OLEH:
YOSI DARMIRANI
NIM 197014018
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang tidak menular namun yang harus
diwaspadai pada saat ini yang dapat menyerang siapapun tanpa adanya batasan umur
dengan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari
pertambahan usia akan terjadi peningkatan tekanan darah secara perlahan. Hipertensi
sering disebut sebagai ”silent killer” (pembunuh secara diam-diam), karena dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya gejala yang dirasakan oleh pasien. (Dafriani, 2019).
atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif sebagai akibat dari kondisi lain yang
mutifaktral akibat interaksi dari faktor genetik dan faktor lingkungan. Hipertensi sendiri
dikasifikasikan dalam dua jenis yaitu hipertensi primer (esensial) yang belum diketahui
penyebab pastinya dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit seperti
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13
Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis
sebesar 12,8%. Terdapat 600 juta penderita hipertensi diseluruh dunia, 3 juta diantaranya
1
Data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara mencatat penderita
hipertensi pada tahun 2013 sebanyak 6,7% dari jumlah penduduk sumatera utara
yakni mencapai 12,42 juta jiwa yang tersebar dari beberapa kabupaten. Prevalensi
hipertensi di Provinsi Sumatra Utara ini sudah mulai didiagnosa dari golongan
umur ≥18 tahun sebesar 24,7%. Untuk Provinsi Sumatera Utara Prevalensi
tekanan darah tinggi pada perempuan (25,6%) lebih tinggi dibanding dengan laki-
(RADINKES, 2018).
kronis sehingga mengarah pada kematian dan kelahiran premature (WHO, 2013).
Rumah Sakit dan penggunaan obat jangka panjang (Whelton et al., 2018).
pada tahun 2017 menunjukkan bahwa ada potensi DRP pada pengobatan
ada penelitian yang menunjukkan data DRP dengan kategori lainnya (Harahap,
EH,2017)
Drug related problems (DRPs) adalah suatu peristiwa atau keadaan yang
secara nyata (actual) atau potensial dapat mempengaruhi hasil terapi yang
diinginkan (Van Mil, et al., 2017). Terapi yang tidak optimal menyebabkan
pencapaian outcome klinis tidak sesuai dengan yang diinginkan, sehingga dapat
2
menyebabkan komplikasi, meningkatkan resiko kematian dini dan secara
signifikan berkontribusi terhadap angka kematian, biaya serta kualitas hidup yang
untuk mengurangi kejadian DRP serta meningkatkan Outcome Klinis pada pasien
ini adalah:
DRPs pada penyakit Hipertensi Instalasi Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi
Medan?
terapi dan Quality of Life (QOL) yang signifikan antara sebelum dengan
1.3 Hipotesis
sebagai berikut :
3
2. Asuhan kefarmasian yang diterapkan dapat mengidentifikasi masalah DRPs
pada penyakit Hipertensi Instalasi Rawat Inap di RSUD Dr. Pirngadi Medan?
dilakukan edukasi
Medan
DRPs pada pasien penyakit Hipertensi Geriatri Instalasi Rawat Inap di RSUD
outcome klinis dan Quality of Life (QOL) yang signifikan antara sebelum
Medan.
4
2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
informasi terkait dengan penggunaan obat hipertensi yang baik dan benar.
kefarmasian pada pasien Hipertensi Geriatri Variabel terikat pada penelitian ini
adalah Drug Related Problem (DRP), outcome terapi, dan Quality of Life (QoL).
