Disusun Oleh:
i
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui oleh
R. Herni Kusriani,M.Si.,Apt.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek
Metro Bandung.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mengikuti
Ujian Profesi Apoteker pada Program Pendidikan Profesi Apoteker di Sekolah
Tinggi Farmasi Bandung.
Selama proses Praktek Kerja Profesi Apoteker dan penyusunan laporan ini,
penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu,dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Entris Sutrisno, S.Farm., M.H.Kes., Apt selaku Ketua Sekolah
Tinggi Farmasi Bandung.
2. Bapak Drs. Rahmat Santoso, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi
Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Farmasi Bandung.
3. R. Herni Kusriani,M.Si.,Apt..selaku pembimbing dari Program Pendidikan
Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Farmasi Bandung, atas bimbingannya
selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker
4. Ibu Ermin Hermin, S.Si.,Apt selaku pembimbing penulis dalam
pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Dinas Kesehatan Kota
Bandung.
5. Ibu Iis Rukmawati, S.Si.,M.MKes.,Apt.selaku pembimbing penulis dalam
pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di UPT Puskesmas Ibrahim
Adjie Bandung.
6. Seluruh staf pengajar Program Pendidikan Profesi Apoteker Sekolah
Tinggi Farmasi Bandung
7. Bapak, ibu dan adik atas ketulusan kasih sayang, doa dan dukungan yang
tak putus-putus yang menemani perjalanan hidup penulis.
8. Teman-teman Program Pendidikan Profesi Apoteker Angkatan XII yang
telah banyak membantu.
9. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek
ini.
Semoga Allah SWT membalas segala budi baik yang diberikan dan
mudah-mudahan laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
umumnya.
i
Bandung, Oktober 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
iii
4.3.2 Pengadaan.........................................................................................55
4.3.3 Penerimaan Dan Pemeriksaan.........................................................56
4.3.4 Penyimpanan...................................................................................56
4.3.5 Distribusi.........................................................................................57
4.3.6 Pencatatan dan Pelaporan................................................................58
4.3.7 Supervisi dan Evaluasi.....................................................................59
4.4 Pelayanan Kefarmasian............................................................................59
4.5 Puskesmas Ibrahim Adjie.........................................................................60
4.5.1 Profil Puskesmas Ibrahim Adjie........................................................60
4.5.2 Visi dan Misi UPT Puskesmas Ibrahim Adjie...................................60
4.5.3. Struktur Organisasi UPT Puskesmas Ibrahim Adjie.........................60
4.5.4 Tugas dan Fungsi UPT Puskesmas Ibrahim Adjie............................61
4.5.5 Fasilitas di Puskesmas Ibrahim Adjie...............................................61
4.5.6 Pengelolaan Obat di Puskesmas Ibrahim Adjie.................................62
4.5.7 Pelayanan Resep di Puskesmas Ibrahim Adjie..................................64
4.5.8 Pelayanan Informasi Obat.................................................................65
4.5.9 Konseling.........................................................................................65
4.5.10 Monitoring Efek Samping Obat (MESO).......................................66
4.5.11 Evaluasi Efek Samping Obat..........................................................67
4.5.12 Home Care......................................................................................68
BAB V TUGAS KHUSUS...............................................................................................69
7.1 Kesimpulan...............................................................................................90
7.2 Saran...............................................................................................90
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................91
LAMPIRAN.....................................................................................................................92
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Pengalaman yang diperoleh melalui praktek kerja lapangan ini akan sangat
membantu calon apoteker untuk menambah wawasan, pengetahuan, pemahaman,
pengalaman praktis dan rasa percaya diri bila suatu hari nanti akan menjadi
seorang abdi negara dalam melayani masyarakat.
3
4
BAB III
GAMBARAN UMUM GUDANG FARMASI DAN PUSKESMAS
KABUPATEN/KOTA
2) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin, hal ini untuk menghindari
duplikasi dan kesamaan jenis,
3) Hindari penggunaan obat kombinasi kecuali jika obat tersebut
mempunyai efek yang lebih baik dibandingkan obat tunggal,
4) Memiliki rasio manfaat/biaya yang paling menguntungkan.
b. Tahap Kompilasi Pemakaian Obat
Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian
setiap bulan dari masing-masing jenis obat di Unit Pelayanan Kesehatan/
Puskesmas selama setahun, serta untuk menentukan stok optimum (stok
kerja ditambah stok pengaman = stok optimum).
Informasi yang didapat dari kompilasi pemakaian obat adalah:
Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing Unit Pelayanan
Kesehatan/ Puskesmas.
Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian
setahun seluruh Unit Pelayanan Kesehatan/ Puskesmas.
Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat Kabupaten/
Kota.
Pola penyakit yang ada.
c. Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat
Menentukan kebutuhan obat merupakan salah satu pekerjaan
kefarmasian yang harus dilakukan oleh Apoteker di Instalasi Farmasi
Kabupaten/ Kota. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk
pengadaan obat secara terpadu (termasuk obat program), maka diharapkan
obat yang direncanakan dapat tepat jenis, jumlah dan waktu serta mutu
yang terjamin. Untuk menentukan kebutuhan obat dilakukan pendekatan
perhitungan melalui metode konsumsi dan atau morbiditas.
1. Metode Konsumsi
Didasarkan atas analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya.
Untuk menghitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metoda
konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Pengumpulan dan pengolahan data
b) Analisa data untuk informasi dan evaluasi
c) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat
d) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana
Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketepatan,
perlu dilakukan analisa trend (regresi linier) pemakaian obat 3 (tiga)
tahun sebelumnya atau lebih. Data yang perlu dipersiapkan untuk
perhitungan dengan metode konsumsi:
10
Daftar obat
Stok awal
Penerimaan
Pengeluaran
Sisa stok
Obat hilang/rusak, kadaluarsa
Kekosongan obat
Pemakaian rata-rata/pergerakan obat pertahun
Waktu tunggu
Stok pengaman
Perkembangan pola kunjungan
2. Metode morbiditas
Metoda morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan
pola penyakit. Adapun faktor yang perlu diperhatikan adalah
perkembangan pola penyakit dan lead time. Langkah-langkah dalam
metoda ini adalah:
Memanfaatkan pedoman pengobatan.
Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani.
Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi
penyakit.
Menghitung jumlah kebutuhan obat.
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan metode morbiditas:
a) Perkiraan jumlah populasi
Komposisi demografi dari populasi yang akan diklasifikasikan
berdasarkan jenis kelamin untuk umur antara:
0 – 4 tahun,
5 – 14 tahun,
15 – 44 tahun,
> 45 tahun (disesuaikan dengan LB-1),
atau ditetapkan berdasarkan kelompok dewasa (> 12 tahun) dan
anak (1 – 12 tahun).
b) Menetapkan pola morbiditas penyakit
c) Masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh populasi pada
kelompok umur yang ada.
d) Menghitung perkiraan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pedoman
pengobatan dasar di puskesmas.
e) Frekuensi kejadian masing-masing penyakit pertahun untuk seluruh
populasi pada kelompok umur yang ada.
f) Menghitung kebutuhan jumlah obat, dengan cara jumlah kasus dikali
jumlah obat sesuai pedoman pengobatan dasar di puskesmas.
11
3.2.2 Pengadaan
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan proses untuk
penyediaan obat yang dibutuhkan di Unit Pelayanan Kesehatan. Pengadaan obat
dan perbekalan kesehatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi dan
Kabupaten/ Kota sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Pelaksanaan
Pengadaan Barang/ Jasa Instansi Pemerintah dan Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
Pengadaan obat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota dan Keputusan Presiden No. 70 tahun 2012 tentang
Pengadaan barang/jasa Pemerintah melalui :
1. Pelelangan Umum
2. Pelelangan Sederhana
3. Pelelangan Terbatas
4. Pemilihan Langsung
5. Seleksi Umum
6. Seleksi Sederhana
7. Sayembara
8. Kontes
9. Penunjukan langsung untuk
10. Swakelola
11. Pengadaan Langsung
Tujuan pengadaan obat adalah :
Tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan
pelayanan kesehatan
Mutu obat terjamin
Obat dapat diperoleh pada saat diperlukan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat adalah :
1. Kriteria obat dan perbekalan kesehatan/ memilih metoda pengadaan
2. Persyaratan pemasok
3. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat
4. Penerimaan dan pemeriksaan obat
5. Pemantauan status pesanan
c) Obat telah memiliki Izin Edar atau Nomor Registrasi dari Kementerian
Kesehatan R.I cq. Badan POM.
d) Batas kadaluarsa obat pada saat pengadaan minimal 2 tahun. Khusus untuk
vaksin dan preparat biologis ketentuan kadaluwarsa diatur tersendiri.
e) Obat memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang sesuai dengan nomor
batch masing-masing produk.
f) Obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki Sertifikat CPOB.
b. Kriteria mutu obat
Mutu dari obat dan perbekalan kesehatan harus dapat
dipertanggungjawabkan. Kriteria mutu obat dan perbekalan kesehatan adalah
sebagai berikut:
Persyaratan mutu obat harus sesuai dengan persyaratan mutu yang
tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir.
Industri Farmasi yang memproduksi obat bertanggung jawab terhadap mutu
obat melalui pemeriksaan mutu (Quality Control) yang dilakukan oleh
Industri Farmasi.
Pemeriksaan mutu secara organoleptik dilakukan oleh Apoteker
penanggung jawab Instalasi Farmasi Propinsi, Kabupaten/ Kota. Bila terjadi
keraguan terhadap mutu obat dapat dilakukan pemeriksaan mutu di
Laboratorium yang ditunjuk pada saat pengadaan dan merupakan tanggung
jawab distributor yang menyediakan.
2. Persyaratan Pemasok
Pemilihan pemasok adalah penting karena dapat mempengaruhi kualitas
dan kuantitas obat. Persyaratan pemasok sebagai berikut :
a. Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi / Industri Farmasi yang masih
berlaku.
b. Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus ada dukungan dari Industri Farmasi
yang memiliki Sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) bagi tiap
bentuk sediaan obat yang dibutuhkan untuk pengadaan.
c. Industri Farmasi harus memiliki Sertifikat CPOB bagi tiap bentuk sediaan
obat yang dibutuhkan untuk pengadaan.
d. Pedagang Besar Farmasi atau Industri Farmasi harus memiliki reputas yang
baik dalam bidang pengadaan obat.
e. Pemilik dan atau Apoteker penanggung jawab Pedagang Besar Farmasi,
Apoteker penanggung jawab produksi dan quality control
17
f. Industri Farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan atau tindakan yang
berkaitan dengan profesi kefarmasian.
g. Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan masa
kontrak.
3. Penentuan Waktu Pengadaan dan Kedatangan Obat
Waktu pengadaan dan waktu kedatangan obat dari berbagai sumber
anggaran perlu ditetapkan berdasarkan hasil analisis data:
a. Sisa stok dengan memperhatikan waktu
b. Jumlah obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran
c. Rata-rata pemakaian
d. Waktu tunggu/ lead time
Berdasarkan data tersebut dapat dibuat:
a. Profil pemakaian obat.
b. Penetapan waktu pesan.
c. Waktu kedatangan obat.
4. Penerimaan dan Pemeriksaan Obat
Penerimaan dan pemeriksaan merupakan salah satu kegiatan pengadaan
agar obat yang diterima sesuai dengan jenis dan jumlah serta sesuai dengan
dokumen yang menyertainya.
5. Pemantauan Status Pesanan
Pemantauan status pesanan bertujuan untuk :
a. Mempercepat pengiriman sehingga efisiensi dapat ditingkatkan
b. Pemantauan dapat didasarkan kepada sistem VEN.
c. Petugas Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota memantau status pesanan
secara berkala.
d. Pemantauan dan evaluasi pesanan harus dilakukan dengan
memperhatikan:
Nama obat
Satuan kemasan
Jumlah obat diadakan
Obat yang sudah diterima
Obat yang belum diterima
3.2.3 Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan obat dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat
yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu
obat dan perbekalan kesehatan.
Tujuan penyimpanan obat dan perbekalan kesehatan adalah untuk :
1. Memelihara mutu obat
2. Menghindari penyalahgunaan dan penggunaan yang salah
3. Menjaga kelangsungan persediaan
18
a. Kemudahan bergerak
Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata sebagai berikut:
1) Gudang jangan menggunakan sekat-sekat karena akan membatasi
pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan
pintu untuk mempermudah gerakan.
2) Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat, ruang gudang
dapat ditata berdasarkan sistem :
Arus garis lurus
Arus U
Arus L
3) Sirkulasi udara yang baik
Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi
udara yang cukup di dalam ruangan gudang. Sirkulasi yang baik akan
memaksimalkan stabilitas obat sekaligus bermanfaat dalam memperbaiki
kondisi kerja petugas.
Idealnya dalam gudang terdapat AC, namun biayanya akan menjadi mahal
untuk ruang gudang yang luas. Alternatif lain adalah menggunakan kipas
angin/ventilator/rotator. Perlu adanya pengukur suhu di ruangan
penyimpanan obat dan dilakukan pencatatan suhu.
b. Rak dan Pallet
Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat meningkatkan
sirkulasi udara dan pemindahan obat. Penggunaan pallet memberikan
keuntungan :
1) Sirkulasi udara dari bawah dan perlindungan terhadap banjir, serangan
serangga (rayap)
2) Melindungi sediaan dari kelembaban
3) Memudahkan penanganan stok
4) Dapat menampung obat lebih banyak
5) Pallet lebih murah dari pada rak
c. Kondisi penyimpanan khusus
a) Vaksin dan serum memerlukan Cold Chain khusus dan harus dilindungi dari
kemungkinan putusnya aliran listrik (harus tersedianya generator).
b) Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan
selalu terkunci sesuai dengan peraturan yang berlaku.
c) Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol, eter dan pestisida harus
disimpan dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus
terpisah dari gudang induk
20
d. Pencegahan kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti
dus, karton dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus diletakkan pada
tempat yang mudah dijangkau dan dalam jumlah yang cukup. Contohnya
tersedia bak pasir, tabung pemadam kebakaran, karung goni, galah berpengait
besi.
3. Penyusunan Stok Obat
Obat disusun menurut bentuk sediaan dan alfabetis. Untuk memudahkan
pengendalian stok maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Gunakan prinsip First Expired date First Out (FEFO) dan First In First Out
(FIFO) dalam penyusunan obat yaitu obat yang masa kadaluwarsanya lebih
awal atau yang diterima lebih awal harus digunakan lebih awal sebab
umumnya obat yang datang lebih awal biasanya juga diproduksi lebih awal dan
umurnya relatif lebih tua dan masa kadaluwarsanya mungkin lebih awal.
b. Susun obat dalam kemasan besar di atas pallet secara rapi dan teratur.
Untuk obat kemasan kecil dan jumlahnya sedikit disimpan dalam rak dan
pisahkan antara obat dalam dan obat untuk pemakaian luar dengan
memperhatikan keseragaman nomor batch.
c. Gunakan lemari khusus untuk menyimpan narkotika dan psikotropika. Simpan
obat yang stabilitasnya dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara, cahaya dan
kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai.
d. Perhatikan untuk obat yang perlu penyimpanan khusus.
e. Cantumkan nama masing-masing obat pada rak dengan rapi.
f. Apabila persediaan obat cukup banyak, maka biarkan obat tetap dalam box
masing-masing.
4. Pengamatan mutu obat
Mutu obat yang disimpan di ruang penyimpanan dapat mengalami
perubahan baik karena faktor fisik maupun kimiawi yang dapat diamati secara
visual. Jika dari pengamatan visual diduga ada kerusakan yang tidak dapat
ditetapkan dengan cara organoleptik, harus dilakukan sampling untuk pengujian
laboratorium.
3.2.4 Distribusi
Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan
pengiriman obat, terjamin keabsahan, tepat jenis dan jumlah secara merata dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan. Distribusi obat
21
dilakukan agar persediaan jenis dan jumlah yang cukup sekaligus menghindari
kekosongan dan menumpuknya persediaan serta mempertahankan tingkat
persediaan obat.
Tujuan distribusi adalah :
1. Terlaksananya pengiriman obat secara merata dan teratur sehingga dapat
diperoleh pada saat dibutuhkan.
2. Terjaminnya mutu obat dan perbekalan kesehatan pada saat pendistribusian
3. Terjaminnya kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di unit
pelayanan kesehatan.
4. Terlaksananya pemerataan kecukupan obat sesuai kebutuhan pelayanan dan
program kesehatan.
Kegiatan distribusi obat di Kabupaten/ Kota terdiri dari :
1. Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk kebutuhan
pelayanan umum di unit pelayanan kesehatan
2. Kegiatan distribusi khusus yang mencakup distribusi obat untuk :
a. Program kesehatan
b. Kejadian Luar Biasa (KLB)
c. Bencana (alam dan sosial)
Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai sebagaimana dimaksud meliputi:
a. perencanaan kebutuhan;
b. permintaan;
29
c. penerimaan;
d. penyimpanan;
e. pendistribusian;
f. pengendalian;
g. pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan; dan
h. pemantauan dan evaluasi pengelolaan.
Pelayanan farmasi klinik di Puskesmas meliputi:
a. pengkajian resep, penyerahan Obat, dan pemberian informasi Obat;
b. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
c. konseling;
d. ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap);
e. pemantauan dan pelaporan efek samping Obat;
f. pemantauan terapi Obat; dan
g. evaluasi penggunaan Obat.
Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus
didukung oleh ketersediaan sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang
berorientasi kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur operasional sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sumber daya kefarmasian meliputi:
a. sumber daya manusia; dan
b. sarana dan prasarana.
Untuk menjamin mutu Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, harus
dilakukan pengendalian mutu Pelayananan Kefarmasian meliputi:
a. monitoring; dan
b. evaluasi.
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dilaksanakan pada
unit pelayanan berupa ruang farmasi. Ruang farmasi dipimpin oleh seorang
Apoteker sebagai penanggung jawab. Puskesmas yang belum memiliki Apoteker
sebagai penanggung jawab, penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian secara
terbatas dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian atau tenaga kesehatan lain.
Pelayanan Kefarmasian secara terbatas tersebut meliputi:
a. Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai; dan
b. Pelayanan resep berupa peracikan Obat, penyerahan Obat, dan pemberian
informasi Obat.
Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian secara terbatas tersebut di bawah
pembinaan dan pengawasan Apoteker yang ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Tujuan permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah memenuhi
kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas, sesuai dengan
perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.
3. Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan
dalam menerima Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang telah diajukan.
Tujuannya adalah agar Obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan
berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas.
Semua petugas yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan bertanggung
jawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan
penggunaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai berikut kelengkapan catatan
yang menyertainya.
Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan terhadap Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti,
jenis dan jumlah Obat, bentuk Obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO),
ditandatangani oleh petugas penerima, dan diketahui oleh Kepala Puskesmas.
Bila tidak memenuhi syarat, maka petugas penerima dapat mengajukan
keberatan.
Masa kedaluwarsa minimal dari Obat yang diterima disesuaikan dengan
periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan.
4. Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu
kegiatan pengaturan terhadap Obat yang diterima agar aman (tidak hilang),
terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin,
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat
dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
a. bentuk dan jenis sediaan;
b. stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban);
c. mudah atau tidaknya meledak/terbakar; dan
d. narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.
5. Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
32
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk:
a. Mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas
maupun pemerataan pelayanan;
b. Memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai; dan
c. Memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.
B. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian
yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Obat dan
Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk:
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas.
2. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas,
keamanan dan efisiensi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
2. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien
yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
3. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka meningkatkan
penggunaan Obat secara rasional.
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian Resep, Penyerahan Obat, dan Pemberian Informasi Obat
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi,
persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap
maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
b. Nama, dan paraf dokter.
c. Tanggal resep.
d. Ruangan/unit asal resep.
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Bentuk dan kekuatan sediaan.
b. Dosis dan jumlah Obat.
c. Stabilitas dan ketersediaan.
d. Aturan dan cara penggunaan.
e. Inkompatibilitas (ketidakcampuran Obat).
Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat.
b. Duplikasi pengobatan.
c. Alergi, interaksi dan efek samping Obat.
34
d. Kontra indikasi.
e. Efek adiktif.
Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan Pemberian Informasi Obat
merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik
Obat, memberikan label/etiket, menyerahan sediaan farmasi dengan informasi
yang memadai disertai pendokumentasian.Tujuan :
a. Pasien memperoleh Obat sesuai dengan kebutuhan klinis/pengobatan.
b. Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan.
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.\
Tujuan:
a. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada tenaga kesehatan lain di
lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan Obat (contoh: kebijakan permintaan Obat oleh jaringan dengan
mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang
memadai).
c. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.
Kegiatan:
a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro aktif
dan pasif.
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon,
surat atau tatap muka.
c. Membuat buletin, leaflet, label Obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.
d. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap,
serta masyarakat.
e. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya terkait dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai.
f. Mengoordinasikan penelitian terkait Obat dan kegiatan Pelayanan
Kefarmasian.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan:
a. Sumber informasi Obat.
b. Tempat.
c. Tenaga.
d. Perlengkapan.
3. Konseling
35
Tujuan:
a. Memeriksa Obat pasien.
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan Obat dengan
mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.
c. Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan
Obat.
d. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam
terapi pasien.
Kegiatan yang dilakukan meliputi persiapan, pelaksanaan, pembuatan
dokumentasi dan rekomendasi. Kegiatan visite mandiri:
a. Untuk Pasien Baru
1) Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan.
2) Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi dan jadwal
pemberian Obat.
3) Menanyakan Obat yang sedang digunakan atau dibawa dari rumah,
mencatat jenisnya dan melihat instruksi dokter pada catatan pengobatan
pasien.
4) Mengkaji terapi Obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah
terkait Obat yang mungkin terjadi.
b. Untuk pasien lama dengan instruksi baru
1) Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan Obat baru.
2) Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian Obat.
c. Untuk semua pasien
1) Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.
2) Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah
dalam satu buku yang akan digunakan dalam setiap kunjungan.
Kegiatan visite bersama tim:
a. Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa catatan pegobatan
pasien dan menyiapkan pustaka penunjang.
b. Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien dan/atau
keluarga pasien terutama tentang Obat.
c. Menjawab pertanyaan dokter tentang Obat.
d. Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan, seperti Obat
yang dihentikan, Obat baru, perubahan dosis dan lain-lain.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Memahami cara berkomunikasi yang efektif.
b. Memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan pasien dan tim.
c. Memahami teknik edukasi.
d. Mencatat perkembangan pasien.
Pasien rawat inap yang telah pulang ke rumah ada kemungkinan
terputusnya kelanjutan terapi dan kurangnya kepatuhan penggunaan Obat. Untuk
37
itu, perlu juga dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)
agar terwujud komitmen, keterlibatan, dan kemandirian pasien dalam penggunaan
Obat sehingga tercapai keberhasilan terapi Obat.
5. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan
pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi
fungsi fisiologis.
Tujuan:
a. Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang.
b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat yang sudah sangat
dikenal atau yang baru saja ditemukan.
Kegiatan:
a. Menganalisis laporan efek samping Obat.
b. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami
efek samping Obat.
c. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
d. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.
Faktor yang perlu diperhatikan:
a. Kerja sama dengan tim kesehatan lain.
b. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi Obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping.
Tujuan:
a. Mendeteksi masalah yang terkait dengan Obat.
b. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah yang terkait dengan Obat.
b. Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
c. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
d. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
e. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi Obat yang
merugikan.
Kegiatan:
a. Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
b. Membuat catatan awal.
c. Memperkenalkan diri pada pasien.
d. Memberikan penjelasan pada pasien.
e. Mengambil data yang dibutuhkan.
38
f. Melakukan evaluasi.
g. Memberikan rekomendasi.
7. Evaluasi Penggunaan Obat
Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan Obat secara
terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin Obat yang digunakan sesuai
indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional).
Tujuan:
a. Mendapatkan gambaran pola penggunaan Obat pada kasus tertentu.
b. Melakukan evaluasi secara berkala untuk penggunaan Obat tertentu.
C. Sumber Daya Kefarmasian
1. Sumber Daya Manusia
Penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal harus
dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai penanggung jawab,
yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian sesuai kebutuhan.
Jumlah kebutuhan Apoteker di Puskesmas dihitung berdasarkan rasio
kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan serta memperhatikan
pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker di
Puskesmas adalah 1 (satu) Apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien perhari.
Semua tenaga kefarmasian harus memiliki surat tanda registrasi dan surat
izin praktik untuk melaksanakan Pelayanan Kefarmasian di fasilitas pelayanan
kesehatan termasuk Puskesmas, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Setiap tahun dapat dilakukan penilaian kinerja tenaga kefarmasian yang
disampaikan kepada yang bersangkutan dan didokumentasikan secara rahasia.
Hasil penilaian kinerja ini akan digunakan sebagai pertimbangan untuk
memberikan penghargaan dan sanksi (reward and punishment).
1. Kompetensi Apoteker
a. Sebagai Penanggung Jawab
1) Mempunyai kemampuan untuk memimpin;
2) Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola dan
mengembangkan pelayanan kefarmasian;
3) Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri;
4) Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain; dan
5) Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah,
menganalisis dan memecahkan masalah.
b. Sebagai Tenaga Fungsional
1) Mampu memberikan pelayanan kefarmasian;
2) Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian;
3) Mampu mengelola manajemen praktis farmasi;
4) Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian;
5) Mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan; dan
39
b. Pelaksanaan, yaitu:
1) monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja
(membandingkan antara capaian dengan rencana kerja); dan
2) memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.
c. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:
1) melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar; dan
2) meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.
Monitoring merupakan kegiatan pemantauan selama proses berlangsung
untuk memastikan bahwa aktivitas berlangsung sesuai dengan yang direncanakan.
Monitoring dapat dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang melakukan proses.
Aktivitas monitoring perlu direncanakan untuk mengoptimalkan hasil
pemantauan. Contoh: monitoring pelayanan resep, monitoring penggunaan Obat,
monitoring kinerja tenaga kefarmasian.
Untuk menilai hasil atau capaian pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian,
dilakukan evaluasi. Evaluasi dilakukan terhadap data yang dikumpulkan yang
diperoleh melalui metode berdasarkan waktu, cara, dan teknik pengambilan data.
Berdasarkan waktu pengambilan data, terdiri atas:
a. Retrospektif:
Pengambilan data dilakukan setelah pelayanan dilaksanakan.
Contoh: survei kepuasan pelanggan, laporan mutasi barang.
b. Prospektif:
Pengambilan data dijalankan bersamaan dengan pelaksanaan pelayanan.
Contoh: Waktu pelayanan kefarmasian disesuaikan dengan waktu pelayanan
kesehatan di Puskesmas, sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan cara pengambilan data, terdiri atas:
a. Langsung (data primer):
Data diperoleh secara langsung dari sumber informasi oleh pengambil data.
Contoh: survei kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan kefarmasian.
b. Tidak Langsung (data sekunder):
Data diperoleh dari sumber informasi yang tidak langsung.
Contoh: catatan penggunaan Obat, rekapitulasi data pengeluaran Obat.
Berdasarkan teknik pengumpulan data, evaluasi dapat dibagi menjadi:
a. Survey
Survey yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Contoh:
survey kepuasan pelanggan.
b. Observasi
Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan
menggunakan cek list atau perekaman. Contoh: pengamatan konseling pasien.
Pelaksanaan evaluasi terdiri atas:
a. Audit
Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan
pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja
43
44
45
4.3.1 Perencanaan
Perencanaan obat di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung
mengunakan metode konsumsi.
Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data
konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk menghitung jumlah obat yang
46
4.3.2 Pengadaan
Pengadaan obat dan alkes di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota
Bandung dilakukan satu tahun sekali melalui sistem lelang atau tender dan e-
catalog.
Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan
dasar (PKD) dibiayai melalui berbagai sumber anggaran. Berbagai sumber
anggaran yang membiayai pengadaan obat dan perbekalan kesehatan tersebut
antara lain:
1. APBN: Dana Alokasi Khusus (DAK), Program kesehatan, Program
pelayanan keluarga miskin.
2. APBD I
3. Dana Alokasi Umum (DAU)/APBD II
4. Sumber-sumber lain, seperti BPJS
Untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi anggaran pengadaan obat
dilakukan metoda Analisa ABC-VEN dengan tujuan sebagai berikut:
1. Penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana tersedia. Obat
yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas
pengelompokkan obat menurut VEN.
2. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar
diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Untuk menyusun daftar VEN
perlu ditentukan lebih dahulu kriteria VEN. Kriteria sebaiknya disusun
47
4.3.4 Penyimpanan
Penyimpanan obat di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung
disusun bedasarkan prinsip First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out
(FIFO), kelas terapi dan bentuk sediaan. Untuk obat khusus seprti vaksin
disimpan di Seksi P2M (Pencegahan dan Peberantasan Penyakit Menular) Dinas
Kesehatan Kota Bandung. Sedangkan untuk penyimpanan narkotik dan
psikotropik disimpan di tempat khusus. Penataan ruangan gudang masih bersekat-
sekat, sehingga mempengaruhi dalam pengaturan penyimpanan obat dan alur
keluar masuk obat. Sarana penyimpanan di Gudang Farmasi Kota Bandung
meliputi:
a. Gudang dengan luas 796.5 m2, terdiri dari 446.5 m2 di jalan Supratman No.
73 Bandung, 350 m2 di jalan Mohammad Ramdan Bandung dan di jalan
Bapak Husein Cihampelas Bandung.
b. Pallet, terdiri dari pallet kayu dan pallet plastik.
c. Rak.
d. Kulkas.
e. Lemari.
f. Alat penunjang keamanan.
g. Alat pemadam kebakaran.
h. Troli.
48
4.3.5 Distribusi
Sistem distribusi di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung
menggunakan distribusi aktif, yaitu Puskesmas UPT memberikan Laporan
Pemakaian Obat dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) kepada gudang farmasi
Dinas Kesehatan Kota Bandung, Selanjutnya staf dari gudang farmasi Dinas
Kesehatan Kota Bandung akan mendistribusikan obat dan perbekalan kesehatan
kepada puskesmas UPT.
Kegiatan distribusi obat di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung
terdiri dari :
1. Kegiatan distribusi rutin yang mencakup distribusi untuk kebutuhan pelayanan
umum di unit pelayanan kesehatan.
2. Kegiatan distribusi khusus yang mencakup distribusi obat untuk:
a. Program kesehatan
b. Kejadian luar biasa (KLB)
c. Bencana (alam dan sosial)
rasional oleh pasien. Tujuan dari pelayanan informasi obat adalah menyediakan
dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain
untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian. Sasaran informasi obat:
1. Pasien dan atau keluarga pasien.
2. Tenaga kesehatan: dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten
apoteker dan lain-lain.
3. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain.
Sarana dan prasarana pelayanan informasi disesuaikan dengan kondisi
sarana pelayanan kesehatan. Jenis dan jumlah perlengkapan bervariasi, tergantung
ketersediaan dan perkiraan kebutuhan dalam pelaksanaan pelayanan informasi
obat.
4.5.9 Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan, sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,
apoteker menggunakan sistem three prime questions. Dan apoteker harus
melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat
yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberikan konseling adalah :
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan ginjal,
ibu hamil dan menyusui)
2. Pasien dengan terapi jangka panjang atau penyakit kronis.
3. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus.
4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit.
5. Pasien dengan polifarmasi.
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
59
60
5.1.2 Hipertensi
Tekanan darah adalah tekanan darah terhadap dinding arteri, hasil dari dua
proses, satu dibuat oleh jantung karena memompa darah kedalam arteri melelui
sistem peredaran darah, dan kekuatan arteri saat menahan aliran darah. Tekanan
darah sistolik adalah tekanan darah saat jantung berdetak dan Tekanan diastoik
adalah tekanan darah ketika jantung istirahat.
Mengatasi Hipertensi
1. Olahraga yang teratur
2. Tidak merokok dan tidak minum alkohol
3. Istirahat yang cukup dan tiadak stress
4. Lakukan pemeriksaan tekanan darah secara berkala, dan minum obat
sesuai petunjuk dokter dan apoteker.
5. Mengatur pola makan,
5.1.3 Kolesterol
Kolesterol adalah suatu gangguan metabolisme lipoprotein meliputi
overproduksi dan defisiensi lipoprotein. Dengan mainfestasi satu atau lebih.
naiknya kolesterol total LDL, dan trigliserida, atau menurunya HDL dalam darah.
Mengatasi kolesterol:
Makanan yang bermanfaat mengurangi kolesterol
a. Bawang putih
b. Asam lemak Omega-3
c. Kacang kacangan (almond,kenari)
Makanan yang harus dikurangi
a. Minyak
b. Gula
c. Garam
61
d. Susu
e. Buah-buahan yang mengandung banyak kalori
f. Sayuran yang berlemak.
HARGA
No. NAMA OBAT SATUAN
(Rp)
LIFE SAVING
ANTI INFEKSI
SALURAN PERNAPASAN
SISTEM PENCERNAAN
OBAT MATA
OBAT KULIT
ALERGI, KORTIKOSTEROID
HORMON
ANTISEPTIK, DISINFEKTAN
NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA
BAHAN OBAT
73
74
dan psikotropik, kartu stok gudang untuk pemasukan dan pengeluaran di gudang,
Laporan Tahunan, Laporan monitoring efek samping obat, pencatatan expire date,
serta penghapusan barang (rusak/kadaluwarsa) dan penghapusan resep setiap 3
tahun sekali.
Alur pelayanan obat di UPT Ibrahim Adjie yaitu pasien melakukan
pendaftaran di loket pendaftaran selanjutnya pemeriksaan (BP Umum, BP Gigi,
Poli KIA, Lansia), kemudian resep diproses secara komputerisasi. Resep masuk
ke bagian farmasi, kemudian dilakukan skrining resep untuk melihat kelengkapan
resep yang meliputi : nama pasien, umur pasien, alamat pasien, diagnosa dokter,
tanggal penulisan resep, nama dokter penulis resep, nama obat, dosis obat, cara
pakai dan jumlah obat.
Jika dalam skrining resep dinyatakan telah memenuhi syarat, maka
petugas farmasi di puskesmas membuat etiket yang berisi tanggal, nama pasien,
dosis obat, cara penggunaan, dan bentuk sediaan, jika diperlukan ditulis indikasi
obat tersebut sesuai dengan permintaan pasien. Langkah selanjutnya petugas
farmasi lain mengambil obat sesuai dengan yang terdapat dalam resep untuk
dikemas. Pengawasan terakhir dilakukan sebelum obat diserahkan kepada pasien.
Proses penyerahan resep dilakukan dengan cara memanggil nama pasien disertai
dengan melihat kertas resep, hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan
pemberian resep kepada pasien yang tidak tepat (salah orang). Saat penyerahan
obat ke pasien diberikan informasi obat berupa penjelaskan khasiat obat serta
aturan pakai dan juga berupa konseling khusus untuk pasien yang menderita
penyakit tertentu.
Secara garis besar proses pengelolaan obat di UPT Ibrahim Adjie mulai
dari perencanaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi sampai pencatatan dan
pelaporan sudah berjalan dengan baik. Pelayanan obat yang dilakukan oleh UPT
Ibrahim Adjie sudah tepat dimana pengemasan obat dan penyerahan obat kepada
pasien dilakukan oleh petugas yang berbeda sehingga menghindari kesalahan
pemberian obat. Pelayanan kefarmasian yang meliputi PIO juga sudah dilakukan
dengan baik, begitu juga dengan penyuluhan kepada kader-kader yang ada di
wilayah kerjanya.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dari hasil praktek kerja profesi apoteker (PKPA) di dinas kesehatan kota
Bandung, dapat disimpulkan bahwa:
1. Peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker dalam praktek pelayanan
kefarmasian di Dinas Kesehatan, meliputi: aspek pelayanan yaitu aspek
manajerial, teknik kefarmasian serta pembinaan dan pengawasan.
2. Apoteker harus memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap perilaku
(professionalisme) serta wawasan dan pengalaman nyata (reality) untuk
melakukan pekerjaan kefarmasian di Dinas Kesehatan.
3. Setelah melakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Dinas Kesehatan
Kota Bandung dan Puskesmas Puter, calon apoteker mendapatkan
pengalaman dalam pelayanan farmasi (pelayanan produk, farmasi
klinik/komunitas, pendidikan dan penelitian) di puskesmas sesuai dengan
etika dan peraturan yang berlaku di dalam sistem pelayanan kesehatan.
7.2 Saran
1. Sehubungan dengan banyaknya sarana pelayanan kesehatan di kota
Bandung (Apotek, RS, Klinik, dll) maka diperlukan sarana dan SDM yang
lebih optimal dimana dapat menjamin keamanan, mutu dan efisiensi obat
dan perbekalan farmasi.
78
DAFTAR PUSTAKA
79
LAMPIRAN
80
81
5. Referensi
……………………………………………………………………………
………………………………..
……………………………………………………………………………
………………………………..
Lampiran 7 Etiket
87
88
INDIKATOR KINERJA
PENGGUNAAN OBAT RASIONAL
No Uraian Keterangan
Lampiran
Kefarmasian di Apotek
Sang Tida
N at Puas k
Jenis Pelayanan
o Puas Puas
3 2 1
Ketanggapan
1 Apoteker
terhadap Pasien
Keramahan
2
Apoteker
Kejelasan
Apoteker dalam
3
Memberikan
Informasi Obat
Kecepatan
4
Pelayanan Obat
Kelengkapan
5 Obat dan Alat
Kesehatan
92
Kenyamanan
6
Ruang Tunggu
Kebersihan
7
Ruang Tunggu
Ketersediaan
Brosur, Leaflet,
8 Poster, dll sebagai
Informasi
Obat/Kesehatan
SKOR TOTAL
Saran :
_____________________________________________
_____________________________________________
_____________________________________________
_____________________________________________