Anda di halaman 1dari 18

Gejala dan Penatalaksanaan Asma Bronkial pada Anak

Feby Sondang Junita S


10.2013.152/D5
Fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510
No. Telp (021) 5694-2061
feby.2013fk152@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh
berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyampitan luas saluran nafas bagian bawah
yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan. Serangan asma dapat
berupa sesak nafas ekspiratoir yang proksimal, berubah-ubah dengan suara wheezing dan batuk
yang disebabkan oleh konstriksi atau spasme otot bronkus, inflamasi mukosa bronkus dan produksi
lender kental yang berlebihan. Asma diturunkan secara poligenik dan multifaktoral.

Kata kunci: Asma, Batuk, Pernafasan.

Abstract

Asthma is a disease with the characteristics of the reaction increasing the trachea and bronchi by
various originators accompanied by the emergence of broad penyampitan the lower respiratory
tract that can change the degree spontaneously or with treatment. Asthma attacks can be blown
ekspiratoir proximal, changing with the sound of wheezing and coughing caused by constriction
or spasm of the bronchial muscle, bronchial mucosal inflammation and excessive production of
thick lenders. Asthma derived polygenic and multifaktoral.

1
Key words: Asthma, Cough, Respiratory.

Pendahuluan
Asma adalah suatu penyakit yang dapat menyerang segala usia, termasuk anak-anak. Asma
merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai
macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran napas bagian bawah.
Penyakit ini hilang–timbul, dengan waktu serangan yang pendek. Serangan dari asma sendiri ada
yang bersifat ringan, sedang, maupun berat. Meskipun asma bukan penyakit yang ditakuti karena
tidak menimbulkan banyak kasus kematian, namun tetap harus dilakukan terapi dan pencegahan
yang sesuai agar tidak terjadi gagal nafas.

Pada PBL kali ini didapati kasus tentang seorang anak laki-laki berusia 6 tahun yang dibawa
ibunya ke poliklinik RS karena sering batuk sejak 3 bulan yang lalu. Batuk terutama terjadi pada
malam hari dan tidak disertai demam. Anak telah sering dibawa berobat ke puskesmas namun
tidak banyak mengalami perubahan. Seminggu terakhir, batuk-pilek yang dialami anak semakin
sering. Berdasarkan kasus tersebut, maka pada makalah kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
asma pada anak. Semoga makalah ini dapat berguna bagi mahasiswa FK Universitas Kristen Krida
Wacana.

Pembahasan

Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan kepada pasien secara langsung apabila kondisinya
memungkinkan, namun dapat ditanyakan pula pada orang terdekat atau orang yang mengantar
pasien ke dokter. Sesuai dengan kasus, pertanyaan yang diajukan dapat meliputi identitas diri,
keluhan utama, sejak kapan keluhan utama muncul, keluhan lain yang mungkin dirasakan, riwayat
penyakit yang diderita saat ini, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, pengobatan
yang sudah dilakukan dan kondisi sosial ekonomi pasien.

Pertanyaan khusus yang dapat ditanyakan kepada pasien yang menderita asma, antara lain:
ditanyakan apakah wheezing hilang timbul (jika hilang timbul, ditanyakan timbulnya saat apa),
apakah disertai dengan sesak nafas maupun batuk (jika pasien mengelukan adanya batuk, tanyakan

2
juga frekuensi, warna dahak yang dikeluarkan, dan juga apakah disertai darah), apakah pasien
memiliki riwayat alergi, adakah riwayat infeksi saluran nafas, adakah kegiatan jasmani yang
dilakukan sebelum terjadi wheezing, riwayat pengobatan asma, riwayat PPOK (penyakit paru
obstruktif kronik); riwayat penyakit jantung; maupun penyakit kanker.1

Sesuai dengan kasus didapatkan hasil anamnesis sebagai berikut:

Usia : 6thn
Keluhan Utama : Batuk sejak 3 bulan yang lalu, terutama
pada malam hari. Seminggu terakhir
menjadi semakin sering.
Keluhan Lain : (-) demam
Riwayat Pengobatan : Berobat ke puskesmas, tapi tidak
banyak perubahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan meliputi pemeriksaan kesadaran, pemeriksaan tanda-
tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi:
tekanan darah, nadi, frekuensi napas, dan suhu badan. Pada inspeksi dilihat apakah bentuk dada
simetris, tertinggal pada gerakan napas, dan apakah trakea terletak ditengah. Hidung, rongga
mulut, hendaknya diperiksa bila ada sumbatan. Jika diperlukan sputum dapat diperiksa untuk
mencari adanya sel radang terutam eosinofil dan bakteri. Perhatikan apakah ada massa tumor,
edema, peninggian tekanan vena jugularis, dan pembesaran kelenjar getah bening.

Pada palpasi dilakukan perabaan untuk melihat adanya rasa nyeri, tumor/benjolan,
penyempitan/pelebaran sela iga, dan pergerakan thoraks. Pada pemeriksaan auskultasi,
didengarkan apakah ada bunyi patologis. Pada penderita asma akan didapatkan bunyi wheezing.
Bunyi wheezing dapat dikalsifikasikan menjadi dua yaitu lokal dan merata. Wheezing yang terjadi
lokal atau setempat mungkin disebabkan oleh obstruksi seperti pada karsinoma bronkus dan benda
asing atau stenosis yang menetap, sifat wheezingnya monotonal. Sedangkan wheezing yang
tersebar luas dapat disebabkan oleh bronchitis kronik, emfisema, atau penyakit paru obstruktif
kronik. Wheezing yang sifatnya intermiten (misalnya hanya pada malam hari/dini hari) mengarah

3
ke asma, sedangkan bila terjadi pada waku berbaring mungkim edema paru atau aspirasi.
Wheezing yang terjadi tiba-tiba dan lokal mungkin disebabkan oleh benda asing atau edema paru.1

Dari hasil pemeriksaan didapatkan:

Tanda-tanda vital : Normal

Inspeksi : Takipnea (pernafasan abnormal cepat dan dangkal)

Auskultasi : Wheezing

Pemeriksaan Penunjang
1. Uji Faal Paru
Uji faal paru dikerjakan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil provokasi bronkus,
menilai hasil pengobatan, dan mengikuti perjalanan penyakit. Pemeriksaan faal paru yang penting
pada asma ialah PEFR (peak expiratory flow rate), FEV1 (forced expiratory volume 1 second),
FVC (forced vital capasity), FEV1/FVC. Uji faal paru tidak selalu mudah dilakukan terutama pada
anak dibawah umur 5-6 tahun. Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya pada tiap
kunjungan. “Peak flow meter” adalah yang paling sederhana, sedangkan dengan spirometer
memberikan data yang lebih lengkap.2

FVC, PEFR, dan rasio FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu
ekspirasi paksa biasanya ditemukan, walaupun PEFR dan FEV1/FVC hanya berkurang sedikit.
Inflasi berlebihan yang biasanya gterlihat secara klinis akan digambarkan sebagai meningginya isi
total paru (TLC), isi kapasitas residu fungsional dan isi residu. Di luar serangan, faal paru tersebut
umumnya akan kembali normal kecuali pada asma yang berat.

Gambar 1. Gambaran Tes Fungsi Faal Paru pada Penderita Asma

4
2. Foto Rontgen Toraks
Pemeriksaan ini perlu dilakukan dan pada foto akan tampak corakan paru yang meningkat.
Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik. Atelektasis juga sering ditemukan.
Setiap anak penderita asma yang berkunjung pertama kalinya perlu dibuat foto rontgen parunya.
Foto ini dibuat terutama untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit lain. Foto perlu
diulang bila ada indikasi misalnya dugaan adanya pneumonia atau pneumotoraks. Rontgen foto
sinus paranasalis perlu juga bila asmanya sulit terkontrol.3

Gambar 2. Reversible Hyperinflation dengan Asma

3. Pemeriksaan Darah, Eosiinofil dan Uji Tuberculin


Pemeriksaan eosinofil dalam darah, secret hidung dan dahak dapat menunjang diagnosis asma.
Eosinofil dapat ditemukan dalam darah tepi, secret hidung dan sputum. Dalam sputum dapat
ditemukan Kristal Charcot-Leyden dan spiral Crushman. Bila ada infeksi mungkin akan
didapatkan pula lekositosis polimorfonukleus. Uji tuberculin penting bukan saja karena di
Indonesia masih banyak tuberculosis, tetapi juga karena kalau ada tuberculosis dan tidak diobati,
asmanya pun mungkin sukar dikontrol.3

4. Uji Kulit Alergi dan Imunologi

5
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusuk. Masing-masing cara mempunyai
keuntungan dan kerugiannya. Allergen yang digunakan adalah allergen yang banyak didapat di
daerahnya. Hasil positif harus dicocokkan dengan keadaan penderita sehari-hari. Bila ada
hubungan yang jelas baru uji kulit tersebut berarti. Kedua cara uji kulit alergi tersebut dapat
memberikan hasil positif palsu dalam presentase kecil dan mempunyai korelasi yang baik dengan
IgE yang beredar. Perlu diingat bahwa reaksi ini dapat ditekan dengan pemberian antihistamin.

Pemeriksaan IgE atau kalau mungkin IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan
menentukan pengelolaannya. Tetapi bila tidak dapat ditemukan kelainan ini diagnosis asma belum
dapat disingkirkan. Uji alergi kulit berguna untuk menunjukkan allergen yang potensial sebagai
pencetus. Hasil uji alergi kulit harus dihubungkan dengan keadaan klinis, dan bila cocok itulah
allergen pencetus yang sesuai.4

Differential Diagnosis
1. Bronkitis
Bronkitis adalah suatu keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai penyebab dengan gejala
batuk yang berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu berturut-turut dan atau berulang paling
sedikit 3X dalam 3 bulan dengan atau tanpa gejala respiratorik lainnya. Etiologinya dapat
disebabkan oleh Rhinovirus, Parainfluenza, Influenza, Adenovirus, Enterovirus, maupun bakteri
(H.influenza, Strep.pneumonia, Staf.aureus).2
Gejala utama yang terlihat pada pederiita bronkitis kronis adalah batuk baik yang produktif
maupun yang kering. Selain itu kadangkala ditemukan wheezing, rasa nyeri di dada, dan
memburuk saat malam hari. Karena itulah, pada anak yang datang dengan gejala seperti bronkitis
kronis, harus dipikirkan pula kemungkinan terjadinya asma. Williams dan McNicol pada tahun
1969 telah menemukan kesamaan klinis, patologi dan epidemologi antara bronkitis kronik dan
asma. Pengobatan yang dapat dilakukan antara lain dengan pemberian bronkodilator bila
berhubungan dengan asma dan antibiotik seperti ampisilin maupun eritromisin bila diperlukan.

6
Gambar 5. Gambaran Bronkiolus Penderita Bronkitis

2. Tuberkulosis (TB)
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut dengan TB paru. Tetapi kuman TB juga
bisa menyebar ke bagian atau organ lain dalam tubuh, dan TB jenis ini lebih berbahaya dari TB
paru. Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang dewasa.
Pada TB anak, permasalahan yang dihadapi adalah masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan
serta TB dengan keadaan khusus. Inspeksi, saat bernapas ada bagian yang tertinggal atau tidak,
ada tonjolan atau tidak dan sebagainya. Palpasi, meningkatnya fremitus menandakan konsolidasi.
Auskultasi, berkurangnya intensitas saluran napas, ronki kasar dan nyaring sesuai dengan obstruksi
parsial/ penyempitan aluran napas, ronki basah halus terdengar pada parenkim paru yang berisi
cairan. Pemeriksaan penunjang anara lain adalah uji tuberculin, merupakan komponen protein
kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada
seseorang yang telah terinfeksi TB, maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan.
Uji tuberkulin cara mantoux dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 ml PPD RT-23 2TU secara
intrakutan di bagian volar lengan bawah. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan.
Pengukuran dilakukan terhadap indurasi yang timbul. Jika tidak timbul indurasi sama sekali
hasilnya dilaporkan sebagai negative.
Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis, Gambaran
radiologis paru biasanya dijumpai pada tuberkulosis paru ialah, infiltrate pada bagian apex paru,
namun yang khas pada anak ialah terdapat kalsifikasi, pembesaran hilus. Pemeriksaan
mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan mikroskopik apusan langsung untuk
menemukan BTA, pemeriksaan biakan kuman M.tuberculosis dan pemeriksaan PCR, Pada anak