obat dan draft Monitoring Efek Samping Obat, outcome klinis dinilai dengan
pengukuran Tekanan darah pasien, dan kualitas hidup pasien dinilai menggunakan
5
Gambar 1. Kerangka Fikir Penelitian
Penerapan praktik
asuhan kefarmasian
(pharmaceutical care)
pada pasien Hipertensi TEKANAN DARAH OUTCOME
Geriatri di KLINIS
RS.Dr.PIRNGADI
Medan
Quality Of Life
POST TEST SKOR DQOL QOL
Sebelum Dilakuakn
Intervensi
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Hipertensi
Hipertensi adalah kondisi ketika tekanan darah sistolik (TDS) 140 mmHg
atau lebih tinggi dan tekanan darah diastolik (TDD) 90 mmHg atau lebih
a. Faktor genetik
Individu yang memiliki orang tua hipertensi berisiko dua kali lebih besar
b. Umur
lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh
degenerasi yang terjadi pada orang yang bertambah usianya. Peningkatan umur
c. Jenis kelamin
7
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang
berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya (Marik
et al., 2007).
e. Obesitas
tekanan darah tinggi pada orang obesitas yaitu yang memiliki Indeks Massa
Cara mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI)
Menurut Raihan dan Erwin (2014), terdapat hubungan pola asupan garam
(62,5%) dan tidak hipertensi berjumlah 30 responden (37,5%). Jumlah garam yang
boleh dikonsumsi oleh penderita hipertensi tidak lebih dari 2,4 gram perhari.
g. Merokok
Penelitian yang dilakukan oleh Whelton et al., pada tahun 2018 menunjukan
dengan nilai signifikan. Penelitian ini menunjukkan orang yang merokok akan
8
keras karena menyempitkan pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut
h. Tipe kepribadian
secara statistik. Individu yang memiliki sifat yang ambisius, suka bersaing,
bekerja tidak pernah lelah, selalu dikejar waktu dan selalu merasa tidak puas akan
2007).
i. Aktivitas Fisik
Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan lebih
tinggi pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika beristirahat
tetapi dapat dikontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase yang
9
a. Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup ± 90% dari kasus
melainkan karena berbagai faktor yang saling berkaitan. Beberapa faktor resiko
yang dihubungkan dengan hipertensi primer ialah faktor genetik, kelebihan asupan
“white coat”, yaitu suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang terbaca saat
diukur oleh dokter atau tenaga kesehatan. Fenomena hipertensi white coat dapat
yaitu pengukuran oleh dokter atau tenaga kesehatan dan pengukuran di rumah.
b. Hipertensi sekunder
hipertensi sekunder dari berbagai penyakit atau obat-obat tertentu yang dapat
10
mengakibatkan hipertensi bahkan memperberat hipertensi dengan menaikkan
Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada
halus ini semakin lama akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol
b. Sistem Renin-Angiotensin
endokrin yang penting dalam pengaturan tekanan darah. Renin disekresi oleh
underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf
11
mempengaruhi tekanan darah dapat dilihat pada Gambar 2.1.
1998)
dan oleh hormon renin yang dirilis dari juxtaglomerulus akan diubah menjadi
angiotensin I (dekapeptida yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-
12
dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume
volume dan tekanan darah (Gray, et al., 2005; Oparil,et al., 2003)
arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam
faktorlain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon (Gray, et al.,
2005).
d. Disfungsi Endotelium
yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium (Gray, et al., 2005; Oparil, et
al.,2003).
e. Substansi vasoaktif
13
garam terhadap tekanan darah serta mengaktifkan sistem renin-angiotensin lokal.
atrium jantung untuk merespon peningkatan volum darah. Hal ini akan
meningkatkan sekresi garam dan air dari ginjal yang pada akhirnya meningkatkan
1. Hiperkoagulasi
2. Disfungsi diastolic
2.1.5 Diagnosis
14
Gambar 2.2 Algoritma penatalaksanaan hipertensi(Sumber: Chobanian,
et al., 2004).
sehat. Hal ini merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi untuk
1. menjaga berat badan normal, dengan indeks masa tubuh (IMT) antara 18,5-
mmHg.
yang kaya akan buah, sayuran dan mengkonsumsi produk susu rendah
15
(100 mEq)/hari akan menurunkan tekanan darah 2-8 mmHg.
keseluruhan.Kombinasi dua atau lebih modifikasi gaya hidup akan lebih baik
(ARB), dan calcium channel blocker (CCB) sebagai obat antihipertensi utama.
1. Diureti
pada sebagian besar pasien hipertensi. Diuretik dapat diberikan tunggal atau
kombinasi dengan obat antihipertensi lain dalam terapi awal untuk sebagian besar
pasien (Shah, et al., 2004). Kelas obat diuretik ditunjukkan pada Tabel 2.1.
16
Loop Bumetanide 0.5-4 2 Pemberian pagi dan sore untuk
mencegah diuresis malam hari; dosis
Furosemide 20-80 2 lebih tinggi mungkin diperlukan untuk
pasien dengan GFR yang sangat rendah
Torsemide 5 1
Penahan Triamteren 50-100 1 atau2 Pemberian pagi dan sore untuk
kalium mencegah diuresis malam hari; hindari
Triamteren/HCT 37.5-75/ 1 pada pasien dengan penyakit ginjal
25-50 kronis (±ClCr<30 ml/min); dapat
meyebabkan hiperkalemia,terutama
kombinasi dengan ACEI, ARB, atau
supplemen kalium.
Petunjuk JNC 8, tiazid paling efektif untuk menurunkan tekanan darah, dan
harga terjangkau, efek sampingnya kecil, serta memberi efek sinergi jika
diuretik dapat mengatasi retensi garam dan cairan (Shah, et al., 2004; Depkes,
2006).
17
Tabel 2.2 Kelas ACEI yang digunakan dalam perawatan hipertensi
tekanan darah oleh ACEI, selain itu, bradikinin bertanggung jawab terhadap
efek samping batuk kering yang sering dijumpai pada penggunaan ACEI. ACEI
Monitoring
18
konstriksi arteriol efferen dari glomerulus. renin angiotensin aldosteron kalikrein-
jalur alternatif yang menggunakan enzim lain seperti chymase. Jadi, efek yang
19
Kelas ARB yang dalam perawatan hipertensi ditunjukkan pada Tabel 2.3.
beta yangada, tetapi efek menurunkan tekanan darah hampir sama. Ada tiga
et al., 2005).
Penyekat beta yang mempunyai afinitas lebih besar terhadap reseptor β-1
dari pada reseptor β-2 adalah kardioselektif. Adrenoreseptor β-1 dan β-2
tertentu. Reseptor β-1 lebih banyak terdapat pada jantung dan ginjal. Reseptor
β-2 lebih banyak ditemukan pada paru-paru,liver, pankreas, dan otot halus
20
kecil kemungkinannya untukmencetuskan spasme bronkus dan vasokonstriksi.
Tabel 2.3 Kelas penyekat beta (β-blocker) yang digunakan dalam perawatan
hipertensi.
sel. Ada dua tipe CCB yaituvoltage gated calcium channel berupa high voltage
channel (tipe L) dan low voltage channel (tipe T). CCB yang ada hanya
21
Efektifitas antihipertensinya hampir sama, tetapi ada perbedaan pada Efek
farmako dinamiknya (Saseen dan Carter, 2005). Kelas obat CCB dilihat pada
Tabel 2.4
Nondihidropiridin
Diltiazem SR
180-360 1
Verapamil SR
180-480 1
Keterangan: Frek. = frekuensi pemberian (Sumber: Saseen dan Carter,
2005)
DRI yang beredar adalah aliskiren, bentuk tunggal dan kombinasi tetap dengan
22
2.2 Drug Related Problems (DRPs)
DRPs adalah suatu peristiwa atau keadaan yang secara nyata (actual) atau
potensial dapat mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan (Van Mil, et al., 2017).
Masalah potensial terkait obat merupakan suatu kondisi yang dapat menyebabkan
morbiditas atau kematian jika tidak dilakukan tindakan sedangkan masalah actual
terkait obat dimanifestasikan dengan adanya tanda dan gejala (Ruths, et al, 2007).
