Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PRAKTIKUM KERJA LAPANGAN (PKL)

DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MAKASSAR

MAKASSAR 19 JULI – 02 AGUSTUS 2022

DISUSUN OLEH:

HIJRAH TULJANNAH (70100119048)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

GOWA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat ALLH SWT yang telah memberikan
nikmat dan karuniaNya sehingga dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja
Lapangan Rumah Sakit Bhayangkara Makassar. Salam dan shalawat tak lupa kita
haturkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam penuh kegelapan menuju ke alam yang penuh
keterangan.

Praktek kerja lapangan (PKL) ini merupakan salah satu Program Studi S1
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala


Instalasi Farmasi RS Bhayangkara Makassar dan dosen pembimbing yang telah
membantu menyusun laporan lengkap ini, sehingga laporan lengkap ini dapat
terlaksana.

Romang polong-Gowa, 24 Juli 2022

Hijrah Tuljannah

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. v

LAMPIRAN ............................................................................................... vi

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang PKL ....................................................................... 1


B. Tujuan PKL .................................................................................... 2
C. Manfaat PKL .................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3

A. Pengertian Tempat PKL ................................................................. 3


B. Tugas Dan Fungsi .......................................................................... 3
C. Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-Undangan ................ 5
D. Tugas Dan Tanggung Jawab Tenaga Kefarmasian ........................

BAB III TINJAUAN UMUM TEMPAT PKL .......................................... 7

A. Sejarah ............................................................................................ 7
B. Visi Dan Misi ................................................................................. 10
C. Lokasi, Sarana dan Prasaran .......................................................... 11
D. Struktur Organisasi ......................................................................... 12

BAB IV KEGIATAN PKL DAN PEMBAHASAN .................................. 14

A. Kegiatan Yang Dilakukan .............................................................. 14


B. Tugas Yang Dikerjakan Selama PKL ............................................ 15
C. pembahasan ................................................................................... 23

iii
BAB V KESIMPULAN ....................................................................... 27

A. Kesimpulan .................................................................................... 27
B. Saran ............................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 28

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Daftar Elegibilitas Peserta ........................................................ 16

Gambar 2. Resep ........................................................................................ 16

Gambar 3. Daftar Elegibilitas Peserta ......................................................... 25

Gambar 4. Resep ........................................................................................ 25

Gambar 5. Daftar Elegibilitas Peserta .........................................................

Gambar 6. Resep ........................................................................................

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur organisasi RS bhayangkara makassar ............................. 13

Lampiran 2. Struktur organisasi instalasi farmasi RS bhayangkara makassar .. 13

vi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang PKL

Kesehatan merupakan faktor yang sangat penting dalam mewujudkan


pembangunan kualitas sumber daya manusia agar tercipta masyarakat Indonesia
yang sejahtera, oleh karena itu kualitas sumber daya manusianya perlu
ditingkatkan secara terus menerus termasuk derajat kesehatannya (Sudibyo, dkk.
2011). Upaya meningkatkan derajat kesehatan manusia perlu ditingkatkan dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya membangun sarana-sarana
kesehatan yang dapat dijangkau oleh semua kalangan, sehingga masyarakat dapat
menikmati pelayanan kesehatan dengan baik dan optimal. Sarana-saran kesehatan
tersebut dimaksudkan agar tercipta peningkattan kesadaran, kemauan dan
kemampuan masyarakat untuk hidup sehat.

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan bagian yang tidak


terpisahkan oleh system pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien,penyediaan sediaan farmasi,alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau agi semua lapisan masyarakat
termasuk pelayanan farmasi klinik.(PERMENKES RI No.72 Tahun 2016.

Instalasi farmasi merupakan bagian dari rumah sakit yang bertugas


menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh
kegiatan pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di
rumah sakit. Mutu pelayanan farmasi rumah sakit adalah pelayanan farmasi yang
menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam menimbulkan
kepuasan pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata masyarakat,serta
penyelenggaraan sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian kepada pasien atau
pelayanan profesi serta ditetapkan sesuai dengan kode etik profesi farmasi.
Sehingga seorang farmasi diharapkan mampu menyediakan oat dan perbekalan
farmasi yang berkhasiat, aman dan bermutu serta yang relative terjangkau.
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang

1
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu (Kepmenkes RI
No.1197/Menkes/SK/X/2004).

Salah satu fungsi dari rumah sakit adalah penyelenggaraan pendidikan dan
pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam
pemberian pelayanan kesehatan, penyelenggaraan penelitian dan pengembangan
serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan dibidang kesehatan
(Permenkes 56 Tahun 2014). Mengingat tidak kalah pentingnya peranan Tenaga
Teknis Kefarmasian dalam menyelenggarakan menejemen perbekalan farmasi di
instalasi farmasi Rumah sakit,maka kesiapan institusi pendidikan dalam
menyediakan sumber daya manusia calon Tenaga Teknis Kefarmasian yang
berkualitas menjadi faktor penentu.Oleh karena itu,Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar bekerja sama dengan beberapa Rumah Sakit yang ada di Kota Makkasar
menyelenggarakan Praktek Kerja Lapangan yang salah satunya adalah Rumah
Sakit Bayangkara yang berlangsung dari tanggal 19 Juli - 02 Agustus
2022.Kegiatan ini memberikan pengalaman kepada calon ahli madya farmasi
untuk mengetahui lebih jauh terkait pengelolaan suatu apotek dan juga sebagai
bentuk pengabdian guna merealisasikan teori yang sudah di dapatkan di bangku
perkuliahan.

B. Tujuan PKL
1. Meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang peran, fungsi , posisi,
dan tanggung jawab tenga kefarmasian dalam pelayanan kesehatan.
2. Membekali mahasiswa agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian.
3. Memberi kesempatan kepada mahasiswa dalam mrasuki dunia kerja
sebagai tenaga farmasi yang profesional
4. Memberi gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan
kefarmasian.

