Anda di halaman 1dari 124

I.

ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT SALURAN


PERNAFASAN
dr. Nurrahmah Yusuf, M.Ked (Paru), Sp.P
dr. Yunita Arliny, M.Kes., Sp.P
Bagian/SMF Paru
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUDZA

Tujuan Belajar
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik paru
secara sistematis dan benar pada pasien dengan gangguan respirasi

1. ANAMNESIS FISIK PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN


Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit diperlukan data yangberasal
dari riwayat penyakit, Dalam pelajaran fisik diagnostik harus dimengerti dengan
baik dan benar istilah yang sering dijumpai seperti gejala (symptom) dan tanda
(sign).Gejala adalah segala sesuatu yang dirasakan oleh penderita dan
menceritakannya kepada pemeriksa pada waktu anamnesis.Pada umumnya
bersifat subyektif.Tanda adalah segala sesuatu yang dilihat dan diperiksa oleh
pemeriksa pada penderita sebagai akibat perubahan anatomi, fisiologi maupun
patologis oleh suatu penyakit.Tanda-tanda penyakit umumnya bersifat obyektif
dan diketahui pada saat pemeriksaan fisik.
Anamnesis meliputi dengan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluraga, riwayat pekerjaan dan
lingkungan, riwayat sosioekonomi, serta riwayat merokok.

Gangguan respirasi dapat memberi manifestasi sebagai berikut :


1. Manifestasi pulmoner.
a. Manifestasi primer: berasal dari kelainan setempat. Keluhan/gejala : analisa
keluhan dilakukan dengan anamnesis, dapat berupa ; batuk dengan atau
tanpa dahak/darah, sesak nafas dengan atautanpa nafas bunyi dan nyeri dada.
Tanda : perubahan-perubahan jaringan paru, pleura , dinding dada oleh
penyakit, dapat dideteksi dengan inspeksi, palapasi, perkusi dan auskultasi.
Perubahan-perubahan yang dapat terjadi berupa perubahan bentuk atau
ukuran toraks, perubahan pergerakan dan perubahan pengantaran getaran.
b. Manifestasi sekunder : akibat penyakit terhadap fungsi paru : Gangguan
pertukaran gas dan peningkatan tahanan pembuluh darah paru

2. Manifestasi ekstra pulmoner : perubahan-perubahan kelainan yang terjadidiluar


paru. Gejala umum : demam, penurunan nafsu makan, lemah dan lain-
lain.Terdapatnya ginekomasti : pembesaran kelenjar mamma pada pria; Jari tabuh;
Osteoartropati : berupa nyeri sendi dan tulang; Beberapa kelainan hormonal.

Pada gangguan respirasi ada 3 keluhan yang paling sering dijumpai yaitu batuk,
sesak nafas dan nyeri dada.

1
BATUK
Batuk adalah salah satu sarana pertahanan tubuh yang secara fisiologis
membersihkan saluran pernafasan dari lendir (mukus) dan bahan/benda asing,
pada umumnya timbul secara reflektorik namun adakalanya dilakukan secara
sengaja.Batuk dapat terjadi oleh karena kelainan pada paru maupun
diluarparu.Walaupun batuk adalah salah satu gejala penyakit paru yang paling
sering dan penting namun relatif tidak spesifik.Adanya batuk bersama-sama
dengan gejala-gejala lain mungkin sangat membantu mengarahkan diagnosis.Jika
batuk disertai dengan stridor inspirasi biasanya disebabkan oleh obstruksi intrinsik
atau ekstrinsik di saluran nafas bagian atas. Batuk yang disertai dengan mengi
atau wheezing yang menyeluruh merupakan petunjuk adanya bronkospasme
(penyempitan bronkus), meskipun kadang- kadang dapat pula disebabkan oleh
kelainan endotrakea daerah karina .Terdapatnya wheezing lokal yang menetap dan
terdengar pada saat ekspirasi disertai batuk mencurigakan adanya kemungkinan
suatu karsinoma bronkogenik.

SESAK NAFAS
Sesak nafas adalah salah satu gejala yang paling sering dan paling
mencemaskan penderita sehingga ia terpaksa pergi ke dokter. Berbagai macam
penjelasan atau definisi mengenai sesak napas ini seperti sukar bernafas atau
nafas tidak enak (kurang lega atau kurang puas) yang biasanya dilukiskan oleh
pasien sebagai sesak nafas (shorthness of breath). Sesak nafas mungkin
merupakan gejala berbagai gangguanpatofisiologi : obstruksi jalan nafas,
berkurangnya jaringan paru yang berfungsi, berkurangnya elastisitas paru,
kenaikan kerja pernafasan, gangguan transfer oksigen (difusi), ventilasi tak
seimbang dalam kaitannya dengan perfusi, campuran darah vena (venous
admixture) atau right to left shunting, cardiac output yang tidak memadai, anemia
dan gangguan kapasitas angkut oksigen dari hemoglobin. Sesak napas dapat
digolongkan dalam 3 katagori utama yaitu sesak napas akut, progresif menahun
dan sesak napas paroksismal berulang.

 DISPNEU AKUT
Pada orang dewasa dipsnea akut dapat disebabkan oleh berbagai penyebab
seperti edema paru, tromboemboli paru akut, pneumonia dan pneumothoraks
spontan Salah satu penyebab yang paling sering adalah edema paru akut oleh
karena kegagalan jantung kiri. Ini biasanya terjadi pada pasien jantung atau
hipertensi, yang pada pemeriksaan fisik ditemukan ronki basah yang
difus.Penderita mungkin mengeluarkan dahak kental, berwarna kemerahan atau
merah muda dan berbuih.Dapat pula disertai batuk, wheezing, nyeri
kardiovaskuler dan edema pada kaki.

 DISPNEU PROGRESIF MENAHUN


Salah satu sebab yang paling sering dari sesak napas ini adalah kegagalan
jantung kongestif. Keluhan ini sering dimulai dengan sesak nafas waktu
melakukan pekerjaan, yang lambat laun menjadi bertambah berat sehingga pasien
merasa sesak nafas walaupun melakukan pekerjaan minimal ataubahkan waktu
istirahat.Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) sering terbangun
malam hari karena sesak nafas tetapi biasanya disertai dengan batuk dan

2
pengeluaran dahak.Orthopnea seringkali didapatkan pada kegagalan jantung kiri
yang lanjut, tetapi gejala ini juga mungkin terjadi padapasien dengan asma dan
bronkitis.

 DISPNEU PAROKSISMAL BERULANG


Jenis dispneu ini sering dijumpai pada pasien dengan asma bronkial,
dimana pada waktu serangan disertai dengan wheezing dan batuk.Walaupun asma
terjadi pada semua umur, tetapi seringkali terdapat pada anak dan dewasa
muda.Dalam hal ini perlu ditanyakan tentang alergi dan tes alergen.Keadaan ini
perlu dibedakan dengan asma kardial yang disebabkan olehkegagalan jantung kiri
atau stenosis mitral.

NYERI DADA
Nyeri dada merupakan gejala yang penting untuk penyakit paru. Nyeri
dada dapat berasal dari paru (rongga dada), tetapi dapat pula berasal dari luar
paru. Nyeri dada adalah salah satu gejala yang paling sukar dinilai dan
membutuhkan klasifikasi yang sistematis.Untuk semua nyeri dada harus
ditanyakan dalam anamnesis tentang hebatnya, sifat, lokalisasi, lamanya,
menyebar atau menetap, terus menerus atau intermiten dan semua faktor yang
menyebabkan nyeri bertambah atau berkurang.Nyeri pleuropulmonal biasanya
akut, tajam dan lokal (setempat), intermiten dan akan semakin bertambah dengan
bernafas serta dengan gerakan. Penyebab paling sering dari nyeri pleuropulmonal
adalah pneumonia bakteri terutama yang disebabkan oleh kokus gram negatif dan
Klebsiella. Gejala-gejala lain seperti batuk, hemoptisis, demam atau malaise dapat
menyertai nyeri pleuropulmonal. Nyeri trakeobronkial seringkali disebabkan
oleh tracheitis akut,tracheobronkitis akut aspirasi benda asing tajam, inhalasi gas
iritan ataukarsinoma yang menyerang trachea atau brokus besar. Nyeri berupa
rasaterbakar disubsternal dan rasa tidak enak yang seringkali bertambah
hebatdengan pernafasan dalam, batuk dan terutama bila bernafas di hawa
dingin.Bila keradangan meluas ke bronkus utama nyeri terasa di parasternal.

Riwayat penyakit dahulu


Riwayat penyakit dahulu perlu digali apakah pasien pernah menderita
penyakit ini sebelumnya ataupun saat anak-anak ataupu saat remaja.Apakah
terdapat riwayat atopi atau tidak.Riwayatpengobatan TB perlu dicatat dengan
seksama.Kapan mendapat pengobatan TB, berapa lama, bagaimana hasil
pemeriksaan dahaknya, dan apakah sudah dinyatakansembuh.Riwayat
penggunaan obat-obatinhalasi sebelumnya ataupun riwayatpenyakit yang
berkaitan ataupun tidak dengan perjalanan penyakit saat ini.

Riwayat penyakit penyerta


Perlu digali secara seksama apakah pasien juga menderita penyakit
penyerta.Penyakit jantung, hipertensi, sindrom metabolik, diabetes, penyakit
autoimun, gangguan endokrin dan lain sebagainya.Bagaimana pengobatannya,
bagaimana tingkat kepatuhannya serta dinilai apakah selama ini terkontrol atau
tidak.

3
Riwayat penyakit keluarga
Apakah dalam satu keluarga terdapat anggota keluarga yang mengalami
gejala yang mirip atau penyakit yang sama. Apakah terdapat riwayat atopi pada
keluarga.Dan bagaimanakah pengobatandan progresivitas gejala atau penyakitnya.

Riwayat merokok
Apakah pasien perokok aktif, bekas perokok ataupun perokok pasif.Berapa
banyak batang rokok yang dihisap per hari dan berapa tahun sudah lamanya
merokok.Apakah ada motivasi untuk berhenti merokok lalu bagaimanakah upaya
untuk berhenti merokok.

Riwayat sosioekonomi
Pekerjaan pasien merupakan faktor penting yang wajib ditanyakan untuk
mencari faktor risiko.Apakah ada agen yang berkaitan ataupun memperburuk
keluhan.Pekerjaan tersebut perlu dijelaskan secara spesifik, berapa lama bekerja,
bagaimana lingkungan kerja, apakahmenggunakan alat pelindung diri (APD) serta
riwayat pekerjaan sebelumnya.Sebagai contoh pasien adalah supir truk yang
mengangkut semen dengan waktu bekerja sehari 8 jam dalam lima hari seminggu
selama 30 tahun tidak menggunakan APD dengan baik.
Selain itu perlu dinilai juga bagaimana dengan tingkat ekonomi
pasien.Apakah pasien memiliki akses layanan kesehatan yang baik, bagaimana
dengan tingkat kepatuhan berobat serta tingkat pemahaman pasien terhadap
penyakit yang diderita.Bagaimana dengan lingkungan tempat tinggal
pasien.Apakah pasien tinggal di pemukiman yang padat, ventilasi tempat tinggal
yang kurang baik, ataukah dengan sanitasi yang buruk.

2. PEMERIKSAAN FISIK SISTEM RESPIRASI


Struktur dan Fisiologi paru
Dada membentuk suatu kotak tulang yang mengandung dan melindungi
paru-paru, jantung dan esofagus ketika ia berjalan ke dalam lambung. Rangka
dada terdiri dari 12 vertebra torakal, 12 pasang iga, klavikula dan sternum.Paru-
paru secara terus menerus memberikan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida
dari sistem sirkulasi.Tenaga yang diperlukan untuk pernapasan berasal dari
muskulus interkostal dan diafragma.Gerak terpadu otot-otot ini bekerja sebagai
puputan untuk menarik udara masuk kedalam paru-paru.Ekspirasi terjadi secara
pasif.Kendali pernapasan adalah kompleks dan diatur oleh pusat pernapasan di
medula otak.

4
Gambar 1.Rangka Pembentuk DadaGambar 2. Anatomi Paru
Udara inspirasi dihangatkan, di saring dan dilembabkan oleh saluran
pernapasan atas.Setelah melalui kartilago krikoid laring, udara mengalir melalui
suatu sistem pipa yang fleksibel, yaitu trakea.Setinggi vertebra torakal keempat
atau kelima, trakea bercabang menjadi bronkus kiri dan bronkus kanan.Bronkus
kanan lebih pendek, lebih lebar dan lebih datar daripada bronkus kiri.Bronkus
tersebut terus bercabang menjadi bronkus-bronkus yang lebih kecil, kemudian
menjadi bronkiolus di dalam paru-paru.Tiap bronkiolus respiratorius berakhir di
dalam suatu duktus alveolaris, dan dari sini dipercabangkan banyak sakus
alveolaris.Diperkirakan bahwa ada lebih dari 500 juta alveolus di dalam paru-
paru.Tiap dinding alveolus mengandung serat elastis yang membuat sakus tersebut
dapat mengembang selama inspirasi dan mengerut selama ekspirasi dengan
mekanisme recoil elastic.
Paru terbagi lagi menjadi beberapa lobus: atas, tengah dan bawah di paru
kanan dan atas dan bawah di paru kiri. Paru-paru di bungkus oleh suatu kantung
tipis yaitu pleura.Pleura viseralis terdapat tepat diatas parenkim paru-paru,
sedangkan pleura parietalis melapisi dinding dada. Kedua permukaan pleura ini
saling meluncur satu sama lain selama inspirasi dan ekspirasi. Ruang diantara
kedua pleura ini disebut kavum pleura.
Untuk melukiskan tanda-tanda fisik di dalam dada secara tepat, pemeriksa
harus memahami batas-batas topografi pada dinding dada. Bagian-bagian yang
mempunyai arti klinis yang penting adalah sebagai berikut :
• sternum
• clavicula
• incisura suprasternalis
• angulus sternomanubrial
• garis midsternalis
• garis mid clavikularis
• garis aksilaris anterior
• garis aksilaris media
• garis aksilaris posterior
• garis skapularis
• garis midspinal
Incisura suprasternalis terletak pada puncak sternum dan dapat di raba
sebagai cekungan di dasar leher.Angulus sternomanubrial sering disebut sebagai
Angulus Louis.Tonjolan tulang ini terletak kira-kira 5 cm di bawah incisura
suprasternalis. Lateral dari tonjolan ini adalah iga kedua. Ruang di bawah iga
kedua adalah sela iga kedua.
Untuk menentukan daerah-daerah di permukaan dada, dibuat beberapa
garis khayal pada dada depan dan belakang. Garis midsternalis di buat melalui
bagian tengah sternum.Garis midclavicular adalah garis yang dibuat melalui
bagian tengah klavikula dan sejajar dengan garis midsternalis.Garis aksilaris
anterior adalah garis vertikal yang dibuat sepanjang lipatan aksilaris anterior dan
sejajar dengan garis mid sternalis.Garis aksilaris media dibuat melalui tiap puncak
aksila sejajar dengan garis mid sternalis.Garis aksilaris posterior sejajar dengan
garis midsternal dan berjalan vertikal sepanjang lipatan aksilaris posterior.Garis
scapular sejajar dengan garis midsternal dan berjalan melalui sudut bawah
skapula.Garis midspinal adalah suatu garis vertikal yang berjalan melalui

5
prosessus spinosus posterior vertebra.

Gambar 3a. Batas Topografik Toraks Anterior

Gambar 3b. Batas Topografik Toraks Lateral (B) dan posterior (C)

Perhitungan iga pada dada posterior agak lebih rumit.Sayap bawah skapula
terletak setinggi iga atau sela iga ke tujuh. Batas topografik penting lainnya yang
berguna dapat ditemukan dengan meminta pasien memfleksikan lehernya :
prosessus spinosus servikal yang paling menonjol, vertebra prominens, menonjol
dari vertebra servikal ketujuh.
Perlu diingat, bahwa hanya tujuh iga pertama yang membentuk persendian
dengan sternum.Iga kedelapan sampai kesepuluh membentuk persendian dengan
tulang rawan diatasnya.Iga kesebelas dan keduabelas adalah iga melayang dan
mempunyai bagian anterior yang bebas.
Fissura interlobaris terletak diantara lobus paru-paru. Paru-paru kanan dan
kiri mempunyai fissura oblik, yang dimulai pada dada anterior setinggi iga

6
keenam pada garis midklavikula dan memanjang ke lateral atas ke iga kelima di
garis aksilaris media, berakhir pada dada posterior pada prosessus spinosus
vertebra torakal ketiga (VT 3). Lobus bawah kanan terletak dibawah fissura oblik
kanan : lobus atas dan tengah kanan terletak di atas fissura oblik kanan. Lobus
bawah kiri terletak dibawah fissura oblik kiri ; lobus atas kiri terletak diatas
fissura oblik kiri. Fissura horizontal hanya ada di kanan dan memisahkan lobus
atas kanan dan lobus tengah kanan.Fissura memanjang dari iga keempat pada tepi
sternum ke iga kelima pada garis aksilaris media.Paru-paru menonjol ke atas kira-
kira 3-4 cm di atas ujung medial klavikula. Margo inferior paru-paru menonjol ke
iga keenam pada garis midklavikula, iga kedelapan pada garis aksilaris media, dan
diantara VT 9 dan VT 12 dibagian posterior. Variasi ini berkaitan dengan
pernapasan. Percabangan trakea, karina, terletak di belakang angulus Louis kira-
kira setinggi VT 4 pada dada posterior. Hemidiafragma kanan pada akhir ekspirasi
terletak setinggi iga kelima dibagian depan dan VT 9 di bagian belakang. Adanya
hati pada sisi kanan membuat hemidiafragma kanan agak lebih tinggi daripada
yang kiri.

Gambar 4. Proyeksi rangka pada dinding toraks anterior

7
Gambar 5. Proyeksi paru pada dinding toraks .(A) proyeksi anterior; (B) posterior;
(C) lateral dekstra; (D)

Tiga tempat di permukaan dada yang dapat dijadikan patokan


dalampemeriksaan fisik paru.
 Angulus sterni: Sudut yang dibentuk oleh pertemuan antara manubrium
sterni, corpus sternum dan iga 2. Dari sini kita dapat menghitung sela iga
dengan mudah.
 Prosesus Spinosus Vertebre Cervical 7: Yang paling menonjol pada tulang
belakang di daerah leher yang merupakan tonjolan dari prosesus spinosus
vertebra cervical 7
 Sela iga 7 :Tepat berada di bawah ujung scapula.lateral sinistra

3. PEMERIKSAAN FISIK SISTEM RESPIRASIINSPEKSI


Pada pemeriksaan inspeksi sistem respirasi dilakukan secara menyeluruh
dan sistematis.Prosedur pemeriksaan inspeksi toraks dilakukan dalam dua
keadaan, yaitu inspeksi yang dilakukan dalam keadaan statis dan dalam keadaan
dinamis. Inspeksi diawali dengan pengamatan pada keadaan statis, terhadap
keadaan umum pasien, kepala (adanya edema di muka), mata (cunjunctiva,
kelopak mata), leher ( Jugular Venous Presure, deviasi trakea) tangan (clubing
finger,sianosis), kaki (edema tungkai) dan kemudian dilanjutkan dengan
pemeriksaan toraks seperti kelainan bentuk dinding toraks, dll.
Pada inspeksi perhatikan:
1. Irama dan frekuensi pernapasan.
Dikenal berbagai tipe :Normal. Rate dewasa 8 – 16 x/menit dan anak
maksimal 44 x/menit. Tachypnoea.Cepat dan dangkal, penyebab : nyeri

8
pleuritik, penyakitparu restriktif, diafragma letak tinggi karena berbagai
sebab.Hyperpnoea hiperventilasi. Napas cepat dan dalam, penyebabnya:
cemas, exercise, asidosis metabolik, pada kasus koma gangguan otak
(midbrain/pons) .Pernapasan Kussmaul. Napas dalam dengan asidosis
metabolicBradypnoea. Napas lambat, karena depresi respirasi karena obat,
tekanan intrakranial meninggi.Napas Cheyne Stokes.Ada perioda siklik antara
napas dalam dan apnoe bergantian.Gagal jantung, uremi, depresi napas,
kerusakan otak. Meskipun demikian dapat terjadi pada manula dana anakanak.
Pernapasan Biot .Disebut pernapasan ataxic, iramanya tidak dapat
diramalkan, acap ditemukan pada kerusakan otak di tingkat medulla.Ekspirasi
memanjang.Ini terjadi pada penyakit paru obstruktif, karena resistensi jalan
napas yang meningkat.

Gambar 7. Jenis pernapasan

2. Inspeksi Leher
Pemakaian otot-otot tambahan merupakan suatu tanda paling dini adanya
obstruksi saluran pernapasan. Pada distress pernapasan, muskulus trapezius
dan sternocleidomastoideus berkontraksi selama inspirasi. Otot-otot tambahan
membantu dalam ventilasi, karena mereka mengangkat klavikula dan dada
anterior untuk meningkatkan volume paru-paru dan memperbesar tekanan
negatif di dalam toraks. Ini menyebabkan retraksi fossa supraklavikular dan
otot-otot interkostal. Gerakan keatas klavikula lebih dari 5 mm selama
pernapasan berkaitan dengan penyakit obstruktif paru-paru yang berat.
3. Inspeksi Konfigurasi Dada
Berbagai macam konfigurasi dada dapat mengganggu ventilasi yang memadai,
dan konfigurasi dada mungkin menunjukkan penyakit paru.Peningkatan
diameter anteroposterior (AP) atau barrel chest dijumpai pada PPOK berat.
Diameter AP cenderung mendekati diameter lateral sehingga terbentuk dada
berbentuk tong. Iga-iga kehilangan sudut 45° dan menjadi lebih
horizontal.Flail chest adalah konfigurasi dada dimana suatu sisi dada bergerak
paradoksal ke dalam selama inspirasi. Keadaan ini dijumpai pada fraktur iga
multipel.Kifoskoliosis adalah deformitas tulang punggung dimana terdapat
lengkungan tulang punggung abnormal AP dan lateral sehingga
pengembangan dada dan paru-paru menjadi sangat terbatas. Pectus

9
excavatum atau dada corong adalah cekungan pada sternum, akan
menimbulkan masalah restriktif pada paru-paru hanya jika cekungannya jelas.
Pectus carinatum atau dada burung merpati adalah suatu deformitas yang
lazim ditemukan, tetapi tidak mengganggu ventilasi.

Gambar 4. Konfigurasi Dada yang Lazim Ditemukan

4. Gerakan dada. Gerakan paru yang tidak sama, dapat kita amati dengan
melihat lapang dada dari kaki penderita, tertinggal, umumnya
menggambarkan adanya gangguan di daerah dimana ada gerakan dada
yang tertinggal. (tertinggal = abnormal)

5. Inspeksi Tangan
Penemuan untuk clubbing adalah hilangnya sudut antara kuku dengan falang
terminal. Clubbing berkaitan dengan sejumlah gangguan klinis, seperti :
1. Tumor intra thoraks
2. Jalan pintas campuran vena ke arteri (AV shunt)
3. Penyakit kronis paru
4. Fibrosis hati kronis

PALPASI
Dengan palpasi ini diharapkan kita dapat menilai semua kelainan pada
dinding dada (tumor, benjolan, muskuloskeletal, rasa nyeri di tempat tertentu,
limfonodi, posisi trakea serta pergeserannya, fraktur iga, antar iga, fossa
supraklavikuler, dsb) serta gerakan, excursion dindingdadadiperlukan penggunaan
dua tangan ditempatkan di daerah yang simetris, kemudian dinilai. Pada waktu
pasien bernapas dalam tangan diletakkan di bagian depanmaka amati gerakan
dada simetriskah, (tangan ditaruh di dada samping) gerakan tangan kita naik turun
secara simetris apa tidak, (tangan ditaruh di dada belakang bawah) gerakan
tangan ke lateral di
bagian bawah atau tidak. Gerakan dinding dada maksimal terjadi di bagian depan
dan bawah.
Posisi trakea dapat ditentukan dengan meletakkan jari telunjuk kanan di
incisura suprasternal dan menggerakkannya sedikit ke lateral untuk meraba lokasi
trakea. Teknik ini diulangi, dengan menggerakkan jari dari incisura suprasternal
ke sisi lain. Ruang antara trakea dan klavikula harus sama. Pergeseran
mediastinum dapat memindahkan trakea ke satu sisi.

10
Gambar 8. Palpasi posisi trakea

Gambar 9.Penilaian pergerakan dinding dada anterior dan posterior

Pada waktu melakukan palapasi kita gunakan juga untuk memeriksa


fremitus taktil.Dinilai dengan hantaran suara yang dijalarkan ke permukaan dada
dan kita raba dengan tangan kita.Pasien diminta mengucapkan dengan suara
dalam, misalnya mengucapkan Tujuh puluh tujuh dan rasakan getaran yang

11
dijalarkan di kedua tangan kita.
- Fremitus akan meninggi kalau ada konsolidasi paru (misal : pneumonia, fibrosis)
- fremitus berkurang atau menghilang apabila ada gangguan hantaran ke dinding
dada (efusi pleura, penebalan pleura, tumor, pneumothorax). Apabila jaringan
paru yang berisi udara ini menjadi kurang udaranya atau padat,suara yang
dijalarkan ke dinding dada lewat cabang bronkus yang terbuka ini melemah. Suara
dengan nada tinggi (high-pitched sounds) yang biasanya tersaring terdengar lebih
jelas.Keadaan ini ditemukan di permukaaan dari jaringan paru yang abnormal.
Perubahan ini dikenal sebagai : suara bronchial, bronchophonie, egophony dan
suara bisikan (whispered pictoriloqui). Untuk mudahnya dikatakan : suara
bronchial dan vesikuler mengeras. Hal ini dapat dirasakan dengan palpasi
(fremitus taktil) atau didengar dengan auskultasi.

Gambar 10. Pemeriksaan fremitus dada posterior

PERKUSI
Perkusi adalah mengetuk pada permukaan untuk menentukan struktur
dibawahnya. Pengetukan pada dinding dada dihantarkan ke jaringan dibawahnya,
dipantulkan kembali, di indera oleh indera taktil dan pendengaran pemeriksa.
Bunyi yang terdengar dan sensasi taktil yang dirasakan tergantung pada rasio
udara jaringan. Getaran yang ditimbulkan dengan perkusi hanya dapat menilai
paru sampai sedalam 5-6 cm, tetapi perkusi berguna karena banyak perubahan
rasio udara-jaringan segera dapat diketahui.
Tujuan perkusi dada adalah untuk menentukan batas anatomi resonansi
paru dan menentukan daerah dengan bunyi perkusi abnormal dalam parenkim
paru.
Ada 4 bunyi yang bisa didapat pada perkusi :
1. pekak, seperti diatas otot paha (tinggi nada tinggi).
2. redup, seperti diatas hepar (pada kuadran kanan atas), berlangsung singkat
dan beramplitudo rendah tanpa resonansi.
3. resonan/sonor, seperti pada seluruh dinding dada dimana paru-paru
berinflasi normal, dengan amplitudo lebih tinggi dan tinggi nada lebih
rendah.
4. timpani, seperti pada gelembung gas di lambung dengan tinggi nada
tinggi dan bergaung.

12
Pada dada normal, redup diatas jantung dan sonor diatas lapangan paru dapat
terdengar dan dirasakan. Ketika paru-paru berisi cairan dan menjadi lebih padat,
seperti pada pneumonia, sonor digantikan oleh redup. Istilah hipersonor dipakai
untuk bunyi perkusi pada paru-paru yang kepadatannya berkurang. Hipersonor
adalah bunyi resonansi dengan tinggi nada rendah, bergaung dan terus-menerus
mendekati bunyi timpani seperti pada emfisemadan juga pneumotoraks. 
Teknik Perkusi
Perkusi dada memakai jari tengah tangan kiri yang diletakkan dengan kuat
pada dinding dada sejajar dengan iga pada sela iga dengan telapak tangan dan jari
lain tidak menyentuh dada tersebut. Ujung jari tengah tangan kanan mengetuk
dengan cepat dan tajam pada falang terminal jari kiri yang berada di atas dinding
dada. Gerakan jari pengetuk harus berasal dari pergelangan tangan, bukan dari
siku.

Gambar 11. Teknik Perkusi

Perkusi Dada Posterior


Tempat-tempat perkusi pada dada posterior adalah diatas, diantara dan dibawah
skapula di sela iga.

Gambar 11. Posisi tangan saat melakukan perkusi

13
Tulang skapula tidak diperkusi. Pemeriksa harus mulai dari atas ke bawah, dari
sisi ke sisi, dengan membandingkan satu sisi dengan sisi lainnya.
 Macam macam suara perkusi pada rongga torak
SUARA WAKTU
NADA PATOLOGI
PERKUSI (duration)
Pekak tinggi Pendek Padat / cair
Redup tinggi Pendek Udara < normal
Sonor/normal Normal (padat =
normal Normal
udara)
Hipersonor rendah Panjang Udara > normal
Timpani rendah Lama Udara saja
 
Pemeriksaan perkusi juga dapat menentukan batas paru hati,
peranjakan, batas jantung relatif dan batas jantung absolut.Untuk
menentukan batas paru bawah gunakan perkusi lemah di punggung sampai
terdengar perubahan dari sonor ke redup, kemudianpasien diminta inspirasi
dalam-tahan napas-perkusi lagi sampai redup.Perbedaan ini disebut peranjakan
paru (normal 2 – 3 cm). Peranjakanakan kurang atau hilang pada emfisema paru,
pada efusi pleura, danasites yang berlebihan. Untuk menentukan batas paru-hati
lakukan halyang sama di bagian depan paru, linea medio clavicularis kanan.

AUSLKULTASI
Auskultasi adalah teknik mendengarkan bunyi yang dihasilkan di dalam
tubuh. Auskultasi dada dipakai untuk mengenali bunyi paru-paru. Stetoskop
biasanya mempunyai dua kepala : bel dan diafragma. Bel dipakai untuk
mendeteksi bunyi dengan tinggi nada rendah, sedangkan diafragma lebih baik
untuk mendeteksi bunyi dengan tinggi nada yang lebih tinggi. Bel harus
ditempelkan secara longgar di kulit, karena jika ditekan kuat : kulit akan berlaku
sebagai diafragma dan bunyi tinggi nada rendah akan tersaring. Sedangkan
diafragma ditempelkan secara kuat pada kulit.
Urutan pemeriksaan seperti padaperkusi.Minimal harus didengar satu
siklus pernapasan (inspirasiekspirasi).Bandingkan kiri-kanan pada tempat
simetris.Umumnya fase inspirasi lebih panjang dan lebih jelas dari
ekspirasi.Penjelasan serta perpanjangan fase ekspirasi mempunyai arti
penting.Kita mulai dengan melukiskan suara napas dasar atau utamadahulu
kemudian melukiskansuara napas tambahan.Kombinasi ini, bersama dengan
palpasi dan perkusimemberikan diagnosis serta diferensial diagnosis penyakit
paru.
Suara napas utama atau dasar :Vesikuler: Suara paru normal, inspirium >
ekspirium serta lebih jelas. Vesikuler melemah: Pada bronchostenose, emfisema
paru, pneumothorak, eksudat, atelektase masif, infiltrat masif, tumor. Vesikuler
mengeras: Terdengar lebih keras. Vesikuler mengeras dan memanjang: Pada
radang. Bronchial: Ekspirasi lebih jelas, seperti suara dekat trachea, dimana paru
lebih padat tetapi bronchus masih terbuka (kompresi, radang)Amforik: Seperti
bunyi yang ditimbulkan kalau kita meniup diatas mulut botol kososng sering pada
caverne. Eksipirasi Jelas.
Suara napas tambahan dapatberupa: Ronchi kering (bronchitis geruis,
sonorous, dry rales). Pada fase inspirasi maupun ekspirasi dapat nada tinggi

14
(sibilant) dan nada rendah (sonorous) = rhonchi, rogchos berarti ‘ngorok’.
Sebabnya ada getaran lendir oleh aliran udara.Dengan dibatukkan sering hilang
atau berubah sifat.Rhonchi basah (moist rales).Timbul letupan gelembung dari
aliran udara yang lewat cairan.Bunyi di fase inspirasi.ronkhi basah halus (suara
timbul di bronchioli), ronkhi basah sedang (bronchus sedang), ronkhi basah kasar
(suara berasal dari bronchus besar),ronkhi basah meletup. Sifatnya musikal, khas
pada infiltrat, pneumonia, tuberculosis.Krepitasi.Suara halus timbul karena
terbukanya alveolus secara mendadak, serentak terdengar di fase inspirasi.
(contoh: atelectasetekanan). Suara gesekan (wrijfgeruisen, friction-rub). Ada
gesekan pleura dan gesek perikardial sebabnya adalah gesekan dua permukaan
yang kasar (mis: berfibrin).Ronkhi basah sering juga disebut sebagai crackles,
rhonchi kering disebut sebagai wheezes dan gesek pleura atau gesek perikard
sebagai pleural dan pericardial rubs.
  

Gambar 12. Pemeriksaan auskultasi dada anterior dan posterior

15
DAFTAR PUSTAKA

 Parttridge MR. Making diagnosis. In: Understanding Respiratory


Medicine. London:Manson Publishing; 2006:9-32.
 Fletcher AE, Palmer AJ, Bulpitt CJ. Cough with Angiotensin Converting
EnzymeInhibitor: How much of a problem? J Hypertens. 1994;
12(suppl2):s43-47.
 Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
PenatalaksanaanTuberkulosis di Indonesia. 2011.
 Hirshberg B, Biran I, Glazer M, Kramer MR. Hemoptysis: etiology,
evaluation, andoutcome in a tertiary referral hospital. Chest. 1997;
112:440-44.
 Stoller JK. Diagnosis and management of massive hemoptysis: a review.
Respir CareMed. 1992; 37: 564-81.
 Wilkins RL, Specht L. Fundamentals of physical examination. In: Wilkins
RL, SheldonRL, Krider SJ, editors. Clinical assessment in respiratory care.
5th ed. St.Louis: MosbyInc; 2005. p. 63-93.
 Fishman AP. Approach to the patient with respiratory symptoms. In:
Fishman AP,Elias JA, Fishman JA, Grippi MA, Kaiser LR, Senior RM,
editors. Pulmonary diseasesand disorders. 3th ed. New york: The
McGraw-Hill Companies; 1998. p. 362-93.
 Lehler S. Normal lung sound. In: Understanding lung sound. 1st ed. New
york: W. B.Saunders Company; 1990. p. 78-151.
 Fitzgerald FT, Murray JF. History and physical examination. In: Mason
RJ, Murray JF,Broaddus VC, Nadel JA, editors. Textbook of respiratory
medicine. 4th ed.Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. p. 495-510.
 Jardins TD, Tietsort JA. Clinical assessment of cardiopulmonary function.
In: BurtonGG, Hodgkin JE, Ward JJ, editors. Respiratory care. A guide to
clinical practice. 4thed. Philadelphia: Lippincott; 2002. p. 153-74.

16
Check List Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Saluran Pernapasan

Skor
   No Aspek yang Dinilai
0 1 2
I. Anamnesis Penyakit Saluran Pernapasan      
1 Memberikan salam,memperkenalkan diri      
2 Menanyakan keluhan utama pasien datang berobat, riwayat      
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,riwayat,
pengobatan, riwayat keluarga dan sosial
II. Melakukan persiapan pemeriksaan fisik sistem pernapasan
1 Menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur dan ketidaknyamanan      
yang mungkin akan timbul selama pemeriksaan, secara benar
dan jelas
2 Berdiri di sisi kanan pasien      
3 Mempersilakan pasien melepas pakaian dan berbaring      
III. Pemeriksaan Fisik penyakit Saluran Pernapasan
1 Inspeksi dada anterior      
1.1 Melakukan inspeksi dalam keadaan statis      
a. Perhatikan ekspresi wajah (apakah tampak kesakitan,      
pernafasan cupping hidung, bibir (sianosis atau tidak),
apakah menggunakan otot bantu nafas atau tidak
b. Perhatikan bentuk dada (apakah ada kelainan bentuk)      
c. Sela iga (bandingkan kiri dan kanan)      
d. Apakah ada venektasi      
e. Jari tangan (clubbing finger, sianosis)      
1.2 Inspeksi dalam keadaan dinamis      
  a. Tentukan jenis pernapasan, apakah ada pernapasan      
abnormal (kusmaul, cheyne stokes, dll)
b. Bandingkan pergerakan dinding dada kanan dan kiri,      
apakah sama atau ada pergerakan tertinggal salah satu
dinding dada
2. Palpasi dada anterior
a. Apakah ada limfadenopati suprakalvikula,leher dan axilla
b. Lakukan pemeriksaan posisi trakea, apakah normal,
deviasi ke kanan atau ke kiri
c. Apakah ada nyeri tekan atau emfisema subkutis      
d. Melakukan pemeriksaan ekspansi dada untuk menilai
pergerakan dinding dada (simetris atau ada yang
tertinggal)
e. Melakukan palpasi untuk menilai tactil fremitus (sistem

17
fremitus) pada hemitorak kiri dan kanan dari bagian atas
ke bawah. (bandingkan kiri dengan kanan secara simetris
dan silangkan tangan pemeriksa, sambil pasien disuruh
menyebut 77 (tujuh puluh tujuh)
 3. Perkusidada anterior      
  a. Melakukan perkusi pada kedua hemitoraks kanan dan kiri      
mulai dari dinding toraks atas ke bawah
  b. Menentukan batas paru hepar pada linea mid klavikularis      
kanan (perubahan suara perkusi dari sonor ke redup,
normal pada RIC V kanan)
 4. Auskultasidada anterior      
  a. Mendengarkan suara napas vesikuler pada kedua      
hemitoraks kanan dan kiri, mulai dari atas ke bawah
  b. Mendengarkan apakah ada suara napas tambahan (ronki,      
wheezing, dll)
 5. Inspeksi toraks posterior      
 5.1 Inspeksi toraks dalam keadaan statis      
a. Perhatikan bentuk dinding toraks posterior (apakah ada
kelainan bentuk), bandingkan kanan dan kiri
b. Perhatikan bentuk tulang belakang (apakah ada kelainan
bentuk, kiposis, scoliosis, lordosis atau gibbus)
5.2 Inspeksi toraks dalam keadaan dinamis
a. Bandingkan pergerakan dinding dada kanan dan kiri,
apakah sama atau ada pergerakan salah satu dinding dada
yang tertinggal
6 Palpasi dada posterior
a. Melakukan pemeriksaan untuk menilai tactil fremitus (stem
fremitus) pada hemitorak posterior kiri dan kanan mulai
dari dinding torak bagian atas ke bawah. Bandingkan kiri
dengan kanan secara simetris dan silangkan tangan
pemeriksa, sambil pasien disuruh menyebut 77 (tujuh puluh
tujuh).
b. Melakukan pemeriksaan ekspansi dada untuk menilai
pergerakan dinding dada posterior (simetris atau ada yang
tertinggal)
7 Perkusi dada posterior
a. Melakukan perkusi pada kedua hemitoraks posterior kiri
dan kanan mulai dari dinding toraks atas ke bawah
8 Auskultasi dada posterior
a. Mendengarkan suara napas vesikuler pada kedua
hemitoraks posterior kiri dan kanan, mulai dari atas ke
bawah
b. Mendengarkan apakah ada suara napas tambahan (ronki,

18
wheezing, dll)
 9 Memberikan informasi mengenai hasil pemeriksaan dan      
follow up lebih lanjut

Keterangan :
0: tidak dilakukan
1: dilakukan tetapi kurang sempurna
2: dilakukan dengan sempurna

Cakupan penguasaan ketrampilan: Skor total: /68x100% = %

Banda Aceh…………2021

Instruktur

II. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT JANTUNG


DAN ANALISA EKG

 dr. Nurkhalis Muchlis, Sp.JP-FIHA


Bagian/SMF Kardiologi
Fakultas Kedokteran

19
Universitas Syiah Kuala/RSUDZA

1. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT JANTUNG

Tujuan belajar:
Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik jantung normal secara
sistematis dan benar.

Prior Knowledge
Sebelum mempelajari keterampilan ini, mahasiswa harus menguasai:
 Anatomi Kardiovaskuler
 Fisiologi Kardiovaskuler

Pendahuluan
1. Anatomi dan Fisiologi
Jantung dan pembuluh darah besarnya, vena cava inferior dan superior,
aorta, arteri dan vena pulmonalis terletak pada garis tengah thoraks, dikelilingi
oleh kedua paru di bagian lateral dan posterior, dan dibatasi sternum dan rongga
iga sentral di bagian anterior. Oesofagus, melintasi thoraks dari leher hingga
rongga abdomen, terletak antara struktur vaskuler garis tengah dengan permukaan
anterior korpus vertebra (Gambar 1) Rangka dada terdiri dari 12 vertebra torakal,
12 pasang iga, klavikula dan sternum.
 

Gambar 1. Lokasi sistem kardiovaskular pada rongga thoraks

2. Struktur Vaskular
a. Perikardium
Suatu kantong perikard fibrosa, yang menutupi seluruh permukaan jantung,
dipisahkan dari permukaan jantung oleh ruang yang berisi 15-30 cc cairan.
Ruang ini untuk mencegah pergesekan dan proteksi luar jantung saat
berkontraksi dan berelaksasi sesuai dengan siklus jantung.

20
b. Ruang Jantung
Jantung memiliki empat ruang. Dinding yang relatif tipis adalah atrium yang
menerima darah vena dari sirkuit vena sistemik (atrium kanan) dan dari paru
(atrium kiri). Dari masing-masing atrium, darah dipompakan ke dalam
masing-masing ventrikel. Ventrikel kanan membawa darah kotor ke dalam
sirkulasi pulmonal; ventrikel kiri menerima darah bersih untuk disalurkan ke
sirkulasi sistemik. 
c. Katup Jantung
Kedua katup atrioventrikular memisahkan atrium dengan ventrikel. Katup
trikuspid yang berdaun tiga memungkinkan darah masuk dari atrium kanan ke
dalam ventrikel kanan, dan katup mitralis yang memiliki dua daun terletak
antara atrium kiri dengan ventrikel kiri. Dua buah katup yang mengatur jalan
keluar dari jantung; biasanya keduanya mempunyai tiga daun dan secara
kolektif disebut sebagai katup-katup semilunaris. Katup pulmonal yang
memungkinkan darah kotor masuk ke dalam arteri pulmonalis, kemudian
masuk ke dalam paru untuk mendapatkan oksigen dan melepaskan
karbondioksida. Katup aorta, memungkinkan darah bersih meninggalkan
ventrikel kiri, masuk ke dalam aorta, lalu dibawa ke sirkulasi sistemik.

Gambar 2. Sirkulasi Kardiovaskular

3. ANAMNESIS
Pengetahuan yang luas mengenai fakta medis tidak bermanfaatjika seorang
dokter tidak dapat mengorek informasi yang akurat dan ringkas dari pasien
tentang penyakit yang diderita. Kecuali pada pasien-pasien yang sakitnya parah,
anamnesis yang teliti harus mendahului pemeriksaan fisik dan pengobatan.
Riwayat penyakit merupakan langkah pertama untuk menegakkan diagnosis, dan
akan mengarahkan jenis pemeriksaan penunjang selanjutnya yang mana
menentukan cara pengobatan yang tepat. Seringkali terjadi, riwayat penyakit yang
akurat merupakan langkah paling penting untuk menegakkan diagnosis yang tepat
dan tentu saja ini adalah cara yang paling murah dari semua pemeriksaan
penunjang.

Tata cara anamnesis


Anamnesis memerlukan banyak latihan dan sangat bergantung pada kesan
pasien terhadap dokter. Pengobatan oleh seorang dokter kepada pasien dimulai

21
pada saat dokter datang ke tempat tidur pasien. Kesan pertama dari pasien
terhadap perilaku profesional dokter akan mempunyai pengaruh yang lama pada
pasien. Prinsipnya adalah ”primum non nocere” (hal yang utama adalah jangan
menyakiti pasien). Cara pendekatan terhadap pasien dapat dimulai dengan
memperkenalkan diri dan jabat tangan untuk membina hubungan akrab. Penting
untuk memberikan kesan wawancara tidak dilakukan tergesa-gesa. Beri dorongan
semangat kepada pasien agar menceritakan riwayat penyakitnya dengan kata-
katanya sendiri. Tetapi diperlukan pengarahan agar pasien tidak menyimpang dari
masalahnya.

Keluhan Utama
Tidak jarang terjadi, seorang pasien mempunyai , seorang pasien
mempunyai beberapa keluhan. Pemeriksa harus berusaha menentukan keluhan
yang mana yang membuat pasien mencari pertolongan medis. Catat keluhan
utama dengan kata-kata pasien sendiri, hindari istilah medis. Karena kerja jantung
sangan berhubungan dengan aktifitas fisik, beberapa gejala jantung memburuk
saat aktifitas fisik dan perlu dicari secara spesifik.

Dispnea
Sensasi sesak nafas subjektif disebut dispnea. Dispnea merupakan
manifestasi penting penyakit kardiopulmoner, meskipun ditemukan juga pada
keadaan-keadaan lain seperti penyakit neurologik, metabolik dan psikologik.
Penting untuk membedakan dispnea dengan takipnea atau bernafas cepat secara
objektif. Pasien mungkin terlihat bernafas dengan cepat, walaupun menyatakan
bahwa ia tidak sesak nafas. Sebaliknya juga terjadi, seorang pasien mungkin
bernafas lambat tetapi mungkin menderita dispnea. Jangan menganggap bahwa
pasien dengan laju pernafasan yang cepat adalah menderita dispnea.
Pemeriksa harus menanyakankapan dispnea terjadi dan dalam posisi apa. Dispnea
nokturnal paroksismal adalah sesak nafas yang timbul secara tiba-tiba ketika
pasien tidur. Segera setelah pasien mengambil posisi tegak lurus, dispnea biasanya
membaik. Orthopnea adalah kesulitan bernafas ketika berbaring lurus. Pasien
memerlukan dua bantal atau lebih untuk bernafas dengan nyaman. Platipnea
adalah gejala kesulitan bernafas yang jarang terjadi ketika pasiennya duduk dan
hilang bila ia mengambil posisi berbaring. Trepopnea adalah keadaan dimana
pasien lebih nyaman bernafas bila berbaring pada sisi tubuhnya.

Tabel. Dispnea Posisional


Jenis Kemungkinan penyebab
Orthopnea Gagal jantung kongestif
Penyakit katup mitral
Asma berat, jarang
Emfisema, jarang

22
Bronkitis kronis, jarang
Penyakit neurologis, jarang
Trepopnea Gagal jantung kongestif
Platipnea Keadaan pasca pneumoektomi
Penyakit neurologis
Sirosis (pintas intrapulmoner)
Hipovolemia

Wheezing
Wheezing adalah suatu bunyi bernada tinggi abnormal yang disebabkan oleh
obstruksi parsial pada saluran nafas. Bunyi ini biasanya ada selama ekspirasi
ketika bronkokonstriksi ringan terjadi secara fisiologis. Keadaan ini biasanya
disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa, hilangnya penyokong elastik, dan
berliku-likunya saluran nafas. Asma menyebabkan bronkospasme yang
menyebabkan wheezing yang berkaitan dengan keadaan ini. Penyebab lain :
obstruksi oleh bahan intralumen, seperti benda asing atau sekresi yang di aspirasi.
Wheezing yang terlokalisasi dengan baik, yang tidak berubah dengan batuk,
mungkin menunjukkan bronkus yang tersumbat sebagian oleh benda asing atau
tumor. Jangan menyamakan wheezing dengan asma.
Gagal jantung kongestif biasanya berkaitan dengan bunyi nafas abnormal yang
disebut ronki. Kadang-kadang pada gagal jantung timbul bronkospasme yang
sedemikian beratnya sehingga penemuan fisik utama adalah wheezing, bukan
krepitasi.

Sianosis
Sianosis biasanya ditemukan oleh anggota keluarga. Sianosis adalah
perubahan warna kulit menjadi biru, dan disebabkan olehadanya
deoksihemoglobin dalam pembuluh darah superfisial.Molekul hemoglobin
berubah warna dari biru menjadi merah bila berikatan dengan oksigen dikedua
paru. Jika terdapat lebih dari 50 g/Ldeoksihemoglobindalam darah, maka kulit
akan tampak berwarna kebiruan.
Sianosis sentral berarti terdapat jumlah deoksihemoglobin yang abnormal
dalam arteri dan perubahan warna menjadi biru terdapat pada bagian-bagian tubuh
dengan sirkulasi darah yang baik, seperti lidah. Sianosis sentral harus dibedakan
dengan sianosis perifer yang terjadi bila penyediaan darah ke bagian tubuh
tertentu berkurang dan jaringan-jaringan mengambil oksigen dari sirkulasi darah
melebihi normal, misalnya bibir pada cuaca dingin seringkali berwarna biru, tetapi
lidah tidak. Sianosis perifer lenyap bila daerah tersebut dihangatkan.
Sianosis sejak lahir berkaitan dengan penyakit jantung kongenital.
Sianosis yang timbul akut dapat terjadi pada penyakit saluran pernapasan yang
berat, terutama obstruksi akut pada saluran napas.Sianosis kuku dan tangan yang
hangat mengarah kepada sianosis sentral. Sianosis sentral hanya terjadi bila
saturasi oksigen turun dibawah 80%. Untuk timbulnya sianosis sentral paling
sedikit harus ada 2-3 gram hemoglobin tak jenuh per 100 cc darah. Latihan fisik
memperberat sianosis sentral, karena otot-otot yang bekerja memerlukan
peningkatan ekstraksi oksigen dari darah. Pada pasien dengan anemia berat,
dimana kadar hemoglobin turun secara bermakna, sianosis mungkin tidak
dijumpai. Clubbing dijumpai pada sianosis sentral dan menunjukkan kelainan

23
kardiopulmoner yang berat.

Nyeri Dada
Nyeri dada atau rasa tercekik yang disebabkan oleh iskemia (angina),
secara khas mempunyai karakteristik tertentu : rasa tidak nyaman di daerah
retrosternal yang berat, rasa tercekik, seperti diikat atau kadang-kadang seperti
dibakar, terjadi terutama pada aktifitas fisik dan sembuh dalam beberapa menit
dengan istirahat atau pemberian nitrat sublingual. Pasien biasanya menjelaskannya
sebagai rasa tidak nyaman bukan sebagai rasa nyeri sebenarnya. Rasa tidak
nyaman ini dapat menjalar ke salah satu lengan (paling sering sebelah kiri), ke
leher dan rahang, atau melewati punggung atau perut. Serangan biasanya
berlangsung cepat, sampai 20 menit. Angina kadang-kadang atipikal,
menyebabkan rasa tidak nyaman pada leher, tenggorokan, rahang, punggung, atau
perut tanpa gejala pada dada.
Angina disebabkan ketidakseimbangan pasokan oksigen miokard (aliran darah
koroner) dengan kebutuhannya (konsumsi oksigen miokard). Penyebab tersering
angina adalah penyakit arteri koroner, tapi dapat juga terjadi pada arteri koroner
normal dalam kondisi hipertrofi atau dilatasi ventrikel kiri berat dimana
kebutuhan oksigen miokard tinggi. Angina yang terjadi waktu istirahat atau cepat
memburuk disebut ’angina tak stabil’ (unstable angina). Angina yang berlangsung
lebih dari 30 menit disertai berkeringat, mual dan muntah perlu dicurigai sebagai
infark miokard. Nyeri seperti tusukan atau episode nyeri yang berlangsung hanya
beberapa detik menunjukkan penyebab muskuloskeletal.

Tabel 1. Klasifikasi Canadian Cardiovascular Society (menjelaskan tingkat


disabilitas yang disebabkan angina) :
Angina hanya terjadi pada saat aktifitas berat atau
Kelas I
lama
Keterbatasan ringan akibat angina pada aktifitas
Kelas II
normal
Kelas III Keterbatasan berat akibat angina pada aktifitas biasa
Tidak mampu melakukan aktifitas fisik. Terjadi angina
Kelas IV
pada waktu istirahat

Tabel 2. Penyebab nonmiokard pada nyeri dada


Akut Kronis
 Spasme oesofagus : sangat  Kostokondritis (sindrom
mirip dengan angina tetapi Tietze): lokal dan nyeri
lebih lama dan tidak tekan di dinding dada
terkaitdengan aktifitas fisik  Ulkus peptikum
 Diseksi aorta thorakalis :  Penyakit kandung empedu :
biasanya dirasakan biasanya disertai gejala
intraskapular abdominal
 Pneumonia : biasanya  Penyakit pankreas
pleuritiktetapi nyeri dapat lebih  Penyakit tulang belakang
difus servikalis atau thorakalis :
 Pneumotoraks : lokal, intens, berkaitan dengan gerakan
pleuritik

24
 Emboli paru : nyeri pleuritik
dan lokal atau rasa tidak
nyaman tumpul sentral
 Perkarditis : berbeda-beda
tergantung posisi dan
pernafasan

Sinkop
Hilang kesadaran dapat disebabkan beberapa gangguan kardiovaskular,
namun semuanya berakhir pada berkurangnya aliran darah ke otak. Sinkop karena
jantung biasanya terjadi cepat, tanpa aura dan biasanya tidak berkaitan dengan
konvulsi atau inkontinensia. Kesembuhan secara khas berlangsung cepat (tidak
seperti penyembuhan yang lambat pada penyebab neurologis yang dapat
menyebabkan kebingungan pasca sinkop), dan mungkin berkaitan dengan
vasodilatasi hebat karena pasokan darah kembali ke arteriol yang sudah
mengalami dilatasi akibat akumulasi metabolit lokal. Penurunan kesadaran
bertahap lebih mengarah pada sinkop vasodepresor atau hipotensi postural.

Palpitasi
Gejala ini sering ditemukan dan didefinisikan sebagai detak jantung yang
disadari dan tidak menyenangkan. Penting untuk mengetahui sensasi yang
dijelaskan pasien. Mungkin kesadaran akan adanya detak jantung yang lebih kuat
dari biasa, lebih cepat, lebih lambat, tidak teratur, atau gabungan semua hal
tersebut.
Kesadaran jantung berdebar keras dapat menandakan isi sekuncup yang
meningkat (misalnya regurgitasi aorta atau mitral) atau hanya menggambarkan
peningkatan kesadaran seseorang terhadap jantungnya.
Palpitasi cepat menunjukkan takikardia. Palpitasi tak teratur dapat cepat,
seperti pada fibrilasi atrium, atau lebih lambat, seperti pada denyut ektopik.
Dengan ektopik berarti pasien menyadari ’denyut ekstra’ (ektopik) yang prematur,
jeda kompensasi sesudah ektopik, yang memberi sensasi ’denyut hilang’ atau
denyut pasca ektopik yang keras dan dirasakan ’lebih keras’ karena, sebagai
susulan, mempunyai isi sekuncup yang lebih besar dari denyut sinus atau ektopik
sebelumnya.
Palpitasi yang berkaitan dengan nadi yang pelan dapat disebabkan blok
atrioventrikel atau penyakit nodus sinus. Palpitasi cepat biasanya mulai dan
berhenti mendadak, dan disebabkan takikardia atrium, nodus atrioventrikel atau
takikardia ventrikel.

Edema
Peningkatan jantung kanan akan menambah tekanan vena sistemik di vena
kava inferior dan superior, dan keadaan ini paling berat pada bagian-bagian tubuh
yang menggantung, paling sering di kaki dan pergelangan kaki. Dapat juga di
daerah sakral, bagi mereka yang terbaring di tempat tidur. Edema terjadi bila
tekanan onkotik plasma dilampaui oleh tekanan intravaskular, yang di perberat
oleh hipoalbuminemia.
Peningkatan tekanan jantung kanan dapat sekunder akibat penyakit jantung
kiri (gagal ventrikel kiri, penyakit katup mitral atau aorta) atau dapat disebabkan

25
gagal jantung kanan sebagai konsekuensi hipertensi pulmonal, penyakit ventrikel
kanan, atau penyakit perikarditis konstriktiva.
Edema karena obstruksi vena kava superior (biasanya disebabkan
keganasan) terbatas pada kepala, leher dan lengan. Adanya riwayat edema
periorbital khas untuk penyakit ginjal (sindrom nefrotik dan nefritik). Edema
unilateral ekstremitas menunjukkan obstruksi vaskular atau limfatik lokal, seperti
pada pasca trombosis vena dalam atau insufisiensi vena kronis karena varises
vena. Penyebab edema lain termasuk edema siklik yang terjadi perimenstrual dan
edema angioneurotik yang terjadi sebagaireaksi alergiterhadap stimuli, termasuk
makanan laut.

Fatique (letih)
Gejala ini nonspesifik tetapi sering terjadi pada penyakit jantung. Ini dapat
terjadi karena curah jantung yang rendah atau ketidakmampuan meningkatkan
curah jantung pada saat aktifitas fisik. Terapi obat juga dapat menyebabkan
keletihan, baik langsung seperti penyekat beta atau tidak langsung seperti akibat
hipokalemia pada terapi diuretik.

Klaudikasio
Merupakan nyeri pada kaki, biasanya otot betis, terjadi setelah beberapa
gerakan otot dan disebabkan oleh iskemia otot skelet akibat penyakit vaskular
perifer. Karena hampir selalu bersifat ateromatosa, adanya klaudikasio harus
mengingatkankita tentang kemungkinan pasien ini juga mempunyai dasar
penyakit arteri koroner.

4. PEMERIKSAAN FISIK
Pengukuran Tekanan Darah
Tekanan darah dapat diukur langsung dengan kateter intrarterial atau secara
tidak langsung dengan sphygmomanometer. Pengukuran tekanan darah secara
tidak langsung meliputi deteksi timbul dan hilangnya bunyi korotkoff secara
auskultatoris di atas arteri yang ditekan.
Bunyi korotkoff adalah bunyi bernada rendah yang berasal dari dalam
pembuluh darah yang berkaitan dengan turbulensi yang dihasilkan dengan
menyumbat arteri secara parsial dengan manset tekanan darah. Beberapa fase
yang terjadi berurutan ketika tekanan penyumbat turun .
 Fase 1 terjadi bila tekanan penyumbat turun sampai tekanan darah sistolik.
Suara mengetuknya jelas dan secara berangsur-angsur intensitasnya meningkat
ketika tekanan penyumbat turun.
 Fase 2 terjadi pada tekanan kira-kira 10-15 mmHg di bawah fase 1 dan terdiri
dari suara mengetuk yang diikuti dengan bising
 Fase 3 terjadi bila tekanan penyumbat turun cukup banyak sehingga sejumlah
besar volume darahdapat mengalir melalui arteri yang tersumbat sebagian.
Bunyinya serupa dengan bunyi fase 2 kecuali bahwa hanya terdengar bunyi
ketukan.
 Fase 4 terjadi bila intensitas suara tiba-tiba melemah ketika tekanan mendekati
tekanan darah diastolik
 Fase 5 terjadi bila bunyi sama sekali menghilang. Pembuluh darah tidak lagi
tertekan oleh manset penyumbat. Sekarang tidak ada lagi aliran turbulensi.

26
Tekanan darah sebaiknya dicatat hanya pada 5 mmHg terdekat, karena ada
batas ketepatan ±3 mmHg bagi semua sphygmomanometer. Disamping itu
perubahan tekanan darah normal terjadi dari waktu ke waktu dan pengukuran
sampai kurang dari 5 mmHg memberikan perasaan ketepatan yang semu.
Ukuran manset penting untuk penentuan tekanan darah yang tepat. Manset
harus dilingkarkan dengan sempit di sekeliling lengan dengan tepi bawah 1 inci di
atas fossa antekubiti. Manset ini sebaiknya 20% lebih lebar ketimbang diameter
ekstremitas. Kantong karet harus terletak diatas arteri. Pemakaian manset yang
terlalu kecil untuk lengan berukuran besar akan menghasilkan pengukuran
tekanan darah yang lebih tinggi daripada sebenarnya.
Celah auskultasi adalah keadaan hening yang disebabkan oleh lenyapnya
bunyi korotkoff setelah muncul untuk pertama kali dan timbulnya kembali bunyi
ini pada tekanan yang lebih rendah. Untuk menghindari kesalahan karena celah
auskultasi, tekanan darah mula-mula diperiksa dengan palpasi. Arteri brakialis
atau radialis kanan dipalpasi sementara manset dipompa diatas tekanan yang
diperlukan untuk menghilangkan denyut nadi. Sekrup sphygmomanometer diputar
perlahan untuk mengurangi tekanan di dalam kantong karet secara lambat.
Tekanan sistolik diketahui dengan timbulnya kembali denyut brakial. Segera
setelah denyut teraba, sekrup dibuka untuk mengurangi tekanan kantong karet
dengan cepat.
Tekanan darah secara auskultasi diukur di lengan kanan dengan memompa
manset kira-kira 20 mmHg diatas tekanan sistolik yang ditentukan dengan palpasi.
Diafragma stetoskop harus diletakkan di atas arteri sedekat mungkin dengan tepi
manset, sebaiknya tepat di bawah manset. Mannsetnya dikempiskan secara
perlahan-lahan, sambil mengevaluasi bunyi korotkoff.

