Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS KASUS KEGAWATAN PADA Tn.

H DENGAN Penyakit Paru


Obstruktif Kronis (PPOK) DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
RSUD K.M.R.T. WONGSONEGORO
KOTA SEMARANG

Dosen Pembimbing Akademik:

Teguh Theryana S.Kep., Ns

PROGRAM STUDI PASCASARJANA MAGISTER KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2022
A. Fenomena Keperawatan
PPOK merupakan penyakit kronis yang berdampak pada derajat
kesehatan pasien jangka panjang, salah satunya IMT. Perubahan IMT dapa
tterjadi pada pasien yang menderita PPOK. Pasien PPOK sering kali
mengalami penurunan berat badan dan berdasarkan studi populasi dalam
menetukan status gizi, 19-60% pasien mengalami malnutrisi. Perburukan
secara klinis pada pasien PPOK berhubungan dengan penurunan berat badan
yang dapat memicu penurunan kualitas hidup pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati,
ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang biasanya
progresif dan berhubungan dengan responsinflamasi kronis pada saluran
napas dan paru terhadap partikel atau gas yang beracun.
Gangguan pertukaran gas termasuk kedalam kategori fisiologis dan
subkategori respirasi, perawat mengkaji adanya gangguan pertukaran gas
berdasarkan data mayor dan minor. Tanda gejala mayor adalah, dyspnea,
tekanan parsial karbondioksida (PCO2) meningkat/ menurun, tekanan
parsial oksigen (PO2) menurun, takikardia, PH arteri meningkat/ menurun,
bunyi napas tambahan. Tanda gejala minor diantaranya yaitu subjektif
(pusing, penglihatan kabur) sedangkan objektif (sianosis, diaforesis, gelisah,
napas cuping hidung, pola napas abnormal, warna kulit abnormal, dan
kesadaran menurun).
Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar
di dunia setelah Cina dan India. Peningkatan konsumsi rokok berdampak
pada makin tingginya beban penyakit akibat rokok dan bertambahnya angka
kematian akibat rokok. Hampir 80% perokok mulai merokok ketika usianya
belum mencapai 19 tahun (Sari et al., 2015). Banyak penyakit dikaitkan
secara langsung dengan kebiasaan merokok, dan salah satu yang harus
diwaspadai ialah penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) (Susanti, 2015).
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sering menunjukan gejala sesak
napas, batuk dengan atau tanpa dahak, produksi sputum yang meningkat,
dan mengi. PPOK umunya merupakan penyakit yang dapat diobati dan
dapat dicegah, penyakit ini memiliki karakteristik gejala pernapasan
persisten dan aliran udara yang terbatas yang di sebabkan karena adanya
kelainan udara pada saluran alveolar yang biasanya disebabkan oleh paparan
gas atau partikel berbahaya (GOLDN dalam Wibrata, 2019). Hal-hal
tersebut bisa memicu munculnya dyspnea yang dapat menyebabkan
toleransi aktivitas menjadi menurun, cemas meningkat, sehingga kualitas
hidup memburuk (Ubolnuar, 2019). Pengaturan posisi yang tepat dan
nyaman pada pasien yang mengalami sesak dalam pemberian terapi sangat
penting. Posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 45 derajat menjadi
posisi yang paling efektif untuk pasien dengan penyakit kardiopulmonar,
karena posisi ini menggunakan gaya gravitasi untuk membantu
pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma
(Potter dalam Yuliana, 2017). Rekam medis IGD RSUD K.R.M.T
Wongsonegoro bulan maret 2019 mencatat bahwa terdapat 37 kasus PPOK
yang menjadi salah satu kasus sesak nafas yang banyak dijumpai
dibandingkan dengan temuan kasus dengan sesak nafas lainnya (Indarti,
2019).

B. Hasil penelitian tentang fenomena


Studi pembahasan ini perlu menjadi perhatian khusus mengingat
pentingnya penanganan dyspnea dan penurunan saturasi oksigen pada
pasien PPOK yang harus segera ditangani dengan penerapan Pursed-Lips
Breathing dan pemposisian semi fowler. Penerapan terapi ini juga dapat
mencegah progresif penyakit, menghilangkan gejala, memperbaiki status
kesehatan, mencegah dan mengobati penyulit, menurunkan mortalitas,
mencegah dan mengobati eksaserbasi, memperbaiki exercise tolerance
(Sitorus, 2015). Penting untuk memberikan intervensi keperawatan dalam
mempertahankan napas yang adekuat oleh pasien dengan PPOK. Penelitian
review yang akan dilakukan

Bronkodilator adalah obat pilihan pertama untuk menangani gejala


PPOK, terapi inhalasi lebih dipilih dan bronkodilator diresepkan sebagai
pencegahan/ mengurangi gejala yang akan timbul dari PPOK. Bronkodilator
inhalasi kerja lama lebih efektif dalam menangani gejala daripada
bronkodilator kerja cepat. Agonis β-2 kerja singkat baik yang dipakai secara
reguler maupun saat diperlukan (as needed) dapat memperbaiki FEV1 dan
gejala, walaupun pemakaian pada PPOK tidak dianjurkan apabila dengan
dosis tinggi. Agonis β-2 kerja lama, durasi kerja sekitar 12 jam atau lebih.
Saat ini yang tersedia adalah formoterol dan salmeterol. Obat ini dipakai
sebagai ganti agonis β-2 kerja cepat apabila pemakaiannya memerlukan
dosis tinggi atau dipakai dalam jangka waktu lama.

Kortikosteroid inhalasi dipilih pada pasien PPOK dengan FEV1.


Terapi oksigen dibedakan untuk PPOK derajat sedang dan berat. Pada
PPOK derajat sedang oksigen hanya digunakan bila timbul sesak yang
disebabkan pertambahan aktiviti. Pada PPOK derajat berat yang terapi
oksigen di rumah pada waktu aktiviti atau terus menerus selama 15 jam
terutama pada waktu tidur. Dosis oksigen tidak lebih dari 2 liter. 1,6 Terapi
pembedahan pada PPOK memiliki beberapa keuntungan. Keuntungan dari
LVRS (Lung Ventilation Reduction Surgery) dari pada terapi medis lainnya
adalah lebih signifikan hasilnya pada pasien dengan empidema pada lobus
bawah dan pada pasien dengan kapasitas aktifitas fisik rendah karena
pengobatan. Pada beberapa pasien dengan PPOK sangat parah, transplatasi
paru menunjukkan peningkatan kualitas hidup yang baik .
C. Kasus di lapangan Identitas pasien

Nama : Tn.s
Alamat : sambiroto, Kota semarang
Usia : 79 th 9 bln 26 hr
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Menikah
Tanggal masuk : 07/12/2022

Nama PJ : Ny. p
Alamat : sambiroto, Kota Semarang
Data diperoleh : Pasien dan keluarga

Pengkajian Triase dan Kegawatan


Triase : ESI 2
Airway : Paten, terdengar suara napas tambahan ronchi,
Breathing : Frekuensi napas meningkat, pernapasang cuping hidung,
tampak sedikit sianosis di bibir bawah
Circulation : Nadi kuat dan cepat (takikardia), letargi, gelisah
Disability : E4M6V5 Compomentis
Expose : Area simpisis pubis membesar, dan tegang
Folley Cateter : Dipasang DC Fr 16, terdapat tahan saat kateter
dimasukkan, haluaran urine tampak sedikit keruh.
Gastric Tube : Tidak terpasang OGT atau NGT, pasien mual dan
muntah beberapa kali
Heart Monitor : Terpasang monitor, gambaran EKG takikardia
Anamnesis
Keluhan utama : Sesak napas sejak 2 minggu SMRS, batuk berdahak,
lemas dan demam naik turun.

Riwayat terdahulu : -
Riwayat Penggunaan Obat : -
Riwayat Penyakit Sekarang : Sesak napas dan batuk.

Pemeriksaan Fisik
Vital Sign : TD: 141/79 mmHg, HR: 81 x/menit, RR: 24 x/menit,
SpO2: 86% room air => 98% on Nk 3 Lpm, T: 36.6 oC
Inspeksi : Pasien kurang kooperatif saat diajak komunikasi karena
menahan sesak. Dapat mendengar dengan baik..
Auskultasi : Suara napas vesikuler, pola napas normal dan
cepat.terdapat suara ronchi, Suara jantung normal (dub
lub),pulsasi kuat dan terdengar cepat.
Palpasi : Tidak dapat dilakukan
Perkusi : Tidak dapat dilakukan

Pemeriksaan Penunjang 18 19 2
Nebulizer, Rongent Thorax, oksigenasi, Pemeriksaan Kimia klinik dan uji
faal paru, Pemeriksaaan Spirometri, CT Scan

Masalah Keperawatan 8
1. Bersihan jalan napas tidak efektif (D.0001) berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk batuk secara efektif.

Rencana Tindakan 20 21

Dx. 1 Bersihan jalan nafas (D.0001) berhubungan ketidakmampuan untuk


batuk secara efektif
Luaran :
Bersihan jalan napas membaik (L.01001)dengan kriteria hasil setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam, keluhan sesak
menurun, batuk efektif meningkat, dyspneu menuru, pola napas
membaik, produksi sputum menurun, frekuensi napas membaik.
Intervensi Keperawatan :
Manajemen Jalan Napas (I.01011)
Observasi: Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
napas) , Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi,
wheezing, ronchi kering), Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik: Pertahankan kepatenan jalan napas dengan headtilt dan
chin-lift, Posisikan semi-fowler atau fowler, Berikan oksigen,
Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik, Lakukan
fisioterapi dada
Edukasi: Jelaskan tujuan, manfaat, batasan dan Ajarkan tehnik
batuk efektif, Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
Kolaborasi : pemberian oksigenasi, pemberian Nebulizer 1
Combivent dan 1 Flixo

Implementasi Keperawatan
07 Desember 2022
11.11 : Triase, mengkaji dan melakukan anamnesis pasien
11.18 : Mengukur Vital Sign pasien
TD: 141/79 mmHg, HR: 81 x/menit, RR: 24 x/menit,
SpO2: 86% room air => 98% on NK 3 Lpm T: 36.6 oC.
11.20 : Mengambil sampel darah dan memasang IVFD RL 20 tpm
11.32 : - usul rawat inap, oksigenasi, nebulizer combivent dan flixo,
Kolaborasi pemberian Inj. Ranitidin 2x1 amp, Inj. Resfar 3x300 mg,
mecobalamin 1x500mg, EKG, RO Thorax. Advis Dokter saat visit. –
Plan Dx : -Swab Antigen => jika naegatif rawat ruang biasa,
Nebulizer Combivent & Flixoted /8 Jam
Plan Tx : O2 3-5 lpm, Ceftriaxon 1x2gr, Inj MP, 62,5mg/12 jam, PO :
Codein 3x10mg – Zink 1x1 Tab
11.45 : Kolaborasi pemeriksaan penunjang (RO dan CT abdomen)
12.50 : Mengobservasi dan edukasi pasien dalam manajemen napas
13.56 : Handover sesuai Program..

Evaluasi transfer
Handover dari shift pagi pada shift siang untuk melanjutkan observasi
dan monitoring KU follow up hasil pemeriksaan penunjang dan
inden ruangan

Referensi
1. Shimray A.J., Kanan W., Singh W., A., Devi A.S., Ningsen K., Laishram R.,
Association Body Mass Index and Spirometric Lung Function in C horic
Obstruction Pulmonary Disease (COPD) Patients Attending RIMS hospital,
Manipur. Journal of medicine society. 2014; 28:2-3. Gandhi A, Hashemzehi T,
Batura D. The management of acute renal colic. Br J Hosp Med.
2019;80(1):C2–6.
2. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia (SDKI). Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1 Cetakan II.
Persatuan Perawat Indonesia. Jakarta.
3. Toussaint L, Nguyen QA, Roettger C, Dixon K, Offenbächer M, Kohls N, et
al. Effectiveness of Progressive Muscle Relaxation, Deep Breathing, and
Guided Imagery in Promoting Psychological and Physiological States of
Relaxation. Evidence-based Complement Altern Med. 2021;2021.
4. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI). Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1, Cetakan II..
Persatuan Perawat Indonesia. Jakarta.
5. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI) Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1 Cetakan II.
Persatuan Perawat Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai