ingin sembuh
d. Kepribadian / perilaku, misalnya orang yang terbiasa hidup teratur dan
disiplin akan lebih patuh menjalani terapi
e. Dukungan lingkungan sekitar / keluarga.
f. Sosio-demografi pasien : umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, dll.

4. Faktor Komunikasi
a. Pengetahuan yang kurang tentang obat dan kesehatan
b. Kurang mendapat instruksi yang jelas tentang pengobatannya.
c. Kurang mendapatkan cara atau solusi untuk mengubah gaya hidupnya.
d. Ketidakpuasan dalam berinteraksi dengan tenaga ahli kesehatan.
e. Apoteker tidak melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan
(Kemenkes RI, 2007).

2.6 Prinsip Pelaksanaan


Prinsip yang harus dipilih dalam penggunaan/pelaksanaan KIE adalah:
1. JELAS, menggunakan alat peraga yang menarik perhatian dan atau mengambil
contoh dari kehidupan sehari-hari
2. LENGKAP, informasinya lengkap dan utuh, menyesuaikan materi KIE dengan
latar belakang kelompok sasaran
3. SINGKAT/SEDERHANA,memberikan penjelasan dengan bahasa sederhana dan
mudah dipahami
4. BENAR/TEPAT ; memahami, menghargai dan menerima kedaan kelompok
sasaran (status pendidikan, sosial ekonomi dan situasi emosional) sebagaimana
adanya
5. SOPAN ; memperlakukan kelompok sasaran dengan sopan, baik dan ramah
(Kemeneg PP&PA RI, 2021).

Prinsip dasar konseling adalah terjadinya kemitraan atau korelasi antara pasien
dengan apoteker sehingga terjadi perubahan perilaku pasien secara sukarela.
Pendekatan Apoteker dalam pelayanan konseling mengalami perubahan model pen-
dekatan dari pendekatan “Medical Model” menjadi Pendekatan “Helping model”
(Kemenkes RI, 2007)

Tabel 1. Perbedaan Medical model dengan Helping model (Kemenkes RI, 2007)
Medical Model Helping Model
1. Pasien pasif 1. Pasien terlibat secara aktif
2. Dasar dari kepercayaan ditunjukkan 2. Kepercayaan didasarkan dari
Berdasarkan citra profesi hubungan Pribadi yang berkembang se-
tiap saat
3. Mengidentifikasi masalah dan 3. Menggali semua masalah dan
menetapkan solusi memilih cara pemecahan masalah
4. Pasien bergantung pada petugas 4. Pasien mengembangkan rasa percaya
Kesehatan dirinya untuk memecahkan masalah
5. Hubungan seperti ayah-anak 5. Hubungan setara (seperti teman)
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1. Pembacaan Resep


3.1.1 Resep PIO

R/ Novorapid Flexpen VI
S 3 dd 18 IU SC
R/ Levemir Flexpen II
S 1 dd 18 IU SC
R/ Nald pen novorapid XV
R/ Alpentin 100 LX
S 2 dd 1
R/ Amlodipin 10 XXX
S 1 dd 1
R/ Meloxicam 7,5 VII
S1 dd 1

3.1.2 Tinjauan Obat


1. Novorapid

Komposisi Insulin Aspart

Indikasi Diabetes Mellitus Tipe I dan Tipe II

Pemberian obat Subkutan


Efek samping Nasofaringitis (23.9%). (Medscape, 2022)

Kontraindikasi Hipersensitivitas. (MIMS, 2022)

Farmakokinetika Absorpsi : Bioavailabilitas: SC, diserap dengan baik


(2-3 kali lebih cepat dari insulin biasa).
Distribusi : Protein terikat: <10%, mirip dengan in-
sulin biasa (tidak terikat pada protein pengikat

17
serum, tetapi hadir sebagai monomer dalam plasma).
Vd: 0,26-0,36 L/kg.
Metabolisme : Hati (>50%); ginjal (30%); jaringan
adiposa/otot (20%).
Ekskresi : Melalui urine. (Medscape, 2022)
Dosis Diabetes Mellitus Tipe II : Dosis awal adalah total
dosis insulin harian berkisar antara 0,2-0,4 unit/kg,
sebagian dapat diberikan sebagai insulin aspart.
(AHFS, 2011)
10 unit/hari SC (atau 0,1-0,2 unit/kg/hari) di
malam hari. (Medscape, 2022)
Contoh sediaan

2. Levemir

Komposisi Insulin Detemir

Indikasi Diabetes tipe I atau tipe II. (Medscape, 2022)

Pemberian obat Subkutan


Efek samping Hipoglikemia. (Medscape, 2022)

Kontraindikasi Hipersensitivitas. (MIMS, 2022)

Farmakokinetika Absorpsi : Ketersediaan hayati: 60% SC; diserap


dengan baik.
Distribusi : Protein terikat: 98% terikat albumin. Vd:
0,1 L/kg.
Ekskresi: Urine. (Medscape, 2022)
Dosis Diabetes Mellitus Tipe II : Dosis awal adalah 0,1-
0,2 unit/kg sekali sehari di malam hari atau 10 unit
sekali atau dua kali sehari. (AHFS, 2011)

