Disusun Oleh :
Juli, 2021
HALAMAN PENGESAHAN
Disetujui oleh:
Preseptor Pembimbing
universitas bhakti kencana
i
HALAMAN PENGESAHAN
Preseptor Pembimbing
Universitas bhakti kencana
ii
Kata Pengantar
Bismillahirrahmannirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan akhir Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di PBF Sapta Sari Tama Cabang Bandung. Laporan ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian apoteker pada program
studi Profesi Apoteker di Universitas Bhakti Kencana.
Dalam laporan akhir PKPA ini penulis tidak lepas dari bimbingan serta dorongan
dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. apt. Entris Sutrisno, M.H.Kes selaku Rektor Univeristas Bhakti
Kencana Bandung.
4. Bapak apt. Hendra mahakam putra, M.Fram., dan bapak Drs. Apt.
Akhmad Priyadi, MM selaku Pembimbing Internal Universitas Bhakti
Kencana Bandung yang sudah membimbing, memberi pengarahan serta
nasehat kepada penulis.
6. Seluruh staff karyawan PBF Sapta Sari Tama Cabang Bandung yang telah
memberi pengarahan serta nasehat kepada penulis selama melaksanakan
Praktek Kerja Profesi Apoteker.
iii
7. Kedua orang tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa,
semangat, kasih sayang dan dorongan baik secara moril dan materil.
Dalam penulisan laporan akhir ini penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk menyempurnakan tulisan ini.
Penulis
iv
Daftar Isi
v
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................. i
Kata Pengantar........................................................................................................iii
Daftar Isi.................................................................................................................. v
Daftar Lampiran.....................................................................................................vii
SUMPAH APOTEKER........................................................................................... 1
MUKADIMAH........................................................................................................2
BAB I Pendahuluan............................................................................................... 13
1.2. Tujuan......................................................................................................... 14
vi
3.1. Lokasi dan Bangunan..................................................................................25
5.1. Kesimpulan................................................................................................. 51
5.2. Saran............................................................................................................51
Daftar Pustaka........................................................................................................52
Lampiran................................................................................................................ 53
vii
Daftar Lampiran
vii
SUMPAH APOTEKER
1
KODE ETIK APOTEKER
MUKADIMAH
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta
dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan
keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam
mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya
berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
2
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang
lain.
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan kode Etik.
Pasal 12
3
BAB IV - KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS
KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.
BAB V – PENUTUP
Pasal 15
Ditetapkan di : Jakarta
4
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN UMUM
5
2. Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan
penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh
Apoteker.
3. Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia yang disingkat MEDAI, adalah
organ organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas membina,
mengawasi dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indonesia oleh
Anggota maupun oleh Pengurus, dan menjaga, meningkatkan dan
menegakkan disiplin apoteker Indonesia.
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
5. Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional, harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Tenaga kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang membantu
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah
Farmasi/ Asisten Apoteker.
8. Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, disingkat SPAI adalah pendidikan
akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan guna mencapai kriteria
minimal sistem pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9. Kode Etik adalah Kode Etik Apoteker Indonesia yang menjadi landasan etik
Apoteker Indonesia.
10. Kompetensi adalah seperangkat kemampuan profesional yang meliputi
penguasaan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai (knowledge, skill
dan attitude), dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
6
11. Standar Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan
bertanggungjawab yang dimiliki oleh seorang Apoteker sebagai syarat untuk
dinyatakan mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan profesinya.
12. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik
profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
13. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta
diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
14. Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi.
15. Praktik Apoteker adalah upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
16. Standar Praktik Apoteker adalah pedoman bagi Apoteker dalam menjalankan
praktiknya yang berisi prosedur-prosedur yang dilaksanakan apoteker dalam
upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
17. Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat
izin yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
18. Standar Prosedur Operasional, yang selanjutnya disingkat SPO adalah
serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
dimana dan oleh siapa dilakukan.
19. Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin
praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
20. Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di
Indonesia.
7
BAB III
LANDASAN FORMAL
8
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan
pasien/masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date” dengan
cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi
menimbulkan kerusakan dan/atau kerugian pasien.
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional
sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan
kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin “mutu”, “keamanan”, dan
“khasiat/ manfaat” kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau bahan
baku obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi menimbulkan
tidak terjaminnya mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga
berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik
ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas
pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya
tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai
dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah,
sehingga dapat membahayakan pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik
swamedikasi (self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan
kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/atau tidak
objektif kepada yang membutuhkan.
15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa
alasan yang layak dan sah.
9
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan
tidak benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA)
dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang
diperlukan MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran
disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan
yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan
yang diketahuinya secara benar dan patut.
BAB V
SANKSI DISIPLIN
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan per
Undang- Undangan yang berlaku adalah :
10
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker
yang dimaksud dapat berupa
PENUTUP
11
STANDAR KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA
Standar Kompetensi :
12
BAB I
PENDAHULUAN
Ketentuan dan standar yang harus dijalankan oleh setiap pelaku bisnis distribusi
farmasi berpedoman pada Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Aturan
tersebut bersifat mutlak dan akan ada sanksi apabila tidak dijalankan. Sumber
daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian
mutu yang memuaskan dalam pendistribusian obat oleh PBF. Setiap personil yang
terdapat pada PBF hendaklah memahami prinsip CDOB dengan memperoleh
pelatihan awal dan berkesinambungan termasuk instruksi yang berkaitan dengan
pekerjaan.
13
masyarakat dengan khasiat, keamanan dan mutu yang sesuai dengan persyaratan
yang berlaku sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor
14
15
Oleh karena itu sebagai bentuk proses pembekalan bagi para calon Apoteker maka
Program Pendidikan Profesi Apoteker Sekolah Tinggi Farmasi Bandung
melakukan kerja sama dengan PT. Sapta Sari Tama Cabang Bandung dalam
rangka memberikan kesempatan bagi mahasiswa tingkat profesi Apoteker untuk
mengetahui tugas, tanggung jawab dan wewenang Apoteker di Pedagang Besar
Farmasi.
1.2. Tujuan
Tujuan dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di fasilitas
distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan adalah:
1. Meningkatkan pemahaman calon Apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab Apoteker di distribusi farmasi.
2. Mengetahu penerapan prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) dalam
distribusi farmasi di Pedagang Besar Farmasi (PBF).
a. Tugas PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1148 Tahun
2011 dan perubahannya No. 34 Tahun 2014 dijelaskan pada Bab III tentang
Penyelenggaraan, bahwa Tugas PBF antara lain:
a) Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi
obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetik dan alat kesehatan.
16
b) Sebagai sarana yang mendistribusikan perbekalan farmasi ke sarana
pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi: apotek, rumah sakit, toko
17
18
obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain serta PBF
lainnya.
c) Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan,
penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat dipertanggung jawabkan
setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk toko obat berizin, pendistribusian obat
hanya pada obat-obatan golongan obat bebas dan obat bebas terbatas,
sedangkan untuk apotek, rumah sakit dan PBF lain melakukan
pendistribusian obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dan obat keras
tertentu.
b. Fungsi PBF
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 34 Tahun
2014 tentang PBF pada Bab III masih tentang Penyelenggaraan, menjelaskan
bahwa Fungsi PBF antara lain:
a) Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri farmasi.
b) Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah
air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan kesehatan.
c) Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan
penyediaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.
d) Sebagai penyalur tunggal obat-obatan golongan narkotika oleh PBF khusus,
yang melakukannya adalah PT. Kimia Farma.
e) Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja.
c. Persyaratan Mendirikan PBF
Untuk memperoleh izin mendirikan PBF menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1148 Tahun 2011 dan perubannya No. 34 Tahun 2014
tentang Pedagang Besar Farmasi, pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa
pemohon harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
b) Memiliki Nomor PokokWajib Pajak (NPWP).
c) Memiliki secara tetap Apoteker Warga Negara Indonesia sebagai
penanggung jawab.
d) Komisaris/Dewan pengawas dan Direksi/Pengurus tidak pernah terlibat, baik
19
Harus ada struktur organisasi untuk setiap bagian yang dilengkapi dengan bagan
organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua
personil harus ditetapkan dengan jelas. Tugas dan tanggung jawab harus
didefinisikan secara jelas dan dipahami oleh personil yang bersangkutan serta
dijabarkan dalam uraian tugas.
a. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara
eceran.
b. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep
dokter.
b. PBF dan PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan bahan obat kepada
instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan, untuk memenuhi kebutuhan pemerintah.
c. PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah
provinsi sesuai surat pengakuannya dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
pada ayat (1), PBF Cabang dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di
wilayah provinsi terdekat untuk dan atas nama PBF Pusat yang dibuktikan
dengan Surat Penugasan/penunjukan yang di sahkan oleh Dinkes Provinsi.
d. PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat
keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani Apoteker pengelola
apotek atau Apoteker penanggung jawab.
e. PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada industri
farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit dan
lembaga ilmu pengetahuan.
f. PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berdasarkan surat
pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek, apoteker
penanggung jawab, atau tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab untuk
toko obat dengan mencantumkan nomor SIPA, SIKA, atau SIKTTK.
c. Peralatan :
a) Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/ bahan
obat harus didesain, diletakan dan dipelihara sesuai dengan standar
yang diterapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan
vital, seperti termometer, genset, dan chiller.
b) Peralatan harus dikalibrasi
4. Kualifikasi dan Validasi :
a. Fasilitas distribusi harus menetapkan kualifikasi dan/atau validasi yang
diperlukan untuk pengendalian kegiatan distribusi. Kegiatan validasi
harus direncanakan serta didokumentasikan.
b. Laporan validasi harus memuat hasil validasi dan semua penyimpangan
yang terjadi serta tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) yang perlu
dilakukan.
5. Operasional Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus
dapat memastikan bahwa identitas obat dan/ bahan obat tidak hilang dan
distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantuk pada
kemasan. Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan cara
tersedia untuk memastikan bahwa sumber obat dan/ bahan obat lain yang
mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan
risiko obat dan/ bahan obat palsu memasuki rantai distribusi resmi.
6. Inspeksi diri Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau
pelaksanaan dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan
tindak lanjut langkah - langkah perbaikan yang diperlukan.
7. Keluhan, Obat, dan/atau Bahan Obat kembalian, diduga palsu dan penarikan
Kembali
a. Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/ bahan obat berpotensi
rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai dengan prosedur
tertulis.
b. Obat dan/ bahan obat yang akan dijual kembali harus melalui persetujuan
dari personil yang bertanggungjawab sesuai dengan kewenangannya.
c. Diperlukan koordinasi dari setiap instansi, industry farmasi dan fasilitas
26
distribusi dalam menangani obat dan/ bahan obat yang diduga palsu.
8. Transportasi Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi
yang memadai, obat atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi
penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi
yang tepat harus digunakan mencakup transfortasi melalui darat, laut, udara
atau kombinasi diatas. Apapun moda transportasi yang dipilih, harus dapat
menjamin bahwa obat atau bahan obat tidak mengalami perubahan konidisi
selama transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko
harus digunakan keita merencanakan rute transportasi.
9. Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak Semua kegiatan kontrak harus
tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan
harus sesuai dengan persyaratan CDOB
10. Dokumentasi Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem
manajemen mutu. Dokumentasi tertulis baik secara manual maupun
elektronik harus jelas untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan
memenuhi prinsip ketertelusuran, keamanan, aksesibilitas, integritas dan
validasi.
2.5. Peran Apoteker di PBF
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 memberikan perhatian tentang
pentingnya menjamin kualitas obat di level distribusi. Oleh karena itu, diwajibkan
memiliki seorang apoteker penanggung jawab pada fasilitas distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi. Seorang tenaga kefarmasian dapat melaksanakan
pekerjaan kefarmasiannya pada fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi
melalui pedagang besar farmasi, penyalur alat kesehatan, instalasi pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota.
Apoteker berperan dalam fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi
untuk menjamin produk sampai ke tangan konsumen pengguna dengan keamanan,
khasiat, dan mutu yang sesuai dengan persyaratan, mengontrol legalitas
penyaluran obat (recheck) kebenaran surat pesanan apotek dan apoteker
penanggungjawab, mengontrol penyimpanan obat sesuai peraturan dan
mengontrol jika terdapat produk retur dan penarikan obat.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS PT. SAPTA SARI TAMA
PT. Sapta Sari Tama sudah mempunyai 29 Cabang yang tersebar di seluruh
Indonesia. PT. Sapta Sari Tama bermula dari semangat untuk bekerja dan
membantu menciptakan lapangan kerja, dalam perjalannya Sapta mengambil
peran dan ikut partisipasi dalam membantu mendistribusikan Obat maupun Alat
Kesehatan habis Pakai dan Pabrikan ke user, baik Apotik, Rumah Sakit maupun
Instansi baik Pemerintah maupun swasta yang berkaitan dengan pengadaan dan
penyediaan obat-obatan dan alat kesehatan habis pakai.
PT. Sapta Sari Tama Cabang Bandung sebagai Pedagang Besar Farmasi (PBF)
berkedudukan di Bandung – Jawa Barat. Dengan jaringan kerja sama yang
dimiliki, tentu banyak hal yang bermanfaat yang dapat diperoleh, pelayanan yang
prima karena ditangani oleh staf yang profesional dan harga kompetitif.
27
28
3.2.1. Personalia
Dalam hal pengelolaan perusahaan di PT. Sapta Sari Tama dilaksanakan
oleh seorang Kepala Cabang (Business Manager) yang bertanggung jawab
kepada PT. Sapta Sari Tama Pusat. Kepala Cabang membawahi Apoteker
Penanggung Jawab dalam operasional penerapan Cara Distribusi Obat
Yang Baik (CDOB), dan membawahi Kepala Staf Administrasi, Kepala
Logistik, Supervisor Reguler, Supervisor Non Reguler, dan Supervisor
Alat Kesehatan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, dalam Pasal 6 Ayat (1) disebutkan bahwa Pengadaan
Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau
penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi; dan Pasal 6 Ayat (2)
menyebutkan bahwa Pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian dalam hal ini
adalah Apoteker. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan operasional
perusahaan ditunjuk seorang Apoteker sebagai Distribution Manager yang
bertanggung jawab mengendalikan semua pendistribusian sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan lainnya.
Adapun tugas dan tanggung jawab untuk masing-masing personalia adalah
sebagai berikut:
1. Kepala Staff Administrasi
Tugas dan tanggung jawab:
a. Bertanggung jawab kepada BM
b. Membuat dan Menyusun rencana kebutuhan dan dana operasional,
estimasi tagihan dan budget biaya.
c. Melakukan Pemeriksaan atas keabsahan bukti-bukti penarikan dan
pengeluaran uang sesuai standar Operasional.
Dibawah kepala Staff Administrasi ada anggota-anggota yang ikut dalam
operasional, yaitu:
a. CSO ( Customer Service Operational)
1) Menerima pesanan baik dari salesman atau outlet langsung berupa
29
2. Kepala Logistik
Tugas dan tanggung jawab:
a. Bertanggung jawab kepada BM
b. Bertanggung jawab atas persediaan barang digudang sesuai sistem dan
prosedur yang berlaku
c. Menjaga keamanan barang farmasi, baik stabilitas maupun keamanan
dari pencurian dan bahaya lainnya
d. Bertanggung jawab terhadap operasional gudang mulai dari barang
masuk, barang keluar, penerimaan barang, penyimpanan barang, dan
penyusunan barang di gudang
Dibawah kepala logistik ada anggota-anggota yang ikut dalam operasional
gudang, yaitu:
a. Administrasi Gudang
1) Input barang masuk dari principal atau pbf
2) Order barang dan membuat Surat Pesanan(SP) pengadaan
3) Membuat laporan barang masuk
4) Membuat laporan barang rusak
5) Membuat tanda terima retur barang rusak
b. Staf Gudang
1) Bertanggung jawab kepada Kepala logistik
2) Memeriksa kadaluarsa produk dan melakukan penyisihan barang
yang expire date nya dekat, dan barang yang rusak
3) Melakukan stok opname harian sebelum pelayanan dimulai
4) Melakukan stok opname setiap bulan
5) Menata kerapian barang digudang dan tata letaknya
6) Menyiapkan barang sesuai permintaan dalam faktur
7) Melakukan Pengepakan untuk barang pesanan
8) Bertanggung jawab atas barang per principal
c. Supir/Driver
Tim expedisi yang mengantarkan barang menggunakan mobil biasanya
keluar kota, barang yang diantarkan dalam jumlah yang banyak.
31
d. Looper
Yaitu tim expedisi yang mengantarkan barang menggunakan motor. Produk
yang di antar dalam jumlah yang sedikit, untuk outlet dalam kota.
