Disusun oleh : Ariezta Jeviana (0906537724) Diki Basman Andia (0906537831) Furaida Khairani (0906567273) Nesi (0906538172) Rizkia Nabila Nuryadin (0906567506) Tiara Ayuwardani (0906538336)
Program Vokasi Kedokteran, Bidang Studi Fisioterapi 2009 Universitas Indonesia
Anatomi Paru
Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan, yang berfungsi menukar oksigen dari udara luar dengan karbon dioksida dari darah melalui proses respirasi. (Gray, 2004). Respirasi merupakan proses pertukaran gas yang keluar masuk saluran pernafasan, melibatkan sistem kardiovaskuler, sistem pulmonal dan kondisi hematologis. (Campbell et al, 1999). Paru-paru terletak di rongga dada, menghadap ke tengah rongga dada. Pada bagian tengah itu terdapat tampuk paru-paru atau hilus, dan pada mediastinum depan terdapat jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput-selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua, yaitu pleura viseral dan parietal. Pleura viseral atau selaput dada pembungkus merupakan selaput yang langsung membungkus paru-paru. Pleura parietal merupakan selaput paru-paru yang melapisi bagian dalam dinding dada. Antara kedua pleura, terdapat sebuah rongga yang disebut kavum pleura. Paru kanan yang memiliki 3 lobus : lobus superior, medius dan inferior yang dipisahkan oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis. Paru kiri yang mempunyai 2 lobus : lobus superior dan inferior yang dipisahkan oleh fisura oblikua.
Definisi
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang berbahaya. (GOLD, 2009). Eksaserbasi akut pada PPOK merupakan peningkatan lebih lanjut respons inflamasi dalam saluran napas yang berarti timbulnya perburukan dibandingkan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor lainnya seperti polusi udara, kelelahan, atau timbulnya komplikasi. (Antariksa, et al. 2002).
Epidemiologi
Data Badan Kesehatan Dunia menunjukkan tahun 1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia. (WHO, 2002).
Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalensi 5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan perokok. (Antariksa, et al. 2002).
Etiologi
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya PPOK adalah: Kebiasaan merokok Polusi udara Riwayat infeksi saluran napas Sedangkan penyebab paling umum dari suatu eksaserbasi adalah infeksi trakeobronkial dan polusi udara, Penelitian dengan bronkoskopi menunjukkan bahwa sekitar 50% dari pasien eksaserbasi terdapat bakteri dalam konsentrasi tinggi pada saluran napas bawah, hal ini menunjukkan bukti kolonisasi bakteri. (Antariksa, et al. 2002).
Patofisiologi
Penyempitan saluran pernapasan terutama disebabkan elastisitas paru-paru yang berkurang. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Gangguan ventilasi yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas mengakibatkan hiperventilasi sehingga terjadi retensi CO2. (Sylvia & Lorraine, 2005). Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernapasan bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita PPOK saluran-saluran pernapasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya saluran pernapasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang.
Gejala eksaserbasi akut adalah sesak bertambah, produksi sputum meningkat, dan perubahan warna sputum, yaitu sputum menjadi purulen. Tanda dan gejala eksaserbasi akut menentukan tipe eksaserbasi yang dimiliki pasien. Tipe eksaserbasi akut adalah sebagai berikut: Tipe I yaitu pasien dengan 3 gejala eksaserbasi akut. Tipe II yaitu pasien dengan 2 gejala eksaserbasi akut. Tipe III yaitu pasien dengan 1 gejala eksaserbasi akut ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan lebih dari 20% nilai dasar atau peningkatan frekuensi nadi lebih dari 20% nilai dasar.
Formulir Fisioterapi
Nama Fisioterapis Peminatan Nama Dokter Ruangan Nomor Register Tgl Pemeriksaan : Sujatmikowati, AMF : Kardiopulmonal : Dr. dr. Nury N, Sp.KFR : Poliklinik : 247-89-29 : Jumat, 18-11-2011
Pemeriksaan
Pemeriksaan Umum Cara Datang : Mandiri Kesadaran : Compos Mentis Koperatif Status Gizi : IMT 26,8 kg/m2 (obesitas) Suhu : Afebris
Vital Sign TD HR RR Nilai 100/60 mmHg 60x/menit 24x/ menit
Pemeriksaan
Pemeriksaan Khusus Inspeksi : Postur : hiperkifosis thorakal dan hiperlordosis lumbal Shoulder sinistra lebih tinggi - Cyanosis (-) - Clubbing finger (-) Bentuk dada : pectus excavatum Pola nafas : cepat, dangkal Bekas insisi pada sternum dan tungkai dextra Batuk (+) Sputum (+) : sedikit, warna putih dan kental, tidak berbau
Pemeriksaan
Palpasi Gerak napas : torakoabdominal Pengembangan dada simetris Posisi trakea : normal Spasme (+) pada m.uppertrapezius bilateral Ekspansi thorak (anthropometri) : Upper lobe = 2 cm Middle lobe = 2 cm Lower lobe = 3 cm
Tes khusus Fremitus : sputum (+) pada setiap lobus Nyeri dada (-) Peak Flow Meter : 130 L/menit
Diagnosa Fisioterapi
Gangguan fungsional respiratori berupa sesak napas dan batuk karena penurunan ekspansi thorak, batuk tidak efektif, sputum pada setiap lobus, spasme pada m.uppertrapezius bilateral dan asimetri bahu terkait PPOK Eksaserbasi Akut.