18
Contoh sediaan

3. Alpentin

Komposisi Gabapentin 100 mg

Indikasi
Kejang, postherpetic neuralgia, neuropatic pain
(Medscape,2022)
Pemberian obat Oral
Efek samping Ataksia (1-13%), Pusing (16-20%), Mengantuk (5-
21%), Kelelahan (11-15%), Somnolen (16-20%)
(Medscape, 2022)
Kontraindikasi Hipersensitivitas (Medscape,2022)

Farmakokinetika Absorpsi: Diserap secara bervariasi dari saluran


pencernaan.
Distribusi: Didistribusikan secara luas di dalam
tubuh. Melewati plasenta dan memasuki ASI. Vol-
ume distribusi: 58±6 L (gabapentin)
Metabolisme : Sebagai gabapentin enacarbil: Men-
galami metabolisme lintas pertama yang ekstensif
terutama di enterosit dan pada tingkat yang lebih
rendah di hati untuk membentuk gabapentin, CO2,
asetaldehida dan asam isobutirat.
Ekskresi : Sebagai gabapentin: Terutama melalui
urin (sebagai obat yang tidak berubah). Sebagai
gabapentin enacarbil: Terutama melalui urin (94%);
kotoran (5%). Waktu paruh eliminasi: Kira-kira 5-7
jam. (MIMS, 2022)
Dosis Awalnya, 300 mg sekali sehari pada hari pertama,

19
300 mg dua kali sehari pada hari ke-2, dan 300 mg
tiga kali sehari pada hari ke-3. Atau, 300 mg tiga
kali sehari pada hari pertama. Setelah itu, dosis
dapat ditingkatkan lebih lanjut dengan peningkatan
300 mg setiap hari setiap 2-3 hari sesuai dengan
respons dan tolerabilitas individu. Kisaran dosis
efektif: 900-3.600 mg setiap hari. Dosis harian
total harus diberikan dalam 3 dosis terbagi rata,
pada interval dosis maksimal tidak melebihi 12
jam. (MIMS, 2022)
Contoh sediaan

4. Amlodipine

Komposisi Amlodipine besylate 5 mg

Indikasi Hipertensi.

Pemberian obat Oral


Efek samping Edema (1.8-10.8%). (Medscape, 2022)

Kontraindikasi Hipotensi berat, syok kardiogenik. (MIMS, 2022)

Farmakokinetika Absorpsi : Diserap dengan baik dari saluran pencer-


naan. Ketersediaan hayati: Sekitar 60-65%.
Distribusi : Melewati plasenta dan memasuki ASI.
Volume distribusi: 21 L/kg. Ikatan protein plasma:
Sekitar 98%.
Metabolisme : Dimetabolisme secara ekstensif di
hati menjadi metabolit tidak aktif. (MIMS, 2022)
Dosis 5 mg/hari PO awalnya; dapat ditingkatkan 2,5
mg/hari setiap 7-14 hari; tidak melebihi 10 mg/hari
pemeliharaan: 5-10 mg/hari. (Medscape, 2022)

20
Contoh sediaan

5. Meloxicam

Komposisi Meloxicam 7,5 mg

Indikasi Osteoarthritis, Rheumatoid arthritis.

Pemberian obat Oral


Efek samping Gangguan pencernaan (3,8-9,5%), Infeksi saluran
pernapasan atas (≤8,3%), Sakit kepala (2,4-8,3%),
Diare (1,9-7,8%). (Medscape, 2022)
Kontraindikasi Hipersensitivitas terhadap meloxicam, aspirin atau
NSAID lainnya. (MIMS, 2022)
Farmakokinetika Absorpsi : Diserap dengan baik dari saluran pencer-
naan.
Distribusi: Volume distribusi: Sekitar 10 L. Ikatan
protein plasma: Sekitar 99,4%, terutama pada albu-
min.
Metabolisme: Dimetabolisme di hati melalui oksi-
dasi oleh CYP2C9 dan CYP3A4 menjadi metabolit
tidak aktif.
Ekskresi: Melalui urin (<1% sebagai obat yang tidak
berubah), feses sebagai metabolit tidak aktif. Waktu
paruh eliminasi: Kira-kira 15-22 jam.
Dosis 7,5 mg sekali sehari; dapat meningkat menjadi 15
mg sekali sehari. Maksimum 15 mg setiap hari.
(AHFS, 2011)

21
Contoh sediaan

3.1.3 Cara Penggunaan Obat dengan Instruksi Khusus

Mempersiapkan Flexpen
A. Cabut tutup pena.

B. Lepaskan label kertas dari jarum baru sekali pakai. Putar jarum lurus dan
kencang pada flexpen.

C. Tarik tutup besar jarum bagian luar dan simpan untuk nanti .

22
D. Tarik dari tutup jarum bagian dalam kemudian buang. Jangan pernah
memasang kembali tutup jarum bagian dalam. Anda mungkin tertusuk
jarum .

Memeriksa Aliran Insulin


E. Putar pemilih dosis untuk memilih 2 unit

F. Pegang Flexpen anda dengan jarum yang mengarah ke atas dan ketuk car-
tridge secara perlahan menggunakan jari anda selama beberapa kali se-
hingga gelembung udara berkumpul di bagian atas cartridge.

G. Arahkan posisi jarum ke atas, tekan tombol ke dalam. Pemilih dosis kem-
bali ke angka 0. Setetes insulin seharusnya terlihat pada ujung jarum. Jika
tidak ada, ganti jarum dan ulangi prosedurnya tidak lebih dari 6 kali. jika
tetesan insulin masih belum muncul, berarti pena rusak, dan anda harus
menggunakan pena baru.

23
Memilih Dosis
H. Putar pemilih dosis utuk memilih jumlah unit yang adanda perlu sun-
tikkan. Dosis dapat dikoreksi ke atas atau ke bawah dengan memutar
pemilih dosis ke arah mana saja hingga garis dosis yang tepat sejajar den-
gan penunjuk. Saat memutar pemilih dosis, hati-hari jangan menekan
tombol tekan karena akan mengeluarkan insulin. Anda tidak dapat
memilih dosis yang lebih besaar dari jumlah unit yang tersisa dalam car-
tridge.

Penyuntikkan
I. Suntikkan dosis dengan menekan tombol ke dalam hingga angka 0 sejajar
dengan penunjuk. Hati-hati, hanya tekan tombol saat menyuntik. Memutar
pemilih dosis tidak akan menyuntikkan insulin.

24
J. Tetap tekan tombol sepenuhnya dan biarkan jarum tetap berada di bawah
kulit setidaknya selama 6 detik. Hal tersebut akan memastikan anda men-
dapatkan dosis penuh. Cabut jarum dari kulit kemudian lepaskan tekanan
pada tombol dosis. Selalu pastikan pemilih dosis kembali ke 0 setelah
penyuntikan. Jika pemilih dosis berhenti sebelum kembali ke angka 0, do-
sis tidak sepenuhnya diberikan, yang mungkin menyebabkan kadar gula
darah yang terlalu tinggi.

K. Arahkan jarum ke dalam tutup besar jarum bagian luar tanpa menyen-
tuhya. Saat jarum tertutup, dorong dengan hati-hati tutup besar jarum
bagian luar sepenuhnya lalu lepaskan jarum. Buang dengan hati-hati dan
pasang kembali tutup pena ke flexpen anda.

25
Hal yang harus diperhatikan saat penggunaan insulin pen :
1. Buang flexpen bekas dengan hati-hati tanpa jarum yang terpasang.
2. Jangan berbagi pena dan jarum anda dengan orang lain. Hal tersebut dapat
menyebabkan infeksi silang.
3. Selalu simpan pena dan jarum anda di luar jangkauan orang lain, khusus-
nya anak-anak.
4. Anda dapat membersihkan bagian luar flexpen dengan menyekanya den-
gan lap medis. Jangan merendam, menucui atau melumasinya karena hal
tersebut mungkin dapat merusak pena.
5. Selalu lepaskan jrum setelah setiap penyuntikkan dan simpan flexpen anda
tanpa jarum yang terpasang. Hal tersebut mengurangi risiko kontaminasi,
infeksi, kebocoran insulin, jarum tersumbat dan dosis yang tidak akurat.

26
3.2.1 Resep Konseling

R/ INH 300 mg No.VIII


S1dd1
R/ Rifampisin 400 mg No.VIII
S1dd1
R/ Etambutol 750 mg No. VIII
S1dd1
R/ Pirazinamid 100 mg No. VIII
S1dd1
R/ B6 No VII
S1dd1
R/ Cavicur No. X
S3dd1

27
3.2.2 Tinjauan obat
1. Isoniazid (INH)
Komposisi Isoniazid 300 mg

Indikasi TBC ekstrapulmonal,


TBC paru
Infeksi TBC Laten
(MIMS, 2022).
Kontraindikasi - Hipersensitivitas terhadap zat yang terkandung pada INH

- Riwayat cedera hati terkait isoniazid atau reaksi merugikan


yang parah terhadap isoniazid
(MIMS,2022)
Peringatan Pasien dengan neuropati perifer, faktor risiko neuropati perifer
(misalnya diabetes mellitus, alkoholisme kronis, infeksi HIV, de-
fisiensi nutrisi), riwayat psikosis, epilepsi, porfiria, penyakit hati
kronis.
(MIMS, 2022).
Efek samping Signifikan: Neuropati perifer, penurunan absorpsi asam folat, de-
fisiensi piridoksin
(MIMS, 2021).
Interaksi Interaksi Obat
Secara in vitro, isoniazid menghambat enzim CYP2C19 dan
CYP3A4, yang dapat meningkatkan eliminasi obat terutama untuk
obat yang dieliminasi melalui jalur tersebut.
(Kimia Farma,2022)
- Mengakibatkan peningkatan toksisitas antiepilepsi (misalnya
karbamazepin, etosuksimida, fenitoin, primidon), benzodi-
azepin (misalnya diazepam, triazolam), klorzoksazon, disulfi-
ram jika digunakan bersama.
- Peningkatan metabolisme enfluran, menghasilkan tingkat flu-
orida yang berpotensi nefrotoksik.
- Peningkatan konsentrasi dan peningkatan efek atau toksisitas

28
clofazimine, cycloserine dan warfarin.
- Peningkatan risiko neuropati perifer dengan zalcitabine dan
stavudine. Dapat mengurangi efek terapeutik levodopa.
- Dapat menurunkan konsentrasi serum itrakonazol, ketokonza-
ole Mengurangi penyerapan dengan antasida yang mengan-
dung Al.
- Penggunaan bersamaan dengan parasetamol dapat menye-
babkan toksisitas parasetamol yang parah.
Interaksi Makanan
- Hindari makanan yang mengandung tiramin (mis. keju,
anggur merah) dan makanan yang mengandung histamin (mis.
cakalang, tuna, ikan tropis lainnya) karena dapat menye-
babkan respons yang berlebihan (mis. sakit kepala, berk-
eringat, palpitasi, muka memerah, hipotensi).
- Efek hepatotoksik dapat ditingkatkan dengan alcohol
(MIMS,2022)
Dosis a. Tuberkulosis Aktif :
Untuk pengobatan tuberculosis aktif, isoniazid digunakan den-
gan obat antituberkulosis lain.
Dosis harian :
Dewasa : 5 mg/kg/BB/hari (antara 10-15 mg/kgBB/hari).
Jumlah tablet isonizid 100 mg yang diberikan setiap hari
berdasarkan berat badan :
 Untuk dewasa dengan berat badan 30-45 kg, dosis per-
hari 200 mg diberikan dalam dosis tunggal
 Untuk pasien dengan berat badan > 45 kg, dosis per-
hari 300 mg diberikan dalam dosis tunggal.
b. Tuberkulosis Latent (Monoterapi) :
Dewasa : 300 mg/hari diberikan sedikitnya 6 bulan.
(Kimia Farma, 2022)
Farmakokinetik Farmakokinetik:
Aborbsi: Mudah dan sepenuhnya diserap dari saluran pencernaan

29
dan setelah injeksi IM. Mengurangi tingkat dan tingkat penyerapan
dengan makanan. Waktu untuk mencapai konsentrasi plasma pun-
cak: 1-2 jam (oral).
Distribusi:Didistribusikan di semua jaringan dan cairan tubuh, ter-
masuk CSF. Melewati plasenta dan memasuki ASI. Ikatan protein
plasma: Sekitar 10-15%.
Metabolisme: Dimetabolisme di hati dan usus kecil melalui aseti-
lasi menjadi asetilisoniazid oleh N -asetiltransferase; mengalami
hidrolisis lebih lanjut menjadi asam isonicotinic dan monoacetyl-
hydrazine. Asam isonikotinat kemudian dikonjugasi dengan glisin
menjadi isonikotinil glisin sedangkan monoasetilhidrazin selanjut-
nya diasetilasi menjadi diacetylhydrazine. Isoniazid yang tidak
dimetabolisme dikonjugasi dengan hidrazon.
Eliminasi:Melalui urin (75-95% sebagai obat dan metabolit yang
tidak berubah); kotoran dan air liur (dalam jumlah kecil). Waktu
paruh eliminasi: 0,5-1,6 jam (asetilator cepat); 2-5 jam (asetilator
lambat).
(MIMS,2022)
Contoh Sediaan

2. Rifampisin

Komposisi Rifampicin 400 mg dan 600 mg

Indikasi Tuberkulosis, dalam kombinasi dengan obat tuberculosis lain.


(MIMS, 2022).

30
Kontraindikasi - Khusus untuk rfampisisn 600 mg tidakdiberikan kepada pen-
derita dengan ikterus hati dan kepada yang hipersensitif ter-
hadap rifampicin
- Tidak boleh diberikan kepada penderita saat tiga bulan per-
tama kehamilan,bayi premature dan bayi baru lahir (dimana
hati belu, berfumgsi dengan efisien penuh).
(MIMS,2022)
Peringatan - Pemberian rifampicin pada wanita atau hamil harus berhati-
hati dengan pertimbangan matang, keamanan belum jelas.
- Rifampicin dapat mengurangi efektivitas pil kontrasepsi se-
hingga dapat terjadi siklus ovulasi
- Hati-hati pada penggunaan pada penderita gangguan hati
atau penggunaan bersama obat hepatotoksik.
(MIMS, 2022).
Efek samping Signifikan: Reaksi hipersensitivitas (misalnya demam, ruam, ur-
tikaria, angioedema, sindrom mirip flu); superinfeksi (misalnya
kolitis pseudomembran), anemia, eucopenia, trombositopenia
(dengan atau tanpa purpura), perubahan warna gigi (kuning,
oranye, merah, atau coklat) gigi, urin, sputum keringat, air
mata; koagulopati tergantung vitamin K, perdarahan.
(MIMS, 2021).
Interaksi Interaksi Obat
- Rifampicin diberikan bersama acenocoumarol, maka untuk
mempertahankan nilai protombin normal dalam dosis an-
tikoagulan perlu dinaikkan karena kedua obat tersebut di-
hidroksilasi manjadi senyawa inkalif dalam reticulum endo-
plasma hati, mungkin terjadi interaksi jenis induksi antara ke-
dua obat tersebut.
(Kimia Farma,2022)
- Dapat meningkatkan risiko hepatotoksisitas bila diberikan
dengan halotan atau isoniazid.
- Dapat menurunkan konsentrasi serum, sehingga mengurangi

