Anda di halaman 1dari 6

BAB IV

TUGAS KHUSUS

Gagal Jantung Kongestif/Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kegagalan jantung dalam
memompa pasokan darah yang dibutuhkan tubuh. Hal ini terjadi karna kelainan pada otot-otot
jantung sehingga tidak bisa bekerja secara normal.

Jantung memiliki empat ruang yang memiliki tugas masing-masing. Gagal jantung kongestif ada
tipe sebelah kiri, kanan, dan campuran. Pada penderita gagal jantung kongestif sebelah kiri, ru-
ang bawah kiri atau ventrikel kiri dari jantung tidak berfungsi dengan baik. Bagian ini seharus-
nya mengalirkan darah yang optimal ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah arteri.

Karena fungsinya bilik kiri tidak berjalan secara optimal, maka terjadilah peningkatan tekanan
pada serambi kiri dan pembuluh darah di sekitarnya. Kondisi ini menciptakan penumpukan
cairan di paru-paru (edema). Selanjutnya penumpukan cairan juga dapat terbentuk di organ perut
dan kaki. Keadaan ini kemudian mengganggu kinerja ginjal sehingga tubuh mengandung kon-
sentrasi air dan garam lebih banyak dari yang dibutuhkan.

Pada beberapa kasus, penyakit ini bisa juga bukan dikarenakan kegagalan ruang bawah bagian
kiri dari jantung dalam memompa darah. Ketidakmampuan ventrikel kiri jantung dalam
melakukan relaksasi juga kadang menjadi penyebabnya. Karena tidak mampu melakukan relak-
sasi, maka terjadilah penumpukan darah saat jantung melakukan tekanan balik.

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan penyakit dengan tanda adanya batasan aliran
udara. Batasan aliran udara disebabkan oleh inflamasi yang abnormal pada paru-paru. Kondisi
PPOK yang paling umum adalah bronchitis kronis dan emfisema (Dipiro,2009.

Bronkitis kronis berhubungan dengan kelebihan lendir yang kronis atau sekresi berulang ke
percabangan bronkus dengan batuk yang terjadi hamper setiap hari selama setidaknya 3 bulan
dalam setahun (Dipiro, 2009).
Emfisema didefinisikan sebagai pembesaran rongga udara yang abnormal dan permanen distal
ke bronkiolus terminal, disertai dengan hancurnya dinding tetapi tanpa fibrosis yang jelas
(Dipiro, 2009).

Dari kedua penyakit tersebut terus mengalami peningkatan. Prevalensi Congestive Heart Failure
(CHF) di Indonesia menurut Riskesdas (2016) sebesar 0,3% dari total jumlah penduduk di
Indonesia dan berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 didapatkan
prevalensi penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) di Indonesia sebanyak 3,7%. Oleh karena itu
di lakukan evaluasi penggunaan obatnya dengan tujuan untuk melihat obat yang memiliki efek
terapi yang baik sesuai dengan pedoman pengobatan pada pasien CHF PPOK yang menjalani
terapi di ruang ICU RSHA berdasarkan empat kriteria yaitu tepat pasien, tepat obat, tepat
indikasi dan tepat dosis dan evaluasi yang dilakukan pada 2 pasien.

A. Karakteristik pasien
Nama (inisial) Usia Nama Dokter (DPJP)
Pasien 1 CR 66 Tahun Dr. Justine, Sp.PD

B. Distribusi Pasien Berdasarkan Diagnosa dan Penyakit Penyerta


Diagnosis dan Penyakit Penyerta
Pasien 1 CHF + PPOK + TD 130/90mmHg + Nadi 98x/
menit + suhu 36,3 + pernapasan 20x/menit + Ca
3,81 + Kardiomegali dengan edema paru

C. Distribusi berdasarkan Keluhan


Keluhan
Pasien 1 Sesak nafas, batuk berdahak, nyeri perut, nyeri ulu
hati

D. Karakteristik Terapi Pasien


Distribusi Penggunaan Obat
Nama Obat Golongan Obat/ Indikasi Dosis
Pasien 1 Pantoprazol Inj PPI/Gerd (nyeri ulu hati) 1 x 40 mg
Levofloxacin Eksaserbasi bacterial akut 1 x 75 mg
pada bronchitis akut
Furosemide Edema paru dengan TD 2 x 2 amp
sistolik >90-100mmHg
Hypertensive heart failure
Asetilsistein Hipersekresi mucus kental 3 x 200 mg
dan tebal pada saluran
napas
Metilprednisolon Antiinflamasi 3 x 62,5
Combivent nebu PPOK (Sesak nafas) 1 amp
Flexotide Menurunkan bengkak/ 1 amp
mengurangi iritasi paru
Natrium bikarbonat Menurunkan pH tubuh, 3 x 1
meredakan maag
Calos Defisiensi kalsium 3x1
KSR Meningkatkan kalium 2 x 1
darah

E. Evaluasi Penggunaan Obat


Pada evaluasi tentang ketepatan penggunaan obat pada pasien tersebut dievalusi berdasarkan
4 aspek yaitu aspek tepat pasien, tepat obat, tepat indikasi, dan tepat dosis.

1. Tepat Pasien
Pemilihan obat bersadarkan kondisi pasien dapat meningkatkan efek terapi dan mencegah
terjadinya efek samping yang dapat memperparah penyakit pasien. Evaluasi ketepatan pasien
pada penggunaan obat dilakukan dengan membandingkan kontraindikasi obat yang diberikan
dengan kondisi pasien menurut diagnosis dokter. Pada kasus di atas penggunaan obat yang
resepkan untuk pasien Ny. CR yang menjalani terapi di ruang ICU di RS Hermina Telah
sesuai dengan patologi dan fisiologi pasien.
2. Tepat Obat
Berdasarkan data rekam medik obat yang diperoleh pasien yaitu :
a. Pantoprazol Injeksi, dimana obat ini merupakan obat golongan PPI yang digunakan untuk
mengobati GERD, Tukak lambung, Tukak duodenum, nyeri perut atau nyeri ulu hati.
b. Levofloxacin, dimana obat ini merupakan antibiotik golongan kuinolon. Berdasarkan
Dipiro 2009, obat ini digunakan untuk mengobati penyakit yang salah satunya adalah ek-
saserbasi bacterial akut pada PPOK bronchitis akut.
c. Furosemide, obat ini merupakan obat golongan diuretic, obat ini digunakan untuk mengo-
bati Edema paru dengan TD sistolik >90-100mmHg dan Hypertensive Heart Failure
(CHF).
d. Asetilsistein, obat ini digunakan untuk mengobati batuk berdahak dan dapat juga untuk
mengobati PPOK dengan mensekresikan lendir yang berlebih di paru-paru.
e. Methylprednisolon, obat ini merupakan antiinflamasi. Dimana diberikan obat ini untuk
mengurangi infamasi paru pada pasien.
f. Combiven nebu dan flexotide, berdasarkan Dipiro 2009, obat ini digunakan untuk terap
penyakit PPOK. Dimana kombinasi albuterol dan ipratropium diguankan untuk terapi
pemeliharaan PPOK.
g. Natrium bikarbonat, obat ini digunakan untuk mengeluarkan gas yang berasal dari lam-
bung. Dan dapat digunakan untuk terapi maag/gerd.
h. Calos, obat ini berisi kalsium yag digunakan untuk terapi difisiensi kalsium pada pasien.
Karna berdasarkan hasil lab kalsium dalam tubuh pasien rendah.
i. KSR, obat ini berisi potassium yang digunakan utnuk meningkatkan kadar kalium dalam
darah.
.
3. Tepat Indikasi
Evaluasi ketepatan indikasi dilihat dari perlu tidaknya pasien diberi obat berdasarkan keluhan
dan diagnosis. Dari peresepan untuk pasien Ny. CR sudah sesuai dengan keluhan yang di-
alami pasien, yaitu diberikan pantoprazole inj karna pasien mengeluhkan nyeri perut dan ulu
hati, di berikan levofloxacin karna pasien menderita PPOK dimana berdasaran Dipiro 2009
disebutkan bahwa levofloxacin merupakan agen antibiotic untuk terap PPOK, furosemide
diberikan karena berdasarkan hasil foto thorak pasien mengalami edema paru, asetilsistein
diberikan karna pasien mengeluhkan batuk berdahak, metilprednisolon diberikan sebagai anti-
inflamasi pada paru yang menyebabkan PPOK, berdasarkan Dipiro 2009 combiven nebu dan
flexotide diberikan untuk pasien PPOK sebagai terapi pemeliharaan pada pasien PPOK, na-
trium bikarbonat diberikan karena untuk mengurangi gas dari dalam perut dan mengurangi
gejala maag, calos diberikan karna berdasarkan hasil laboratorium pasien mengalami
hipokalsemia, dan KSR diberikan untuk meningkatkan kadar kalium dalam darah.

4. Tepat Dosis
Kriteria tepat dosis yaitu tepat dalam frekuensi pemberian, dosis yang diberikan dan jalur
epada pasien. Dari daftar penggunaan obat pasien diperoleh informasi bahwa tidak ditemukan
adanya ketidaktepatan dosis pada peresepan pasien. Hal ini menujukan bahwa obat -obat yang
tepat dosis tersebut sudah sesuai dengan dosis pemberian dengan dosis standar ata dosis
lazim.

Anda mungkin juga menyukai