2
C. Manfaat PKL
1. Mengetahui, memahami tugas, dan tanggung jawab tenaga farmasi.
2. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian.
3. Mendapatkan pengetahuan manajemen praktis.
4. Meningkkatkan rasa percaya diri untuk menjadi tenaga farmasis yang
profesional.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Rumah Sakit


Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian
integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan
pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.
Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang
dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

B. Tugas dan Fungsi


1. Tugas
a. Rumah sakit bhayangkara bertugas menyelanggarakan kegiatan
pelayanan kesehatan bagi personil Polri dan keluarganya,
masyarakat umum serta penyelenggara dukungan kesehatan bagi
tugas opersional dan pembinaan Polri dalam kapasitas sebagai
rumah sakit rujukan untuk wilayah Indonesia Timur.
b. Menyelenggarakan kegiatan serta upaya dalam bidang kesehatan
yang meliputi: pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan penderita
sampai pada taraf spesialistik baik yang bersifat pelayanan umum
maupun dukungan kesehatan dalam bidang klinis kepada
masyrakat Polri/masyarakat umum dan Institusi Polri.
c. Menyelenggarakan kegiatan dan meningkatkan sarana penunjang
rumah sakit sesuai staandar rumah sakit tingkat II yang merupakan
pusat rujukan Polda-polda Wilayah Timur Indonesia.
2. Fungsi

4
a. Menyelenggarakan kegiatan medis meliputi: pemeriksaan,
pengobatan, dan perawatan penderita sampai taraf spesialistik atau
sub spesialistik.
b. Menyelenggarakan sistem kegiatan pembinaan sarana kedokteran
kepolisian dalam rangka mendukung Polri.
c. Menyelenggarakan kegiatn pengelolaan sumber daya rumah sakit
meliputi sumber daya manusia, sarana dan prasarana, logistik,
pembiayaan sistem, metode serta informasi.
d. Menyelenggarakan pendidikan/pelatihan serta penelitian di bidang
kesehatan dalam rangka pengembangan sumber daya manusia,
prosedur pelayanan dan manajemen Rumah Sakit Bhayangkara
Makassar.
e. Menyelenggarakan kegiatan lain menunjang pelaksanaan tugas
Rumah Sakit Bhayangkara Makassar .
f. Penyelenggaraan fungsi pembinaan materil dan fasilitas kesehatan
Rumah Sakit Bhayangkara Makassar sesuai kebijakan dan sistem
pembinaan logistik Polri.
g. Penyelenggaraan tugas kesehatan dalam rangka pengabdian kepada
masyarakat.

C. Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-undangan


Pelayanan Kefarmasian yang diselenggarakan di Rumah Sakit haruslah
mampu menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu dan berkhasiat dan
sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit diselenggarakan sesuai dengan Standar Pelayanan Kefarmasian.
Selanjutnya, Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit diterbitkan, meliputi pengelolaan sediaan obat dan
Bahan Medis Habis Pakai ( BMHP ), pelayanan farmasi klinik serta pengawasan
obat dan BMHP.
Pengelolaan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit yaitu:
1. Pemilihan

5
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan kebutuhan.
Pemilihan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai ini
berdasarkan:

a. Formularium dan standar pengobatan/ pedoman diagnosa dan terapi


b. Standar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang telah ditetapkan;
c. Pola penyakit;

d. Efektifitas dan keamanan;


e. Pengobatan berbasis bukti;
f. Mutu, harga; dan
g. Ketersediaan di pasaran
(PERMENKES No 72 tahun 2016 )
2. Perencanaan
Menurut PERMENKES No.72 tahun 2016, Perencanaan
kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin
terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. Anggaran yang tersedia;
b. Penetapan prioritas;
c. Sisa persediaan;
d. Data pemakaian periode yang lalu;
e. Waktu tunggu pemesanan; dan
f. Rencana pengembangan.
(PERMENKES No 72 tahun 2016 )
3. Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk
merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus

6
menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang
berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang
dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode
pengadaan, pemilihan pemasuk, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan
proses pengadaan, dan pembayaran.
Pengadaan dapat dilakukan melalui pembelian. Untuk Rumah Sakit
pemerintah pembelian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai harus sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa
yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
a. Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai,
yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu Obat.
b. Persyaratan pemasok.
c. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
d. Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan waktu.
Instalasi Farmasi dapat memproduksi sediaan tertentu apabila:
a. Sediaan Farmasi tidak ada di pasaran;
b. Sediaan Farmasi lebih murah jika diproduksi sendiri;
c. Sediaan Farmasi dengan formula khusus;
d. Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking;
e. Sediaan Farmasi untuk penelitian; dan
f. Sediaan Farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan/harus dibuat baru
(recenter paratus).
(PERMENKES No 72 tahun 2016 )
4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua
dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik
(PERMENKES No 72 tahun 2016).

7
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin
kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan
kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan,
sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (PERMENKES No
72 tahun 2016 ).
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,
bentuk sediaan, dan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip
First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem
informasi manajemen. Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip
(LASA, Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus
diberi penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan Obat. Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi
penyimpanan obat emergency untuk kondisi gawat darurat. Tempat
penyimpanan harus mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan
pencurian (PERMENKES No 72 tahun 2016).
6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/ menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/ pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah,
dan ketepatan waktu. Rumah Sakit harus menentukan sistem distribusi
yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
(PERMENKES No 72 tahun 2016 )

8
7. Pemusnahan
Pemusnahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai bila:
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. Telah kadaluwarsa;
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuan; dan/ atau
d. Dicabut izin edarnya.
(PERMENKES No 72 tahun 2016 )
Tahapan pemusnahan terdiri atas:
a. Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai yang akan dimusnahkan;
b. Menyiapkan Berita Acara Pemusnahan;
c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait;
d. Menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta
peraturan yang berlaku.

8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai. Pengendalian penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dapat dilakukan oleh Instalasi Farmasi harus
bersama dengan Komite/ Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit.
(PERMENKES No 72 tahun 2016 )Tujuan pengendalian persediaan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah
untuk:

9
a. Penggunaan Obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit;
b. Penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan
c. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/ kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta
pengembalian pesanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai.
(PERMENKES No 72 tahun 2016 )
Cara untuk mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai adalah
a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow moving);
b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga
bulan berturut-turut (death stock);
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala
(PERMENKES No 72 tahun 2016 )
9. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang meliputi
perencanaan kebutuhan, pengadaan (surat pesanan), penerimaan
(faktur) penyimpanan (kartu stok), pendistribusian, pengendalian
persediaan, pemusnahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai. (PERMENKES No 72 tahun 2016 )` Pelaporan
dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi Farmasi dalam periode
waktu tertentu (bulanan, triwulanan, semester atau pertahun)
(PERMENKES No 72 tahun 2016 ).

