Anda di halaman 1dari 75

02.77.

00/FRM-04/AKD-SPMI

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


PT. MILLENIUM PHARMACON INTERNATIONAL
CABANG BANDUNG
PERIODE FEBRUARI 2022

Disusun Oleh
Bagus Fauzan Nuur
211FF05064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
APRIL 2022
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


PT. MILLENIUM PHARMACON INTERNATIONAL
CABANG BANDUNG
PERIODE APRIL 2022

Disusun Oleh
Bagus Fauzan Nuur
211FF05064

Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Praktik Kerja
Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Bhakti Kencana

Menyetujui
Tim Pembimbing

Bandung, April 2022

Preseptor Pembimbing
Millenium Pharmacon Int Universitas Bhakti Kencana

Apt. Ade Irma Mulyasari, S.Farm (apt. Nita Selfiana, M.Si)


02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Millenium
Pharmacon Internasional Bandung dengan baik dan dapat menyusun laporan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini. Laporan Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
Apoteker pada Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker di Universitas Bhakti
Kencana. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan
selama pelaksanaan PKPA ini:
1. Bapak Dr. Apt. Entris Sutrisno, MH.Kes., selaku Rektor Universitas Bhakti
Kencana Bandung
2. Ibu Dr. Apt. Patonah, M.Si., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Bhakti Kencana Bandung
3. Bapak Dr. Apt. Dadang Juanda, M.Si., selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Universitas Bhakti Kencana Bandung.
4. Ibu Apt. Ade Irma Mulyasyari, S.Farm., selaku pembimbing yang telah
memberi kesempatan, masukan, serta bimbingan untuk melaksanakan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Millenium Pharmacon
International.Tbk.
5. Kedua orang tua dan serta keluarga tercinta yang senantiasa memberikan doa,
kasih sayang dan motivasi sehingga menjadi sumber kekuatan dan semangat
bagi penulis
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam laporan
ini. Untuk itu, segala saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan oleh
penulis. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat yang berarti bagi ilmu
pengetahuan dan dunia kesehatan khususnya kefarmasian

Bandung, April 2022

Penulis
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
SUMPAH APOTEKER...........................................................................................v
KODE ETIK APOTEKER.....................................................................................vi
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA..............................................ix
STANDAR KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA.....................................xvi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
I.1. Latar Belakang...............................................................................................1
I.2. Tujuan PKPA.................................................................................................2
I.3. Waktu dan Tempat PKPA..............................................................................2
BAB II TINJAUAN UMUM PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF).................4
II.1. Gambaran Umum Pedagang Besar Farmasi..............................................4
II.1.1. Definisi Pedagang Besar Farmasi..........................................................4
II.1.2. Dasar Hukum Pedagang Besar Farmasi (PBF)......................................4
II.1.3. Tugas dan Fungsi Pedagang Besar Farmasi (PBF)................................4
II.1.4. Persyaratan Pendirian Pedagang Besar Farmasi (PBF).........................5
II.1.5. Pemberian Izin Pedagang Besar Farmasi (PBF)....................................6
II.1.6. Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pedagang Besar Farmasi (PBF)....11
II.1.7. Tata Cara Penyaluran...........................................................................12
II.1.8. Gudang di Pedagang Besar Farmasi (PBF)..........................................13
II.1.9. Pelaporan di Pedagang Besar Farmasi (PBF)......................................14
II.2. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)...................................................15
II.2.1. Manajemen Mutu.................................................................................15
II.2.2. Organisasi, Manajemen, dan Personalia..............................................16
II.2.3. Bangunan dan Peralatan.......................................................................18
II.2.4. Operasional..........................................................................................21
II.2.5. Inspeksi Diri.........................................................................................21
II.2.6. Keluhan, Obat dan atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan
Penarikan Kembali.........................................................................22
II.2.7. Transportasi..........................................................................................23
II.2.8. Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak............................................24
II.2.9. Dokumentasi........................................................................................25
BAB III TINJAUAN KHUSUS PEDAGANG BESAR FARMASI MILLENIUM
PHARMACON INTERNATIONAL (MPI)............................................26
III.1. Lokasi dan Bangunan Pedagang Besar Farmasi Millenium Pharmacon
International (MPI)..................................................................................26
III.2. Profil Pedagang Besar Farmasi Millenium Pharmacon International (MPI)
26
III.3. Struktur Organisasi Pedagang Besar-Farmasi Millenium Pharmacon
International (MPI)..................................................................................26
III.4. Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker......................................................26
III.5. Pengelolaan Perpekalan Farmasi...............................................................27
III.6. Kegiatan Distribusi PT. Millenium Pharmacon International...................27
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

III.7. Cara Distribus Obat yang Baik Pedagang Besar Farmasi Millenium
Pharmacon International..........................................................................35
BAB IV TUGAS KHUSUS EVALUASI DOKUMEN KUALIFKASI
PELANGGAN.........................................................................................46
IV.1. Pendahuluan.............................................................................................46
IV.2. Prosedur Penerimaan Barang....................................................................47
IV.3. Tujuan.......................................................................................................48
IV.4. Kesimpulan...............................................................................................48
BAB V KESIMPULAN.........................................................................................49
V.1. Kesimpulan................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................50
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

SUMPAH APOTEKER
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1962

SAYA BERSUMPAH / BERJANJI AKAN MEMBAKTIKAN HIDUP SAYA


GUNA KEPENTINGAN PERIKEMANUSIAAN TERUTAMA DALAM
BIDANG KESEHATAN.

SAYA AKAN MERAHASIAKAN SEGALA SESUATU YANG SAYA


KETAHUI KARENA PEKERJAAN SAYA DAN KEILMUAN SAYA
SEBAGAI APOTEKER.

SEKALIPUN DIANCAM, SAYA TIDAK AKAN MEMPERGUNAKAN


PENGETAHUAN KEFARMASIAN SAYA UNTUK SESUATU YANG
BERTENTANGAN DENGAN HUKUM PERIKEMANUSIAAN.

SAYA AKAN MENJALANKAN TUGAS SAYA DENGAN SEBAIK -


BAIKNYA SESUAI DENGAN MARTABAT DAN TRADISI LUHUR
JABATAN KEFARMASIAN.

DALAM MENUNAIKAN KEWAJIBAN SAYA, SAYA AKAN BERIKHTIAR


DENGAN SUNGGUH - SUNGGUH SUPAYA TIDAK TERPENGARUH
OLEH PERTIMBANGAN KEAGAMAAN, KEBANGSAAN, KESUKUAN,
KEPARTAIAN, ATAU KEDUDUKAN SOSIAL.

SAYA IKRAR SUMPAH / JANJI INI DENGAN SUNGGUH - SUNGGUH


DENGAN PENUH KEINSYAFAN.

6
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

KODE ETIK APOTEKER

MUKADIMAH
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta
dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan
keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam
mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya
berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :

BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
Sumpah/Janji Apoteker.
Pasal 2
Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi
Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip
kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4
Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan
pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang
lain.

7
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan
perundangundangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi
pada khususnya.

BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat. menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk
hidup insani.

BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan kode Etik.
Pasal 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan
kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat
jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam
menunaikan tugasnya.

8
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS
KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun
dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.

BAB V
PENUTUP
Pasal 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik
Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika
seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima
sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya
(IAI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 08 Desember 2009

9
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang
dianugerahi bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di bidang
kefarmasian, yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan,
peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga negara
Republik Indonesia, untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,
berazaskan Pancasila dan Undang - undang Dasar 1945.

Disiplin Apoteker merupakan tampilan kesanggupan Apoteker untuk menaati


kewajiban dan menghindari larangan sesuai dengan yang ditetapkan dalam
peraturan perundang- undangan dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak
ditaati atau dilanggar dapat dijatuhi hukuman disiplin.

Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-aturan dan/atau


ketentuan penerapan keilmuan, yang pada hakikatnya dapat dikelompokkan dalam
tiga hal, yaitu :
1. Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten.
2. Tugas dan tanggungjawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan
baik.
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan Apoteker.
Pelanggaran disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Apoteker yang
tidak menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin
Apoteker.

BAB II
TINJAUAN UMUM
1. Disiplin Apoteker adalah kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban dan
menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan

10
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi
hukuman disiplin.
2. Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan
penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh
Apoteker.
3. Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia yang disingkat MEDAI, adalah
organ organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas membina,
mengawasi dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indonesia oleh
Anggota maupun oleh Pengurus, dan menjaga, meningkatkan dan
menegakkan disiplin apoteker Indonesia.
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
5. Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional, harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Tenaga kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang membantu
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah
Farmasi/ Asisten Apoteker.
8. Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya disingkat SPAI
adalah pendidikan akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan guna
mencapai kriteria minimal sistem pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat, di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
9. Kode Etik adalah Kode Etik Apoteker Indonesia yang menjadi landasan etik
Apoteker Indonesia.

11
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

10. Kompetensi adalah seperangkat kemampuan profesional yang meliputi


penguasaan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai (knowledge, skill
dan attitude), dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
11. Standar Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan
bertanggungjawab yang dimiliki oleh seorang Apoteker sebagai syarat untuk
dinyatakan mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan profesinya.
12. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik
profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
13. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah
memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta
diakui secara hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
14. Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah
diregistrasi.
15. Praktik Apoteker adalah upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan
penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan
kesehatan.
16. Standar Praktik Apoteker adalah pedoman bagi Apoteker dalam menjalankan
praktiknya yang berisi prosedur-prosedur yang dilaksanakan apoteker dalam
upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
17. Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin
yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik
kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian.
18. Standar Prosedur Operasional, yang selanjutnya disingkat SPO adalah
serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses
penyelenggaraan aktivitas organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan,
dimana dan oleh siapa dilakukan.
19. Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin
praktik yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.

12
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

20. Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di


Indonesia.

BAB III
LANDASAN FORMAL
1. Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras.
2. Undang-Undang tentang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3. Undang-Undang tentang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Bahan medis habis pakai.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
9. Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, dan peraturan
turunannya.
10. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker Indonesia
(IAI), Kode Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-peraturan organisasi
lainnya yang dikeluarkan oleh IAI.

BAB IV
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten. Penjelasan:
Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek Profesi/standar
kompetensi yang benar, sehingga berpotensi menimbulkan/mengakibatkan
kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung
jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/ atau
Apoteker pendamping yang sah.

13
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/atau tenaga -


tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan
pasien/masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date” dengan
cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi
menimbulkan kerusakan dan/atau kerugian pasien.
6. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional
sebagai Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan
kefarmasian, sesuai dengan kewenangannya.
7. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin “mutu”, “keamanan”, dan
“khasiat/ manfaat” kepada pasien.
8. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau bahan
baku obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi menimbulkan
tidak terjaminnya mutu, khasiat obat.
9. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan
kerusakan atau kerugian kepada pasien.
10. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga
berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.
11. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik
ataupun mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas
pelayanan profesi.
12. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya
tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai
dengan tanggung jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah,
sehingga dapat membahayakan pasien.
13. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik
swamedikasi (self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan
kefarmasian.
14. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/atau tidak
objektif kepada yang membutuhkan.

14
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

15. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa


alasan yang layak dan sah.
16. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
17. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
18. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan
tidak benar.
19. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA)
dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah.
20. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan
MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
21. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan
yang dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan.
22. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan
yang diketahuinya secara benar dan patut.

BAB V
SANKSI DISIPLIN
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan per
Undang- Undangan yang berlaku adalah:
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi
Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker;
dan/atau
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker.
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang
dimaksud dapat berupa:
1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik
sementara selama - lamanya 1 (satu) tahun, atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap
atau selamanya;

15
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker


yang dimaksud dapat berupa:
1. Pendidikan formal; atau
2. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang di institusi
pendidikan atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana pelayanan
kesehatan yang ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama1
(satu) tahun.
BAB VI
PENUTUP
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA ini disusun untuk menjadi
pedoman bagi Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI) dalam
menetapkan ada/atau tidak adanya pelanggaran disiplin oleh para praktisi dibidang
farmasi, serta menjadi rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar oleh para praktisi
tersebut agar dapatmenjalankan praktik kefarmasian secara profesional. Dengan
ditegakkannya disiplin kefarmasian diharapkan pasien akan terlindungi dari
pelayanan kefarmasian yang kurang bermutu; dan meningkatnya mutu pelayanan
apoteker; serta terpeliharanya martabat dan kehormatan profesi kefarmasian.