3. Supervisor
Tugas dan tanggung jawab supervisor :
a. Bertanggung jawab ke BM
b. Memastikan tercapainya target sales sesuai business plan
c. Melakukan kontrol tersedianya produk di pasar
d. Memastikan program-program dapat dilaksanakan dengan baik
e. Menyediakan stok agar tercapai omset sesuai target
f. Memastikan piutang dapat tertagih dan meminimalisir munculnya
piutang jatuh tempo
g. Memberikan laporan berkaitan dengan kegiatan distribusi yang
dilakukan
h. Membagi waktu dengan efektif dimana 75% di lapangan dan 25% di
kantor
i. Melakukan pengawasan dan koordinasi terhadap salesman
j. Melakukan fungsi coaching demi peningkatan kualitas salesman
k. Membina hubungan baik dengan pelanggan dan principal
Dibawah Supervisor ada salesman, tugas dan tanggung jawabnya yaitu:
a. Menyusun rencana kunjungan
b. Memperkenalkan produk baru dan meningkatkan sales produk lama
c. Memonitor dan melaporkan kegiatan-kegiatan pesaing
d. Mencari pengalaman baru, untuk meningakatkan penjualan
e. Memelihara hubungan baik dengan pelanggan
Fungsi pokok bagian salesman adalah mencari dan memasarkan barang
yang telah dipesan serta melaporkan hasil penjualan barang kepada
supervisor.
32
15. Mengajukan klaim atau penggantian bonus barang beban principal dan atau
klaim barang rusak (akibat kesalahan produksi) sesuai dengan ketentuan
masing- masing principal.
16. Mengarsip copy faktur atau SPB dari pengirim barang, tanda terima
konsinyasi, donasi, atau peminjaman barang, nota retur dari pelanggan, nota
retur ke KP SST, berita acara kehilangan barang, berita acara serah terima.
17. Memantau produk yang dikonsinyasi dan melaporkan kepada Kacab bila
periode konsinyasi akan berakhir untuk ditindaklanjuti dengan principal yang
bersangkutan.
18. Menjaga tingkat persediaan barang sesuai dengan tingkat stok yang telah
ditetapkan sesuai dengan system yang berlaku.
1. Kualifikasi Pelanggan
Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat hanya
disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk menyerahkan obat
kepada masyarakat. Langkah-langkah audit data pelanggan di PT.Sapta Sari
Tama Cabang Bandung adalah:
a. Pelanggan mengisi form kartu induk pelanggan (KIP) secara lengkap dan
melampirkan :
35
b. KPS membuat PO prekursor yang disetujui melalui approval oleh APJ Pusat
berdasarkan PR Cabang.
c. PO prekursor dikirimkan kepada pihak principal yang dituju melalui media
elektronik
d. Konfirmasi vial email dan via telepon ke principal mengenai pengiriman PO
prekursor tersebut.
e. Principal memberikan konfirmasi mengenai pesanan yang dapat dilayani
serta keterangan lainnya yang relevan.
f. Principal membuka faktur/invoice dan mengirimkan barang yang dipesan
beserta surat jalannya.
g. PO asli dikirim secara periodik ke pihak principal satu kali dalam seminggu.
tersebut ke principal.
j. PO psikotropika dikirimkan kepada pihak principle yang dituju melalui
media elektronik k. Konfirmasi via email dan via telepon ke principle
mengenai pengiriman PO tersebut.
k. Principal memberikan konfirmasi mengenai pesanan yang dapat dilayani
serta keterangan lainnya yang relevan.
l. Jika pesanan tidak dapat dilayani, maka minta kepada principal untuk
memberikan surat penolakan atas pesanan yang tidak dapat dilayani
tersebut.
m. Principal membuka faktur/invoice dan mengirimkan barang yang dipesan
beserta surat jalannya ke KPS.
n. APJ Cabang membubuhkan tanda tangan pada faktur dan atau surat jalan
beserta stempel basah.
o. KPS membuat surat jalan untuk pengiriman barang ke cabang.
p. KPS mengirimkan barang ke cabang dengan disertakan surat jalan dan copy
PR Cabang.
q. Cabang melakukan input BPB pada sistem setelah barang diterima dengan
melampirkan surat jalan dan bukti ekspedisi.
r. KPS menerbitkan DO atas barang yang diterima oleh cabang.
3. Penerimaan
tanggal kadaluwarsa.
d. Apabila kondisi kemasan termasuk segel dengan penandaan rusak, terlepas,
terbuka dan tidak sesuai dengan SP, maka produk di karantina sebelum
dikembalikan ke pengirim.
e. Setelah dilakukan pemeriksaan, penanggung jawab harus menandatangani
41
j. Jika pesanan tidak dilayani karena stok barang kosong/ sebab yang lain
maka diinformasikan ke pelanggan.
Penyaluran produk OOT tertuang dalam SOP (standard operating procedure)
sebagai berikut :
pesanan.
Penyaluran produk Prekusor tertuang dalam SOP (standard operating
procedure) sebagai berikut :
dengan barang yang tertera pada faktur, barang disiapkan dalam container,
disimpan di area checker.
b. Pengambilan barang memperhatikan prosedur FEFO, barang yang tanggal
kadaluwarsanya lebih pendek terlebih dahulu dikeluarkan. Jika ditemukan
ada barang dengan ED lebih dekat disusunan paling muka, diprioritaskan
untuk dikirim lebih dahulu dan disampaikan perbaikan no. Batch ke EDP.
c. Untuk produk rantai dingin yang memiliki indicator, jika kondisi indicator
sudah mengarah atau mendekati ke batas layak pakai, maka produk tersebut
harus dikeluarkan terlebih dahulu meskipun ED nya masih panjang.
d. Kepala gudang dan apoteker melakukan pengecekan antara dokumen yang
dibuat dengan fisik barang, termasuk packing barang.
e. Jika terdapat ketidaksesuaian antara dokumen yang dibuat dengan bentuk
fisik barang maka petugas ekspedisi mengkonfirmasi hal tersebut kepada
kepala gudang agar dapat dilakukan koreksi fisik barang yang sesuai dengan
dokumen.
f. Apoteker penanggung jawab membubuhkan tanda tangan dan cap pada
dokumen penyaluran.
g. Kepala gudang melakukan penyerahan kepada ekspedisi berdasarkan
dokumen pengantaran berikut menyerahkan invoice dan ekspedisi
menandatangani sebagai bukti penyerahan.
h. Kepala gudang menyimpan dokumen tanda terima tersebut.
i. Pengantaran diperiksa kebenaran dan keabsahan penerima sesuai yang
tertera di faktur.
j. Faktur tersebut harus ditandatangani dan dicantumkan tanggal, jam terima
barang dan distempel pelanggan sebagai konfirmasi penerimaan barang.
Dan cantumkan suhu pada saat terima barang dari gudang dan suhu pada
saat diterima oleh pelanggan dalam form serah terima barang produk rantai
dingin.
k. Dokumen-dokumen disiapkan beserta SP asli cabang yang telah
ditandatangani dan dicap apoteker penanggungj awab outlet.
l. Faktur asli diserahkan dari kepala gudang ke petugas inkaso.
50
6. Pendistribusian
Pendistribusian sediaan farmasi di wilayah Bandung terbagi menjadi beberapa
rayon yang meliputi wilayah Kota dan Kabupaten Bandung, yaitu :
a. Rayon Barat mencakup daerah Bandung Barat.
b. Rayon Timur mencakup daerah Bandung Timur.
c. Rayon Selatan mencakup daerah Bandung Selatan.
d. Rayon Utara mencakup daerah Bandung Utara dan Tengah.
Luar Kota Bandung meliputi beberapa wilayah pengiriman, yaitu : meliputi
wilayah Purwakarta dan Subang, Karawang, Cikampek, Sumedang dan Garut,
Tasikmalaya, dan Ciamis. Proses distribusi untuk sediaan farmasi dimulai dari
masuknya Surat Pesanan (SP)/Delivery Order (DO) yang diverifikasi
kelayakannya untuk menjadi faktur dan diberikan nomor urut yang telah
ditentukan dalam sistem komputerisasi (oleh bagian Fakturis). Kemudian SP
diserahkan pada bagian Administrasi Gudang untuk dilakukan pencatatan dan
pemotongan persediaan, faktur lalu disiapkan bersama produk yang dipesan
(sesuai yang tertera dalam faktur) hingga sampai pada bagian transito untuk
dikelompokkan dan dikemas. Kemudian dibuatkan daftar pesanan berdasarkan
faktur, sebagai alat kontrol terhadap pengiriman barang. Kemudian produk
didistribusikan kepada pelanggan/ outlet sesuai fakturnya masing-masing
disertai Surat Penyerahan barang sebagai bukti bahwa barang telah diterima
oleh pelanggan.
7. Pemusnahan obat
Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat dan/atau bahan obat yang tidak
memenuhi syarat untuk didistribusikan. Obat dan/atau bahan obat yang akan
dimusnahkan diidentifikasi secara tepat, diberi label yang jelas, disimpan
secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan prosedur tertulis.
Prosedur tertulis tersebut memperhatikan dampak terhadap kesehatan,
pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran/ penyimpangan obat
dan/atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang. Proses pemusnahan
obat dan/atau bahan obat termasuk pelaporannya dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang- undangan. Dokumentasi terkait pemusnahan obat
dan/atau bahan obat termasuk
51
Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat hanya
disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk menyerahkan obat
kepada masyarakat. Kualifikasi pelanggan dilakukan setiap satu tahun sekali
dengan selalu memeriksa dokumen yang terbaru dari tiap pelanggan untuk
pendistribusian obat dan alkes. Langkah-langkah audit data pelanggan di PT.Sapta
Sari Tama Cabang Bandung adalah:
Pelanggan mengisi form kartu induk pelanggan (KIP) secara lengkap dan
melampirkan :
1. Sarana
a. Apotek wajib memiliki SIA (Surat Izin Apotek) yang berlaku 5 tahun.
b. Klinik wajib memiliki SIO (Surat Izin Operasional) dan DPMPTSP (Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu) kota.
c. Pedagang eceran obat mendapat izin dari DMPTSP kota.
d. PBF lain wajib memiliki SIO (Surat Izin Operasional) dan DPMPTSP
(Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu) provinsi.
e. Puskesmas tidak memerlukan izin karena berdasarkan peraturan daerah.
2. Penanggung jawab
a. Wajib memiliki SIPA dan/atau SIPTTK yang masih berlaku
b. KTP apoteker
c. KTP pemilik sarana
3. Pemilik Sarana
a. NPWP
b. Sertifikat CPOB untuk PBF lain yang memesan obat ke PBF SST cabang
bandung.
52
BAB V
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan Hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di
Pedagang Besar Farmasi PT. Sapta Sari Tama Cabang Bandung dapat
disimpulkan bahwa :
1. Peran dan Tanggung Jawab Apoteker dalam melaksanakan tugas nya adalah
mengawasi dan melaksanakan kegiatan pengelolaan di PBF serta menjamin
produk sampai ke tangan konsumen dengan keamanan, khasiat, dan mutu
sesuai dengan yang dipersyratkan.
2. Mahasiswa calon apoteker dapat mengetahui penerapan prinsip Cara
Distribusi Obat yang Baik di Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang meliputi
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran produk.
5.2. Saran
Setelah pelaksaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT Sapta Sari Tama
cabang Bandung, maka dapat disaranakan untuk:
3. Bagi mahasiswa yang akan praktek di pedagang besar farmasi terlebih dahulu
harus menguasai teori atau materi yang berkaitan dengan regulasi yang
mengatur tentang pedagang besar farmasi dan Cara Distribusi Obat yang Baik
(CDOB) dengan tujuan agar mahasiswa mengetahui penerapan secara
langsung di tempat praktek dan dapat membandingkan antara teori pada saat
di kuliah dengan praktek langsung di lapangan.
53
Daftar Pustaka
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2020. Keputusan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 tahun 2020 tentang
Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta.
54
55
Lampiran
56
Keterangan:
1: Pintu utama 14: R. Gimick
2: Pintu gudang 1 15: R. Staging area penyaluran
3: Pintu gudang 2 16: R. Kepala gudang
4: R. Staging area penerimaan 17: R. Asisten Apoteker
5: R. Reg (satuan terkecil) 18: CSO (Customer service order)
6: R. Nonreg (satuan besar) 19: R. EDP (Entry data process)
7: R. Prekursor & OOT 20: R. Kasir
8: R. Psikotropika 21: R. Kepala cabang & Apoteker
9: Chiller 22: R. Inkaso
10: R. Alkes 23: R. Supervisor
11: R. Karantina 24: R. Prinsipal
12: R. Retur 25: R. Sales/meeting
13: R. Reject
57