D. Tugas dan Tanggung Jawab Tenaga Kefarmasian


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58
Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit adalah
tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan

10
sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian dilakukan oleh tenaga kefarmasin,
berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009
Tentang Pekerjaan Kefarmasian yaitu Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang
melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian.
Apoteker menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesian
Nomor 73 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek adalah
sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan apoteker. Dalam hal ini apoteker memiliki kewajiban dan tanggung jawab
sebagai tenaga kesehatan dalam UU No. 36 Thun 2014 Pasal 58-60 secara
berurutan:
1. Memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar profesi, standar
pelayanan profesi, standar prosedur operasional, dan etika profesi serta
kebutuhan kesehatan penerima pelayanan kesehatan;
2. Memperoleh persetujuan dari penerima pelayanan kesehatan atau
keluaganya atas tindakan yang akan diberikan;
3. Menjaga kerahasiaan kesehatan penerima pelayanan kesehatan;
4. Membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen tentang pemeriksaan,
asuhan, dan tindakan yang dilakukan;
5. Merujuk penerima pelayanan kesehatan ke tenaga kesehatan lain yang
mempunyai kompetensi dan kewenangan yang sesuai.
6. Tenaga kesehatan yang menjalankan praktik pada fasilitas pelayanan
kesehatan dalam keadaan gawat darurat dan/atau pada bencana untuk
penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan.
7. Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada aya (1) dilarang menolak
penerima pelayanan kesehatan dan/atau dilarang meminta uang muka
terlebih dahulu.
8. Mengabdikan diri sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki;
9. Meningkatkan kompetensi;
10. Bersikap dan berperilaku sesuai dengan etika profesi;

11
11. Mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi atau
kelompok; dan
12. Melakukan kendali mutu pelayanan dan kendali biaya dalam
menyelenggarakan upaya kesehatan.

Kewajiban apoteker juga diatur dalam PP 51 Tahun 2009 Pasal 30, 31, 37,
39, 52 adalah sebagai berikut:

1. Setiap tenaga kefarmasian dalam menjalankan kefarmasian wajib


menyimpan rahasia kedokteran dan rahasia kefarmasian.
2. Setiap tenaga kefarmasian dalam melaksankan pekerjaan kefarmasian
wajib menyelenggarakan program kendali mutu dan kendali biaya.
3. Apoteker yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus memiliki
sertifikat kompetensi profesi.
4. Setiap tenaga kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian di
Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi.
5. Setiap tenaga kefarmasian yang melaksanakan pekerjaan kefarmasian
wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja.

12
BAB III

TINJAUAN UMUM TEMPAT PKL

A. Sejarah
Sejarah Singkat Berdirinya RS Bhayangkara Makassar:
1. Berawal dari perintah lisan PANGDAK XVIII SULSELRA BRIGJEN
IMAM SUPOYO kepada kapten polisi dr. ADAM IMAN SANTOSA
pada tanggal 2 November 1965, untuk menempati dan memfungsikan
bekas SEKOLAH POLISI NEGARA DJONGAYA menjadi RUMAH
SAKIT KEPOLISIAN BHAYANGKARA MAKASSAR.
2. Satu bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 1 Desember 1965 mulai
difungsikan poliklinik Umum dan bagian Kebidanan. Saat itu juga
Lettu Polisi dr. ZAINAL ARIFIN yang bertugas di poliklinik Poltabes
Makassar mulai aktif di poliklinik Umum dan dr. ABADI
GUNAWAN di bagian kebidanan Rumah Sakit Kepolisian Makassar.
3. Pada tanggal 1 Maret 1966 mulai difungsikan bangsal laki-laki,
bangsal wanita dan bangsal anak-anak.
4. Tanggal 1 januari 1967 bagian rontgen difungsikan Tanggal 2
Nopember 1968 diusulkan pendidikan pendidikan SPK C dengan lama
pendidikan 2 (2) tahun, oleh dr. ADAM IMAM SANTOSA dan
diteruskan oleh Pangdak VIII Brigjen Pol. Johny Anwar kedepartemen
Kesehatan Republik, sehingga bulan juni 1969 pendidikan SPK C
angkatan I dimulai atas ijin Depkes RI.
5. Tanggal 1 Maret 1969 dilakukan renovasi gudang kaporlap SPN
Jongaya menjadi ruang pertemuan personil Rumah Sakit Kepolisian
Bhayangkara.
6. Tanggal 10 Januari 1970 Rumah Sakit Kepolisian Bhayangkara diakui
secara resmi Mabes Polri dengan surat keputusan Kapolri No. Pol. :
B/117/34/SB/1970 yang ditandatangani oleh Wakapolri Inspektur
Jendral Polisi T.A.AZIZ, yang berbunyi sesuai teks aslinya sbb:

13
a. Menarik Surat Saudara tanggal 29 April 1969 No. Pol:
346/Kes/III/69, dengan ini dipermaklumkan, bahwa kami sangat
menghargai usaha tersebut dalam rangka meningkatkan
kesehjateraan, kususnya dalam perawatan kesehatan
anggota/pegawai sipil dan keluarganya, sekaligus merupakan
pengisian dari pada fungsi dan organisasi seksi kesehatan Komdak
XVIII/Sulselra.
b. Mengenai pembinaan selanjutnya dilaksanakan melalui Direktorat
Kesehatan Mabak menurut ketentuan – ketentuan yang berlaku dan
menyesuaikan dengan kemampuan keuangan yang ada.
c. Dengan demikian Rumah Sakit tersebut secara resmi kami
nyatakan menjadi “ Rumah Sakit Kepolisian RI.” Dan merupakan
formasi organik dari seksi Kesehatan Komdak XVIII/Sulselra.
7. Tanggal 10 Desember 1979 SPK C secara resmi ditutup dan diganti
dengan nama SPK Gaya Baru, yang hanya berlangsung selama 2 tahun
yakni 1979-1980, dan pada tahun 1980 SPK Gaya Baru berubah
menjadi SPK dengan masa pendidikan tiga (3) tahun, dan pada tahun
1984 menerima Anggota Polri dari seluruh indonesia untuk dididik
menjadi tenaga kesehetan.
8. Perkembangan Fisik Rumah Sakit Kepolisian Bhayangkara Makassar
dimulai pada tanggal 7 Oktober 1971 dengan diresmikannya ruang
disdokkes dan Rumah Sakit Kepolisian Bhayangkara Makassar oleh
Kapolda SulSel.
9. Pembangunan tahap pertama tahun 1973 yang ditandai dengan
diresmikannya ruang perawatan perwira (paviliun). Tahun 1977
dengan dukungan anggaran dari Menhankam Pangab Jendral M.
Yusuf, dibangunlah sarana pendukung diagnostic dan sarana pelayanan
kesehatan.
10. Pembangunan taha ke kedua tahun 1983 terdiri atas ruang perawatan
anak dua lantai, Ruang Fisioterapi dan Gizi serta Ruang Gawat
Darurat. Tahun 1996 diresmikan Ruang Otopsi dan Mushollah, tahun

14
1997 diresmikan Ruang ICU dan Ruang Operasi, tahun 2000 Rumah
Sakit Kepolisian Bhayangkara Makassar mendapat bantuan lunak dari
Spanyol berupa peralatan kesehatan.
11. Perkembangan pembangunan selanjutnya adalah pembangunan koridor
yang menghubungkan ruang-ruang perawtan maupun poliklinik,
gedung perawatan Garuda dan Kasuari berlantai 2 (dua).
12. Tanggal 1 januari tahun 1999 Gedung Kantin Bhayangkara, Gedun
Primkoppol dan tambahan Masjid Bhayangkara diresmikan oleh
KADISDOKKES POLDA SULSEL LETKOL POL. dr.S BUDI
SISWANTO.
13. Tanggal 10 Oktober 2001 Rumah Sakit Tinggkat II dengan surat
keputusan Kapolri No. Pol : SKEP/1549/X/2001.
14. Untuk menghilangkan kesan bahwa Rumah Sakit Kepolisian
Bhayangkra hanya diperuntukkan bagi Anggota Polri maka
berdasarkan surat keputusan Kapolda Sulsel Irjen Pol. Drs. FIRMAN
GANI, sekaligus meminta restu kepada adik kandung.
15. Tanggal 14 Januari 2009, Depkes RI memberikan Sertifikat Akreditasi
Rumah Sakit Kepolisian Bhayangkara No:YM.01.10/III/125/09
dengan status Akreditasi Penuh Tingkat Dasar yang berlaku tanggal 14
Januari 2009 sampai dengan 14 Januari 2012 kepada Rumah Sakit
Bhayangkara Mappa Oudang sebagai pengakuan bahwa Ruah Sakit
telah memenuhi standar pelayanan yang meliputi: Administrasi
Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan
Keperawatan, dan Rekam Medis. Yang ditandatangani atas nama
Mentri Kesehatan Direktur Jendral Bina Pelayanan Medik FARID W.
HUSAIN.
16. Peresmian gedung IGD pada tanggal 18 maret 2009 oleh KAPOLDA
SULSEL IRJEN POL. Drs. MATHIUS SALEMPANG.
17. Pada tanggal 15 Juli 2009 KETUA UMUM BHAYANGKARI NY.
NANNY BAMBANG HENDARSO meresmikan Renovasi Ruang
Cendrawasih.

15
18. Peresmian Renovasi Ruang Perawatan Cendrawasih B pada tanggal 16
Desember 2009 oleh KAPOLDA SULSEL IRJEN POL. Drs. ADANG
ROCHJANA.
19. Peresmian Renovasi Ruang Intermediate Care Unit, USG, Treadmill
dan Ruang Makan Karyawan oleh KAPOLDA SULSEL IRJEN POL.
Drs. ADANG ROCHJANA tanggal 17 Maret 2010.
20. Tanggal 23 November 2010, Mentri Keuangan RI mengesahkan
Penetapan Rumah Sakit Bhayangkara Tk. II Mappa oudang Makassar
pada Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai instansi
pemerintah yang menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan
Umum(PK-BLU), dengan surat keputusan Mentri Keuangan No.
440/KMK.05/2010, yang ditandatangani Mentri Keuangan AGUS
D.W. MARTOWARDOJO.
21. Tanggal 8 Juni 2011 Nomenklatur Rumah Sakit Bhayangkara
Makassar dengan kode Kemenkeu 646307.
22. Pada hari Jumat, tanggal 21 Oktober 2011 jam 14.00 wita secara resmi
KAPOLDA SULSEL INSPEKTUR JENDERAL POLISI Drs. H.
JOHNY WAINAL USMAN, MM melakukan meletakkan Batu
pertama dalam rangka dimulainya renovasi ruang : Perawatan dan
Bedah Sentral ICU yang berlantai 3 (tiga).

B. Visi dan Misi


Rumah sakit merupakan sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan
kegiatan pelayanan kesehatan dan dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga
kesehatan dan penelitian. Kegiatan pelayanan kesehatan tersebut meliputi
pelayanan rawat jalan, rawat inap dan pelayanan gawat darurat yang mencakup
pelayanan medis dan penunjang medis. Untuk dapat sembuh, berkembang, dan
mampu mengikuti tujuan Iptek Kedokteran, serta mencapai tujuan organisasi,
Rumah Sakit Bhayangkara Makassar menetapkan Visi dan Misi sebagai berikut:
1. Visi

16
Menjadi Rumah Sakit Bhayangkara terbaik di kawasan Timur
Indonesia dan Jajaran Polri dengan Pelayanan Prima dan mengutamakan
penyembuhan serta terkendali dalam pembiayaan.

2. Misi
a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang prima dengan
meningkatkan kualitas disegala bidang pelayanan kesehatan, termasuk
kegiatan kedokteran kepolian (forensik, pengawasan, kesehatan,
kamtibmas dan DVI) baik kegiatan operasional kepolisian, pembinaan
kemitraan maupun pendidikan dan latihan.
b. Menyelanggarakan pelaksanaan dan perencanaan, pengawasan
transparan dan akuntabel, pengorganisasian, anggaran.
c. Peningkatan kualitas SDM yang profesional, bermoral, dan memiliki
budaya organisasi sebagai pelayanan prima.
d. Mengelola seluruh sumber daya secara efektif, efisien, dan akuntabel
guna mendukung pelaksanaan tugas pembinaan maupun operasional
Polri.
C. Lokasi, Sarana dan Prasarana
1. Lokasi
Kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan di Rumah
Sakit Bhayangkara Makassar di Jl. Andi Mappaoudang No. 63. Rumah Sakit
Bhayangkara merupakan salah satu layanan kesehatan miliki milik POLRI
yang ada di kota Makassar yang berbentuk RSU.
2. Sarana dan Prasarana
a. Pelayanan 24 Jam
1) Instalasi Gawat Darurat
2) Radiodiagnostik Imaging & Radiointervenal
3) Instalasi Laboratorium
4) Instalasi farmasi
5) Ambulance
b. Fasilitas Medis
1) Kateterisasi Jantung

17
2) ESWL ( Pomecah Batu Ginjal )
3) Endoskopl Onkologi
4) Penyakit Dalam
5) Gastroenteropatologi
6) Kandungan & Kebidanan
7) Kesehatan Ibu & Anak
8) Jantung & Pombuluh darah
9) Bedah Orthopedi Cedera Olahraga
10) Bedah Orthopedi Hip & Knee
11) Bedah Orthopedi Tulang Belakang
12) Bedah Digestive
13) Bedah Thorak & Kardio Vaskular
14) Bedah Syaraf
15) Bedah Mulut
16) Urologi
17) THT
18) Mata
19) Syaraf
20) Anastesi & Intervensi Nyeri
21) Gigi Anak , Prostodont
22) Konservasi Gigi
23) Psikiatri / Kesehatan Jiwa
24) Paru
c. Layanan Klinik
1) HIV / VCT & TB Dots / TB Mdr
2) Klinik Executive
3) Hemodialisa
4) Kemoterapi
5) Fisioterapi
6) Pemeriksaan Narkoba
7) Konsultasi Gizi
d. Layanan Lainnya
1) ATM center
2) Minimarket
3) Masjid

3. Struktur Organisasi
1. Struktur organisasi Rumkit Bahayangkara Tingakat II Sesuai Perkap
11 Tahun 2011

18
Lampiran 1. Struktur Organisasi RS Bhayangkara Makassar

2. Struktur Organisasi Intalasi Farmasi RS Bahayangkara Makassar

Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi RS Bhayangkara Makasssar

BAB IV

19
KEGIATAN PKL DAN PEMBAHASAN

A. Kegiatan Yang Dilakukan

No. Gambar Keterangan


1. Pembekalan yang diberikan oleh
kepala Instalasi Farmasi RS
Bhayangkara Makassar

2. pelayanan resep (menyiapkan


obat)

3. Breafing

20
4. Meracik obat (puyer)

5 Menyiapkan obat

B. Tugas Yang Dikerjakaan Selama PKL


Lembar pharmaceutical care di rumah sakit
Nama Pasien : Arizah Zalzah Nurdin
Alamat Lengkap : -
Diagnosa : Systemic Lupus Erythmatosus
Terapi Pasien : Lansoprazole 5 Tab, Simucil 10 Tab, Metil Prednisolon
4 Mg 10 Tab.
Resep :

21
gambar 1. Daftar Elegibilitas Peserta

gambar 2. Resep

Screaning resep berdasarkan Kajian Administrattif, Farmasetik, Dan Klinis

1. Administrasi

a. Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter


b. Tanggal penulisan resep
c. Nomor Resep

22
d. Tanda R/
e. Aturan pemakaian obat (Signatura)
f. Tanda tangan penulis resep
g. Nama pasien
h. Umur Pasien
i. Alamat pasien
j. Penandaan khusus (jika resep narkotika atau resep CITO) :
k. Salinan Resep (jika ada)

2. Kajian Farmasetik

No. Kriteria Keterangan


Ada Tidak Ada
1. Nama Obat ✓
2. Bentuk Sediaan ✓
3. Potensi ✓
4. Cara Penggunaan ✓
5. Freakuensi ✓
6. Stabilitas ✓
7. Inkompatibilitas ✓

3. Kajian klinis
No. Kriteria Keterangan
Ada Tidak Ada
1. Tepat indikasi ✓
2. Tepat dosis ✓
3. Aturan pakai ✓
4. Cara/lama penggunaan ✓
5. Duplikasi ✓
6. Alergi pengobatan/ROTD ✓

23
7. Kompatibilitas ✓
8. Kontraindikasi ✓
9. Indikasi ✓

Pahrmaceutical From:

Tanggal Assasment Resep Plan (Jika Ada)


23 Juli 2022 Kajian administratif Berat badan pasien
BB pasien tidak tercantum pada resep dapat ditanyakan
langsung pada saat
pemberian obat

Kajian Farmasetik: Kekuatan obat dapat


Kekuatan obat lanzoprazole dan dilihat pada
simucyl tidak di cantumkan dalam ketersediaan obat yang
resep. ada berdasarrkan
FORNAS.
Stabilitas obat tidak dicantumkan.
Stabilitas dapat dilihat
Terdapat interaksi obat antara dari strip ataupun dus
lansoprazole dan methyprednisolon. kemasan obat.
methylprednisolon akan meningkatkan
kadar atau efek lansoprazole dengan Direkomendasikan
mempengaruhi metabolisme enzim agar lanzoprazole dan
CYP3A4 di hati/usus (Medscape, methylprednisolon
2022) tidak diminum
diwaktu yang
bersamaan.

24
Kajian klinis
Lanzoprazole
Indikasi: lansoprazole adalah ulkus
gaster, ulkus duodenum, dan
gastroesophageal reflux. Penyakit
tersebut merupakan kerusakan saluran
cerna akibat kelebihan sekresi asam
lambung. Lansoprazole juga dapat
dipakai sebagai pengobatan sindrom
Zollinger-Ellison.
Farmakologi: lansoprazole berkaitan
dengan farmakodinamiknya dengan
efektivitas yang sangat baik terutama
pada penyakit yang berhubungan
dengan hipersekresi asam lambung.
Penyerapannya: Secara peroral sangat
baik dan cepat dalam mencapai
konsentrasi plasma optimal obat.

Farmakodinamik: lansoprazole adalah


dengan mengurangi sekresi asam
lambung melalui mekanisme
menghambat kerja enzim H+,K+-
ATPase pada jalur sekresi asam
lambung, sehingga proses katalisasi
sekresi asam lambung di sel parietal
tidak terjadi. Selain itu lansoprazole
juga berperan dalam menurunkan
sekresi enzim pepsin.

25
Dosis: Dewasa dan anak-anak usia >12
tahun: 30 mg, 1 kali sehari selama 8–
16 minggu. Dosis pemeliharaan: 15
mg per hari. Anak-anak usia 1–12
tahun dengan berat badan (BB) >30
kg: 30 mg, 1 kali sehari selama 8–12
minggu

Efek Samping: Efek samping yang


sering dilaporkan akibat penggunaan
lansoprazole adalah nyeri kepala,
pusing, diare, konstipasi, dan nyeri
perut. Efek samping lain yang lebih
jarang adalah alopecia, parestesia,
memar, purpura, petekie,
lelah, vertigo, halusinasi,
ginekomastia, dan impotensi. Efek
samping yang sangat jarang tetapi
bersifat kegawatan adalah toxic
epidermal necrolysis (TEN).

Simucil
Indikasi: Acetylcysteine adalah
sebagai mukolitik untuk bronkitis,
emfisema, pneumonia dan sistik
fibrosis untuk dewasa dan anak-anak
baik secara inhalasi maupun oral

Farmakodinamik: Aspek penting dari


farmakodinamik Acetylcysteine adalah
sebagai mukolitik dengan memecah

26
ikatan disulfida pada mukoprotein
dengan cara memisahkan
agregasi molekul glikoprotein inter
dan intra disulfida. Dengan
mendepolimerisasi kompleks
mukoprotein dan asam nukleat yang
berperan dalam viskositas mukus,
maka mukus dapat mudah dikeluarkan
dari saluran napas.

Dosisi: Untuk dewasa Penggunaan


larutan Acetylcysteine 100 mg
sebanyak 6-10 mL, 3-4 kali sehari,
dapat ditingkatkan menjadi 2-20 mL
setiap 2-6 jam bila perlu. Bila
menggunakan larutan Acetylcysteine
200 mg dapat digunakan sebanyak 3-5
mL, 3-4x sehari, dapat ditingkatkan
menjadi 1-10 mL setiap 2-6 jam bila
perlu.

Efek Samping: Acetylcystein yang


cukup berbahaya adalah bronkospasme
dan reaksi hipersensitifitas.
Acetylcystein juga interaksi dengan
berbagai macam obat.

Kontraindikasi: Acetylcysteine tidak


boleh digunakan pada pasien yang
memiliki hipersensitivitas terhadap

27
obat atau komponen obat tersebut serta
yang pernah mengalami reaksi
anafilaktoid pada pemberian obat
sebelumnya.
Peringatan: Pemberian Acetylcysteine
sebaiknya dilakukan secara hati-hati
kepada pasien yang memiliki riwayat
asma dan bronkospasme serta pasien
dengan riwayat penyakit tukak
lambung. Pemberian Acetylcysteine
sebagai mukolitik untuk pertama kali,
terutama pada pemberian secara
inhalasi, dapat mencairkan secret
bronchial dan meningkatkan
volumenya. Bila pasien tidak dapat
mengeluarkan sekret tersebut dengan
baik, sebaiknya posisikan pasien
dengan berdiri atau duduk tegak, atau
gunakan selang pengisap
(bronchosuction) untuk mengisap
lendir tersebut sehingga dapat
mengurangi risiko retensi sputum.
Untuk ibu hamil dan menyusui
sebaiknya obat diberikan dengan
pengawasan dokter.

Methyl Prednisolon
Indikasi: Methylprednisolone adalah
sebagai antiinflamasi atau
imunosupresan, tatalaksana status
asmatikus, reaksi penolakan pada

28
transplantasi organ, dan kondisi alergi.

Farmakodinamik :Methylprednisolone
menghambat kaskade respon imun
awal dalam respon inflamasi serta
menginisiasi resolusi dari proses
inflamasi tersebut.
Farmakokinetik: Methylprednisolone
bergantung pada jenis sediaan dan cara
pemberian.
Absorpsi: Methylprednisolone oral
diabsorpsi dengan cepat, dalam onset
1-2 jam sudah mencapai puncak, dan
bertahan selama 30-36 jam. Pemberian
secara intramuskular mencapai puncak
dalam 4-8 hari dan bertahan selama 1-
4 minggu. Pemberian intraartikular
mencapai puncak dalam 1 minggu dan
bertahan selama 1-5 minggu.

Distribusi: Volume distribusi


methylprednisolone adalah 0,7-1,5
L/kg. Methylprednisolone dapat
melewati sawar plasenta.

Metabolisme: Methylprednisolone
dimetabolisme secara ekstensif di liver
menjadi glukuronida inaktif dan
metabolit sulfat.

Eliminasi: Metabolit inaktif dan


sebagian kecil obat dalam bentuk tidak

29
diubah diekskresikan melalui ginjal.
Sebagian kecil diekskresikan dalam
feses. Waktu paruh
methylprednisolone 3-3,5 jam

Dosis pada pemberian per oral adalah


dewasa: 2-60 mg dalam 1-4 dosis
terbagI sesuai keparahan inflamasi dan
respon terapi. Dan anak: 0,5-1,7
mg/kg/hari setiap 6-12 jam.

Efek samping: Methylprednisolone


cukup luas karena obat ini
mempengaruhi hormon kortikosteroid.
Pada penggunaan jangka panjang,
dapat terjadi efek samping supresi
adrenal. Penggunaan lebih dari 5 hari
harus di tappering off.

Penggunaan pada Kehamilan: Menurut


FDA, methylprednisolone masuk
dalam Kategori C. Artinya, studi pada
binatang percobaan memperlihatkan
adanya efek samping terhadap janin,
namun belum ada studi terkontrol pada
wanita hamil. Obat hanya boleh
digunakan jika besarnya manfaat yang
diharapkan melebihi besarnya risiko
terhadap janin.

30
Lembar pharmaceutical care di rumah sakit
Nama Pasien : parida
Alamat Lengkap : -
Diagnosa : Nyeri Post Op Drainage Asites
Terapi Pasien : Riwayat Pengobatan:
 Cefixime tab 200 mg: 10 tab, diminum 2 x sehari
 Curcuma: 15 tab, diminum 3 x sehari
Resep :

Gambar. 3 Daftar Elegibilitas Peserta

31
Gambar 4. Resep

Screaning resep berdasarkan Kajian Administrattif, Farmasetik, Dan Klinis

1. Kajian Administrasi

l. Nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter


m. Tanggal penulisan resep
n. Nomor Resep
o. Tanda R/
p. Aturan pemakaian obat (Signatura)
q. Tanda tangan penulis resep
r. Nama pasien
s. Umur Pasien
t. Alamat pasien
u. Penandaan khusus (jika resep narkotika atau resep CITO) :
v. Salinan Resep (jika ada)

2. Kajian Farmasetik

No. Kriteria Keterangan


Ada Tidak Ada
1. Nama Obat ✓
2. Bentuk Sediaan ✓
3. Potensi ✓
4. Cara Penggunaan ✓

32
5. Freakuensi ✓
6. Stabilitas ✓
7. Inkompatibilitas ✓

3. Kajian klinis
No. Kriteria Keterangan
Ada Tidak Ada
1. Tepat indikasi ✓
2. Tepat dosis ✓
3. Aturan pakai ✓
4. Cara/lama penggunaan ✓
5. Duplikasi ✓
6. Alergi pengobatan/ROTD ✓
7. Kompatibilitas ✓
8. Kontraindikasi ✓
9. Indikasi ✓

Pahrmaceutical From:

Tanggal Assasment Resep Plan (Jika Ada)


23 Juli 2022 Kajian administratif Berat badan pasien
BB pasien tidak tercantu m pada resep dapat ditanyakan
langsung pada saat
pemberian obat

33
Kajian Farmasetik: Kekuatan obat dapat
Kekuatan obat Curcuma tidak di dilihat pada
cantumkan dalam resep. ketersediaan obat yang
ada berdasarkan
Stabilitas obat tidak dicantumkan. FORNAS.

Curcuma sanbe merupakan obat herbal Stabilitas dapat dilihat


yang dikemas dalam bentuk tablet dari strip ataupun dus
dengan kandungan Eksrtak kemasan obat.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Rhozoma). Rimpang Temulawak Direkomendasikan
(Curcuma xanthorrhiza Rhozoma) untuk memberikan
mengandung banyak zat kimiawi salah terapi analgesik untuk
satunya menjaga fungsi hati (Anand. meredakan nyeri
2007). pasien.
Terapi antibiotik perlu diberikan untuk
mencegah sepsis pada pasien dengan
gejala infeksi asites. Cefixime
merupakan antibiotik golongan
sefalosporin generasi ketiga yang
dapat diberikan untuk asites (Abula et
al. 2004).
Dari Subjek diatas pasien mengalam
nyeri, namun tidak diberikan terapi
antinyeri untuk mengatasi nyerinya.

