00/FRM-04/AKD-SPMI
Disusun Oleh
Bagus Fauzan Nuur
211FF05064
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun Oleh
Bagus Fauzan Nuur
211FF05064
Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Praktik Kerja
Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Bhakti Kencana
Menyetujui
Tim Pembimbing
Preseptor Pembimbing
Millenium Pharmacon Int Universitas Bhakti Kencana
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Millenium
Pharmacon Internasional Bandung dengan baik dan dapat menyusun laporan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini. Laporan Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi
Apoteker pada Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker di Universitas Bhakti
Kencana. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan
selama pelaksanaan PKPA ini:
1. Bapak Dr. Apt. Entris Sutrisno, MH.Kes., selaku Rektor Universitas Bhakti
Kencana Bandung
2. Ibu Dr. Apt. Patonah, M.Si., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Bhakti Kencana Bandung
3. Bapak Dr. Apt. Dadang Juanda, M.Si., selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Universitas Bhakti Kencana Bandung.
4. Ibu Apt. Ade Irma Mulyasyari, S.Farm., selaku pembimbing yang telah
memberi kesempatan, masukan, serta bimbingan untuk melaksanakan Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT. Millenium Pharmacon
International.Tbk.
5. Kedua orang tua dan serta keluarga tercinta yang senantiasa memberikan doa,
kasih sayang dan motivasi sehingga menjadi sumber kekuatan dan semangat
bagi penulis
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam laporan
ini. Untuk itu, segala saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan oleh
penulis. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat yang berarti bagi ilmu
pengetahuan dan dunia kesehatan khususnya kefarmasian
Penulis
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
SUMPAH APOTEKER...........................................................................................v
KODE ETIK APOTEKER.....................................................................................vi
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA..............................................ix
STANDAR KOMPETENSI APOTEKER INDONESIA.....................................xvi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
I.1. Latar Belakang...............................................................................................1
I.2. Tujuan PKPA.................................................................................................2
I.3. Waktu dan Tempat PKPA..............................................................................2
BAB II TINJAUAN UMUM PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF).................4
II.1. Gambaran Umum Pedagang Besar Farmasi..............................................4
II.1.1. Definisi Pedagang Besar Farmasi..........................................................4
II.1.2. Dasar Hukum Pedagang Besar Farmasi (PBF)......................................4
II.1.3. Tugas dan Fungsi Pedagang Besar Farmasi (PBF)................................4
II.1.4. Persyaratan Pendirian Pedagang Besar Farmasi (PBF).........................5
II.1.5. Pemberian Izin Pedagang Besar Farmasi (PBF)....................................6
II.1.6. Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pedagang Besar Farmasi (PBF)....11
II.1.7. Tata Cara Penyaluran...........................................................................12
II.1.8. Gudang di Pedagang Besar Farmasi (PBF)..........................................13
II.1.9. Pelaporan di Pedagang Besar Farmasi (PBF)......................................14
II.2. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)...................................................15
II.2.1. Manajemen Mutu.................................................................................15
II.2.2. Organisasi, Manajemen, dan Personalia..............................................16
II.2.3. Bangunan dan Peralatan.......................................................................18
II.2.4. Operasional..........................................................................................21
II.2.5. Inspeksi Diri.........................................................................................21
II.2.6. Keluhan, Obat dan atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan
Penarikan Kembali.........................................................................22
II.2.7. Transportasi..........................................................................................23
II.2.8. Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak............................................24
II.2.9. Dokumentasi........................................................................................25
BAB III TINJAUAN KHUSUS PEDAGANG BESAR FARMASI MILLENIUM
PHARMACON INTERNATIONAL (MPI)............................................26
III.1. Lokasi dan Bangunan Pedagang Besar Farmasi Millenium Pharmacon
International (MPI)..................................................................................26
III.2. Profil Pedagang Besar Farmasi Millenium Pharmacon International (MPI)
26
III.3. Struktur Organisasi Pedagang Besar-Farmasi Millenium Pharmacon
International (MPI)..................................................................................26
III.4. Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker......................................................26
III.5. Pengelolaan Perpekalan Farmasi...............................................................27
III.6. Kegiatan Distribusi PT. Millenium Pharmacon International...................27
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
III.7. Cara Distribus Obat yang Baik Pedagang Besar Farmasi Millenium
Pharmacon International..........................................................................35
BAB IV TUGAS KHUSUS EVALUASI DOKUMEN KUALIFKASI
PELANGGAN.........................................................................................46
IV.1. Pendahuluan.............................................................................................46
IV.2. Prosedur Penerimaan Barang....................................................................47
IV.3. Tujuan.......................................................................................................48
IV.4. Kesimpulan...............................................................................................48
BAB V KESIMPULAN.........................................................................................49
V.1. Kesimpulan................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................50
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
SUMPAH APOTEKER
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1962
6
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
MUKADIMAH
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta
dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan
keridhaan Tuhan Yang Maha Esa. Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam
mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya
berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan
Sumpah/Janji Apoteker.
Pasal 2
Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi
Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip
kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4
Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan
pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang
lain.
7
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan
perundangundangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi
pada khususnya.
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat. menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk
hidup insani.
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia
sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan kode Etik.
Pasal 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan
kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat
jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam
menunaikan tugasnya.
8
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS
KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun
dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.
BAB V
PENUTUP
Pasal 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik
Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika
seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima
sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya
(IAI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 08 Desember 2009
9
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
BAB I
PENDAHULUAN
Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang
dianugerahi bekal ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di bidang
kefarmasian, yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan,
peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga negara
Republik Indonesia, untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,
berazaskan Pancasila dan Undang - undang Dasar 1945.
BAB II
TINJAUAN UMUM
1. Disiplin Apoteker adalah kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban dan
menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan
10
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi
hukuman disiplin.
2. Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan
penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh
Apoteker.
3. Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia yang disingkat MEDAI, adalah
organ organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas membina,
mengawasi dan menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indonesia oleh
Anggota maupun oleh Pengurus, dan menjaga, meningkatkan dan
menegakkan disiplin apoteker Indonesia.
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
5. Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional, harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Tenaga kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang membantu
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah
Farmasi/ Asisten Apoteker.
8. Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya disingkat SPAI
adalah pendidikan akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan guna
mencapai kriteria minimal sistem pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat, di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
9. Kode Etik adalah Kode Etik Apoteker Indonesia yang menjadi landasan etik
Apoteker Indonesia.
11
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
12
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
BAB III
LANDASAN FORMAL
1. Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras.
2. Undang-Undang tentang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3. Undang-Undang tentang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Bahan medis habis pakai.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
9. Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, dan peraturan
turunannya.
10. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker Indonesia
(IAI), Kode Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-peraturan organisasi
lainnya yang dikeluarkan oleh IAI.
BAB IV
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten. Penjelasan:
Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek Profesi/standar
kompetensi yang benar, sehingga berpotensi menimbulkan/mengakibatkan
kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung
jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/ atau
Apoteker pendamping yang sah.
13
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
14
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
BAB V
SANKSI DISIPLIN
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan per
Undang- Undangan yang berlaku adalah:
1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi
Apoteker, atau Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker;
dan/atau
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker.
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang
dimaksud dapat berupa:
1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik
sementara selama - lamanya 1 (satu) tahun, atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap
atau selamanya;
15
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
16
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
Standar Kompetensi
1. Praktik kefarmasian secara profesional dan etik
2. Optimalisasi penggunaan sediaan farmasi
3. Dispensing sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
4. Pemberian informasi sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
5. Formulasi dan produksi sediaan farmasi
6. Upaya preventif dan promotif kesehatan masyarakat
7. Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
8. Komunikasi efektif
9. Ketrampilan organisasi dan hubungan interpersonal
10. Peningkatan kompetensi diri
17
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Definisi Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2017 adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,
penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Pekerjaan kefarmasian distribusi atau
penyaluran sediaan farmasi dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 51 Tahun 2009 terdiri atas pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Regulasi tersebut menjelaskan bahwa pekerjaan kefarmasian dapat dilakukan di
tempat fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi. Agar penyaluran
sediaan farmasi tersebar merata ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik dan toko obat dan dapat ternjamin
keamanan, mutu juga ketersediaannya sampai kepada masyarakat sesuai dengan
persyaratan yang berlaku. Pedagang Besar Farmasi menjamin obat yang
disalurkan sesuai dengan spesifikasinya, aman dan berkualitas, pemerintah
mengeluarkan persyaratan dan ketentuan yang menjadi pedoman bagi setiap
Pedagang Besar Farmasi dalam menerapkan Cara Distribusi Obat yang Baik
(CDOB). Pedoman CDOB ini diharapkan memberikan jaminan kepada
masyarakat agar diperoleh obat yang bermutu.
Apoteker sebagai penanggung jawab di Pedagang Besar Farmasi harus
mampu melakukan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dimulai dari pengadaan,
penyimpanan hingga pendistribusian sediaan farmasi ke sarana pelayanan
Kesehatan.
Calon apoteker yang sedang menjalani pendidikan profesi apoteker perlu
melaksanakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Pedagang Besar Farmasi
(PBF), oleh karena itu Program Studi Profesi Apoteker Universitas Bhakti
Kencana bekerja sama dengan Pedagang Besar Farmasi PT. Millennium
4
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
5
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
Fungsi dan tugas dari Pedagang Besar Farmasi dapat dilihat dari Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pedagang
Besar Farmasi adalah akan diuraikan sebagai berikut:
a. Tugas Pedagang Besar Farmasi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan tentang Penyelenggaraan, bahwaTugas
PBF antara lain:
1) Tempat menyediakan dan menyimpan perbekalan farmasi yang meliputi
obat, bahan obat, obat tradisional, kosmetik dan alat kesehatan.
2) Sebagai sarana yang pendistribusian perbekalan farmasi ke sarana
pelayanan kesehatan masyarakat yang antara lain meliputi: apotek, rumah
sakit, toko obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan masyarakat lain
serta Pedagang Besar Farmasi lainnya Membuat laporan dengan lengkap
6
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
7
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
8
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
Pasal 49
a. Pelaku Usaha wajib mengajukan permohonan izin Usaha dan Izin Komersial
atau Operasional melalui One Single Submission (OSS)
b. Lembaga OSS menerbitkan Nomor Induk Berusaha NIB setelah Pelaku Usaha
melakukan Pendaftaran melalui pengisian data secara lengkap dan
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
c. NPWP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didapat dalam hal Pelaku Usaha
yang melakukan Pendaftaran belum memiliki NPWP
d. NIB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan identitas berusaha dan
digunakan oleh Pelaku Usaha untuk mendapatkan Izin Usaha dan Izin
Komersial atau Operasional termasuk untuk pemenuhan persyaratan Izin
Usaha dan Izin Komersial atau Operasional.
Pasal 50
a. Pelaku Usaha yang telah mendapatkan NIB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 49 dapat diterbitkan Izin Usaha oleh Lembaga OSS
b. Penerbitan Izin Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
Komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara
elektronik dan Komitmen Izin Usaha sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri ini.
Pasal 51
a. Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 dapat melakukan kegiatan:
Pengadaan tanah
Perubahan luas lahan
Pembangunan bangunan gedung dan pengoperasiannya
9
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
Pasal 52
Pelaku Usaha yang akan mendapatkan Izin Komersial atau Operasional yang
diterbitkan oleh Lembaga OSS wajib memiliki izin usaha dan Komitmen untuk
pemenuhan:
a. Standar, sertifikat, dan/atau lisensi; dan/atau
b. Pendaftaran barang/jasa,
Sesuai dengan jenis produk dan/atau jasa yang dikomersialkan oleh Pelaku Usaha
melalui sistem OSS.
Pasal 53
Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 dan Pasal 52 berlaku efektif setelah Pelaku Usaha menyelesaikan
Komitmen dan melakukan pembayaran biaya Perizinan Berusaha sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 54
Lembaga OSS membatalkan Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional
yang sudah diterbitkan dalam hal Pelaku Usaha tidak menyelesaikan pemenuhan
10
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
Pasal 55
Pelaku Usaha wajib memenuhi Komitmen Izin Usaha dan Izin Komersial atau
Operasional yang telah diterbitkan oleh Lembaga OSS dengan melengkapi
pemenuhan Komitmen.
Pasal 57
a. Pelaku usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi komitmen sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan
perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi komitmen sertifikat
distribusi farmasi.
b. Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling lama 4 (empat) tahun.
c. Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku
Usaha melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang terintegrasi dengan sistem
OSS menyampaikan:
Rencana penyaluran
Data apoteker penanggung jawab, yang meliputi Kartu Tanda Penduduk,
ijazah, STRA, surat pernyataan sanggup bekerja penuh waktu, dan surat
perjanjian kerja sama apoteker penanggung jawab dengan Pelaku Usaha
d. Kementerian Kesehatan melakukan evaluasi dan verifikasi paling lama 3
(tiga) Hari sejak Pelaku Usaha menyampaikan pemenuhan Komitmen
sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
e. Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi tidak terdapat perbaikan,
Kementerian Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen
Sertifikat Distribusi Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS
11
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
f. Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdapat
perbaikan, Kementerian Kesehatan menyampaikan hasil evaluasi kepada
Pelaku Usaha melalui sistem OSS
g. Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan dan menyampaikan kepada
Kementerian Kesehatan melalui www.elic.binfar.kemkes.go.id yang
terintegrasi dengan sistem OSS paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak
diterimanya hasil evaluasi
h. Berdasarkan perbaikan yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) dan dinyatakan tidak terdapat perbaikan, Kementerian
Kesehatan menyampaikan notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat
Distribusi Farmasi paling lama 1 (satu) Hari melalui sistem OSS
i. Penyampaian notifikasi pemenuhan Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) atau ayat (8) merupakan pemenuhan
Komitmen Sertifikat Distribusi Farmasi
j. Berdasarkan hasil evaluasi dan verifikasi menyatakan Pelaku Usaha tidak
memenuhi Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kementerian
Kesehatan menyampaikan notifikasi penolakan melalui sistem OSS.
Pasal 58
a. Pelaku Usaha yang telah memiliki NIB dan memenuhi Komitmen sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan
perizinan terintegrasi secara elektronik, wajib memenuhi Komitmen Sertifikat
Distribusi Cabang Farmasi
b. Pemenuhan Komitmen oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling lama 4 (empat) tahun
c. Untuk pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku
Usaha melalui sistem OSS menyampaikan data apoteker penanggung jawab,
yang meliputi Kartu Tanda Penduduk, ijazah, STRA, surat pernyataan
sanggup bekerja penuh waktu, dan surat perjanjian kerja sama apoteker
penanggung jawab dengan Pelaku Usaha
12
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
13
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
2. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan atau
sesama PBF
3. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi,
sesama PBF dan atau melalui importasi
4. Pengadaan bahan obat melalui importasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
5. PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan atau bahan obat
dari PBF pusat atau PBF Cabang lain yang ditunjuk oleh PBF pusatnya
6. PBF dan PBF Cabang dalam melaksanakan pengadaan obat atau bahan obat
harus berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker penanggung
jawab dengan mencantumkan nomor SIPA.
II.1.7. Tata Cara Penyaluran
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 Tahun 2017 Perubahan
Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011
tentang Pedagang Besar Farmasi, pada pasal 17 menyatakan bahwa dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya PBF juga diberikan larangan oleh pemerintah
yaitu:
1. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara
eceran
2. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep
dokter.
14
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
b. Pedagang Besar Farmasi Cabang hanya dapat Menyalurkan obat dan bahan
obat kepada instansi pemerintah yang dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, untuk memnuhi kebutuhan pemerintah.
c. Pedagang Besar Farmasi Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau
bahan obat di wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana pada ayat (1), Pedagang Besar Farmasi
Cabang dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat diwilayah provinsi
terdekat untuk dan atas nama Pedagang Besar Farmasi Pusat yang
dibuktikan dengan Surat Penugasan/penunjukkan yang disahkan oleh
Dinkes Provinsi.
d. Pedagang Besar Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi Cabang hanya
melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat
pesanan yang ditandatangani Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau
Apoteker Penanggung Jawab (APJ).
e. Pedagang Besar Farmasi atau Pedagang Besar Farmasi Cabang hanya
dapat menyalurkan bahan obat kepada industri farmasi, Pedagang Besar
Framasi B dan Pedagang Besar Farmasi Cabang lain, apotek, instalasi
farmasi rumah sakit dan lembaga ilmu pengetahuan.
f. Pedagang Besar Farmasi atau Pedagang Besar Farmasi Cabang hanya
melaksanakan penyaluran obat berdasarkan surat pesanan yang
ditandatangani apoteker pengelola apotek, apoteker penanggung jawab,
atau tenaga teknis kefarmasian penanggung jawab untuk toko obat dengan
mencantumkan nomor Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA), atau Surat Izin
Kerja Tenaga Teknis Kefarmasian (SIKTTK)
a. Gudang dan kantor Pedagang Besar Farmasi atau Pedagang Besar Farmasi
Cabang dapat berada pada lokasi yang terpisah dengan syarat tidak
15
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
16
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
17
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
18
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
obat danatau bahan obat yang dikirim tidak tercemar selama penyimpanan
danatau transportasi. Totalitas dari tindakan ini digambarkan sebagai sistem mutu.
Dalam suatu organisasi, pemastian mutu berfungsi sebagai alat manajemen. Harus
ada kebijakan mutu terdokumentasi yang menguraikan maksud keseluruhan dan
persyaratan fasilitas distribusi yang berkaitan dengan mutu. Sistem mutu harus
memastikan bahwa :
a. Obat dan atau bahan obat yang diperoleh, disimpan, disediakan,
dikirimkan, atau diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan
CDOB.
b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas.
c. Obat dan atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam
jangka waktu yang sesuai.
d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut
dilakukan.
e. Penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan
didokumentasikan dan diselidiki.
f. Tindakan perbaikan dan pencegahan Corective And Preventife (CAPA)
yang tepat diambil untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya
penyimpangan sesuai dengan prinsip manajemen resiko mutu (CDOB,
2019)
II.2.2. Organisasi, Manajemen, dan Personalia
Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik dan
distribusi obat yang benar sangat bergantung pada personil yang
berkompeten.Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua personil
harus ditetapkan dengan jelas dan mudah di pahami. Tiap personil tidak dibebani
dengan tanggung jawab yang berlebih, harus sesuai dengan kualifikasi
kemampuan dan harus tersedia aturan untuk memastikan bahwa manajemen dan
personil tidak mempunyai konflik kepentingan dalam aspek komersial,politik,
keuangan dan tekanan lain yang dapat berpengaruh terhadap mutu pelayanan atau
integritas obat dan atau bahan obat. Dalam melaksanakan tugasnya setiap personil
harus memahami prosedur keselamatan yang berkaitan dengan semua aspek
kerjanya (CDOB, 2019)
19
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
20
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
Personil yang kompeten harus tersedia dalam jumlah yang memadai di setiap
kegiatan yang dilakukan di rantai distribusi, untuk memastikan bahwa mutu obat
dan atau bahan obat tetap terjaga, personil harus menjalankan prosedur kesehatan,
hygiene dan keselamatan (safety shoes, safety helmet, dan lainnya).
21
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
b. Peralatan
1) Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan
obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital, seperti
termometer, genset, chiller dan cold room.
2) Memiliki sistem komputerisasi yang sebelum dipakai dilakukan pengujian
secara menyeleuruh untuk memastikan kemampuannya dan memberikan
hasil yang diinginkan, data dilindungi dengan melakukan back up dan
disimpan selama tidak kurang dari 3 tahun.
3) Memiliki alat untuk mengontrol pengendalian lingkungan dan suhu agar
terhindar dari faktor resiko perbedaan suhu dari suhu yang seharusnya dan
kelembaban bangunan atau lingkungan penyimpanan.
4) Peralatan harus terkalibrasi.
22
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
II.2.4. Operasional
23
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
24
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
kembalian harus disimpan terpisah dari obat dan/atau bahan obat yang
memenuhi syarat jual dan dalam area terkunci serta diberi label yang jelas
sampai ada keputusan tindak lanjut. Penilaian yang diperlukan dan
keputusan mengenai status obat dan/atau bahan obat tersebut harus
dilakukan oleh personil yang berwenang. Persyaratan obat dan/atau bahan
obat yang layak dijual kembali antara lain jika :
a. Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang
memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan.
b. Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan
penyimpanan ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan.
c. Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh
penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten, dan
berwenang.
d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran
asal usul obat dan atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau
bahan obat untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat
kembalian tersebut bukan obat dan/atau bahan obat palsu.
Untuk penanganan dan penerimaan obat dan/atau bahan obat diduga palsu,
harus tersedia prosedur tertulis. Fasilitas distribusi harus segera melaporkan obat
dan/atau bahan obat diduga palsu kepada instansi yang berwenang, industri
farmasi dan atau pemegang izin edar. Setiap obat dan/atau bahan obat diduga
palsu harus dikarantina di ruang terpisah terkunci, dan diberi label yang jelas.
Penyalurannya harus dihentikan, dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang
berwenang. Semua kegiatan tersebut harus terdokumentasi (CDOB, 2019).
Penanganan obat dan/atau bahan obat yang ditarik kembali yaitu obat
dan/atau bahan obat harus ditempatkan secara terpisah, aman, dan terkunci serta
diberi label yang jelas. Proses penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang ditarik
harus sesuai dengan persyaratan penyimpanan sampai ditindak lanjuti.
Perkembangan proses penarikan obat dan/atau bahan obat harus
didokumentasikan dan dilaporkan, serta dibuat laporan akhir setelah selesai
penarikan, termasuk rekonsiliasi antara jumlah yang dikirim dan dikembalikan.
Semua dokumen penarikan obat dan/atau bahan obat harus didokumentasikan
25
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
oleh penanggung jawab sesuai kewenangan yang tercantum pada uraian tugas
(CDOB, 2019).
II.2.7. Transportasi
Selama proses transportasi harus diterapkan metode transportasi yang
memadai. Obat dan atau bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan
sesuai dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus
digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara, atau kombinasi di
atas. Metode transportasi yang dipilih harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau
bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat
mengurangi mutu (CDOB, 2019).
Obat dan/atau bahan obat yang memerlukan kondisi khusus selama
transportasi (misalnya suhu dan kelembaban), industri farmasi harus
mencantumkan kondisi khusus tersebut pada penandaan dan dimonitor serta
dicatat. Transportasi dan penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang
mengandung zat berbahaya lainnya yang dapat menimbulkan resiko khusus dalam
hal penyalahgunaan, kebakaran atau ledakan (cairan mudah terbakar/menyala,
padatan dan gas bertekanan) harus disimpan dalam area terpisah dan aman, dan
diangkut dalam kontainer dan kendaraan yang aman, dengan desain yang sesuai.
Transportasi harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan di tingkat nasional dan kesepakatan internasional (CDOB, 2019).
Transportasi harus tersedia sistem kontrol suhu yang tervalidasi (misalnya
kemasan termal, kontainer yang suhunya dikontrol, dan kendaraan berpendingin)
untuk memastikan kondisi transportasi yang benar dipertahankan antara fasilitas
distribusi dan pelanggan. Pelanggan harus mendapatkan data suhu pada saat serah
terima obat dan/atau bahan obat.Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh
dokumen data suhu untuk menunjukkan bahwa obat dan/atau bahan obat tetap
dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi
(CDOB, 2019).