7
pemeriksaan mikroskopik langsung sulit dilakukan karena sulit mendapatkan sputum sehingga
harus dilakukan bilas lambung. Pada kultur hasil dinyatakan positif jika terdapat minimal 1 basil
perlapang pandang. Penatlaksanaan pada pasien anak pada umunya sama pemberian obat anti
tuberkulosis dengan dewasa, hanya saja pemberian dalam dosis yang berbeda. Untuk non medika
mentosa dengan penanganan gizi yang baik, mengadakan penyuluhan mengenai TBC, menjauhkan
anak dengan penderita TBC.

Working Diagnosis: Asma Bronkiale

Definisi

Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh
berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran napas bagian
bawah. Asma sendiri sebenarnya merupakan penyakit yang hilang–timbul, dengan waktu serangan
yang pendek.5

Epidemiologi

Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 4–5%
populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial terjadi pada
segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10
tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat
predisposisi laki-laki:perempuan = 2:1 yang kemudian menjadi sama pada usia 30 tahun.
Kira-kira 2–20% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada penyelidikan
menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak di Indonesia, namun diperkirakan berkisar
antara 5–10%. Dilaporkan di beberapa negara angka kejadian asma meningkat, misalnya di
Jepang. Australia dan Taiwan. Woolcock dan Konthen pada tahun 1990 di Bali mendapatkan
prevalensi asma pada anak dengan hiperreaktivitas bronkus 2,4% dan hiperreaktivitas bronkus
serta gangguan faal paru adalah 0,7%.6

8
Etiologi

Rangsangan yang dapat mencetus serangan asma dapat dikelompokkan dalam tujuh kategori
besar: alergenik, farmakologik, lingkungan, pekerjaan, infeksi, berhubungan dengan olahraga, dan
emosional. Alergen pada asma alergik bergantung pada respon IgE yang dikontrol oleh limfosit T
dan B dan diaktivasi oleh interaksi antigen dengan ikatan sel mast – IgE. Sebagian besar alergen
asma tersebar oleh udara, dan untuk menghasilkan status sensitivitas membutuhkan waktu yang
cukup lama. Setelah terjadi sensitisasi, pasien dapat menampakkan respon yang hebat, bahkan
kontak dalam hitungan menit dapat menghasilkan eksaserbasi signifikan pada penyakit ini. Asma
alergik biasanya musiman, paling banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
Sedangkan yang bukan musiman dapat ditimbulkan dari alergi terhadap bulu, serpihan kulit
binatang, kutu debu, jamur, dan antigen lingkungan lain yang ada secara kontinyu.2

Gambar 3. Beberapa Faktor Penyebab Asma

Rangsangan farmakologis juga dapat menyebabkan asma. Obat yang paling sering
berhubungan dengan fase akut asma adalah aspirin (NSAID), zat warna seperti tartazin, antagonis
ß-adrenergik, dan senyawa sulfit. Tipe yang sensitif aspirin terutama pada orang dewasa, walaupun
terdapat juga pada anak-anak. Terdapat reaktivitas silang antara aspirin dengan NSAID yang
menginhibisi prostaglandin G/H sintase 1. Pasien dengan sensitivitas terhadap aspirin dapat

9
didesensitisasi dengan pemberian aspirin harian, sehingga terjadi toleransi silang dengan NSAID
lainnya.2

Antagonis ß-adrenergik pada individ dengan asma dapat menghambat saluran napas dengan
meningkatkan reaktivitas saluran napas dan harus dihindari. Bahkan antagonis ß-adrenergik
selektif beta 1 memiliki kecenderungan tersebut dalam dosis yang lebih tinggi. Terdapat fakta
bahwa penggunaan lokal penghambat beta 1 pada mata untuk mengobati glaukoma berhubungan
dengan memburuknya asma. Senyawa sulfit, yang digunakan secara luas pada makanan dan
industri farmasi sebagai zat untuk sanitasi dan pengawet, dapat menimbulkan penyumbatan
saluran napas bagi orang yang sensitif. Paparan terjadi karena memakan makanan dan obat-obatan
yang mengandung zat-zat tersebut.

Faktor lingkungan juga diketahui dapat menimbulkan asma. Penyebab asma dari lingkungan
biasanya berkaitan dengan kondisi iklim yang meningkatkan konsentrasi polutan dan antigen
atmosfir. Kondisi ini terdapat pada wilayah indutri berat dan perkotaan padat dan seringkali
nerhubungan dengan perubahan suhu atau siluasi lain yang menimbulkan udara tidak mengalir.
Dalam keadaan ini, walaupun populasi secara umum dapat mengalami gangguan pernapasan,
pasien dengan asma dan penyakit pernapasan yang lain dapat terpengaruh lebih buruk.5

Pekerjaan seseorang bisa dihubungkan pula dengan terjadinya asma, sebab dari hasil laporan
diketahui bahwa bbstruksi saluran parnapasan akut dan kronis berkaitan dengan paparan sejumlah
besar senyawa yang digunakan dalam berbagai macam industri (umumnya senyawa dengan berat
molekul tinggi). Senyawa dengan berat molekul tinggi menimbulkan asma dengan menghasilkan
reaksi imunologis, sedangkan senyawa dengan berat molekul rendah merupakan senyawa yang
memiliki efek konstriktor bronkus.

Infeksi saluran napas merupakan rangsangan yang paling sering menimbulkan eksaserbasi akut
pada asma. Virus saluran napas dan bukan bakteri atau alergi terhadap mikroorganisme adalah
faktor etiologi yang paling utama. Pada anak yang masih kecil, penyebab infeksi yang paling
penting adalah virus pernapasan sinsisial dan virus parainfluenza. Pada anak yang lebih besar dan
orang dewasa, Rhinovirus dan virus influenza merupakan patogen yang dominan.

Kegiatan olahraga dapat pula menimbulkan asma. Biasanya serangan timbul setelahnya, dan
tidak timbul selama olahraga. Semakin tinggi tingkat ventilasi dan semakin dingin udara

10
menentukan parahnya obstruksi saluran napas. Mekanisme yang ditimbulkan oleh olahraga dalam
menimbulkan obstruksi berhubungan dengan hiperemia yang dipengaruhi suhu dan kebocoran
kapiler pada dinding saluran napas. Faktor psikologis yang dapat memperburuk atau meringankan
asma. Perubahan pada diameter saluran napas berhubungan dengan aktivitas eferen n.vagus, tetapi
mungkin juga endorfin memiliki peran. Peran faktor psikologis mungkin bervariasi antara satu
pasien dengan yang lain dan antara satu serangan dengan serangan yang lain.3

Patofisologi

Seperti telah dikemukakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya asma,
sehingga belum ada patogenesis yang dapat menerangkan semua penemuan pada penyakit asma.
Tampilan fisiologis dan klinis asma berasal dari interaksi antara jaringan dengan sel radang yang
berinfiltrasi pada epitel permukaan saluran napas, mediator radang, dan sitokin. Sel yang memiliki
peranan yang penting dalam respon radang adalah sel mast, eosinofil, limfosit, dan sel epitel
saluran napas. Sel mast dapat terangsang oleh berbagai pencetusan misalnya alergen, infeksi,
exercise, dan lain-lain.5

Setiap jenis sel tersebut dapat mengeluarkan mediator dan sitokin untuk menginisiasi dan
mengamplifikasi inflamasi akut dan juga perubahan patologis dalam jangka panjang. Mediator
yang dilepaskan menghasilkan reaksi radang yang cepat dan hebat dan menimbulkan konstriksi
bronkus, kongesti vaskular, pembentukan edema, meningkatkan produksi mukus, dan
menghambat transport mukosiliaris. Reaksi cepat tersebut dapat diikuti dengan reaksi yang kronis.

Eosinofil memiliki peran yang penting dalam komponen infiltratif. Interleukin (IL) 5
menstimulasi pelepasan sel-sel ini ke dalam sirkulasi dan bertahan. Jika telah teraktivasi, sel-sel
ini menjadi sumber kaya leukotrien, dan melepaskan protein granuler dan radikal bebas derivat
oksigen mampu merusak epitel saluran napas, kemudian masuk ke lumen bronkial dalam bentuk
badan Creola. Disamping menghilangkan fungsi sawar dan sekretori, kerusakan tersebut
merangsang pengeluaranan sitokin kemotaktik, yang menimbulkan peradangan lebih lanjut.

11
Gambar 4. Patofisiologi Asma

Gejala Klinis

Secara klinis asma dibagi dalam tiga stadium, yaitu Stadium I, II, dan III. Stadium I adalah
saat dimana terjadinya edema dinding bronkus dan batuk paroksismal karena iritasi dan batuk
kering. Sputum yang kental dan mengumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk
tersebut. Pada Stadium II, sekresi bronkus bertambah banyak dan batuk dengan dahak yang jernih
dan berbusa. Pada stadium ini anak akan mulai merasa sesak nafas berusaha bernafas lebih dalam.
Ekspirium memanjang dan terdengar bunyi mengi. Tampak otot nafas tambahan turut bekerja.2

Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan mungkin juga sela iga. Anak lebih senang
duduk dengan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat tidur atau kursi. Anak tampak
gelisah, pucat, dan sianosis sekitar mulut. Toraks membungkuk kedepan dan lebih bulat serta
bergerak lambat pada pernafasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung terjadi pernafasan
abdominal, retraksi suprasternal dan intercostal.2

Stadium III, obstruksi atau spasme lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga suara nafas
hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Juga
batuk seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi nafas mendadak meninggi.2

Pada anak, gambaran klinis asma dibagi menjadi 3 yaitu: asma episodic jarang, asma episodic
sering, dan asma kronik/presisten. Asma episodic jarang biasanya terdapat pada anak umur 3-6
tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi virus saluran nafas bagian atas. Banyaknya
serangan 3-4 kali dalam satu tahun. Lamanya serangan paling lama beberapa hari saja dan jarang
merupakan serangan yang berat. Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari.
Mengi dapat berlangsung sekitar 3-4 hari. Sedangkan batuk-batuknya dapat berlangsung 10-14

12
hari. Manifestasi alergi lainnya misalnya eksim jarang didapatkan pada golongan ini. Tumbuh
kembang anak biasanya baik. di luar derangan tidak ditemukan kelainan. Waktu remisi berminggu-
minggi sampai berbulan-bulan. Golongan ini merupakan 70-75% dari populasi asma anak.5

Asma episodic sering, 2/3 golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun.
Pada permulaan, serangan berhubungan denga infeksi saluran nafas akut. Pada umur 5-6 tahun
dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orangtua menghubungkan dengan
perubahan udara, adanya alerggen, aktivitas fisik dan stress. Banyak kasus yang tidak jelas
pencetusnya. Banyaknya serangan 3-4 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan beberapa hari
smapia beberapa minggu. Frekuensi serangan paling tinggi pada umur 8-13 tahun. Pada golongan
lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan golongan asma kronik atau persisten. Umumnya
gejala paling jelek terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur.
Pada golongan ini jarang ditemukan gangguan pertumbuhan.5

Pada 25% anak golongan asma presisten/kronik, serangan pertama terjadi sebelum umur 6
tahu, 75% sebelum umur 3 tahun. Lima puluh persen anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun
pertama dan pada 50% sisanya serangannya episodic. Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas
terjadinya obstruksi salura nafas yang persisten dan hampir selalu terdapat mengi tiap hari. Pada
malam hari sering terganggu oleh batuk dan mengi. Aktivitas fisik sering menyebabkan mengi.
Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang berat dan sering memerlukan perawatan rumah sakit.5

Penatalaksanaan

Pada serangan asma, tujuan tatalaksananya adalah untuk meredakan penyempitan jalan napas
secepat mungkin, mengurangui hipoksemia, mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal
secepatnya, dan untuk mencegah kekambuhan. Penanganan awal terhadap pasien adalah
pemberian β-agonis secara nebulisasi. Garam fisiologis dapat ditambahkan dalam cairan
nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dua kali lagi dalam selang 20 menit. Pada pemberian
ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik. Beberapa peneliti menganjurkan pemberian obat
antikolinergik bersama-sama dengan β-agonis pada saat serangan sedang dan berat.5

Serangan Ringan

13
Jika dengan sekali nebulisasi pasien menunjukkan respons yang baik (complete response),
berarti derajat serangannya ringan. Pasien diobservasi selama 1-2 jam, jika respons tersebut
bertahan (klinis tetap baik), pasien dapat dipulangkan. Yang harus diingat adalah, pasien harus
dibekali obat bronkodilator (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam. Pada keadaan tertentu
seperti jika pencetus serangannya adalah virus, dan ada riwayat serangan asma sedang/berat, maka
dapat ditambahkan steroid oral jangka pendek/shortcourse (3-5 hari). Pada anak asma episodic
sering dan asma persisten, obat controller (pengendali) harus tetap diberikan pada saat pasien
pulang.5

Serangan Sedang

Jika dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali, pasien hanya menunjukkan respons
parsial (incomplete respons), kemungkinan derajat serangannya sedang. Untuk itu perlu dinilai
ulang derajatnya sesuai pedoman di atas. Jika serangannya memang termasuk serangan sedang,
berikan oksigen 2 l/menit, kemudian pasien dobservasi dan ditangani di ruang rawat sehari. Pada
keadaan serangan sedang sebaiknya dipasang jalur parenteral untuk persiapan darurat. Pada
keadaan alat nebulizer tidak tersedia, maka sebagai alternative lain dapat digunakan inhaler (MDI=
Metered Dose Inhaler) yang dihubungkan dengan spacer.5

Serangan Berat

Bila dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidakm enunjukkan respons (poor
response), yaitu gejala dan tanda serangan masih ada, maka pasien harus diruang rawat inap.
Oksigen 2-4L/menit diberikan sejak awal termasuk saat nebulisasi. Pasang jalur parenteral dan
lakukan foto toraks, jika sejak penilaian awal pasin mengalami serangan berat, nebulisasi cukup
diberikan sekali langsung dengan β-agonis dan antikolinergik.5

Bila pasien menunjukkan gejala dan tanda ancaman henti napas, pasien harus langsung
dirawat di ruang rawat intensif. Untuk pasien dengan serangan berat dan ancaman hnti napas,
langsung dibuat foto rontgen toraks guna mendeteksi komplikasi pneumotoraks dan/atau
pneumomediastinum.

Pada tatalaksana di atas, terlihat bahwa peran nebulisasi sangat penting perannya pada saat
serangan asma. Namun sampai saat ini belum semua dokter memiliki alat nebulisasi di tempat

14
praktek maupun di klinik/rumah sakitnya, maka penggunaan obat adrenalin sebagai alternative
dapat digunakan. Adrenalin diberikan secara subkutan, dengan dosis 0,01 ml/kgBB/kali, dengan
dosis maksimalnya 0,3 ml/kali. Sesuai dengan panduan tatalaksana di IGD, adrenalin dapat
diberikan 3 kali berturut-turut dengan selangan 20 menit.

Komplikasi

Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi emfisema dan
mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan dan memanjang.
Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran jantung menyempit, corakan
hilus kiri dan kanan bertambah. entuk dada brung dapat dinilai dari
perbaikan pertumbuhannya.rang tua. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung
dara dan tampak sulkus Harrison.6
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi
atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah
menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus
menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status
asmatikus. Bila tidak dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagak
jantung, bahkan kematian.3

Prognosis

Prognosis jangka panjang asma anak pada umumnya baik. sebagian besar asma anak hilang
atau berkurang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma episodic jarang sudah menghilang
pada umur 10-14 tahun dan hanya 15% yang menjadi asma kronik pada umur 21 tahun. Dua puluh
persen asma episodic sering sudah tidak timbul pada masa akil baliq, 60% tetap sebagai asma
episodic sering dan sisanya sebagai asma episodic jarang. Hanya 5% dari asma kronik/persisten
yang dapat menghilang pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma episodic jarang. Secara
keseluruhan dapat dikatakan 70-80% asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun
asmanya sudah menghilang.