31
kemanjuran praziquantel.
- Dapat meningkatkan efek samping, terutama perdarahan, bila
diberikan bersamaan dengan cefazolin dan sefalosporin lain
yang mengandung rantai samping N-methylthiotetrazole.
(MIMS,2022)
Dosis Dewasa: 600 mg per hari, sebagai dosis tunggal.
Untuk keadaan berat dosis tersebut dapat dinaikkan 900-1200 mg,
diberikan dalam 2 bagian.
Untuk penderita dengan gangguan hati, dosis tidak boleh lebih dari
8 mg/kg BB
(Kimia Farma,2022).
Farmakokinetik Farmakokinetik:
Aborbsi: Mudah dan sepenuhnya diserap dari saluran pencernaan
dan setelah injeksi IM. Mengurangi tingkat dan tingkat penyerapan
dengan makanan. Waktu untuk mencapai konsentrasi plasma pun-
cak: 1-2 jam (oral).
Distribusi:Didistribusikan di semua jaringan dan cairan tubuh, ter-
masuk CSF. Melewati plasenta dan memasuki ASI. Ikatan protein
plasma: Sekitar 10-15%.
Metabolisme: Dimetabolisme di hati dan usus kecil melalui aseti-
lasi menjadi asetilisoniazid oleh N –asetiltransferase; mengalami
hidrolisis lebih lanjut menjadi asam isonicotinic dan monoacetylhy-
drazine. Asam isonikotinat kemudian dikonjugasi dengan glisin
menjadi isonikotinil glisin sedangkan monoasetilhidrazin selanjut-
nya diasetilasi menjadi diacetylhydrazine. Isoniazid yang tidak
dimetabolisme dikonjugasi dengan hidrazon.
Eliminasi:Melalui urin (75-95% sebagai obat dan metabolit yang
tidak berubah); kotoran dan air liur (dalam jumlah kecil). Waktu
paruh eliminasi: 0,5-1,6 jam (asetilator cepat); 2-5 jam (asetilator
lambat).

32
Contoh Sediaan

3. Etambuthol

Komposisi Ethambutol HCl 500 mg dan 750 mg


Indikasi TBC paru
(MIMS, 2022).

Kontraindikasi Neuritis optik


(MIMS,2022)
Peringatan - Pasien harus melaporkan apabila terjadi gangguan penglihatan

- Pemeriksaan fungsi penglihatan harus dilakukan sebelum pen-


gobatan dimulai dan setiap 4 minggu selama pengobatan
- Pasien yang memilki gangguan penglihatan atau gangguan
fungsi ginjal , sebelum terapi harus melakukan pemeriksaan
fungsi mata setiap dua minggu atau lebih sering jika perlu.
- Pemeriksaan mata meliputi tes buta warna harus dilakukan pe-
mantauan terhadap gejala toksisitas pada mata.
(Bernofarm,2022)
Efek samping Neuritis retroulbar dg penurunan ketajaman penglihatan, skotoma
sentral & buta warna merah hijau. Peningkatan transaminase
serum, SLE, ggn GI.
(MIMS,2022)
Interaksi Ethambutol dapat mengurangi efikasi obat yg bersifat urikosurik.

(MIMS, 2022).
Dosis - Dosis Lazim : 15 – 25 mg/KgBB sehari sebagai dosis tunggal

- Pengobatan awal :Penderita yang belum pernah mendapatkan

33
pengobatan anti tuberculosis sebelumnya. 15 mg/kgBB dalam
dosis tunggal setiap 24 jam . Dapat diberikan bersamaan den-
gan isoniazid oral dosis tunggal.
- Pengobatan ulang : Pada penderita yang pernah mendapatkan
pengobatan antituberkulosa sebelumnya.25 mg/kgBB dalam
dosis tunggal sekali setiap 24 jam. Setelah 6o hari pemberian
Ethambutol HCl , dosis ethambutol HCl menjadi 15 mg/kgBB
sebagai dosis tunggal.
- Pengobatan Intermittent : Salah satu metode alternative pem-
beran Ethambutol HCl, pada kasus pengobatan awal dan pen-
gobatan ulang yaitu dengan memberikan dosis yang telah dise-
butkan diatas yaitu 15 atau 25 mgKg/BB selama 2 bulan atau
lebih. Setelah itu , Ethambutol HCl dapat diberikan dengan
dosis 50 mg/kgBB 2 kali seminggu.
(Bernofarm,2022)
Farmakokinetik Farmakokinetik:
Pada pemberian oral, Ethambutol HCl diabsorpsi sekitar 80%.
Setelah pemberian dengan dosis 15 mg/kgBB diperoleh kadar
dalam serum sekitar 4 mg/l yang dicaai 2 – 4 jam. Apabila obat
diberikan setiap hari dengan dosis yang sama pada periode yang
lebih lama, kadar dalam serum sama. Kadar intraseluler dari er-
itrosit mencapai kadar maksimal sekitar dua kali dari kadar di
dalam plasma dan dipertahankan selama 24 jam. Rata-rata volume
distribusi diperkirakan 3.89 l/kg – 8.1 l/kg.
(Bernofarm,2022)
Contoh Sediaan

34
4. Pirazinamid

Komposisi Pyrazinamid 500 mg


Pyrazinamid adalah analog nikotinamid yang dibuat secara sintetik

(Holi Pharma,2022)
Indikasi Tuberkulostatik pada media yang bersifat asam.
(Holi Pharma,2022)
Kontraindikasi - Pasien yang hipersensitif terhadap zat aktif atau zat tambahan

- Pasien dengan gangguan fungsi hati yang berat

- Gout Akut
(Holi Pharma,2022)
Peringatan - Pasien yang memulai pengobatan dengan pyrazinamide harus
ditetapkan kadar awal serum asam urat dan pemeriksaan
fungsi hati sebelum pengobatn dan setiap 4 minggu selama
pengobatan
- Pasien dengan gangguan fungsi ginjal, riwayat gout atau den-
gan diabetes harus di monitor dengan baik
- Pasien dengan gangguan fungsi ginjal berat (Kreatinin klirens
< 30 ml/menit diperlukan penyesuaian dosis)

(Holi Pharma,2022)
Efek samping - Kerusakan hati , mulai dari tanpa gejala peningkatan serum
transminase sampai gejala gangguan fungsi hati
- Gangguan system saraf : Sakit kepala , pusing , gugup , in-
somnia.
- Gangguan pencernaan : Mual dan muntah
(Holi Pharma,2022).
Interaksi - Probenesid : Terjadi interaksi farmakokinetik dan farmakodi-
namik kompleks dua arah antara pyrazinamide dan proben-
esid. Penggunaan bersama sangat dihindarkan
- Allupurinol : Pemberian bersamaan dengan pyrazinamide

35
meningkatkan AUC metabolit aktif pyrazinamide, yaitu asam
pirazinoat, sekitar 70%. Karena asam pirazinoat menghambat
eliminasi asam urat , maka pemakaian tidak efektif
- Pengobatan bersamaan dengan obat hepatotoksik lain (Misal-
nya rifampisin, isoniazid , etionamid ) dapat meningkatkan
terjadinya hepatotoksik.
(Holi Pharma,2022)
Dosis - Pyrazinamide harus diberikan dalam bentuk kombinasi den-
gan obat anti tuberculosis lainnya. Dosis harian untuk dewasa
15 – 30 mg/kgBB diberikan sekali sehari.
- Pyrazinamide digunakan dua bula pertama selama 6 bulan
pengobatan
- Jika pengobatan terputus , jadwal pengobatan harus diper-
panjang, tergantung antara lain pada lamanya pengobatan ter-
henti , waktu lama pengobatan (awal atau akhir) atau
keadaan pasien. Pyrazinamide sebaikanya diberikan tanpa
makanan . Tablet harus ditelan utuh dengan air minum, tidak
boleh dikunyah atau dihancurkan.
(Holi Pharma,2022)
Farmakokinetik Farmakokinetik:
Aborbsi: Pyrazinamide hampir seluruhnya terabsorbsi pada salu-
ran pencernaan.
Distribusi: Pyrazinamide sebagian besar didistribusikan ke cairan
dan jaringan tubuh . Ikatan proterin plasmanya rendah sekitar 10-
20%
Metabolisme: Pyrazinamide dihidrolisa oleh deaminase mikro-
soma menjadi metabolit aktif yaitu asam pirazinoat kemudian di-
hidroksilasi oleh Xantin Oksidase menjadi asam – 5 hidroksipirazi-
noat.
Eliminasi: Pyrazinamide di elimiasi melalui ginjal sebagian besar
dalam bentuk metabolit yang berbeda.
(Holi Pharma,2022)

36
Contoh Sediaan

5. B6

Komposisi Pyrodoksin

Indikasi Neuropati perifer yang diinduksi Isoniazid

(MIMS, 2022).
Kontraindikasi -
Peringatan Kewaspadaan Khusus :
Kehamilan dan menyusui

(MIMS,2022)
Efek samping - Signifikan:
Neuropati perifer parah (jangka panjang, dosis terlalu besar).
- Gangguan gastrointestinal: Mual.
- Gangguan umum dan kondisi tempat pemberian: Ataksia.
(MIMS, 2022).
Interaksi
- Penggunaan bersamaan dengan cycloserine, hydralazine, iso-

niazid, penicillamine, estrogen (misalnya kontrasepsi oral) da-

pat meningkatkan kebutuhan dosis untuk pyridoxine.

- Dapat mengurangi efek altretamin, levodopa, fenobarbital,

fenitoin.
(MIMS,2022)
Dosis Neuropati perifer yang diinduksi Isoniazid

37
oral:
Dewasa: 50 mg tiga kali sehari; hingga 200 mg setiap hari dapat
diberikan.

(MIMS,2022)
Farmakokinetik Farmakokinetik:
Absorbsi: Diserap dengan baik dari saluran pencernaan.
Distribusi: Terutama disimpan di hati; jumlah rendah di otot dan
otak. Melewati plasenta dan memasuki ASI.
Metabolisme:Diubah dalam eritrosit menjadi piridoksal fosfat dan
piridoksamin fosfat (bentuk aktif) yang kemudian disimpan dan
dimetabolisme di hati melalui oksidasi menjadi asam 4-piridoksin
dan metabolit tidak aktif lainnya.
Ekskresi: Melalui urin (sebagai asam 4-piridoksin dan metabolit
tidak aktif lainnya).Waktu paruh eliminasi: 15-20 hari.
(MIMS,2022)
Contoh Sediaan

6. Curcuma

Komposisi Ekstrak Curcumae xanthorrizae Rhizima 20 mg


Indikasi Membantu memelihara kesehatan fungsi hati (hepatoprotektor) ;
membantu memperbaiki nafsu makan (MIMS,2022).
Kontraindikasi -
Peringatan -
Efek samping -
Interaksi -

38
Dosis Tiga kali sehari 1 – 2 tab (MIMS,2022).
Contoh sediaan

BAB IV

PEMBAHASAN

Pelaksanaan KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) kepadapasien

merupakan salah satu tugas dan tanggungjawab apotekerdalam men-

jalankan pelayanan kepada pasien. Seorang apoteker yang dituntut untuk

39
selalu hadir agar dapat memberikan layanan KIE secara optimal.

PIO dan Konseling adalah hal penting dalam membantu pemberian

informasi dan edukasi kepada pasien. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi

Obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan komprehensif yang

dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker, perawat, profesi kese-

hatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah Sakit. Konseling

Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi

Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Kon-

seling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kese-

hatan dapat dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan

pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan

kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap Apoteker. Pemberian kon-

seling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi, meminimalkan

risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan meningkatkan

costeffectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan penggu-

naan Obat bagi pasien (patient safety). Manfaat konseling dan PIO bagi

pasien : Menjamin keamanan dan efektifitas pengobatan Mendapatkan

penjelasan tambahan mengenai penyakitnya, Membantu dalam merawat

dan perawatan kesehatan sendiri, Membantu pemecahan masalah terapi

dalam situasi tertentu, Menurunkan kesalahan penggunaan obat,

Meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi, Menghindari reaksi

obat yang tidak diinginkan, Meningkatkan efektifitas dan efisiensi biaya

kesehatan dan untuk farmasi sendiri : Menjaga citra profesi sebagai bagian

40
dari tim pelayan kesehatan Mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefar-

masian sebagai tanggung jawab profesi, Farmasi Menghindari farmasi

dari tuntutan karena kesalaha penggunaan obat (Medication Error), Suatu

pelayanan tambahan untuk menarik pelanggan sehingga menjadi upaya

dalam memasarkan jasa pelayanan.

Menurut Permenkes No 72 tahun 2016 kegitan PIO meliputi men-

jawab pertanyaan, menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter; menye-

diakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan

penyusunan Formularium Rumah Sakit, bersama dengan Tim Penyuluhan

Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi

pasien rawat jalan dan rawat inap, melakukan pendidikan berkelanjutan

bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya dan penelitian.

Melaksanakan konseling di rumah sakit bukanlah tanpa kendala.

Beberapa kendala yang dihadapi apoteker saat melakukan konseling :

Belum tersedia fasilitas konseling yang sesuai standar. Hal ini kadang

merupakan hambatan yang cukup berarti karena akan mempengaruhi

kenyamanan dalam pelaksanaan konseling. Namun kita bisa menyikapi

dengan menggunakan ruang perawatan atau tempat penyerahan obat seba-

gai tempat konseling dengan tetap memperhatikan kenyamanan dan pri-

vasi

Kurangnya tenaga apoteker di pelayanan, sehingga apoteker tidak

mempunyai waktu khusus untuk fokus menjalankan konseling. Meng-

hadapi hal ini, maka kita harus mempunyai strategi antara lain: memulai

sedikit demi sedikit agar tidak banyak memakan waktu, memilih tema ter-

41
tentu sehingga tidak terlalu berat untuk dijalankan. Apabila konseling su-

dah berjalan baik dan beriringan dengan pelayanan yang lain, maka

frekuensi dan kualitas konseling dapat ditingkatkan.

Kurangnya pengetahuan apoteker terkait informasi terbaru, obat-

obat baru, kebijakan baru dan hal-hal lain. Dalam hal ini apoteker memang

harus dituntut untuk terus belajar (life-long learner).

Karakter pasien yang bermacam-macam kadang membuat apoteker

kesulitan untuk menjalankan konseling. Karakter yang cukup sulit di-

hadapi adalah pasien yang putus asa, marah dan pendiam. Dalam hal ini

memang kita harus banyak belajar ilmu komunikasi. Selain itu, kita harus

terus menjalankan konseling, karena semakin lama kita praktek mem-

berikan konseling maka kemampuan kita akan semakin terasah. Kita juga

dapat mengajak rekan apoteker lain apabila menemui kendala dengan

karakter pasien yang sulit.

Kegiatan pelayanan informasi obat di intalasi farmasi Rumah Sakit

Daerah Muhammad Natsir Solok yang telah terlaksana berupa pemberian

informasi kepada konsumen secara pasif melalu tatap muka dan menjawab

pertanyaan apabila diajukan oleh pasien atau tenaga medis lainnya.

Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersedi-

aan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pembe-

rian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan Resep dilakukan upaya

pencegahan terjadinya kesalahan pemberian Obat (medication error).

Selain itu Rumah Sakit M. Natsir Solok sudah memiliki ruangan

42
konseling yang berada di Apotek rawat jalan, dengan sarana penunjang

kegiatan konseling sesuai dengan pedoman konseling pelayanan kefar-

masian disaranan kesehatan (Depkes RI, 2006), yaitu memiliki ruangan

atau tempat konseling yang tertutup dan tidak banyak orang keluar masuk,

sehingga privasi pasien terjaga dan pasien lebih leluasa menanyakan

segala sesuatu tentang pengobatan, tersedia 2 meja dan masing – masing 2

kursi pada setiap meja, juga terdapat kursi tunggu, mempunyai penerangan

yang cukup dan sirkulasi udara yang bagus, terletak didekat tempat

pengambilan obat (apotik).