II.2.8. Fasilitas Distribusi Berdasarkan Kontrak
Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan, khasiat
dan mutu obat dan/atau bahan obat yaitu kontrak antar fasilitas distribusi dan
kontrak antara fasilitas distribusi dengan pihak penyedia jasa antara lain
26
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
27
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah bets, instruksi, prosedur.
Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan,
penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain
yang terkait dengan pemastian mutu. Dokumen harus disimpan minimal 3 tahun,
harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to date. Dokumen
distribusi harus mencakup informasi tanggal, nama obat dan atau bahan obat,
nomor bets, tanggal kedaluwarsa, jumlah yang diterima/disalurkan, nama dan
alamat pemasok atau pelanggan (CDOB, 2019).
28
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
29
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
30
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
Committee
31
a. Ketua/Chairman :
1) Izzat bin Othman
b. Anggota/Members :
1) Norai’ni binti Mohamed Ali
2) Mohamed Iqbal bin Abdul Rahman
Komite Manajemen Resiko/The Risk Management Committee
a. Ketua/Chairman :
1). Izzat bin Othman
b. Anggota/Members :
1) Norai’ni binti Mohamed Ali
2) Mohamed Iqbal bin Abdul Rahman
3) Mohamad Muhazni bin Mukhtar
4) Ahmad bin Abu Bakar
5) Glenn Rahayu Adli Ariff
c. Kesekretarisan/Secretarial
Sekretaris Perusahaan/ Corporate
Secretary
33
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2017 pasal 4 ayat (1) yang menyebutkan
bahwa persyaratan pendirian PBF adalah sebagai berikut :
a. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi.
b. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
c. Memiliki secara tetap Apoteker Warga Negara Indonesia sebagai
penanggung jawab.
d. Komisaris atau Dewan pengawas dan Direksi atau Pengurus tidak
pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir.
e. Mempunyai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat
melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat
menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Pedagang Besar Farmasi.
f. Mempunyai gudang sebagai tempat penyimpanan dengan perlengkapan
yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.
g. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain
sesuai pedoman CDOB (Annual Report PT. MPI, 2018).
34
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
35
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
b. Surat pesanan obat bebas dan obat keras, ini berisikan nama
dan jumlah obat bebas dan obat keras untuk periode tertentu,
surat pesan obat bebas dan obat keras dapat digabungkan.
Perbedaan dari surat pesanan di atas yaitu :
Jenis surat pesanan.
Lembaran surat pesanan.
c. Setelah data pendukung ASR diolah, maka dibuat ASR.
d. Data ASR akan di scan dan di TTD oleh apoteker penanggung
jawab, lalu dikirimkan ke PBF pusat, untuk produk
psikotropika, prekursor dan OOT, ASR dibuatkan Surat
Pesanan.
e. Setelah dikirim ke pusat, dibuatkan purcashing Order oleh
bagian pusat yang akan diterima oleh principal.
f. Muncul Delivery Order untuk pengiriman produk ke pusat.
g. Produk sampai di pusat dibuatkan Nota Alokasi oleh pusat, lalu
dikirim ke cabang Bandung melalui mobil pooling.
h. Warehouseman akan memproses barang yang diterima untuk
dimasukkan ke gudang sesuai prosedur yang berlaku.
i. Proses pengadaan barang selesai.
Obat golongan psikotropika, prekursor dan OOT surat pesanannya dibuat
terpisah sementara surat pesanan obat keras bisa digabung dengan surat pesanan
obat bebas.
b. Penerimaan Barang
Dalam proses penerimaan barang, obat yang diterima sesuai
dengan obat yang dipesan, produk obat dalam keadaan baik, setelah itu
dilakukan pemeriksaan pada waktu obat diterima dengan menggunakan
checklist penerimaan barang yang telah disiapkan untuk masing-masing
jenis produk, antara lain mengenai jumlah barang, keadaan barang yang
mencakup cek fisik yaitu kecocokkan antara faktur dengan fisisk kemasan,
jumlah obat, keadaan obat, dan tanggal expired date, nomor batch dan
nomor izin edar. Barang yang telah masuk dicek, diperiksa, disimpan,dan
36
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
37
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
38
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
39
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
40
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
c. Tender
4. Penjualan
Penjualan adalah proses pemasaran obat-obatan yang telah ada di
gudang kepada konsumen (Rumah Sakit, Apotek, Toko Obat, Klinik,
Instansi Pemerintahan meliputi : RSUD atau Puskesmas, dan PBF lain)
dibuktikan dengan faktur penjualan. Dalam alur penjualan ini ada beberapa
ketentuan yang harus dipatuhi antara lain:
a. PBF dilarang menjual produk (obat) secara eceran.
b. PBF dilarang menyimpan dan menyalurkan obat-obatan golongan
narkotika tanpa izin khusus.
c. PBF tidak boleh melayani resep dokter.
d. PBF dilarang membungkus atau mengemas kembali dengan merubah
bungkus asli dari pabrik kecuali PBF bersangkutan mempunyai
laboratorium.
e. Pedagang Besar Farmasi hanya boleh menyalurkan obat keras kepada
apotek, rumah sakit, PBF lain dan instansi yang diizinkan oleh
Menteri Kesehatan.
f. PBF hanya boleh menjual obat bebas kepada toko obat yang
mempunyai izin.
g. PBF hanya boleh menjual obat bebas, obat keras, dan obat keras
tertentu kepada apotek, rumah sakit dan PBF lain.
5. Cara Pelanggan Memesan
a. Salesman
Salesman datang langsung ke outlet untuk proses pemesanan yang
biasanya.
b. Sistem Elektronik / Media Elektronik
Langsung berhubungan dengan TOS.
6. Penarikan Kembali (Recall)
41
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
42
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
III.7. Cara Distribus Obat yang Baik Pedagang Besar Farmasi Millenium
Pharmacon International
Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) harus diterapkan dalam
setiap Pedagang Besar Farmasi (PBF) sesuai dengan kebijakan pemerintah
yaitu Surat Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK 03.1.34.11.12.7542
tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik.
Standar distribusi obat yang baik diterapkan untuk memastikan bahwa
kualitas produk yang dicapai melalui CPOB dipertahankan sepanjang jalur
distribusi. Tujuan diterapkannya CDOB di setiap PBF, antara lain :
a. Menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat
diperoleh yang dibutuhkan pada saat diperlukan.
b. Terlaksananya pengamanan lalu lintas obat dan penggunaan obat tepat
sampai kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi
masyarakat dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan.
c. Menjamin keabsahan dan mutu obat, agar obat yang sampai ke tangan
konsumen adalah obat yang efektif, aman, dan dapat digunakan sesuai
dengan tujuan penggunaannya.
43
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
44
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
45
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
46
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
47
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
48
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
49
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
pengiriman, ekspor dan impor telah terlaksana dengan baik dan sesuai
dengan prosedurnya.
Pengiriman barang yaitu proses pengiriman barang kepada
konsumen yang memesan barang tersebut. Pengiriman barang ini dilakukan
dengan tahapan sebagai berikut: outlet mengirimkan surat pemesan ke PBF,
dimana surat pemesanan ini akan diproses oleh administrasi ekspedisi untuk
kemudian dibuat faktur dan diberikan kepada Apoteker penanggung jawab
untuk diperiksa dan ditandatangan. Setelah itu faktur akan di serahkan ke
bagian gudang dan dibagikan per rayon ekspedisi.
Eskpeditur melakukan permintaan pengeluaran barang dengan
menyerahkan faktur kepada checker. Checker inilah yang bertugas untuk
menyiapkan produk yang akan diserahkan kepada ekpeditur setelah
melakukan input data surat jalan. Produk yang telah diperiksa kemudian
diserahkan ke bagian ekspedisi dengan disertai surat jalan yang telah
ditandatangi oleh kepala ekspedisi. Kemudian ekspeditur menyerahkan
produk kepada outlet pemesan. Dan sebagai tahap akhir outlet akan
menandatangi faktur sebagai bukti penerimaan produk.
5. Inspeksi Diri
Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan
dan kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak
lanjut.Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang
ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis. Inspeksi diri
harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh personil yang
kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan dan semua pelaksanaan inspeksi
diri harus dicatat.
6. Keluhan, Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan
Penarikan Kembali
Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat
yang berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji, dan diselidiki sesuai
dengan prosedur tertulis.
50
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
51
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
52
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
53
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
54
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
55
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
56
BAB IV. TUGAS KHUSUS EVALUASI KEGIATAN PENERIMAAN
BARANG DI PEDAGANG BESAR FARMASI MILLENIUM PHARMACON
INTERATIONAL
IV.1. Pendahuluan
Proses penerimaan bertujuan untuk memastikan bahwa kiriman obat dan/atau
bahan obat yang diterima benar, berasal dari pemasok yang disetujui, tidak rusak atau
tidak mengalami perubahan selama transportasi. Berdasarkan Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan No. 6 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 9 Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik disebutkan bahwa pada saat penerimaan barang harus :
1. Dilakukan pemeriksaan terhadap :
a. Kebenaran nama, Jenis, Nomor batch, Tanggal kadaluarsa, Jumlah, Kemasan,
yaitu harus sesuai dengan surat pengantar atau pengirim barang dan/atau faktur.
b. Kondisi kontiner pengiriman dan/atau kemasan termasuk segel, label dan/atau
penandaan dalam kondisi baik.
c. Kebenaran nama, jenis, jumlah, dan kemasan dalam surat pengantar/ pengiriman
barang dan/atau faktur penjualan harus sesuai dengan arsip surat pesanan.
