Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANDUNG (UPTD


PUSKESMAS SOLOKAN JERUK)
(PERIODE JULI 2022)

Disusun Oleh
SULISTIA SURYAMAN
NPM: 212FF05045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANABANDUNG
JULI 2022
HALAMAN PENGESAHAN

DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANDUNG (UPTD


PUSKESMAS SOLOKAN JERUK)
(PERIODE JULI 2022)

Disusun Oleh
SULISTIA SURYAMAN
NPM: 212FF05045

Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Praktik Kerja Program
Studi Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Bhakti Kencana

Menyetujui
Tim Pembimbing
Bandung, 29 Juli 2022

Preseptor Preseptor
Dinkes Kabupaten Bandung Puskesmas Solokan Jeruk

( apt. IdenNurwahidin, S.Si,.M.Si) (apt. Mohammad Fakry Alwan, S. Farm )

Pembimbing
Universitas Bhakti Kencana

(Dr. apt. Agus Sulaeman, M. Si)


02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT tuhan semesta
alam, atas seizin-NYA penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini. Sholawat serta salam tak lupa penulis
sampaikan kepada tauladan besar Nabi Muhammad SAW, yang telah mengubah
peradaban manusia dari peradaban yang terpuruk menuju peradaban yang
sempurna, juga kepada para sahabatnya, keluarganya, tabi’in, hingga umatnya di
akhir zaman.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian
kompetensi apoteker di Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas
Bhakti Kencana angkatan XXVII. Laporan ini juga disusun sebagai salah satu
bukti bahwa penulis telah melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bandung dan UPTD Puskesmas Solokanjeruk.
Dalam proses Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini,
banyak pihak yang terlibat dalam membantu penulis baik secara moril maupun
materil. Untuk itu, dengan segenap kerendahan hati penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1) Ibu Supaimi dan Bapak Made Suryaman, selaku ibu dan ayah tercinta
dari penulis yang telah menjadi motivasi utama bagi penulis untuk
menyelesaikan penelitian.
2) Bapak apt. Iden Nurwahidin, M.Si. selaku preseptor dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Bandung yang telah membimbing dan memberi
arahan kepada penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker di Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung.
3) Bapak apt. Mohammad Fakry Alwy, S.Farm. selaku preseptor dari
Puskesmas Solokanjeruk yang telah membimbing penulis selama
melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Puskesmas
Solokanjeruk.

i
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

4) Bapak Dr. apt. Agus Sulaeman, M.Si. selaku pembimbing internal dari
Fakultas Farmasi Universitas Bhakti Kencana yang telah memberi
arahan kepada penulis mengenai kaidah-kaidah pelaksanaan Praktek Kerja
Profesi Apoteker
5) Ibu Sedar Perangin Angin, Amd. Farm & Ibu Delvi Nuraeni, Amd.
Farm. selaku Tenaga Teknis Kefarmasian di Puskesmas Solokanjeruk
yang telah memberi segenap bantuan kepada penulis selama
melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Puskesmas
Solokanjeruk
6) Segenap keluarga, sahabat, civitas akademik Universitas Bhakti
Kencana, dan semua pihak yang terlibat dalam proses Praktek Kerja
Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam


laporan ini. Untuk itu, dengan hati terbuka penulis menerima kritik dan saran yang
bersifat membangun dari para pembaca agar dapat penulis jadikan pelajaran.
Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada para pembaca yang
telah berkenan membaca laporan ini. Semoga segala hal yang tertuang dalam
laporan ini menjadi ilmu yang bermanfaat bagi pembaca dan bagi penulis pribadi.

Wassalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Bandung, Juli 2022

Penulis

ii
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
SUMPAH APOTEKER .................................................................................. viii
KODE ETIK APOTEKER ............................................................................... ix
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA ....................................... xii
STANDAR KOMPETENSI APOTEKER ...................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
I.1 Latar belakang ..................................................................................... 1
I.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Dinas Kesehatan ................. 2
I.3 Waktu dan tempat................................................................................ 3

BAB II TINJAUAN UMUM DINAS KESEHATAN DAN PUESKESMAS ... 4


II.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan .................................................... 4
2.1.1 Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung................................ 5
2.1.2 Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Bandun ..................... 5
2.1.3 Kepegawaian Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung ................... 6
2.1.4 UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan .................................. 10
2.1.5 Perencanaan kebutuhan ............................................................. 11
2.1.6 Pengadaan ................................................................................. 12
2.1.7 Penyimpanan ............................................................................. 13
2.1.8 Pendistribusian .......................................................................... 13
2.1.9 Pengelolaan vaksin .................................................................... 16
2.1.10 Penyimpanan ........................................................................... 17
2.1.11 Pendistribusian ........................................................................ 18
II.2 Gambaran Umum Puskesmas ............................................................. 19
2.2.1 Persyaratan bangunan dan sarana Puskesmas ............................. 20
2.2.2 Jenis tenaga kesehatan yang harus ada di Puskesmas ................. 20
2.2.3 Persyaratan kefarmasian di Puskesmas ...................................... 21
2.2.3.1 Standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas ....................... 21
2.2.3.2 Pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP .............................. 23

iii
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

BAB III TINJAUAN KHUSUS PUSKESMAS ............................................... 24


III.1 Lokasi Puskesmas ........................................................................... 24
III.1.1 Visi dan Misi Puskesmas Solokanjeruk ................................... 24
III.1.2 Tata Nilai dan Motto Puskesmas Solokanjeruk ........................ 24
III.1.3 Wilayah kerja Puskesmas Solokanjeruk ................................... 25
III.1.4 Struktur organisasi dan kepegawaian di PKM Solokanjeruk .... 26
III.1.5 Istilah Penggunaan Obat Rasional (POR)................................. 27
III.1.6 Pelayanan farmasi klinis .......................................................... 28
BAB IV TUGAS KHUSUS .............................................................................. 32
IV.1 Tugas khusus dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung (Audit
Internal Farmasi di Puskesmas Solokan Jeruk)........................................ 32
IV.2 Tugas khusus dari Puskesmas Solokan Jeruk Penggunaan Obat
Rasional (POR) ...................................................................................... 37
IV.3 Tugas khusus dari Puskesmas Solokanjeruk (Pembuatan Leflet
Penyimpanan Obat di Rumah) ................................................................ 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 50
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 50
5.2 Saran ................................................................................................ 50
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 50

iv
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Tabel Puskesmas Kabupaten Bandung .................................... 14


Tabel 2.2 Alat Pemantau Suhu Tempat Penyimpanan Vaksin ............................ 18
Tabel 4.1 Instrumen Audit Internal.................................................................... 36
Tabel 4.2 Persyaratan % POR Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung ................ 37
Tabel 4.3 Perhitungan POR ISPA ..................................................................... 43
Tabel 4.4 Perhitungan POR Diare Non Spesifik ................................................ 46

v
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Wilayah Kabupaten Bandung .................................................... 5


Gambar 2.2 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung ................ 9
Gambar 2.3 Struktur organisasi UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan ......... 10
Gambar 2.4 Rumus perhitungan kebutuhan obat metode pola konsumsi ............. 11
Gambar 2.5 Alur peoses pengadaan obat secara e-Purchasing ............................ 12
Gambar 2.6 Alur pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan........................ 15
Gambar 2.7 Vaccine Vial Monitor ..................................................................... 17
Gambar 2.8 Alur pendistribusian vaksin ............................................................. 19
Gambar 3.1 Peta Wilayah Kerja Solokan Jeruk .................................................. 26
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Puskesmas Solokan Jeruk ................................ 27
Gambar 4.1 Leflet Simpan Obat di Rumah ......................................................... 49
Gambar 4.2 Leflet Tanyakan 5 O ....................................................................... 49

vi
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran ...................................................................................................... 52-56

vii
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

SUMPAH APOTEKER
PeraturanPemerintah No. 20 Tahun 1962

SAYA BERSUMPAH / BERJANJI AKAN MEMBAKTIKAN HIDUP SAYA GUNA


KEPENTINGAN PERIKEMANUASIAAN TERUTAMA DALAM BIDANG
KESEHATAN.

SAYA AKAN MERAHASIAKAN SEGALA SESUATU YANG SAYA KETAHUI


KARENA PEKERJAAN SAYA DAN KEILMUAN SAYA SEBAGAI APOTEKER.

SEKALIPUN DIANCAM, SAYA TIDAK AKAN MEMPERGUNAKAN


PENGETAHUAN KEFARMASIAN SAYA UNTUK SESUATU YANG
BERTENTANGAN DENGAN HUKUM PERIKEMANUSIAAN.

SAYA AKAN MENJALANKAN TUGAS SAYA DENGAN SEBAIK - BAIKNYA


SESUAI DENGAN MARTABAT DAN TRADISI LUHUR JABATAN
KEFARMASIAN.

DALAM MENUNAIKAN KEWAJIBAN SAYA, SAYA AKAN BERIKHTIAR


DENGAN SUNGGUH - SUNGGUH SUPAYA TIDAK TERPENGARUH OLEH
PERTIMBANGAN KEAGAMAAN, KEBANGSAAN, KESUKUAN, KEPARTAIAN,
ATAU KEDUDUKAN SOSIAL.

SAYA IKRAR SUMPAH / JANJI INI DENGAN SUNGGUH - SUNGGUH DENGAN


PENUH KEINSYAFAN.

viii
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

KODE ETIK APOTEKER

MUKADIMAH

Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya


serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan
dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya serta
dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji
Apoteker. Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya
berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :

BAB I
KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1

Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan


Sumpah/Janji Apoteker.

Pasal 2

Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan


mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.

Pasal 3

Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi


Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip
kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.

Pasal 4

Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan


pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.

Pasal 5

Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari


usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan

ix
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

tradisi luhur jabatan kefarmasian.

Pasal 6

Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang
lain.
Pasal 7

Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.

Pasal 8

Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan


perundangundangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi
pada khususnya.

BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN

Pasal 9

Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan


kepentingan masyarakat. menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk
hidup insani.

BAB III

KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 10

Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia


sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 11

Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan kode Etik.

Pasal 12

x
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan


kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat
jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam
menunaikan tugasnya.

BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS
KESEHATAN LAIN

Pasal 13

Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun


dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat petugas kesehatan lain.

Pasal 14

Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.

BAB V
PENUTUP

Pasal 15

Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik


Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari- hari. Jika
seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima
sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya
(IAI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 08 Desember 2009

xi
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang


dianugerahi bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di bidang
kefarmasian, yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan,
peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga negara
Republik Indonesia, untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,
berazaskan Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945.

Disiplin Apoteker merupakan tampilan kesanggupan Apoteker untuk menaati


kewajiban dan menghindari larangan sesuai dengan yang ditetapkan dalam
peraturan perundang- undangan dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak
ditaati atau dilanggar dapat dijatuhi hukuman disiplin. Pelanggaran disiplin adalah
pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan, yang
pada hakikatnya dapat dikelompokkan dalam tiga hal, yaitu :

1) Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten.


2) Tugas dan tanggungjawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan
dengan baik.
3) Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan Apoteker.

Pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Apoteker yang
tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin
Apoteker.

BAB II

TINJAUAN UMUM

1) Disiplin Apoteker adalah kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban


dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau
dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.

xii
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

2) Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan


penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh
Apoteker.
3) Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia yang disingkat MEDAI,
adalah organ organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas
membina, mengawasi dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker
Indonesia oleh Anggota maupun oleh Pengurus, dan menjaga, meningkatkan
dan menegakkan disiplin apoteker Indonesia.

4) Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

5) Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk


pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional, harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

6) Tenaga kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan


kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.

7) Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang membantu


Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah
Farmasi/ Asisten Apoteker.

8) Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya disingkat SPAI


adalah pendidikan akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan
guna mencapai kriteria minimal sistem pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat, di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

9) Kode Etik adalah Kode Etik Apoteker Indonesia yang menjadi landasan etik
Apoteker Indonesia.

xiii
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

10) Kompetensi adalah seperangkat kemampuan profesional yang meliputi


penguasaan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai (knowledge, skill
dan attitude), dalam melaksanakan tugas profesionalnya.

11) Standar Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan


bertanggungjawab yang dimiliki oleh seorang Apoteker sebagai syarat untuk
dinyatakan mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan profesinya.

12) Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap


kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik
profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.

13) Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu
serta diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.

14) Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi.

15) Praktik Apoteker adalah upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan


penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan.

16) Standar Praktik Apoteker adalah pedoman bagi Apoteker dalam


menjalankan praktiknya yang berisi prosedur-prosedur yang dilaksanakan
apoteker dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
17) Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat
izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
18) Standar Prosedur Operasional, yang selanjutnya disingkat SPO adalah
serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
dimana dan oleh siapa dilakukan.

xiv
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

19) Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin
praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan
pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau
penyaluran.

20) Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di


Indonesia.

BAB III

LANDASAN FORMAL

1) Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras.

2) Undang-Undang tentang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

3) Undang-Undang tentang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

5) Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang


Sumpah Apoteker.

6) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan


Sediaan Farmasi dan Bahan medis habis pakai.

7) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan


Kefarmasian.

8) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun


2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
9) Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, dan
peraturan turunannya.
10) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker
Indonesia (IAI), Kode Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-
peraturan organisasi lainnya yang dikeluarkan oleh IAI.

xv
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

BAB IV

BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER

1) Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten. Penjelasan


Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek
Profesi/standar kompetensi yang benar, sehingga berpotensi
menimbulkan/mengakibatkan kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat.

2) Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung


jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/ atau
Apoteker pendamping yang sah.

3) Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/atau tenaga


- tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan
pekerjaan tersebut.

4) Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan


pasien/masyarakat.

5) Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date” dengan
cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi
menimbulkan kerusakan dan/atau kerugian pasien.

6) Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional


sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan
kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya.

7) Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin “mutu”, “keamanan”, dan


“khasiat/ manfaat” kepada pasien.

8) Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau


bahan baku obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi
menimbulkan tidak terjaminnya mutu, khasiat obat.

9) Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan


kerusakan atau kerugian kepada pasien.

10) Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga

xvi
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.

11) Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik


ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas
pelayanan profesi.

12) Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya


tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai
dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah,
sehingga dapat membahayakan pasien.

13) Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik


swamedikasi (self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan
kefarmasian.

14) Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/atau tidak
objektif kepada yang membutuhkan.

15) Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa


alasan yang layak dan sah.

16) Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.

17) Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.

18) Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan
tidak benar.

19) Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)


atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA)
dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah.

20) Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang
diperlukan MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran
disiplin.

21) Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan


yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar ataumenyesatkan.

22) Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil

xvii
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

pekerjaan yang diketahuinya secara benar dan patut.

BAB V
SANKSI DISIPLIN

Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan per
Undang- Undangan yang berlaku adalah :

1) Pemberian peringatan tertulis

2) Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi


Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker;
dan/atau

3) Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan


apoteker.

Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang
dimaksud dapat berupa :

1) Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik


sementara selama - lamanya 1 (satu) tahun, atau

2) Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik


tetap atau selamanya; Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan apoteker yang dimaksud dapat berupa :

a) Pendidikan formal; atau

b) Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang di institusi


pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana
pelayanan kesehatan yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan
paling lama 1 (satu) tahun.

xviii
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

BAB VI

PENUTUP

PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA ini disusun untuk menjadi


pedoman bagi Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI) dalam
menetapkan ada/atau tidak adanya pelanggaran disiplin oleh para praktisi
dibidang farmasi, serta menjadi rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar oleh
para praktisi tersebut agar dapatmenjalankan praktik kefarmasian secara
profesional. Dengan ditegakkannya disiplin kefarmasian diharapkan pasien akan
terlindungi dari pelayanan kefarmasian yang kurang bermutu; dan meningkatnya
mutu pelayanan apoteker; serta terpeliharanya martabat dan kehormatan profesi
kefarmasian.

xix
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

STANDAR KOMPETENSI APOTEKER


Sembilan Kompetensi Apoteker Indonesia

1) Mampu Melakukan Praktik Kefarmasian secara Profesional dan Etik

2) Mampu Menyelesaikan Masalah Terkait dengan Penggunaan Sediaan


Farmasi

3) Mampu Melakukan Dispensing Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan

4) Mampu Memformulasi dan Memproduksi Sediaan Farmasi dan Alat


Kesehatan sesuai Standar yang Berlaku

5) Mempunyai Keterampilan Komunikasi dalam Pemberian Informasi Sediaan


Farmasi dan Alat Kesehatan

6) Mampu Berkontribusi dalam Upaya Preventif dan Promotif Kesehatan


Masyarakat

7) Mampu Mengelola Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan sesuai Standar


yang Berlaku

8) Mempunyai Keterampilan Organisasi dan Mampu Membangun Hubungan


Interpersonal dalam Melakukan Praktik Profesional Kefarmasian

9) Mampu mengikuti Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang


Berhubungan dengan Kefarmasian.

xx
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tenaga kesehatan menurut UU No. 36 tahun 2014 adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Salah satu kelompok
tenaga kesehatan yang diakui di Indonesia menurut UU No. 36 tahun 2014 adalah
tenaga kefarmasian.

Menurut PP No. 51 tahun 2009, tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang


melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian. Adapun yang dimaksud dengan pekerjaan kefarmasian menurut PP
No. 51 tahun 2009 adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dari
sekian banyak jenis pekerjaan kefarmasian, pendistribusi / penyaluran,
pengelolaan, dan pelayanan obat merupakan beberapa jenis kegiatan yang krusial.
Pendistribusi / penyaluran, pengelolaan, dan pelayanan obat dapat dilakukan di
bawah tanggungjawab Apoteker diantaranya melalui Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas) selaku Unit Pelasana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten
/ Kota.

Menurut Permenkes RI No. 43 tahun 2019, Pusat Kesehatan Masyarakat


yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif di wilayah kerjanya. Dalam hal pelaksanaan kegiatan pelayanan
kefarmasian, Puskesmas wajib mengacu pada Permenkes RI No. 74 tahun 2016
tentang standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Untuk menjamin penerapan
standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas, kompetensi seorang Apoteker
selaku penanggungjawab instalasi farmasi Puskesmas sangat dibutuhkan. Selain

1
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

itu, sebagaimana diatur dalam Permenkes RI No. 43 tahun 2019, dalam hal
persyaratan ketenagaan setiap Puskesmas hendaknya memiliki Apoteker sebagai
penanggungjawab instalasi farmasi yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan
segala hal yang berkaitan dengan kefarmasian. Kewajiban tersebut semakin
menekankan bahwa seorang Apoteker yang ditunjuk sebagai penanggungjawab di
instalasi farmasi Puskesmas haruslah memiliki kompetensi yang memadai.

Kompetensi yang dimaksud kepada seorang calon Apoteker, menjadi


kewajiban bagi institusi pendidikan tempat calon Apoteker tersebut menimba ilmu
untuk memberikan fasilitas yang dapat membekali calon Apoteker dalam
memperoleh kompetensinya. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Bhakti Kencana bekerja sama dengan Dinas Kesehatan
Kabupaten Bandung menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
bidang Pemerintahan yang berlangsung selama 1 bulan yang terbagi menjadi 2
sesi, yaitu sesi PKPA dilaksanakan di Puskesmas Solokan jeruk sebagai salah satu
selaku Unit Pelasana Teknis (UPT) yang dimiliki oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Bandung. PKPA ini diselenggarakan sebagai salah satu upaya dari
Program Profesi Apoteker Universitas Bhakti Kencana sebagai institusi
pendidikan untuk memberikan fasilitas yang dapat membekali calon Apoteker
dapat menimba ilmu di Program Profesi Apoteker Universitas Bhakti Kencana
dalam memperoleh kompetensi yang wajib dimiliki oleh seorang Apoteker
Indonesia.

1.2 Tujuan PKPA

1. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang tugas dan tanggung


jawab Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota dan UPTD Puskesmas.
2. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan dan pengalaman untuk melakukan pekerjaan kefarmasian
di bidang pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP serta pelayanan
farmasi klinis di Puskesmas.
3. Memahami tata cara penerapan standar pelayanan kefarmasian di
instalasi farmasi Puskesmas.

2
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

1.3 Waktu dan tempat


Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan pada tanggal 04 Juli 2022
sampai dengan tanggal 29 Juli 2022 dengan metode 3 hari pembekalan di Dinas
Kabupaten Bandung yang berlokasi Jl. Raya Soreang KM 17 dan 23 hari di UPTD
Puskesmas Solokanjeruk yang berlokasi di Jl. Kiyai H. Mansyur, Langensari,
Bandung.

3
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

BAB II
TINJAUAN UMUM DINAS KESEHATAN DAN PUSKESMAS

2.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung

Kabupaten Bandung merupakan salah satu Kabupaten yang berada di


Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bandung terletak pada koordinat 1070 22' - 1080
- 50 Bujur Timur dan 60 41' - 70 19' Lintang Selatan. Kabupaten Bandung terletak
di wilayah dataran tinggi dengan luas 176.238,67 Ha atau 1.762,39 Km2.

Dilihat dari sisi demografis, jumlah penduduk Kabupaten Bandung


mencapai 3.215.548 jiwa pada tahun 2010, terdiri dari laki-laki sebanyak
1.638.623 jiwa (50,96 %) dan perempuan sebanyak 1.576.925 jiwa (49,04 %).
Jika dilihat dari komposisi penduduk berdasarkan kelompok umur, pada tahun
2010 jumlah penduduk kelompok umur produktif (15-64 tahun) mencapai 64,89
%, jumlah penduduk kelompok umur muda (0-14 tahun) mencapai 31,17 % dan
jumlah penduduk kelompok umur tua (65 tahun ke atas) mencapai 3,94 %.

Batas wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Bandung adalah :

 Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota


Bandung, dan Kabupaten Sumedang;
 Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten
Garut;
 Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Kabupaten
Cianjur; dan
 Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota
Bandung dan Kota Cimahi.

4
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Gambar 2.1 Peta Wilayah Kabupaten Bandung

2.1.1 Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung


Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung terletak di Jalan Pamekaran
Soreang, Komplek Pemda Kabupaten Bandung. Dinas Kesehatan Kabupaten
Bandung dipimpin oleh ibu drg. Grace Mediana Purnami, M.Kes. selaku Kepala
Dinas. Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung merupakan Dinas Pelaksana
Otonomi Daerah yang secara struktural sepenuhnya berada dalam otoritas
Pemerintahan Daerah Kabupaten Bandung. Hubungan kerja Dinas Kabupaten
Bandung dengan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat merupakan hubungan kerja
fungsional, sehingga tugas-tugas bantuan (dekonsentrasi) di bidang kesehatan
tingkat Kabupaten dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Dinas
Kesehatan Kabupaten Bandung bertanggung jawab langsung kepada Bupati
Bandung.

2.1.2 Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung :

Visi
Memantapkan kabupaten Bandung yang maju, mandiri dan berdaya saing,
melalui tata kelola pemerintahan yang baik dan sinergi pembangunan perdesaan,

5
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

berlandaskan religius, kultural dan berwawasan lingkungan.

Misi
Mengoptimalkan kuantitas dan kualitas pelayanan kesehatan dengan upaya
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
2.1.3 Kepegawaian Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung
Beberapa unsur kepegawaian yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten
Bandung beserta Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) nya adalah sebagai berikut :

a) Kepala Dinas
Kepala Dinas mempunyai tugas pokok memimpin, merumuskan,
mengatur, membina, mengendalikan, mengkoordinasikan dan mempertanggung
jawabkan kebijakan teknis pelaksanaan urusan pemerintahan daerah berdasarkan
asas otonomi dan tugas pembangunan di Bidang Kesehatan.

b) Sekertaris Dinas
Sekertaris Dinas mempunyai tugas pokok memimpin, mengkoordinasikan
dan mengendalikan tugas-tugas di bidang pengelolaan pelayanan kesekretariatan
yang meliputi pengkoordinasian penyusunan program, pengelolaan umum dan
kepegawaian serta pengelolaan keuangan. Sekertaris Dinas membawahi beberapa
Sub bagian, diantaranya adalah :
 Sub bagian program, informasi, dan Humas
Sub bagian program, informasi, dan Humas mempunyai tugas pokok
merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan dan
perkoordinasian penyusunan rencana dan program Dinas, juga bertanggungjawab
sebagai perantara antara Dinas Kabupaten Bandung dengan masyarakat
Kabupaten Bandung.
 Sub Bagian kepegawaian dan umum
Sub bagian umum dan kepegawaian mempunyai tugas pokok
merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas
administrasi umum dan kerumahtanggaan serta administrasi kepegawaian.
 Sub Bagian keuangan dan aset
Sub bagian keuangan mempunyai tugas pokok merencanakan,
melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas pengelolaan
administrasi dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan.

6
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

c) Bidang sumber daya kesehatan


Bidang sumber daya kesehatan mempunyai tugas pokok memimpin,
mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang pembinaan dan
peningkatan sumber daya kesehatan yang dimiliki oleh Kabupaten Bandung,
meliputi sumber daya farmamin (farmasi, makanan, dan minuman), sumber daya
manusia (tenaga kesehatan), dan pembiayaan Jamkes (Jaminan Kesehatan).
Bidang sumber daya kesehatan membawahi beberapa Sub bagian / seksi,
diantaranya :
 Seksi Farmamin (farmasi, makanan, dan minuman)
Seksi Farmamin mempunyai tugas pokok merencanakan, melaksanakan,
mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas pembinaan dan pengelolaan
sumber daya kefarmasian, makanan, dan minuman yang beredar di Kabupaten
Bandung.
 Seksi sumber daya manusia kesehatan
Seksi sumber daya manusia kesehatan mempunyai tugas pokok
merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas
pembinaan dan pengelolaan sumber daya manusia (tenaga kesehatan) yang
dimiliki oleh Kabupaten Bandung.
 Seksi pembiayaan Jamkes (Jaminan Kesehatan)
Seksi pembiayaan Jamkes mempunyai tugas pokok merencanakan,
melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas penjaminan
pembiayaan Jaminan Kesehatan bagi tenaga kesehatan di Kabupaten Bandung.
d) Bidang pelayanan kesehatan
Bidang pelayanan kesehatan mempunyai tugas pokok memimpin,
mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang pengelolaan
pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan, dan pelayanan kesehatan
mutu. Bidang pelayanan kesehatan membawahi beberapa Sub bagian / seksi,
diantaranya :
 Seksi pelayanan kesehatan
Seksi pelayanan kesehatan dasar mempunyai tugas pokok merencanakan,
melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas pengelolaan pelayanan
kesehatan yang bersifat dasar di Kabupaten Bandung.

7
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

 Seksi pelayanan kesehatan rujukan


Seksi pelayanan kesehatan rujukan mempunyai tugas pokok
merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas
pengelolaan pelayanan kesehatan yang bersifat rujukan di Kabupaten Bandung.
 Seksi pelayanan kesehatan mutu
Seksi pelayanan kesehatan mutu mempunyai tugas pokok merencanakan,
melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan mutu dari pengelolaan pelayanan
kesehatan di Kabupaten Bandung.

e) Bidang pencegahan dan pengendalian penyakit

Bidang pencegahan dan pengendalian penyakit mempunyai tugas pokok


memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang
pencegahan dan pengendalian penyakit di Kabupaten Bandung yang meliputi
penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan jiwa, imunisasi, dan
surveilans kesehatan. Bidang pencegahan dan pengendalian penyakit membawahi
beberapa Sub bagian / seksi, diantaranya :
 Seksi surveilans dan imunisasi
Seksi surveilans dan imunisasi mempunyai tugas pokok merencanakan,
melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan surveilans
(pengamatan kondisi) kesehatan dan program imunisasi di Kabupaten Bandung.
 Seksi pencegahan dan pengendalian penyakit menular
Seksi pencegahan dan pengendalian penyakit menular mempunyai tugas
pokok merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian penyakit menular di Kabupaten Bandung.
 Seksi pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan
kesehatan jiwa

Seksi pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa
mempunyai tugas pokok merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan
pelaksanaan pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan dan kesehatan jiwa
di Kabupaten Bandung.

f) Bidang kesehatan masyarakat


Bidang kesehatan masyarakat mempunyai tugas pokok memimpin,

8
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas di bidang fasilitasi dan


pembinaan kesehatan masyarakat Kabupaten Bandung yang meliputi promosi dan
pemberdayaan masyarakat, kesehatan keluarga dan gizi, kesehatan lingkungan,
kesehatan kerja, dan olahraga. Bidang kesehatan masyarakat membawahi
beberapa Sub bagian / seksi, diantaranya :
 Seksi promosi dan pemberdayaan masyarakat
Seksi promosi dan pemberdayaan masyarakat mempunyai tugas pokok
merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan
kegiatan promosi dan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Bandung.
 Seksi kesehatan keluarga dan gizi
Seksi kesehatan keluarga dan gizi mempunyai tugas pokok merencanakan,
melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan pelayanan kesehatan
keluarga dan penjaminan gizi bagi masyarakat Kabupaten Bandung.

 Seksi kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, dan olahraga


Seksi kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, dan olahraga mempunyai
tugas pokok merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan melaporkan
pelaksanaan program kesehatan lingkungan, kesehatan kerja, dan olahraga bagi
masyarakat Kabupaten Bandung.

Berikut adalah struktur organisasi kepegawaian dri Dinas Kesehatan


Kabupaten Bandung :

Gambar 2.2 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung

9
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Selain memiliki beberapa Bagian dan Sub Bagian (Seksi) dalam


organisasinya, Dinas Kesehatan juga memiliki Unit Pelayanan Teknis Dinas
(UPTD) untuk menunjang kegiatan teknis operasionalnya. Unit Pelayanan Teknis
Dinas (UPTD) adalah unsur pelaksana teknis operasional Dinas Kesehatan di
lapangan yang dipimpin oleh seorang kepala UPT yang bertanggungjawab
langsung kepada Kepala Dinas. Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD) memiliki
tugas dan fungsi melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional yang dimiliki
oleh Dinas Kesehatan di lapangan. Beberapa contoh UPTD yang dimiliki oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung adalah UPTD Farmasi dan Perbekalan
kesehatan, Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), dan Laboraturium
Kesehatan Daerah (Labkesda).

2.1.4 UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan


UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan merupakan salah satu unit
pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung yang berada pada garis
koordinasi langsung di bawah Kepala Dinas. UPTD Farmasi dan Perbekalan
kesehatan dipimpin oleh seorang kepala UPTD yang membawahi 3 unit
pelaksana, yaitu :

a) Pelaksana perencanaan dan pengadaan;


b) Pelaksana penyimpanan dan distribusi; dan
c) Pelaksana pencatatan, pelaporan, monitoring, dan evaluasi.

Berikut adalah struktur organisasi UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan


Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung :

Gambar 2.3 Struktur organisasi UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan

10
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Tugas pokok dari UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan adalah


memimpin, merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan melaporkan
pengelolaan sebagian fungsi Dinas di bagian pengelolaan obat pubik dan
perbekalan kesehatan. Pengelolaan yang dimaksud meliputi perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, monitoring,
dan evaluasi.

2.1.5 Perencanaan kebutuhan

Perencanaan Obat dan Perbekalan Kesehatan merupakan salah satu tahap


pengelolaan yang menentukan dalam proses pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan. Tujuan dilakukannya perencanaan adalah untuk menetapkan jenis serta
jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan dasar. Proses perencanaan kebutuhan meliputi pemilihan
jenis / item obat dan perhitungan jumlah kebutuhan obat.

Untuk keperluan seleksi item obat, UPTD Farmasi dan Perbekalan


kesehatan mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan No. 312 tahun 2013
tentang Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Keputusan Menteri Kesehatan
No. 159 tahun 2014 tentang Formularium Nasional (Fornas). Sedangkan untuk
keperluan perhitungan jumlah kebutuhan obat, UPTD Farmasi dan Perbekalan
kesehatan menggunakan pendekatan pola konsumsi yang dikombinasikan dengan
pola penyakit (morbiditas). UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan
mengkombinasikan pendekatan perhitungan jumlah kebutuhan obat dengan
pendekatan VEN (Vital, Esensial, Non esensial) untuk menentukan proyeksi
kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan. Berikut adalah rumus perhitungan
jumlah kebutuhan obat dengan pendekatan pola konsumsi :

Gambar 2.4 Rumus perhitungan kebutuhan obat metode pola konsumsi


11
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

2.1.6 Pengadaan
Pengadaan obat dan Perbekalan Kesehatan yang dilaksanakan oleh UPTD
Farmasi dan Perbekalan kesehatan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden
No. 16 tahun 2018 tentang pengadaan barang / jasa pemerintah. Metode
pengadaan barang / jasa yang dilakukan oleh UPTD Farmasi dan Perbekalan
kesehatan ialah metode pelelangan (tender) dan metode non lelang.

Metode pengadaan pelelangan dapat dilakukan secara konvensional


maupun secara elektronik. Metode pengadaan pelelangan secara elektronik
dilakukan melalui sistem e-Purchasing. Melalui sistem ini, pemilihan barang
dilakukan dengan menggunakan katalog elektronik atau e- Catalogue. Pengadaan
melalui sistem e-Purchasing dilakukan oleh UPTD Farmasi dan Perbekalan
kesehatan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 63 tahun 2014
tentang pengadaan obat berdasarkan katalog elektronik (e-Catalogue). Metode
pengadaan pelelangan biasanya dilakukan untuk pengadaan barang dengan
anggaran belanja yang besar, yaitu di atas Rp.200.000.000,-. Berikut adalah alur
pengadaan obat melalui sistem e-Purchasing :

Gambar 2.5 Alur peoses pengadaan obat secara e-Purchasing

12
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Sedangkan metode pengadaan non lelang diantaranya dapat dilakukan


dengan cara penunjukan langsung dan pengadaan langsung. Metode penunjukan
langsung dilakukan dengan cara menunjuk suatu distributor farmasi secara
langsung untuk dijadikan sebagai penyedia barang bagi UPTD Farmasi dan
Perbekalan kesehatan selama beberapa periode tertentu. Metode pengadaan non
lelang biasanya dilakukan untuk pengadaan barang dengan anggaran belanja yang
tidak terlalu besar, yaitu di bawah Rp.200.000.000,-.

2.1.7 Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan terhadap obat dan
perbekalan kesehatan yang diterima dari penyalur agar tidak hilang; terhindar dari
kerusakan fisik mapun kerusakan kimia; dan mutunya tetap terjamin sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan. Penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan
di gudang farmasi UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan dilakukan
berdasarkan stabilitas dari obat dan perbekalan kesehatan tersebut. Dalam hal
penyimpanan, UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan juga menggunakan
kaidah First In First Out (FIFO) dan First Expayered First Out (FEFO).

2.1.8 Pendistribusian
Pendistribusian obat dan perbekalan farmasi dilakukan oleh UPTD
Farmasi dan Perbekalan kesehatan ke puskesmas-puskesmas dan yang ada di
bawah otoritas Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. Dinas Kesehatan
Kabupaten Bandung mengkoordinasi sejumlah 62 unit Puskesmas yang
didasarkan pada Kecamatan yang ada di Kabupaten Bandung. Berikut adalah
daftar Puskesmas yang berada di bawah otoritas Dinas Kesehatan Kabupaten
Bandung :

1 Puskesmas Arjasari 32 Puskesmas Linggar

2 Puskesmas Baleendah 33 Puskesmas Majalaya


3 Puskesmas Banjaran DTP 34 Puskesmas Margaasih
4 Puskesmas Banjaran Kota 35 Puskesmas Margahayu Selatan
5 Puskesmas Bihbul 36 Puskesmas Nagrak

13
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

6 Puskesmas Bojongsoang 37 Puskesmas Nagreg


7 Puskesmas Cimaung 38 Puskesmas Nanjung Mekar

8 Puskesmas Cangkuang 39 Puskesmas Pacet

9 Puskesmas Cibeunying 40 Puskesmas Padamukti

10 Puskesmas Cibiru Hilir 41 Puskesmas Pakutandang


11 Puskesmas Cicalengka 42 Puskesmas Pameungpeuk

12 Puskesmas Cikalong 43 Puskesmas Panca


13 Puskesmas Cikancung 44 Puskesmas Pangalengan
14 Puskesmas Cikaro 45 Puskesmas Paseh
15 Puskesmas Cilengkrang 46 Puskesmas Pasir Jambu
16 Puskesmas Cileunyi 47 Puskesmas Rahayu
17 Puskesmas Ciluluk 48 Puskesmas Rancabali
18 Puskesmas Cimenyan 49 Puskesmas Rancaekek

19 Puskesmas Cinunuk 50 Puskesmas Rancamanyar

20 Puskesmas Ciparay 51 Puskesmas Rawabogo

21 Puskesmas Cipedes 52 Puskesmas Sangkan Hurip


22 Puskesmas Ciwidey 53 Puskesmas Santosa
23 Puskesmas Dayeuhkolot 54 Puskesmas Sawahlega
24 Puskesmas Ibun 55 Puskesmas Solokanjeruk
25 Puskesmas Jelekong 56 Puskesmas Soreang
26 Puskesmas Katapang 57 Puskesmas Sudi
27 Puskesmas Kertasari 58 Puskesmas Sugihmukti
28 Puskesmas Kiangroke 59 Puskesmas Sukajadi
29 Puskesmas Kopo 60 Puskesmas Sukamanah
30 Puskesmas Kutawaringin 61 Puskesmas Sumbersari

31 Puskesmas Warnasari 62 Puskesmas Wangisagara

Tabel II.1 Daftar tabel puskesmas kabupaten Bandung


Pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan dilakukan dengan 2 cara,
yaitu pendistribusian aktif dan pendistribusian pasif. Pendistribusian aktif adalah
14
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

cara pendistribusian utama yang dilakukan oleh UPTD Farmasi dan Perbekalan
kesehatan, yaitu dengan cara mengantarkan obat dan perbekalan kesehatan yang
dipesan oleh Puskesmas melalui LPLPO menuju lokasi Puskesmas tersebut.
Metode pendistribusian aktif dilakukan secara rutin oleh UPTD Farmasi dan
Perbekalan kesehatan setiap 2 bulan sekali. Sementara pendistribusian pasif
merupakan cara pendistribusian alternatif yang dilakukan untuk beberapa kondisi
tertentu. Metode pendistribusian pasif dilakukan dengan cara pengambilan obat
dan perbekalan kesehatan oleh Puskesmas ke gudang farmasi UPTD Farmasi dan
Perbekalan kesehatan. Metode pendistribusian pasif biasanya dilakukan jika
Puskesmas mengalami kekurangan barang di luar jadwal pendistribusian aktif.
Berikut adalah alur pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan yang dilakukan
oleh UPTD Farmasi dan Perbekalan :

Gambar 2.6 Alur pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan

15
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

2.1.9 Pengelolaan vaksin


Selain bertugas untuk mengelola obat publik dan perbekalan kesehatan,
UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan juga bertanggungjawab dalam hal
pengelolaan vaksin. Vaksin adalah sediaan antigenic yang digunakan untuk
menstimulasi kekebalan tubuh (sistem imun) mahluk hidup terhadap suatu
penyakit. UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan mengelola berbagai jenis
vaksin seperti vaksin polio; vaksin DPT / HB; vaksin TT; vaksin DT; vaksin
BCG; vaksin campak; vaksin hepatitis B; dan yang terbaru adalah vaksin Covid-
19. Dalam hal pengelolaan vaksin, UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan
difasilitasi oleh berbagai sarana penunjang, seperti :

a) 2 unit mobil pengangkut vaksin dengan kapasitas ±6000 liter dan ±3000
liter;
b) 7 unit Cold box (vaccine carrier) dengan kapasitas 23 liter, 26 liter, dan 3
liter;
c) 1 unit genset (generator) dengan kapasitas 12.000 watt;
d) 150 pcs Cold pack; dan
e) Cold room dengan kapasitas penyimpanan vaksin sebanyak 3.000 liter
dengan daya listrik sebesar 1.000 watt.

1.) Perencanaan

UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan melakukan penentuan jumlah


kebutuhan vaksin dengan mempertimbangkan beberapa aspek, seperti :
a) Tingkat stok minimum dan stok maksimum;
b) Kapasitas tempat penyimpanan vaksin; dan
c) Sisa stok vaksin yang ada di gudang vaksin.

2.) Penerimaan
Dalam hal penerimaan sediaan vaksin yang datang dari pemasok, petugas
UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan melakukan pemeriksaan terhadap
kesesuaian beberapa aspek berikut :
a) Kelengkapan administrasi, seperti Surat Pesanan (SP) dan Surat Bukti
Barang Keluar (SBBK);
b) Kualitas vaksin, meliputi pemeriksaan setiap box tempat vaksin,

16
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

pemeriksaan alat pemantau suhu pada setiap box, pemeriksaan Freeze


tag; dan pemeriksaan Vaccine Vial Monitor; dan
c) Jumlah serta jenis vaksin.