Tujuan
Tujuan Jangka Pendek
Menambah ekspansi thorak Os dapat batuk efektif Mengurangi sputum Mengurangi spasme Simetri bahu
Keterangan
Mengencerkan sputum Melancarkan peredaran darah Mengurangi Spasme
Mengurangi sesak napas Meningkatkan toleransi exercise Rileksasi otot bantu pernapasan
Chest Mobility
Knee rolling
D = 5 menit
F = 3x/hari
Vibrasi 4 Massage Clapping Shaking I = 10x repetisi D = 5-7 menit F = 3x/minggu I = 10x repetisi 5 Exercise Coughing D = 10 menit F = 3x/hari Mengajarkan batuk efektif Melepas perlengketan sputum
Evaluasi
Senin, 21 November 2011 S : Batuknya sudah sedikit berkurang, dahak masih sulit dikeluarkan. Os tidak sesak, kecuali saat batuk lama jika ada dahak yang belum keluar. O: Spasme m.uppertrapezius bilateral Ekspansi thorak (anthropometri)
Upper lobe = 2 cm Middle lobe = 2 cm Lower lobe = 3 cm
RR
28x/ menit
Sputum (+) di lobus upper dan lower pada paru sinistra, dan lobus middle pada paru dextra Peak Flow Meter : 130 L/menit Keterangan : berkurangnya sputum di lobus upper dan lower pada paru dextra. A : PPOK Eksaserbasi Akut dengan Riwayat CAD 3VD post CABG P : terapi dilanjutkan
Evaluasi
Rabu, 23 November 2011 S : di dada sudah hilang, dahak sudah sedikit bisa dikeluarkan, sesak (+) saat pagi bangun tidur O:
Vital Sign Nilai
Tensi
Nadi RR
100/60 mmHg
60x/menit 28x/ menit
Sputum (+) di lobus upper pada paru sinistra, dan lobus middle dan lower pada paru dextra Peak Flow Meter : 130 L/menit Keterangan : berkurangnya sputum di lobus lower pada paru sinistra A : PPOK Eksaserbasi Akut dengan Riwayat CAD 3VD post CABG P : terapi dilanjutkan
Evaluasi
Senin, 28 November 2011 S : Batuknya sudah sedikit berkurang, dahak mulai bisa dikeluarkan. Os tidak sesak, kecuali saat batuk lama jika ada dahak yang belum keluar. Os sudah mampu berjalan lebih dari 300 meter tanpa sesak. Sesak muncul di pagi hari sekitar pukul 03.30 sampai 04.00 WIB. O:
Vital Sign Nilai
Tensi
Nadi RR
100/70 mmHg
60x/menit 22x/ menit
Sputum (+) di lobus middle pada paru dextra Peak Flow Meter : 120 L/menit Keterangan : berkurangnya sputum di lobus upper pada paru sinistra, di lobus lower pada paru dextra, dan meningkatnya ekspansi thorak pada middle lobe sebanyak 1 cm A : PPOK Eksaserbasi Akut dengan Riwayat CAD 3VD post CABG P : terapi dilanjutkan
Evaluasi
Rabu, 30 November 2011 S : Dahak semakin bisa dikeluarkan. Os merasa sesak berat di perjalanan menuju tempat terapi. O: Spasme m.uppertrapezius bilateral Ekspansi thorak (anthropometri)
Upper lobe = 2 cm Middle lobe = 3 cm Lower lobe = 3 cm
RR
24x/ menit
Sputum (+) di lobus middle paru dextra Peak Flow Meter : 90 L/menit Keterangan : berkurangnya nilai Peak Flow Meter karena sesak yang timbul. A : PPOK Eksaserbasi Akut dengan Riwayat CAD 3VD post CABG P : terapi dilanjutkan
Evaluasi
Jumat, 2 Desember 2011 S : Tidak ada dahak yang keluar. Os merasa sesak tadi pagi sekitar pukul 5 pagi. Os tidak merasa sesak dalam perjalanan ke tempat terapi. O: Spasme m.uppertrapezius bilateral Ekspansi thorak (anthropometri)
Upper lobe = 3 cm Middle lobe = 3 cm Lower lobe = 3 cm
RR
20x/ menit