2. Jika setelah dilakukan pemeriksaan pada poin satu dan dinyatakan telah sesuai,
penanggung jawab fasilitas distribusi harus menandatangani surat
pengantar/pengiriman barang dan/atau faktur penjualan dan dibubuhi stempel fasilitas
distribusi.
3. Jika setelah dilakukan pemeriksaan pada poin satu terdapat :
a. Item obat yang tidak sesuai dengan surat pesanan atau
b. Kondisi kemasan tidak baik, maka obat tersebut harus segera dikembalikan
dengan bukti retur dan surat pesanan asli, dan segera meminta bukti terima
pengembalian dari pihak pemasok.
4. Selama menunggu proses pengembalian,maka narkotika, psikotropika dan prekursor
farmasi disimpan dire karantina diarea penyimpanan narkotika, psikotropika dan
prekursor farmasi.
5. jika terdapat ketidaksesuaian nomro batch, kadaluarsa dan jumlah antara fisik dengan
dokumen pengadaan harus dibuat dokumentasi untuk mengklarifikasi
ketidaksesuaiain dimaksut ke pihak pemasok.
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
58
02.77.00/FRM-04/AKD-SPMI
IV.3. Tujuan
Di pedagang besar farmasi Millenium Pharmacon International ketika terdapat
barang datang atau pada saat penerimaan barang dilakukan beberapa alur yaitu :
1. Pedagang Besar Farmasi (PBF) Millenium Pharmacon International (MPI)
menerima barang dari kiriman MPI pusat atau dari principal.
2. Petugas gudang mengecek dokumen pengiriman dengan tujuan untuk memastikan
bahwa pengirim barang benar dari MPI pusat atau dari principal yang dituju, dan
benar apakah barang tersebut dikirim untuk PBF MPI.
3. Petugas melakukan pengecekkan fisik barang diarea penerimaan yaitu meliputi
nama barang, jenis barang atau bentuk sediaan, jumlah barang (seberapa banyak
barang dalam jumlah koli dan seberapa banyak barang dalam jumlah ecer), nomor
batch, tanggal kadaluarsa barang dan kondisi kemasan. Pengecekkan ini dilakukan
dengan teliti yang bertujuan untuk memastikan bahwa barang yang diterima sudah
sesuai dengan surat pesanan dan dokumen pengiriman, menjamin mutu dan
kualitas barang yang diterima.
4. Setelah pengecekkan dilakukan dan barang yang diterma dikatakan sesuai dengan
dokumen pengirimian maka dokumen ditanda tangani oleh petugas gudang dan
kemudian diinput ke sistem.
5. Kemudian barang disimpan ditempat penyimpanan masing-masing.
IV.4. Kesimpulan
Kegiatan penerimaan barang di pedagang besar farmasi Millenium Pharmacon
International sudah sesuai dengan pedoman teknis cara distribusi obat yang baik. Yaitu
ketika menerima barang dimulai dari pengecekan dokumen pengiriman, pengecekkan
dan penyesuaian fisik dengan dokumen pengiriman ketika sudah benar-benar sesuai
maka barang diterima dan diinput ke sistem kemudian barang disimpan di tepat
penyimpanan.
59
BAB V KESIMPULAN
V.1. Kesimpulan
Dari hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang
dilaksanakan di Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Millennium
Pharmacon Internasional, Tbk cabang Bandung, dapat disimpulkan
bahwa:
PKPA merupakan kegiatan yang sangat bermanfaat bagi mahasiswa
program profesi Apoteker untuk meningkatkan pemahaman calon
Apoteker tentang peran, fungsi, posisi dan tanggung jawab Apoteker di
distribusi farmasi.
Pelaksanaan PKPA di PBF bermanfaat sebagai bekal calon Apoteker
untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan
pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian dibidang
distribusi farmasi.
Peran utama seorang apoteker Pedagang Besar Farmasi adalah dapat
menjamin produk atau obat yang sampai ke sarana pelayanan yang
memiliki keamanan, khasiat, dan mutu yang sesuai dengan persyaratan
pada waktu registrasi produk.
PBF menerapkan prinsip cara distribusi obat yang baik dan penerapan
nyata dalam distribusi farmasi yang meliputi tata cara pengadaan,
penyimpanan, penyaluran serta dokumentasi yang didukung dengan
sistem komputerisasi yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 9 Tahun 2019 Tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 6 Tahun 2020 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 9
Tahun 2019 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 26 Tahun 2018
Tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegritasi Secara Elektronik
Sektor Kesehatan
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 30 Tahun 2017
Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1148/MENKES/PER.VI/2011 Tentang Pedagang Besar
Farmasi
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No.
1148/MENKES/PER.VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2015. Petunjuk
Pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik