Anda di halaman 1dari 16

Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST

William Alexander Setiawan

102010098, C1

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna utara no.6 Kebon Jeruk, Jakarta

William.alexanders@yahoo.com

Pendahuluan1

ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat
insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor
dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG.
STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran
darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi oksigen dan mati.

Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap di negara maju. Laju
mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum
pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir,
sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama
setelah IMA.

Anamnesis1

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara cermat apakah
nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang berasal dari
jantung perlu dibedakan apakah nyerinya berasal dari coroner atau bukan. Perlu dianamnesis pula
apakah ada anamnesis infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara lain hipertensi,
diabetes mellitus, dyslipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung coroner pada keluarga.

Keluhan yang biasanya dirasakan pasien antara lain nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit
di daerah prekordial, retrosternal dan menjalar ke lengan kiri, lengan kanan dan ke belakang
interskapuler. Rasa nyeri seperti dicekam, diremas-remas, tertindih benda padat, tertusuk pisau atau

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 1


seperti terbakar. Kadang-kadang rasa nyeri tidak ada dan penderita hanya mengeluh lemah, banyak
keringat, pusing, dan palpitasi.

Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas
fisik berat, stress emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari
atau malam, irama sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

Angina Pectoris2

Angina pectoris adalah nyeri hebat yang berasal dari jantung dan terjadi sebagai respons
terhadap suplai oksigen yang tidak adeuat ke sel-sel miokardium. Nyeri angina dapat menyebar ke
lengan kiri, ke punggng, ke rahang, atau ke daerah abdomen. Pada saat beban kerja suatu jaringan
meningkat, kebutuhan oksigennya juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada jantung
yang sehat, arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke
otot jantung, akan tetapi bila arteri koroner mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis
dan tidak dapat berdilatasi, dan kemudian terjadi iskemia miokardium dan sel-sel miokardium mulai
menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energy. Proses pembentukan energy ini
sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH
miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris.

Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara cepat dan tepat apakah
pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang salah, dalam jangka panjang dapat
menyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA.
Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada lainnya, karena gejala ini merupakan petanda awal
dalam pengelolaan pasien IMA.

Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:

1. Lokasi : substernal, retrosternal, dan precordial


2. Sifat nyeri : rasa ditekan, terbakar, ditindih benda berat, ditusuk, diperas, dan dipelintir
3. Penjalaran : lengan kiri dan/atau kanan, leher, rahang bawah, gigi, punggung, dan perut
4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat
5. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan
6. Gejala penyerta : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, dan lemas

Jenis angina2

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 2


Angina stabil, juga disebut angina klasik, terjadi sewaktu arteri koroner yang aterosklerotik tidak
dapat berdilatasi untuk meningkatkan aliran darah saat terjadi peningkatan kebutuhan oksigen.
Peningkatan kerja jantung dapat menyertai aktivitas fisik seperti berolahraga atau naik tangga. Pajanan
dingin juga dapat meningkatkan kebutuhan metabolic jantung dan merupakan stimulan kuat untuk
terjadi angina klasik. Stress mental, termasuk stress yang terjadi akibat rasa marah juga dapat
mencetuskan serangan angina. Nyeri ada angina ini biasanya menghilang saat individu yang
bersangkutan menghentikan aktivitasnya.

Angina Prinzmetal terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung, dan pada kenyataannya
sering terjadi pada saat istirahat atau tidur. Pada angina ini, suatu arteri koroner mengalami spasme yang
menyebabkan iskemia jantung di bagian hilir. Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan
aterosklerosis. Pada lain waktu, arteri koroner tidak tampak mengalami sklerosis. Ada kemungkinan
bahwa walaupun tidak jelas tampak lesi pada arteri, dapat terjadi kerusakan lapisan endotel yang samar.
Hal ini menyebabkan peptide vasoaktif memiliki akses langsung ke lapisan otot polos dan menyebabkan
kontraksi arteri koroner. Disritmia sering terjadi pada angina varian.

Angina tidak stabil merupakan kombinasi angina klasik dan angina varian, dan dijumpai ada
individu dengan penyakit arteri koroner yang memburuk. Angina ini biasanya menyertai peningkatan
beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat aterosklerosis koroner, yang ditandai
perkembangan thrombus yang mudah mengalami spasme. Terjadi spasme sebagai respons terhadap
peptide vasoaktif yang dikeluarkan trombosit yang tertarik ke area yang mengalami kerusakan.
Konstriktor paling kuat yang dilepaskan oleh trombosit adalah tromboxan dan serotonin, serta factor
pertumbuhan dari trombosit (platelet derived growth factor, PDGF). Seiring dengan pertumbuhan
thrombus, frekuensi dan keparahan serangan angina tidak stabil meningkat dan individu berisiko
mengalami kerusakan jantung ireversibel. Angina tak stabil termasuk gejala infark miokard pada sindrom
koroner akut dan memerlukan tindakan klinis yang menyeluruh, kadang-kadang termasuk perawatan di
rumah sakit.

Pemeriksaan fisik1

Penderita nampak sakit, muka pucat, kulit basah dan dingin. Tekanan darah bisa tinggi, normal
atau rendah. Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal, irama gallop. Kadang-kadang
ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 3


Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat
disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat
adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf
simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan
hiperaktivitas saraf parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).

Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikel adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi
jantung pertama dan split paradoksal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau
late sistolik apical yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial
friction rub. Peningkatan suhu sampai 38C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.

EKG1

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau
keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan
di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti
kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk
dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tetapi pasien tetap
simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan
EKG 12 sadapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi
segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi
kemungkinan infark pada ventrikel kanan.

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi
gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil menetap
menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat
sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. pasien
tersebut biasanya mengalami angina pectoris tak stabil atau NSTEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi
ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah infark
miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan
infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan
gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran patologis EKG dengan lokasi infark
(mural/transmural) sehingga terminology IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA
mural/transmural.

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 4


Pemeriksaan laboratorium1,2

Pemeriksaan EKG memegang peranan penting dalam mendiagnosa AKS. Pemeriksaan yang
sederhana, murah tapi mempunyai nilai klinis yang tinggi. Pada APTS/Non Q infark, perubahan berupa
adanya ST segmen depresi atau T inversi, Hal ini harus dibedakan dengan tanda hipertropi ventrikel kiri.
Pada akut infark dengan gelombang Q, didapat adanya ST segemen Elevasi, yang pada jam awal masih
berupa hiperakut T (gelombang T tinggi) yang kemudian berubah menjadi ST elevasi. Adanya new
RBBB/LBBB juga merupakan tanda perubahan ECG pada infark gelombang Q.

Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menghasilkan perubahan
gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik, lebih
serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST. Pada infark, miokard
yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara normal, mengakibatkan elevasi
segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin iskemik disekitar area nekrotik,
gelombang Q terbentuk.

Area nekrotik adalah jaringan parut yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan
menggambarkan perubahan gelombang T saat iskemik terjadi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST
disertai dengan gelombang T tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T
membaik. Sesuai dengan umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.

Daerah infark perubahan EKG yaitu adanya:

1. Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3-V4, perubahan resiprokal (depresi ST) pada lead II, III,
aVF
2. Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal (depresi ST) V1-V6, I, aVL
3. Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5-V6
4. Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama gelombang R pada V1-V2,
ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior.

Pemeriksaan radiologi tidak banyak menolong untuk menegakan diagnosis infark miokard akut.
Walau demikian akan berguna bila ditemukan adanya bendungan pada paru (gagal jantung). Kadang-
kadang dapat dilihat adanya kardiomegali.

Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan menggunakan test enzim
jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB (CKMB) dan laktat dehidrogenase (LDH).11,12

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 5


Berbagai penelitian penggunaan test kadar serum Troponin T (TnT) dalam mengenali kerusakan
miokardium akhir-akhir ini telah dipublikasikan.

TnT adalah struktur protein serabut otot serat melintang yang merupakan subunit troponin yang
penting, terdiri dari dua miofilamen. Yaitu filament tebal terdiri dari miosin, dan filamen tipis terdiri dari
aktin, tropomiosin dan troponin. Kompleks troponin yang terdiri atas: troponin T, troponin I, dan
troponin C. cTnT merupakan fragmen ikatan tropomiosin. cTnT ditemukan di otot jantung dan otot
skelet, kadar serum protein ini meningkat di penderita IMA segera setelah 3 sampai 4 jam mulai
serangan nyeri dada dan menetap sampai 1 sampai 2 minggu.

Bila penderita yang tidak disertai perubahan EKG yang karakteristik ditemui cTnT positif, hal
tersebut merupakan risiko serius yang terjadi dan terkait koroner. Dengan demikian cTnT dapat
digunakan sebagai kriteria dalam menentukan keputusan terapi.

Enzim jantung antara lain: CK dan CK-MB biasanya mulai meningkat 6 sampai 10 jam setelah
kerusakan sel miokardium. Puncaknya 14 sampai 36 jam dan kembali normal setelah 48 sampai 72 jam.
Di samping CK, CK-MB, aktivitas LDH muncul dan turun lebih lambat melampaui kadar normal dalam 36
sampai 48 jam setelah serangan IMA, yang mencapai puncaknya 4 sampai 7 hari dan kembali normal 8
14 hari setelah infark.

Selama serangan, sel-sel otot jantung mati dan pecah sehingga protein-protein tertentu keluar
masuk aliran darah. Kreatinin Pospokinase (CPK) termasuk dalam hal ini CPK-MB terdetekai setelah 6-8
jam, mencapai puncak setelah 24 jam dan kembali menjadi normal setelah 24 jam berikutnya. LDH
(Laktat Dehidrogenisasi) terjadi pada tahap lanjut infark miokard yaitu setelah 24 jam kemudian
mencapai puncak dalam 3-6 hari. Masih dapat dideteksi sampai dengan 2 minggu. Iso enzim LDH lebih
spesifik dibandingkan CPK-MB akan tetapi penggunaan klinisnya masih kalah akurat dengan nilai
Troponin, terutama Troponin T.

Seperti yang kita ketahui bahwa ternyata isoenzim CPK-MB maupun LDH selain ditemukan pada
otot jantung juga bisa ditemukan pada otot skeletal. Troponin T & I protein merupakan tanda paling
spesifik cedera otot jantung, terutama Troponin T (TnT). Tn T sudah terdeteksi 3-4 jam pasca kerusakan
miokard dan masih tetap tinggi dalam serum selama 1-3 minggu. Pengukuran serial enzim jantung diukur
setiap selama tiga hari pertama; peningkatan bermakna jika nilainya 2 kali batas tertinggi nilai normal.

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 6


Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar X pada jantung dan
pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan letak sumbatan pada arteri
koroner. Kateter dimasukkan melalui arteri pada lengan atau paha menuju jantung. Prosedur ini
dinamakan kateterisasi jantung, yang merupakan bagian dari angiografi koroner. Zat kontras yang terlihat
melalui sinar X diinjeksikan melalui ujung kateter pada aliran darah. Zat kontras itu pemeriksa dapat
mempelajari aliran darah yang melewati pembuluh darah dan jantung Jika ditemukan sumbatan,
tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri
tersebut. Kadang-kadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri untuk menjaga
arteri tetap terbuka.

Diagnosis Banding2

Angina prinzmetal terjadi karena vasospasme pada arteri atherosklerotik, biasanya sering terjadi
pada tempat-tempat yang rawan terjadi sumbatan. Rasa sakit terjadi biasanya saat istirahat, sering pada
malam hari, dan cukup respon pada pengobatan. Angina tipe ini biasanya berhubungan dengan plak
atherosklerotik, sehingga terjadinya angina prinzmetal bisa menjadi kemungkinan terjadinya miokard
infark.

Diagnosis1

1. Riwayat dan pemeriksaan fisik yang baik, termasuk riwayat penyakit jantung pada keluarga,
penting terutama untuk mendiagnosis pada pasien yang dianggap berisiko rendah
2. Tekanan darah mungkin berkurang atau normal bergantung daerah luasnya kerusakan dan
keberhasilan reflex baroreseptor. Kecepatan denyut jantung biasanya meningkat. Bunyi jantung 4
mungkin terdengar
3. EKG dapat memperlihatkan perubahan akut pada gelombang ST dan T seiiring dengan terjadinya
infark. Dalam 1 atau 2 hari infark, terjadi pendalaman gelombang Q. walaupun perubahan
gelombang ST dan T akan menghilang seiring dengan waktu, perubahan gelombang Q menetap
dan dapat digunakan untuk mendeteksi infark sebelumnya
4. Timbul gejala infalamasi sistemik, termasuk demam, peningkatan jumlah leukosit dan LED.
Tanda-tanda ini dimulai sekitar 24 jam setelah infark dan bisa menetap hingga 2 minggu
5. Kadar enzim-enzim jantung (CK, SGOT, LDH) meningkat di dalam serum akibat kematian sel
miokardium
6. Kadar troponin T dan I dapat didetesi dalam 15-20 menit. Mioglobin terdeteksi dalam 1 jam dan
memuncak dalam 4-6 jam setelah infark

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 7


Etiologi2

Terlepasnya suatu plak aterosklerotik dari salah satu arteri koroner, dan kemudian tersangkut di
bagian hilir yang menyumbat aliran darah ke seluruh miokardium yang diperdarahi oleh pembuluh
tersebut, dapat menyebabkan infark miokard. Infark miokard juga dapat terjadi apabila lesi trombotik
yang melekat ke suatu arteri yang rusak menjadi cukup besar untuk menyumbat secara total aliran ke
bagian hilir, atau apabila suatu ruang jantung mengalami hipertrofi berat sehingga kebutuhan oksigen
tidak dapat terpenuhi

Epidemiologi3

Di Indonesia data lengkap PJK belum ada. Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun
1992, kematian akibat penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk umur di atas 40
tahun. SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan kematian akibat penyakit
kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya semakin meningkat (25%)
dibandingkan dengan SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan di rumah sakit (RS)
selama 5 tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6
dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus menempati urutan pertama di
antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka kesakitannya berkisar antara 30 sampai 36,1%. Kejadian
sindrom koroner akut menunjukkan laki-laki lebih rawan terkena untuk sekitar umur 70 tahun atau lebih.
Semakin bertambah umur, semakin bertambah pula risiko terkena sindrom koroner akut ini.

Patofisiologi1,2

Infark Miokard adalah kematian sel-sel miokardium yang terjadi akibat kekurangan oksigen
berkepanjangan. Hal ini adalah respons leral terakhir terhadap iskemia miokard yang tidak teratasi. Sel-
sel miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen. Setelah periode ini,
kemampuan sel untuk menghasilkan ATP secara aerobic lenyap, dan sel tidak dapat memenuhi
kebutuhan energinya. Tanpa ATP, pompa natrium kalium berhenti dan sel terii ion natrium dan air yang
akhirnya menyebabkan sel pecah (lisis). Dengan lisis, sel melepaskan simpanan kalium intrasel dan enzim
intrasel, yang mencederai sel-sel di sekitarnya. Protein intrasel mulai mendapat akses ke sirkulasi
sistemik dan ruang interstisial dan ikut menyebabkan edema dan pembengkakan intertisial dan ikut
menyebabkan edema dan pembengkakan interstisial di sekitar sel miokardium. Akibat kematian sel,
tercetus reaksi inflamasi. Di tempat inflamasi, terjadi penimbunan trombosit dan pelepasan factor

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 8


pembekuan. Terjadi degranulasi sel mast yang menyebabkan pelepasan histamine dan berbagai
prostaglandin. Sebagian bersifat vasokonstriktif dan sebagian merangsang pembekuan (tromboksan).

Dengan dilepaskannya berbagai enzim intrasel dan ion kalium serta penimbunan asal laktat, jalur
hantaran listrik jantung terganggu. Hal ini dapat menyebabkan hambatan depolarisasi atrium atau
ventrikel, atau terjadinya disritmia. Dengan matinya sel otot, dan karena pola listrik jantung berubah,
pemompaan jantung menjadi kurang terkoordinasi sehingga kontraktilitasnya menurun. Volume
sekuncup menurun sehingga terjadi penurunan tekanan darah sistemik. Penurunan tekanan darah akan
merangsang respons baroreseptor, sehingga terjadi pengaktifan system saraf simpatis, system rennin-
angiotensin-aldosteron (RAAS), dan peningkatan pelepasan hormone antidiuretik. Hormone stress (ACTH
dan kortisol) juga dilepaskan, disertai peningkatan produksi glukosa, pengaktifan system saraf
parasimpatis berkurang. Dengan berkurangnya perangsangan saraf parasimpatis dan meningkatnya
perangsangan saraf simpatis ke nodus SA, kecepatan denyut jantung meningkat. Demikian juga,
perangsangan simpatis dan angiotensin pada arteriol menyebabkan aliran darah ke ginjal berkurang
sehingga urine berkurang dan ikut merangsang RAAS. Konstriksi arteriol menyebabkan penurunan
tekanan kapiler sehingga menurunkan gaya-gaya yang mendorong filtrasi. Reabsorpsi netto cairan
interstisial terjadi sehingga volume plasma meningkat dan aliran balik vena meningkat. Sintesis
aldosteron merangsang volume plasma. Perangsangan simpatis ke kelenjar keringat dan kulit
menyebabkan individu berkeringat dan merasa dingin.

Secara singkat, semakin banyak darah (peningkatan preload) disalurkan ke jantung, jantung akan
memompa lebih cepat untuk melawan arteri yang menyempit (peningkatan afterload) yang
menyebabkan meningkatnya beban kerja jantung yang telah rusak. Kebutuhan oksigen jantung
meningkat. Hal ini dapat sangat merugikan karena masalah awal yang menyebabkan infark miokard
adalah insufisiensi suplai oksigen ke sel-sel jantung. Karena reflex tersebut semakin meningkatkan
kebutuhan oksigen pada jantung yang rusak, semakin banyak sel jantung yang mengalami hipoksia.
Apabila kebutuhan oksigen dari lebih banyak sel tidak dapat dipenuhi, maka terjadi perluasan daerah
zona sel yang cedera dan iskemik di sekitar zona nekrotik. Sel-sel yang mengalami cedera dan iskemik ini
beresiko ikut mati. Kamampuan memompa jantung semakin berkurang dan terjadi hipoksia semua
jaringan dan organ, termasuk bagian jantung yang masih sehat. Akhirnya, karena darah dipompa secara
tidak efektif dan kacau maka darah mulai mengalir secara lambat dalam pembuluh jantung. Hal ini,
disertai akumulasi trombosit dan factor pembekuan lainnya yang meningkatkan risiko pembentukan
bekuan darah.

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 9


STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi
trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau
ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural
pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid
rich core).

Infark miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium sampai
epikardium, disebut infark transmural.namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut
infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan, infark sudah dapat terjadi pada
subendokardium, dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural.
Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam.
Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses remodeling miokard yang mengalami injury terus
berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark
mengalami dilatasi.

Gejala Klinis1,2

Keluhan utama adalah nyeri yang (biasanya) mendadak, sering digambarkan memiliki sifat
meremukan dan parah, dan cenderung menyebar ke lengan kiri, leher, rahang, perut, dan punggung.
Walau sifatnya dapat ringan, tapi rasa sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam. Jarang ada
hubungannya dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat.

Terjadi mual dan muntah terkait dengan rasa sakit yang diderita, perasaan lemas akibat
penurunan aliran darah ke otot, kulit yang dingin, pucat akibat vasokonstriksi simpatis, pengeluaran
urine menurun akibat penurunan aliran darah ke ginjal akibat peningkatan hormon aldosteron dan ADH,
takikardia akibat peningkatan stimulasi simpatis jantung, keadaan mental berupa perasaan sangat cemas
disertai perasaan mendekati kematian sering terjadi, mungkin berhubungan dengan pelepasan hormone
stress dan ADH

Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Kulit
terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin. Volume dan denyut nadi cepat,

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 10


namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering
dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa
minggu, tekanan darah kembali normal.

Dari auskultasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga
sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh
diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan intensitas suara
jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung.

Faktor Resiko3

Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:

1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa dan warna kulit
4. Genetik

Faktor yang dapat dimodifikasi:

1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Obesitas
6. Kurang gerak dan kurang olahraga
7. Konsumsi kontrasepsi oral

Penatalaksanaan Medikamentosa2,4

Turunkan resiko yang dapat dirubah. Perubahan moderat beberapa factor risiko lebih efektif
dibandingkan penurunan mayor satu factor resiko.

Tatalaksana bisa menggunakan konsep akronim ABCDE

1. A untuk antiplatelet, antikoagulan, ACE-inhibitor, Angiotensin II reseptor blocker


2. B untuk beta-blocker dan tekanan darah (blood pressure)
3. C untuk cholesterol dan rokok (Cigaette smoking cessation)
4. D untuk Diet dan DM
5. E untuk exercise

Hal-hal yang harus dilakukan untuk pasien jantung:

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 11


1. Kurangi aktivitas fisik
2. Resusitsi jantung-paru diperlukan apabila terjadi fibrilasi jantung atau henti jantung
3. Infuse intravena atau intrakoroner segera dengan obat trombolitik, sebaiknya paling bagus
sampai 1 jam setelah infark
4. Diberikan oksigen untuk meningkatkan oksigenasi darah
5. Obat untuk menghilangkan nyeri (morfin atau meperidin) Karena rasa sakit merangsang saraf
simpatis dan memberikan efek stress mental. Morfin juga bersifat vasodilator
6. Pemberian diretik untuk meningkatkan liran darah ke ginjal. Hl ini mempertahankan fungsi ginjal
dan menurunkan volume darah, peningkatan aliran darah ke ginjal juga menurunkan pelepasan
renin
7. Obat digitalis untuk tingkatkan kontraktilitas jantung
8. Operasi bypass

Prognosis5

Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA:

1. Klasifikasi Killip berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana; S3 gallop, kongesti paru, dan
syok kardiogenik
2. Klasifikasi Forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan pulmonary
capillary wedge pressure (PCWP)
3. TIMI risk score adalah sistem prognostic paling akhir yang menggabungkan anamnesis sederhana
dan pemeriksaan fisis yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi trombolitik

Tabel 1. Klasifikasi Killip pada Infark Miokard Akut


Klas Definisi Mortalitas (%)
I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6
II + S3 dan/atau ronki basah 17
III Edema paru 30-40
IV Syok kardiogenik 60-80

Tabel 2. Klasifikasi Forrester untuk Infark Miokard Akut


Klas Indeks Kardiak (L/min/m2) PCWP (mmHg) Mortalitas (%)
I > 2,2 < 18 3
II > 2,2 > 18 9
III < 2,2 < 18 23
IV < 2,2 >18 51

Tabel 3. Risk Score untuk Infark Miokard dengan Elevasi ST (STEMI)

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 12


Faktor Risiko (Bobot) Skor Risiko/Mortalitas 30 hari (%)
Usia 65-74 tahun (2 poin) 0 (0,8)
Usia >75 tahun (3 poin) 1 (1,6)
Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2 (2,2)
Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (3 poin) 3 (4,4)
Frekuensi jantung > 100 mmHg (2 poin) 4 (7,3)
Klasifikasi Killip II-IV (2poin) 5 (12,4)
Berat < 67 kg (1 poin) 6 (16,1)
Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 7 (23,4)
Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 8 (26,8)
Skor risiko = total poin (0-14) > 8 (35,9)

Komplikasi1

Ada beberapa komplikasi dari STEMI. Yang pertama adalah disfungsi ventrikular. Setelah
STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen
yang mengalami infrak dan non infrak. Proses ini disebut remodeling ventrikular dan umumnya
mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark.
Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark.
Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional
dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran
dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infrak pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan
penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan
vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi <40% tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung,
inhibitor ACE harus diberikan.

Kedua adalah gangguan hemodinamik. Gagal pemompaan merupakan penyebab utama


kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai
adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering
dijumpai kongesti paru.

Ketiga adalah syok kardiogenik. Hanya 10% pasien syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk,
sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik
mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 13


Keempat adalah infark ventrikel kanan. Sekitar sepertiga pasien dengan infark inferoposterior
menunjukkan sekurang-kurangnya nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark
terbatas primer pada ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan secara klinis menyebabkan tanda gagal
ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa
hipotensi. Elevasi segemen ST pada sadapan EKG sisi kanan, terutama sadapan V4R, sering dijumpai
dalam 24 jam pertama pasien infark ventrikel kanan. Terapi terdiri dari ekspansi volume untuk
mempertahankan preload ventrikel kanan yang adekuat dan upaya untuk meningkatkan tampilan
dengan reduksi Pulmonary Capillary Wedge dan tekanan arteri pulmonalis.

Kelima adalah aritmia pasca STEMI. Insiden aritmia pasca infrak lebih tinggi pada pasien segera
setelah onset gejala. Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf
autonom, gangguan elektrolit, iskemia dan perlambatan konduksi di zona iskemia miokard.

Keenam adalah ekstrasistol ventrikel. Depolarisasi prematur ventrikel sporadis yang tidak sering,
dapat terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif
dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI dan pencegahan fibrilasi ventrikel dan
harus diberikan rutin kecuali terdapat kontraindikasi. Hipokalemi dan hipomagnesimia merupakan faktor
risiko fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI.

Ketujuh adalah takikardia dan fibrilasi ventrikel. Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan
fibrilasi ventrikular dapat terjadi tanpa tanda bahaya aritmia sebelumnya. Komplikasi lainnya adalah
ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel, dan perikarditis.

Kedelapan adalah aneurisma ventrikel yang terjadi pada 10-20% kasus. Komplikasi serius berupa
gagal jantung, angina, aritmia, dan emboli dari trombi dalam aneurisma. Bisa ada pembesaran jantung
dan denyut jantung abnormal. Adanya denyut abnormal ini ditandai oleh elevasi segmen ST yang
menetap dalam kesembuhan.

Penatalaksanaan Fisioterapi4

Manajemen fisioterapi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pada tahap in patient, tahap out
patient, dan yang terakhir tahap long-term maintenance. Selama fase inpatient, tujuan intervensi
fisioterapi adalah mencegah atau menangani sequelae dari bed rest. Teknik-teknik yang digunakan
bertujuan untuk mencegah kolaps paru dan membantu mengembalikan aktivitas secara mandiri dengan

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 14


bantuan sederhana. Aktivitas harus ditingkatkan secara perlahan dan mencakupkan program latihan dan
mobilisasi sehingga pada saat pasien keluar dari rumah sakit, pasien mampu melakukan aktivitas sehari-
hari secara mandiri.

Pada tahap outpatient, lanjutan fisioterapi untuk pasien jantung bisa dilakukan dengan edukasi
dan sesi latihan sekali atau lebih per minggu selama 1-2 bulan, yang disertai dengan latihan di rumah,
atau bisa juga dibuatkan program latihan berbasis-rumah agar lebih memudahkan pasien.

Latihan long term maintenance untuk pasien jantung sekarang telah banyak tersedia. Banyak
pasien yang termotivasi untuk melakukan program latihan bersama pasien jantung lainnya.

Adapun modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan pasien gagal jantung kongestif
antara lain:

1. Breathing exercise
Merupakan latihan yang bertujuan untuk memberikan latihan pernafasan, pada kasus ini untuk
meningkatkan volume paru selama bed rest, pemberian breathing exercise dapat memperlancar
jalannya pernafasan. Latihan pernafasan ini dilakukan bila pasien mampu menerima instruksi
dari fisioterapis. Latihan pernafasan ini juga dapat digunakan untuk relaksasi, mengurangi stress,
dan ketegangan.
2. Passive movement
Adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan yang dihasilkan oleh tenaga/kekuatan dari
luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri
atau toleransi pasien. Efek pada latihan ini adalah memperlancar sirkulasi darah, relaksasi otot,
memelihara dan meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot, mencegah perlengketan
jaringan.
3. Active movement
Merupakan gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu sendiri. Gerak yang dalam
mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan
secara sadar dengan perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti
relaksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri. Disamping itu gerak dapat menimbulkan
pumping action pada kondisi oedem sering menimbulkan keluhan nyeri, sehingga akan
mendorong cairan oedem mengikuti aliran ke proximal.
4. Latihan gerak fungsional
Latihan ini bertujuan untuk mempersiapkan aktivitas kesehariannya seperti duduk, berdiri, jalan
sehingga penderita mampu secara mandiri dapat melakukan perawatan diri sendiri.
5. Home program education

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 15


Dalam hal ini pasien diberi pengertian tentang kondisinya dan harus berusaha mencegah cidera
ulang atau komplikasi lebih lanjut dengan cara aktifitas sesuai kondisi yang telah diajarkan oleh
terapis. Disamping itu juga peran keluarga sangatlah penting untuk membantu dan mengawasi
segala aktifitas pasien di lingkungan masyarakatnya. Pasien diberi pengertian juga tentang
kontraindikasi dari kondisi pasien itu sendiri untuk menghindari hal-hal yang dapat
memperburuk keadaannya.

Daftar Pustaka

1. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid II. edisi V.
Jakarta: Interna publishing; 2009.p.1741-54
2. Corwin EJ. Handbook of pathophysiology, 3rd Ed. Terjh. Subekti NB. Buku saku patofisiology. Ed
3. Jakarta: EGC; 2009.p. 492-502
3. Whire B, Truax D. The nurse practitioner in long-term care: Guidelines for Clinical Practice.
Ontario: Jones and Bartlett Publishers; 2007.p. 82-3
4. Dienstag JL, isselbacher KJ. Harrisons principles of internal medicine, 17 th ed, McGraw Hill.
2008.p. 901-8
5. Guyton, Arthur CH, John E. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi XI. Jakarta: EGC. 2007.p.588-94

PBL Blok 19 Sistem Kardiovaskular 2 Page 16

Anda mungkin juga menyukai