Palpasi Arteri karotis


Pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien, dengan pasien dalam posisi
telentang. Jari telunjuk dan jari tengah diletakkan pada kartilago tiroid dan digeser
ke arah lateral diantara trakea dan muskulus sternocleidomastoideus. Denyut
karotis dapat diraba tepat di sebelah medial muskulus sternocleidomastoideus.
Palpasi dilakukan pada bagian bawah leher untuk menghindari tekanan pada sinus
karotis, yang akan menyebabkan refleks penurunan tekanan darah dan denyut
jantung. Tiap arteri karotis diperiksa tersendiri.
Arteri karotis dipakai untuk memeriksa kontur dan amplitudo denyut
arteri. Kontur adalah bentuk gelombang. Bentuk gelombang yang normal terdiri
dari gerakan ke atas, puncak, gerakan turun yang kurang curam daripada
gelombang naik dan diinterupsi segera setelah puncak oleh insisura (takik
dikrotik) yang bersamaan dengan penutupan katup aorta. Berbagai kelainan dapat
juga terdeteksi. Denyut yang berkurang adalah denyut yang kecil dan lemah. Jari
yang melakukan palpasi merasakan tekanan yang lemah dengan puncak yang
jelas. Denyut yang meningkat adalah denyut yang besar, kuat, hiperkinetik. Jari
yang melakukan palpasi merasakan bertambah besarnya kaki asendens dan
ketukan yang kuat pada puncaknya. Denyut berpuncak ganda mempunyai
gelombang perkusi dan tidal yang menonjol, dengan atau tanpa gelombang
dikrotik.
Setelah dilakukan penilaian umum keadaan pasien, pemeriksaan dada
anterior dilakukan ketika pasien tidur terlentang dengan kepala sedikit diangkat

27
300 dan pasien diharuskan rileks. Selama pemeriksaan, pemeriksa perlu berusaha
membayangkan daerah jantung yang diproyeksikan pada dinding dada.
Jika pasiennya laki-laki, pakaiannya harus dibuka sampai sebatas
pinggang. Jika wanita, pakaiannya harus diatur sedemikian rupa untuk mencegah
pemaparan payudara yang tidak perlu dan memalukan. Pemeriksa berdiri di
sebelah kanan pasien. Kemudian pemeriksaan dimulai dengan :

A. INSPEKSI
 Inspeksi Ekspresi Wajah Pasien
Memperhatikan ekspresi wajah pasien seperti : pasien dalam keadaan sakit
(ringan s/d berat), pucat, berkeringat, sesak saat istirahat, tanda-tanda sianosis
sentral atau anemia di konjungtiva, dan ikterus di sklera.
 Inspeksi Anggota Gerak
Adanya jari tabuh (clubbing finger), perdarahan splinter, kulit lengan, kuku
dan sianosis perifer.
 Inspeksi Leher
Di samping pelebaran kelenjar tiroid pemeriksa juga melihat adanya distensi
vena jugularis, dimana pasien diminta berada pada posisi semi-fowler dengan
kepala sedikit miring menjauh dari sisi yang sedang diperiksa. Penerangan
dengan menggunakan cahaya tangensial (cahaya dari samping) untuk
membentuk bayangan kecil di sepanjang leher, hal ini untuk memungkinkan
pengamatan gerakan gelombang nadi dengan baik.
 Inspeksi Dada
Pasien terlebih dahulu berada dalam posisi nyaman yaitu terlentang
semifowler. Penerangan harus cukup baik pada dinding dada depan agar
inspeksi prekordium dapat dilakukan secara adekuat. Di samping adanya
jaringan parut pada dinding dada, pemeriksa mencari pulsasi yang terlihat
pada keenam area prekordium : sternoklavikular, aortik, pulmonik, ventrikular
dekstra, ventrikular sinistra dan epigastrik, serta memperkirakan titik impuls
maksimum khususnya di dalam area ventrikular sinistra. Pemeriksa juga
mengamati gerakan dinding dada yang berhubungan dengan peristiwa siklus
jantung (Gambar.3)

Gambar 3. Area Inspeksi Prekordium


 
B. PALPASI
Melanjutkan pemeriksaan fisik palpasi nadi perifer dan prekordium. Pasien
dipastikan dalam posisi yang nyaman, diselimuti dengan tepat dan tetap hangat.

28
Pastikan tangan pemeriksa juga hangat dan menggunakan tekanan yang ringan
sampai sedang untuk palpasi.
 Palpasi Nadi
Palpasi nadi karotis, brakhialis, radialis, femoralis, poplitea, dorsalis pedis dan
tibialis posterior. Arteri-arteri tersebut dekat dengan permukaan tubuh dan
terdapat di atas tulang sehingga mudah untuk dipalpasi. Palpasi harus dilakukan
secara bilateral (setara dan sinkron) di kedua pergelangan tangan dan dinilai:
kecepatan, irama, isi dan karakter. Gelombang nadi normal mempunyai dua
komponen sistole dan diastole dengan regularitas tertentu. Denyut radialis
biasanya dinilai dalam 15 detik untuk menghitung frekuensinya (kali/menit) bila
denyutnya reguler. Isi denyut harus diperiksa apakah amplitudonya terasa kecil
atau besar. Isi denyut yang kecil menunjukkan isi sekuncup yang kecil dan curah
jantung berkurang, isi denyut yang besar menunjukkan isi sekuncup ventrikel kiri
yang besar. Karakter nadi mengacu pada bentuk gelombang nadi. Karakter
tersebut paling baik dinilai di arteri brakhialis atau karotis karena ukuran dan
letaknya yang dekat dengan jantung. Gelombang nadi sangat dipengaruhi oleh
transmisi melalui percabangan arteri dan kelainan tertentu lebih mudah dideteksi
di satu tempat daripada tempat lain. Cara memeriksa nadi femoralis yang paling
baik adalah dengan pasien membuka baju dan berbaring datar. Pemeriksa harus
menggunakan ibu jari untuk menekan kuat pada titik mid-inguinal dan ditentukan
apakah nadi radialis sinkron dengan femoralis. Denyut nadi poplitea terletak di
dalam fossa poplitea dan paling baik dipalpasi dengan menekan arteri tersebut ke
permukaan posterior ujung distal femur dengan ujung jari kedua tangan. Pasien
diminta berbaring terlentang dengan lutut menekuk. Posisi perabaan nadi dorsalis
pedis dan tibialis adalah terletak pada lokasi anatomi pembuluh darah tersebut
(Gambar 4.)

Gambar 4. Palpasi Vaskuler Perifer


 
 Palpasi Tekanan Vena Jugularis

29
Kemampuan menilai fungsi jantung dan volume darah yang dipompakan
dapat tergambar melalui penilaian tekanan vena jugularis/ jugular venous
pressure (JVP). Vena-vena servikalis membentuk suatu manometer berisi darah
yang berhubungan dengan atrium kanan dan dapat digunakan untuk mengukur
tekanan rata-rata atrium kanan (Gambar 5). Selain itu, vena-vena servikalis
tersebut dapat memberikan informasi mengenai bentuk gelombang pada atrium
kanan.
Tinggi tekanan vena rata-rata harus diukur dengan patokan sudut sternum.
Umumnya tekanan tersebut setinggi sudut sternum, bila tinggi tekanan ≤ 2 cm di
atas sudut sternum pada pasien yang berbaring pada sudut 450, tekanannya
dianggap normal (Gambar 6).

Gambar 5. Anatomi vena jugularis terhadap struktur vaskularisasi leher


 

Gambar 6. Teknik pengukuran Tekanan Vena Jugular berhubungan dengan ragam


posisi pasien

 Palpasi Prekordium

30
Iktus kordis adalah titik terjauh ke arah kiri dan bawah, tempat impuls jantung
(Gambar 7). Ditentukan melalui palpasi menggunakan telapak tangan dan ujung
jari dengan pasien berbaring 450. Iktus kordis normal terletak di sela antar iga ke-
5 dan garis midklavikula. Bila teraba jauh keluar, berarti ada pembesaran 1 atau 2
ventrikel atau pergeseran jantung ke kiri akibat deformitas thoraks atau penyakit
paru.
Penilaian dilanjutkan kepada kualitas denyut, iktus kordis yang kuat
menunjukkan adanya peningkatan curah jantung. Denyut yang teraba perlu
dikonfirmasi dengan menggunakan pemeriksaan bimanual, yaitu meletakkan
telapak tangan kiri di batas sternum dengan tangan kanan meraba iktus kordis
(gambar 8A dan 8B).

Gambar 7. Lokasi penentuan iktus kordis pada dinding dada

Gambar 8A. Teknik palpasi lokasi Gambar 8B. Pemastian lokasi iktus
iktus kordis kordis pada dinding dada
dengan ujung jari

C. PERKUSI
Tindakan perkusi biasanya tidak bermanfaat kecuali dalam menentukan posisi
mediastinum pada kasus pergeseran mediastinum akibat hambatan aliran udara
atau kolaps paru kanan yang dicurigai melalui anamnesa penyakit paru kronik
atau ditemukan bukti melalui pemeriksaan fisik thoraks atau paru. Pada perkusi
biasanya bunyi hasil ketukan dapat berupa redup jantung (gambar 9) dengan
membandingkan terhadap lingkungan atau area di sekitarnya.

31
Gambar 9. Lokasi perkusi jantung pada dinding dada

Pemeriksaan perkusi jantung sebagai berikut :


Mencari batas jantung relatif dan absolut :
1. Perkusi batas atas dari Jantung
Normal di ICR III. Perubahan nada perkusi dari sonor menjadi sonor
memendek.
2. Perkusi batas kiri dari Jantung (lateral ke medial)
Normal di ICR V, satu jari didalam linea mid clavicula. Perubahan nada
perkusi dari sonor menjadi sonor memendek.
3. Perkusi batas jantung kanan (lateral ke medial)
Normal di Linea Para Sternalis kanan, atau satu–dua jari sebelah kanan Mid
Sternal Line.
Perubahan nada perkusi dari sonor menjadi sonor memendek, harus diperkusi
perlahan-lahan.
4. Sesudah itu dicari Batas Jantung Absolut, yang letaknya kira-kira 2 jari
didalam batas jantung relatif. Perkusi dengan perlahan-lahan. Perubahan nada
perkusi dari Sonor memendek menjadi Beda.
5. Diperhatikan apakah jantung membesar ke kanan atau ke kiri.

D. AUSKULTASI
Stetoskop berfungsi menyalurkan suara dari dinding dada disertai eksklusi
bising lain dan memperkuat bunyi berfrekuensi tertentu. Bel dipakai untuk
mendeteksi bunyi bernada rendah, sedangkan diafragma memperkuat bunyi
bernada yang lebih tinggi (gambar 10). Pada awalnya, pemeriksa perlu
mendengarkan bunyi di apeks dengan menggunakan bel dan diafragma untuk
mencari bising nada rendah stenosis mitral dan bising pansistolik regurgitasi
mitral (gambar 11). Lalu mendengarkan daerah-daerah klasik (gambar 12) dengan
menggunakan diafragma. Daerah-daerah ini adalah :
- Tepi sternum kiri : bising trikuspid
- Sela antar iga kedua kiri : bising pulmonal
- Sela antar iga kedua kanan : bising aorta

Teknik auskultasi ditunjukkan pada gambar 13 dan 14A - C.

32
Gambar 10. Struktur stetoskop dengan sisi Diafragma dan Bell

Gambar 11. Proyeksi Gambar 12. Lokasi auskultasi struktur


apeks jantung katup jantung pada pada dinding thorak
dinding thoraks

Gambar 13. Teknik auskultasi jantung pada dua posisi titik yang berbeda

Gambar 14 A . Teknik auskultasi mulai dari basis s/d apeks jantung

33
Gambar 14 B . Posisi Auskultasi katup aorta

Gambar 14C. Posisi Auskultasi katup mitral

 Bunyi jantung dibedakan menjadi :


a. Bunyi Jantung Utama
Terdiri dari : Bunyi jantung (BJ) I, II, III dan IV.
1. Bunyi Jantung I
Ditimbulkan karena getaran menutupnya katup atrioventrikuler terutama katup
mitral. Pada keadaan normal terdengar tunggal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas BJ I :
- Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel, makin kuat dan cepat,
makin keras bunyinya.
- Posisi daun katup atrio-ventrikular pada saat sebelum kontraksi ventrikel.
Makin dekat terhadap posisi tertutup, makin kecil kesempatan akselerasi
darah yang keluar dari ventrikel, dan makin pelan terdengarnya BJ I.
Sebaliknya, makin lebar terbukanya katup atrioventrikular sebelum
kontraksi, makin keras BJ I, karena akselerasi darah dan gerakan katup
lebih cepat.
- Jarak jantung terhadap dinding dada. Pada pasien dengan dada kurus, BJ
lebih keras terdengar dibandingkan pasien gemuk. Demikian juga pada
pasien emfisema pulmonum, BJ akan terdengar lebih lemah.
Untuk membedakan BJ I dengan BJ II, pemeriksaan auskultasi dapat disertai
dengan pemeriksaan nadi. BJ I akan terdengar bersamaan dengan denyutan nadi.

2. Bunyi jantung II
Timbul karena getaran menutupnya katup semilunar Aorta maupun Pulmonal.
Pada keadaan normal, terdengar pemisahan (splitting) dari kedua komponen yang
bervariasi dengan pernapasan pada anak-anak atau orang muda.
Bunyi jantung II terdiri dari komponen aorta dan pulmonal (BJ II = A2 + P2).
Komponen A2 lebih keras terdengar pada areaaorta sekitar ruang intercostal II
kanan. Komponen P2 hanya dapat terdengar keras di sekitar area pulmonal.

3. Bunyi jantung III

34
Disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat (rapid
filling phase) dari ventrikel. Hanya terdengar pada anak-anak atau orang dewasa
muda atau keadaan dimana compliance otot ventrikel menurun (hipertrofi atau
dilatasi).

4. Bunyi jantung IV
Disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke ventrikel yang
compliance menurun. Jika atrium tidak berkontraksi dengan efisien, misalnya
pada atrial fibrilasi, maka bunyi jantung IV tidak terdengar.
Bunyi jantung sering dinamakan berdasarkan daerah katup dimana bunyi
tersebut didengar. M1 berarti bunyi jantung I di daerah mitral. P2 berarti bunyi
jantung II di daerah pulmonal. Bunyi jantung I normal akan terdengar jelas di
daerah apeks, sedangkan bunyi jantung II dikatakan mengeras jika intensitasnya
terdengar sama keras dengan bunyi jantung I di apeks.

Gambar 15. Skema bunyi jantung dan kaitannya dengan gelombang EKG
 
b. Bunyi Jantung Tambahan
Merupakan bunyi yang terdengar akibat adanya kelainan anatomis atau aliran
darah yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan bunyi atau getaran.
Terdiri dari :
 Klik Ejeksi (Ejection click) : adalah bunyi yang disebabkan karena
pembukaan katup semilunar pada stenosis/menyempit
 Ketukan Perikardial : bunyi ekstrakardial yang terdengar akibat
getaran/gerakan perikardial pada perikarditis/efusi perikard.
 

c. Bising Jantung (Murmur)


Merupakan bunyi akibat getaran yang timbul dalam masa lebih lama. Jadi,
perbedaan antara bunyi dan bising terutama berkaitan dengan lamanya
bunyi/getaran berlangsung.
Terdiri dari :
 Bising holosistolik : mengisi seluruh fase siklus jantung. Ditemukan pada
mitral insufisiensi atau ventricular septal defect (VSD).
 Bising sistolik-diastolik : mengisi baik fase sistolik maupun diastolik siklus
jantung.
 Bising sistolik : terdengar pada fase sistolik, ditemukan pada : Atrial
Stenosis(AS), Pulmonal Stenosis (PS), Ventrikular Septal Defect(VSD),
Mitral Insufisiensi (MI).
 Bising diastolik : terdengar pada fase diastolik, misalnya pada Insufisiensi
Aorta (AI).

35
 Terdengar terus menerus (continous murmur), misalnya pada Patent Ductus
Arteriosus (PDA).
 Bising yang terdengar pada sebagian dari suatu fase siklus jantung:
- Late systolic murmur, misalnya pada prolaps katup mitral.
- Early diastolic murmur, misalnya pada aorta insufisiensi (AI) atau
pulmonal insufisiensi (PI).
- Late diastolic murmur, misalnya pada mitral stenosis.
 
PALPASI DENYUT ARTERI EKSTREMITAS
Denyut arteri perifer yang rutin diperiksa adalah radial, brakial, femoral,
popliteal, dorsalis pedis, dan tibialis anterior.

Pemeriksaan Denyut Radial


Pemeriksa berdiri di depan pasien. Denyut radial diperiksa dengan
memegangkedua pergelangan tangan pasien dan mempalpasi denyut radial dengan
jari telunjuk, jari tengah dan jari manis. Pemeriksa memegang pergelangan tangan
kanan pasien dengan jari kiri dan pergelangan tangan kiri dengan jari
kanan.Kesimetrisan denyut kemudian dibandingkan dalam hal waktu dan
kekuatan.

Palpasi Denyut Brakial


Karena denyut brakial lebih kuat dibanding radial, pemeriksa harus
memakai ibu jarinya untuk mempalpasidenyut arteri brakialis.Arteri brakialis
dapat diraba di bagian medial tepat di bawah otot atau tendo muskulus biseps.
Pemeriksa masih dalam posisi berdiri di depan pasien, dan kedua arteri brakialis
dapat diraba secara serentak. Tangan kiri pemeriksa memegang lengan kanan
pasien sedangkan tangan kanan pemeriksa memegang lengan kiri pasien. Kalau
denyut brakial sudah teraba, pemeriksa melakukan penekanan progresif sampai
kekuatan sistolik maksimal dapat diraba dan dapat menentukan bentuk
gelombangnya.

Palpasi Denyut Femoral


Penderita dalam posisi berbaring, pemeriksa disisi kanannya. Sudut lateral
dari trigonum rambut pubis diamati dan dipalpasi. Arteri femoral berjalan
melintang melalui sudut trigonum rambut pubis di bawah ligamentum inguinal
dan di pertengahan antara simfisis pubis dan spina iliaca anterior superior.Kedua
denyut femoral dapat dibandingkan secara serentak.
Jika salah satu denyut femoral berkurang atau tidak ada, lakukanlah auskultasi
untuk mendengar adanya bruit.Diafragma stetoskop diletakkan di atas arteri
femoral. Adanya bruit mungkin menunjukkan penyakit aorto ilio femoral
obstruktif

Palpasi Denyut Poplitea


Arteri popliteal seringkali sulit diperiksa.Tiap arteri diperiksa secara
terpisah.Posisi penderita telentangkedua ibujari pemeriksa diletakkan di atas
patella dan jari-jari lain dari kedua tangan pada ruang poplitea di
belakang.Pemeriksa memegang tungkai pasien dalam fleksi ringan. Pasien
diminta untuk tidak mengangkat tungkainya karena ini akan mengeraskan otot-

36
otot sehingga menyulitkan untuk meraba denyut poplitea. Kedua tangan harus
menekan kuat pada fosa poplitea.

Palpasi Denut dorsalis Pedis


Denyut dorsalispedis diraba dengan posisi kaki dorsofleksi. Arteri dorsalis
pedis berjalan sepanjang garis dari retinaculum ekstensor pergelangan kaki ke
suatu titik tepat lateral tendo ekstensor ibu jari kaki. Denyut dorsalis pedis dapat
diperiksa secara serentak.

Palpasi Denyut Tibialis Posterior


Arteri tibialis posterior dapat diraba sewaktu ia melingkar di sekitar
malleolus medial selama fleksi plantar. Kedua arteri ini dapat diperiksa secara
serentak. Meskipun 15% orang muda tidak mempunyai denyut tibialis posterior,
tanda paling sensitif untuk penyakit oklusi arteri perifer pada pasien berumur di
atas 60 tahun adalah tidak adanya denyut tibialis posterior.

Deteksi Bruit
Bruit Karotis
Auskultasi bruit karotis dilakukan dengan meletakkan diafragma stetoskop
diatas arteri karotis dengan posisi pasien telentang. Kepala pasien sedikit
ditinggikan dengan bantal dan sedikit dijauhkan dari arteri karotis yang sedang
diperiksa.Pasien diminta menahan nafas selama auskultasi.Normalnya tidak
terdengar apa-apa atau hanya terdengar bunyi jantung yang
dihantarkan.Pemeriksaan arteri karotis dilakukan terpisah, tidak secara
serentak.Adanya bising (bruit) dapat disebabkan oleh penyakit aterosklerotik pada
arteri karotis.

Bruit Abdominal
Posisi pasien berbaring telentang. Pemeriksa meletakkan diafragma
stetoskopdi garis tengah perut kira-kira 2 inci di atas pusat dan mendengarkan
dengan cermat adanya bruit aorta. Bruit ginjal merupakan petunjuk adanya
stenosis arteri renalis. Auskultasi dilakukan kira-kira 2 inci di atas umbilicus dan
1-2 inci ke lateral kanan dan kiri dari posisi di tengah-tengah.

Penilaian Denyut Kapiler


Pemeriksaan pasokan arterial pada ekstremitas bawah
Insufisiensi arterial ditandai dengan denyut yang melemah.Pasien yang
dicurigai menderita insufisiensi arterial kronis pada ekstremitas bawah dapat
dilakukan tes Buerger.Pasien diminta berbaring telentang.Pemeriksa mengangkat
tungkai pasien kira-kira 45º di atas tempat tidur. Pasien diminta untuk menggerak-
gerakkan pergelangan kakinya untuk membantu mengalirkan darah dari system
vena, sehingga membuat perubahan warna menjadi lebih jelas.Setelah 30 detik,
periksalah kepucatan kaki.Pucat ringan adalah normal.Setelah itu, pasien diminta
duduk dengan menjulurkan kakinya dan pemeriksa dengan cepat menghitung
waktu yang diperlukan untuk kembalinya warna kulit kaki tersebut.Biasanya
diperlukan waktu 10 detik untuk kembalinya warna dan 15 detik untuk mengisi
vena superfisial.Perpanjangan waktu berkaitan dengan insufisiensi arterial, seperti
juga timbulnya warna keabuan atau sianotik.Tes ini berguna jika vena superfisial

37
kompeten.

Pemeriksaan pasokan arterial pada ekstremitas atas


Isufisiensi arterial kronis pada ekstremitas atas jarang terjadi dibandingkan
dengan ekstremitas bawah.Untuk menentukan adanya insufisiensi dipakai tes
Allen dengan memanfaatkan hubungan radioulnar.Arteri ulnaris biasanya tidak
dapat dipalpasi. Tes allen menentukan keutuhan arteri ulnaris dan radialis. Mula-
mula aliran darah pada arteri radialis disumbat dengan ditekan kuat-kuat oleh
pemeriksa.Kemudian pasien diminta untuk mengepalkan tinjunya kuat-
kuat.Pasien diminta untuk membuka tinjunya dan warna telapak tangan
diperhatikan.Tes ini diulangi dengan menyumbat arteri ulnaris. Pucatnya telapak
tangan selama penekanan satu arteri menunjukkan tersumbatnya aliran arteri lain.

Tes inkompetensi vena safena


Diagnosis inkompetensi vena safena mudah diperlihatkan pada
pemeriksaan.Pasien diminta berdiri, dan vena varikosa yang berdilatasi menjadi
jelas terlihat.Pemeriksa menekan ujung proksimal vena varikosa dengan tangan
lainnya kira-kira 15-20 cm di bawahnya pada ujung distal vena itu.Inkompetensi
katup vena safena yang ada di antara bagian vena yang diperiksa akan
menghasilkan transmisi impuls ke jari tangan distal.

Tes Brodie (Trendelenburg)


Untuk memeriksa pengisian retrograde sistem vena superfisial. Turniket
dipasang disekitar paha atas tungkai pasien setelah diangkat 90º selama 15
detik.Turniket ini tidak boleh menghilangkan denyut arteri.Pasien diminta berdiri,
sementara pemeriksa memperhatikan pengisian vena.Vena safena seharusnya
terisisecara perlahan-lahandari bawah dalam waktu 30 detik.Pengisian dari atas
menunjukkan aliran retrograde.Setelah 30 detik, turniket dilepaskan.Pengisian
yang tiba-tiba juga menunjukkan inkompetensi katup vena safena.

Tes Homan (Homan’s Sign)


Thrombosis vena profunda pada ekstremitas bawah dapat didiagnosis
apabila secara unilateral ada pembengkakan jelas, distensi vena, eritema, nyeri,
lebih hangat, dan nyeri tekan.Seringkali ada resistensi terhadap dorsifleksi
pergelangan kaki.Pembengkakan betis dijumpai pada kebanyakan pasien dengan
gangguan pada vena popliteal atau femoral, sedangkan pembengkakan paha
terjadi pada thrombosis iliofemoral.
Penekanan ringan pada betis yang nyeri atau dorsifleksi lambat pada pergelangan
kaki dapat menimbulkan nyeri betis pada kira-kira 50% pasien dengan thrombosis
vena femoral.Nyeri yang timbul dengan tehnik ini disebut sebagai tanda Homans
positif. Sayangnya, karena rendahnya sensitifitas tanda Homans, penemuan ini
jangan dipakai sebagai kriteria tunggal untuk tromboflebitis vena profunda.

Tes Perthes
Ulangi tes trendelenberg, tetapi bila pasien berdiri biarkan darah dialirkan
secukupnya dan kemudian pasien disuruh berdiri – jongkok bertumpu pada jari-
jari kakinya beberapa kali. Vena-vena akan menjadi agak kempes jika vena-vena
betis yang pecah masih paten dan memiliki katup yang kompeten (atau jika

38
pompa otot masih berfungsi).
Jika pola dari vena-vena yang terkena tidak lazim (misalnya varises pubikus),
singkirkan vena-vena varikosa sekunder akibat neoplasma intrapelvik yang
menyumbat aliran balik vena profunda dengan melakukan pemeriksaan rektal.
Akhirnya, stasis vena kronik merupakan penyebab ulserasi pada tungkai
bawah.Kelainan ini sering berkaitan dengan pigmentasi dan eksim akibat stasis.

Ankle Brachial Index (ABI)


Pasien dengan klaudikasio simptomatik dilakukan pemeriksaan ankle
brachial index (ABI) untuk konfirmasi diagnosis. Untuk menghitung ankle
brachial index, tentukan dahulu tekanan sistolik pada kedua lengan dan kedua
tungkai dengan menggunakan instrument doppler. Tekanan yang dibaca tertinggi
pada arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior digunakan untuk menghitung
indeks dengan menggunakan rumus.
ABI kanan = tekanan tungkai kanan yang tertinggi / tekanan lengan kanan
tertinggi
ABI kiri = tekanan tungkai kiri tertinggi / tekanan lengan kiri tertinggi
Interpretasi hasil :
 Lebih dari (> 0,9 ) Normal
 0,71 – 0,90 obstruksi ringan
 0.41 – 0,70 obstruksi sedang
 Kurang dari (< 0,40) obstruksi berat

Check List: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Penyakit Jantung

N Nilai
o Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari rasa      
takut dan stress sebelum melakukan pemeriksaan fisik
2 Memberi penjelasan dengan benar, jelas, lengkap dan jujur      
tentang cara dan tujuan pemeriksaan
3 Memberitahukan kemungkinan adanya rasa sakit atau tidak      
nyaman yang timbul selama pemeriksaan dilakukan
4 Melakukan inspeksi :
  a. ekspresi wajah: apakah pasien tampak kesakitan,      
pucat, berkeringat, sesak, dan tanda-tanda sianosis
sentral

39
b. leher : pembesaran kel tiroid, distensi vena jugularis
  c. dada : adanya jaringan parut, menilai pulsasi, gerakan      
dinding dada, bentuk dada
  d. anggota gerak : adanya clubbing finger, sianosis      
perifer dan jaringan parut
5 Melakukan pemeriksaan palpasi :
  - nadi (dilakukan secara bilateral): menilai kecepatan, irama,      
isi dan karakter
- penilaian capillary refill
  - tekanan vena jugularis      
  - iktus cordis (lokasi, normal/tidak normal)      
6 Melakukan pemeriksaan perkusi jantung      
(menentukan batas jantung normal)
7 Melakukan pemeriksaan auskultasi jantung      
(BJ1,BJ2, suara tambahan, bising)
8 Auskultasi bruit di leher (A. Carotis), abdomen (Aorta
Abdominalis & A. Renalis Dextra / Sinistra)
9 Memberikan informasi mengenai hasil pemeriksaan dan      
follow up lebih lanjut
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tetapi tidak benar
2 = Dilakukan secara benar
% cakupan penguasaan keterampilan : skor total /30 x 100% = %
Banda Aceh, .....................2021

Instruktur

2. ANALISA EKG
 
Tujuan Belajar :
 Mahasiswa mengerti dan mampu melakukan pemeriksaan EKG.
 Mahasiswa mampu menganalisa hasil EKG normal.

Prior Knowledge
Sebelum mempelajari keterampilan ini, mahasiswa harus menguasai:
 Anatomi Jantung
 Fisiologi Jantung

Elektrokardiogram (EKG) adalah rekaman aktivitas listrik jantung yang


diperoleh dengan bantuan elektroda yang ditempel dipermukaan tubuh seseorang.
Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari tentang EKG. Elektrokardiograf
sendiri adalah suatu alat yang sederhana, relatif murah, praktis dan dapat dibawa

40
kemana-mana, tetapi harus diingat, walaupun alat ini sangat berguna, banyak pula
keterbatasannya. Dalam usaha menginterpretasikan gambaran elektrokardiogram,
harus selalu diingat bahwa gambaran EKG normal belum tentu menunjukkan
jantung yang normal pula. Gambaran klinis penderita tetap merupakan pegangan
yang penting dalam diagnosis, apalagi penatalaksanaan penyakit penderita.
Manfaat EKG yang paling besar adalah dalam diagnosis aritmia jantung
oleh karena dengan alat ini hampir sebagian besar aritmia dapat didiagnosis. Di
instalasi gawat darurat, EKG sering sekali diperlukan untuk menentukan apakah
takikardi yang timbul merupakan takikardi ventrikular ataukah takikardi
supraventrikular yang penanganannya sangat berbeda.
 
Anatomi Sistem Konduksi
a. Elektrofisiologi Jantung
- sel-sel otot jantung mempunyai susunan ion yang berbeda antara ruang
dalam sel dengan ruang luar sel. Ada 3 ion yang mempunyai fungsi sangat
penting dalam elektrofisiologi seluler : kalium, natrium dan kalsium.
Kalium adalah kation intrasel utama sedangkan kadar ion natrium dan
kalsium paling tinggi pada lingkungan ekstrasel.
- Membran sel otot jantung lebih permeabel untuk ion K+ daripada untuk ion
Na+. Dalam keadaan istirahat, karena perbedaan kadar ion-ion, potensial
membran bagian dalam dan bagian luar tidak sama. Membran sel otot
jantung saat istirahat berada pada keadaan polarisasi, dengan bagian luar
berpotensial positif dibandingkan bagian dalam. Selisih potensial ini
disebut potensial membran, yang dalam keadaan istirahat berkisar 90 mV.
Bila membran otot jantung dirangsang, sifat permeabel membran
meningkat, sehingga ion Na+ masuk kedalam sel, yang menyebabkan
potensial membran berubah dari -90 mV menjadi +20 mV (potensial diukur
intraseluler terhadap ekstraseluler. Perubahan potensial membran karena
stimulus ini disebut depolarisasi. Setelah proses depolarisasi selesai, maka
potensial membran kembali mencapai keadaan semula, yaitu proses
repolarisasi.

b. Potensial Aksi
Potensial aksi adalah aktivitas listrik dari sel yang dicatat secara grafik
dengan perantaraan elektroda intrasel yang mempunyai bentuk khas. Aktifitas
listrik dari semua sel miokardium secara keseluruhan dapat dilihat dalam suatu
elektrokardiogram.
Potensial aksi terdiri atas 5 fase :
1. Fase Istirahat -- fase 4
Pada keadaan istirahat, membran sel lebih permeabel terhadap kalium
dibandingkan natrium, sehingga ion kalium akan merembes ke luar sel.
Bagian dalam sel relatif negatif, sedangkan bagian luarnya relatif positif.
2. Depolarisasi cepat -- fase 0 (upstroke)
Terjadi akibat permeabilitas membran terhadap natrium sangat meningkat,
sehingga natrium yang terdapat diluar sel akan mengalir cepat masuk dalam
sel. Akibatnya, bagian luar sel menjadi negatif sedangkan bagian dalamnya
menjadi positif.

41
3. Repolarisasi parsial -- fase 1 (spike)
Segera setelah depolarisasi terjadi perubahan mendadak dari kadar ion dan
timbul suatu muatan listrik relatif. Tambahan muatan negatif di dalam sel
menyebabkan muatan positifnya agak berkurang, akibatnya terjadi
repolarisasi.
4. Plateau -- fase 2
Selama fase ini, tidak terjadi perubahan muatan listrik melalui membran sel.
Jumlah ion positif yang masuk dan keluar berada dalam keseimbangan.
5. Repolarisasi cepat -- fase 3 (down-stroke)
Aliran muatan kalsium dan natrium kedalam sel secara lambat diinaktifkan
dan permeabilitas membran terhadap kalium sangat meningkat. Kalium keluar
dari sel, sehingga mengurangi muatan positif di dalam sel.

c. Sistem Konduksi Jantung


Sistem konduksi jantung terdiri dari : nodus sinoatrial (SA), nodus
atrioventrikular (AV), berkas His dan serabut Purkinje. Jumlah total waktu impuls
jantung sekitar 0,03 detik.
1. Nodus SA
Terletak pada pertemuan vena kava superior dengan atrium kanan. Sel-sel
dalam nodus SA secara otomatis dan teratur mengeluarkan impuls dengan
frekuensi 60 – 100 x/menit.

2. Nodus AV
Terletak di atas sinus koronarius pada dinding posterior atrium kanan. Sel-sel
dalam nodus AV mengeluarkan impuls lebih rendah dari nodus SA, yaitu 40 –
60 x/menit.

3. Berkas His
Lanjutan AV nodes, menembus jaringan pemisah miokardium atrium dan
miokardium ventrikel. Bercabang 2 : berkas kanan (RBB) dan berkas kiri
(LBB) yang kemudian menuju endokardium ventrikel kanan dan kiri.
Kemudian bercabang kembali menjadi serabut-serabut Purkinje.

4. Serabut Purkinje
Serabut Purkinje berjalan dari nodus AV melalui berkas AV dan masuk ke
dalam ventrikel. Serat Purkinje merupakan serat yang sangat besar,
menjalarkan potensial aksi dengan kecepatan 1,5 - 4,0 m/detik. Keadaan ini
memungkinkan penjalaran yang cepat impuls jantung ke seluruh sistem
ventrikular.

42
Gambar 1. Sistem Konduksi Jantung

Pada orang normal, rangsangan listrik jantung berawal dari nodus


sinoatrial (sinoatrialnode). Rangsang itu kemudian dihantarkan keseluruh jantung
melalui jaringan konduksi tertentu. Dari nodus SA ke nodus AV (atrioventriculer
node), rangsang dihantarkan melalui traktus inter nodal (anterior, medial dan
posterior). Berkas His mulai dari nodus AV, melewati central fibrous body
sehingga mencapai tepi atas septum interventrikuler. Dari sini berjalan pada sisi
kiri pars membranosa. Berkas cabang kanan (RBB = right bundle branch)
biasanya merupakan terusan berkas His. Ia berjalan sebagai struktur tunggal
dilapisan subendokard di sisi kanan sehingga mencapai dasar muskulus papilaris
anterior. Dari sini ia terbagi menjadi 3, yaitu : cabang anterior, posterior dan
lateral. Yang terakhir ini menuju dinding lateral ventrikel kanan (RV) dan bagian
bawah septum membentuk bangunan seperti kipas, yang akhirnya sebagai
anyaman Purkinye. Berkas cabang kiri (LBB = left bundle branch) umumnya
mempunyai variasi lebih banyak. Segera setelah bercabang dari berkas His, ia
terbagi 2 atau lebih yang berjalan di subendokard membentuk bangunan seperti
kipas : fasikulus anterior (superior), fasikulus posterior (inferior) dan fasikulus
septal.
 

Gambar 2. Jalur Sistem Konduksi

 Gambar 3. Potensial Aksi Jantung

Peran Diagnostik EKG :


- Hipertrofi atrium dan ventrikel.

43
- Gangguan pembentukan dan hantaran impuls listrik pada atrium dan ventrikel.
- Penentuan asal, jenis dan sifat disritmia.
- Iskemia dan infark miokard akut atau infark lama.
- Perikarditis.
- Efek obat-obatan : digitalis, antiaritmia.
- Gangguan keseimbangan elektrolit : kalsium, kalium, magnesium.
- Penyakit sistemik : hiper / hipotiroidisme, SLE.
 
Cara Membuat Rekaman EKG
Seperti yang telah dikemukakan diatas, rangsang listrik jantung yang
berasal dari nodus SA, menyebar di atrium, nodus AV dan akhirnya diventrikel,
dapat direkam sebagai bentuk EKG. Gelombang yang terekam secara alfabetis
diberi nama P, Q, R, S, T dan U.

 
Gambar 4. EKG Normal

Keterangan gambar:
Gelombang P : depolarisasi atrium
Kompleks QRS : depolarisasi ventrikel
Segmen ST, gelombang T dan gelombang U : repolarisasi ventrikel
 
Kertas EKG yang dijual dipasaran, sudah siap dengan garis-garis halus
yakni garis vertikal dan garis horizontal. Garis-garis tersebut membentuk kotak-
kotak kecil bujursangkar dengan sisi 1 mm (kotak kecil). Setiap 5 mm garis
vertikal maupun horizontal terdapat garis yang lebih tebal yang membentuk kotak
bujursangkar dengan sisi 5 mm (kotak sedang).

44
Standar Rekaman EKG :
Kecepatan rekaman : 25 mm / detik
Kalibrasi : 1milivolt (mV) = 10 mm
(standar ganda, separuh, seperempat)
 
Ukuran di Kertas EKG :
Garis Horizontal
Tiap 1 mm = 1/25 detik = 0,04 detik
Tiap 5 mm = 5/25 detik = 0,20 detik
Tiap 25 mm = 25 x 0,04 = 1,00 detik
 
Garis Vertikal
1 mm = 0,10 mV
10 mm =1,00 mV

Sadapan EKG
Aliran listrik jantung mempunyai besaran dan arah (vektor). Oleh karena
itu, tubuh merupakan konduktor listrik yang cukup baik, maka rekaman yang
dilakukan melalui elektroda yang diletakkan dipermukaan tubuh yang jauh
letaknya dari jantung tetap dapat dilakukan. Oleh karena aliran listrik jantung
merupakan vektor, maka rekaman perlu dilakukan dari berbagai sudut. Oleh
karena itulah rekaman dibuat dari berbagai sadapan. Dikenal 12 sadapan EKG.
Enam sadapan dinamakan sadapan ekstremitas : I, II, II, aVR, aVL dan aVF.
Sadapan-sadapan ini diperoleh dari rekaman dengan elektroda yang diletakkan di
ekstremitas. Ke enam sadapan ekstremitas di bagi lagi menjadi 2 kelompok yakni
sadapan ekstremitas bipolar (I, II, III) dan sadapan ekstremitas unipolar (aVR,
aVL dan aVF).
Enam sadapan lainnya adalah sadapan prekordial yaitu elektroda
diletakkan di berbagai posisi di dinding dada. Sadapan ini juga unipolar, artinya
mengukur perbedaan potensial antara titik tersebut terhadap potensial nol.

 
Sadapan Baku Bipolar
(Bipolar Standard Lead Einthoven)
 
 Sadapan I : selisih potensial antara lengan kanan (RA) & lengan kiri (LA),
dimana LA bermuatan lebih positif dari RA.
 Sadapan II : selisih potensial antara lengan kanan dan tungkai kiri (LL),
dimana LL bermuatan lebih positif dari RA.
 Sadapan III : selisih potensial antara lengan kiri dan tungkai kiri, dimana
LL bermuatan lebih positif dari LA.

45
 
 Gambar 5. Bipolar Standard Lead Einthoven
 
Sadapan Baku Unipolar
(Unipolar Limb Lead Wilson)
 
 Sadapan aVR : sadapan unipolar lengan kanan yang diperkuat (augmented)
 S adapan aVL : sadapan unipolar lengan kiri yang diperkuat (augmented)
 Sadapan aVF : sadapan unipolar tungkai kiri yang diperkuat (augmented)

Kaki kanan hanya berfungsi sebagai electrical ground.


Sadapan Dada Unipolar Prekordial
(Unipolar Chest Lead = V Lead)
 
 Sadapan V1 : Sela iga IV garis sternal kanan (parasternal dextra)
 Sadapan V2 : Sela iga IV garis sternal kiri (parasternal sinistra)
 Sadapan V3 : Pertengahan antara V2 dan V4
 Sadapan V4 : Sela iga V garis midklavicula kiri, semua sadapan selanjutnya
V5-V6 diambil dalam bidang horizontal seperti V4
 Sadapan V5 : Setinggi V4 di garis aksilaris anterior kiri
 Sadapan V6 : Setinggi V4 di garis aksilaris media kiri
 

Gambar 6. A & B Lokasi Pemasangan Sadapan & Elektroda

46
Gambar 7. Segitiga Einthovens

Prosedur Perekaman
1. Siapkan 1 set EKG pada tempat yang sudah ditentukan.
2. Pemeriksa berada di sebelah kanan pasien.
3. Pasien tidur terlentang dalam keadaan rileks dan dada terbuka.
4. Bersihkan tempat pemasangan elektroda dengan alkohol.
5. Oleskan jelly pada tempat pemasangan elektroda.
6. Atur kecepatan perekaman 25 mm/detik dengan kalibrasi 1 cm = 1mV.
7. Perekaman dimulai dengan menekan tanda start mulai dari sadapan (lead) I,
II, III, aVR, aVL, aVF dan V1 – V6.
8. Setelah selesai, elektroda dilepas dari pasien dan bersihkan dada pasien.
9. Cantumkan : nama pasien, jenis kelamin, umur, waktu pemeriksaan (tanggal /
bulan / tahun / jam) serta nama pemeriksa.

 
Gelombang P
Gelombang P merupakan gambaran proses depolarisasi atrium dari
pemacu jantung fisiologis nodus SA atau dari atrium. Gelombang P dapat positif,
negatif, bifasik, atau bentuk lain yang khas.
Gelombang P normal :
 Lebar (durasi) < 0,11 detik (<3mm), tinggi < 0,25 mV
 Selalu positif di lead I, II, aVF dan V3-V6
 Selalu negatif di aVR
 Interval PR normal 0,11-0,20 detik.
 Laju antara 60-100 kali/menit .
 

47
Gambar 8. Macam - Macam Bentuk Gelombang P
 
Gelombang QRS
Merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel, terdiri dari gelombang Q,
gelombang R dan gelombang S.
Gelombang QRS normal :
 Lebar 0,06 – < 0,12 detik
 Tinggi tergantung lead (sadapan)
 
Gelombang Qadalah defleksi negatif pertama pada gelombang QRS yang
terbentuk akibat aktivasi septal.
Gelombang Q normal :
 Lebar kurang 0,045 detik
 Tinggi / dalamnya kurang dari 1/4 tinggi R
 Gelombang Q pada sadapan aVR : adalah normal
 
Gelombang R adalah defleksi positif pertama gelombang QRS. Umumnya positif
di sadapan I, II, V5 dan V6. Di sadapan aVR, V1 dan V2 biasanya hanya kecil
atau tidak ada sama sekali.
 
Gelombang S adalah defleksi negatif sesudah gelombang R. Tidak terlihat atau
kurang dibanding gelombang R di sandapan I atau II. Gelombang S di sandapan

48
aVR, VI dan V2 tampak lebih menonjol.
 
Gelombang T
Merupakan gambaran proses repolarisasi ventrikel. Umumnya gelombang T
positif di sadapan I, II, V3-V6 dan terbalik di aVR. Amplitudo normal < 10 mm
di sadapan dada dan < 5 mm di sandapan ekstremitas dengan minimum masing-
masing 1 mm.
 
Gelombang U
Adalah gelombang yang timbul setelah gelombang T dan sebelum gelombang P
berikutnya. Penyebab timbulnya gelombang U belum diketahui, namun di duga
akibat repolarisasi lambat sistem konduksi interventrikel.
 
Interval PR
Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang
QRS. Nilai normal berkisar antara 0,11 – 0,20 detik. Ini merupakan waktu yang
dibutuhkan untuk depolarisasi atrium dan jalannya impuls melalui berkas His
sampai permulaan depolarisasi ventrikel. Nilai normal interval PR ditentukan oleh
frekuensi jantung, bila jantung lambat maka interval PR akan menjadi lebih
panjang.
 
Segmen ST
Normal : berkisar -0,5 mm sampai + 2mm. Diukur dari akhir gelombang S
sampai permulaan gelombang T.

  Gambar 9. Macam-Macam Bentuk Segmen ST

Gambar EKG Normal


Analisa EKG
Untuk dapat menganalisa EKG secara sistematis, perhatikanlah berturut-turut
berbagai hal dibawah ini:
1. Apakah EKG yang diperoleh memenuhi persyaratan teknis :

49
- Stabilitas alat, bila alat stabil garis dasar yang bersifat isoelektris tercatat
lurus mendatar.
- Pencatatan bebas dari interfensi, sehingga EKG tercatat bersih tanpa
getaran-getaran. Bila ada getaran-getaran, perhatikan grounding alat.
- Kestabilan kepekaan alat, kepekaan alat pada permulaan dan pada akhir
pencatatan harus sama.
 
2. Tentukan laju jantung (frekuensi jantung)
Laju jantung dapat dinilai dengan mengukur interval P-P atau R-R.
Caranya: Pada garis horizontal : 1 mm = 0,04 detik
Contoh :
Interval P-P = 15 mm,
jadi 15 x 0,04detik = 0,6 detik
Frekwensi gelombang P = 60/0,6 = 100 kali/menit
Maka,
Laju/frekuensi jantung = 100 x/menit

3. Tetapkanlah jenis irama denyut jantung (irama sinus atau bukan)

4. Perhatikan gelombang P (voltase, lama gelombang ).


- Voltase gelombang P diukur dari garis iso-elektris sampai puncak
gelombang P dan dalam keadaan normal tidak melebihi 0,25 mV.
- Lama gelombang P diukur dari permulaan sampai akhir gelombang P,
dalam keadaan normal tidak melebihi 0,11 detik.
- Pengukuran ini dilakukan pada sadapan II.
 
5. Perhatikan Interval PR
- Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan
kompleks QRS.
- Dilakukan pada sadapan II.
- Dalam keadaan normal besarnya berkisar antara 0,11 - 0,20 detik.

 
6. Tetapkan interval kompleks QRS
- Interval kompleks QRS diukur dari permulaan sampai akhir kompleks
QRS dan dilakukan pada sadapan yang mempunyai interval terpanjang,
biasanya pada V2 atau V3.
- Dalam keadaan normal interval QRS tidak melebihi 0,12 detik
7. Tetapkanlah sumbu listrik rata-rata kompleks QRS
- Untuk mengkontruksi sumber listrik rata-rata kompleks QRS kita tetapkan
dulu jumlah aljabar voltase gelombang Q, R, S pada sadapan I dan III.
- Normal sumbu listrik rata-rata kompleks QRS ialah antara 0 derajat + 90
derajat disebut deviasi ke kanan (right axis deviation ), bila lebih kecil
dari 0 derajat (negative ) disebut deviasi ke kiri (left axis deviation ).
 
8. Apakah kompleks QRS pada hantaran prekordial normal ? Kriteria kompleks
QRS pada hantaran normal ialah :
- Pada sadapan V1 terdapat R kecil dan S besar

50
- Pada sadapan V6 terlihat R besar dan S kecil
- Pada sadapan V2 sampai V5 terlihat bentuk peralihan antara V1 dan V6
 
9. Perhatikan Segmen ST ( isoelektris, elevated, depressed)
- Untuk mengetahui apakah segmen ST betul-betul isoelektris, kita
perhatikan letak garis yang menghubungkan gelombang T (dari siklus
dahulu) dengan gelombang P dari siklus jantung yang sedang diteliti. Bila
segmen ST terletak pada garis horizontal yang sama, maka segmen ST itu
Isoelektris.
- Dalam keadaan normal segmen ST harus isoelektris, bila elevated atau
depressed, maka menunjukkan patologis.
  
10. Perhatikan gelombang T (polaritas).
Gelombang T normal pada umumnya mempunyai polaritas positif, kecuali
pada sadapan V1 dan aVR, yang sering memperlihatkan gelombang T yang
negatif.

11. Tetapkan sumbu listrik gelombang T


Yang diukur adalah amplitudo gelombang T. Sumbu listrik gelombang T
dianggap normal, bila sudut antara sumbu listrik gelombang T dan sumbu
listrik rata-rata kompleks QRS tidak melebihi 70 derajat.
 
12. Bila unsur-unsur EKG yang telah dianalisis diatas ternyata normal, maka EKG
tersebut dianggap normal.

51
Cheklist :Analisa EKG
No Aspek yang dinilai Skor
0 1 2
1 Memeriksa identitas pasien, tanggal dan nama operator
pada kertas ekg
2 Menilai kalibrasi standar amplitude dan kecepatan
perekaman
 Amplitude standar 1 cm/mV
 Kecepatan standar 25 mm/detik
3 Menentukan irama
4 Menentukan laju QRS
 jika laju QRS teratur :
- 300 / jumlah kotak sedang diantara R – R, atau
- 1500 / jumlah kotak kecil diantara R – R
 Jika laju QRS tidak teratur : jumlah kompleks QRS
dalam 6 detik pada sadapan II panjang dikali 10
5 Menentukan aksis QRS (dengan mengitung amplitudo QRS
pada sadapan yang saling tegak lurus, gunakan sadapan I
dan aVF)
 Jumlah amplitude defleksi positif dan negative pada
sadapan I
 Jumlah amplitude defleksi positif dan negative pada
sadapan aVF
 Aksis : (normal , LAD, RAD, extreme RAD)
6 Menilai morfologi gelombang P
 amplitudo gelombang P
 durasi gelombang P
 kesan :
7 Menilai interval PR
8 Menilai kompleks QRS
 durasi
 amplitude
 morfologi
 progresige lombang R dari V1 sampai V6
9 Menilai segmen ST
 isoelektrik
 depresi di :
 elevasi di :
 repolarisasi dini
10 Menilai morfologi gelombang T
 inverse gelombang T
 hiperakut (tall) T
11 Interval QTc = interval QT/√ interval RR
12 Kesimpulan / kesan ekg

52
Keterangan :
0 : Tidak melakukan
1 : Dilakukan tapi kurang sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna

Cakupan penguasaan ketrampilan :Skor total …../50x 100% =……………%

Banda Aceh,......................2021

Instruktur

53
DAFTAR PUSTAKA
 
 
Bickley LS., 2007. Bates, Guide to Physycal Examination and History Taking. 9th Ed.
Philadelphia : Lippincot Williams & Wilkin, hlm : 279-317.
L. Willms J, 2005, Diagnosis Fisik Evaluasi : Diagnosis & Fungsi di Bangsal, Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta. hlm : 226-36.
Dacre J, Kopelman P., 2005., Buku Saku Keterampilan Klinis. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, hlm : 41-67.
Morton PG., 2005., Panduan Pemeriksaan Kesehatan dengan Dokumentasi
SOAPIE. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, hlm : 199-225.
Chen H, Sola JE, Lillemoe KD., 2006., Manual Prosedur Tindakan Klinis yang
Umum Dilakukan Di Bangsal. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, hlm :
54-55.
Swartz,MH, 2002, Buku Ajar Diagnostik Fisik, Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta.
Bagian Kardiologi, 2004, Buku Ajar Kardiologi, FKUI : Jakarta.
Guyton and Hall, 2004, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC : Jakarta.
Sudarmo SP, 1984, Pemeriksaan Kelainan-Kelainan Kardio Vaskular dengan
Radiografi Polos, UI Press : Jakarta.
University of Florida, A Practical Guide to Clinical Medicine : Exam of The Heart,
medicine.ucsd.edu/clinicalmed/heart.htm Last Updated: Aug 30, 2006.
Soetopo W, dr, 1990, EKG Praktis, Binarupa Aksara : Jakarta.
 
 

54
III. BASIC CARDIAC LIFE SUPPORT(BCLS)

dr. Nurkhalis Muchlis, SpJP-FIHA


Bagian/SMF Kardiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUDZA

Tujuan Belajar :
- Mahasiswa mampu mengenal sudden cardiac arrest (SCA / henti jantung
mendadak)
- Mahasiswa memahami bagaimana mengaktifkan sistem respon emergensi
- Mahasiswa mampu melakukan resusitasi jantung paru (RJP) dengan baik dan
benar.
- Mahasiswa mampu menggunakan alat Automated external defibrillator (AED)

Pengetahuan yang harus dikuasai sebelumnya :


- Memahami sistem sirkulasi, respirasi dan oksigenasi
- Memahami tanda – tanda sudden cardiac arrest dan penyebabnya

Pendahuluan
Basic Life Support (BLS) adalah merupakan pertolong awal yang harus
segera dilakukan untuk menyelamatkan hidup akibat henti jantung sebelum pasien
tersebut mendapat pertolongan medis yang lebih lengkap. BLS dapat dilakukan
oleh tenaga medis yang terlatih termasuk personil lapangan atau oleh siapapun
yang telah memperoleh pelatihan BLS . Aspek dasar dari BLS berupa : mengenal
sudden cardiac arrest (henti jantung mendadak), mengaktifkan sistem respon
emergensi, melakukan resusitasi jantung paru (RJP), serta pemakaian alat
Automated external defibrillator (AED).
Pedoman yang dikeluarkan oleh American Heart Association tahun 2010
memuat beberapa perubahan dari pedoman sebelumnya, yakni : perubahan
tahapan penanganan dari “ABC” menjadi “CAB”, pengenalan segera terjadinya
henti jantung mendadak (SCA) berdasarkan kondisi unresponsiveness dan
tidaknya ada pernafasan normal, metode look, listen and feel tidak digunakan lagi
dalam algoritme, mendahulukan compressi dada sebelum memberikan nafas
bantu, pada kondisi yang memungkinkan sangat dianjurkan untuk dilakukan
tindakan secara simultan antara kompresi dada, managemen airway, nafas bantu,
mendeteksi irama jantung dan DC shocks (jika diperlukan) oleh tim yang terlatih.
Jika seorang penolong menemukan seorang dewasa yang tidak sadar (tidak
bergerak atau tidak memberikan respon terhadap rangsangan) atau menyaksikan
seseorang yang secara tiba –tiba roboh (jatuh), tidak sadarkan diri dan tidak
bernafas (atau nafas tidak normal, misalnya pernafasan gasping) maka setelah
memastikan tempat sekitarnya aman, penolong harus segera menilai respon
korban dengan cara menepuk dan berteriak pada korban. Penolong harus segera
mengaktifkan sistem respon emergensi (misalnya menelpon 911 atau sesuai
sistem lokal yang berlaku, dengan memberikan informasi berupa lokasi, peristiwa
yang terjadi, jumlah dan kondisi korban, jenis bantuan/pertolongan yang
diperlukan, dan jika perlu minta panduan cara melakukan RJP ) dan selanjutnya
segera RJP.

55
Resusitasi Jantung Paru
Bagi penolong awam tidak dianjurkan untuk mengecek pulsasi arteri
terlebih dahulu dan bagi penolong terlatih tidak boleh lebih dari 10 detik untuk
mengecek denyut nadi, jika dalam waktu tersebut tidak teraba maka harus segera
memulai kompresi dada.

56
Kompresi Dada (circulation)
kompresi dada sangat menentukan efektifitas aliran darah selama RJP.
kompresi harus dilakukan dengan kuat dan cepat pada ½ bawah sternum pasien
yang terlentang. Sambil berlutut di samping pasien, tumit salah satu tangan
penolong ditempelkan di atas sternum di atas xiphisternal junction, sedangkan
tangan satunya diletakkan di atas tangan yang pertama. Jari-jari tangan penolong
tidak boleh menempel di dada pasien. Posisi lengan penolong tegak lurus terhadap
sternum pasien. Kompresi dilakukan sedalam 1/3 sampai ½ jarak antero-posterior
dada (2 inci atau 5 cm) dengan siku penolong yang terkunci dan momentum bobot
tubuh penolong yang ditumpukan pada sternum pasien. Kompresi harus ritmik,
dengan frekuensi 100 kali kompresi per menit, atau dengan rasio kompresi :
ventilasi 30 : 2.

Membuka dan Mempertahankan Jalan Nafas (Airway)


Gangguan airway (jalan nafas) dapat timbul secara perlahan atau
mendadak dan dapat bersifat total atau sebagian (parsial). Walaupun bukan
merupakan tanda pasti, adanya takipnea harus dipikirkan juga sebagai tanda
adanya adanya gangguan jalan nafas. Sedangkan tanda-tanda objektif sumbatan
jalan nafas lainya:
pasien mengalami agitasi (kesan hipoksia) atau tampak bodoh (kesan
hiperkarbia). Selain itu dapat pula dilihat adanya tanda-tanda sianosis sentral atau
perifer, serta adanya penggunaan otot-otot pernafasan tambahan baik pada otot-
otot leher, maupun otot dinding dada (retraksi interkostal), adanya suara nafas
abnormal, seperti mendengkur (snoring), berkumur (gargling), bersiul (crowing
sound, stridor), atau parau (hoarseness, dysphonia) yang mungkin disebabkan
sumbatan faring atau laring. Pasien gaduh-gelisah atau delirium mungkin juga
disebabkan oleh hipoksia akibat gangguan jalan nafas.
Adapun cara mempertahankan jalan nafas yang adekuat adalah sebagai
berikut;
Pada pasien yang telentang, jalan nafas dibuka dengan metode chin-
lift(mengangkat dagu) dan head-tilt (kepala tengadah). Letakkan satu tangan pada
dahi pasien, tekan ke bawah-belakang untuk mendongakkan kepala pasien. Jari-

57
jari tangan yang lain diletakkan di bawah mandibula dan digunakan untuk
mengangkat dagu pasien. Dapat pula diakukan jaw-thrust dengan memegang
angulus mandibula kiri dan kanan, dan mendorong mandibula ke depan. Head-tilt
tidak dilakukan pada kasus trauma,terutama pada trauma yang dicurigai adanya
cidera vertebra servikal. Kecurigaan tersebut harus muncul pada kasus-kasus
berikut; cedera/fraktur multipel, penurunan kesadaran tanpa sebab yang jelas dan
adanya tanda-tanda cedera di atas klavikula. Hal ini penting dipahami untuk
mengantisipasi akibat lebih buruk lagi apabila terjadi cedera vertebra servikal.
Pada kasus sumbatan jalan nafas oleh benda asing, yang ditandai oleh
sesak nafas, batuk, dan tanda khas berupa “mencengkeram” leher, tindakan yang
dilakukan didasarkan pada tingkat sumbatan. Bila pasien asianotik, mampu batuk
dengan kuat, tidak dijumpai retraksi atau penggunaan otot-otot nafas tambahan,
dan bisa bicara, berarti sumbatan yang terjadi bersifat parsial dengan respirasi
yang masih adekuat. Pada pasien ini cukup dievaluasi, tidak perlu segera
dilakukan intervensi.
Jika dijumpai pasien dengan kondisi berlawanan dengan yang disebutkan di atas,
berarti terjadi sumbatan parsial namun dengan respirasi yang tidak adekuat, atau
bahkan terjadi sumbatan total. Pada pasien ini harus segera dilakukan intervensi
untuk membebaskan jalan nafas.
Pada pasien yang sadar, dapat dilakukan intervensi berupa Heimlich
manuevre, yang dilakukan dengan cara berdiri memeluk rapat pasien dari
belakang, kedua tangan penolong dikatupkan dengan kepalan tangan ditempelkan
di atas umbilikus pasien. Kepalan ditekan kuat kearah belakang lalu ke atas
dengan cepat, sampai benda asing keluar. Prosedur dihentikan bila pasien
mengalami penurunan kesadaran.

Pernafasan (Breathing)
Apabila pernafasan tidak membaik dengan terbukanya jalan nafas
(Airway), penyebab lain harus dicari. Ventilasi mungkin terganggu oleh gangguan
pergerakan nafas (ventilator mechanics) atau depresi Sistim Saraf Pusat oleh
berbagai sebab. Tanda-tanda objektif ventilasi yang tidak adekuat adalah sbb :
tampak adanya luka, pembengkakan, asimetri gerakan nafas ataupun pergerakan
dinding dada yang tidak adekuat, di mana ada satu hemithoraks yang tertinggal
dibanding sisi satunya serta pernafasan yang dilakukan dengan susah payah
(labored breathing), teraba adanya krepitasi atau nyeri tekan.

Adapun teknik-teknik resusitasi ventilasi adalah sebagai berikut:


1. Mouth to mouth – Airway dipertahankan dengan metode head-tilt dan chin-
lift. Hidung pasien ditutup, mulut penolong diposisikan sedemikian rupa
sehingga menutupi mulut pasien. Penolong menghembuskan nafas ke dalam
mulut pasien secara biasa sambil mengamati gerakan dinding dada pasien. Bila
tidak dijumpai gerakan dinding dada pasien yang sesuai dengan hembusan
nafas penolong, pasien harus direposisi dan prosedur diulangi kembali. Bila
gerakan dinding dada tetap tidak dijumpai, pasien harus dicurigai mengalami
sumbatan airway.
2. Mouth to mask – Pada prinsipnya sama seperti mouth to mouth, namun disini
digunakan masker dan pompa udara sebagai pengganti mulut penolong. Ada
dua cara yang dapat dilakukan:

58
a. Teknik sefalik – Dilakukan bila ada lebih dari satu penolong. Penolong
yang berada di posisi kepala pasien memompa dengan sebelah tangan, dan
yang lain memegang masker menutupi mulut dan hidung pasien sambil
melakukan jaw-thrust.
b. Teknik lateral – Dilakukan bila hanya ada satu orang penolong. Dengan
berada di sebelah lateral pasien, penolong dapat memompa dengan sebelah
tangan dan memegang masker dengan tangan yang lain, atau memegang
masker dengan kedua tangan sambil melakukan head-tilt dan chin-lift
sementara udara dihembuskan dari mulut penolong ke dalam masker.
3. Penekanan krikoid – Penekanan kartilago krikoid ke arah posterior dapat
menutup esofagus, sehingga meminimalisir udara yang masuk ke lambung
selama ventilasi. Prosedur ini hanya dilakukan pada pasien yang tidak sadar,
dengan cara menekan kartilago krikoid dengan jempol dan jari telunjuk ke arah
posterior.

Defibrilasi segera dengan AED


Setelah mengaktifkan sistem emergensi maka penolong sebaiknya segera
mengambil alat AED (jika dekat dan mudah diperoleh) dan segera memasang dan
menggunakannya pada korban dilanjutkan dengan RJP. Jika ada 2 atau lebih
penolong maka 1 orang segera kompresi dada untuk memulai RJP dan penolong
lainnya yang mengaktifkan sistem emergensi dan mengambil alat AED. Ventrikel
fibrilasi (VF) merupakan penyebab paling sering terjadinya henti jantung pada
dewasa akibat kelainan irama jantung yang dapat diobati. Jika segera dilakukan
RJP dan defibrilasi dalam waktu 3 – 5 menit maka harapan hidupnya sangat
tinggi.

Immobilisasi dan Transport


Immobilisasi terutama ditujukan untuk mengantisipasi kemungkinan
adanya fraktur dan khususnya fraktur vertebra, immobilisasi dilakukan pada posisi
supine maupun lateral dengan tujuan terpenting adalah, mempertahankan vertebra
pada posisi segaris (in-line).
Pada posisi supine, pasien dibaringkan telentang di atas permukaan yang
rata dan keras (biasanya digunakan spinal board atau long spine board), tanpa
bantal, dan dibatasi gerakan kepala dan leher dengan cervical collar, dahi pasien
juga diikat ke spinal board.
Pada keadaan khusus, di mana pasien tidak bisa dibaringkan pada posisi
supine, misalnya pada pasien yang muntah-muntah, jangan sekali-kali
memiringkan kepala saja sebagai upaya menghindarkan terjadinya aspirasi. Pasien
seperti ini dapat dibaringkan pada posisi lateral, dengan tetap menjaga posisi in-
line vertebra.
Bila pasien harus dipindahkan dari spinal board, posisi in-line vertebra
harus tetap dijaga. Caranya adalah dengan mengangkat atau memindahkan seluruh
tubuh pasien – dari kepala sampai kaki – secara serentak (logroll).

59
Materi Skill Lab BCLS

No Materi Kajian Bentuk Tujuan Peralatan Ket


Penyajian pada
peragaan
1 Pendahuluan Pembukaan Memahami Contoh
keadaan Algoritme
emergensi penatalaksan
Definisi Mengetahui aan, Struktur
langkah pengorganis
pelaporan asian
Konsep Pembagian Nomor-
penatalaksana tugas & nomor tlp
an wewenang penting
2 Triage & Penyajian Mampu Penggunaan Skenario
Initial Keracunan melakukan kartu triage, praktek
Assessment massal asesmen Daftar
cepat tindakan,
Assessmen Mampu monitoring
cepat memilah & formulir
pasien a d rujukan
masalah
Bertindak Mampu
berdasar melakukan
prioritas call for help
3 Manajemen Assessmen Mengetahui Kanul, Face Skenario
jalan nafas anatomi mask & Praktek
jalan nafas AMBU,
Resusitasi Mampu Suction rigid
deteksi jenis & soft,
kegawatan Gudel,
airway Naso-
Monitoring Mampu endotrakheal
meringankan tube, Kanul
kegawatan trakheostomi
airway , Alat peraga
Re-evaluasi Mampu jalan nafas
menilai
perbaikan
atau
perburukan
4 Manajemen Assessmen Mengenal Kanul Skenario
breathing anatomi oksigen, face Praktek
dinding dada mask,
Resusitasi Mengenal AMBU,
peranan Abbocath
paru-paru besar, Chest
dan pleura Tube, NGT
Monitoring Mengenal dan botol
tanda WSD,
kegawatan Oksimetri,
breathing alat peraga
Re-evaluasi Mampu breathing
memberikan
O2 dg benar
5 Manajemen Assessmen Mengenal Venocath, Skenario
sirkulasi tanda-tanda spuit, infus Praktek

60
& proses set, blood
syok set, cairan
Resusitasi Mampu infus
menemukan (kristaloid,
titik koloid,
penilaian cairan
Monitoring Mampu hiperosmolo
menemukan ar), kateter,
akses stopcock,
resusitasi triway
Re-evaluasi Mampu
menilai
respon
resusitasi
6 Manajemen Assessmen Menilai ada Spalk, Skenario
immobilisasi tidaknya ellastis Praktek
dan fraktur dan verband,
transportasi dislokasi gips, skin
Immobilisasi Mampu traksi, spine
memilih dan board, screw
melakukan stratcher,
immobilisasi brankard,
Monitoring & Penilaian pra form rujukan
evaluasi dan pasca
immobilisasi
Evakuasi Mampu
evakuasi
pasien
dengan
benar

61
DAFTAR PUSTAKA

1. American Heart Association : basic life support.2010


2. Valenzuela TD, Roe DJ, Nichol G, Clark LL, Spaite DW, Hardman RG.
Outcomes of rapid defibrillation by security officers after cardiac arrest in
casinos. N Engl J Med. 2000; 343: 1206–1209
3. Stone CK, Humphries RL. Lange’s Current Emergency Diagnosis and
Treatment. McGraw-Hill 2004: 147-163
4. Advanced Trauma Life Support for Doctors: Student Course Manual 7th.
Edition. IKABI 2004

62
CHECK LIST : BASIC CARDIAC LIFE SUPPORT (BCLS)

No Aspek yang dinilai Nilai


0 1 2
1 Menemukan pasien yang dicurigai cardiac arrest
2 Memastikan keamanan diri dan lingkungan
3. Menilai kondisi pasien:
- Unresponsiveness
- Tidak bernafas atau gasping
4. Mengaktifkan sistem respon emergensi
- Memanggil bantuan dan meminta alat emergensi
(termasuk AED)
- Menelpon nomer emergensi (dengan memberikan
informasi berupa lokasi, peristiwa yang terjadi,
jumlah dan kondisi korban, jenis
bantuan/pertolongan yang diperlukan dan jika perlu
meminta panduan cara melakukan RJP)
5 Memeriksa nadi bersamaan dengan ada/tidaknya nafas
a. Tentukan lokasi landmark di leher dan raba arteri carotis
5-10 detik
b. Perhatikan gerakan dinding dada
6 Jika nadi teraba dan nafas tidak ada:
a. Berikan nafas bantu setiap 5-6 detik
b. Cek nadi setiap 2 menit
7 Jika denyut nadi tidak teraba:
a.Tentukan landmark untuk kompresi dada
b. Lakukan teknik kompresi dengan benar:
- Lakukan teknik kompresi dengan benar:
- Posisi tangan dan tubuh harus benar
- Tekanan 5 cm tegak lurus ke bawah
- Katakan hitungan (1-30)
- Berikan 30x kompresi dada diikuti dengan 2 tiupan
nafas
- Memastikan recoil dinding dada sempurna
c. Periksa denyut nadi dan pernafasan setelah 5 siklus/2
menit
8 Jika AED sudah tersedia:
a. Hidupkan alat
b. Pasang alat AED tanpa menghentikan pijat jantung
c. Cek irama jantung (VT/VF), stop kompresi
- Jika iramanya shockable (VT/VF), berikan shock
1x dan segera lanjutkan kembali RJP selama 2
menit, kemudian nilai kembali
- Jika irama jantung tidak shockable (bukan VT/VF),
lanjutkan RJP selama 2 menit kemudian nilai

63
kembali sesuai instruksi AED
9 Bila nadi sudah teraba, periksa pernafasan
10 Bila nadi dan nafas adekuat, segera posisikan pasien dalam
recovery position.

Keterangan :
0 : Tidak melakukan
1 : Dilakukan tapi kurang sempurna
2 : Dilakukan dengan sempurna

Cakupan penguasaan ketrampilan :Skor total 56 x 100% =…%

Banda Aceh,......................2021

Instruktur

64
IV. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT
GASTROINTESTINAL

dr. Azzaki Abubakar, SpPD


Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUDZA

 
Tujuan belajar :
 Mahasiswa mampu menggali dan merekam dengan jelas keluhan-keluhan
yang berhubungan dengan sistem pencernaan / organ dalam abdomen.
 Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik abdomen secara
sistematis dan benar.
 Mahasiswa mampu melakukan prosedur pemeriksaan perineum - rektal
secara sistematis & tepat

Prior Knowledge
Sebelum mempelajari keterampilan ini, mahasiswa harus menguasai :
 Anatomi abdomen
 Fisiologi organ – organ abdomen
 Patofisiologi organ – organ abdomen

ANAMNESIS PENYAKIT GASTROINTESTINAL

Anamnesis organ /sistem perlu bagi dokter untuk menanyakan apakah


keluhan-keluhan yang diutarakan pasien bersangkutan dengan organ/sistem yang
akan ditanyakan. Anamnesis ini juga dapat menjaring masalah pasien yang
terlewat pada waktu pasien menceritakan riwayat penyakit sekarang. Jika terdapat
keluhan-keluhan yang berhubungan dengan kelainan organ/sistem tersebut, dokter
menuliskan tanda positif dan jika tidak dijumpai keluhan/kelainan-kelainan
tuliskan tanda negatif.
Anamnesis sistem bertujuan untuk mengumpulkan data-data positif dan
negatif yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan alat
tubuh yang sakit. Didalam anamnesis sistem kemampuan eksplorasi dokter
terhadap sistem-sistem dalam tubuh pasien sangat ditentukan macam macam
keluhan yang ada pada setiap sistem tubuh. Lengkapnya keluhan yang dapat
digali oleh dokter dari pasiennya akan lebih dapat mengarahkan pada diagnosa
yang tepat.
Pada prakteknya penelusuran anamnesis sistem harus relevan dengan
keluhan utama pasien dan dugaan terhadap diagnosis yang akan ditegakkan,
termasuk diagnosis bandingnya. Tingkat relevansi keluhan umum dengan keluhan
sistem yang akan digali mencerminkan pemandangan seutuhnya dan kecermatan
dokter kepada pasien. Untuk menjaga agar proses anamnesis tidak bertele-tele
terutama dalam menggali keluhan dalam sistem tubuh, maka perlu dilatih dan
dibiasakan menanyakan dengan lengkap serta sistematis keluhan-keluhan pada
masing-masing sistem tubuh.

65
Pada semester ini akan dipelajari mengenai anamnesis sistem yang
berhubungan dengan sistem pencernaan organ dalam abdomen. Dibawah ini
beberapa keluhan yang berhubungan dengan sistem pencernaan :

Lambung
 Jika makan rasanya lekas kenyang, timbul rasa mual setelah makan.
 Tidak ada nafsu makan (anoreksia).
 Rasa penuh diperut, rasa kembung (meteorismus), suka “masuk angin”,
tidak bisa buang angin.
 Rasa sakit di epigastrium yang berhubungan dengan makanan, rasa sakit
sesudah makan atau sebelum makan (heart burn).
 Rasa sakit perut karena makan sesuatu yang tidak cocok: asam, pedas,
rempah-rempah yang terlalu merangsang dan lain-lain.
 Perut suka mengisap-ngisap, rasanya seperti naik keatas, seperti ditusuk-
tusuk, rasanya panas seperti ada api didalamnya? Perut suka berbunyi-
bunyi?
 Nausea: ada rasa mau muntah (mual).
 Hematemesis: ada keluar darah dalam muntah?
 Ructus: sendawa, banyak keluar angin dari mulut.
 Singultus: cekukan.
 Pyrosis : rasa panas atau asam dimulut.

Usus
 Sakit perut rasanya mulas-mulas.
 Borborigmi : perut suka berbunyi-bunyi.
 Defekasi : buang air besar, ditanyakan tentang frekwensinya, cara
keluarnya (keluar dengan pancaran yang kuat atau mencret keluar sedikit
tetapi berulang ulang), konsistensinya (keras, lembek, encer, cair)
warnanya (seperti air beras?), constituent (ada bahan-bahan makanan yang
tidak dapat dicerna ?), baunya (bau sekali, bau amis ?) atau adakah darah
atau cacing yang menyertai.
 Obstipasi : lebih dari 5 hari tidak buang air besar.
 Diare : buang air besar lebih dari 3 x kali sehari
 Steatorrhoe : buang air besar bercampur dengan gelembung – gelembung
minyak (lemak).
 Tenesmus : rasa sakit dianus karena spasme diotot otot spincter ani oleh
karena buang air besar yang berulang-ulang.
 Melena : feses berwarna hitam seperti ter, agak lengket karena bercampur
darah.
 Flatulensi : apakah pasien bisa buang angin (flatus)
 Mual
- Adakah mual? Kapan saja munculnya?
 Muntah
- Adakah muntah? Berupa apa?
- frekuensinya
- bercampur darah?
- yang memicu muntah

66
TEKNIK ANAMNESIS PENYAKIT GASTROINTESTINAL

Dalam melakukan anamnesis abdomen, metode atau sistematika yang


baku dalam anamnesis tidak boleh terlupakan yang bertujuan agar selama
melakukan anamnesis seorang dokter tidak kehilangan arah, agar tidak ada
pertanyaan atau informasi yang terlewat, dan dalam pembuatan status pasien agar
memudahkan siapa saja yang membaca.

Sistematika tersebut terdiri dari:


1. Data umum pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
a. Kronologis atau perjalanan penyakit : 1. Waktu pertama sekali dan
lamanya keluhan berlangsung 2. Sifat dan beratnya serangan, misalnya
mendadak, perlahan lahan, terus-menerus, hilang-timbul, cenderung
bertambah berat atau berkurang dsb 3. Hubungan dengan waktu, misalnya
pagi lebih sakit dari siang dan sore atau sebaliknya atau terus menerus
tidak mengenal waktu. 4. Hubungan dengan aktivitas, misalnya bertambah
berat bila melakukan aktivitas atau bertambah ringan waktu istirahat 5.
Apakah keluhan baru pertama sekali atau sudah berulang kali. 6. Faktor
resiko atau pencetus serangan termasuk faktor-faktor yang memperberat
atau meringankan serangan. 7. Riwayat perjalanan kedaerah endemis
untuk penyakit tertentu.
b. Gambaran atau deskripsi keluhan utama
c. Keluhan atau gejala penyerta
d. Usaha berobat
2. Riwayat penyakit dahulu
3. Anamnesis organ/sistem (System Review)
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Riwayat kebiasaan / social, termasuk anamnesis gizi.

Dan akhirnya dari anamnesis tersebut dokter sudah dapat membuat


diagnosa banding atau diagnosa sementara mengenai penyakit pasien,dengan data
data yang diperoleh dari hasil anamnesa berdasarkan organ-organ atau sistem
yang terlibat.
Dalam melakukan anamnesis harus diperhatikan bahwa pengertian sakit
( illness) sangat berbeda dengan penyakit ( disease) .
 Sakit (illness) adalah penilaian seseorang terhadap penyakit yang dideritanya,
berhubungan dengan pengalaman yang dialaminya, bersifat subjektif yang
ditandai dengan perasaan tidak enak.
 Penyakit (disease) adalah suatu bentuk reaksi biologik terhadap suatu trauma,
mikroorganisme dan benda asing sehingga menyebabkan perubahan fungsi
tubuh atau organ tubuh. Oleh sebab itu penyakit bersifat objektif.
Tidak seluruh rasa sakit yang dialami oleh pasien merupakan tanda dari
suatu penyakit, sebaliknya seringkali suatu penyakit juga dapat tidak memberikan
rasa sakit kepada pasien, sehingga seringkali diabaikan oleh pasien dan ditemukan
secara kebetulan, misalnya pada waktu pasien melakukan general check up.
Dalam melakukan anamnesis, beberapa keterampilan komunikasi yang

67
perlu dimiliki dokter. Keterampilan tersebut adalah : menunjukkan empati ,
melakukan cross-check dan mendapatkan umpan balik.
a. Menunjukkan empati
Empati adalah : Kemampuan untuk dapat merasakan dan memahami perasaan
orang lain. Empati dapat dilakukan melalui menjadi pembicara dan pendengar
yang baik, dapat bertanya dengan baik, menjaga suasana, serta memahami
bahasa verbal dan non verbal.

b. Melakukan cross-check
Pada saat-saat tertentu seorang dokter perlu melakukan cross-check terhadap
pasien. Cross-check diperlukan agar dokter tidak tidak salah atau keliru
menangkap/menafsirkan pembicaraan pasien.
Cross-check dapat dilakukan dengan:
1. Lakukan perfrase
Ulanglah beberapa bagian kalimat yang dinyatakan pasien
Contoh: Nyeri perutnya seperti diputar, begitu ibu Tuti?, bisa diceritakan
lebih lanjut sakitnya kapan saja?
2. Pengulangan bisa dilakukan dengan seluruh kalimat bila diperlukan
terutama bila menghadapi stagnasi (diam terlalu lama).
3. Pertanyaan dapat menggunakan cara dan bahasa yang benar dengan hasil
yang sama.
4. Dapat dilakukan diakhir anamnesis, dengan memberikan ringkasan
terhadap data yang telah diungkapkan pasien, contoh : Jadi ibu Tuti sudah
menderita sakit perut sejak dua hari ini, kumat – kumatan dan sudah
pernah diobati sendiri, dan seterusnya.

c. Mendapatkan umpan balik


Selain mendapatkan data yang diperlukan, seorang dokter juga memerlukan
umpan balik dari pasiennya. Umpan balik diperlukan agar dokter mengetahui,
pertanyaan dokter jelas atau tidak, informasi atau keterangan yang diberikan
dapat diterima dengan jelas atau tidak.
Cara mendapatkan umpan balik adalah sebagai berikut:
 Bila ada pertanyaan mendapatkan jawaban "dahi berkerut" berarti pasien
tidak paham dengan pertanyaan yang diajukan. Tanyakan pada pasien :
"Apakah Ibu kurang begitu jelas dengan pertanyaan saya?" Bila
jawabannya ya, cobalah untuk bertanya kembali, gunakan bahasa yang
lebih sederhana dan singkat.
 Setelah anda memberikan nasehat atau informasi, berikan kesempatan
pasien untuk bertanya, adakah informasi /nasehat yang kurang jelas.
 Umpan balik dapat diberikan pasien setelah anamnesis. Tanyakan pada
pasien ada hal-hal yang kurang jelas atau pertanyaan yang kurang jelas
atau pernyataan yang ingin ditambahkan.
 

68
Contoh cara menggali informasi berhubungan dengan gejala-gejala sistem
pencernaan
1. Ny. Siti datang dengan keluhan nyeri di daerah kanan bawah perutnya,
anamnesis mencakup :
 "Dimana nyerinya? "
 "Apakah lokasi nyeri berubah jika dibandingkan dengan permulaan
timbul?"
 "Apakah anda merasa nyeri pada bagian tubuh lain? "
 "Berapa lama anda menderita nyeri ini ? "
 Apakah nyerinya timbul secara mendadak? "
 "Apakah Anda mengalami episode nyeri ini yang berulang-ulang? ", Jika
ya, "berapa lama sekali? "
 "Dapatkah anda melukiskan nyerinya? Apakah seperti di tusuk-
tusuk/seperti di bakar/kram? "
 "Apakah nyerinya terus-menerus? "
 "Apakah ada perubahan dalam berat atau sifat nyeri jika dibandingkan
dengan pada waktu permulaannya? "
 "Apa yang membuatnya lebih buruk? "
 "Apa yang membuatnya lebih baik? "
 "Apakah nyeri itu berkaitan dengan mual / muntah, berkeringat /
konstipasi / diare / tinja berdarah / distensi abdomen / demam / menggigil /
makan ? " (tanyakan kemungkinan gejala lain tersebut)
 "Apakah anda pernah menderita batu empedu? Batu ginjal? "
 Karena pasien wanita, tanyakan : " Kapan Haid terakhir anda? "
 

2. Ny. Tuti datang dengan keluhan mual dan muntah, anamnesis mencakup :
 "Sudah berapa lama Anda menderita mual atau muntah ?"
 "Apa warna bahan yang dimuntahkan? "
 "Apakah bahan yang dimuntahkan berbau busuk luar biasa? "
 "Berapa kali anda muntah dalam sehari ?"
 "Apakah muntahnya berkaitan dengan makan?" Jika ya, "Berapa jarak
waktu muntah dengan makan? ". "Apakah Anda hanya muntah setelah
makan makanan tertentu ?
 "Apakah anda merasa mual tanpa muntah ?"
 "Apakah mual atau muntahnya berkaitan dengan nyeri
perut?....konstipasi?....diare?...(tanyakan kemungkinan adanya keluhan
tambahan nyeri perut/konstipasi/diare)
 Pada pasien wanita, dapat ditanyakan : "Kapan haid terakhir anda?".
3. Tn. Adi datang dengan keluhan buang air besar cair sejak 2 hari yang lalu,
tanyakanlah :
 "Berapa lama Anda menderita buang air besar cair ini/mencret ? "
 "Berapa kali Anda BAB ini dalam sehari? "
 "Apakah timbul secara tiba-tiba? "
 "Apakah diarenya timbul setelah makan ? ", jika iya "Apa yang anda
makan? "
 "Bagaimana isi BAB/ampas? "

69
 "Apa warna tinja anda ? berdarah ? Berlendir ? Berbau busuk ? "Apakah
berkaitan dengan nyeri perut ? "
 Tanyakan pula mual/muntah ?, selera makan ?
 
Contoh Anamnesis:

Data Umum pasien


Nama : Ny. Astuti
Jenis Kelamin : Wanita
Umur : 40 tahun
Agama : Islam
Kawin/ Tidak Kawin : Janda Pensiunan PNS
Alamat : Jln : Denai B. Aceh

Keluhan Utama : Nyeri perut bagian atas


Riwayat Penyakit Sekarang:
 Nyeri pada bagian atas perut dialami pasien sejak 2 hari,rasa nyeri hilang
timbul,nyeri seperti ditusuk tusuk cenderung bertambah berat apabila tidak
terisi makanan.Mual dan muntah dijumpai
 Sering mengeluhkan sakit kepala
 Pasien sudah mencoba obat magh yang dibeli di toko obat tapi tidak ada
Perbaikan
Riwayat Penyakit Dahulu:
 Pasien sering mengeluhkan sakit yang sama sejak 1 tahun
 
Anamnesis Organ/sistem
 Nyeri Epigastrium (+), nausea(+),Vomitus(+), Anoreksia(+),Perut
Kembung(+),Rectus(+), melena(-),hematemesis(-).diare(-)

Riwayat Penyakit Keluarga: tidak dijumpai


Riwayat Kebiasaan /sosial
Pasien sering minum Aspirin untuk menghilangkan sakit kepala dan suka makan
yang pedas-pedas

70
Check list Keterampilan Anamnesis Keluhan di Abdomen
SKOR
No ASPEK YANG DINILAI
0 1 2

I Membina hubungan baik :      


1 Menyapa/mengucapkan salam
2 Memperkenalkan diri      
3 Mengklarifikasi tujuan pasien      
4 Duduk berhadapan dengan pemisah (meja, dsb)      
II Mampu mengumpulkan informasi yang      
dibutuhkan :
1 Menunjukkan keinginan untuk mengadakan kontak      
mata, ekspresi wajah dan bahasa tubuh untuk
menunjukkan mendengar, terbuka dan perhatian
2 Mendorong pasien untuk menceritakan keluhannya      
3 Menggunakan bahasa yang dimengerti pasien      
4 Wawancara tidak terkesan menyelidiki atau interogasi      
5 Melakukan cross check untuk meyakinkan jawaban      
pasien
6 Mendapatkan umpan balik dari pasien      
7 Mampu mencatat dengan jelas      
III Menggunakan metode anamnesis yang sistematis      
1 Data umum pasien      
2 Keluhan utama      
3 Riwayat penyakit sekarang      
4 Riwayat penyakit dahulu      
5 Anamnesis organ/sistem      
6 Riwayat Penyakit Keluarga      
7 Riwayat Kebiasaan Sosial      

Keterangan :
0 : Tidak dilakukan
1 : Dilakukan, tetapi kurang benar
2 : Dilakukan dengan benar
 % cakupan penguasaan keterampilan : Skor total /36 x 100% = %
 

Banda Aceh, ..............2021

71
Instruktur

PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT GASTROINTESTINAL

Pemeriksaan fisik gastrointestinal merupakan bagian dari pemeriksaan


fisik umum secara keseluruhan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari atau
mengidentifikasi kelainan di sistem gastrointestinal, dengan cara melalkukan
pemeriksaan abdomen serta pemeriksaan lain yang berkaitan dengan penyakit
gastrointestinal.
Abdomen adalah yaitu suatu rongga dalam badan dibawah diafragma sampai
batas atas rongga pelvis. Sedangkan yang dimaksud dengan pemeriksaan fisik
abdomen yaitu pemeriksaan daerah abdomen atau perut di bawah arkus kosta

72
kanan-kiri sampai garis lipat paha atau daerah inguinal.

PEMBAGIAN REGIONAL
Ada beberapa cara untuk membagi permukaan dinding perut dalam beberapa
region : 

1. Dengan menarik garis tegak lurus terhadap garis median melalui


umbilikus

Dengan cara ini dinding depan abdomen terbagi atas 4 daerah atau lazim disebut
sebagai berikut :
a. Kuadran kanan atas

b. Kuadran kiri atas

c. Kuadran kanan bawah

d. Kuadran kiri bawah

73
Kepentingan pembagian ini yaitu untuk menyederhanakan penulisan laporan,
misalnya untuk kepentingan konsultasi atau pemeriksaan kelainan yang mencakup
daerah yang cukup jelas.

 
2. Pemeriksaan yang lebih rinci atau lebih spesifik

Yaitu dengan menarik dua garis sejajar dengan garis median dan dua garis
transversal yaitu yang menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta
dan satu garis lagi yang menghubungkan kedua spina iliaka anterior superior
(SIAS). Berdasarkan pembagian yang lebih rinci tersebut permukaan depan
abdomen terbagi atas 9 regio :
1) Regio epigastrium

2) Regio hipokondrium kanan

3) Regio hipokondrium kiri

4) Regio umbilikus

5) Regio lumbal kanan

6) Regio lumbal kiri

7) Regio hipogastrium atau regio suprapubik

8) Regio iliaka kanan

9) Regio iliaka kiri

Gambar 2. Pembagian daerah abdomen (9 Regio)


 

74
Kepentingan pembagian ini yaitu bila kita meminta pasien untuk
menunjukkan dengan tepat lokasi rasa nyeri serta melakukan deskripsi penjalaran
rasa nyeri tersebut. Dalam hal ini sangat penting untuk membuat peta lokasi rasa
nyeri beserta penjalarannya, sebab sudah diketahui karakteristik dan lokasi nyeri
akibat kelainan masing-masing organ intraabdominal berdasarkan hubungan
persarafan viseral dan somatik.
Secara garis besar organ-organ dalam abdomen dapat diproyeksikan pada
permukaan abdomen walaupun tidak setepat dada antara lain : a). Hati atau hepar
berada didaerah epigastrium dan didaerah hipokondrium kanan, b). Lambung
berada di daerah epigastrium, c). Limpa berkedudukan di daerah hipokondrium
kiri, d). Kandung empedu atau vesika felea seringkali berada pada perbatasan
daerah hipokondrium kanan dan epigastrium, e). Kandung kemih yang penuh dan
uterus pada orang hamil dapat teraba di daerah hipogastrium, f). Apendiks berada
di daerah antara daerah iliaka kanan, lumbal kanan dan bagian bawah daerah
umbilikal.
Ginjal, duodenum dan pankreas merupakan organ posterior (retroperitoneal),
sehingga tidak mungkin teraba pada orang dewasa. Pada anak-anak, dimana otot
perutnya belum berkembang, massa ginjal dapat diraba.

Gambar 3. Proyeksi nyeri organ pada dinding depan abdomen

Selain peta regional tersebut terdapat beberapa titik dan garis yang sudah
disepakati:
 Titik Mc Burney yaitu titik pada dinding perut kuadran kanan bawah yang
terletak pada 1/3 lateral dari garis yang memhubungkan SIAS dengan
umbilikus. Titik Mc Burney tersebut dianggap lokasi apendiks yang akan
terasa nyeri tekan bila terdapat apenditis.

75
 Garis Schuffner yaitu garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta
kiri dengan umbilikus ( dibagi 4 ) dan garis ini diteruskan sampai SIAS
kanan yang merupakan titik VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan
pembesaran limpa.

Gambar 4. Penentuan titik Mc Burney (a), Penentuan garis schuffner (b)


 

 TEKNIK PEMERIKSAAN FISIK PENYAKIT GASTROINTESTINAL

  Pemeriksaan ini dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kepala rata atau
dengan satu bantal, dengan kedua tangan disisi kanan-kirinya. Usahakan semua
bagian abdomen dapat diperiksa termasuk xiphoideus sternum dan mulut hernia.
Sebaiknya kandung kencing dikosongkan dulu sebelum pemeriksaan dilakukan.
Pemeriksaan abdomen ini terdiri dari 4 tahap yaitu inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.

Pemeriksaan Inspeksi
a. Evaluasi Penampilan Umum

Penampilan umum pasien sering memberikan informasi berharga mengenai sifat


penyakitnya. Pasien dengan kolik ginjal atau empedu benar-benat terlihat
menggeliat di tempat tidur mencoba mencari posisi yang nyaman. Pasien dengan
peritonitis yang menderita nyeri hebat jika bergerak secara khas tetap berdiam diri
di tempat tidur karena setiap gerakan sekecil apapun akan memperberat rasa
sakitnya. Mereka mungkin berbaring di tempat tidur dengan lutut di tarik ke atas
untuk membantu merelaksasikan otot-otot perut dan mengurangi tekanan intra-
abdominal. Pasien dengan pucat dan berkeringat mungkin menderita syok awal
karena pankreatitis atau perforasi tukak lambung.

b. Inspeksi Kulit

Periksalah kulit untuk melihat adanya ikterus (kuning). Jika mungkin, periksalah
adanya ikterus dengan menggunakan cahaya alamiah, karena lampu pijar akan
menutupi adanya ikterus.