Vaccine Vial Monitor (VVM) adalah komponen pemantau kualitas


vaksin berbentuk label bergambar yang ditempatkan pada label / etiket
vaksin. Jika gambar kotak di bagian tengah VVM memiliki warna lebih
muda dibandingkan dengan warna lingkaran bagian luar, maka vaksin dapat
dikatakan memiliki kualitas yang baik dan masih dapat digunakan. Namun
jika gambar kotak di bagian tengah VVM memiliki warna yang sama atau
bahkan lebih gelap dibandingkan dengan warna lingkaran bagian luar, maka
vaksin dapat dikatakan telah rusak dan tidak dapat digunakan.

Gambar 2.7 Vaccine Vial Monitor


2.1.10 Penyimpanan
Penyimpanan adalah poin yang paling krusial dalam hal pengelolaan
sediaan vaksin. UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan menyimpan sediaan
vaksin di dalam lemari es. Berdasarkan stabilitasnya, vaksin dapat dikategorikan
menjadi vaksin sensitif panas dan vaksin sensitif dingin. Untuk vaksin sensitif
panas, UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan menyimpan vaksin tersebut
dalam lemari es yang memiliki suhu ±(-15 s/d - 25°C). Contoh dari vaksin sensitif
panas adalah vaksin polio. Sementara untuk vaksin sensitif dingin, UPTD Farmasi
dan Perbekalan kesehatan menyimpan vaksin tersebut dalam lemari es yang
memiliki suhu ± 2-8°C. Mayoritas vaksin yang dikelola oleh UPTD Farmasi dan

17
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Perbekalan kesehatan merupakan jenis vaksin sensitif dingin, salah satunya adalah
vaksin Covid-19.
Penyimpanan lemari es harus diberi jarak dengan dinding, jaraknya sejauh ±
10-15 cm atau sampai pintu lemari es dapat dibuka. Penyimpanan lemari es satu
dengan lemari es lain juga harus diberi jarak, jaraknya sejauh ±15 cm. Lemari es
tidak boleh disimpan di tempat yang terpapar sinar matahari langsung. Tempat
penyimpanan lemari es juga harus memiliki sirkulasi udara yang cukup dan 1 unit
lemari es hendaknya dilengkapi oleh stop contact nya sendiri (tidak bergabung
dengan stop contact lemari es lain). Untuk memastikan bahwa suhu tempat
penyimpanan vaksin selalu konsisten sesuai ketentuan, maka petugas pengelola
vaksin menempatkan alat pemantau suhu dan alat pemantau paparan suhu panas /
dingin di dalam lemari es tempat penyimpanan vaksin. Beberapa alat yang
dimiliki oleh UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan untuk pemantauan kondisi
tempat penyimpanan vaksin antara lain :

No. Nama alat Fungsi alat


1. Thermometer dial, Memantau suhu
Thermometer muller, Log tag
2. Thermograph Mencatat / merekam suhu
3. Freeze alert, Freeze tag Memantau paparan suhu dingin
Tabel 2.2 Alat pemantau suhu tempat penyimpanan
vaksin

2.1.11 Pendistribusian
UPTD Farmasi dan Perbekalan kesehatan mendistribusikan vaksin ke
Rumah Sakit pemerintah dan Puskesmas yang berada di bawah otoritas Dinas
Kesehatan Kabupaten Bandung. Rumah Sakit pemerintah dan Puskesmas
melakukan permintaan vaksin ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung
menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Vaksin (LPPV).

18
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Berikut adalah alur pendistribusian vaksin yang dilakukan oleh UPTD


Farmasi dan Perbekalan kesehatan :

Gambar III.8 Alur pendistribusian vaksin

Gambar 2.8 Alur pendistribusian vaksin

2.2 Gambarn Umum Puskesmas Solokanjeruk


Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya. Pembangunan
kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan
wilayah kerja Puskesmas yang sehat, dengan masyarakat yang :

a) Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan


kemampuan hidup sehat;
b) Mampu menjangkau Pelayanan Kesehatan bermutu;
c) Hidup dalam lingkungan sehat; dan
d) Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas dalam rangka


mewujudkan kecamatan sehat. Kecamatan sehat dilaksanakan untuk mencapai
kabupaten / kota sehat.

19
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

2.2.1 Persyaratan bangunan dan sarana Puskesmas


Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan. Dalam kondisi
tertentu, pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan lebih dari 1 (satu) Puskesmas.
Kondisi tertentu tersebut ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan
pelayanan, jumlah penduduk, dan aksesibilitas. Puskesmas harus memenuhi
persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan, ketenagaan, kefarmasian, dan
laboratorium klinik. Persyaratan lokasi yang dimaksud meliputi :

a) Geografis;
b) Aksesibilitas untuk jalur transportasi;
c) Kontur tanah;
d) Fasilitas parkir;
e) Fasilitas keamanan;
f) Ketersediaan utilitas publik;
g) Pengelolaan kesehatan lingkungan; dan
h) Tidak didirikan di area sekitar Saluran Udara Tegangan Tinggi dan
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

2.2.2 Jenis tenaga kesehatan yang harus ada di Puskesmas


Persyaratan ketenagaan di Puskesmas meliputi dokter dan / atau dokter
layanan primer. Selain dokter dan / atau dokter layanan primer, Puskesmas harus
memiliki:
a) Dokter gigi;
b) Tenaga Kesehatan lainnya; dan
c) Tenaga nonkesehatan.

Jenis Tenaga Kesehatan lainnya yang dimaksud minimal terdiri atas :


a) Perawat;
b) Bidan;
c) Tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku;
d) Tenaga sanitasi lingkungan;
e) Nutrisionis;
f) Tenaga apoteker dan / atau tenaga teknis kefarmasian; dan
g) Ahli teknologi laboratorium medik.

20
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

2.2.3 Persyaratan kefarmasian di Puskesmas


Persyaratan kefarmasian di Puskesmas berupa ruang farmasi. Ruang
farmasi merupakan unit pelayanan Puskesmas tempat dilakukannya
penyelenggaraan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian harus memenuhi
kriteria ketenagaan, bangunan, prasarana, perlengkapan dan peralatan, serta
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

2.2.3.1 Standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas


Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang
tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu
sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat
pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang
meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk
mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah Obat dan masalah yang
berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan
peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari
paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi
paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care). Standar Pelayanan Kefarmasian
adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian
dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pengaturan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas bertujuan untuk :

a) Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;


b) Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
c) Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).

Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar pengelolaan


Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai serta standar pelayanan farmasi

21
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

klinik. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi :

a) Perencanaan kebutuhan;
b) Permintaan;
c) Penerimaan;
d) Penyimpanan;
e) Pendistribusian;
f) Pengendalian;
g) Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan; dan
h) Pemantauan dan evaluasi pengelolaan.

Sedangkan pelayanan farmasi klinik meliputi :


a) Pengkajian resep, penyerahan Obat, dan pemberian informasi Obat;
b) Pelayanan Informasi Obat (PIO);
c) Konseling;
d) Ronde / visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap);
e) Pemantauan dan pelaporan efek samping Obat;
f) Pemantauan terapi Obat; dan
g) Evaluasi penggunaan Obat.
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dilaksanakan pada
unit pelayanan berupa ruang farmasi. Ruang farmasi dipimpin oleh seorang
Apoteker sebagai penanggung jawab. Setiap Apoteker dan / atau Tenaga Teknis
Kefarmasian yang menyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas wajib
mengikuti Standar Pelayanan Kefarmasian. Pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian dilakukan oleh Menteri, kepala dinas
kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan kabupaten / kota sesuai dengan
tugas dan fungsi masing-masing. Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan dapat
melibatkan organisasi profesi. Pengawasan selain dilaksanakan oleh Menteri,
kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas kesehatan kabupaten / kota,
khusus terkait dengan pengawasan Sediaan Farmasi dalam pengelolaan Sediaan
Farmasi dilakukan juga oleh Kepala BPOM sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing.

22
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

2.2.3.2 Pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP


Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan
salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan,
permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan
dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk menjamin
kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai yang efisien, efektif dan rasional, meningkatkan kompetensi /
kemampuan tenaga kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan
melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Kepala Ruang Farmasi di
Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menjamin terlaksananya
pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang baik.

23
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

BAB III
TINJAUAN KHUSUS PUSKESMAS

3.1 Lokasi Puskesmas


Puskesmas Solokanjeruk terletak di Jalan RHO Josasih RT 02/09 Ds.
LangenSari dengan kode Puskesmas P3204121201. Puskesmas Solokanjeruk
dipimpin oleh ibu Dedeh Helpironi, S.ST.,M.H. selaku kepala Puskesmas. Puskesmas
Solokanjeruk berstatus sebagai Puskesmas TTP (Tanpa Tempat Perawatan).
Puskesmas Solokanjeruk merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) yang
secara struktural berada dalam otoritas dan bertanggungjawab langsung pada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung.

III.1.1 Visi dan Misi Puskesmas Solokanjeruk


a) Visi

Mewujudkan Wilayah Puskesmas Solokanjeruk Sehat secara


Mandiri.

b) Misi

1. Memberikan pelayanan kesehatan dasar yang merata dan berkualitas


kepada masyarakat;

2. Memberdayakan keluarga untuk hidup sehat secara mandiri;

3. Membina lingkungan tempat tinggal dan tempat beraktifitas yang sehat;

4. Menyelenggarakan upaya penanggulangan dan pencegahan penyakit


menular serta penyakit tidak menular; dan

5. Menciptakan manajemen Puskesmas Solokanjeruk yang bermutu dan


berkesinambungan.

III.1.2 Tata Nilai dan Motto Puskesmas Solokanjeruk


Tata nilai Puskesmas Solokanjeruk dimuat dalam motto “Kami siap melayani
anda dengan CERIA”, dimana kata CERIA merupakan singkatan yang mengandung

24
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

tata nilai Puskesmas Solokanjeruk. Adapun tata nilai Puskesmas Solokanjeruk dalam
kata CERIA antara lain :
a) Cerdas, seluruh staf Puskesmas diharapkan mampu membaca dan
menganalisis kondisi demi kepentingan masyarakat Solokanjeruk;
b) Efektif, dengan sarana, prasaraan dan tenaga yang ada diharapkan kinerja
berjalan sesuai dengan yang diharapkan dengan hasil prima;
c) Responsif, dalam kondisi bagaimanapun seluruh staf Puskesmas
diharapkan selalu siap dan ada bagi masyarakat Solokanjeruk;
d) Inovatif, mampu menentukan sendiri langkah yang harus diambil dengan
berimprovisasi pada kebutuhan; dan
e) Amanah, bertindak dengan didasari rasa tanggungjawab yang tinggi.

III.1.3 Wilayah kerja Puskesmas Solokanjeruk

Puskesmas Solokanjeruk memiliki wilayah kerja yang meliputi 4 desa /


kelurahan, yaitu :

a) Desa Bojong Emas;


b) Desa Langen Sari;
c) Desa Rancakasumba; dan
d) Desa Solokanjeruk.

Puskesmas Solokanjeruk sendiri memiliki unit pelayanan yang terpusat di desa


Langen Sari. Berikut adalah peta wilayah kerja dari Puskesmas Solokanjeruk :

25
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Gambar 3.1 Peta Wilayah Kerja Solokan Jeruk


III.1.4 Struktur organisasi dan kepegawaian di Puskesmas Solokanjeruk
Puskesmas Solokanjeruk merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Bandung yang dikelola oleh sekelompok personil yang
mayoritas merupakan tenaga kesehatan. Demi mewujudkan harmonisasi kerja di
dalam lingkungan Puskesmas Solokanjeruk, maka dibentuklah struktur organisasi
Puskesmas Solokanjeruk untuk mengkoordinasikan setiap personil sesuai dengan
tugas, fungsi, dan tanggungjawabnya masing-masing. Berikut ini adalah struktur
organisasi kepegawaian di Puskesmas Solokanjeruk :

26
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Gambar 3.2 Struktur Organisasi Puskesmas Solokan Jeruk

III.1.5 Istilah Penggunaan Obat Rasional (POR)


POR dicetuskan oleh WHO, yaitu kondisi dimana pasien menerima obat yang
tepat baik itu dari segi kebutuhan klinis; kebutuhan dosis; kebutuhan jangka waktu
terapi, dan dengan biaya yang rasional. Adapun laporan POR yang dibuat oleh
Apoteker di Puskesmas Solokanjeruk terdiri dari 2 jenis laporan, yaitu :

1. Laporan penggunaan antibiotik pada kasus ISPA non pneumonia. Penggunaan


antibiotik pada kasus ISPA non pneumonia tidak boleh lebih 20% dari total obat yang
tertulis pada sampel resep untuk pasien ISPA non pneumonia.
2. Laporan penggunaan antibiotik pada kasus diare non spesifik. Penggunaan
antibiotik pada kasus diare non spesifik tidak boleh lebih 8% dari total obat yang
tertulis pada sampel resep untuk pasien diare non spesifik. Adapun sampel resep yang
dimaksud adalah resep yang datang pertama kali (baik untuk pasien ISPA non pneumonia
maupun pasien diare non spesifik) untuk satu hari kerja. Dalam satu bulan, Puskesmas
Solokanjeruk rata-rata memiliki 25 hari kerja, maka jumlah sampel resep yang dilibatkan ke

27
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

dalam perhitungan persentase POR adalah sebanyak 25 resep. Berikut adalah rumus
perhitungan persentase POR :

Gambar 3.3 Rumus Perhitungan POR (Penggunaan Obat Rasional)

III.1.6 Pelayanan farmasi klinis


a) Pelayanan dan pengkajian resep

Pengkajian resep yang dilakukan di Puskesmas Solokanjeruk telah sesuai


dengan standar di Permenkes No.74 tahun 2016, yaitu meliputi beberapa aspek
pengkajian sebagai berikut :

 Pengkajian administratif, meliputi :


1. Nama pasien;
2. Umur pasien;
3. Jenis kelamin pasien;
4. Alamat pasien;
5. Nama dokter;
6. SIP dokter;
7. Tanggal penulisan resep; dan
8. Tanda R/.
 Pengkajian farmasetik, meliputi :
1. Nama obat;
2. Bentuk sediaan obat;
3. Kekuatan sediaan obat; dan
4. Aturan penggunaan obat.
 Pengkajian klinis, meliputi :
1. Ketepatan indikasi;
2. Ketepatan dosis;
3. Ketepatan durasi penggunaan obat;
4. Duplikasi / polifarmasi dalam resep;

28
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

5. Interaksi obat;
6. Reaksi obat tidak diingingkan; dan
7. Kontraindikasi.

Salah satu contoh aspek yang sering ditemukan dalam pengkajian resep di
Puskesmas Solokanjeruk adalah aspek klinis, yaitu poin interaksi obat. Terdapat
sejumlah resep yang di dalamnya memuat tablet tambah darah yang mengandung zat
Fe dan tablet kalsium laktat. Berdasarkan literatur interaksi obat, pemberian zat Fe
bersamaan dengan kalsium dapat menyebabkan terbentuknya reaksi pembentukan
kompleks yang dapat menurunkan absorpsi zat Fe. Oleh karena itu, ketika
memperoleh resep tersebut, Apoteker di Puskesmas Solokanjeruk sering memberikan
informasi tambahan kepada pasien bahwa penggunaan tablet tambah darah harus
diberi jarak dengan penggunaan tablet kalsium laktat kurang lebih selama 30 menit
untuk meminimalisir terjadinya interaksi kedua obat tersebut.

a) Konseling
Beberapa contoh pasien yang memperoleh konseling dari Apoteker di
Puskesmas Solokanjeruk antara lain :

• Pasien yang memperoleh sediaan krim Scabimite. Cara penggunaan


sediaan krim Scabimite berbeda dengan cara penggunaan sediaan topikal
lainnya. Jika sediaan topikal lain hanya diaplikasikan pada bagian yang gatal
saja, maka sediaan krim Scabimite harus diaplikasikan ke sekujur tubuh;
Pasien hipertensi dengan tekanan darah yang belum terkendali, yaitu
tekanan darah yang masih >140/90 mmHg untuk pasien non lansia dan
tekanan darah >159/90 mmHg untuk pasien lansia.

Apoteker di Puskesmas Solokanjeruk melakukan kegiatan konseling


menggunakan kaidah “3 prime question”. Kaidah “3 prime question”
merupakan pendekatan konseling yang melibatkan 3 pertanyaan penting
terkait informasi obat yang disampaikan oleh dokter kepada pasien. Adapun
ketiga pertanyaan penting tersebut antara lain :

29
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

1. Penjelasan dokter terkait nama obat dan kegunaannya;


2. Penjelasan dokter terkait cara penggunaan obat; dan
3. Penjelasan dokter terkait harapan / target setelah pasien menggunakan
obat.

Ketiga pertanyaan penting tersebut ditanyakan oleh Apoteker di


Puskesmas Solokanjeruk pada sesi konseling menggunakan pendekatan
“Open ended question”. “Open ended question” merupakan pendekatan
konseling menggunakan bentuk pertanyaan terbuka seperti diawali dengan
kata “Bagaimana ?”. Pendekatan “Open ended question” digunakan dalam
sesi konseling dengan tujuan untuk menghindari terdapatnya jawaban yang
bersifat “Closed answer” dari pasien. Dengan melontarkan pertanyaan yang
bersifat “Open ended question”, pasien akan memberikan jawaban berupa
sebuah penjelasan / narasi dan tidak
Dalam sesi konseling, Apoteker di Puskesmas Solokanjeruk juga
melakukan verifikasi akhir, yaitu tahap yang bertujuan untuk mengecek
pemahaman pasien terkait seluruh informasi yang telah diberikan oleh
Apoteker dalam sesi konseling. Verifikasi akhir tersebut dilakukan dengan
cara meminta pasien untuk meringkas informasi yang disampaikan oleh
Apoteker dalam sesi konseling atau dengan memberi beberapa pertanyaan
yang terkait dengan informasi-informasi tersebut.

Untuk menunjang keberhasilan tujuan kegiatan konseling, Puskesmas


Solokanjeruk memfasilitasi Apoteker dengan ruangan khusus konseling;
buku catatan konseling; dan literatur yang diperlukan untuk mencari
informasi penunjang (buku dan akses internet).

b) Ronde / visite

Apoteker di Puskesmas Solokanjeruk tidak melaksanakan kegiatan


ronde / visite karena Puskesmas Solokanjeruk termasuk ke dalam kategori
Puskesmas TTP (Tanpa Tempat Perawatan), atau dengan kata lain di

30
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Puskesmas Solokanjeruk tidak terdapat pasien rawat inap.

c) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Kegiatan MESO di Puskesmas Solokanjeruk dilakukan secara insidentil,


artinya kegiatan MESO akan dilaksanakan jika terdapat pengaduan terkait
efek samping obat dari pasien. Pengaduan terkait efek samping tersebut
kemudian akan dicatat, dipantau, dan dilaporkan oleh petugas kefarmasian
Puskesmas Solokanjeruk sesuai dengan SOP tindak lanjut dan penanganan
efek samping obat. Petugas kefarmasian Puskesmas Solokanjeruk akan
mencatat kegiatan MESO dalam formulir MESO yang dikenal dengan istilah
form kuning. Catatan MESO tersebut kemudian akan dilaporkan kepada
pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung jika efek samping obat dirasa
termasuk ke dalam kategori yang cukup serius.

31
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

BAB IV

TUGAS KHUSUS

IV.1 Tugas Khusus dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung (Simulasi Audit
Internal)
a) Deskripsi tugas
Secara definitif, audit internal adalah proses penilaian dan evaluasi terhadap
pengelolaan capaian kinerja di Puskesmas, termasuk bagaimana kinerja finansial dan
proses pelaporan bulanan disusun. Adapun tujuan dari audit internal antara lain:
1. Tujuan Umum: Terlaksananya pelayanan kefarmasian yang bermutu di
Puskesmas.
2. Tujuan Khusus :
 Sebagai acuan bagi apoteker dan asisten apoteker untuk melaksanakan
pelayanan kefarmasian di Puskesmas.
 Sebagai pedoman bagi Dinas Kesehatan dalam pembinaan pelayanan
kefarmasian di Puskesmas.

b) Objek audit
 Pemenuhan terhadap SOP yang harus ada di Puskesmas.
 Kepatuhan terhadap SOP yang telah ditetapkan.
 Proses Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kinerja yang ditetapkan.
c) Proses Audit
1. Penyusunan rencana audit.

Perencanaan dengan tim audit untuk melaksanakan audit internal. Setelah itu
tim audit internal melakukan koordinasi yang meliputi:
a. Menetapkan unit yang akan di audit.
b. Membuat jadwal audit serta menyampaikan jadwal kepada auditee.
c. Menyiapkan instrument audit yaitu daftar tilik dan check list.
2. Pelaksanaan Audit internal.
a. Auditor melakukan audit terhadap unit farmasi.

32
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

b. Auditor menggunakan daftar tilik dan check list sebagai instrument


audit, audit dilakukan dengan metode wawancara dan observasi sesuai
dengan daftar tilik dan checklist yang ada.
c. Hasil audit dikumpulkan diserahkan kepada ketua audit internal
(preseptor).

33
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

d) Instrumen audit daftar tilik dan checklist

PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG


DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS SOLOKAN JERUK
Alamat : Jl. RHO Kosasih RT 02/ RW 09 Ds. Langensari,
Kec. Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung

INSTRUMEN AUDIT WAWANCARA DAN TELAAH DOKUMEN


TINGKAT PUSKESMAS (PTP) UNIT FARMASI TAHUN 2022

Fakta
Standar/ Temua
No Uraian Kegiatan Tidak ada/ Rekomendasi
Kriteria audit Ada/ n Audit
Tidak
Dilakukan
dilakukan
1 INPUT
A. Kelengkapan Berkas SOP
SOP Penyimpanan obat

SOP Monitoring Efek Samping Obat


SOP Pengkajian dan Pelayanan Resep
SOP Evaluasi Penggunaan Obat

SOP Pemantauan Terapi Obat


SOP Pelayanan Informasi Obat

SOP Penyerahan Obat

B. Daftar tilik pelaksanaan SOP

34
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Kesesuaian Penyimpanan Obat

a. Apakah petugas farmasi melakukan pengecekan


kesiapan tempat penyimpanan (gudang obat, suhu
ruang, kelembaban ruang, lemari atau rak serta
ketersediaan pallet?
b. Apakah petugas farmasi menyimpan obat sesuai
dengan bentuk dan jenis sediaan, alfabetis, LASA,
high alert, FIFO, dan FEFO?
c. Apakah obat yang mendekati kadaluarsa diberikan
tanda khusus dan diletakkan ditempat yang mudah
terlihat agar bisa digunakan terlebih dahulu sebelum
tiba masa kadaluarsa?
d. Apakah obat narkotika, psikotropika dan prekusor
disimpan ditempat khusus (lemari yang memiliki dua
pintu)?

Kesesuaian Pelayan Informasi Obat (PIO)


a. Apakah petugas memberikan informasi kepada
pasien berdasarkan resep atau kartu pengobatan
pasien atau kondisi Kesehatan psien baik lisan
maupun tertulis ?
b. Apakah petugas melakukan penelusuran literatur bila
diperlukan, secara sistematis untuk memberikan
informasi ?
c. Apakah petugas menjawab pertanyaan pasien
dengan jelas dan mudah dimegerti, tidak bias, etis
dan bijaksana baik secara lisan maupun tertulis ?
d. Apakah telah tersedia informasi aktif berupa brosur,
leaflet dll ?
e. Apakah telah mendokumentasikan setiap kegiatan
pelayanan informasi obat ?

C Peralatan Instalasi Farmasi


Penggerus Obat
Tempat sampah

35
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Rak Obat
AC befungsi baik
Meja kerja
Kursi Kerja
Rak Kerja
Lemari simpan obat
Plastik Obat
Kertas Puyer
ATK

Tanggal Pelaksanaan :

Auditor Auditee

Ketua Audit Internal Yang di audit

Tabel 4.1 Instrumen Audit Internal

36
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

IV.2 Tugas khusus dari Puskesmas Solokan Jeruk Penggunaan Obat Rasional
(POR)
a) Deskripsi
Istilah Penggunaan Obat Rasional (POR) dicetuskan oleh WHO, yaitu kondisi
dimana pasien menerima obat yang tepat baik itu dari segi kebutuhan klinis;
kebutuhan dosis; kebutuhan jangka waktu terapi, dan dengan biaya yang
rasional. Adapun Penggunaan Obat Rasional yang akan dibahas kali ini antara
lain :

 Penggunaan antibiotik pada kasus ISPA non Pneumonia; dan

 Penggunaan antibiotik pada kasus diare non spesifik.

b) Persyaratan % POR dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung

No. Aspek Penyakit Syarat %

1. Penggunaan antibiotik ISPA non Pneumonia <20

2. Penggunaan antibiotik Diare non Spesifik <8

3. Penggunaan injeksi Mialgia <1

Tabel 4.2 Persyaratan % POR Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung

37
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

c) Data resep di Puskesmas

 1. ISPA Non Pneumonia


No. Tgl Resep Umur Jumlah Keberadaan Nama obat
Ke- item Antibiotik
obat

01- 1 3 ada Amoxicilin


1 Jun- Flutamol
22 Dexamethason
1 3 ada Amoxicilin
Flutamol
Dexamethason
2 4 Tidak ada Chlorpenorami
nemaleate
Flutamol
Dexamethason
Caviplex
3 3 Tidak ada vit c
Flutamol
amlodiphine
4 4 Tidak ada B. Complex
Flutamol
metilprednisolo
ne
02- B. Complex
2 Jun- 5 3 Tidak ada dexamethason
22
Flutamol
vit c
6 4 Tidak ada Flutamol
metilprednisolo
ne
salbutamol
dexamethasaon
7 3 Tidak ada obh syr
Flutamol
vit c
8 3 Tidak ada antasida
Flutamol
domperidon
9 4 Tidak ada obh syr
Flutamol

38
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Dexamethason
Caviplex
10 3 ada dexamethason
Amoxicilin
chlorpenoramin
emaleate
10 3 Tidak ada dexamethason
3-
ambroxol
3 Juni-
2022 chlorpenoramin
emaleate
1 3 Tidak ada dexamethason
Flutamol
vit c
4- 2 3 Tidak ada obh syr
4 juni- Flutamol
2022 Dexamethason
3 3 Tidak ada salep 24
Flutamol
Caviplex
1 2 Tidak ada dexametason
Flutamol
2 3 Tidak ada vitamin c
Flutamol
6-
metilprednisolo
5 juni-
ne
2022
3 3 Tidak ada Flutamol
Dexamethason
B. Complex
Flutamol
1 3 Tidak ada flutamol
dexametason
amlodipine
2 3 Tidak ada flutamol
dexametason
7 b. complex
6 juni 3 5 Tidak ada cefadroxyl
2022 metformine
meloxicam
b6
antasida
4 3 Tidak ada cefadroxyl
flutamol

39
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

amlodipine
1 3 Tidak ada vitamin c
flutamol
metilprednisolo
ne
2 4 Tidak ada vitamin c
8 flutamol
7 juni metilprednisolo
2022 ne
simvastatin
3 4 Tidak ada Dexamethason
paracetamol
Cetirizine
ambroxol
1 4 Tidak ada amoxicilin
Flutamol
dexametason
Antasida
2 3 Tidak ada vitamin c
Flutamol
dexametason
3 3 Tidak ada vitamin c
Flutamol
metilprednisolo
ne
4 3 tidak ada vitamin c
Flutamol
9 dexametason
8 juni
5 3 Tidak ada vitamin c
2022
Flutamol
dexametason
6 3 Tidak ada B. Complex
Flutamol
metilprednisolo
ne
7 3 Tidak ada Antasida
Flutamol
amlodipine
8 3 Tidak ada Flutamol
amlodipine
ambroxol
9 3 Tidak ada cefadroxyl

40
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Flutamol
metformine
1 3 Tidak ada Flutamol
10
9 juni vitamin c
2022 metilprednisolo
ne
1 4 Tidak ada vitamin c
11 Flutamol
10 juni metilprednisolo
2022 ne
Antasida
13 1 3 Tidak ada cefadroxyl
11 juni Flutamol
2022 salep 24
1 3 Tidak ada amoxicilin
Flutamol
tetes telinga
chloramfenicol
2 4 Tidak ada vitamin c
Flutamol
omeprazole
14 Caviplex
12 juni 3 2 Tidak ada vitamin c
2022 Flutamol
4 3 Tidak ada Caviplex
paracetamol
Flutamol
5 4 Tidak ada vitamin c
Flutamol
omeprazole
Caviplex
1 4 Tidak ada dexametason
15 Flutamol
13 juni
2022 omeprazole
vitamin c
1 3 Tidak ada Flutamol
metilprednisolo
16 ne
14 juni vitamin c
2022 2 3 Tidak ada Flutamol
metilprednisolo
ne

41
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Caviplex
1 4 Tidak ada dexametason
Flutamol
Antasida
Caviplex
2 3 Tidak ada dexametason
Flutamol
tetes mata
chloramfenicol
3 3 Tidak ada Flutamol
Metilprednisol
one
17 Omeprazole
15 juni 4 3 Tidak ada dexametason
2022 Flutamol
salep 24
5 3 Tidak ada vitamin c
Flutamol
dexametason
6 3 Tidak ada vitamin c
metilprednisolo
ne
Flutamol
7 3 Tidak ada vitamin c
Flutamol
Amlodipine
1 4 Tidak ada Salbutamol
18 Paracetamol
16 juni
2022 Cetirizine
dexametason
1 4 Tidak ada vitamin c
20 Flutamol
17 juni dexametason
2022 Omeprazole
Amlodipine
1 4 Tidak ada dexametason
21 Flutamol
18 juni
2022 Omeprazole
Caviplex
22 1 3 Tidak ada dexametason
19 juni Flutamol
2022 tetes mata