Di Apotek dan ruang konseling Rumah Sakit M. Natsir memilik

beberapa alat bantu konseling yang sesuai dengan pedoman konseling

pelayananan kefarmasian disaranan kesehatan (Depkes RI, 2006), yaitu

kartu pasien, panduan konseling yang berisi daftar (check list) untuk

mengingatkan Apoteker point point konseling yang penting, berisi identi-

tas pasien dan catatan kunjungan pasien, literatur pendukung yang terletak

didalam lemari dan diatas meja, alat peraga seperti boneka untuk menje-

laskan cara penggunaan insulin dan beberapa sediaan placebo.

Dalam penggunaannya sejak masa pandemic covid-19 penggu-

naan ruangan konseling tidak diaktifkan lagi. Alasan tidak mengaktifkan

lagi ruangan tersebut adalah untuk mengurangi kontak langsung dengan

pasien agar meminimalisir terjadinya penyebaran covid-19. Sehingga

dalam pelaksanaan pemberian konseling dan pemberian informasi obat

(PIO) dilakukan di meja penyerahan obat saja. Apoteker biasanya

melakukan PIO dan Konseling di meja penyerahan obat karena:

43
1. Banyaknya jumlah pasien dalam setiap harinya.

2. Kurangnya tenaga teknis kefarmasian yang kompeten (Apoteker).

3. Umumnya pasien adalah pasien yang berulang.

Konseling yang dilakukan di RS M.Natsir terkendala dalam pelak-

sanaanya dikarenakan kurangnya minat dari pasien dalm menerima kon-

seling. Hal itu terjadi karena pasien yang tidak bersedia meluangkan wak-

tunya dalam kegiatan konseling, selain itu kegiatan konseling tidak di-

lakukan secara efisien disebabkan jumlah pasien yang banyak dan ku-

rangnya tenaga kefarmasian (Apoteker) untuk melakukan konseling.

Selain melakukan pemberian informasi obat (PIO) secara lang-

sung, di RSUD M.Natsir juga memberikan PIO secara tidak langsung

melalui media pamflet informasi obat.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

44
a. Pelaksanaan Pemberian Informasi Obat (PIO) dan Konseling di-
lakukan sesuai dengan peraturan perundang undangan dengan
menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pasien. Pemberian
PIO umumnya dilakukan pada saat obat diberikan kepada pasien.
b. Dalam penggunaannya sejak masa pandemic covid-19 penggu-
naan ruangan konseling tidak diaktifkan lagi untuk mengurangi
kontak langsung dengan pasien agar meminimalisir terjadinya
penyebaran covid-19.
c. Apoteker biasanya melakukan PIO dan Konseling di meja peny-
erahan obat karena:
 Banyaknya jumlah pasien dalam setiap harinya
 Kurangnya tenaga teknis kefarmasian yang kompe-
ten (Apoteker).
 Umumnya pasien adalah pasien yang berulang.
d. RSUD M.Natsir juga memberikan PIO secara tidak langsung
melalui media pamflet informasi obat dan juga melalui video
edukasi mengenai obat dan juga cara pengguanaan obat yang be-
nar.
e. Kendala yang terjadi terhadap pelaksanaan konseling yaitu ku-
rangnya minat pasien dalam menerima konseling yang dise-
babkan pasien tidak bersedia meluangkan waktu untuk konseling
.Selain itu jumlah yang pasien yang banyak dan tenaga kefar-
masian (Apoteker) kurang.

45
5.2 Saran
a) Disarankan untuk menambah sumber daya manusia di instalasi
Farmasi baik penambahan Apoteker dan Tenaga Teknis Kefar-
masian untuk meningkatkan Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit RSUD M.Natsir Solok

b) Disarankan untuk lebih meningkatkan lagi proses Pemberian In-


formasi Obat (PIO) dan Konseling agar pasien lebih memahami
penggunaan obat yang diterima agar meningkatkan kualitas ter-
api bagi pasien.

c) Disarankan pemberian informasi obat dalam bentuk TV edukasi


yang dipasang di ruang tunggu apotek sebagai media yang mem-
permudah pemberian informasi. Jika memungkinkan PIO di-
lakukan secara daring melalui telfon dan sosial media.

46
DAFTAR PUSTAKA

Kemenkes RI. 2016. Peraturan Mentri Kesehatan RI No 72 Tahun 2016 Tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah sakit. Jakarta: Kemenkes RI

Kemenkes RI. 2007. pedoman konseling pelayanan kefarmasian di sarana kese-


hatan. Jakarta: Kemenkes RI

Kemeneg Pemberdaya perembupan dan Perlindungan anak RI. 2021. Buku saku
penggunaan media KIE. Jakarta: Kemeneg PP&PA RI

MIMS.2021. diaksesonline pada 19 Maret 2022 pada


(https://www.mims.com/indonesia/drug/info)

American Society of Health System Pharmacist. 2011. AHFS drug information.


America: ASHS

Basic pharmacology and drug notes. 2019. Buku saku obat. Makassar: MMN
Publishing

47
Lampiran

Lampiran 1. Formulir Pelayanan Informasi Obat

48
Lampiran 2. Lembar konseling pasien

Lampiran 3. Leaflet mengenai Diabetes

49
Lampiran 4. Leaflet mengenai TBC

50

Anda mungkin juga menyukai