Sputum (+) di lobus upper paru dextra Peak Flow Meter : 150 L/menit Keterangan : berkurangnya sputum di lobus middle pada paru dextra, meningkatnya ekspansi thorak pada upper lobe sebanyak 1 cm, dan meningkatnya nilai Peak Flow Meter sebanyak 60 L/menit. A : PPOK Eksaserbasi Akut dengan Riwayat CAD 3VD post CABG P : terapi dilanjutkan
Evaluasi
Senin, 5 Desember 2011 S : Os merasa sesak tadi pagi sekitar pukul 5 pagi. Os tidak merasa sesak berjalan lebih dari 300 meter. O: Spasme m.uppertrapezius bilateral Ekspansi thorak (anthropometri)
Upper lobe = 3 cm Middle lobe = 3 cm Lower lobe = 4 cm
RR
20x/ menit
Sputum (+) di lobus upper paru dextra Peak Flow Meter : 180 L/menit Keterangan : meningkatnya ekspansi thorak pada lower lobe sebanyak 1 cm, dan meningkatnya nilai Peak Flow Meter sebanyak 20 L/menit. A : PPOK Eksaserbasi Akut dengan Riwayat CAD 3VD post CABG P : terapi dilanjutkan
Evaluasi
Rabu, 7 Desember 2011 S : Dahak semakin mudah dikeluarkan. Os merasa sesak tadi pagi sekitar pukul 5 pagi. Os tidak merasa sesak dalam perjalanan ke tempat terapi. O: Spasme m.uppertrapezius bilateral Ekspansi thorak (anthropometri)
Upper lobe = 3 cm Middle lobe = 3 cm Lower lobe = 4 cm
RR
20x/ menit
Sputum (+) di lobus upper paru dextra dan middle paru dextra Peak Flow Meter : 190 L/menit Keterangan : adanya sputum di lobus middle pada paru dextra, dan meningkatnya nilai Peak Flow Meter sebanyak 10 L/menit. A : PPOK Eksaserbasi Akut dengan Riwayat CAD 3VD post CABG P : terapi dilanjutkan
Kesimpulan
Berdasarkan data dari pasien, pasien mengeluh sesak dan batuk. Sesak terus memberat selama 1 tahun, batuk jarang muncul. Pasien rutin kontrol setiap bulan sampai akhirnya 6 bulan keluhan tidak muncul. Namun karena pasien terpajan asap rokok dan debu serta cuaca dingin maka keluhan sesak muncul lagi dan pasien mulai menjalani fisioterapi. Pasien awalnya merasa sesak berat jika berjalan sejauh 300 meter, setelah terapi pasien bisa berjalan lebih jauh dari jarak tersebut tanpa sesak berat, terdapat pula peningkatan ekspansi thorak dan keefektifan batuk yang menyebabkan sputum dapat keluar yang berarti berkurangnya retensi sputum. Aktivitas seharihari pasien hanya di rumah karena seorang pensiunan, maka tidak ada aktivitas tertentu yang terganggu karena keluhannya tersebut.
Saran
Edukasi merupakan hal penting dalam penanganan PPOK. Inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan faal paru. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK. Secara umum edukasi yang harus diberikan adalah pengetahuan dasar tentang PPOK, obat-obatan dengan manfaat dan efek sampingnya, pencegahan perburukan penyakit, menghindari pencetus dengan berhenti merokok, serta penyesuaian aktivitas.
Daftar Pustaka
Antariksa Budhi, et al. 2002. Penyakit Paru Obstruktif Kronik Diagnosis dan Penatalaksanaan. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawaatn Medikal-Bedah Edisi 8.Jakarta: EGC. Campbell NA, Reece JB, & Mitchell LG. 1999. Biologi Edisi Kelima JIlid 1. Jakarta: Erlangga. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. National Institute of Health. National Heart, Lung, and Blood Institute, update 2009. Gray, Henry. 2004. Anatomy, Descriptive, and Surgical. Inggris: Blanchard and Lea. Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep klinis prosesproses penyakit. 2005. Jakarta: EGC.