76
Periksa pula ada tidaknya spider angioma, yang dapat ditemukan pada pasien
dengan sirosis alkoholik, namun tidak spesifik, karena dapat ditemukan pula pada
kehamilan dan penyakit vaskular kolagen
.
c. Inspeksi Extremitas

Apakah otot-otot kecil di tangan mengecil ? ini berkaitan dengan wasting,warna


kulit.
Kuku di periksa dengan melihat adanya perubahan di dasar kuku, terutama
peningkatan ukuran lunula, misal pada jari-jari pasien dengan sirosis hati.

d. Inspeksi Wajah

Apakah matanya cekung? Apakah ada daerah temporal cekung ? ini merupakan
tanda-tanda kelemahan dan nutrisi buruk. Sklera ikterus atau tidak?
Kulit di sekitar mulut dan mukosa oral dapat memberikan petunjuk mengenai
gangguan saluran cerna. Telangiektasis (pelebaran pembuluh darah kapiler yang
menetap di kulit dan mukosa) pada bibir dan lidah mengarah pada sindrom Osler-
Weber-Rendu.

e. Inspeksi Abdomen

Pemeriksaan inspeksi yaitu melihat perut baik bagian depan ataupun belakang
(pinggang). Inspeksi ini dilakukan dengan penerangan cahaya yang cukup
sehingga didapatkan keadaan abdomen seperti simetris atau tidak, bentuk atau
kontur, ukuran, kondisi dinding perut (kulit, vena, umbilikus, striae alba) dan
pergerakan dinding perut.
Pada pemeriksaan tahap awal ini diperhatikan secara inspeksi kelainan-
kelainan yang terlihat pada perut seperti jaringan parut karena pembedahan,
asimetris perut yang menunjukkan adanya masa tumor, stria, vena yang
berdilatasi. Cari kaput medusa (aliran berjalan keluar dari umbilikus) atau
obstruksi vena kava inferior, peristalsik usus, distensi dan hernia.
Pada keadaan normal terlentang, dinding perut terlihat simetris. Bila ada
tumor atau abses atau pelebaran setempat lumen usus membuat perut terlihat tidak
simetris. Pada keadaan normal dan fisiologis, pergerakan dinding usus akibat
peristaltik usus tidak terlihat. Bila terlihat gerakan peristaltik usus maka dapat
dipastikan adanya hiperperistaltik dan dilatasi sebagai akibat obstruksi lumen
usus. Obstruksi lumen usus ini dapat disebabkan macam-macam kelainan antara
lain tumor, perlengketan, strangulasi dan skibala.
Bentuk dan ukuran perut dalam keadaan normal bervariasi tergantung habitus,
jaringan lemak subkutan atau intraabdomen dan kondisi otot dinding perut. Pada
keadaan starvasi bentuk dinding perut cekung dan tipis, disebut bentuk skopoid.
Pada keadaan ini dapat terlihat gerakan peristaltik usus. Abdomen yang
membuncit dalam keadaan normal dapat terjadi pada pasien gemuk. Pada keadaan
patologis, perut membuncit disebabkan oleh ileus paralitik, ileus obstruktif,
meteorismus, asites, kistoma ovarii, dan kehamilan. Tonjolan setempat
menunjukkan adanya kelainan organ dibawahnya, misalnya tonjolan regio
suprapubis terjadi karena pembesaran uterus pada perempuan atau terjadi karena

77
retensi urin pada pria tua dengan hipertropi prostat atau perempuan dengan
kehamilan muda. Pada stenosis pilorus, lambung dapat menjadi besar sekali
sehingga pada abdomen terlihat pembesaran setempat.
Pada kulit perut perlu diperhatikan adanya sikatriks akibat ulserasi pada
kulit atau akibat operasi atau luka tusuk.
Adanya garis-garis putih sering disebut striae alba yang dapat terjadi setelah
kehamilan atau pada pasien yang mulanya gemuk atau bekas asites. Striae
kemerahan dapat terlihat pada sindrom Cushing. Pulsasi arteri pada dinding perut
dapat terlihat pada pasien aneurisma aorta atau kadang-kadang pada pasien yang
kurus, dan dapat terlihat pulsasi pada epigastrium pada pasien insufiensi katup
trikuspidalis.
Kulit perut menjadi kuning pada berbagai macam ikterus. Adakala ditemukan
garis-garis bekas garukan yang menandakan pruritus karena ikterus atau diabetes
melitus.
Pelebaran vena terjadi pada hipertensi portal. Pelebaran disekitar
umbilikus disebut kaput medusa yang terdapat pada sindrom Banti. Pelebaran
vena akibat obstruksi vena kava inferior terlihat sebagai pelebaran vena dari
daerah inguinal ke umbilikus, sedang akibat obstruksi vena kava superior aliran
vena ke distal.

Darm steifung/maag steifung : pergerakan peristaltik dinding perut menyerupai


gelembung pada permukaan air yang berjalan dari kiri kekanan. Dapat dijumpai
pada pilorus stenosis.

Ikterus Caput Medusa

Asites Edema

 Pemeriksaan Palpasi
Palpasi dinding perut sangat penting untuk menentukan ada tidaknya
kelainan dalam rongga abdomen. Palpasi dilakukan secara sistematis dengan
seksama. Pertama kali tanyakan apakah ada daerah-daerah yang nyeri tekan.
Perhatikan ekspresi wajah pasien selama pemeriksaan palpasi. Sedapat mungkin
seluruh dinding perut terpalpasi. Kemudian cari apakah ada pembesaran masa
tumor, apakah hati, limpa dan kandung empedu membesar atau teraba. Periksa

78
ginjal apakah ballottemen positif atau negatif. Palpasi dilakukan dalam 2 tahap
yaitu palpasi permukaan (superficial) dan palpasi dalam (deep palpation). Palpasi
dapat dilakukan dengan satu tangan dapat pula dua tangan (bimanual) terutama
pada pasien gemuk. Biasakan palpasi dengan seksama meskipun tidak ada
keluhan yang bersangkutan dengan penyakit traktus gastrointestinal.
Pasien diusahakan dalam posisi terlentang dengan bantal secukupnya,
kecuali bila pasien sesak nafas. Pemeriksa berdiri pada sebelah kanan pasien,
kecuali pada dokter yang kidal. Palpasi superfisial : posisi tangan menempel pada
dinding perut. Umumnya penekanan dilakukan oleh ruas terakhir dan ruas tengah
jari-jari, bukan dengan ujung jari. Sistematika palpasi dilakukan dengan hati-hati
pada daerah yang nyeri yang dikeluhkan oleh pasien. Palpasi superfisial tersebut
bisa juga disebut palpasi awal untuk orientasi sekaligus memperkenalkan prosedur
palpasi pada pasien.
Palpasi dalam : palpasi dalam dipakai untuk identifikasi kelainan/rasa
nyeri yang tidak didapat pada palpasi superfisial dan untuk lebih menegaskan
kelainan yang didapat pada palpasi superfisial dan yang terpenting yaitu untuk
palpasi organ secara spesifik misalnya palpasi hati, limpa, ginjal. Palpasi dalam
juga penting pada pasien yang gemuk atau pasien dengan otot dinding yang tebal.

Perinci nyeri tekan abdomen antara lain berat ringannya, lokasi nyeri yang
maksimal, apakah ada tahanan ( defans), apakah ada nyeri rebound bila tak ada
tahanan. Perinci masa tumor yang ditemukan antara lain lokasi, ukuran (diukur
dalam cm), bentuk, permukaan (rata atau ireguler), konsistensi (lunak atau
keras),pinggir ( halus atau ireguler), nyeri tekan, melekat pada kulit atau tidak?,
melekat pada jaringan dasar atau tidak?, dapat di indent (tinja indentable),
berpulsasi/exponsile (misal aneurisma aorta), lesi-lesi satelit yang berhubungan
(misal metastase ), transiluminasi (misal kista berisi cairan) dan adanya bruit.
Pada palpasi hati, mulai dari fosa iliaka kanan dan bergerak keatas pada tiap
respirasi, jari-jari harus mengarah pada dada pasien. Pada palpasi kandung
empedu, kandung empedu yang teraba biasanya selalu abnormal, pada keadaan
ikterus, kandung empedu yang teraba berarti bahwa penyebabnya bukan hanya
batu kandung empedu tapi juga harus dipikirkan karsinoma pankreas. Pada
palpasi limpa, mulai dekat umbilikus, raba limpa pada tiap inspirasi, bergerak
secara bertahap keatas dan kiri setelah tiap inspirasi dan jika tidak teraba, baringka
pasien pada posisi left lateral,dengan pinggul kiri dan lutut kiri ditekuk, dan
ulangi. Pada posisi ginjal, palpasi bimanual dan pastikan apakah ada ballotement.
Usahakan dapat membedakan limpa dengan ginjal. Bila limpa : tidak dapat
mencapai bagian atasnya, bergerak dengan respirasi, redup-pekak pada perkusi,
ada notch atau insisura limpa, ballotement negatif. Sedangkan pada ginjal : dapat

79
mencapai bagian atasnya, tidak dapat digerakkan (atau bergerak lambat),
beresonansi pada perkusi, tidak ada notch atau insisura, dan bisa ballotement
positif.

Pemeriksaan Perkusi
Perkusi abdomen dilakukan dengan cara tidak langsung, sama seperti pada
perkusi di rongga toraks tetapi dengan penekanan yang lebih ringan dan ketokan
yang lebih perlahan.

Pemeriksaan perkusi ini digunakan untuk:


a. Menentukan penyebab distensi abdomen

b. Pembesaran organ

c. Adanya udara bebas

d. Cairan bebas didalam rongga abdomen

Dalam keadaan normal suara perkusi abdomen yaitu timpani, kecuali didaerah
hati suara perkusinya adalah pekak.
Beberapa perkusi abdomen yang tidak normal :
- Hilangnya sama sekali daerah pekak hati dan bertambahnnyabunyi timpani
diseluruh abdomen harus dipikirkan akan kemungkinan adanya udara
bebas didalam rongga perut, misalnya pada perforasi usus.
- Penuh gas (timpani)
- Massa tumor (redup-pekak)
- Asistes

Pemeriksaan Asites

Dalam keadaan adanya cairan bebas di dalam rongga abdomen, perkusi diatas
dinding perut mungkin timpani dan di sampingnya pekak. Dengan memiringkan
pasien ke satu sisi, suara pekak ini akan berpindah-pindah (shifting dullness).
Pemeriksaan shifting dullnes sangat patognomonis dan dapat lebih dipercaya dari
pada memeriksa adanya gelombang cairan. Suatu keadaan yang disebut fenomena
papan catur (chessboard phenomen) dimana pada perkusi dinding perut ditemukan
bunyi timpani dan redup yang berpindah-pindah, sering ditemukan pada
peritonitis tuberkulosa.
 
Beberapa cara pemeriksaan asites :
Cara pemeriksaan gelombang cairan. Cara ini dilakukan pada pasien dengan
asites yang cukup banyak dan perut yang agak tegang. Pasien dalam keadaan
berbaring terlentang dan tangan pemeriksa diletakkan pada satu sisi sedangkan
tangan lainnya mengetuk-ngetuk dinding perut pada sisi lainnya. Sementara itu
mencegah gerakan yang diteruskan melalui dinding abdomen sendiri, maka
tangan pemeriksa lainnya (dapat pula dengan pertolongan tangan pasien sendiri)
diletakkan di tengah-tengah perut dengan sedikit menekan.
 

80
 

Gambar Pemeriksaan Undulasi

Pemeriksaan menentukan adanya redup yang berpindah (shifting dullness):


 Pasien berbaring telentang, cairan akan berkumpul pada tempat yang
terendah yaitu pada kedua sisi perut (cairan akan menghasilkan suara
redup).

 Jika perkusi redup disebabkan oleh cairan maka dengan memiringkan


pasien kesisi yang lain bunyi perkusi menjadi timpani, ini terjadi oleh
karena berpindahnya cairan ke tempat yang lain yang lebih rendah.

Bunyi perkusi redup yang hilang dengan merubah posisi pasien disebut shifting
dullness.

Untuk cairan yang lebih sedikit dan meragukan dapat dilakukan pemeriksaan
dengan posisi pasien tengkurap dan menungging (knee-chest position). Setelah
beberapa saat, pada perkusi daerah perut yang terendah jika terdapat cairan akan
didengar bunyi redup
Pemeriksaan Puddle Sign. Seperti pada posisi knee-chest dan dengan
menggunakan stetoskop yang diletakkan pada bagian perut terbawah didengar
perbedaan suara yang ditimbulkan karena ketukan jari-jari pada sisi perut
sedangkan stetoskop digeserkan melalui perut tersebut ke sisi lainnya.
Pasien pada posisi tegak maka suara perkusi redup didengar dibagian bawah.
 
Pemeriksaan Auskultasi
Pemeriksaan ini untuk memeriksa :
 Suara/bunyi usus : frekuensi dan pitch meningkat pada obstruksi,
menghilang pada ileus paralitik

81
 Succussion splash – untuk mendeteksi obstruksi pada tingkat lambung

 Bruit arterial

 Venos hum pada kaput medusa.

 
Dalam keadaan normal, suara peristaltik usus kadang-kadang dapat didengar
walaupun tanpa menggunakan stetoskop, biasanya setelah makan atau dalam
keadaan lapar. Dalam keadaan normal bising usus terdengar lebih kurang 3 kali
permenit. Jika terdapat obstruksi usus, suara peristaltik usus ini akan meningkat,
lebih lagi pada saat timbul rasa sakit yang bersifat kolik. Peningkatan suara usus
ini disebut borborigmi.
Pada keadaan kelumpuhan usus (paralisis) misal pada pasien pasca operasi atau
pada keadaan peritonitis umum, suara ini sangat melemah dan jarang bahkan
kadang-kadang menghilang. Keadaan ini juga bisa terjadi pada tahap lanjut dari
obstruksi usus dimana usus sangat melebar dan atoni. Pada ileus obstruksi kadang
terdengar suara peristaltik dengan nada yang tinggi dan suara logam (metallic
sound).
Suara murmur sistolik atau diastolik mungkin dapat didengar pada
auskultasi abdomen. Bruit sistolik dapat didengar pada aneurisma aorta atau pada
pembesaran hati karena hepatoma. Bising vena (venous hum) yang kadang-kadang
disertai dengan terabanya gerakan (thrill), dapat didengar di antara umbilikus dan
epigastrium. Pada keadaan fistula arteriovenosa intraabdominal kadang-kadang
dapat didengar suara murmur.
 
 
 

82
 
 
 
 
 

 
 
Cheklist : Anamnesis Dan Pemeriksaaan Fisik Penyakit Gastrointestinal
SKOR
No ASPEK YANG DINILAI 0 1 2
A. ANAMNESIS      
1. Membina hubungan baik
a. Menyapa/mengucapkan salam dan memperkenalkan
diri
b. Menunjukkan keinginan untuk mengadakan kontak
mata, ekspresi wajah dan bahasa tubuh untuk

83
menunjukkan mendengar, terbuka dan perhatian
c. Mendorong pasien untuk menceritakan keluhannya
d. Menggunakan bahasa yang dimengerti pasien
2 Mengumpulkan informasi yang dibutuhkan      
a. Data umum pasien      
b. Keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang
 Keluhan utama
 Lokasi
 Sejak kapan
 Perjalanan penyakit
 Keluhan lain terkait keluhan utama
 Hal-hal yang memperburuk keluhan
 Hal-hal yang mengurangi keluhan
 Riwayat pengobatan sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
 Penyakit kronis dan penyakit lainnya yang penah
diderita
 Riwayat pengobatan penyakit terdahulu
e. Riwayat Penyakit Keluarga
f. Riwayat Kebiasaan Sosial
 Olah raga      
 Merokok
 Diet
 Hubungan suami-istri
 Hubungan dengan tetangga dan teman
3 Melakukan cross check untuk meyakinkan jawaban      
pasien
B PEMERIKSAAN FISIK
1. Persiapan
a. Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari
rasa takut dan stress sebelum melakukan
pemeriksaan fisik :
b. Memberi penjelasan dengan benar, jelas, lengkap dan
jujur tentang cara dan tujuan pemeriksaan
c. Memberitahukan kemungkinan adanya rasa sakit
atau tidak nyaman yang timbul selama pemeriksaan
dilakukan
2 Melakukan Inspeksi :
a. Penampilan Umum: tenang/gelisah/diam menahan
rasa sakit, pucat/tidak
b. Wajah: mata cekung/tidak
c. Abdomen

84
 Bentuk Perut : simetris/tidak, terlihat
pembesaran setempat/tidak
 Keadaan dinding perut : sikatriks
 Pulsasi/denyutan pada dinding abdomen : pada
dinding perut, daerah epigastrium
3 Melakukan pemeriksaan auskultasi abdomen:
 Suara peristaltik usus : terdengar normal,
meningkat atau melemah
 Bising pembuluh darah (aorta abdominalis dan
arteri renalis)
 Suara tambahan (metallic sound)
4 Melakukan pemeriksaan palpasi:
 Keadaan dinding perut : tegang, distensi
 Nyeri tekan
 Nyeri lepas
 Ada atau tidak benjolan atau massa di abdomen
5 Melakukan Pemeriksaan perkusi :
 Perkusi di seluruh regio abdomen (nyeri/tidak)
 Pemeriksaan asites (shifting dullness dan
undulasi
6 Memberikan informasi mengenai hasil pemeriksaan dan
follow up lebih lanjut
Keterangan
0= tidak dilakukan
1= dilakukan tetapi kurang sempurna
2= dilakukan dengan sempurna

Cakupan penguasaan keterampilan : skor total /86x 100% = %

Banda Aceh, ..................2021


Instruktur
V. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK HEPATOBILIER

dr. Desi Salwani, SpPD


Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUDZA

Tujuan Belajar
1. Mahasiswa mampu menggali dan merekam dengan jelas keluhan keluhan
yang berhubungan dengan sistem hepatobilier
2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik hepatobiller secara
sistematis dan benar.

Prior Knowlwdge
Sebelum mempelajari ketrampilan ini mahasiswa harus menguasai :

85
1. Anatomi Hepatobilier
2. Fisiologi organ organ Hepatobilier
3. Patofisiologi organ organ hepatobilier

Anamnesis
Data anamnesis terdiri atas beberapa kelompok data penting sebagai berikut :
1. Identitas pasien
2. Riwayat Penyakit Sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Riwayat pribadi, sosial-ekonomi-budaya (identitas pasien meliputi nama,
umur, jenis kelamin, suku, agama, status perkawinan, pekerjaan dan alamat
rumah.
Keluhan Utama adalah keluhan yang terpenting yang membawa pasien
minta pertolongan dokter atau petugas kesehatan lainnya. keluhan utama biasanya
dituliskan secara singkat beserta lamanya.
Riwayat Penyakit sekarang adalah riwayat mengenai penyakit saat ini
yang dimulai dari akhir masa sehat. Riwayat penyakit sekarang ditulis secara
kronologis sesuai urutan waktu, dicatat perkembangan dan perjalanan
penyakitnya. Deskripsi keluhan juga tanyakan secara terperinci : lamanya,
onset/awitan timbulnya mendadak/berangsur, apa yang kemudian terjadi :
menetap atau periodik, urutan waktu, bertambah buruk atau baik, faktor pencetus,
serta gejala yang menyertai.
Anamnesis organ/sistem perlu bagi dokter unutk menanyakan apakah
keluhan-keluhan yang diutarakan pasien bersangkutan dengan organ/sistem yang
akan ditanyakan. Anamnesis ini juga dapat menjaring masalah pasien yang
terlewat pada waktu pasien menceritakan riwayat penyakit sekarang.
Anamnesis sistem bertujuan untuk mengumpulkan data data positif dan
negatif yang berhubungan dengan penyakit yang diderita pasien berdasarkan alat
tubuih yang sakit. Didalam anamnesis sistem kemampuan eksplorasi dokter
terhadap sistem-sistem dalam tubuh pasien sangat ditentukan macam macam
keluhan yang ada pada sitem tubuh. Lengkapnya keluhan yang dapat digali oleh
dokter dari pasiennya akan lebih dapat mengarahkan pad diagnosa yang tepat.
Pada prakteknya penelusuran anamnesis sistem harus relevan dengan
keluhan utama pasien dan dugaan terhadap diagnosis yang akan ditegakkan
termasuk bandingnya. Tingkat relevansi keluhan umum dan keluhan sistem yang
akan digali mencerminkan pandangan utuh pasien.Beberapa keluhan yang perlu
ditanyakan untuk penyakit hepatobilier adalah :
1. Apakah terdapat nyeri di daerah hati atau perut kanan atas dengan rasa sakit
lokal atau menjalar, pada kelainan hepatobilier umumnya nyeri dari ulu hati
yang menjalar ke punggung.
2. Apakah nyeri bersifat kolik yang timbul pada waktu tertentu, apabila terdapat
nyeri perlu ditanyakan pula faktor yang memperberat nyeri, memperingan
nyeri
3. Apakah ada ikterus ? sklera mata kuning ? Buang air kecil seperti teh atau
buang air besar seperti dempul?
4. Apakah terdapat gatal di kulit ?
5. Apakah terdapat perut membesar (asites)

86
6. Apakah feses berwarna dempul ?
7. Apakah terdapat mual dan muntah ?
8. apakah terdapat demam ?
Dalam anamnesis perlu pula diperhatikan ketrampilan komunikasi :
a. Empati yaitu kemampuan untuk dapat merasakan dan memahami perasaan
orang lain
b. melakukan cross-check
c. mendapatkan umpan balik

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik hepatobilier merupakan bagian dari pemeriksaan fisik
keseluruhan, yang dalam prakteknya merupakan lanjutan dari pemerksaan fisik
umum, kepala, leher, toraks dan pemeriksaan fisik genetalia.
Tujuan pemeriksaan fisik hepatobilier adalah mendapatkan atau
mengidentifikasi tanda penyakit atau kelainan pada daerah hepatobilier, dengan
kata lain tujuan pemeriksaan adalah untuk menilai apakah terdapat kelainan pada
organ hepatobilier.

Inspeksi Kulit
1. Pucat pada kulit karena kadar haemoglobin yang terlihat pada selaput lendir
faring, mulut, bibir serta konjunctiva dan kuku lebih bermakna untuk
menyatakan keadaan anemia.
2. Ikterus merupakan warna kulit yang menjadi kuning yang bervariasi dari
kuning muda sampai kehijauan, disebabkan bertambahnya pigmen empedu.
Lebih mudah terlihat pada sklera atau pada selaput mukosa bibir yang ditekan
dengan gelas.
3. Spider naevi merupakan bercak merah kecil, merupakan pembuluh pembuluh
darah yang kecil mempunyai pusat dengan cabang cabangnya yang tersebar
dari pusat. Biasanya dijumpai pada penyakit hati, misalnya sirosis hati
4. edema diperiksa di daerah pretibial, pergelangan kaki dan sakral, dengan cara
menekan di atas yang keras (di atas tulang, tidak di daerah otot). Adanya
lelukan ke dalam setelah penekanan disebut pitting edema misalnya pada
sirosis hati, gagal jantung kanan dan sindroma nefrotik. Keadaan sebaliknya
disebut non pitting edema, dijumpai misalnya pada miksedema.

Pembagian regio abdomen


Pembagian regio abdomen lebih rinci atau lebih spesifik yaitu dengan
menarik dua garis sejajar dengan garis median dan dua garis transversal yaitu
yang menghubungkan dua titik paling bawah dari arkus kosta dan satu lagi yang
mebghubungkan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS). sehingga terbagi
menjadi 9 regio :
a. Regio Epigastrium
b. Regio Hipokondrium Kanan
c. Regio Hipokondrium Kiri
d. Regio Umbilikus
e. Regio Lumbal Kanan
f. Regio Lumbal Kiri

87
g. Regio Hipogastrium atau Regio Suprapubik
h. Regio Iliaka Kanan
i. Regio Iliaka Kiri
Pada pemeriksaan inspeksi abdomen :
a. Inspeksi kulit
Pemeriksaan kulit menilai adanya ikterus, spider angioma.
b. Inspeksi Ekstremitas
Apakah otot otot kecil tangan mengecil, perubahan warna kulit dan
peningkatan ukuran lunula di kuku
c. Inspeksi wajah
Menilai sklera ikterik
d. Inspeksi Abdomen
Inspeksi perut untuk menilai perut bagian depan dan bagian belakang..
Inspeksi dilakukan dengan cahaya lampu yang cukup sehingga mampu
menilai kondisi abdomen : simetris, kontur, ukuran dinding abdomen (kulit,
vena, umbilikus) dan pergerakan dinding perut, ikterus, pelebaran vena pada
hipertensi portal, pelebaran vena disekitar umbilikus yang disebut kaput
medusa yang terdapat pada sindroma banti.

Organ hati terletak di dalam rongga tulang iga sehingga aagak sulit menilai
bentuk dan ukuran hati. Ukuran dan permukaan hati dapat diperkirakan dengan
melakukan perkusi dan palpasi dengan menilai permukaan, konsistensi dan nyeri.
Perkusi
Perkusi dilakukan pada garis midklavikula kanan untuk menilai pekak hati
secara vertikal.
Batas paru hati dengan melakukan perkusi pada linea midklavikula kanan dan
menilai perubahan sonor menjadi redup umumnya pada sela iga 6. Peranjakan
antara ekspirasi dan inspirasi adalah 2 jari. Perkusi sejajar umbilikus kearah atas
sehingga terdapat perubahan suara dari timpani menjadi redupuntuk menilai tepi
bawah

Selanjutnya dapat diukur jarak dari kedua titik tersebut. Ukuran hati lebih besar pada laki-
laki dibandingkan pada perempuan.
Pemeriksaan perkusi selanjutnya adalah untuk menetukan adanya ascites
yaitu ada 4 cara :
a. Shifting dullness
Pada penderita yang terlentang, dicari batas timpani pekak (permukaan
cairan) di bagian lateral abdomen. Bila posisi penderita dimiringkan, maka batas

88
timpani pekak menjadi bergeser.

Gambar teknik untuk memeriksa redup yang berpindah. Daerah berwarna menunjukkan daerah timpani. (Dari Mark H. Swartz.
1995, hal 252).
b. Undulasi
Dua telapak tangan ditaruh di kiri dan kanan dinding abdomen,
selanjutnya telapak tangan penderita atau pemeriksa kedua, pada sisi ulnar ditekan
ke dinding abdomen lalu Ujung-ujung jari memberikan tekanan pada satu sisi,
maka telapak tangan yang lain merasakan adanya gelombang.

Gambar teknik fluid wave

c. Fluid Wave
Pemeriksaan asites bisa dilakukan dengan cara menekan secara dalam ke
arah garis tengah dinding abdomen (untuk mencegah vibrasi sepanjang dinding
abdomen), letakkan telapak tangan yang satu berlawanan dengan telapak tangan
yang lain untuk mendengarkan adanya cairan asites.

Gambar teknik pudle sign


d. Pudle Sign
Pasien pada posisi bertumpu pada lutut dan siku tangan, yang mana akan
menyebabkan cairan asites berkumpul di bagian bawah abdomen. Lakukan
perkusi dari bagian samping perut (lank) ke garis tengah. Pada area asites suara
perkusi akan lebih mengeras.

Palpasi
Secara anatomis organ hati yang terletak di bawah diafragma kanan dan
lengkung iga kanan bergerak ke bawah sesuai inspirasi, sehingga bila ujung tepi

89
hati melewati batas lengkung iga akan dapat diraba. Dikatakan hati bila ada
sensasi sentuhan antara jari pemeriksa dengan pinggir hati.
Agar memudahkan pemeriksaan diperlukan :
a. Dinding usus yang lemas dengan cara kaki ditekuk sehingga membentuk sudut
45-600
b. Pasien diminta untuk menarik nafas panjang
c. Pada saat ekspirasi maksimal jari ditekan ke bawah, kemudian pada awal
inspirasi jari bergerak ke kranial dalam arah parabolik
d. Diharapkan, bila hati membesar akan terjadi sentuhan antara jari pemeriksa
dengan hati pada saat inspirasi
Sinkronisasi dari berbagai gerak tersebut memerlukan pemahaman yangs
eksama dan latihan serta kebiasaan untuk selalu memeriksa secara benar dan
elegan atau dengan istilah lain dikerjakan secara lege artis yaitu harus rapi, tepat,
seksama, tanpa menimbulkan ketidaknyamanan.
Posisi pasien berbaring terlentang dengan tungkai kanan dilipat agar
dinding abdomen lebih lentur. Palpasi dikerjakan dengan menggunakan sisi
palmar radial jari tangan kanan (bukan ujung jari) dengan posisi ibu jari terlipat di
bawah palmar manus. Lebih tegas lagi bila arah jari membentuk sudut 45 0 dengan
garis median, ujung jari terlertak pada bagian lateral muskulus rektus abdominalis
dan kemudian pada garis median untuk memeriksa hati lobus kiri.
Palapasi dimulai dari regio iliaka kanan menuju tepi lengkung iga kanan,
dinding abdomen ditekan ke nbawah dengan arah dorsal dan kranial sehingga
akan dapat menyentuh tepi anterior hati. Gerakan ini dilakukan berulang dengan
posisi di geser 1-2 jari ke arah lengkung iga. Penekanan dilakukan pada saat
paseien sedang inspirasi.
Bila pada palpasi kita dapat meraba adanya pembesaran hati, maka harus
di8lakukan deskripsi senagai berikut :
a. Berapa lebar tangan di bawah lengkung iga ?
b. Bagaimana keadaan tepi hepar . Misalnya tajam pada hepatitis akut atau
tumpul pada tumor hati
c. Bagaimana konsistensinya. Kenyal pada kondisi normal dan keras pada tumor
hati.

d. Bagaimana permukaan. Pada tumor hati permukaan teraba berbenjol


e. Apakah terdapat nyeri tekan. Hal ini dapat terjadi pada antara lain abses hati
dan tumor hati. Selain itu pada abses hati dapat dirasakan adanya fluktuasi.
Pada keadaan normal hati tidak akan teraba pada palpasi kecuali pada
beberapa kasus dengan tubuh yang kurus (sekitar 1 jari). Teraba hati 1-2 jari di
bawah lengkung iga harus dikonfirmasi apakah hal tersebut memang suatu
pembesaran hati atau karena adanya perubahan bentuk diafragma (misalnya

90
emfisema paru). Pembesaran lobus kiri hati dapat dilakukan palpasi pada daerah
garis tengah abdomen ke arah epigastrium. Bentuk tepi hati yang teraba pada
palpasi dapat ditelusuri mulai dari sisi lateral lengkung iga kanan sampai dengan
epigastrium sehingga bentuk proyeksinya pada dinding abdomen dapat digambar.