DRPs dapat berlangsung pada semua proses tahapan penggunaan obat mulai dari
peresepan sampai dengan tahap pemberian DRPs (Van Mil, et al., 2017; Adusumilli
and Adepu, 2014).obat, kurangnya pemantauan dan penilaian ulang terhadap hasil
kejadian yang dapat dicegah dimana dapat menyebabkan penggunaan obat menjadi
tidak tepat atau membahayakan pasien pada saat obat berada dalam kendali
dispensing, penyerahan obat atau monitoring (Ferner and Aronson, 2006; WHO,
2016).
23
DRPs sering juga terjadi disebabkan karena medication errors misalnya
errors) dan kesalahan penyerahan obat (administration errors), tetapi DRPs juga
dapat terjadi tanpa adanya kesalahan (no error) (Van Mil, et al., 2017; Adusumilli
and Adepu, 2014). Drug related problems memberikan tantangan kepada klinisi,
obat yang diberikan (Parthasarati, et al., 2003; Adusumilli and Adepu, 2014). Ada
memberikan terapi obat untuk mencapai outcome klinis yang diinginkan dan
bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan farmasi klinik
obat, monitoring efek samping obat, evaluasi penggunaan obat, dipensing sediaan
steril dan pemantauan kadar obat dalam darah (Permenkes, 2016). Farmasis
24
pelayanan mutu ini dapat dilakukan melalui proses pelayanan asuhan kefarmasian
Salah satu wujud kegiatan ini adalah dengan melakukan suatu kajian
terhadap masalah terkait obat (Drug Related Problem) dari setiap terapi yang
Europe (PCNE) mendefinisikan DRPs adalah suatu peristiwa atau kejadian yang
melibatkan terapi obat yang benar-benar atau berpotensi mengganggu hasil klinis
pada tahun 1999 oleh para peneliti farmasi praktis ketika konferensi kerja PCNE,
dalam upaya mengembangkan suatu sistem standar klasifikasi yang sesuai dan
kode untuk masalah, penyebab, interfensi dan struktur (PCNE, volume 9).
PCNE memiliki 3 bidang utama untuk masalah, 8 bidang utama untuk penyebab,
25
PCNE V 9.00
Klasifikasi Dasar
Tabel 2.5 Klasifikasi DRPs menurut PCNE 2019.
P1 Efektivitas pengobatan
ada (potensial) masalah dengan
(kurangnya) efek farmakoterapi
Masalah Keamanan perawatan
P2
(juga potensial) Pasien menderita, atau bisa menderita, ak
P3 ibat suatu kejadian obat yang merugikan
Lainnya
C1 Pemilihan obat
Penyebab DRP dapat terkait dengan
pemilihan obat
Penyebab C2 Bentuk obat
(termasuk kemungkinan Penyebab DRP terkait dengan pemilihan
penyebab masalah bentuk obat
potensial) C3 Pemilihan dosis
Penyebab DRP dapat terkait dengan
pemilihan jadwal dosis
C4 Durasi pengobatan
Penyebab DRP terkait dengan lamanya
pengobatan
C5 Pengeluaran
Penyebab DRP dapat terkait dengan
logistik proses peresepan dan
pengeluaran
C6 Proses penggunaan obat
Penyebab DRP terkait dengan cara pasien
mendapatkan obat yang diberikan
oleh profesional kesehatan
atau pengasuh, terlepas dari instruksi
yang tepat (pada label)
C7 Pasien terkait
Penyebab DRP dapat dikaitkan dengan
pasien dan perilakunya (disengaja atau
tidak disengaja)
C8 Pemindahan pasien terkait
Penyebab DRP dapat terkait dengan
transfer pasien antara perawatan primer,
sekunder dan tersier, atau transfer dalam
satu institusi perawatan.
C9 Lainnya
10 Tidak ada intervensi
26
Intervensi yang I1 Pada level prescriber
Direncanakan I2 Di Tingkat pasien
I3 Di Tingkat Obat Lainnya
A1 Intervensi diterima
Penerimaan Intervensi A2 Intervensi tidak diterima
A3 Lainnya
O0 Status masalah tidak diketahui
O1 Masalah terpecahkan
Status DRP O2 Masalah sebagian diselesaikan
O3 Masalah tidak terpecahkan
Masalah
Konsep QOL dikemukakan pertama kali setelah perang dunia kedua di Amerika
Serikat dengan istilah “a good life” dimana istilah ini memberikan batasan
defenisi hanya dari ruang lingkup konsumen saja yaitu status materi, kepemilikan
barang dan properti seperti rumah, perabotan, mobil, dan lain-lain (Juczyński,
27
Konsep QOL dalam ilmu kedokteran pertama kali disampaikan pada Tahun
pencapaian yang luar biasa pada abad ke-20, tetapi sistem layanan kesehatan
mengalami krisis, hal ini tidak hanya disebabkan oleh alasan ekonomi saja tetapi
juga karena perubahan pola penyakit dari akut menjadi penyakit kronis yang
penyebabnya sangat terkait dengan gaya hidup pasien, hal ini yang mendasari
Tobiasz-Adamczyk, 1996).
Serikat. Short form (SF)-36 merupakan kuesioner yang dapat diterima oleh pasien,
membutuhkan waktu yang singkat, telah di validasi dan instrumen yang sangat
2.4 Kepatuhan
“patuh” yang berarti suka menurut, taat, berdisiplin (KBBI, 2019). Horne
28
cenderung mengikuti perencanaan pengobatan yang dikembangkan bersama dan
dari metode yang digunakan untuk mengukurnya. Menurut Horne ada beberapa
metode langsung dan metode tidak langung yang dapat dilakukan untuk mengukur
metabolisme dalam tubuh dan mengukur aspek biologis dalam darah, sedangkan.
metode tidak langung dapat dilakukan dengan cara mengisi kuesioner kepada
elektronik atau dengan cara mengisi kuesioner dari orang terdekat pasien
(Lailatushifah, 2012; Horne, 2006). Morisky secara khusus membuat skala untuk
dokter, kemampuan untuk mengendalikan diri agar selalu minum obat (Morisky,
et al., 1986).
memberikan terapi obat untuk mencapai outcome klinis yang diinginkan dan
29
kefarmasian di rumah sakit yaitu pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan farmasi klinik
obat, monitoring efek samping obat, evaluasi penggunaan obat, dipensing sediaan
peningkatan pelayanan mutu ini dapat dilakukan melalui proses pelayanan asuhan
Salah satu wujud kegiatan ini adalah dengan melakukan suatu kajian
terhadap masalah terkait obat (Drug Related Problem) dari setiap terapi yang
Europe (PCNE) mendefinisikan DRPs adalah suatu peristiwa atau kejadian yang
melibatkan terapi obat yang benar-benar atau berpotensi mengganggu hasil klinis
kesehatan yang diinginkan (PCNE, 2010). Dengan kejadian DRPs ini dapat
30
Gambar 2.4 Kerangka Teori Penelitian
Pasien Hipertensi
Geriatri Tujuan jangka pendek:
- Menghilangkan
keluhan Hipertensi
memperbaiki
kualitas hidup, dan
mengurangi risiko
Gejala klinik:
komplikasi akut.
Nyeri kepala
Mual muntah Tujuan jangka panjang:
Penglihatan kabur Penatalaksanaan -Mencegah dan
Koordinasi gerak menghambat
Terapi
anggota tubuh progresivitas penyakit
terganggu komplikasi lainnya.
Nokturia
Edema Tujuan akhir:
Muka merah Turunnya morbiditas
Tengkuk terasa pegal dan mortalitas
Laboratorium: Hipertensi
Tekanan Darah 140/90
Denyut Nadi diatas 60-
100 kali/menit -Patient
Identifikasi Tidak safety
DRP terjadi DRP
-Outcome
terapi
Penerapan tercapai
intervensi apoteker
Terjadi
DRP
Evaluasi
31
BAB III
METODE PENELITIAN
Pengumpulan data dilakukan pada pasien langsung, data rekam medis, instalasi
farmasi dan instalasi Rawat Inap Data yang dikumpulkan adalah kejadian DRPs,
QOL, Kepatuhan pasien dan outcome klinis. Identifikasi DRPs dalam penelitian
ini menggunakan instrumen PCNE V8, kualitas hidup (QOL) pasien diukur
keuangan RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Kemudian data yang diperoleh
dianalisis secara statistic menggunakan uji chi-square, pair t-test dan uji wilcoxon
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2021.
bulan April dilakukan intervensi, pada bulan Mei dilakukan pengumpulan data
sesudah intervensi
32
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
terdiri dari obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
(Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien Hipertensi
geriatric yang dirawat inap di Instalasi Instalasi Rawat Inap RSUD Dr. Pirngadi
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti, apabila populasi
kurang dari 100, maka sampel di ambil dari keseluruhan populasi yang ada
ini adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi. dan tidak memenuhi kriteria
ekslusi.
suatu populasi target yang akan di teliti. Kriteria inklusi sampel dalam penelitian
ini adalah :
Maret-Agustus 2021.
b. Pasien penyakit Hipertensi dengan umur kategori geriatrik dengan atau tanpa
33
c. Bersedia mengikuti penelitian ini dengan bukti kesediaan menandatangani
memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena sebab tertentu. Kriteria eksklusi
c. Pasien dengan penyakit Hipertensi yang tidak menjalani rawat inap di RSUD
Tanpa edukasi
34
Edukasi (konseling dan pemberian leaflet)
Langkah kerja yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
hipertensi geriatric yang menjalani rawat inap periode bulan Maret-Mei 2021
a. Catatan data dari rekam medik dan dari instalasi farmasi meliputi data
35
b. Data dari pasien langsung meliputi: obat yang diberikan, pengisian kuesioner
pengujian dengan menggunakan metode uji chi square dan paired t-test untuk
statistik adalah hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat, variabel
yang diukur yaitu pengaruh variabel bebas pemberian edukasi dan tanpa edukasi
penelitian, untuk melihat definisi operasional dari penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel berikut.
36
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
37
DAFTAR PUSTAKA
Adusumilli, P. K., & Adepu, R. 2014. Drug related problems: an over view of
various classification systems. Asian J harm Clin Res, 7(4), 7-10.
Aguwa, C.N., Ukwe, C.V., dan Ekwunife, O.I. (2007). Effect of Pharmaceutical
Care Programme on Blood Pressure and Quality of Life in a Nigerian
Pharmacy. Pharm World Sci. 30(1): 107-110.
Allemann, S. S., van Mil, J. F., Botermann, L., Berger, K., Griese, N., &
Hersberger, K. E. (2014). Pharmaceutical care: the PCNE definition
2013. International journal of clinical pharmacy, 36(3), 544-555.
American Society of Hypertension. (2013). Guidelines for the Management of
Arterial Hypertension. JournalHypertens.25(1): 85-87.AnnInternal
Medicine. 139: 761-776
Badan POM. (2012). Potensi Risiko Efek Samping Kardiovaskular dan Ginjal
Pada Pasien Diabetes Tipe 2 yang DiterapiDengan Aliskiren. Buletin
Berita MESO. 30(2): 6.
Bunting, B.A., Smith, B.H., dan Sutherland, S.E. (2008). The Asheville Project:
Clinical and Economic Outcomes of a Community-based Long-term
Medication Therapy Management Program for Hypertension and
Dyslipidemia. J Am Pharm Assoc. 48(1): 23-31.