Kajian klinis
Berdasarkan data pasien, pasien
didiagnosa Nyeri Post Op Drainage

34
Asites dan diberikan terapi cefixime
200 mg dan curcuma. Terapi antibiotik
perlu diberikan untuk mencegah sepsis
pada pasien dengan gejala infeksi
asites. Cefixime merupakan antibiotik
golongan sefalosporin generasi ketiga
yang dapat diberikan untuk asites
(Abula et al. 2004).
Farmakologi:
- Mekanisme keraj cefixime:
dengan menghambat sintesis
dinding sel dengan berikatan
dengan satu atau lebih PBS
(penicilin-binding proteins),
sehingga menghambat proses
trans peptidasi pada sintesis
peptidoglikan di dinding sel.
Hal tersebut dapat
menyebabkan sel mati (Elin,
2013).
- Absorbsi: biovailabilitas 40-
50%
- Distribusi: distribusi secara
luas keseluruh tubuh mencapai
konsentrasi teraupetik di
sebagian besar jaringan dan
cairan tubuh, termasuk
sinovial, prikardial, pleura,,
dan poriteal: empedu, dahak,
dan urin: tulang, miokardium,
kandung empedu, kulit, dan

35
jaringan lunak.
- Eleminasi: di urin.
(Medscape, 2022)
Kontraindikasi cefixime:
hipersensitivitas terhadap sefalosporin,
penisilin, ataupun antibiotik beta-
laktam (Medscape, 2022).
Efek samping: sakit kepala, pusing,
mual, sakit perut atau kembung, diare.
(Medscape, 2022).
Perhatian:
- Aktivitas terhadap anaerob.
- Dosis harus disesuakan pada
insufisiensi ginjal berat (dosis
tinggi dapat menyebabkan
toksisitas SPP).
- Gunakan dengan hati-hati pada
pasien dengan riwayat alergi
penisilin.
- Gunakan dengan hati-hati pada
pasien dengan riwayat penyakit
gastrointestinal.
(Medscape, 2022)

Curcuma
Indikasi: digunakan untuk membantu
memelihara kesehatan fungsi hati dan
membantu memperbaiki nafsu makan.
Kontraindikasi: hipersensitivitas
terhadap kandungan curcuma.
Dosis: 1-2 tablet diminum 3 kali

36
sehari.
Aturan pakai: diberikan sesudah
makan.
Efek samping: mual, diare, perdarahan
pada orang-orang dengan kondisi
kesehatan tertentu (batu ginjal atau
penyakit autoimun).

LEMBAR SOAP

a. Resep Poli Interna

37
Gambar 3. Surat Elegibilitas Peserta

Gambar 4. Resep

38
1. Subjek
 Nama Pasien : Arizah zalzah nurdin,
 Umur : 21 tahun
 Umur : Perum. Pelita Asri Blok A/4, Jenetallasa,
Pallangga, Kab. Gowa
 Diagnosa : Systemic Lupus Erythematosus Dan Nyeri Sendi
 Riwayat pengobatan:
- Lansoprazole: 5 tab, diminum 1 x sehari
- Simucil: 10 tab, diminum 3 x sehari
- Metil prednisolon 4 mg: 10 tab, diminum 2 x sehari
2. Objek
Suhu : 36⁰C Respirasi : 20 Kesadaran : Compus Mentis
Nadi : 80 GCS : 15
Pemeriksaan Laboratorium:
Tanggal Detail Pemeriksaan (Darah Hasil Nilai Rujukan
Lengkap)
23-07-2022 WBC 6.33 10^3 uL 4.00-10.00
RBC 4.13 10^6 uL 4.00-5.50
HGB 10.5 g/dL 11.0-16.0
HCT 33.8% 37.0-54.0
MCV 81.7 fL 80.00-100.0
MCH 25.4 pg 27.0-34.0
MCHC 31.1 g/dL 32.0-36.0
PLT 235 10^3 uL 150-400

3. Assasment
Pasien mengalami luka pada wajahnya dan diberikan terapi
metilprednisolon. Namun terapi selanjutnya pasien diberikan obat
lansoprazol dan simucyl. Dimana obat lansoprazole diindikasikan untuk
pengobatan tukak lambung dan simucyl diberikan untuk mengencerkan

39
dahak. Dari riwayat pengobatan tersebut, terapi yang diberikan tidak
sesuai dengan keluhan pasien.
Dari subjek diatas pasien diberikan obat lanzoprazole dan
metilprednisolon. Terdapat interaksi obat antara lansoprazole dan
methyprednisolon. methylprednisolon akan meningkatkan kadar atau efek
lansoprazole dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di
hati/usus (Medscape, 2022)

4. Plan
 Direkomendasikan untuk kembali menghubungi dokter terkait
obat pengencer dahak dan terapi tukak lambung yang diberikan.
 Direkomendasikan untuk memberikan obat pereda nyeri untuk
mengatasi nyeri sendi pasien. Menurut Welss (2015), pemberian
paracetamol untuk mengatasi nyeri dapat direkomendasikan
dengan skala nyeri ringan sampai sedang.
 Disarankan untuk tidak meminum lansoprazole dan
metilprednisolon diwaktu yang bersamaan untuk mengindari
peningkatan kadar lansoprazole.
 Dalam penelitian Iwanto (2011) mengatakan bahwa Strenghening
Dan Aerobic Exercise, Kurangi setres dan makanan yang tinggi
lemak untuk mengurangi nyeri.

b. Resep Poli Bedah

40
Gambar 5. Surat Elegibilitas Peserta

Gambar 6. Resep

1. Subjek
Nama Pasien : Parida
Umur : 51 Tahun
Alamat : Abd. Rahim Lipu, Labuang, Banggae Timur, Kab.
Majene
Diagnosa : Nyeri Post Op Drainage Asites
Riwayat Pengobatan:
 Cefixime tab 200 mg: 10 tab, diminum 2 x sehari
 Curcuma: 15 tab, diminum 3 x sehari
2. Objek
TD : 120/80 Suhu : 36⁰C
Nadi : 80 GCS : 15
Pemeriksaan Labrotorium

41
Tanggal Detail Pemeriksaan (Darah Hasil Nilai Rujukan
Lengkap)
23-07-2022 WBC 9.15 10^3 uL 4.00-10.00
RBC 2.98 10^6 uL 4.00-5.50
HGB 8.9 g/dL 11.0-16.0
HCT 27.2% 37.0-54.0
MCV 91.4 fL 80.00-100.0
MCH 29.9 pg 27.0-34.0
MCHC 32.7 g/dL 32.0-36.0
PLT 75 10^3 uL 150-400

3. Assasment
Curcuma sanbe merupakan obat herbal yang dikemas dalam bentuk
tablet dengan kandungan Eksrtak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Rhozoma). Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Rhozoma)
mengandung banyak zat kimiawi salah satunya menjaga fungsi hati
(Anand. 2007)
Terapi antibiotik perlu diberikan untuk mencegah sepsis pada
pasien dengan gejala infeksi asites. Cefixime merupakan antibiotik
golongan sefalosporin generasi ketiga yang dapat diberikan untuk asites
(Abula et al. 2004).
Dari Subjek diatas pasien mengalam nyeri, namun tidak diberikan
terapi antinyeri untuk mengatasi nyerinya.
4. Plan
Direkomendasikan untuk memberikan terapi analgesik untuk
meredakan nyeri pasien.

C. Pembahasan
Pada Resep SOAP pertama pasien didiagnosa penyakit Sistemik Lupus
Eritematosus (SLE). Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit

42
infalamsi autoimun kronis dengan manifestasi klinis yang tidak sempit serta
perjalanan penyakit dan prognosis yang beragam. Diagnosis SLE terutama
berdasarkan manfestai klinis dan pemeriksaan laboratorium. Manifestasi klinias
SLE pada tahap awal seperti lemah badan, berat badan turun, demam
berkepanjangan sering membuat diagnosis SLE tidak dapat ditegakkan dan
diagnosis dengan penyakit lain (Tanzilia, 2021).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan diantaranya tes darah lengkap
untuk menegakkan diagnosis lupus. Pada pasien dengan keluhan rasa letih, nyeri,
dan autoantibodi yang disebabkan oleh SLE namun tanpa keterlibatan organ
mayor, manajemen dapat difokuskan untuk mengurangi keluhan pasien.
Berdasarkan riwayat terapi yang diberikan yaitu metilprednosolon diindikasikan
untuk pengobatan lupus dan peradangan pada sendi yang dialami pasien (Fauci,
2005).
Selain penatalaksanaan obat-obatan pasien perlu diedukasi agar melakukan
beberapa perubahan gaya hidup untuk meminimalisir kekambuhan dan
memperbaiki kualitas hidup diantaranya: hindari aktifitas fisik yang berlebihan;
Hindari perubahan cuaca karena memengaruhi proses inflamasi; Hindari stres dan
trauma fisik; gunakan pakaian yang tertutup dan tabir surya minimal SPV 30
PA+++ minimal 30 menit sebelum keluar rumah; Kontrol dan minum obat secara
teratur.
Penyakit Sirosis Hati dengan Asites merupakan penyakit kronis hati yang
ditandai dengan fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan
regenerasi modul hepatosit (Marselina, 2014). Asites merupakan manifestasi
kardinal dari penderita Cirroshis Hepatis, yaitu penimbunan cairan serosa dalam
rongga peritoneum (Setiawan, 2011). Timbulnya Asites pada penderita sirosis
ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk
pada kaki (Edema) dan abdomen (Asites). Faktor utama asites adalah peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler usus (Marselina, 2014).
Dari riwayat pengobatan, pasien menerima obat Cefixime dan Curcuma.
Curcuma sanbe merupakan obat herbal yang dikemas dalam bentuk tablet dengan
kandungan Eksrtak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Rhozoma). Rimpang

43
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Rhozoma) mengandung banyak zat kimiawi
salah satunya menjaga fungsi hati (Anand. 2007).
Terapi antibiotik perlu diberikan untuk mencegah sepsis pada pasien
dengan gejala infeksi asites. Cefixime merupakan antibiotik golongan sefalosporin
generasi ketiga yang dapat diberikan untuk asites (Abula et al. 2004).
Dari Subjek diatas pasien mengalam nyeri, namun tidak diberikan terapi
antinyeri untuk mengatasi nyerinya. Direkomendasikan untuk memberikan terapi
analgesik untuk meredakan nyeri pasien.

44
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Praktek Kerja Program Studi Farmasi merupakan media yang
sangat penting bagi mahasiswa S1 farmasi untuk mengenal dan
melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Metode serta mekanisme
pelaksanaan PKL pada beberapa lahan PKL yang sistematis akan sangat
membantu mahasiswa dalam memahami peran, fungsi, dan tanggung
jawab sarjana farmasi yang sebagai salah satu tenaga kesehatan.
Rumah Sakit telah memberikan kesempatan yang cukup luas
kepada mahasiswa peserta PKL untuk berinteraksi dengan masyarakat
secara langsung sehingga bermanfaat dalam memberikan gambaran kerja
seorang apoteker di apotek.
Pengelolaan obat yang dilakukan di Rumah Sakit Bhangkara
Makassar sudah sesuai dengan Permenkes RI No.72 tahun 2016 pasal 3
ayat 2 yaitu meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
pendistriusian, pencatatan dan pelaporan.

B. Saran
Ruangan instalasi farmasi Rumah Sakit diperluas lagi untuk
memberi ruang saat pelayanan berlangsung sehingga lebih efektif dalam
bekerja.

45
DAFTAR PUSTAKA

Anand, P. 2007. Biovailability Of Curcumin: Problems And Promises. J Mol


Pharmaceutics.

Fauci AS, Kasper DI., Longo DL., Braunwald E., Houser, SI., Jameson JL.,
Harrison’s Principles Of Internal Medicine, 17 Th Ed. USA: Mcgraw-
Hill:2005

Elin, Y.S, dkk, (2013). ISO Farmakoterapi, jakarta, ISFI, 742-811.

Iwanto, J, Et Al. 2011. Effectiveness Of Excercise For Osteoarthritis Of The


Knee: Areview Of The Literature. World Hournal.

Meddy S. 2011. Hubungan Antara Kejadian Asites Pada Cirrosis Hepatis. Vol 7
No. 15.

Mode Pasek Narendra, Oskar S, Melkyanto Duda, Putranti Adirestuti. 2017.


Analisis Tingkat Kepuasan Pelanggang Terhadap Pelayanan Di
Apotek Kimia Farma Gatot Subroto Bandung. Jurnal Ilmiah Farmasi.

Sudibyo Supardi, Dkk, 2011, Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di


Apotek Dan Kebutuhan Pelatihan Bagi Apotekernya, Buletin
Penelitian Kesehatan Vol. 9 No. 3.

Tanzilia, M.F., Betty Agustina Tambunan, Desak Nyoman Surya Suameitria


Dewi. 2021. Patogenesis Dan Diagnosis Sistemik Lupus Eritematosus.
Vol. 11:139.

Welss, B.G. Dipiro, J.T., Scwinghammer, T.L., And Dipiro, C.V. 2015.
Pharmacotherapy Handbook, New York: Mcgraw-Hilleducation

46

Anda mungkin juga menyukai