Palpasi Kandung Empedu


Palpasi midklavikularis kanan, dengan cara seperti palpasi hepar.
Murphy’s Sign pada cholecystitis acuta yaitu tangan diletakkan di abdomen pada
garis midklavikularis. Pasien bernapas dalam dan tangan kanan naik ke atas, suatu
saat napas pasien terhenti berarti Murphy’s Sign positif.

Check list : Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Hepatobilier


Skor
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Membina Hubungan baik
a. Mengucapkan salam dan Memperkenalkan diri
b. Mengklarifikasi tujuan
c. Duduk berhadapan dengan pemisah meja
2 Mampu mengumpulkan informasi
a. Menunjukkan keinginan berkomunikasi dengan
kontak mata, terbuka dan perhatian serta tidak
terkesan menyelidiki
b. Mendorong pasien menceritakan keluhan
c. Menggunakan bahasa yang dimengerti pasien
d. Cross check dan Mendapat umpan balik dari pasien
e. Mampu mencatat dengan jelas
3. Anamnesis yang sistematik
a. Data umum
b. keluhan utama
c. Riwayat penyakit sekarang

91
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Riwayat pekerjaan dan sosial
4 Pemeriksaan Fisik
a. Wajah: Ikterus pada sklera mata dan pucat pada
konjungtiva, injeksi siliar, ikerus pada linula lidah dan
kulit
b. Dada: Spider nevi, atrofi otot dada
c. Abdomen: kulit abdomen, sikatrik, striae alba, kaput
medusa, pelebaran vena
d. Ekstremitas atas dan bawah: Palmar eritema, otot-otot
kecil tangan mengecil/tidak, ada tidaknya spider
angioma, kuku (lunula melebar/tidak), warna kulit,
edema
5. Auskultasi Abdomen
a. Bising pembuluh darah (Bising daerah hepar)
6. Palpasi Abdomen:
a. Hepar (menilai tepi, permukaan, ukuran, nyeri tekan
dan konsistensi)
b. Lien
c. Kandung Empedu (Murphy Sign)
d. Tungkai : Menilai edema pretibial
7. Perkusi Abdomen:
a. Menilai asites dengan pemeriksaan shifting dullness
dan gelombang cairan (undulasi)
8. Memberi informasi mengenai hasil pemeriksaan dan
follow up lebih lanjut

Keterangan
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi kurang sempurna
2 = dilakukan dengan sempurna
Cakupan penguasaan keterampilan : Skor total…/40x100%= %

Banda Aceh, .....................2021

Instruktur

92
VI. PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE ( NGT )

dr. Muhammad Yusuf., Sp.B


Bagian/SMF Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUDZA

Tujuan Belajar :
- Mahasiswa memahami tujuan,indikasi dan kontra indikasi pemasangan selang
nasogastrik (NGT) dan mampu melakukan pemasangan NGT secara benar
- Selang Nasogastrik atau NGT adalah suatu selang yang dimasukkan melalui
hidung sampai ke lambung.

Tujuan pemasangan NGT :


1. Dekompresi Lambung
2. Pemberian nutrisi enteral
3. Irigasi/kumbah Lambung

93
4. Diagnosis (mengambil spesimen dari lambung untuk analisa/pemeriksaan
laboratorium atau diagnosis atresia esofagus pada bayi )
5. Persiapan sebelum operasi dengan general anaesthesia terutama pada
operasi emergensi dimana puasa pasien tidak adekuat

Indikasi pemasangan NGT pada pasien :


1. Tidak sadar
2. Ileus
3. Tidak bisa makan melalui mulut
4. Keracunan
5. Perdarahan Saluran cerna bagian atas ( PSMBA )
6. Pasca operasi besar pada saluran cerna

Kontra indikasi pemasangan NGT :


1. Trauma pada kepala/wajah dengan kecurigaan adanya fraktur basis cranii
2. Adanya tumor pada daerah mulut/hidung yang menghalangi masuknya NGT

Peralatan yang dibutuhkan untuk pemasangan NGT :


1. Selang NGT sesuai ukuran:
- Untuk dewasa ukuran Fr 14- 20
- Untuk anak anak ukuran Fr 8-14
- Untuk bayi ukuran Fr 5-6
2. Klem.
3. Pinset anatomis.
4. Spuit 10 cc.
5. Handscoen.
6. Kasa
7. Plester.
8. Gunting plester.
9. Stetoskop.
10. Jelly/pelumas.
11. Tempat penampungan isi lambung ( urin bag,dll)

Prosedur pemasangan;
1. Tujuan dan Prosedur pemasangan NGT dijelaskan secara lengkap pada
pasien atau keluarganya dan anjurkan pasien untuk tetap rileks
2. Atur peralatan yang akan dipakai dan letakkan dekat dengan pasien.
3. Posisikan pasien dengan posisi semi fowler atau dengan bantal 1-2
dibawah bahu.
4. Petugas berdiri disebelah kanan pasien.
5. Periksa patensi nasal dengan memeriksa kedua lubang hidung dan
meminta pasien untuk bernafas melalui satu lubang hidung sementara

94
lubang hidung yang satunya ditutup. Ulangi pada kedua lubang hidung.
Bersihkan bila ada sekret/mukus pada lubang hidung.
6. Petugas memakai handscoen
7. Ukur panjang tube/ selang yang akan digunakan dengan menggunakan
metode:
a. Metode tradisional : ukur jarak dari puncak lubang hidung ke daun telinga dan
prosesus xipoideus di sternum.
b. Metode Hanson : mula-mula ditandai 50 cm pada tube / selang lalu lakukan
pengukuran dengan metode tradisional. Selang yang akan dimasukkan
pertengahan antara 50 cm dengan tanda tradisional.
8. Tandai batas panjang selang NGT dengan plaster
9. Beri jelly pada selang
10. Masukkan selang NGT secara perlahan melalui lubang hidung sampai
nasofaring (tenggorokan). Selama selang NGT dimasukkan anjurkan
pasien untuk menelan.
11. Fleksikan kepala pasien kearah dada setelah selang melalui nasofaring.
12. Tekankan pada pasien pentingnya bernapas lewat mulut dan menelan
selama pemasangan NGT.
13. Jangan paksakan memasukkan selang NGT jika terdapat tahanan, pasien
tersedak atau timbul sianotik. Cabut selang & periksa posisi selang.
14. Periksa selang NGT yang sudah terpasang apakah sudah benar masuk ke
lambung dengan cara menyambungkan ujung selang NGT dengan spuit
10 cc yang sudah diisi udara. Kemudian minta asisten meletakkan
stetoskop pada perut kuadran kiri atas (lambung). Tekan spuit 10 cc yang
berisi udara dengan keras kemudian asisten mendengarkan pada lambung,
bila terdengar suara “DUB” berarti posisi NGT sudah tepat dilambung.
15. Fiksasi selang NGT dengan menggunakan plester pada pipi atau batang
hidung pasien.
16. Tutup ujung selang dengan spuit 10 cc atau hubungkan dengan peralatan
penampung seperti urin bag

95
Checklist : Pemasangan NGT

No Nama Mahasiswa Skor


Penilaian 0 1 2
Aspek Yang Dinilai  

1 Persiapan  

  a.    Memberi penjelasan dengan benar, jelas dan lengkap  


tentang tujuan dan tatacara pemasangan NGT dan
meminta persetujuan pasien
  b.  Mempersiapkan alat dan bahan: NGT sesuai ukuran,  
klem,pinset, anatomis,Spuit 10 cc, Handscoen,
Kasa,Plester,gunting plester, stetoskop, jelly/pelumas,
tempat penampungan isi lambung

  c. Mengatur posisi pasien dengan posisi semifowler atau dengan


  bantal
1-2 di bawah bahu

96
  d. . Berdiri di sebelah kanan pasien  

  e. Memakai sarung tangan  

  f. Periksa patensi nasal dengan memeriksa kedua lubang  


hidung dan meminta pasien untuk bernafas melalui satu
lubang hidung sementara lubang hidung yang satunya
ditutup. Ulangi pada kedua lubang hidung. Bersihkan bila
ada secret/mucus pada lubang hidung.

2 Tehnik  

  a. Ukur panjang tube/ selang yang akan digunakan  


dengan:
- metode tradisional: mengukur jarak dari puncak lubang
hidung ke daun telinga dan processus xyphoideus di
sternum.
- metode Hanson: mula-mula ditandai 50 cm pada
tube/selang lalu lakukan pengukuran dengan metode
tradisional. Selang yang akan dimasukkan pertengahan
antara 50 cm dengan tanda tradisional.
  b Tandai batas panjang selang NGT dengan plaster.  

  c.Beri jelly pada selang NGT.  

  d. Masukkan selang NGT secara perlahan melalui lubang  


hidung, sampai nasofaring (tenggorokan). Selama selang
NGT dimasukkan, anjurkan pasien untuk menelan.

  e. Fleksikan kepala pasien ke arah dada setelah selang  


melalui nasofaring.

  f.  Periksa selang NGT yang sudah terpasang apakah  


sudah benar masuk ke lambung dengan menggunakan
stetoskop, bila terdengar suara "DUB" berarti posisi NGT
sudah dengan tepat dilambung
  g Fiksasi selang NGT pada hidung atau pipi  

  h.   Tutup ujung selang dengan spuit 10 cc / melipat ujung  


selang atau hubungkan dengan peralatan penampung

3 Memberikan informasi kepada pasien bahwa  


pemasangan telah selesai

4 Menuliskan dalam rekam medik  

Keterangan
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi kurang sempurna
2 = dilakukan dengan sempurn
Cakupan penguasaan keterampilan : Skortotal….ss/32x100%= %

Banda Aceh, .....................2021

97
Instruktur

VII. PEMERIKSAAN PAYUDARA (BREAST EXAM)

dr. Mirnasari Amirsyah, Sp.BP-RE


dr. Syamsul Rizal, Sp.BP-RE
Bagian/SMF Bedah
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUDZA
 
Tujuan Belajar :
Mahasiswa mampu melakukan teknik pemeriksaan payudara (Breast Exam)
secara sistematis dan benar.

Prior Knowledge
Sebelum mempelajari keterampilan ini, mahasiswa harus menguasai:
 Anatomi Payudara
 Fisiologi Payudara
 Patofisiologi Payudara

98
PENDAHULUAN
A. ANATOMI

Payudara perempuan dewasa terletak antara iga II sampai dengan VI dari


sternum sampai garis aksilaris anterior, diselimuti oleh fascia pektoralis
superfisialis. Tiap payudara terdiri dari 15-20 lobus dan tiap lobus terdiri dari
sejumlah lobulus dan asini. Lobulasi terjadi setelah ovulasi pertama. Duktus dan
salurannya akan mengalirkan isinya ke puting susu.
Secara embriologis terdapat garis susu yang dimulai dari ketiak dan
berlanjut ke pubis dan bagian dalam paha. Perpanjangan dari jaringan payudara ke
ketiak disebut tail of spence, yang harus dibedakan dengan kelenjar limfe ketiak.
Bentuk payudara tergantung dari jenis kelamin, usia dan tipe seseorang. Puting
susu pada laki-laki kurus terlentang setentang iga IV dan laki-laki gemuk pada iga
V, sedangkan pada wanita letaknya 1 iga lebih rendah.
Diantara usia 10-12 tahun tidak jarang ditemukan payudara yang asimetris
namun tidak berbahaya dan dapat menjadi simetris kembali. Pada wanita dewasa
dapat pula ditemukan payudara yang sangat besar (hipertrofi virginal) yang terasa
berat dan sakit. Pada laki-laki prapubertas dapat ditemukan pembengkakan
dibawah areola (hiperplasia diskoid), yang terasa sakit tetapi akan menghilang
sendiri.
Arteri payudara berasal dari arteri mammaria interna, torakalis lateral, dan
cabang pektoral dari arteri akromiotorakalis. Vena-vena subkutan superfisial
masuk ke vena mammaria interna atau vena-vena leher, sedangkan vena-vena
profunda berhubungan dengan arterinya. Aliran limfe payudara pada prinsipnya
melalui limfe pektoral lateral ke kelenjar ketiak dan dari bagian medial ke kelenjar
mammaria interna. Jaringan limfe ini memasuki seluruh dinding dada dan
berhubungan dengan jaringan limfe payudara sisi lain.

B. HISTOLOGI

Payudara terdiri dari kelenjar alveolar multiple, yang membentuk lobulus.


Duktus terminalis dilapisi epitel kolumnar. Sinus laktiferus di daerah subareolar
dilapisi epitel skuamosa.
C. FISIOLOGI DAN FUNGSI

 Fisiologi

Payudara ini merupakan sasaran kelenjar endokrin. Perubahan kadar


hormon akan merubah bentuk makro dan mikroskopisnya.
1. Masa pubertas

Dapat dikatakan bahwa estrogen merupakan satu-satunya hormon yang


berpengaruh sampai 1-2 tahun setelah menarce pada saat belum ada ovulasi.
Fungsi estrogen ini adalah memperbesar payudara melalui perpanjangan
duktus dan perbanyakan sel sehingga lobus membesar; memperbanyak
vaskularisasi; memperbesar isi dan elastisitas; dan merangsang penempatan
lemak. Pada wanmita dewasa dan matang, payudara akan dipengaruhi juga
oleh progesteron.
2. Masa siklus haid

99
Selama siklus haid, bentuk dan kekenyalan payudara akan berubah-ubah.
Tiga-empat hari menjelang haid, estrogen dan progesteron meninggi sehingga
semua organ membesar dan air tertahan. Setelah haid ia akan kembali seperti
semula walaupun tidak persis benar karena beberapa bagian kecil terus
berkembang ke arah noduler. Perubahan keadaan payudara tersebut di atas
mempengaruhi saat yang baik untuk pemeriksaan.
3. Masa hamil dan melahirkan

Pada masa hamil perubahan fisiologisnya lebih besar. ASI mulai dibentuk dan
hormon-hormon lain (laktogen plasenta, prolaktin, khorionik gonadotropin)
mulai dikeluarkan disamping estrogan dan progesteron yang memegang
peranan penting dalam mempersiapkan payudara untuk siap disusui. Setelah
melahirkan, hormon estrogen dan progesteron menghilang, sebaliknya
prolaktin meninggi dengan akibat jumlah sel ASI meninggi. Tiga bulan setelah
ASI berhenti, payudara akan kembali ke bentuk semula dengan sedikit
pembesaran.
 Fungsi

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi payudara adalah untuk
menyusui dan juga berfungsi sebagai sex appeal.
 
D. TEKNIK PEMERIKSAAN PAYUDARA.

 
1. INSPEKSI

Anamnesa harus dilanjutkan dengan inspeksi visual. Untuk menghindari


kecanggungan dan kesalahpahaman, pemeriksa harus memberitahu pasien bahwa
inspeksi akan dilakukan dan menjelaskan apa-apa saja yang dinilai selama
pemeriksaan. Pasien harus duduk dengan kedua tangan : (1) Disamping, (2)
menekan pinggang dengan kuat, untuk mengkontraksikan otot pektoralis mayor
sehingga bila ada asimetri atau benjolan akan terlihat dengan jelas, (3) ke atas
kepala, sehingga benjolan bagian interior akan terlihat.

Insfeksi dari semua sisi dan harus:


 Diperiksa asimetri pada bentuk dan kontur (termasuk perubahan yang tak
kentara)

100
 Diperiksa perubahan kulit, berupa eritema, retraksi atau cekungan, dan
perubahan putting susu. Tanda-tanda fisik yang berhubungan kanker payudara
disingkat BREAST, yaitu Breast mass,Retraction, Edema, Axillarymass, Scaly
nipple (putting bersisik), dan Tender breast (nyeri).

Teknik Inspeksi Payudara


Melakukan Inspeksi payudara (pasien dalam posisi duduk dan meminta pasien
untuk membuka pakaiannya)
 pasien diminta untuk duduk dengan kedua tangan dalam posisi: (1) disamping,
(2) menekan pingang lebih kuat, dan (3) ke atas kepala.
 Pemeriksaan dilakukan dari arah depan dan samping.
 Lakukan penilaian terhadap ukuran, simetris atau tidak, bentuk, kulit
sekitarnya, jaringan parut serta puting dan areola apakah terdapat perubahan
kulit yang dapat berupa eritema, retraksi, perubahan puting susu maupun
discharge.

 
Temuan pada inspeksi dapat dibandingkan dengan data di masa lalu. Inspeksi
memakan waktu yang paling singkat dari seluruh pemeriksaan.
 
2. PALPASI

Setelah diinspeksi, setiap payudara dipalpasi beserta nodus limfe di


sekitarnya. Untuk menghindari kecanggungan dan kesalahpahaman, pemeriksa
harus memberitahu pasien bahwa palpasi akan dilakukan dan menjelaskan apa-apa
saja yang dinilai selama pemeriksaan. Palpasi memberi kesempatan untuk diskusi
tentang variasi normal dari karakteristik payudara dan pentingnya seorang wanita
untuk terbiasa dengan karakteristik payudaranya. Ketelitian sangat penting;
seluruh jaringan payudara harus diperiksa beserta nodus limfe di sekitarnya.
Palpasi yang benar mencakup lima karakteristik kunci:
1. Posisi: pasien harus duduk untuk palpasi limfonodus aksilar, supraklavikular,
dan infraklavikular. Pasien harus duduk lalu berbaring untuk palpasi payudara,
dengan tangan ipsilateral di atas kepala dan meletakkan bantal kecil di bawah
bahu/punggung bawah pada sisi payudara yang diperiksa. Pemeriksa harus
bisa melihat seluruh daerah yang diperiksa.
2. Perimeter: setiap jaringan payudara terbentang dengan bentuk pentagon
(berlawanan dengan persepsi tradisional bahwa payudara berbentuk kerucut).
Pemeriksa harus menggunakan tanda-tanda berikut sebagai patokan area:
mengarah ke bawah dari garis mid-aksiler, melintasi bukit payudara pada iga
ke-5 atau 6, ke atas sisi lateral sternum, melintasi clavicula, dan kembali ke
mid-aksilla.
3. Pola: keseluruhan jaringan payudara harus dipalpasi dengan pola “bidang
vertikal”. (sebuah analisis yang sistematik menunjukkan kelebihan pola
bidang vertikal dibandingkan pola lingkaran konsentris dan pola jari-jari radial

101
dalam hal ketelitian dan cakupan). Jika telah dilakukan mastektomi, maka
dinding dada, kulit, dan insisi harus diperiksa.
4. Teknik : pemeriksa harus menggunakan ujung tiga jari tengah untuk
memeriksa setiap payudara. Palpasi dengan gerakan sirkular searah jarum jam.
Jaringan dekat puting harus dipalpasi, jangan diremas untuk menghindari
keluarnya cairan dan ketidaknyamanan. bila keluar cairan berwarna merah
atau darah harus dievaluasi lebih lanjut. Jaringan payudara di kuadran atas-
luar dan di bawah areola dan puting harus diperiksa seksama, karena
merupakan tempat tersering timbulnya kanker.

 
5. Penekanan: ada tiga tipe penekanan: ringan, sedang, dan kuat, sesuai
jaringan subkutan, medium dan dalam pada dinding dada. Sesuaikan
palpasi dengan bentuk, ukuran, dan konsistensi jaringan, dan sesuaikan
penekanan dengan faktor-faktor lain seperti ukuran payudara ataupun ada-
tidaknya implan payudara. Implan yang benar dipasang di belakang
jaringan payudara, maka teknik pemeriksaannya sama seperti pada
payudara tanpa implan.

 
Teknik Palpasi Payudara
i. Pasien dalam posisi berbaring
 Meminta pasien untuk berbaring, bahu diganjal dengan bantal, tangan
diletakkan dibelakang kepala, pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.
 Melakukan palpasi pada payudara yang sehat terlebih dahulu.
 Melakukan palpasi payudara dengan menggunakan ujung tiga jari tengah
bagian palmar dengan gerakan memutar searah jarum jam, nilai
konsistensinya, elastisitas, kekenyalan, nodul ataupun massa.
 Melakukan palpasi nipple dan areola, nilai : elastisitas, discharge, retraksi,
pendataran, dan apakah terdapat edema.
 Pemeriksaan dilakukan pada kedua payudara dengan cara yang sama.

102
ii.Tehnik palpasi kelenjar limfe
 Pasien dalam posisi duduk berhadapan dengan pemeriksa.
 Melakukan palpasi kelenjar limfe axilla, letakkan lengan ipsilateral pasien di
atas bahu pemeriksa. Dengan jari tangan yang berlawanan raihlah sejauh
mungkin puncak dari axilla dan palpasi dari atas sampai ke bawah, daerah
anterior sepanjang M.pectoralis dan daerah posterior sepanjang M.Latissimus
(sehingga membentuk segitiga dengan puncaknya bagian atas axilla).
Beberapa nodul kecil (<1 cm) dapat teraba terutama pada pasien yang kurus.
Nilai apakah terdapat pembesaran, kekenyalannya dll.
 Melakukan palpasi kelenjar limfe supraklavikular, nilai apakah terdapat
pembesaran, kekenyalannya dll.
 Melakukan palpasi kelenjar limfe infraklavikular, nilai apakah terdapat
pembesaran, kekenyalannya dan lain-lain.
 Melakukan palpasi kelenjar limfe mammaria interna, nilai apakah terdapat
pembesaran, kekenyalannya dan lain-lain

 
Lokasi kelenjar limfe payudara dan jaringan sekitarnya

103
    
Teknik palpasi kelenjar limfe axilla, supraklavikular, dan infraklavikular
 
 
Lamanya pemeriksaan tidak ditentukan untuk beberapa alasan. Pertama,
ketelitian lebih penting daripada efisiensi waktu. Sebagai tambahan, variasi
faktor-faktor seperti ukuran payudara, keempukan, kekenyalan, berat badan, dan
faktor-faktor resiko dapat mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk
pemeriksaan.
 

6. PENAFSIRAN DAN PELAPORAN

Laporan harus berisi ringkasan riwayat pasien dan deskripsi atas


penafsiran hasil pemeriksaan, apakah normal atau tidak. Jika abnormal, harus
dicantumkan temuan-temuan pada inspeksi dan palpasi, termasuk perubahan pada
kulit dan putting, ada/tidaknya cairan puting, ada/tidaknya massa atau asimetri,
dan ada/tidaknya limfonodus yang teraba.
 
Tanggung jawab utama untuk implementasi pada klinisi dan organsisasi
pelayanan kesehatan. .   
Fungsi utama pemeriksaan klinis payudara adalah untuk mengidentifikasi
abnormalitas yang membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut; pemeriksaan klinis
saja tidak cukup untuk membedakan kelainan jinak atau ganas. Penafsiran hasil

104
pemeriksaan klinis cukup rumit. Variasi karakteristik pasien dapat mempengaruhi
penafsiran, yaitu usia, paritas, kepadatan jaringan dan nodularitas, status
menopause, fase siklus haid, dan riwayat penyakit.
Sebagai contoh, keluarnya cairan bercampur darah dari putting susu adalah
normal selama trimester terakhir kehamilan dan tiga bulan pertama menyusui,
namun pada wanita yang tidak hamil atau tidak menyusui lain ceritanya.
Demikian pula eritema kulit atau limfedema pada wanita yang mendapat
radioterapi tidak membutuhkan follow up serius, namun pada wanita yang lain
maka lain pula ceritanya. Tantangan yang serius ada pada temuan nodularitas dan
kekenyalan payudara, yang bervariasi menurut individu atau bahkan menurut
waktu pada satu indvidu. Sebagai contoh, peningkatan nodularitas bisa jadi
normal selama fase luteal dari siklus haid, namun pada saat lain bisa berarti
patologis yang harus difollow up serius.
 
Interpretasi
Interpretasi mencakup tiga unsur: identifikasi karakteristik payudara dan
limfonodus yang dapat dilihat dan dipalpasi; penggunaan istilah yang tepat untuk
masing-masing karakteristik; dan pemilihan follow-up yang tepat untuk setiap
temuan. Unsur-unsur interpretasi dan pelaporan yang dijelaskan berikut adalah
kerangka kerja umum, yang menjelaskan temuan inspeksi dan palpasi, dan
melaporkannya dalam bentuk rekomendasi untuk follow-up. Interpretasi dan
pelaporan tidak selamanya mudah dilakukan, sebagai contoh pada wanita dengan
payudara yang sangat noduler. Peranan pemeriksaan klinis ini adalah untuk
identifikasi temuan yang dapat dilihat atau diraba; jinak atau ganasnya hanya
dapat ditentukan dengan evaluasi lebih lanjut.
Secara umum, hasil pemeriksaan dapat dilaporkan dalam dua cara:
 Normal/negatif: tidak ada abnormalitas pada temuan inspeksi dan palpasi.
 Abnormal: perbedaan hasil pemeriksaanantara payudara kiri dan kanandapat
menjadi dasar rekomendasi untuk pemeriksaan lebih lanjut.

 
Pelaporan
Pelaporan harus mencakup deskripsi dari setiap temuan dengan bahasa yang tepat,
jelas dan spesifik. Positif atau negatifnya interpretasi dari setiap temuan
menentukan langkah-langkah lebih lanjut.
Pelaporan harus disusun menurut urutan pemeriksaan. Sebagai contoh
dapat dilihat sebagai berikut.
 
    Hasil Pemeriksaan Normal/Negatif
 Riwayat klinis – jelaskan:
o Screening yang telah dilakukan.
o Perubahan pada payudara.
o Ada-tidaknya resiko kanker payudara.
o Faktor hormonal pada saat pemeriksaan (cth: siklus haid, kehamilan,
menyusui, kontrasepsi hormonal, dan terapi hormonal).
 Inspeksi payudara – jelaskan:

105
o Simetris-tidaknya bentuk payudara dan ada-tidaknya perubahan putting
dan areola.
o Jaringan parut.  
 Palpasi payudara – jelaskan:
o Nodularitas:
 Nodularitas normal bukanlah kondisi fibrokistik.
 Keempukan payudara siklik yang normal bukanlah kondisi
patologis.
o Simetri.
o Keempukan (fokal vs general dan konstan vs intermitten).
 Palpasi limfonodus – jelaskan:
o Nodus axilla
o Nodul supraklavikular dan infraklavikular
o Nodus mammaria interna.
 Follow-up.

 
      Temuan Abnormal :
 Riwayat klinis – jelaskan :
o Screening yang telah dilakukan.
o Perubahan pada payudara.
o Ada-tidaknya resiko kanker payudara.
o Faktor hormonal pada saat pemeriksaan (cth: silus haid, kehamilan,
menyusui, kontrasepsi hormonal, dan terapi hormonal).
 Inspeksi – jelaskan:
o Kontur (retraksi kulit, cekungan). .
o Warna (eritema).
o Tekstur (penebalan kulit atau limfedema).
o Sisik atau retraksi pada putting.
o Inversi putting (usia atau onset pada usia dewasa).
o Lokasi temuan abnormal atau massa menurut arah jarum jam dan pada
sisi mana.
o Ukuran abnormalitas.

 Palpasi payudara – jelaskan (untuk setiap temuan abnormal):


o Massa tiga dimensi atau penebalan dua dimensi.
o Niple
 Lokasi tiga dimensional (subkutan, medium, dekat dinding dada,
menurut arah jarum jam).
 Ukuran.

106
 Bentuk (bundar, bujur, irreguler, lobular, atau penojolan dari massa
sentral).
 Mobilitas (mobil, terfiksir pada kulit atau dinding dada).
 Konsistensi (lunak, sama seperti jaringan sekitarnya, keras).
 Tekstur eksternal (lembut, irreguler, benjolan di permukaan luar
massa).
o Niple discharge.
 Spontaneous.
 Warna.
 Sisi sebelah mana.
o Follow up

Harus ada follow-up standar yang menghasilkan penanganan yang


kontinyu sehingga didapat hasil yang beresolusi tinggi. Follow up adalah
komponen final sekaligus penting dilakukan pada pemeriksaan klinis
payudara; setiap temuan membutuhkan follow up yang berbeda-beda. 

107
Checklist :Breast Exam
Nilai
 No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Mempersiapkan perasaan pasien untuk menghindari rasa  
takut dan stres sebelum melakukan pemeriksaan
payudara :
i. Memberi penjelasan dengan benar, jelas, lengkap dan jujur      
tentang cara dan tujuan pemeriksaan.
ii. Memberitahukan kemungkinan adanya rasa sakit atau tidak      
nyaman yang timbul selama pemeriksaan dilakukan.
iii. Meminta pasien untuk membuka pakaian bagian atas      
2 Pemeriksaan dalam posisi duduk      
a. Melakukan inspeksi payudara      
 Pasien meletakkan kedua tangan : (1) disamping, (2)
menekan pinggang dengan siku ditarik ke arah belakang,
(3) ke atas kepala.

 Pemeriksaan dilakukan dari arah depan dan samping      

 Lakukan penilaian terhadap ukuran, simetris atau tidak,      


bentuk, kulit sekitarnya, jaringan parut serta puting dan
areola apakah terdapat perubahan kulit yang dapat berupa
eritema, retraksi, perubahan puting susu maupun
discharge.

b. Melakukan palpasi kelenjar limfe  

 Posisi pasien dan pemeriksa duduk saling berhadapan

 Melakukan palpasi kelenjar limfe axilla, nilai apakah      


terdapat pembesaran, kekenyalannya dll.

 Melakukan palpasi kelenjar limfe supraklavikular, nilai      


apakah terdapat pembesaran, kekenyalannya dll.

 Melakukan palpasi kelenjar limfe infraklavikular, nilai      


apakah terdapat pembesaran, kekenyalannya dll.

 Melakukan palpasi kelenjar limfe mammaria interna, nilai      


apakah terdapat pembesaran, kekenyalannya dll.

3 Pemeriksaan dalam posisi berbaring  


a. Meminta pasien untuk berbaring di atas tempat tidur, bahu      
diganjal dengan bantal, tangan diletakkan dibelakang

108
kepala dan pemeriksa berdiri di sebelah kanan pasien.

b. Melakukan Inspeksi payudara, lakukan penilaian terhadap      


ukuran, simetris atau tidak, bentuk, kulit sekitarnya,
jaringan parut serta puting dan areola apakah terdapat
perubahan kulit yang dapat berupa eritema, retraksi,
perubahan puting susu maupun discharge.

c. Melakukan palpasi pada sisi payudara yang sehat terlebih


dahulu

d. Melakukan palpasi payudara dengan menggunakan ujung      


tiga jari tengah dengan gerakan sirkular, nilai
konsistensinya, elastisitas, kekenyalan, nodul ataupun
massa.

e. Melakukan palpasi nipple dan areola, nilai : elastisitas,      


discharge, retraksi, pendataran, dan apakah terdapat
edema.

f. Pemeriksaan dilakukan pada kedua payudara dengan cara      


yang sama.