42
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

chloramfenicol
23 1 3 Tidak ada Flutamol
20 juni Gom
2022 vitamin c
1 4 Tidak ada Gom
24 Flutamol
21 juni
2022 vitamin c
dexametason
25 1 3 Tidak ada Flutamol
22 juni Paracetamol
2022 obh syr
27 1 3 Tidak ada Flutamol
23 juni dexametason
2022 b. complex
1 3 Tidak ada Flutamol
Cefixime
28 vitamin c
24 juni
2 3 Tidak ada Cefixime
2022
Flutamol
vitamin c
1 4 Tidak ada Antasida
29 Flutamol
25 juni
2022 vitamin c
Amlodipine
1 4 Tidak ada tetes telinga
chloramfenicol
Flutamol
dexametason
30 vitamin c
26 juni 2 3 Tidak ada Cefixime
2022 Flutamol
Caviplex
3 3 Tidak ada Dexametason
Flutamol
vitamin c
Jumlah resep 1 bulan ISPA 72
Jumlah resep yang mengandung Antibiotik 4

3 𝑥 100% = 11,5%
% Penggunaan Antibiotik 26

Tabel 4.3 Perhitungan POR ISPA

43
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Keterangan:
 Pada perhitungan POR digunakan semua resep pada bulan Juni 2022 yang
didiagnosa ISPA yang berjumlah 67 resep
 Jika mengikuti perhitungan POR, resep pertama yang digunakan sebagai
sampling berjumlah 26 resep
 Hasil 11,5 % adalah hasil yang baik, dimana penggunaan antibiotik kurang
dari batas rentang 20%

 2. Diare Non Spesifik


Jumlah
Antibiotik
Tanggal No Nama Umur item Nama Obat
Ya/Tidak
obat
Zinc tab
1 3 Tidak Omeprazole 20
02/06/2022 mg
Zinc tab
2 2 Tidak
Oralit
Parasetamol 500
1 2 Tidak mg
Attapulgite
03/06/2022 Oralit
Zinc tab
2 3 Tidak
Parasetamol 50
mg
Oralit
Antasida
04/06/2022 1 4 Tidak
Parasetamol syr
Oralit
Loperamide
05/06/2022 1 3 Tidak Antasida
Vitamin B6
Zinc syr
1 3 Tidak Parasetamol syr
06/06/2022 Oralit
Oralit
2 2 Tidak
Zinc tab
Attapulgite
1 3 Tidak Antasida
Parasetamol
07/06/2022
Domperidone
2 3 Tidak Oralit
Zinc
Parasetamol
1 2 Tidak
Oralit
08/06/2022 Metronidazole
2 3 Ya Antasida
Attapulgite

44
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Zinc
3 3 Tidak Domperide
Oralit
Zinc
1 3 Tidak Oralit
09/06/2022 Parasetamol
Zinc
2 3 Tidak
Oralit
Parasetamol
10/06/2022 1 3 Tidak Domperidone
Oralit
Zinc
11/06/2022 1 3 Tidak Pacdin
Oralit
Parasetamol
12/06/2022 1 3 Tidak Zinc
Oralit
Antasida
13/06/2022 1 3 Tidak Oralit
Zinc
Attapulgite
Omeprazole
1 4 Ya
Zinc
Parasetamol
14/06/2022 Attapulgite
2 2 Tidak
Zinc
Zinc
3 3 Tidak Parasetamol
Oralit
Zinc
1 3 Tidak Parasetamol
Oralit
Zinc
15/05/2022 2 2 Tidak
Oralit
Parasetamol
3 3 Tidak Zinc
Oralit
Parasetamol
1 3 Tidak Oralit
16/06/2022 Zinc
Zinc
2 3 Tidak
Oralit
Zinc
1 3 Tidak Oralit
Domperidone
Zinc
17/06/2022 2 3 Tidak Parasetamol
Oralit
Zinc
3 3 Tidak Parasetamol
Oralit

45
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Attapulgite
Omeprazole
1 4 Tidak
Parasetamol
18/06/2022 Zinc
Zinc
2 3 Tidak Oralit
Antasida
Zinc
19/06/2022 1 2 Tidak
Oralit
Attapulgite
20/06/2022 1 3 Tidak Oralit
Omeprazole
Domperidone
21/06/2022 1 2 Tidak
Zinc
Zinc
22/06/2022 1 2 Tidak
Oralit
Pacdin
23/06/2022 1 3 Tidak Zinc
Oralit
Cotrim
24/06/2022 1 3 Tidak Zinc
Oralit
Attapulgite
25/06/2022 1 3 Tidak Oralit
Antasida
Domperidone
Oralit
26/06/2022 1 4 Tidak
Zinc
Parasetamol
Zinc
27/06/2022 1 2 Tidak
Oralit
Oralit
28/06/2022 1 3 Tidak Attapulgite
Antasida
Parasetamol
29/06/2022 1 3 Tidak Oralit
Zinc
Attapulgite
1 3 Tidak Omeprazole
Oralit
30/06/2022 Zinc
Attapulgite
2 4 Tidak
Vitamin
Parasetamol
Jumlah resep 45
Jumlah resep yang mengandung antibiotic 2
2
x 100% =
% penggunaan antibiotic 45
4,44%

Tabel 4.4 Perhitungan POR Diare Non Spesifik

46
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Kesimpulan : % penggunaan antibiotic pada kasus diare non spesifik memenuhi syarat
(8%)
Keterangan :
 Nama dan umur pasien ditiadakan karena mempertimbangkan privasi pasien
 Sampel resep merupakan banyak nya resep dengan diagnosis diare non spesifik
pada hari itu.

47
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

IV.3 Tugas khusus dari Puskesmas Solokanjeruk Pembuatan (Leflet


SIMPAN OBAT di RUMAH dan Poster )
a) Deskripsi

Leflet SIMPAN OBAT di RUMAH adalah bagian dari DAGUSIBU yang


merupakan akronim akronim yang dibuat oleh IAI (Ikatan Apoteker Indonesia)
dalam rangka mensosialisasikan penggunaan obat yang benar melalui gerakan
keluarga sadar obat.
Poster Tanya Lima O merupakan 5 (lima) pertanyaan minimal yang harus
dijawab sebelum seseorang mengonsumsi obat merujuk pada kata obat yaitu;
1. Obat ini apa nama dan kandugannya?
Pertanyaan ini akan memberikan informasi tentang golongan obat yang
akan dikonsumsi dan zat yang terkandung dalam obat.
2. Obat ini apa khasiatnya?
Pertanyaan ini akan memberikan informasi mengenai indikasi atau khasiat
yang diharapkan.
3. Obat ini berapa dosisnya?
Pertanyaan ini akan memberikan informasi mengenai seberapa besar dosis
dan efek terapi yang akan diberikan dan besarnya dosis disesuaikan
dengan resep dokter.
4. Obat ini bagaimana cara menggunakannya?
Pertanyaan ini akan memberikan informasi mengenai cara mengkonsumsi
obatnya, baik digunakan sebelum makan, saat makan, atau sesudah
makan. Adapun obat yang perlu diinjeksikan secara intra muscular seperti
insulin, adapu obat yang di hisap seperti aerosol.
5. Obat ini apa efek sampingnya?
Pertanyaan ini akan memberikan informasi mengenai efek yang tidak
diharapkan dari obat, karena ada obat yang efek sampingnya dapat di
tolerir adapun yang tidak dan perlu dicegah seperti obat NSAID yang
dapat menyebabkan perih di lambung karena menghentikan produksi
lapisan mucus di lambung sehingga NSAID lebih baik dikonsumsi setelah
makan.

48
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

b) Leflet SIMPAN OBAT di RUMAH

Gambar 4.1 Leflet Simpan Obat di Rumah

c) Poster Tanyakan 5 (Lima) O

Gambar 4.2 Poster Tanyakan 5 (Lima) O

49
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Dinas


Kesehatan Kabupaten Bandung dan UPTD Puskesmas Solokanjeruk, dapat
disimpulkan bahwa tanggungjawab Apoteker di bagian kefarmasian Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota adalah memastikan bahwa proses pengelolaan obat
publik, vaksin, dan perbekalan kesehatan yang dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk
di UPTD Puskesmas, Apoteker juga bertanggungjawab dalam menjamin
pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Puskesmas telah sesuai dengan regulasi
yang berlaku, yaitu Permenkes RI No.74 tahun 2016. Pemahaman Permenkes RI
No.74 tahun 2016 beserta keterampilan untuk menerapkannya sangat penting bagi
Apoteker karena pengelolaan dan pelayanan obat sendiri merupakan bagian dari
pekerjaan kefarmasian yang menjadi wewenang seorang Apoteker. Pengalaman
yang diperoleh dari hasil PKPA ini sangat bermanfaat untuk calon Apoteker
sebagai bekal untuk memperoleh keterampilan menerapkan Permenkes RI No.74
tahun 2016 di fasilitas kefarmasian Puskesmas pada saat memasuki dunia kerja.

IV.2 Saran

Pihak institusi pendidikan maupun pihak Dinas Kesehatan Kabupaten


Bandung hendaknya memfasilitasi calon Apoteker untuk merasakan kesempatan
melakukan pekerjaan kefarmasian secara onsite di Dinas Kesehatan Kabupaten
Bandung sebagai gambaran umum bagi calon Apoteker mengenai proses
pengelolaan obat publik, vaksin, dan perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota. Untuk pihak Puskesmas Solokanjeruk, penulis memberi saran
hendaknya agar disediakan meja / tempat khusus untuk pelaksanaan kegiatan
peracikan obat.

50
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 22
tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan
Industri Rumah Tangga. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 43 tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2017 Tentang Apotek. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan
di Puskesmas. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Peraturan Pemerintah No.51


Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009


Tentang Kesehatan. Jakarta.

51
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

LAMPIRAN

Lampiran 1. Gudang Sediaan Farmasi dan BMHP di UPTD Farmasi Dinkes Kab.
Bandung

52
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Lampiran 2. Proses Penerimaan Obat dari UPTD FARMASI

Lampiran 3. Pengambilan vaksin ke UPTD Farmasi Dinas Kesehatan Kab.


Bandung

53
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Lampiran 4. Pelaksanaan Tugas Khusus (Audit Internal)

54
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Lampiran 5. Tugas Khusus Pengkajian resep POR (Diare dan ISPA)

Lampiran 6. Berita acara serah terima vaksin

55
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Lampiran 7. Etiket obat dalam, etiket obat luar dan plastik obat

Lampiran 8. Form resep dan Kartu stok obat

56

Anda mungkin juga menyukai