Jakarta, 15 Juni 2014


Ketua Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI)

16
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

STANDAR KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA

Standar Kompetensi
1. Praktik kefarmasian secara profesional dan etik
2. Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi
3. Dispensing sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
4. Pemberian informasi sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
5. Formulasi dan produksi sediaan farmasi
6. Upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat
7. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
8. Komunikasi efektif
9. Ketrampilan organisasi dan hubungan interpersonal
10. Peningkatan kompetensi diri

17
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Definisi Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2017 adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pekerjaan kefarmasian distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 51 Tahun 2009 terdiri atas pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Regulasi tersebut menjelaskan bahwa pekerjaan kefarmasian dapat dilakukan di
tempat fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi. Agar penyaluran
sediaan farmasi tersebar merata ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat dan dapat ternjamin
keamanan, mutu juga ketersediaannya sampai kepada masyarakat sesuai dengan
persyaratan yang berlaku. Pedagang Besar Farmasi menjamin obat yang
disalurkan sesuai dengan spesifikasinya, aman dan berkualitas, pemerintah
mengeluarkan persyaratan dan ketentuan yang menjadi pedoman bagi setiap
Pedagang Besar Farmasi dalam menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik
(CDOB). Pedoman CDOB ini diharapkan memberikan jaminan kepada
masyarakat agar diperoleh obat yang bermutu.
Apoteker sebagai penanggung jawab di Pedagang Besar Farmasi harus
mampu melakukan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dimulai dari pengadaan,
penyimpanan hingga pendistribusian sediaan farmasi ke sarana pelayanan
Kesehatan.
Calon apoteker yang sedang menjalani pendidikan profesi apoteker perlu
melaksanakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Pedagang Besar Farmasi
(PBF), oleh karena itu Program Studi Profesi Apoteker Universitas Bhakti
Kencana bekerja sama dengan Pedagang Besar Farmasi PT. Millennium

4
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Pharmacon International Cabang Bandung untuk melaksanakan PKPA yang


dilaksanakan pada bulan April 2022.

I.2. Tujuan PKPA


Tujuan dari diadakannya Praktik Kerja Profesi Apoteker di PBF PT.
Millenium Pharmacon International Cabang Bandung yaitu :
1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan
tanggung jawab apoteker dalam pelayanan kefarmasian di bidang distribusi
farmasi (PBF).
2. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan,
keterampilan, dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian di bidang distribusi farmasi (PBF).
3. Memberi gambaran nyata tentang cara distribusi obat yang baik (CDOB) di
PBF sesuai dengan kebijakan pemerintah.

I.3. Waktu dan Tempat PKPA


Kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan pada 4 April 2022 – 26
April 2022, setiap hari Senin sampai Jumat pada pukul 09.00 - 13.00 WIB dan
13.00 - 16.00 WIB bertempat di PT. Millennium Pharmacon International cabang
Bandung, Jalan Jenderal Sudirman No. 656 Bandung.

5
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

BAB II TINJAUAN UMUM PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF)

II.1. Gambaran Umum Pedagang Besar Farmasi


II.1.1. Definisi Pedagang Besar Farmasi
Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun
2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik, Pedagang Besar
Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin
untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam
jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF Cabang
adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
II.1.2. Dasar Hukum Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di fasilitas distribusi, Apoteker
melaksanakan ketentuan Cara Distribusi Obat yang Baik yang ditetapkan Menteri
dan menerapkan Standar Prosedur Operasional yang dibuat secara tertulis dan
diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang farmasi dan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
II.1.3. Tugas dan Fungsi Pedagang Besar Farmasi (PBF)

Fungsi dan tugas dari Pedagang Besar Farmasi dapat dilihat dari Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pedagang
Besar Farmasi adalah akan diuraikan sebagai berikut:
a. Tugas Pedagang Besar Farmasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan, bahwaTugas
PBF antara lain:
1) Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi
obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetik dan alat kesehatan.
2) Sebagai sarana yang pendistribusian perbekalan farmasi ke sarana
pelayanan kesehatan masyarakat yang antara lain meliputi: apotek, rumah
sakit, toko obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain
serta Pedagang Besar Farmasi lainnya Membuat laporan dengan lengkap

6
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran, perbekalan farmasi sehingga


dapat dipertanggungjawabkan setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk toko
obat berizin, pendistribusian obat hanya pada obat-obatan golongan obat
bebas dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk apotek, rumah sakit dan
PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas terbatas, obat
keras dan obat keras tertentu.

b. Fungsi Pedagang Besar Farmasi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2014 tentang Pedagang Besar Farmasi, menjelaskan bahwa Fungsi PBF antara
lain:
1) Sebagai sarana distribusi sediaan farmasi bagi industri-industri farmasi.
2) Sebagai saluran distribusi obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah
air secara merata dan teratur guna mempermudah pelayanan Kesehatan.
3) Untuk membantu pemerintah dalam mencapai tingkat kesempurnaan
penyediaan obat- obatan untuk pelayanan kesehatan.
4) Sebagai aset atau kekayaan nasional dan lapangan kerja
II.1.4. Persyaratan Pendirian Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Untuk memperoleh izin mendirikan Pedagang Besar Farmasi menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2014 tentang
Pedagang Besar Farmasi, pasal 4 ayat (1) menyebutkan bahwa pemohon harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
c. Memiliki secara tetap Apoteker Warga Negara Indonesia sebagai
penanggung jawab.
d. Komisaris/Dewan pengawas dan Direksi/Pengurus tidak pernah terlibat baik
langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundangundangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 tahun terakhir.
e. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan
pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin
kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Pedagang Besar Farmasi

7
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

f. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang


dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai
Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB).

Sedangkan tatacara dalam pendirian Pedagang Besar Farmasi menurut Peraturan


Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2014, pasal 2 ayat (1)
adalah sebagai berikut:
a. Setiap pendirian Pedagang Besar Farmasi wajib memiliki izin dari Direktur
Jenderal.
b. Setiap Pedagang Besar Farmasi dapat mendirikan Pedagang Besar Farmasi
Cabang.
c. Setiap pendirian Pedagang Besar Farmasi Cabang sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 (b) wajib memperoleh pengakuan dari Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi di wilayah Pedagang Besar Farmasi Cabang berada.

II.1.5. Pemberian Izin Pedagang Besar Farmasi (PBF)

Telah ditetapkan Peraturan Mentri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2018 Tentang


Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Kesehatan.
Dimana jika akan mendirikan Pedagang Besar Farmasi (PBF) maka harus
mengajukan permohonan kepada kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan POM, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai
POM agar mendapatkan izin. Izin tersebut berupa sertifikat distribusi farmasi
yaitu dokumen izin yang diberikan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar oleh PBF.
Sertifikat distribusi farmasi di ajukan oleh pelaku usaha nonperseorangan
berupa perseroan terbatas aau koperasi dimana harus memiliki secara tetap
apoteker berkewarganegaraan Indonesia sebagai penanggung jawab. Adapun juga
sertifikat distribusi cabang farmasi yang harus di ajukan jika akan mendirikan
PBF cabang dengan syarat yaitu memiliki sertifikat distribusi farmasi dan

8
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

memiliki secara tetap apoteker berkewarganegaraan Indonesia sebagai


penanggung jawab. Prosedur permohonan tersebut adalah :
1. Izin Usaha dan Izin Komersial/Oprasional

Pasal 49
a. Pelaku Usaha wajib mengajukan permohonan izin Usaha dan Izin Komersial
atau Operasional melalui One Single Submission (OSS)
b. Lembaga OSS menerbitkan Nomor Induk Berusaha NIB setelah Pelaku Usaha
melakukan Pendaftaran melalui pengisian data secara lengkap dan
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
c. NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didapat dalam hal Pelaku Usaha
yang melakukan Pendaftaran belum memiliki NPWP
d. NIB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan identitas berusaha dan
digunakan oleh Pelaku Usaha untuk mendapatkan Izin Usaha dan Izin
Komersial atau Operasional termasuk untuk pemenuhan persyaratan Izin
Usaha dan Izin Komersial atau Operasional.

Pasal 50
a. Pelaku Usaha yang telah mendapatkan NIB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 dapat diterbitkan Izin Usaha oleh Lembaga OSS
b. Penerbitan Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara
elektronik dan Komitmen Izin Usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri ini.

Pasal 51
a. Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 dapat melakukan kegiatan:
 Pengadaan tanah
 Perubahan luas lahan
 Pembangunan bangunan gedung dan pengoperasiannya

9
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

 Pengadaan peralatan atau sarana


 Pengadaan sumber daya manusia
 Penyelesaian sertifikasi atau kelaikan
 Pelaksanaan uji coba produksi (commissioning)
 Pelaksanaan produksi.
b. Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 namun belum menyelesaikan:
 Amdal; dan/atau
 Rencana teknis bangunan gedung

Belum dapat melakukan kegiatan pembangunan bangunan gedung sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c.

Pasal 52
Pelaku Usaha yang akan mendapatkan Izin Komersial atau Operasional yang
diterbitkan oleh Lembaga OSS wajib memiliki izin usaha dan Komitmen untuk
pemenuhan:
a. Standar, sertifikat, dan/atau lisensi; dan/atau
b. Pendaftaran barang/jasa,

Sesuai dengan jenis produk dan/atau jasa yang dikomersialkan oleh Pelaku Usaha
melalui sistem OSS.

Pasal 53
Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 dan Pasal 52 berlaku efektif setelah Pelaku Usaha menyelesaikan
Komitmen dan melakukan pembayaran biaya Perizinan Berusaha sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 54
Lembaga OSS membatalkan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional
yang sudah diterbitkan dalam hal Pelaku Usaha tidak menyelesaikan pemenuhan

10
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Komitmen Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dan/atau Izin


Komersial atau Operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.

2. Pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional

Pasal 55
Pelaku Usaha wajib memenuhi Komitmen Izin Usaha dan Izin Komersial atau
Operasional yang telah diterbitkan oleh Lembaga OSS dengan melengkapi
pemenuhan Komitmen.

Pasal 57

a. Pelaku usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi komitmen sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan
perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi komitmen sertifikat
distribusi farmasi.
b. Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling lama 4 (empat) tahun.
c. Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku
Usaha melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem
OSS menyampaikan:
 Rencana penyaluran
 Data apoteker penanggung jawab, yang meliputi Kartu Tanda Penduduk,
ijazah, STRA, surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan surat
perjanjian kerja sama apoteker penanggung jawab dengan Pelaku Usaha
d. Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3
(tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
e. Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan,
Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen
Sertifikat Distribusi Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS

11
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

f. Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat
perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada
Pelaku Usaha melalui sistem OSS
g. Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada
Kementerian Kesehatan melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang
terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak
diterimanya hasil evaluasi
h. Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian
Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat
Distribusi Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS
i. Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan
Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi
j. Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak
memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian
Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

Pasal 58

a. Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan
perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Sertifikat
Distribusi Cabang Farmasi
b. Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling lama 4 (empat) tahun
c. Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku
Usaha melalui sistem OSS menyampaikan data apoteker penanggung jawab,
yang meliputi Kartu Tanda Penduduk, ijazah, STRA, surat pernyataan
sanggup bekerja penuh waktu, dan surat perjanjian kerja sama apoteker
penanggung jawab dengan Pelaku Usaha

12
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

d. Pemerintah Daerah provinsi melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3


(tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
e. Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan,
Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen
Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem
OSS
f. Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat
perbaikan, Pemerintah Daerah provinsi menyampaikan hasil evaluasi kepada
Pelaku Usaha melalui sistem OSS
g. Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada
Pemerintah Daerah provinsi melalui sistem OSS paling lama 10 (sepuluh)
Hari sejak diterimanya hasil evaluasi
h. Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Pemerintah
Daerah provinsi menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat
Distribusi Cabang Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS
i. Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Cabang
Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan
pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Cabang Farmasi
j. Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak
memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah
Daerah provinsi menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.

II.1.6. Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pedagang Besar Farmasi (PBF)


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30
tahun 2017 Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi pada pasal 13
menyatakan bahwa Pedagang Besar Farmasi (PBF) memiliki izin untuk
menyelenggarakan kegiataan antara lain:
1. PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan
menyalurkan obat dan atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu
yang ditetapkan oleh Menteri

13
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

2. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan atau
sesama PBF
3. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi,
sesama PBF dan atau melalui importasi
4. Pengadaan bahan obat melalui importasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
5. PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan atau bahan obat
dari PBF pusat atau PBF Cabang lain yang ditunjuk oleh PBF pusatnya
6. PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau bahan obat
harus berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker penanggung
jawab dengan mencantumkan nomor SIPA.
II.1.7. Tata Cara Penyaluran
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 Tahun 2017 Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi, pada pasal 17 menyatakan bahwa dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya PBF juga diberikan larangan oleh pemerintah
yaitu:

1. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara
eceran
2. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep
dokter.