6 Memberikan informasi hasil pemeriksaan dan follow up      


lebih lanjut.

Keterangan :
0 = tidak dilakukan
1 = dilakukan tetapi kurang sempurna
2 = dilakukan dengan sempurna

Cakupan penguasaan keterampilan : Skor total ...../36 x 100% = %


 
 
 
Banda Aceh,………..2021

Instruktur
 

109
VIII. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK KELAINAN SISTEM
REPRODUKSI DAN PEMASANGAN IUD

dr. Teungku Puspa Dewi, SpOG


Bagian/SMF Obgin
Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUDZA
Tujuan belajar
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik ginekologi pada
wanita

Pendahuluan
Anamnesis
Pada umumnya anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan dengan sistematis,
yaitu:
• Permasalahan pada saat ini
• Riwayat medis dan pembedahan
• Obat dan alergi
• Riwayat haid
• Riwayat seksual
• Riwayat Obstetri
• Terakhir Pap smear / Riwayat pap smear yang abnormal
• Adanya kekerasan
• Riwayat keluarga (yaitu, riwayat kanker payudara dan kanker ginekologi)
• Riwayat vaksin (yaitu, HPV, hepatitis B, MMR, varicella)
• Gejala berkemih dan gejala rektum
• Pemeriksaan fisik
Anamnesis sebelum dilakukannya pemeriksaan ginekologi sangat penting
agar dokter dapat mengetahui penyakit yang terdapat pada pasien tersebut.
Riwayat penyakit yang lengkap untuk setiap wanita harus mencakup umur pada
waktu terjadinya menarche, keteraturan haid, lamanya haid, dan interval diantara
haid. Taksiran yang kasar tentang jumlah darah haid dapat dilakukan dengan
menghitung jumlah pembalut wanita yang diperlukan. Tanyakan juga ada atau
tidaknya kram dan polanya – dismenore. Riwayat partus mencakup jumlah
kehamilan, abortus, lahir mati, partus normal, dan urutannya. Perhatikanlah jenis
pencegahan kehamilan yang dipakai (kontrasepsi). Tentukanlah umur berhentinya
haid (menopause). Lihatlah tanda-tanda defisiensi estrogen yang lengkap (gejala
menopause) yaitu terjadinya ketidakstabilan vasomotor- muka kemerahan dan

110
panas dan pengeluaran keringat.
Nyeri ginekologis dapat disebabkan oleh banyak faktor. Tentukanlah
hubungan waktu terjadinya dengan haid. Kram yang timbul pada waktu haid
biasanya menunjukkan bahwa telah terjadi ovulasi. Nyeri pada kedua kuadran
bawah dan demam selama atau tepat setelah haid merupakan ciri khas penyakit
peradanagn pelvis karena gonokokus. Koitus yang nyeri, dispareunia disebabkan
oleh banyak faktor. Uretritis biasanya menyebabkan keluhan ini. Selama koitus,
jaringan yang meradang tersebut mengalami trauma ketika bergesekan dengan
simfisis. Kadang-kadang ini diikuti dengan disuria dan sering buang air kecil yang
disertai dengan tanda-tanda sistitis. Demikian pula, setiap peradangan pelvis
diperburuk oleh koitus. Nyeri yang disertai gatal-gatal pada vagina mengarah pada
vaginitis. Periksalah kemungkinan diabetes pada keluhan ini. Keluhan disfungsi
paling sering berkaitan dengan kehamilan atau kemandulan. Riwayat penyakit
yang lengkap dapat menentukan penyebab kemandulan. Infeksi ginekologis
terdahulu, riwayat keluarga dengan masalah yang sama, tidak adanya kram pada
waktu haid, haid yang tidak teratur, dispareunia, atau abortus habitualis, semuanya
relevan dengan pemeriksaan ini.
Keluhan yang paling sering ditemukan adalah amenore sekunder –
penderitanya pernah mendapat haid tetapi sekarang tidak lagi. Penyebab tersering
adalah kehamilan. Tetapi pikirkanlah pula riwayat yang mengarah kepada
kelainan endokrin yang penting- tiroid, adrenal, hipofisis atau ovarium. Amenore
primer berarti tidak pernah mengalami haid. Amenore primer banyak disebabkan
oleh penyakit pada salah satu bagian aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium-uterus.
Perhatikan tanda-tanda perkembangan payudara, rambut aksila dan pubis, dan
kurva pertumbuhan.
Bercak perdarahan yang ditemukan di antara dua periode haid dan
perdarahan post coital harus diperhatikan dengan serius, Perdarahan antar periode
haid paling sering disebabkan oleh breakthrough bleeding pada orang yang
minum pil anti hamil. Jika tidak sedang minum pil anti hamil biasanya fibroid,
karsinoma endometrium, tertahannya hasil konsepsi, dan sebagainya. Lesi serviks
paling sering menyebabkan perdarahan post koital.
Pada prolapse uterus serviks secara intermitten dapat dilihat melalui
orifisium vagina. Biasanya ia dapat direduksi dengan mudah oleh pasien.
Kehilangan jaringan penyokong pelvis yang bermakna ini juga menyebabkan
stress inkontinensia. Urin dapat keluar ketika adanya peningkatan tekanan
intraabdominal.

Pemeriksaan fisik
1. Alat Genitalia Eksterna
 Mons veneris: tonjolan bulat dari jaringan lunak diatas simfisis pubis,
ditutupi rambut kemaluan
 Labia mayor
 Labia minor
 Klitoris, terdiri dari jaringan yang dapat mengembang, penuh dengan
saraf, sangat sensitif
 Vulva
 Bulbus vestibule
 Introitus vagina

111
 Perineum
2. Pemeriksaan genitalia wanita terdiri dari:
 Inspeksi dan palpasi genitalia eksterna
 Pemeriksaan spekulum (inspekulo)
 Palpasi bimanual
 Palpasi rektovaginal

ad. 1. Inspeksi dan Palpasi Genitalia Interna


Untuk membuat pasien wanita merasa lebih nyaman selama pemeriksaan,
seringkali akan bermanfaat jika pemeriksa menyentuh tungkainya dengan
menggunakan sisi punggung tangan.
Genitalia eksterna harus diperiksa dengan sistematik
 Mons veneris diperiksa untuk melihat adanya lesi atau pembengkakan.
 Rambut pubis diperiksa untuk melihat polanya dan adanya kutu pubis
 Kulit vulva diperiksa untuk melihat adanya kemerahan, ekskoriasi, massa,
leukoplakia atau pigmentasi. Setiap lesi harus dipalpasi untuk mengetahui
adanya nyeri tekan
 Klitoris diperiksa untuk melihat ukuran dan adanya lesi. Biasanya klitoris
berukuran 3-4 mm
 Melihat himen: ada/tidaknya, gambaran himen
 Inspeksi meatus uretra, pus atau peradanagn
 Perineum: perineum dan anus diperiksa untuk melihat adanya massa,
parut, fissura, atau fistel
 Pemeriksaan manuver valsava, untuk melihat adanya rektokel, sistokel,
enterokel, ataupun prolaps uteri.
Penemuan yang lazim biasanya ditemukan klitoromegali menunjukkan adanya
kadar testosteron yang berlebihan dan membedakan virilisasi dari hirsustisme.
Defisiensi estrogen seperti pada menopause menyebabkan atrofi pada labia
minora dan introitus. Mukosanya terlihat berkilat-kilat, kering, dan tipis. Adanya
massa dan pengerasan adalah abnormal.

ad. 2. Pemeriksaan Spekulum (Inspekulo)


Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati vagina dan serviks. Ada
beberapa macam spekulum: spekulum metal Cusco atau bivalve, adalah yang
paling popular digunakan.
Prosedur pemeriksaan:
 Perlihatkan kepada pasien spekulum yang akan dipasang, hangatkan
dengan air hangat
 Lubrikasi jeli sebaiknya jangan dipakai karena dapat mengganggu
pemeriksaan sitologi serviks dan biakan gonokokus
 Beritahukan pasien ketika akan memasukkan spekulum
 Dengan jari telunjuk dan tengah memisahkan labia kemudian memasukkan
spekulum dalam keadaan miring
 Serviks: spekulum dimasukkan sejauh mungkin ke dalam vagina,
kemudian spekulum diputar ke posisi bawah, dan dibuka dengan perlahan-

112
lahan. Lalu skrup diputar agar terfiksasi, lalu menilai bentuk orifisium
eksterna servicis? Apa warna serviks? Warna serviks apakah ada kebiruan
atau tidak.
Penemuan yang lazim sekret purulen menunjukkan endometritis atau penyakit
peradangan pelvis lainnya, seperti pada infeksi tuba falopi karena gonokokus.
Servisitis terlihat sebagai jaringan yang meradang dengan eritema disekitarnya
orifisium. Suatu polip endoserviks dapat menonjol keluar dari orifisium sebagai
suatu massa yang berwarna seperti buah prambos. Infeksi lainnya dapat dilihat
sekret kental seperti keju ataupun susu.

ad. 3. Palpasi Bimanual, Serviks, Adneksa dan Korpus Uterus


Dipakai untuk palpasi uterus dan adneksanya, prosedurnya sebagai
berikut:
 Posisi dokter harus berada diantara kedua tungkai pasien
 Jika tangan kanan dimasukkan kedalam vagina, pemeriksa meletakkan
kaki kanannya diatas bangku kecil
 Lubrikasi dengan jeli dilumurkan pada tangan yang akan dimasukkan pada
alat kelamin
 Labia dibuka lebar dan jari telunjuk dan tengah tangan kanan yang
berpelumas dimasukkan secara vertikal kedalam vagina. Kemudian
dilakukan penekanan ke bawah ke arah perineum
 Tangan kiri diletakkan di atas abdomen kira-kira 1/3 jarak simfisis atas ke
umbilikus
 Tangan yang berada dalam vagina mengangkat organ pelvis ke atas dan
menstabilkannya, lalu mempalpasi dengan tangan kiri untuk merasakan
adanya pembesaran atau tidak
 Lalu setelah itu dilakukan perabaan serviks dan nyeri goyang portio
 Uterus kemudian di palpasi antara kedua tangan. Dengan cermat,
perhatikan: posisi, ukuran, bentuk, konsistensi, mobilitas dan nyeri tekan.
Tentukan uterus anteversi atau retroversi, membesar, keras dan mobilitas.
Apakah ada teraba ketidakteraturan? Apakah ada nyeri tekan pada saat
uterus digerakkan
 Tangan kanan dipindahkan ke forniks lateral lalu mengangkat dan
memposisikan tangan pada keadaan palpasi bimanual untuk merasakan
adneksa tegang atau lemas.
 Tangan kanan pemeriksa dipindahkan ke forniks lateral kiri, sementara tangan
kiri (yang dipermukaan perut) pindah ke kuadran kiri bawah pasien. Jari-jari di
dalam vagina mengangkat adneksa ke arah tangan yang dipermukaan perut, yang
berusaha melakukan palpasi struktur-struktur adneksa.
 Perhatikan : ukuran, bentuk, konsistensi, mobilitas dan nyeri tekan struktur-
struktur adneksa.
 Ovarium normal peka terhadap tekanan.
 Setelah memeriksa sisi kiri, adneksa kanan dipalpasi dengan memindahkan
tangan kanan (vagina) ke forniks lateral kanan dan tangan kiri (perut) ke kuadran
kanan bawah pasien
 Setelah pemeriksaan adneksa, jari pemeriksa yang berada di dalam vagina
dipindahkan ke forniks posterior untuk melakukan palpasi ligamentum

113
uterosakral dan kavum Douglas. Nyeri tekan yang jelas dan nodularitas mengarah
kepada adanya endometriosis.
 Jika pasiennya seorang gadis, pakailah jari tengah kanan saja.
 Lalu menarik tangan keluar lalu melakukan rektovaginal

ad. 4. Palpasi Rektovaginal


 Beritahukan pasien bahwa akan dilakukan pemeriksaan vagina dan rektum
 Tangan kanan, masih di dalam vagina, ditarik ke luar sedikit sehingga jari tengah
kanan secara perlahan-lahan dimasukkan ke dalam rektum. Jari telunjuk kanan
diletakkan sejauh mungkin ke atas pada permukaan posterior vagina
 Septum rektovagina dipalpasi, apakah menebal atau nyeri tekan ? Apakah
nodulus atau massa ? Jari tengah kanan harus meraba untuk mencari nyeri tekan,
massa atau ketidakaturan di dalam rektum.
 Pasien diberitahukan bahwa “pemeriksaan dalam” sudah selesai dan bahwa
tangan pemeriksa akan segera dikeluarkan.
 Pada saat tangan pemeriksa dikeluarkan, periksa apakah ada sekret atau darah.

ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM / IUD


(Intra Uterine Devices)

A. Pengertian
IUD merupakan alat kontrasepsi yang digunakan didalam rahim yang
berfungsi untuk mencegah kehamilan.

B. Penggolongan IUD
1. Un-medicated Devices/generasi pertama
Misalnya :
a. Grafenberg Ring
b. Ota Ring
c. Margulies Coil
d. Lippes Loop (dianggap sebagai IUD standar)
e. Saf – T – Coil
f. Delta Loop : Modified Lippes Loop D : penambahan
benang chroic cat gut pada lengan atas terutama untuk insersi post
partum
2. Medicated Devices/generasi kedua
a. Mengandung logam
- AKDR – Cu Generasi pertama
 Cu T 200 : tatum – T (3 tahun daya kerja)
 Cu-7 : Gravidard (3 tahun daya kerja)
 ML Cu – 250 (3 tahun daya kerja)
- AKDR – Cu Generasi kedua
 Cu – 380 A : paragard (8 tahun daya kerja)
 CuT – 380 Ag (5 tahun daya kerja)
 CuT-220 C (3 tahun daya kerja)
b. Mengandung hormone
- Progestasert : Alza-T dengan gaya kerja 1 tahun
- LNG-20 : mengandung levonorgestrel

114
C. Mekanisme IUD
Ada beberapa mekanisme kerja IUD yang telah diajukan yaitu :
1. Timbulnya reaksi radang lokal yang non spesifik didalam kavum
uteri sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu
2. Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
terhambatnya implantasi
3. Gangguan / terlepanya blastocyst yang telah berimplantasi didalam
endometrium
4. Pergerakan ovum yang bertambah cepat didalam tuba fallopi
5. Immobilisasi spermatozoa saat melewati kavum uteri
6. Dari penelitian juga dikatakan bahwa IUD mencegah spermatozoa
membuahi sel telur
7. Untuk IUD yang mengandung Cu
- Menghambat reaksi carbonic anhydrase sehingga
tidak memungkinkan terjadinya implantasi dan mungkin juga
menghambat aktvitas alkali phospatase
- Mengganggu pengambilan estrogen endogen oleh
mukosa uterus
- Mengganggu jumlah DTM dalam sel endometrium
- Mengganggu metabolisme glikogen

8. Untuk IUD yag mengandung progesteron


a. Gangguan proses pematangan proliferatif – sekretoir
sehingga timbul penekanan terhadap endometrium dan terganggunya
proses implantasi
b. Lendir serviks yang menjadi lebih kental / tebal karena
pengaruh progestin

D. Keuntungan dan kerugian IUD


Keuntungan :
1. Sebagai kontrasepsi efektivitasnya tinggi
2. AKDR dapat efektif segera setelah pemsangan
3. Metode jangka panjang
4. sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat – ingat
5. Tidak mempengaruhi hubungan seksual
6. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk
hamil
7. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
8. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus
(apabila tidak terjadi infeksi)
9. Dapat digunakan sampai menopause
10. Tidak ada interaksi dengan obat – obat
11. Membantu mencegah kehamilan ektopik

Kerugian :
a. Efek samping yang umum terjadi
b. Komplikasi lain :

115
- Merasakan sakit dan kram perut selama 3 sampai 5
hari setelah pemasangan
- Perdarahan berat pada waktu haid atau di antaranya
yang memungkinkan menyebabkan anemia
- Perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila
pemasangannya benar
- Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS
- Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS
atau perempuan yang sering berganti pasangan
- Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan
dengan IMS memakai AKDR
- Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik
diperlukan dalam pemasangan AKDR, seringkali wanita takut selama
pemasangan
- Sedikit nyeri dan perdarahan terjadi segera setelah
pemsangan AKDR. Biasanya menghilang dalam 1 – 2 hari
- Klien tidak dapat melepas AKDR oleh dirinya
sendiri
- Mungkin AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui
(sering terjadi apabila AKDR dipasang sesudah melahirkan
- Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik
karena fungsi AKDR untuk mencegah kehamilan normal
- Wanita harus memeriksa posisi benang AKDR dari
waktu ke waktu. Untuk melakukan ini perempuan harus memasukkan
jarinya ke dalam vagina, sebagian wanita tidak mau melakukan ini.

E. Persyaratan pemakaian
a. Yang dapat menggunakan :
 Wanita pada usia reproduktif
 Wanita pada keadaan nullipara
 Wanita yang menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka
panjang
 Wanita menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi
 Wanita setelah melahirkan dan tidak menyusukan bayinya
 Wanita setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya
infeksi
 Wanita dengan resiko rendah dari IMS
 Wanita yang tidak menghendaki hormonal
 Wanita yang tidak menyukai untuk mengingat – ingat minum pil
setiap hari
 Wanita yang tidak menghendaki kehamilan, setelah 1 – 5 hari
senggama

b. Yang tidak dapat menggunakan


 Wanita yang sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan
hamil)

116
 Wanita dengan perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai
dapat dievaluasi)
 Wanita yang sedang menderita infeksi alat genital
 Wanita yang 3 bulan terakhir sedang mangalami abortus atau
sering mengalami abortus septik
 Wanita dengan kelainan bawaan uterus yang abnormal atau
tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri
 Wanita dengan penyakit trofoblas yang ganas
 Wanita yang diketahui menderita TBC pelvic
 Wanita dengan kanker alat genital
 Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm

c. Waktu penggunaan
 Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien
tidak hamil
 Hari pertama sampai ke 7 siklus haid
 Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4
minggu pasca persalinan setelah 6 bulan apabila menggunakan metode
amenore laktasi
 Setelah menderita abortus (segera atau dalam waktu 7 hari)
apabila tidak ada gejala infeksi
 Selama 1 sampai 5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi

F. Petunjuk bagi klien


1. Kembali memeriksakan diri setelah 4 sampai 6 minggu
pemasangan AKDR
2. Selama bulan pertama menggunakan AKDR, periksalah tali secara
rutin terutama setelah haid
3. Setelah bulan pertama pemasangan, hanya perlu memeriksa
keberadaan benang setelah haid apabila :
- Kram / kejang di perut bagian bawah
- Perdarahan (spotting) diantara haid atau setelah
senggama
- Nyeri setelah senggama atau apabila pasangan
mengalami tidak nyaman selama melakukan hubungan seksual
4. AKDR perlu dilepas setelah waktu yang ditentukan tetapi dapat
dilakukan lebih awal apabila diinginkan
5. Kembali ke klinik apabila :
- Tidak dapat meraba tali AKDR
- Merasakan bagian yang keras dari AKDR
- AKDR terlepas
- Siklus terganggu
- Terjadi pengeluaran cairan dari vagina yang
mencurigakan
- Adanya infeksi

G. Pemasangan dan pencabutan AKDR


1. Pemasangan AKDR

117
 Persiapan alat
- Bivalve spekulum (kecil, sedang, besar)
- Tenakulum
- Sonde uterus
- Forsep/korentang
- Gunting
- Mangkuk untuk larutan antiseptik
- Sarung tangan steril
- Cairan antiseptik untuk membersihkan serviks
- Kassa
- Lampu untuk penerangan
- IUD yang masih belum rusak dan terbuka

 Langkah – langkah
1) Jelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan
2) Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
3) Masukkan spekulum dan usap vagina dan serviks dengan larutan
antiseptik
4) Gunakan tenakulum untuk menjepit serviks
5) Masukkan sonde uterus
6) Pasang AKDR
 Atur letak leher baru pada
tabung inserter sesuai dengan kedalaman kavum uteri.Hati –
hati memasukkan tabung inserter sampai leher biru menyentuh
fundus atau sampai teraba ada tahanan
 Lepas lengan AKDR dengan
menggunakan teknik menarik, atau keluar pendorong
 Setelah lengan AKDR lepas,
dorong secara perlahan – lahan tabung inserter ke dalam kavum
uteri sampai leher biru menyentuh serviks
 Tarik keluar sebagian tabung
inserter, potong benang AKDR kira – kira 3 – 4 cm panjangnya
7) Buang bahan – bahan habis pakai yang terkontaminasi sebelum
melepas sarung tangan. Bersihkan permukaan yang terkontaminasi
8) Lakukan dekontaminasi alat – alat dan sarung tangan dengan
segera setelah selesai dipakai
9) Mencuci tangan
10) Ajarkan pada klien begaimana memeriksa benang AKDR
11) Minta klien menunggu diklinik selama 15 – 30 menit setelah
pemasangan AKDR.

2. Pencabutan AKDR
- Menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan
dan persilahkan klien untuk bertanya
- Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
- Memasukkan spekulum untuk melihat serviks dan
benang AKDR

118
- Mengusap serviks dan vagina dengan larutan
antiseptik 2 sampai 3 kali
- Meminta klien untuk tenang dan menarik nafas
panjang
- Jepit benang didekat serviks dengan menggunakan
klem lurus atau lengkung yang sudah didesinfeksi tingkat tinggi / steril
dan tarik benang pelan – pelan. Tidak boleh menarik dengan kuat.
AKDR biasanya dapat dicabut dengan mudah
- Untuk mencegah benangnya putus, tarik dengan
kekuatan tetap dan cabut AKDR dengan pelan – pelan
- Bila benag putus saat ditarik tetapi ujungnya masih
dapat dilihat maka jepit ujung AKDR tersebut dan tarik keluar

Check List: Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik Kelainan Sistem Reproduksi

Skor
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1. Persiapan
a. Memberi penjelasan dengan benar, jelas, lengkap dan
jujur tentang cara dan tujuan pemeriksaan serta efek
yang ditimbulkan
b. Menyuruh pasien mengosongkan rektum dan kandung
kemih, kemudian mempersilahkan untuk tidur dengan
posisi litotomi
c. Mempersiapkan alat termasuk mengatur pencahayaan
kemudian pemeriksa mencuci tangan dan memakai
sarung tangan steril secara aseptik
2. Melakukan Inspeksi dan Palpasi Genitalia Eksterna
a. Mons veneris : melihat adanya lesi atau pembengkakan
b. Rambut pubis : melihat pola nya dan adanya kutu pubis
c. Kulit vulva : melihat adanya kemerahan, eskoriasi,
massa, leukoplakia, atau pigmentasi. Palpasi : ada atau
tidaknya nyeri tekan
d. Memberitahukan pada pasien saat hendak membuka

119
labia : lesi peradangan, ulserasi, pengeluaran sekret,
parut, kutil, trauma, bengkak, perubahan atrofik atau
massa yang ditemukan
e. Klitoris : melihat ukuran dan adanya lesi
f. Melihat himen : ada/ tidak, gambaran himen
g. Inspeksi meatus uretra : apakah ada pus atau
peradangan? Jika ada pus, tentukan sumbernya
h. Palpasi kelenjar bartholin kiri dan kanan. Apakah ada
nyeri tekan, bengkak atau pus?
i. Pemeriksaan relaksasi pelvis : rektokel, sistokel,
penyemprotan urine
3. Pemeriksaan dengan Spekulum
a. Pemeriksan duduk diantara tungkai pasien
b. Memberitahukan pasien ketika akan melakukan
pemeriksaan dengan menggunakan spekulum
c. Memisahkan labia dengan satu jari
d. Dengan tangan kanan, memasukkan secara miring
spekulum yang masih tertutup dengan perlahan-lahan ke
dalam introitus di atas jari-jari kiri
e. Serviks : sekret, eritema, erosi, ulserasi, leukoplakia,
atau massa. Apa bentuk orifisium eksterna servicis? Apa
warna serviks?
f. Dinding vagina : massa, laserasi, leukoplakia, laserasi
permukaan, nyeri tekan
4. Palpasi Bimanual
a. Dokter berdiri diantara kedua tungkai pasien, lubrikasi
jeli dan memberitahukan pasien bahwa “pemeriksaan
dalam” akan segera dimulai
b. Labia dibuka lebar dengan jari telunjuk dan ibu jari
tangan kiri, jari telunjuk dan tengah tangan kanan
dimasukkan secara vertikal kedalam vagina. Kemudian
dilakukan penekanan ke bawah kearah perineum. Jari
keempat dan kelima kanan difleksikan ke dalam telapak
tangan. Ibu jari kanan di ekstensikan
c. Tangan kiri diletakkan diatas abdomen kira-kira
sepertiga jarak simfisis pubis dengan umbilikus dan
pergelangan tangannya tidak boleh difleksikan atau
disupinasikan
d. Tangan kanan (didalam vagina) mengangkat organ-organ
pelvis dan menstabilkannya
A. Palpasi Serviks dan Korpus Uterus
a. Memberitahukan pasien sebelum dilakukan perabaan
serviks
b. Melakukan palpasi serviks : konsistensinya (lunak,
keras, nodular, rapuh)?
c. Menggerakkan serviks ke berbagai arah. Serviks di
dorong ke belakang dan keatas kea rah tangan yang

120
berada di permukaan perut ketika tangan itu mendorong
ke bawah : gerakan terbatas/tidak, nyeri/tidak
d. Palapasi korpus uterus : posisi, ukuran, bentuk,
konsistensinya, mobilitas dan nyeri tekan. Tentukan
uterus anteversi, retroversi, membesar, keras dan
mobilitas. Apakah teraba ketidakteraturan? Apakah ada
nyeri tekan pada saat uterus digerakkan?
B. Palpasi Adneksa
a. Palpasi dilakukan di adneksa kanan dan kiri, perhatikan :
ukuran, bentuk, konsistensi, mobilitas dan nyeri tekan
struktur-struktur adneksa
b. Palpasi kavum Douglas : nyeri tekan dan nodularitas
5. Palpasi Rektovaginal
a. Memberitahukan pasien bahwa akan dilakukan
pemeriksaan vagina dan rektum
b. Tangan kanan masih didalam vagina, ditarik keluar
sedikit sehingga jari tengah tangan kanan secara
perlahan-lahan dimasukkan ke dalam rectum. Jari
telunjuk kanan diletakkan sejauh mungkin keatas
permukaan posterior vagina
c. Septum rektovagina di palpasi, apakah menebal atau
nyeri tekan? Apakah nodulus atau massa? Jari tengah
kanan harus meraba untuk mencari nyeri tekan, massa
atau ketidakteraturan dalam rectum
d. Memberitahukan pasien bahwa “pemeriksaan dalam”
sudah selesai dan bahwa tangan pemeriksa akan segera
dikeluarkan, perhatikan : darah/sekret disarung tangan
kemudian bersihkan sisa jelly pada pasien
6. Memberikan informasi mengenai hasil pemeriksaan
dan follow up lebih lanjut

Keterangan :
0: tidak dilakukan
1: dilakukan tetapi kurang sempurna
2: dilakukan dengan sempurna

Cakupan penguasaan ketrampilan:Skor total:…/63x100% =%

Banda Aceh…………2021

Instruktur

121
Check List: Pemasangan IUD

Skor
No Aspek yang dinilai
0 1 2
Prosedur Pemasangan IUD
1. Melakukan informed concern
Menyiapkan alat : cusco spekulum (cocor bebek),
tenakulum, sonde uterus, gunting benang, klem ovale dan
2.
IUD. Menyiapkan bahan : kasa steril, larutan antiseptik,
jelly, duk steril, sarung tangan
3. Memakai sarung tangan steril
Pasang speculum, oleskan jelly pada permukaan speculum
4. dan masukkan ke vagina untuk membantu melihat
permukaan serviks
Menilai apakah pasien layak untuk menggunakan IUD
5. dengan menyingkirkan adanya kelainan di vagina dan
serviks
Usap pemukaan serviks dengan larutan antiseptik
6.
secukupnya
Jepit bibir servik bagian anterior dengan tenakulum secara
7. hati-hati, tarik secara gentle untuk menstabilkan serviks
dan sedikit meluruskan posisi uterus

122
Masukkan sonde uterus dengan teknik “tidak menyentuh”
(no touch technique) secara gentle kedalam kavum uteri
8.
dengan sekali masuk tanpa menyentuh dinding vagina
ataupun bibir spekulum
Tentukan posisi dan kedalaman kavum uteri dan keluarkan
9.
sonde
10. Siapkan IUD, letakkan dipermukaan yang datar
11. Buka sebagian plastik penutupnya dan lipat ke depan
Masukkan lengan IUD didalam kemasan sterilnya, dengan
cara pegang kedua ujung lengan IUD, bengkokkan serta
12.
masukkan ke dalam tabung inserter, lengan IUD hanya
masuk sebagian dengan bagian copper tetap berada diluar
Geser leher biru pada tabung inserter yang masih berada
didalam kemasan sterilnya sesuai dengan panjang cavum
13. uteri. Lalu masukkan pendorong ke dalam tabung inserter
sampai menyentuh bagian terbawah IUD kemudian buka
seluruh plastik penutup kemasan
Angkat tabung IUD dari kemasannya seperti memegang
pensil (pencil grasp manner)dengan tetap pada posisi
14. horizontal dan masukkan IUD melalui orifisium uteri
eksternum ke dalam kavum uteri sampai leher biru
menyentuh serviks atau terasa adanya tahanan
Lepaskan lengan IUD dengan menggerakkan tabung
15.
inserter sampai ke pangkal pendorong
Tabung inserter didorong kembali ke dalam kavum uteri
sampai leher biru menyentuh serviks atau terasa adanya
16.
tahanan tanpa mendorong pendorong lalu keluarkan
pendorong
Tarik keluar sebagian tabung inserter, potong benang IUD
17.
kira–kira 3 – 4 cm panjangnya
Lepaskan tenakulum, jika tampak adanya perdarahan, beri
18. tekanan pada permukaan serviks dengan kasa, lalu lepaskan
spekulum
Buang bahan – bahan habis pakai yang terkontaminasi
19.
sebelum melepas sarung tangan.
Lakukan dekontaminasi alat – alat dan sarung tangan
20.
dengan segera setelah selesai dipakai
21. Mencuci tangan
Ajarkan pada pasien bagaimana memeriksa benang IUD
22.
setiap selesai haid

Keterangan :
0: tidak dilakukan
1: dilakukan tetapi kurang sempurna
2: dilakukan dengan sempurna

% Cakupan Keterampilan: Skor Total /44 x 100% = %

123
Banda Aceh…………2021

Instruktur

124

Anda mungkin juga menyukai