Pencegahan

15
Serangan eksaserbasi akut asma dapat dicegah dengan menghindari faktor pencetus asma yang
tergantung pada penyebab asma masing-masing pasien. Identifikasi dan penghindaran alergen di
rumah dan tempat kerja harus sebisa mungkin dilakukan. Penghindaran yang benar-benar terhadap
paparan tungau debu rumah, hewan-hewan peliharaan, dan faktor pekerjaan berhubungan dengan
perbaikan nyata pada gejala-gejala pernapasan, fungsi paru-paru dan hiperresponsivitas saluran
napas. Membuang hewan peliharaan, terutama kucing, dari dalam rumah akan sangat efektif bila
disertai pembersihan dan pencucian rumah untuk menghilangkan alergen yang mungkin tertinggal
yang bisa tetap berada pada konsentrasi yang cukup untuk merangsang asma dalam waktu yang
lama.

Kesimpulan

16
Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh
berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran napas bagian
bawah. Rangsangan yang dapat mencetus serangan asma antara lain: alergenik, farmakologik,
lingkungan, pekerjaan, infeksi, berhubungan dengan olahraga, dan emosional. Patofisiologi asma
terkait dengan terjadinya proses radang yang kemudian dengan cepat menimbulkan konstriksi
bronkus, kongesti vaskular, pembentukan edema, meningkatkan produksi mukus, dan
menghambat transport mukosiliaris. Pada anak, gambaran klinis asma dibagi menjadi: asma
episodic jarang, asma episodic sering, dan asma kronik/presisten. Penatalaksanaan asma ditujukan
untuk meredakan penyempitan jalan napas secepat mungkin, mengurangi hipoksemia,
mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya, dan untuk mencegah kekambuhan.

Daftar Pustaka

1. Setiati S, Purnamasari D, Rinaldi I, Ranitya R, Pitoyo CW. Lima puluh masalah kesehatan di
bidang ilmu penyakit dalam. Edisi 2. Jakarta; FKUI; 2012.h.202-5.
2. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Ilmu kesehatan anak. Edisi 11. Jakarta;
Infomedika; 2010.h.1198-228.
3. Isselbacher. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. Edisi 13. Volume 3. Editor Edisi
bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 2010. h. 50-5.
4. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson textbook of pediatrics. Edisi 15. Jakarta; EGC;
2013.h.775-90.
5. Supriyanto B. Tatalaksana serangan asma pada anak. Dalam: Departemen ilmu kesehatan
anak FKUI. Edisi 1. Jakarta; Balai penerbit FKUI; 2014.h.60-9.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di
Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2014. h. 70-9.

17
Tugas

 Apakah penyakit asma merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh faktor genetik ? Dan
apakah selalu diturunkan kepada anaknya?
- Faktor genetik atau keturunan yaitu faktor yang dapat terjadi pada semua orang
dan semua golongan umur sejak bayi sampai berusia lanjut,resiko terbesar terjadi
pada anak yang diturunkan oleh orang tuanya.misalnya anak menderita penyakit
asma ternyata mempunyai orang tua ( Ayah/Ibu) atau sudara
(kakak,adik,paman,bibi) yang menderita asma.
- Gen kandidat yang di duga berhubungan dengan penyakit asma, serta penyakit
yang terkait dengan penyakit asma sangat banyak. Gen MHC manusia yang
sampai saat ini masih merupakan kandidat Gen yang banyak dipelajari dalam
kaitannya dengan asma. HLA-DR merupakan MHC (major histocompabillity
complex) kelas II, suatu reseptor permukaan sel yang disandikan oleh kompleks
antigen leukosit manusia ( HLA / Human Leukocyete antigen) yang terletak pada
kromosom 6 daerah 6P 21.31.7

18

Anda mungkin juga menyukai