Peraturan Menteri Kesehatan diatas juga menjelaskan tentang penyaluran


perbekalan farmasi di Pedagang Besar Farmasi ataupun Pedagang Besar Farmasi
Cabang yang memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a. Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Cabang hanya dapat
menyalurkan obat kepada Pedagang Besar Farmasi atau Pedagang Besar
Farmasi Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Fasilitas pelayanan kefarmasian yang
dimaksud meliputi : apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas,
klinik atau toko obat.

14
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

b. Pedagang Besar Farmasi Cabang hanya dapat Menyalurkan obat dan bahan
obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, untuk memnuhi kebutuhan pemerintah.
c. Pedagang Besar Farmasi Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau
bahan obat di wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana pada ayat (1), Pedagang Besar Farmasi
Cabang dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat diwilayah provinsi
terdekat untuk dan atas nama Pedagang Besar Farmasi Pusat yang
dibuktikan dengan Surat Penugasan/penunjukkan yang disahkan oleh
Dinkes Provinsi.
d. Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Cabang hanya
melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat
pesanan yang ditandatangani Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau
Apoteker Penanggung Jawab (APJ).
e. Pedagang Besar Farmasi atau Pedagang Besar Farmasi Cabang hanya
dapat menyalurkan bahan obat kepada industri farmasi, Pedagang Besar
Framasi B dan Pedagang Besar Farmasi Cabang lain, apotek, instalasi
farmasi rumah sakit dan lembaga ilmu pengetahuan.
f. Pedagang Besar Farmasi atau Pedagang Besar Farmasi Cabang hanya
melaksanakan penyaluran obat berdasarkan surat pesanan yang
ditandatangani apoteker pengelola apotek, apoteker penanggung jawab,
atau tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat dengan
mencantumkan nomor Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA), atau Surat Izin
Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK)

II.1.8. Gudang di Pedagang Besar Farmasi (PBF)


Syarat dan ketentuan gudang PBF menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi
adalah:

a. Gudang dan kantor Pedagang Besar Farmasi atau Pedagang Besar Farmasi
Cabang dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan syarat tidak

15
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

mengurangi efektivitas pengawasan intern oleh Direksi/Pengurus dan


Penanggung jawab.
b. Dalam hal gudang dan kantor Pedagang Besar Farmasi atau Pedagang
Besar Farmasi Cabang berada dalam lokasi yang terpisah maka pada
gudang tersebut harus memiliki Apoteker.
c. Permohonan penambahan gudang Pedagang Besar Farmasi diajukan
secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Dinkes
Provinsi, Kepala Badan, dan Kepala Balai POM dengan mencantumkan:
1) Alamat kantor PBF Pusat
2) Alamat gudang pusat dan gudang tambahan
3) Nama apoteker penanggung jawab pusat
4) Nama apoteker penanggung jawab gudang tambahan.

Permohonan tersebut ditandatangani oleh Direktur/Ketua dan dilengkapi


dengan persyaratan sebagai berikut:

1) Fotokopi izajah Apoteker Penanggung Jawab Pedagang Besar Farmasi


2) Fotokopi surat tanda registrasi apoteker calon penanggung jawab gudang
tambahan
3) Surat pernyataan kesediaan bekerja penuh apoteker penanggung jawab
4) Surat bukti penguasaan bangunan dan Gudang
5) Peta lokasi dan denah bangunan gudang tambahan
6) Permohonan penambahan gudang Pedagang Besar Farmasi Cabang
diajukan secara tertulis Kepada Kepala Dinkes Provinsi dengan mengikuti
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
7) Permohonan perubahan gudang Pedagang Besar Farmasi diajukan secara
tertulis kepada Direktur Jendral dengan tembusan Kepala Dinkes Provinsi,
Kepala Badan dan Kepala Balai POM dengan mencantumkan:
a) Alamat kantor Pedagang Besar Farmasi Pusat
b) Alamat gudang
c) Nama apoteker penanggung jawab
8) Permohonan ditandatangani oleh direktur/ketua dan dilengkapi dengan
persyaratan sebagai berikut:

16
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

a) Fotokopi izin Pedagang Besar Farmasi dan


b) Peta lokasi dan denah bangunan gudang
9) Permohonan perubahan gudang Pedagang Besar Farmasi Cabang diajukan
secara tertulis kepada Kepala Dinkes Provinsi dengan mengikuti ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

II.1.9. Pelaporan di Pedagang Besar Farmasi (PBF)


Selama menjalankan kegiatannya PBF wajib memberikan laporan secara
rutin dan berkala kepada pihak yang berwenang seperti yang disebutkan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan No. 34 tahun 2014 tentang Pedagang Besar Farmasi
yang tercantum pada Bab V diantaranya:

1. Setiap PBF dan cabangnya wajib menyampaikan laporan kegiatan setiap 3


(tiga) bulan sekali meliputi kegiatan penerimaan dan penyaluran obat dan
atau bahan obat kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai POM
2. Selain laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur
Jenderal setiapsaat dapat meminta laporan kegiatan penerimaan dan
penyaluran obat dan atau bahanobat
3. Setiap PBF dan PBF Cabang yang menyalurkan narkotika dan psikotropika
wajib menyampaikan laporan bulanan penyaluran narkotika dan psikotropika
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
4. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan
secara elektronik dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi
5. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) setiap saat harus dapat
diperiksa oleh petugas yang berwenang.

II.2. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)


II.2.1 Pengertian CDOB
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 tahun 2019 Tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik, yang dimaksud dengan Cara
Distribusi Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat CDOB adalah cara
distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu
sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan

17
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

penggunaannya. Peadagang Besar Farmasi harus memiliki sertifikat CDOB sesuai


Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2019
Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik.
Prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku untuk aspek
pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian obat dan/atau
bahan obat dalam rantai distribusi. Semua pihak yang terlibat dalam distribusi
obat dan/atau bahan obat bertanggungjawab untuk memastikan mutu obat
dan/atau bahan obat dan mempertahankan integritas rantai distribusi selama
proses distribusi. Prinsip-prinsip CDOB berlaku juga untuk obat donasi, baku
pembanding dan obat uji klinis (CDOB, 2019).
Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan prinsip
kehati-hatian (due diligence) dengan mematuhi prinsip CDOB, misalnya dalam
prosedur yang terkait dengan kemampuan telusur dan identifikasi risiko, harus ada
kerja sama antara semua pihak termasuk pemerintah, bea dan cukai, lembaga
penegak hukum, pihak yang berwenang, industri farmasi, fasilitas distribusi dan
pihak yang bertanggung jawab untuk penyediaan obat, memastikan mutu dan
keamanan obat serta mencegah paparan obat palsu terhadap pasien (CDOB, 2019)

Pedoman teknis CDOB meliputi :


II.2.2 Manajemen Mutu
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup
tanggung jawab, proses dan langkah manajemen resiko terkait dengan kegiatan
yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat
danatau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses
distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara
sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang
bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus merupakan
tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi membutuhkan
kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen
manajemen puncak (CDOB, 2019)
Sistem pengelolaan mutu harus mencakup struktur organisasi, prosedur,
proses, dan sumber daya, serta kegiatan yang diperlukan untuk memastikan bahwa

18
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

obat danatau bahan obat yang dikirim tidak tercemar selama penyimpanan
danatau transportasi. Totalitas dari tindakan ini digambarkan sebagai sistem mutu.
Dalam suatu organisasi, pemastian mutu berfungsi sebagai alat manajemen. Harus
ada kebijakan mutu terdokumentasi yang menguraikan maksud keseluruhan dan
persyaratan fasilitas distribusi yang berkaitan dengan mutu. Sistem mutu harus
memastikan bahwa :
a. Obat dan atau bahan obat yang diperoleh, disimpan, disediakan,
dikirimkan, atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan
CDOB.
b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas.
c. Obat dan atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam
jangka waktu yang sesuai.
d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut
dilakukan.
e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan
didokumentasikan dan diselidiki.
f. Tindakan perbaikan dan pencegahan Corective And Preventife (CAPA)
yang tepat diambil untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya
penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen resiko mutu (CDOB,
2019)
II.2.2. Organisasi, Manajemen, dan Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik dan
distribusi obat yang benar sangat bergantung pada personil yang
berkompeten.Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua personil
harus ditetapkan dengan jelas dan mudah di pahami. Tiap personil tidak dibebani
dengan tanggung jawab yang berlebih, harus sesuai dengan kualifikasi
kemampuan dan harus tersedia aturan untuk memastikan bahwa manajemen dan
personil tidak mempunyai konflik kepentingan dalam aspek komersial,politik,
keuangan dan tekanan lain yang dapat berpengaruh terhadap mutu pelayanan atau
integritas obat dan atau bahan obat. Dalam melaksanakan tugasnya setiap personil
harus memahami prosedur keselamatan yang berkaitan dengan semua aspek
kerjanya (CDOB, 2019)

19
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan


kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan.Di samping itu, telah memiliki
pengetahuan dan mengikuti pelatihan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat dan atau bahan obat, deteksi dan
pencegahan masuknya obat dan atau bahan obat palsu kedalam rantai distribusi.
Tanggung jawab Apoteker antara lain :

a. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan system


manajemen mutu;
b. Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta
menjaga akurasi dan mutu dokumentasi;
c. Menyusun dan atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan
lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam
kegiatan distribusi;
d. Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan
penarikan obat dan atau bahan obat;
e. Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif;
f. Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan
pelanggan;
g. Meluluskan obat dan atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan
ke dalam stock obat dan atau bahan obat yang memenuhi syarat jual;
h. Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab
masing-masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan atau
transportasi obat dan atau bahan obat;
i. Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan
tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan;
j. Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian
yang telah mendapatkan persetujuan dari instansi berwenang ketika
sedang tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan
menyimpan dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang
dilakukan;

20
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

k. Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkarantina


atau memusnahkan obat dan atau bahan obat kembalian, rusak, hasil
penarikan kembali atau diduga palsu;
l. Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat
dan atau bahan obat tertentu sesuai peraturan perundang-undangan.

Personil yang kompeten harus tersedia dalam jumlah yang memadai di setiap
kegiatan yang dilakukan di rantai distribusi, untuk memastikan bahwa mutu obat
dan atau bahan obat tetap terjaga, personil harus menjalankan prosedur kesehatan,
hygiene dan keselamatan (safety shoes, safety helmet, dan lainnya).

Semua personil harus memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dalam


CDOB dengan mengikuti pelatihan dan memiliki kompetensi sebelum memulai
tugas, berdasarkan suatu prosedur tertulis dan sesuai dengan program pelatihan
termasuk keselamatan kerja. Penanggung jawab juga harus menjaga
kompetensinya dalam CDOB melalui pelatihan rutin berkala.

Pelatihan personil harus mencakup aspek identifikasi dan menghindari obat


dan atau bahan obat palsu memasuki rantai distribusi. Pelatihan khusus harus
diberikan kepada personil yang menangani obat dan atau bahan obat yang
memerlukan persyaratan penanganan yang lebih ketat seperti obat dan atau bahan
obat berbahaya, bahan radioaktif, narkotika, psikotropika, rentan untuk
disalahgunakan dan sensitif terhadap suhu. Semua dokumentasi pelatihan harus
disimpan, dan efektivitas pelatihan harus dievaluasi secara berkala dan
didokumentasikan (CDOB, 2019)

II.2.3. Bangunan dan Peralatan


Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk menjamin
perlindungan dan distribusi obat dan atau bahan obat.
a. Bangunan

21
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

1) Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa


kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan.
2) Jika bangunan bukan milik sendiri harus tersedia kontrak tertulis dan
pengelolaan bangunan tersebut harus menjadi tanggung jawab dari fasilitas
distribusi.
3) Harus tersedia kondisi penyimpanan khusus untuk obat dan atau bahan
obat yang mmbutuhkan penanganan dan kewenangan khusus sesuai
dengan peraturan perundang undangan (misalnya narkotika).
4) Area penerimaan, penyimpanan dan pengiriman harus terpisah terlindung
dari kondisi cuaca dan harus didesain dengan baik serta dilengkapi dengan
peralatan yang memadai.
5) Harus tersedia prosedur tertulis yang mengatur personil.
6) Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah
dan debu.
7) Bangunan dan fasilitas harus dirancang dan dilengkapi sehingga
memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat
atau hewan lain (CDOB, 2019)

b. Peralatan
1) Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan
obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti
termometer, genset, chiller dan cold room.
2) Memiliki sistem komputerisasi yang sebelum dipakai dilakukan pengujian
secara menyeleuruh untuk memastikan kemampuannya dan memberikan
hasil yang diinginkan, data dilindungi dengan melakukan back up dan
disimpan selama tidak kurang dari 3 tahun.
3) Memiliki alat untuk mengontrol pengendalian lingkungan dan suhu agar
terhindar dari faktor resiko perbedaan suhu dari suhu yang seharusnya dan
kelembaban bangunan atau lingkungan penyimpanan.
4) Peralatan harus terkalibrasi.

22
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

5) Dokumentasi yang memadai untuk kegiatan perbaikan, pemeliharaan dan


kalibrasi peralatan utama harus dibuat dan disimpan.
6) Kualifikasi dan validasi. Fasilitas distribusi harus menetapkan kualifikasi
dan validasi yang diperlukan untuk pengendalian kegiatan distribusi.
Kegiatan validasi harus direncanakan dan didokumentasikan. Laporan dan
bukti pelaksanaan validasi harus dibuat dan disetujui oleh personil yang
berwenang (CDOB, 2019)

II.2.4. Operasional

Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat


memastikan bahwa identitas obat danatau bahan obat tidak hilang dan
distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan.
Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia
untuk memastikan bahwa sumber obat danatau bahan obat yang diterima berasal
dari industri farmasi danatau fasilitas distribusi lain yang mempunyai izin sesuai
peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan resiko obat dan atau bahan
obat palsu memasuki rantai distribusi resmi (CDOB, 2019).
Fasilitas distribusi harus melakukan pengkajian guna memastikan calon
pemasok tersebut sesuai, kompeten dan dapat dipercaya sebelum memulai
kerjasama dengan pemasok baru. Kualifikasi harus dilakukan tepat sebelum
pengadaan dilaksanakan. Pemilihan pemasok, termasuk kualifikasi dan
persetujuan penunjukannya, merupakan hal operasional yang penting. Pemilihan
pemasok harus dikendalikan dengan prosedur tertulis dan hasilnya di
dokumentasikan serta diperiksa ulang secara berkala (CDOB, 2019).
Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa obat dan atau bahan obat
hanya disalurkan kepada pihak yang berhak atau berwenang untuk menyerahkan
obat ke masyarakat. Fasilitas distribusi juga harus memastikan bahwa proses
pengiriman, penyimpanan, pemisahan obat dan/atau bahan obat, pemusnahan obat
dan/atau bahan obat, pengambilan, pengemasan, pengiriman, ekspor dan impor
telah terlaksana dengan baik dan sesuai dengan prosedurnya (CDOB, 2019).

23
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

II.2.5. Inspeksi Diri

Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan


kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-
langkah perbaikan yang diperlukan :
a. Harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup
semua aspek CDOB dan kepatuhan terhadap pelaksanaannya.
b. Harus dilakukan dengan cara independen dan rinci oleh personil yang
ditunjuk oleh perusahaan
c. Audit terhadap kegiatan yang disubkontrakkan harus menjadi bagian
inspeksi diri.
d. Semua pelaksanaan inspeksi harus dicatat. Jika ditemukan penyimpangan
maka penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat Corective And
Preventife Action (CAPA). Corective And Preventife Action (CAPA)
harus didokumentasikan dan ditindak lanjuti (CDOB, 2019).
II.2.6. Keluhan, Obat dan atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan
Penarikan Kembali
Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan atau bahan obat yang
berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai dengan prosedur
tertulis. Dokumentasi harus tersedia untuk setiap proses penanganan keluhan
termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak
yang berwenang. Prosedur tertulis harus tersedia di tempat untuk penanganan
keluhan. Keluhan antara tentang kualitas obat dan atau bahan obat dan keluhan
yang berkaitan dengan distribusi harus dibedakan. Keluhan tentang kualitas obat
dan/atau bahan obat harus diberitahukan sesegera mungkin kepada industri
farmasi dan atau pemegang izin edar (CDOB, 2019).
Prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaan obat dan/atau bahan
obat kembalian memperhatikan hal berikut ini :
a. Penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan surat
pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan. b. Jumlah dan
identifikasi obat dan/atau bahan obat kembalian harus dicatat dalam
catatan penerimaan dan pengembalian barang. Obat dan/atau bahan obat

24
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

kembalian harus disimpan terpisah dari obat dan/atau bahan obat yang
memenuhi syarat jual dan dalam area terkunci serta diberi label yang jelas
sampai ada keputusan tindak lanjut. Penilaian yang diperlukan dan
keputusan mengenai status obat dan/atau bahan obat tersebut harus
dilakukan oleh personil yang berwenang. Persyaratan obat dan/atau bahan
obat yang layak dijual kembali antara lain jika :
a. Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang
memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan.
b. Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan
penyimpanan ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan.
c. Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh
penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten, dan
berwenang.
d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran
asal usul obat dan atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau
bahan obat untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat
kembalian tersebut bukan obat dan/atau bahan obat palsu.
Untuk penanganan dan penerimaan obat dan/atau bahan obat diduga palsu,
harus tersedia prosedur tertulis. Fasilitas distribusi harus segera melaporkan obat
dan/atau bahan obat diduga palsu kepada instansi yang berwenang, industri
farmasi dan atau pemegang izin edar. Setiap obat dan/atau bahan obat diduga
palsu harus dikarantina di ruang terpisah terkunci, dan diberi label yang jelas.
Penyalurannya harus dihentikan, dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang
berwenang. Semua kegiatan tersebut harus terdokumentasi (CDOB, 2019).
Penanganan obat dan/atau bahan obat yang ditarik kembali yaitu obat
dan/atau bahan obat harus ditempatkan secara terpisah, aman, dan terkunci serta
diberi label yang jelas. Proses penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang ditarik
harus sesuai dengan persyaratan penyimpanan sampai ditindak lanjuti.
Perkembangan proses penarikan obat dan/atau bahan obat harus
didokumentasikan dan dilaporkan, serta dibuat laporan akhir setelah selesai
penarikan, termasuk rekonsiliasi antara jumlah yang dikirim dan dikembalikan.
Semua dokumen penarikan obat dan/atau bahan obat harus didokumentasikan

25
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

oleh penanggung jawab sesuai kewenangan yang tercantum pada uraian tugas
(CDOB, 2019).
II.2.7. Transportasi
Selama proses transportasi harus diterapkan metode transportasi yang
memadai. Obat dan atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan
sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus
digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara, atau kombinasi di
atas. Metode transportasi yang dipilih harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau
bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat
mengurangi mutu (CDOB, 2019).
Obat dan/atau bahan obat yang memerlukan kondisi khusus selama
transportasi (misalnya suhu dan kelembaban), industri farmasi harus
mencantumkan kondisi khusus tersebut pada penandaan dan dimonitor serta
dicatat. Transportasi dan penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang
mengandung zat berbahaya lainnya yang dapat menimbulkan resiko khusus dalam
hal penyalahgunaan, kebakaran atau ledakan (cairan mudah terbakar/menyala,
padatan dan gas bertekanan) harus disimpan dalam area terpisah dan aman, dan
diangkut dalam kontainer dan kendaraan yang aman, dengan desain yang sesuai.
Transportasi harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan di tingkat nasional dan kesepakatan internasional (CDOB, 2019).
Transportasi harus tersedia sistem kontrol suhu yang tervalidasi (misalnya
kemasan termal, kontainer yang suhunya dikontrol, dan kendaraan berpendingin)
untuk memastikan kondisi transportasi yang benar dipertahankan antara fasilitas
distribusi dan pelanggan. Pelanggan harus mendapatkan data suhu pada saat serah
terima obat dan/atau bahan obat.Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh
dokumen data suhu untuk menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan obat tetap
dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi
(CDOB, 2019).
II.2.8. Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak
Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat
dan mutu obat dan/atau bahan obat yaitu kontrak antar fasilitas distribusi dan
kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain

26
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya.


Cakupan kegiatan kontrak :
a. Kontrak antar fasilitas distribusi
Kontrak antara fasilitas distribusi denganpenyedia jasa antara lain transportasi,
pengendalian hama, pergudangan, kebersihan dan sebagainya.
b. Pemberi Kontrak
Pemberi kontrak memberi informasi tertulis tentang pelaksanaan kontrak.Pemberi
kontrak bertanggung jawab atas semua aspek dan menilai kompetensi kerja yang
dikontrakan dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kerja terhadap
prinsip dan pedoman CDOB.
c. Penerima Kontrak
Penerima kontrak memiliki tempat, personil yang kompeten, peralatan,
pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang diberikan sesuai
dengan persyaratan CDOB.Penerima kontrak wajib melaporkan kejadian apapun
yang dapat mempengaruhi mutu obat dan/atau bahan obat (CDOB, 2019).
Semua kegiatan kontrak harus tertulis antara pemberi kontrak dan penerima
kontrak serta setiap kegiatan harus sesuai dengan persyaratan CDOB. Di dalam
persyaratan kontrak harus mencakup antara lain :
a. Penanganan kehilangan/kerusakan selama pengiriman dan dalam kondisi
tidak terduga.
b. Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat dan atau bahan
obat jika terjadi kerusakan selama pengiriman dengan menyertakan berita
acara kerusakan.
c. Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak wajib melaporkan
kepada pihak kepolisian dan pemberi kontrak.
d. Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap penerima kontrak setiap
saat.
Dokumen kontrak harus dapat ditunjukkan kepada petugas yang berwenang pada
saat pemeriksaan (CDOB, 2019).
II.2.9. Dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem manajemen mutu.
Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan

27
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah bets, instruksi, prosedur.
Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain
yang terkait dengan pemastian mutu. Dokumen harus disimpan minimal 3 tahun,
harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Dokumen
distribusi harus mencakup informasi tanggal, nama obat dan atau bahan obat,
nomor bets, tanggal kedaluwarsa, jumlah yang diterima/disalurkan, nama dan
alamat pemasok atau pelanggan (CDOB, 2019).

28
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

BAB III TINJAUAN KHUSUS PEDAGANG BESAR FARMASI


MILLENIUM PHARMACON INTERNATIONAL (MPI)

III.1. Lokasi dan Bangunan Pedagang Besar Farmasi Millenium Pharmacon


International (MPI)
Lokasi PT. Millenium Pharmacon International, Tbk Cabang Bandung beralamat
di Jl. Jendral Sudirman No. 656 Kota Bandung. Bangunan terdiri dari Office dan Logistik.
Logistik terdiri dari beberapa bagian diantaranya Alat Kesehatan, PPO (Psikotropika,
Prekursor dan Obat-Obat Tertentu), Injeksi, Masterbox dan Eceran.

III.2. Profil Pedagang Besar Farmasi Millenium Pharmacon International (MPI)

Millennium Pharmacon International Tbk adalah perusahaan swasta independen terbesar


di International, sebagai distributor produk farmasi, suplemen - suplemen makanan dan
produk diagnostik. Perusahaan ini memiliki 33 kantor cabang, 5 sub distributor, 3 gudang
pooling dan 15 lokasi penjualan di seluruh International.
Millennium Pharmacon International Tbk merupakan PBF multi distribusi yaitu PBF
yang mendistribusikan produk dari 27 prinsipal obat dan 3 prinsipal alat kesehatan
dengan total produk 1.300 item produk. Produk obat yang didistribusikan terdiri dari obat
dengan bentuk sediaan solid, semi solid dan liquid, obat dengan penanganan khusus yaitu
produk rantai dingin, obat dengan pengawasan khusus yatu obat psikotropika, precursor
dan obat-obat tertentu. Produk alat kesehatan yang didistribusikan terdiri dari alat
kesehatan diagnosis in vitro, alat kesehatan non steril non elektromedik dan alat
kesehatan steril elektromedik.

III.3 Visi & Misi


a. Visi
Menjadi perusahaan distribusi yang paling efisien dan efektif di International dengan
memberikan nilai tambah kepada para pelanggan dan principal.
b. Misi
Menyediakan produk kesehatan dan pelayanan yang terbaik ke seluruh wilayah
nusantara.

29
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

III.4 Struktur Organisasi Millenium Pharmacon International (MPI)

a. Komisaris Utama dan Komisaris Independen :


1) Izzat bin Othman
b. Komisaris dan Komisaris Independen :
1). Dr. Nyoman Kumara Rai Komisaris/Commissioners

2). Norai’ni binti Mohamed Ali


3). Mohamed Iqbal bin Abdul Rahman
c. Direktur Utama/President Director :
1) Mohamad Muhazni bin Mukhtar
d. Direktur/Directors :
1). Ahmad bin Abu Bakar
2). Glenn Rahayu Adli Ariff
e. Ketua/Chairman :
1). Dr. Nyoman Kumara Rai
f. Anggota/Members :
1) Paulino Taylor
2) Muhammad Rusjdi
Komite Nominasi dan Remunerasi/ The Nomination and Remuneration

30
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Committee

31
a. Ketua/Chairman :
1) Izzat bin Othman
b. Anggota/Members :
1) Norai’ni binti Mohamed Ali
2) Mohamed Iqbal bin Abdul Rahman
Komite Manajemen Resiko/The Risk Management Committee
a. Ketua/Chairman :
1). Izzat bin Othman
b. Anggota/Members :
1) Norai’ni binti Mohamed Ali
2) Mohamed Iqbal bin Abdul Rahman
3) Mohamad Muhazni bin Mukhtar
4) Ahmad bin Abu Bakar
5) Glenn Rahayu Adli Ariff
c. Kesekretarisan/Secretarial
Sekretaris Perusahaan/ Corporate
Secretary

III.5 Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker

Wewenang dan tanggung jawab Apoteker yaitu sebagai berikut :


1. Menandatangani faktur dan surat pesanan barang
2. Mengarsipkan faktur dan surat pesanan lalu diurutkan berdasarkan
tanggal dan pastikan semua faktur telah sesuai, khususnya untuk surat
pesanan psikotropika yang disimpan ditempat terpisah dari faktur
lainnya agar memudahkan pemeriksaan.
3. Membuat surat pesanan psikotropika yang ditujukkan ke kantor pusat
4. Memastikan penerimaan dan penyimpanan produk psikotropika telah
sesuai
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

5. Mengetahui setiap kegiatan pemesanan dalam jumlah besar biasanya


untuk pemesanan obat dan alat kesehatan lalu menandatangani faktur
penjualan
6. Mengetahui/menandatangani dokumen gudang (keluar/masuk barang)
7. Mengecek produk antara fisik dengan kartu stok dan stok komputer
8. Mengecek suhu baik chiller, cool room maupun ruangan lainnya
9. Membuat laporan PPO (psikotropika, prekursor dan obat-obat tertentu)
setiap bulan
10. Membuat laporan dinamika obat dilakukan setiap 3 bulan sekali
(laporan triwulan)
11. Mengetahui/menandatangani berita acara pemusnahan
12. Mengecek dokumen pelanggan baru

III.6. Tugas & Fungsi PT. Millenium Pharmacon International


Fungsi dari Pedagang Besar Farmasi PT. Millennium Pharmacon
International yaitu sebagai sarana distribusi obat dan alat kesehatan.
Pelayanan penyaluran obat dan alat kesehatan dapat disalurkan kepada
Pedagang Besar Farmasi lain dan fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai
peraturan perundang-undangan. Selain itu PT. Millennium Pharmacon
International berfungsi sebagai aset kekayaan nasional, lapangan pekerjaan
dan sebagai tempat pendidikan serta pelatihan. Tugas PT. Millennium
Pharmacon International sebagai Pedagang Besar Farmasi yaitu
mengadakan, menyimpan, dan menyalurkan obat dan alat kesehatan yang
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam
melaksanakan tugas tersebut Millennium Pharmacon International sudah
mengacu pada CDOB

III.7 Persyaratan Pendirian Pedagang Besar Farmasi PT. Millennium


Pharmacon International

Dalam pendirian PBF PT. Millennium Pharmacon International


persyaratan yang disiapkan seperti persyaratan yang tertulis pada Peraturan

33
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2017 pasal 4 ayat (1) yang menyebutkan
bahwa persyaratan pendirian PBF adalah sebagai berikut :
a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
c. Memiliki secara tetap Apoteker Warga Negara Indonesia sebagai
penanggung jawab.
d. Komisaris atau Dewan pengawas dan Direksi atau Pengurus tidak
pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir.
e. Mempunyai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat
melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat
menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Pedagang Besar Farmasi.
f. Mempunyai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan
yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain
sesuai pedoman CDOB (Annual Report PT. MPI, 2018).

III.8 Tata Cara Penyaluran Perbekalan Farmasi Pedagang Besar Farmasi


PT. Millennium Pharmacon International
Penyaluran dilakukan di beberapa wilayah, yaitu dalam kota dan luar kota. MPI
mempunyai 33 cabang. PT. Millennium Pharmacon International
mendistribusikan obat jadi, alkes, obat prekursor, obat tertentu, psikotropika.
Produk yg disalurkan ada 33 principal 4 terbesarnya yaitu PT. Metro, Guardian,
Gracia, dan Lapi Laboratories. Alur distribusi untuk farma mengikuti ketentuan
CDOB yang dimana secara garis besar mencakup perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, dan pendistribusian di PT. Millennium Pharmacon International
sendiri untuk perencanaan sudah menggunakan data yang ditarik dari sistem
oracle dari data tersebut akan didapat jumlah yang harus dipesan dari setiap item
produk yang nantinya akan dijadikan bahan jumlah permintaan pada proses
permintaan ke pusat dalam proses pengadaan cabang.

III.9 Kegiatan Distribusi PT. Millennium Pharmacon International

34
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Kegiatan distribusi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk


menyalurkan obat kepada pemesan yang sah dan tepat. Adapun kegiatan
Distribusinya yaitu :
1. Pengadaan
Kegiatan pengadaan meliputi :
a. Pemesanan Barang
Proses pengadaan dilakukan dengan tujuan untuk menjaga dan
menjamin stok barang yang ada di gudang masih mencukupi dalam proses
pemenuhan pelayanan kesehatan kepada konsumen. Dalam proses
pengadaan, terdapat supervisor stock yang bertanggung jawab untuk
mengontrol stok ketersediaan barang dengan bantuan system oracle
supervisor stock membuat permintaan barang dengan mengajukan dokumen
ASR (Additional Stock Request) ke PBF pusat. Apoteker penanggung
jawab beserta kepala cabang menandatangani surat pesanan barang. Adapun
prosedurnya yaitu :
a. Supervisor stock melakukan cek rutin stok barang dicabang.
b. Dari system oracle ditarik data pendukung ASR, yang dimana data
pendukung ASR ini diolah kembali oleh supervisor stock untuk
produk obat regular dan untuk obat psikotropika, prekursor dan OOT
pendukung ASR dikelola oleh apoteker penanggung jawab. Adapun
kegiatan pengecekan Perlengkapan pengadaan barang yang harus
diperhatikan yaitu :
1) Estimasi pesanan barang. Sebelum membuat pesanan barang harus
membuat perkiraan pemesanan barang gunanya menentukan
seberapa banyak kita menjual, dan menentukan jumlah stok bulan
berikutnya dan juga untuk menghindari terjadinya penumpukan
barang
2) Surat pesanan. Surat ini dibuat berdasarkan estimasi pesanan yang
sudah disetujui oleh semua pihak, surat pesanan ini dibagi atas dua
macam:
a. Surat pesanan psikotropika. Surat ini berisikan nama dan
jumlah pesanan obat psikotropika periode tertentu.

35
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

b. Surat pesanan obat bebas dan obat keras, ini berisikan nama
dan jumlah obat bebas dan obat keras untuk periode tertentu,
surat pesan obat bebas dan obat keras dapat digabungkan.
Perbedaan dari surat pesanan di atas yaitu :
 Jenis surat pesanan.
 Lembaran surat pesanan.
c. Setelah data pendukung ASR diolah, maka dibuat ASR.
d. Data ASR akan di scan dan di TTD oleh apoteker penanggung
jawab, lalu dikirimkan ke PBF pusat, untuk produk
psikotropika, prekursor dan OOT, ASR dibuatkan Surat
Pesanan.
e. Setelah dikirim ke pusat, dibuatkan purcashing Order oleh
bagian pusat yang akan diterima oleh principal.
f. Muncul Delivery Order untuk pengiriman produk ke pusat.
g. Produk sampai di pusat dibuatkan Nota Alokasi oleh pusat, lalu
dikirim ke cabang Bandung melalui mobil pooling.
h. Warehouseman akan memproses barang yang diterima untuk
dimasukkan ke gudang sesuai prosedur yang berlaku.
i. Proses pengadaan barang selesai.
Obat golongan psikotropika, prekursor dan OOT surat pesanannya dibuat
terpisah sementara surat pesanan obat keras bisa digabung dengan surat pesanan
obat bebas.

b. Penerimaan Barang
Dalam proses penerimaan barang, obat yang diterima sesuai
dengan obat yang dipesan, produk obat dalam keadaan baik, setelah itu
dilakukan pemeriksaan pada waktu obat diterima dengan menggunakan
checklist penerimaan barang yang telah disiapkan untuk masing-masing
jenis produk, antara lain mengenai jumlah barang, keadaan barang yang
mencakup cek fisik yaitu kecocokkan antara faktur dengan fisisk kemasan,
jumlah obat, keadaan obat, dan tanggal expired date, nomor batch dan
nomor izin edar. Barang yang telah masuk dicek, diperiksa, disimpan,dan

36
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

disusun rapi dalam gudang, sesuai dengan letaknya. Apabila terjadi


kekurangan untuk kekeliruan dari pengirim barang tersebut, bagian
penerimaan dengan apoteker penanggung jawab harus segera
mengkorfirmasikan kepada pabrik melalui SPV Stock dan pusat. Secara
umum prosedur penerimaan produk dibagi menjadi :
 Produk regular:
 Ka-Gudang menugaskan checker gudang untuk melakukan
pemeriksaan terhadap dokumen pengiriman.
 Bila terdapat ketidaksesuaian baik dokumen, maka checker akan
melaporkan ke Ka-Gudang dan membuat berita acara penolakan.
 Bila didalam pemeriksaan tersebut dokumen lengkap dan sesuai
tujuan cabang, maka dilakukan pembongkaran produk oleh petugas
pengirim barang.
 Checker bersama Apoteker Penangung Jawab melakukan
pengecekkan produk, meliputi Jumlah produk, sesuai atau tidak
dengan Nota Alokasi, Segel kemasan, Nama produk, Jumlah
produk, Nomor batch, Nomor izin edar (NIE), Expired date dan
Kondisi fisik.
 Bila tidak sesuai antara Nota Alokasi dengan kondisi produk maka:
 Checker gudang melaporkan ke Ka-Gudang dan membuat
berita acara penolakan
 Apoteker Penanggung Jawab atau supervisor stock membuat
konfirmasi informasi awal ke PBF pusat, ketika ditemukan
produk yang tidak sesuai dengan yang disyaratkan.
 Untuk produk yang sesuai dengan yang disyaratkan, checker
gudang meletakkan produk di ruang penerimaan barang
sementara.
 Nota Alokasi produk yang diterima di-acc oleh Ka-Gudang
dan Apoteker Penanggung Jawab.
 Apoteker Penanggung Jawab dan supervisor stock melakukan
pengalokasian produk yang baru masuk secara sistem.

37
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

 Supervisor stok melakukan pemindahan produk dari ruangan


penerimaan produk ke lokasi yang telah di tentukan baik itu di
ruang master box atau ruang produk eceran.
 Produk Psikotropika
 Ka-Gud menugaskan checker gudang untuk melakukan
pemeriksaan terhadap dokumen pengiriman, meliputi alamat tujuan
cabang.
 Bila terdapat ketidaksesuaian baik dokumen maka, checker
melaporkan ke Ka-Gudang dan membuat berita acara penolakan.
 Bila didalam pemeriksaan tersebut dokumen lengkap dan sesuai
tujuan cabang, maka dilakukan pembongkaran produk oleh petugas
pengirim barang.
 Checker bersama Apoteker Penanggung Jawab gudang melakukan
pengecekkan produk, meliputi Jumlah koli, sesuai atau tidak
dengan Nota Alokasi, Segel kemasan, Nama produk, Jumlah
produk, Expired date dan Kondisi fisik.
 Bila tidak sesuai antara Nota Alokasi dengan kondisi produk maka:
 Checker gudang melaporkan ke Supervisor Stock dan
membuat berita acara penolakan dan Apoteker Penanggung
Jawab atau supervisor stock membuat konfirmasi informasi
awal ke PBF pusat, ketika ditemukan produk yang tidak sesuai
dengan yang disyaratkan.
 Untuk produk yang sesuai dengan yang disyaratkan, checker
gudang meletakkan produk psikotropika di ruangan khusus
psikotropika.
 Nota Alokasi produk yang diterima di-acc oleh Ka-Gudang
dan Apoteker Penanggung Jawab.
 Apoteker Penanggung Jawab dan supervisor stock melakukan input
dokumen produk yang baru masuk secara system.
 Checker gudang bersama petugas khusus psikotropika memastikan
pintu ruangan khusus psikotropika dalam keadaan terkunci setelah

38
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

meletakkan dan mencatat jumlah pemasukan pada kartu stok


produk psikotropika.
1. Penyimpanan
Barang yang masuk dan telah diperiksa, disimpan dan disusun
dengan rapi pada rak-rak penyimpanan:
a. Penyimpanan dikelompokkan berdasarkan prinsipal.
b. Penyusunan dilakukan dengan sistem FIFO (First in First
out), dimana barang yang pertama masuk akan keluar lebih dahulu
dan FEFO(First expired First out).
c. Untuk obat golongan psikotropika disimpan dalam lemari dan ruangan
khusus.
d. Untuk obat berbentuk injeksi, suppossitoria dan obat yang higroskopis
disimpan dalam lemari pendingin/ ruangan dengan pengaturan suhu.
2. Penanganan Produk Retur
Langkah-langkah penanganan produk retur sebagai berikut :
a. Salesman menerima informasi retur dari pelanggan.
b. Salesman melakukan pengecekkan terhadap produk yang akan diretur,
pengecekkan produk meliputi :
 Tanggal kadaluarsa
 Nomor Batch
 Nomor izin edar
 Kondisi produk
 Kesesuaian copy faktur penjualan dengan fisik produk
Bila dalam pengecekkan kondisi produk tidak sesuai dengan
kriteria retur produk maka salesman dapat menolak retur barang atau
membuat catatan dan menginformasikan ke EDP untuk membuat usulan ke
prinsipal, karena di luar kriteria retur barang.
c. Untuk kriteria retur produk sesuai dengan usulan dari masing-masing
prinsipal.
d. Untuk jumlah produk yang sedikit salesman dapat membawa langsung
produk yang di retur.

39
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

e. Untuk jumlah retur yang banyak, salesman menginformasikan ke


supervisor stock atau apoteker penanggung jawab, untuk
pengangkutan oleh kendaraan.
f. Outlet menandatangani form retur barang.
g. Form retur barang lembar pertama atau asli di serahkan kepada outlet
sebagai tanda terima retur barang di outlet.
h. Salesman menyerahkan form retur barang kepada supervisor stock.
i. Setelah di acc oleh supervisor stock salesman, menyerahkan barang
retur ke Gudang retur.
j. Checker gudang retur memeriksa dan mencocokan fisik barang, form
retur barang dan kriteria retur.
k. Apoteker melakukan pemeriksaan kesesuaian barang.
l. Checker menempatan barang retur di dalam ruangan terkunci khusus
barang retur.
3. Pendistribusian
PBF melakukankegiatannya dalam bidang pendistribusian obat-obat
dan alat kesehatan ini dilaksanakan kepada :
a. Klinik
b. Apotek
c. Rumah sakit
d. Puskesmas
e. Toko Obat
f. PBF lain 
Jenis-jenis sediaan farmasi yang diperdagangkan di pedagang besar
farmasi MPI antara lain :
a. Obat
b. Obat tradisional
c. Alat Kesehatan
Penyaluran produk dilakukan dengan beberapa metode diantaranya :
a. Mencari orderan yang dilakukan berdasarkan oleh team salesman
PBF
b. Order by phone oleh saranan yang bersangkutan.

40
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

c. Tender
4. Penjualan
Penjualan adalah proses pemasaran obat-obatan yang telah ada di
gudang kepada konsumen (Rumah Sakit, Apotek, Toko Obat, Klinik,
Instansi Pemerintahan meliputi : RSUD atau Puskesmas, dan PBF lain)
dibuktikan dengan faktur penjualan. Dalam alur penjualan ini ada beberapa
ketentuan yang harus dipatuhi antara lain:
a. PBF dilarang menjual produk (obat) secara eceran.
b. PBF dilarang menyimpan dan menyalurkan obat-obatan golongan
narkotika tanpa izin khusus.
c. PBF tidak boleh melayani resep dokter.
d. PBF dilarang membungkus atau mengemas kembali dengan merubah
bungkus asli dari pabrik kecuali PBF bersangkutan mempunyai
laboratorium.
e. Pedagang Besar Farmasi hanya boleh menyalurkan obat keras kepada
apotek, rumah sakit, PBF lain dan instansi yang diizinkan oleh
Menteri Kesehatan.
f. PBF hanya boleh menjual obat bebas kepada toko obat yang
mempunyai izin.
g. PBF hanya boleh menjual obat bebas, obat keras, dan obat keras
tertentu kepada apotek, rumah sakit dan PBF lain.
5. Cara Pelanggan Memesan
a. Salesman
Salesman datang langsung ke outlet untuk proses pemesanan yang
biasanya.
b. Sistem Elektronik / Media Elektronik
Langsung berhubungan dengan TOS.
6. Penarikan Kembali (Recall)

Penarikan adalah proses penarikan kembali obat yang telah


diedarkan yang tidak memenuhi standar atau persyaratan keamanan, khasiat,
mutu, dan penandaan. Penarikan Obat yang tidak memenuhi standar atau
persyaratan dari peredaran dapat berupa Penarikan Wajib (mandatory recall)

41
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

yang dilaksanakan oleh Pemilik Izin Edar berdasarkan perintah Kepala


Badan atau Penarikan Sukarela (voluntary recall) yang dilaksanakan atas
prakarsa Pemilik Izin Edar obat yang bersangkutan karena diketahui obat
tersebut tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan. Adapun juga MOC
recall yaitu proses untuk memastikan bahwa proses recall berjalan baik dan
sesuai. Penarikan dilaksanakan berdasarkan:

a. Hasil sampling dan pengujian.


b. Sistem Kewaspadaan Cepat (rapid alert system).
c. Keluhan masyarakat.
d. Hasil keputusan Kepala Badan terhadap keamanan dan/atau khasiat
obat.
e. Temuan kritikal hasil inspeksi atas Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Penarikan dapat berupa penarikan terhadap 1 (satu), beberapa, atau
seluruh bets obat (Perkabpom, 2011).
7. Pemusnahan Obat
Pemusnahan dilakuan untuk mencegah beredarnya produk yang
sudah tidak layak jual beredar dan jatuh ketangan yang tidak bertanggung
jawab. Admin gudang melengkapi dan mengirim semua data ke pusat yang
menunjang terlaksananya pemusnahan yang disaksikan prinsipal yang
bersangkutan, internal audit, petugas gudang Reverse, apoteker penanggung
jawab dan saksi lainnya.Tatalaksana pemusnahan antara lain:
a. Logistik spv : identifikasi produk yang akan dimusnahkan, pisahkan
ditempat yang terkunci, beri tanda “untuk dimusnahkan”
b. Logistic spv : siapkan data produk yang akan dimusnahkan (identitas
Produk dan jumlah).
c. Logistic manager : ajukan persetujuan pemusnahan ke direksi.
d. Pemusnahan disetujui atau tidak : jika “tidak” ajukan lagi
pemusnahan ke direksi. Jika “ya” maka apakah barang dikirim ke
principal?
e. Ya : logistic spv packing dan siapkan surat pengantar barang return ke
principal : selesai.

42
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

f. Tidak : logistic spv : Tentukan lokasi pemusnahan informasikan


kepada apoteker penanggung jawab.
g. APJ : Siapkan pemberitahuan/ pengajuan pemusnahan barang. TTD
h. APJ : Kirimkan pemberitahuan/ pengajuan ke BPOM
i. Instruksi Kerja pemusnahan barang.
j. APJ : dokumentasikan proses pemusnahan, buatkan berita acara
pemusnahan barag, TTD.
k. APJ : Kirimkan copy Berita acara pemusnahan barang ke BPOM,
simpan Arsip.
8. Transportasi
Transportasi yang digunakan pada PT. Millenium Pharmacon
International untuk dalam kota menggunakan 2 mobil box dan 8 motor box.
Sedangkan untuk luar kota menggunakan 2 mobil box.

III.7. Cara Distribus Obat yang Baik Pedagang Besar Farmasi Millenium
Pharmacon International
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) harus diterapkan dalam
setiap Pedagang Besar Farmasi (PBF) sesuai dengan kebijakan pemerintah
yaitu Surat Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK 03.1.34.11.12.7542
tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik.
Standar distribusi obat yang baik diterapkan untuk memastikan bahwa
kualitas produk yang dicapai melalui CPOB dipertahankan sepanjang jalur
distribusi. Tujuan diterapkannya CDOB di setiap PBF, antara lain :
a. Menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat
diperoleh yang dibutuhkan pada saat diperlukan.
b. Terlaksananya pengamanan lalu lintas obat dan penggunaan obat tepat
sampai kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi
masyarakat dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan.
c. Menjamin keabsahan dan mutu obat, agar obat yang sampai ke tangan
konsumen adalah obat yang efektif, aman, dan dapat digunakan sesuai
dengan tujuan penggunaannya.

43
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

d. Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang


dipersyaratkan, termasuk selama transportasi.
Aspek-aspek dari CDOB/GDP meliputi:
1. Manajemen Mutu
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang
mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait
dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan
bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi
dipertahankan selama proses distribusi. Sistem mutu harus merupakan
tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi.Pencapaian
sasaran mutu merupakan tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas
distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus
didukung oleh komitmen manajemen puncak.
Pemastian mutu berfungsi sebagai alat manajemen diamanatkan
suatu sistem pengelolaan mutu harus mencakup struktur organisasi,
prosedur, proses, dan sumber daya, serta kegiatan yang diperlukan untuk
memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat yang dikirim tidak tercemar
selama penyimpanan dan/atau transportasi.
Manajemen puncak harus menunjuk penanggung jawab untuk tiap
fasilitas distribusi, yang memiliki wewenang dan tanggung jawab yang telah
ditetapkan untuk memastikan bahwa sistem mutu disusun, diterapkan dan
dipertahankan.
Sistem mutu harus memastikan bahwa :
 Obat dan/atau bahan obat yang diperoleh, disimpan, disediakan,
dikirimkan, atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan
CDOB.
 Tanggungjawab manajemen ditetapkan secara jelas.
 Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam
jangka waktu yang sesuai.
 Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut
dilakukan.

44
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

 Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan


didokumentasikan dan diselidiki.
 Tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) yang tepat diambil
untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai
dengan prinsip manajemen risiko mutu.
Manajemen mutu adalah suatu proses sistematis untuk menilai,
mengendalikan, mengkomunikasikan, dan mengkaji risiko terhadap mutu
obat dan/atau bahan obat. Hal ini dapat dilaksanakan baik secara proaktif
maupun retrospektif. Fasilitas distribusi harus melaksanakan penilaian risiko
secara berkesinambungan untuk menilai risiko yang mungkin terjadi
terhadap mutu dan integritas obat dan/atau bahan obat.Sistem mutu harus
disusun dan diterapkan untuk menangani setiap potensi risiko yang
teridentifikasi.Sistem mutu harus ditinjau ulang dan direvisi secara berkala
untuk menangani risiko baru yang teridentifikasi pada saat pengkajian
risiko.
2. Organisasi, Manajemen dan Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik
serta distribusi obat dan/atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada
personil yang menjalankannya.Harus ada personil yang cukup dan
kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab
fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami
dengan jelas dan dicatat. Harus ada struktur organisasi untuk setiap bagian
yang dilengkapi dengan bagan organisasi yang jelas.Tanggung jawab,
wewenang dan hubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan
jelas.Tugas dan tanggung jawab harus didefinisikan secara jelas dan
dipahami oleh personil yang bersangkutan serta dijabarkan dalam uraian
tugas.
Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk
penanggung jawab. Penganggung jawab harus memenuhi tanggung
jawabnya, tugas purna waktu dan memenuhi persyaratan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Penanggung jawab mempunyai uraian tugas
yang harus memuat kewenangan dalam hal pengambilan keputusan sesuai

45
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

dengan tanggung jawabnya. Manajemen fasilitas distribusi harus


memberikan kewenangan, sumber daya, dan tanggung jawab yang
diperlukan kepada penanggung jawab untuk menjalankan tugasnya.
Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi
kualifikasi dan kompetensi, sesuai peraturan perundang-undangan. Di
samping itu, telah memiliki pengetahuan dan mengikuti pelatihan CDOB
yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat dan/atau bahan obat palsu
ke dalam rantai distribusi. Penanggung jawab memiliki tanggung jawab
antara lain :
 Menyusun, memastikan, dan mempertahankan penerapan sistem
manajemen mutu.
 Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannya serta
menjaga akurasi dan mutu dokumentasi.
 Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar dan pelatihan
lanjutan mengenai CDOB untuk semua personil yang terkait dalam
kegiatan distribusi.
 Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatan
penarikan obat dan/atau bahan obat.
 Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif.
 Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok dan
pelanggan.
 Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untuk dikembalikan
ke dalam stok obat dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual.
 Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrak dan
penerima kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawab
masing-masing pihak yang berkaitan dengan distribusi dan/atau
transportasi obat dan/atau bahan obat.
 Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai program dan
tersedia tindakan perbaikan yang diperlukan.
 Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga teknis kefarmasian
yang telah mendapatkan persetujuan dari instalasi yang berwenang
ketika sedang tidak berada di tempat dalam jangka waktu tertentu dan

46
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

menyimpan dokumen yang terkait dengan setiap pendelegasian yang


dilakukan.
 Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untuk mengkaratina
atau memusnahkan obat dan/atau bahan obat kembalian, rusak, hasil
penarikan kembali atau diduga paslu.
 Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat
dan/atau bahan obat tertentu sesuai peraturan peraturan-undangan.
Semua personil harus memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan
dalam CDOB dengan mengikuti pelatihan dan memiliki kompetensi
sebelum memulai tugas, berdasarkan suatu prosedur tertulis dan sesuai
dengan program pelatihan termasuk keselamatan kerja. Penanggung jawab
juga harus menjaga kompetensinya dalam CDOB melalui pelatihan rutin
berkala.Harus diberikan pelatihan khusus kepada personil yang menangani
obat dan/atau bahan obat yang memerlukan persyaratan penanganan yang
lebih ketat seperti obat dan/atau bahan obat berbahaya, bahan radioaktif,
narkotika, psikotropika, rentan untuk disalahgunakan, dan sensitif terhadap
suhu.
Personil yang terkait dengan distribusi obat dan/atau bahan obat
harus memakai pakaian yang sesuai untuk kegiatan yang dilakukan.Personil
yang menangani obat dan/atau bahan obat berbahaya, termasuk yang
mengandung bahan yang sangat aktif (misalnya korosif, mudah meledak,
mudah menyala mudah terbakar), beracun, dapat menginfeksi atau
sensitisasi, harus dilengkapi dengan pakaian pelindung sesuai dengan
persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
3. Bangunan dan Peralatan
Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk
menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat. Hal-hal
yang harus diperhatikan yang berkaitan dengan bangunan dan peralatan,
antara lain :
 Bangunan harus dirancang dan disesuaikan untuk memastikan bahwa
kondisi penyimpanan yang baik dapat dipertahankan, mempunyai
keamanan yang memadai dan kapasitas yang cukup untuk

47
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

memungkinkan penyimpanan dan penanganan obat yang baik, dan


area penyimpanan dilengkapi dengan pencahayaan yang memadai
untuk memungkinkan semua kegiatan dilaksanakan secara akurat dan
aman.
 Harus ada area terpisah dan terkunci antara obat dan/atau bahan obat
yang menunggu keputusan lebih lanjut mengenai statusnya (ruang
karantina dan ruang reject).
 Diperlukan area penyimpanan dengan kondisi khusus untuk obat
dan/atau bahan obat yang membutuhkan penanganan dan kewenangan
khusus sesuai dengan peraturan perundang-undangan (misalnya
narkotika, bahan radioaktif, dan bahan berbahaya). Jika diperlukan
area penyimpanan dengan kondisi khusus harus dilakukan
pengendalian yang memadai untuk menjaga agar semua bagian terkait
dengan area penyimpanan berada dalam parameter suhu, kelembaban,
dan pencahayaan yang dipersyaratkan.
 Area penerimaan, penyimpanan, dan pengiriman harus terpisah,
terlindung dari kondisi cuaca dan harus didesain dengan baik serta
dilengkapi dengan peralatan yang memadai dan memiliki sistem
pencegahan yang berupa sistem alarm dan kontrol akses yang
memadai.
 Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari
sampah dan debu. Selain itu bangunan dan fasilitas harus dirancang
dan dilengkapi sehingga memberikan perlindungan terhadap
masuknya serangga, hewan pengerat atau hewan lain. Program-
program pencegahan dan pengendalian hama harus tersedia.
 Ruang istirahat, toilet, dan kantin untuk personil harus terpisah dari
area penyimpanan.
 Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau
bahan obat harus didesain, diletakkan, dan dipelihara sesuai dengan
standar yang ditetapkan serta harus ada program perawatan untuk
peralatan vital, seperti termometer, genset, dan chiller.

48
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

 Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan dan memonitor


lingkungan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus dikalibrasi.
 Sistem komputerisasi yang digunakan sebelumnya harus diuji secara
menyeluruh dan dipastikan kemampuannya memberikan hasil yang
diinginkan.
 Data harus dilindungi dengan membuat back up data secara berkala
dan teratur. Back up data harus disimpan di lokasi terpisah dan aman
selama tidak kurang dari 3 (tiga) tahun atau sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
4. Operasional
Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat
memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan
distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada
kemasan.Sebelum memulai kerjasama dengan pemasok baru, fasilitas
distribusi harus melakukan pengkajian guna memastikan calon pemasok
tersebut sesuai, kompeten dan dapat dipercaya untuk memasok obat
dan/atau bahan obat. Dalam hal ini, pendekatan berbasis risiko harus
dilakukan dengan mempertimbangkan :
 Reputasi atau tingkat keandalan serta keabsahan operasionalnya
melalui CPOB dan CDOB
 Obat dan/atau bahan obat tertentu yang rawan terhadap pemalsuan
(kemasan, sediaan)
 Penawaran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar yang
biasanya hanya tersedia dalam jumlah terbatas
 Harga yang tidak wajar
Selain pemasok, fasilitas distribusi juga harus memastikan bahwa
obat dan/atau bahan obat hanya disalurkan kepada pihak yang berhak atau
berwenang untuk menyerahkan obat ke masyarakat dengan memperhatikan
kualifikasi pelanggan. Fasilitas distribusi juga harus memastikan bahwa
proses pengiriman, penyimpanan, pemisahan obat dan/atau bahan obat,
pemusnahan obat dan/atau bahan obat, pengambilan, pengemasan,

49
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

pengiriman, ekspor dan impor telah terlaksana dengan baik dan sesuai
dengan prosedurnya.
Pengiriman barang yaitu proses pengiriman barang kepada
konsumen yang memesan barang tersebut. Pengiriman barang ini dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut: outlet mengirimkan surat pemesan ke PBF,
dimana surat pemesanan ini akan diproses oleh administrasi ekspedisi untuk
kemudian dibuat faktur dan diberikan kepada Apoteker penanggung jawab
untuk diperiksa dan ditandatangan. Setelah itu faktur akan di serahkan ke
bagian gudang dan dibagikan per rayon ekspedisi.
Eskpeditur melakukan permintaan pengeluaran barang dengan
menyerahkan faktur kepada checker. Checker inilah yang bertugas untuk
menyiapkan produk yang akan diserahkan kepada ekpeditur setelah
melakukan input data surat jalan. Produk yang telah diperiksa kemudian
diserahkan ke bagian ekspedisi dengan disertai surat jalan yang telah
ditandatangi oleh kepala ekspedisi. Kemudian ekspeditur menyerahkan
produk kepada outlet pemesan. Dan sebagai tahap akhir outlet akan
menandatangi faktur sebagai bukti penerimaan produk.
5. Inspeksi Diri
Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan
dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak
lanjut.Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang
ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis. Inspeksi diri
harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh personil yang
kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan dan semua pelaksanaan inspeksi
diri harus dicatat.
6. Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan
Penarikan Kembali
Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat
yang berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji, dan diselidiki sesuai
dengan prosedur tertulis.

50
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Tersedia catatan terhadap penanganan keluhan termasuk waktu


yang diperlukan untuk tindak lanjutnya dan didokumentasikan.Semua
keluhan dan informasi lain mengenai produk yang rusak dan diduga palsu
harus diteliti (diidentifikasi) / ditinjau dan dicatat sesuai dengan prosedur
yang menjelaskan tentang tindakan yang harus dilaksanakan dan setiap
keluhan harus dikelompokkan sesuai dengan jenis keluhan dan dilakukan
trend analysis terhadap keluhan.
Tersedia prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaan obat
dan/atau bahan obat kembalian dengan memperhatikan hal berikut:
 Penerimaan obat dan/atau bahan obat kembalian harus berdasarkan
surat pengiriman barang dari sarana yang mengembalikan.
 Jumlah dan identifikasi obat dan/atau bahan obat kembalian harus
dicatat dalam catatan penerimaan dan pengembalian barang.
 Obat dan/atau bahan obat kembalian harus disimpan terpisah dari obat
dan/atau bahan obat yang memenuhi syarat jual dan dalam area
terkunci serta diberi label yang jelas sampai ada keputusan tindak
lanjut. Penilaian yang diperlukan dan keputusan mengenai status obat
dan/atau bahan obat tersebut harus dilakukan oleh personil yang
berwenang. Persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual
kembali antara lain jika:
 Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang
memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan.
 Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan
penyimpanan ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan.
 Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh
penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten, dan
berwenang.
 Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang
kebenaran asal usul obat dan/atau bahan obat termasuk identitas
obat dan/atau bahan obat untuk memastikan bahwa obat dan/atau
bahan obat kembalian tersebut bukan obat dan/atau bahan obat
palsu.

51
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Tersedianya prosedur tertulis untuk penanganan dan penerimaan


obat dan/atau bahan obat diduga palsu.Fasilitas distribusi harus segera
melaporkan obat dan/atau bahan obat diduga palsu kepada isntansi yang
berwenang, industri farmasi dan/atau pemegang izin edar.Setiap obat
dan/atau bahan obat diduga palsu harus dikarantina diruang terpisah,
terkunci, dan diberi label yang jelas. Penyalurannya harus dihentikan, dan
menunggu tindak lanjut dari instansi yang berwenang.Semua kegiatan
tersebut harus terdokumentasi.
Tersedianya prosedur tertulis untuk penganan obat dan/atau bahan
obat yang ditarik kembali yaitu obat dan/atau bahan obat harus ditempatkan
secara terpisah, aman, dan terkunci serta diberi label yang jelas. Proses
penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang ditarik harus sesuai dengan
persyaratan penyimpanan sampai ditindak lanjuti. Perkembangan proses
penarikan obat dan/atau bahan obat harus didokumentasikan dan dilaporkan,
serta dibuat laporan akhir setelah selesai penarikan, termasuk rekonsiliasi
antara jumlah yang dikirim dan dikembalikan. Fasilitas distribusi harus
mengikuti instruksi penarikan yang diharuskan oleh instansi berwenang atau
industri farmasi dan/atau pemegang izin edar.
7. Transportasi
Selama proses transportasi harus diterapkan metode transportasi
yang memadai. Obat dan/atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi
penyimpanan sesuai dengan informasi pada kemasan.Metode transportasi
yang tepat harus digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara
atau kombinasi di atas. Adapun metode transportasi yang dipilih, harus
dapat menjamin bahwa obat dan/atau bahan obat tidak mengalami
perubahan kondisi selama transportasi yang dapat mengurangi mutu.
Pengiriman obat dan/atau bahan obat harus aman dan dilengkapi
dengan dokumentasi yang sesuai untuk mempermudah identifikasi dan
verifikasi kepatuhan terhadap persyaratan yang ditetapkan.Kebijakan dan
prosedur tertulis harus dilaksanakan oleh semua personil yang terlibat dalam
transportasi.

52
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Untuk obat dan/atau bahan obat yang memerlukan kondisi khusus


selama transportasi (misalnya suhu dan kelembaban), industri farmasi harus
mencantumkan kondisi khusus tersebut pada penandaan dan dimonitor serta
dicatat. Transportasi dan penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang
mengandung zat berbahaya lainnya yang dapat menimbulkan risiko khusus
dalam hal penyalahgunaan, kebakaran atau ledakan (cairan mudah
terbakar/menyala, padatan dan gas bertekanan) harus disimpan dalam area
terpisah dan aman, dan diangkut dalam kontainer dan kendaraan yang aman,
dengan desain yang sesuai. Disamping itu, harus memenuhi persyaratan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan di tingkat nasional dan
kesepakatan internasional.
Pelanggan harus mendapatkan data suhu pada saat serah terima
obat dan/atau bahan obat.Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh
dokumen data, untuk menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan obat tetap
dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transpotasi.
8. Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak
Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan,
khasiat, dan mutu obat dan/atau bahan obat yaitu kontrak antar fasilitas
distribusi (PBF pusat dengan PBF cabang atau PBF cabang dan subyek
divisi cabang) dan kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia
jasa antara lain transportasi, pengendalian hama, pergudangan, kebersihan
dan sebagainya. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai
kompetensi yang diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak harus
melakukan pengawasan terhadap penerima kontrak dalam melaksanakan
tugas yang dikontrakkan sesuai dengan prinsip dan pedoman CDOB.
Penerima kontrak harus memiliki tempat personil yang kompeten,
peralatan, pengetahuan, dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang
dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Fasilitas distribusi yang ditunjuk oleh
fasilitas distribusi lain untuk melaksanakan kegiatan distribusi, harus
memenuhi persyaratan CDOB.
Didalam persyaratan kontrak harus mencakup beberapa hal yaitu:

53
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

 Penanganan kehilangan/kerusakan produk obat selama pengiriman


dan dalam kondisi tidak terduga.
 Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat dan/atau
bahan obat kepada pemberi kontrak jika terjadi kerusakan selama
pengiriman dengan menyertakan berita acara kerusakan.
 Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak, penerima
kontrak wajib melaporkan kepada pihak kepolisian dan pemberi
kontrak.
 Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap penerima kontrak
setiap saat.
9. Dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem
manajemen mutu. Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah
kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara
lain sejarah bets, instruksi, prosedur. Dokumentasi merupakan dokumen
tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan
pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan
pemastian mutu. Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk,
kontrak, catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik.
Dokumentasi yang jelas dan rinci merupakan dasar untuk
memastikan bahwa setiap personil melaksanakan kegiatan, sesuai uraian
tugas sehingga memperkecil risiko kesalahan.Semua dokumentasi harus
mudah didapat kembali, disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman
untuk mencegah dari perubahan yang tidak sah, kerusakan dan/atau
kehilangan dokumen.
Dokumen harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu
up to date.Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sistem untuk
menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku.
Setiap pemasukan dan pengeluaran obat-obatan harus dibuat
laporannya oleh apoteker penanggung jawab. Laporan tersebut terdiri dari :
 Laporan Triwulan (Laporan Untuk Seluruh Produk Obat)

54
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

Laporan ini berisikan data logistik obat yang mencakup


pengeluarandan pemasukan obat selama kurun waktu 3 bulan. Laporan
ditujukan kepada Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan
PKRT Badan Pengawasan Obat dan Masyarakat RI dengan tembusan
kepada Dinas Kesehatan Propinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung,
dan Kepala Balai POM di Bandung.

 Laporan Penyaluran obat Jadi Psikotropika dan Obat Mengandung


Prekursor Farmasi dan Obat-Obat Tertentu (OOT).
Laporan ini berisikan data keluar masuknya obat
golonganpsikotropika dari dan ke PBF selama satu bulan.Laporan ini
ditujukan kepada Badan POM. Tujuan dari pelaporan pendistribusian
adalah :
 Memastikan stok produk psikotropika sesuai antara kartu stok
manual, elektronik, dan fisik barang.
 Menjamin pengeluaran yang terkontrol dari produk psikotropika
 Memastikan setiap transaksi produk psikotropika tercatat dengan
jelas sehingga dapat di telusuri dengan mudah dan cepat bila terjadi
kasus
 Memastikan setiap transaksi produk psikotropika dilaporkan ke
Balai Besar POM Jakarta, Badan POM RI, Depkes atau Dinkes
setiap bulannya sesuai dengan tenggat waktu yang di tentukan.
Dengan tembusan kepada :
 Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
 Kepala Dinas Kesehatan kota
 Kepala Balai Besar POM
 Arsip

55
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

56
BAB IV. TUGAS KHUSUS EVALUASI KEGIATAN PENERIMAAN
BARANG DI PEDAGANG BESAR FARMASI MILLENIUM PHARMACON
INTERATIONAL

IV.1. Pendahuluan
Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/atau
bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau
tidak mengalami perubahan selama transportasi. Berdasarkan Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan No. 6 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik disebutkan bahwa pada saat penerimaan barang harus :
1. Dilakukan pemeriksaan terhadap :
a. Kebenaran nama, Jenis, Nomor batch, Tanggal kadaluarsa, Jumlah, Kemasan,
yaitu harus sesuai dengan surat pengantar atau pengirim barang dan/atau faktur.
b. Kondisi kontiner pengiriman dan/atau kemasan termasuk segel, label dan/atau
penandaan dalam kondisi baik.
c. Kebenaran nama, jenis, jumlah, dan kemasan dalam surat pengantar/ pengiriman
barang dan/atau faktur penjualan harus sesuai dengan arsip surat pesanan.
2. Jika setelah dilakukan pemeriksaan pada poin satu dan dinyatakan telah sesuai,
penanggung jawab fasilitas distribusi harus menandatangani surat
pengantar/pengiriman barang dan/atau faktur penjualan dan dibubuhi stempel fasilitas
distribusi.
3. Jika setelah dilakukan pemeriksaan pada poin satu terdapat :
a. Item obat yang tidak sesuai dengan surat pesanan atau
b. Kondisi kemasan tidak baik, maka obat tersebut harus segera dikembalikan
dengan bukti retur dan surat pesanan asli, dan segera meminta bukti terima
pengembalian dari pihak pemasok.
4. Selama menunggu proses pengembalian,maka narkotika, psikotropika dan prekursor
farmasi disimpan dire karantina diarea penyimpanan narkotika, psikotropika dan
prekursor farmasi.
5. jika terdapat ketidaksesuaian nomro batch, kadaluarsa dan jumlah antara fisik dengan
dokumen pengadaan harus dibuat dokumentasi untuk mengklarifikasi
ketidaksesuaiain dimaksut ke pihak pemasok.
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

IV.2. Prosedur Penerimaan Barang


1. Petugas gudang menerima barang kiriman yang berasal dari :
a. Kiriman pusat
b. Kiriman dari Principal
c. Retur barang dari pelanggan
2. Kepala Logistik/petugas gudang memeriksa dokumen pengiriman/dokumen
pengembalian barang apakah alamatnya sesuai.
3. Pemeriksaan barang dilakukan dengan teliti dan benar
a. Periksa barang yang dikirim, bandingkan dengan dokumen kirim/dokumen
return. Pemeriksaan dilakukan pada jenis barang, jumlah, bets, shelf life
expired date dan kualitas kemasan produk apakah kemasannya original dan
belum pernah dibuka/rusak.
b. Bila terdapat ketidaksesuaian jenis barang, jumlah, kemasan barang rusak
dan shelf life expired date yang telah ditetapkan maka :
 Kiriman dari pusat, dari principal, dibuatkan Berita Acara yang
Ditanda tangani oleh ekspedisi dan gudang. Berita acara tersebut
dikirim ke pengirim dan bagian pemesanan untuk mendapatkan
penyelesaian dan dimonitor oleh Kepala Logistik.
 RUD (Retur ketika dalam pengiriman)/Non RUD, dilakukan koreksi
pada Form retur yang diketahui oleh pihak pengirim sesuai fisik
barang yang diterima.
c. Setelah pemeriksaan dilakukan maka dokumen kiriman/dokumen
pengembalian barang ditandatangani oleh Kepala Logistik dan diserahkan
ke Adm Gudang untuk diproses secara sistem selambat-lambatnya 1 x 24
jam.
d. Sebelum dokumen diproses secara sistem maka simpan produk pada area
penerimaan, pastikan tumpukan barang tidak melebihi ketentuan level
tumpukan yang diijinkan. Untuk produk rantai dingin disimpan pada ruang
pendingin/ kulkas.
e. Setelah diproses secara sistem maka segera simpan produk ke lokasi
penyimpanan sesuai dengan dokumen penerimaan .
f. Produk yang menunggu keputusan apakah dapat diterima atau
tidak,dikarantina di ruang/ tempat sesuai dengan tipe suhu produk yang

58
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI

bersangkutan (ambient, AC, Cold Room/Chiller/Kulkas). Untuk produk


rantai dingin yang tidak sesuai suhunya disimpan pada
chiller/refrigerator /cold room dengan label karantina.
g. Setelah diproses secara sistem maka segera simpan produk ke lokasi
penyimpanan sesuai dengan dokumen.

IV.3. Tujuan
Di pedagang besar farmasi Millenium Pharmacon International ketika terdapat
barang datang atau pada saat penerimaan barang dilakukan beberapa alur yaitu :
1. Pedagang Besar Farmasi (PBF) Millenium Pharmacon International (MPI)
menerima barang dari kiriman MPI pusat atau dari principal.
2. Petugas gudang mengecek dokumen pengiriman dengan tujuan untuk memastikan
bahwa pengirim barang benar dari MPI pusat atau dari principal yang dituju, dan
benar apakah barang tersebut dikirim untuk PBF MPI.
3. Petugas melakukan pengecekkan fisik barang diarea penerimaan yaitu meliputi
nama barang, jenis barang atau bentuk sediaan, jumlah barang (seberapa banyak
barang dalam jumlah koli dan seberapa banyak barang dalam jumlah ecer), nomor
batch, tanggal kadaluarsa barang dan kondisi kemasan. Pengecekkan ini dilakukan
dengan teliti yang bertujuan untuk memastikan bahwa barang yang diterima sudah
sesuai dengan surat pesanan dan dokumen pengiriman, menjamin mutu dan
kualitas barang yang diterima.
4. Setelah pengecekkan dilakukan dan barang yang diterma dikatakan sesuai dengan
dokumen pengirimian maka dokumen ditanda tangani oleh petugas gudang dan
kemudian diinput ke sistem.
5. Kemudian barang disimpan ditempat penyimpanan masing-masing.

IV.4. Kesimpulan
Kegiatan penerimaan barang di pedagang besar farmasi Millenium Pharmacon
International sudah sesuai dengan pedoman teknis cara distribusi obat yang baik. Yaitu
ketika menerima barang dimulai dari pengecekan dokumen pengiriman, pengecekkan
dan penyesuaian fisik dengan dokumen pengiriman ketika sudah benar-benar sesuai
maka barang diterima dan diinput ke sistem kemudian barang disimpan di tepat
penyimpanan.

59
BAB V KESIMPULAN

V.1. Kesimpulan
Dari hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
dilaksanakan di Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Millennium
Pharmacon Internasional, Tbk cabang Bandung, dapat disimpulkan
bahwa:
 PKPA merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat bagi mahasiswa
program profesi Apoteker untuk meningkatkan pemahaman calon
Apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan tanggung jawab Apoteker di
distribusi farmasi.
 Pelaksanaan PKPA di PBF bermanfaat sebagai bekal calon Apoteker
untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dibidang
distribusi farmasi.
 Peran utama seorang apoteker Pedagang Besar Farmasi adalah dapat
menjamin produk atau obat yang sampai ke sarana pelayanan yang
memiliki keamanan, khasiat, dan mutu yang sesuai dengan persyaratan
pada waktu registrasi produk.
 PBF menerapkan prinsip cara distribusi obat yang baik dan penerapan
nyata dalam distribusi farmasi yang meliputi tata cara pengadaan,
penyimpanan, penyaluran serta dokumentasi yang didukung dengan
sistem komputerisasi yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 9 Tahun 2019 Tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik
 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 6 Tahun 2020 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 9
Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik
 Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 26 Tahun 2018
Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegritasi Secara Elektronik
Sektor Kesehatan
 Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 30 Tahun 2017
Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1148/MENKES/PER.VI/2011 Tentang Pedagang Besar
Farmasi
 Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.
1148/MENKES/PER.VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi
 Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2015. Petunjuk
Pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik

Anda mungkin juga menyukai