Chobanian, A.V., Bakris, G.L., Black, H.R., Cushman, W.C., Green, L.A., Izzo,
Cipolle, R.J., Strand, L.M., and Morley, P.C. 1998. Pharmaceutical care practice,
New York: McGraw-Hill;.p.78-9.
Cipolle, R.J.,Strand, L.M., dan Morley, P.C. (2004). Follow-Up Evaluation. In:
Pharmaceutical care Practice: The Clinician’s Guide. Edisi ke-2. New
York: Mc Graw-Hill Companies. Hal. 3-7.
Depkes RI. (2003). Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI. Hal. 2-8.
Depkes RI. (2006).Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi.
Depkes. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus, Ditjen Bina
Farmasi & Alkes. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
38
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2005. Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Diabetes Melitus. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
Dan Alat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Gray, H.H., Dawkins, K.D., Morgan, J.M., dan Simpson, I.A.(2005). Kardiologi:
Lecture Notes. Edisi ke-4. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 57-69.
Harahap, EH. (2017). Identifikasi DRPs Potensial kategori Interaksi Obat Pada
Pasien Hipertensi Di Instalasi Rawat Jalan DR. Pirngadi Medan Periode
Januari-Desember 2015. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Hunt, S.A., Abraham, W.T., Chin, M. H., Feldman, A.M., Francis, G.S., Ganiats,
T.G., Jessup, M., Konstam, M.A. (2005). ACC/AHA Guideline Update
For The Diagnosis And Management Of Chronic Heart Failure In The
Adult. Journal of The American College of Cardiology and Circulation.
71(1): 0327.
J.L., Jones, D.W., Materson, B.J., Oparil, S., dan Wright, J.T. (2003). The
Seventh report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Hypertension JAMA.
289(19): 2560-2570.
Karodeh, Y.R., Edafiogho, I., Hailemeskel, B., Ofosu, J.R., dan Karla, P.K.
(2011). Clinical Implications and Limitations of JNC7 in HTN
Management and Recommendations for JNC8. Archives of Pharmacy
Practice.2(3): 84- 89.
Khaw, W.F., Hassan, S.T.S., dan Latiffah, A.L. (2011). Health-related Quality of
Life Among Hypertensive Patients Compered with General Population
Norms. J. Med. Sci.11(2): 84-89.
39
Ministry ofHealth Malaysia. (2008). Clinical Practice Guidelines Management
ofHypertension. Edisi ke-3. Malaysia: Health Technology Assessment
Unit Medical Development Division. Hal. 27-31.
Morgado, M., Rolo, S., dan Branco, C.M. (2011). Pharmacist Intervention
Program to Enhance Hypertension Control: A Randomised Controlled
Trial. Int J Clin Pharm.33: 132-140.
Parthasarati, G., Ramesh, M., Kumar, J.K., and Madaki, S. 2003. Assessment of
drug related problem and clinical pharmacist interventions in an Indian
teaching hospital. J.Pharm Pract Res;
Shah, S.V., Anjum, S., dan Littler, W.A. (2004). Use of Diuretics in
Cardiovascular Disease: (2) Hypertension. PostgradMed J. 80(1): 271-
276.
Sunarto, A.A. (2007). Ancaman Serius Hipertensi di Indonesia. Jurnal Farmacia.
6(7):34 [diakses 23 Januari 2012]. Diambil dari: http://www.majalah-
farmacia.com/rubrik/one.
Van Mil, F.J.W., Horvat, N, Zuidlaren, T.W. 2017. Classification for drug related
problems V8.01, Pharmaceutical Care Network Europe Foundation
(PCNE)
40
WHO. (2001).Pengendalian Hipertensi. Alih Bahasa: Prof. Dr. Kosasih
Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB.Hal. 14, 50-51.
Zillich, A.J., Sutherland, J.M., Kumbera, P.A., dan Carter, B.L. (2005).
Hypertension Outcomes Through Blood Pressure Monitoring and
Evaluation by Pharmacist (Home Study). J Gen Intern Med.20: 1091-
1096.
41