Anda di halaman 1dari 25

1

Problem Based Learning


BLOK 18
Ca Paru dan TB Paru


Oleh:
ELIGIUS TEBAI
102009241
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510
e-mail : eligius@yahoo.com
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Paru-paru memiliki fungsi penting sebagai sistem pernapasan. Dimana tubuh
mengambil O
2
dan mengeluarkan CO
2
. Sistem pernapasan sendiri terdiri atas saluran
hidung, faring, trakea, masuk ke bronkiolus, bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris,
hingga yang terkecil yaitu alveoli. Setiap alveolus dikelilingi oleh pembuluh darah
kapiler paru yang akan menjadi tempat pertukaran gas. Dan pada manusia didapatkan
sekitar 300 juta alveolus yang bekerja setiap saat untuk memenuhi kebutuhan oksigen
tubuh sehari-hari.
1

Dalam blok respirasi, yang dipelajari adalah penyakit-penyakit klinik yang sering
ditemui pada sistem respirasi itu sendiri. Mengacu kepada kasus, maka yang akan
2

dibahas kali ini adalah mengenai Karsinoma Paru. Karsinoma pada paru, bisa diinduksi
oleh banyak hal, terutama riwayat perokok. Karena itu, ingatkan selalu pada orang-orang
terdekat anda, bahwa merokok dapat menyebabkan Karsinoma Paru.

Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang tergolong penyakit infeksi menular
langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberkulosis), sebagian
besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Penularan terjadi melalui udara dari droplet infeksi.
1
Sumber infeksi adalah
penderita TB paru yang membatukkan dahaknya, di mana pada pemeriksaan hapusan
dahak ditemukan BTA positif. Sekali batuk akan menghasilkan 3000 droplet infeksi.
Penularan umumnya terjadi dalam ruangan dengan ventilasi yang kurang dan gelap.
Penyakit TB merupakan penyakit menahun bahkan dapat seumur hidup.

Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang tergolong penyakit infeksi menular
langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberkulosis), sebagian
besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
Penularan terjadi melalui udara dari droplet infeksi.
1
Sumber infeksi adalah
penderita TB paru yang membatukkan dahaknya, di mana pada pemeriksaan hapusan
dahak ditemukan BTA positif. Sekali batuk akan menghasilkan 3000 droplet infeksi.
Penularan umumnya terjadi dalam ruangan dengan ventilasi yang kurang dan gelap.
Penyakit TB merupakan penyakit menahun bahkan dapat seumur hidup.


BAB II
ISI

2.1 Anamnesis
Anamnesis merupakan tahap awal dalam pemeriksaan untuk mengetahui riwayat
penyakit dan menegakkan diagnosis. Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, teratur
3

dan lengkap karena sebagian besar data yang diperlukan dari anamnesis untuk
menegakkan diagnosis.
2

Anamnesis yang baik terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat obstetri dan ginekologi (khusus wanita),
riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan system dan anamnesis pribadi
(meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).
2

Dan dalam kasus kali ini pada penyakit apendisitis, anamnesis yang baik meliputi:
IDENTITAS
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, alamat,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, dan agama.
KELUHAN UTAMA (Chief Complaint)
Pasien datang dengan keluhan batuk berdarah setengah gelas air
mineral sejak 1 hari yang lalu.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
1. Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
Dari kasus dikatakan bahwa gejala utama yang dialami batuk sudah
berlangsung selama 4 bulan.
2. Faktor risiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan.
Faktor pencetus serangan tidak diketahui, namun pasien mengalamai
penurunan berat badan dan semakin kurus selama 3 bulan terakhir yang
dapat menjadi kata kunci penyakit apa yang dialaminya.
3. Manifestasi penyakit
3

- Apakah ada penurunan berat badan?
- Apakah ada keluhan seperti sesak napas dan cepat lelah?
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya
hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan, dan
kebiasaan. Perlu ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam
sehari-hari seperti masalah keuangan, pekerjaan, dan sebagainya. Kebiasaan
pasien juga harus ditanyakan, sepertilingkungan tempat tinggal pasien, riwayat
4

merokok, riwayat alkohol, riwayat operasi, obat-obatan, alergi, bepergian ke
daerah endemik dan sebagainya.
RIWAYAT KELUARGA
Riwayat keluarga juga penting dalam anamnesis karena beberapa penyakit
disebabkan oleh genetik sehingga kecurigaan akan penyakit menahun keluarga
juga wajib ditanyakan. Dalam kasus ini, tidak dijelaskan lebih lanjut.

2.2 Pemeriksaan Fisik & Penunjang
Pemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-
temuan dalam anamnesis. Karena dari pemeriksaan fisik dan anamnesis yang baik,
dokter dapat menegakkan diagnosis. Pemeriksaan terbagi menjadi 2, yaitu pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.

PEMERIKSAAN FISIK
Secara garis besar, pemeriksaan fisik terbagi menjadi 2, yaitu Inspeksi,
Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi.
Inspeksi (LOOK)
Inspeksi adalah mengamati daerah yang sakit yang menjadi keluhan utama
dari pasien. Pada inspeksi toraks anterior dan posterior, harus dipastikan bahwa
area yang diperiksa bebas dari pakaian atau penutup.Secara umum hal yang
harus diperhatikan adalah :
-
Kulit

Apakah pada kulitnya terdapat bekas luka, penonjolan, pelebaran kapiler
(spider naevi), perubahan warna kulit,atau kelainan lainnya.

-
Bentuk toraks

Apakah simetris atau asimetri, apakah terdapat deformitas, pectus
excavatum (funnel chest), pectus carinatum (pigeon chest), barrel chest,
kyphoscoliosis, dll.

-
Pergerakan toraks

Apakah toraks tampak simetris kanan dan kiri? Ataukah ada bagian yang
tertinggal saat inspirasi atau ekspirasi. Hal-hal seperti ini dapat dijumpai
pada keadaan efusi pleura, shcwarte, pneumotoraks, dll.

-
Sela Iga

5

Perhatikan sela iga selama pernapasan, apakah ada retraksi iga
(mencekung) atau mencembung yang biasa dijumpai pada penderita asma
berat, PPOK, dan obstruksi jalan napas. Sering kali dijumpai frekuensi
napas yang cepat diiringi suara mengi, seperti pada penyakit asma
bronkiale.
3

Pada saat inspeksi, perhatikan pula irama pernapasan yaitu :
Pernapasan Cheyne strokes; pernapasan dengan urutan amplitudo
kecil, kemudian bertambah besar diikuti dengan amplitudo yang
menurun, diselingi periode apnoe
Pernapasan Kussmaul; pernapasan yang cepat dan dalam
Pernapasan Biot; pernapasan yang irreguler baik irama maupun
amplitudonya diikuti dengan periode apnoe

Palpasi (FEEL)
Palpasi adalah dengan meraba dan menekan daerah toraks dan daerah
disekitar toraks.
Palpasi permukaan toraks dan sela iga, apakah pasien mengeluh rasa nyeri
pada saat di palpasi. Jika terdapat rasa nyeri, dapat dicurigai terjadi inflamasi
pada daerah pleura. Lakukan palpasi secara acak dan terstruktur pada toraks
anterior dan posterior. Laporkan bila terdapat nyeri atau kelainan sela iga
(mencekung/mencembung.
Lanjutkan dengan pemeriksaan taktil fremitus. Bila terdapat fremitus
melemah atau menghilang, pikirkanlah kemungkinan adanya obstruksi bronkus,
PPOK, efusi pleura, fibrosis pleura, pneumotoraks, infliltrasi tumor, atau
dinding dada yang sangat tebal seperti pada obesitas berat.
3

Perkusi
Lakukan perkusi secara acak dan terstruktur sambil menyebut hasilnya. Pada
perkusi normal paru, terdengar suara sonor di kedua lapangan paru kecuali
daerah jantung.
Bila terdengar suara pekak (dullness) maka hal itu disebabkan karena adanya
cairan atau jaringan solid yang menggantikan jaringan paru, seperti pada
6

pneumonia lobaris, dimana alveoli dipenuhi cairan dan sel darah, efusi pleura
hemotoraks, empiema, fibrosis paru atau tumor paru.
Bunyi hiperresonam pada emfisema atau pneumotoraks.
3,4

Auskultasi
Pada auskultasi, kita pelajari dulu suara napas dasar, yaitu:
Suara vesikular; dimana Inspirasi > Ekspirasi. Intensitas nada rendah
dan bunyi ekspirasi halus.
Suara Bronkovesikular; dimana Inspirasi = Ekspirasi. Intensitas nada
sedang dan bunyi ekspirasinya sedang.
Suara Bronkial; dimana Ekspirasi > Inspirasi. Intensitas nadanya
tinggi dan bunyi ekspirasinya keras.
Suara Trakeal; dimana Inspirasi = Ekspirasi. Intensitas nada tinggi
dan bunyi ekspirasi sangat keras.
4

Selain itu, kita akan mendengar berbagai macam bunyi patologis napas.
Jenis-jenis suara itu seperti :
Ronki Kering; suara vibrasi melengking karena penyempitan lumen
dan adanya sekret kental
Wheezing; bunyi ronki kering dengan nada lebih tinggi, panjang, dan
melengking
Ronki Basah; suara berisik, mirip percikan air, terputus-putus, yang
terjadi karena adanya udara yang melalui cairan. Ronki basah terdiri
dari ronki basah halus, ronki basah sedang dan kasar. Ronki basah
sedang dan kasar pun dapat dibagi antara nyaring dan tidak.
Pleural friction rub; bunyi bising gesek pleura yang terjadi akibat
gesekan 2 lapis pleura (pleura viseralis dan pleura parietalis) yang
menebal
Amforik; suara seperti meniup botol kosong
Succutio Hipocrates; seperti suara cairan dalam botol, yang terdengar
bila toraks digerakkan (pada Hidro-pneumotoraks)
Tidak ada patokan khusus untuk bunyi ini, karena itu, semakin banyak
mendengar, maka semakin dapat kita membedakan jenis-jenis bunyi napas
patologis.


7



PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan sesuai indikasi pasien. Berikut
beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosis dari kasus pasien kali ini.
1. Radiologi
Pemeriksaan radiologik untuk mencari tumor ganas bermacam-macam
antara lain bronkografi invasif, CT-Scan, Foto toraks PA/Lateral,
Fluoroskopi memiliki nilai diagnostik tinggi, meskipun kadang-kadang
tumor itu sendiri tidak terlihat tetapi kelainan sebagai akibat adanya tumor
akan sangat dicurigai ke arah keganasan, misalnya emfisema setempat,
atelektasis, peradangan sebagai komplikasi tumor atau akibat bronkus
terjepit dan pembesaran kelenjar hilus yang unilateral. Efusi pleura yang
progresif dan elevasi diafragma (paralisis nervus frenikus) juga perlu
dipertimbangkan sebagai akibat tumor ganas paru.
5
Atelektasis; gambaran perselubungan padat akibat hilangnya aerasi
yang disebabkan sumbatan bronkus oleh tumor, dapat terjadi secara
segmental, lobaris, atau seluruh hemotoraks. Gambaran atelektasis
secara radiologik tidak berbeda dengan atelektasis yang disebabkan
oleh penyumbatan bronkus lainnya
Pembesaran Hilus Unilateral; suatu perbedaan besar hilus antara kedua
hilus atau perbedaan besar hilus dengan foto-foto sebelumnya perlu
dicurigai adanya suatu tumor dan perlu penelitian bronkus dengan
tomogradi atau bronkoskopi
Emfisema Lokal; penyumbatan sebagian lumen bronkus oleh tumor
akan menghambat pengeluaran udara sewaktu ekspirasi sehingga
terjadi densitas yang rendah atau emfisema setempat dibandingkan
daerah lain. Karsinoma bronkogen jenis anaplastik sering mengenai
bronkus utama yang mengakibatkan pelebaran mediastinum. Keadaan
ini sukar dibedakan dengan limfoma maligna
Kavitas/Abses yang Soliter; suatu kavitas soliter dengan tanda infeksi
yang tidak berarti terutama pada orang berusia lanjut, perlu dipikirkan
8

suatu karsinoma bronkogen jenis epidermoid. Biasanya dinding kavitas
tebal dan irreguler
Pneumonitis yang Sukar Sembuh; peradangan paru sering disebabkan
aerasi tidak sempurna akibat sumbatan sebagian bronkus dan
pengobatan dengan antibiotik umumnya tidak memberikan hasil yang
sempurna. Sering setelah peradangan berkurang, akan terlihat
gambaran massa yang sangat dicurigai sebagai keganasan paru
Massa di Paru; karsinoma bronkogen dimulai sebagai bayangan
noduler kecil di perifer paru dan akan berkembang menjadi suatu
massa sebelum terjadi keluhan. Biasanya massa sebesar 4-12 cm
berbentuk bulat atau oval yang berbenjol dan kadang-kadang pada
pemeriksaan tomogradi terlihat gambaran yang radiolusen yang
menunjukkan adanya nekrosis di dalam tumor
Tumor Paru; penilaian pada massa primer paru berupa besarnya
densitas massa yang dapat memberi gambaran yang inhomogen pada
massa sifat ganas homogen pada massa jinak, pinggir massa dapat
diperlihatkan dengan jelas, tidak teratur atau spikula/pseudopodi pada
massa ganas, batas rata pada jinak dapat lebih jelas terlihat dengan
Tomografi Komputer
Nodul Soliter pada Paru; bayangan nodul pada paru berukuran
beberapa milimeter sampai 4 cm dan tidak mengandung kalsifikasi
dicurigai sebagai karsinoma bronkogenik terutama pada usia diatas 40
tahun.
5

2. Pemeriksaan Tumor Marker
Sampai saat ini belum ada pemeriksaan serologi penanda tumor-tumor
untuk diagnostik kanker paru yang spesifitasnya tinggin. Beberapa tes
yang dipakai adalah CEA (Carcinoma Embryonic Antigen), NSE (Neuron-
spesific enolase), dan Cyfra 21-1 (Cytokeratin fragments 19).
NSE diketahui spesifik untuk Small Cell Carcinoma, dan sensitivitasnya
dilaporkan 52%, sedangkan Cyfra 21-1 mencapai 50% untuk kelompok
LD (Limited disease)-SCLC.
Pada kelompok ED (extensive disease) SCLC, sensitivitas NSE 42% dan
Cyfra 21-1 mencapai 50%.
9

Bila pemeriksaan digabung, maka sensitivitasnya jadi 78% untuk
kelompok LD dan 82% untuk kelompok ED. Uji serologis tumor marker
tersebut di atas sampai saat ini lebih banyak dipakai untuk evaluasi hasil
pengobatan kanker paru.
2

3. Pemeriksaan Sitologi
Pada pemeriksaan sitologi, metode yang umum dipakai meliputi:
- Sitologi sputum
Merupakan salah satu metode penting dalam diagnosis karsinoma
paru dewasa ini. Suatu metode diagnosis sederhana, praktis, dan
noninvasif. Kelebihan terbesarnya adalah sebelum pencitraan
menemukan lesi sudah dapat memperoleh hasil positif sitologi.
Hasil positif dari sitologi sputum, tapi pencitraan dan bronkoskopi
serat optik belum menemukan lesi karsinoma paru disebut sebagai
karsinoma paru tersembunyi. Angka temuan positif sitologi sputum
bervariasi sesuai tingkat kecakapan pemeriksaan, lokasi tumor, tipe
patologik, pengambilan spesimen sputum dan seleksi bahan. Dan
didapatkan temuan positif antara 40-80%.
Pengambilan sputum terbaik saat bangun pagi membatukkan
sputum dari dalam paru dengan sputum berserat darah. Pemeriksaan
selama 3-5 hari berturut-turut meningkatkan angka temuan positif.
6


- Sitologi sel ganas efusi pleural
Pemeriksaan dilakukan dengan pungsi pleural, aspirasi efusi segar,
disentrifugasi, ambil sedimen untuk dibuatkan pulasan untuk mencari
sel ganas. Angka temuan positid sel ganas lebih tinggi bila efusi
hemoragis.
6

2.3 Diagnosis Banding
DIAGNOSIS BANDING I
Tuberkulosis
- Anamnesis : Ada batuk, hemoptisis (batuk darah), dispnea (sesak napas),
anoreksia, penurunan berat badan, demam dan berkeringat pada malam
hari.
7
Tinggal di lingkungan padat, daerah urban.
2,7

10


- Pemeriksaan Fisik : konjungtiva mata atau kulit pucat karna anemia, suhu
demam subfebris, badan kurus atau berat badan menurun. Secara anamnesis dan
pemeriksaan fisik sulit dibedakan dengan pneumonia biasa. Perkusi redup dan
auskultasi suara napas bronkial di daerah apeks. Kadang-kadang ada suara
tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Perlu pemeriksaan penunjang.

- Pemeriksaan Penunjang :Pemeriksaan sputum positif BTA, Tes Tuberkulin
pada anak (Tes Mantoux) positif, Pemeriksaan Radiologis ada lesi di daerah
apeks paru bisa juga di lobus bawah atau di daerah hilus yang menyerupai tumor
paru.
2


- Gejala Klinis : Keluhan terbanyak adalah demam subfebril menyerupai demam
influenza. Batuk non-produktif hingga batuk produktif bahkan batuk darah dapat
terjadi karena iritasi pada bronkus sampai pembuluh darah yang pecah. Sesak
napas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltratnya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru. Nyeri dada jarang ditemukan, biasanya
pada keadaan pleuritis. Malaise ditemukan berupa anoreksia, penurunan berat
badan, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll.
2

Klasifikasi tuberkulosis berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan
mikrobiologis, adalah :
Tuberkulosis paru
Bekas tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru tersangka, yang dibagi dalam : a. Tuberkulosis paru
tersangka yang diobati, sputum BTA negatif, tanda-tanda lain positif. b.
Tuberkulosis paru tersangka tidak diobati, sputum BTA negatif, tanda-
tanda lain juga meragukan.
Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termasuk TB
paru (aktif) atau Bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan : 1.
Status bakteriologik, 2. Mikroskopik sputum BTA (langsung), 3. Biakan sputum
BTA, 4. Status Radiologis, kelainan relevan untuk tuberkulosis paru, 5. Status
kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis.

11

- Etiologi: Disebabkan oleh bakteri tahan asam (BTA) Mycobacterium
tuberculosis, yang memiliki dinding dengan lapisan asam lemak (lipid) yang
membuat dirinya tahan asam. Kuman ini dapat tahan hidup dalam udara kering
ataupun keadaan dingan selama bertahun-tahun karena memiliki sifat dormant.
Sifat lainnya adalah aerob, menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kadar oksigennya sehingga tempat predileksinya adalah di
apeks pulmonal. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular,
yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagosit kuman
ini, malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid (dinding
kuman).

- Epidemiologi : TB dianggap masalah kesehatan dunia, karena kurang lebih 1/3
penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Indonesia adalah
negara dengan prevalensi TB tertinggi ke-3 didunia setelah China dan India.
2,8


- Patogenesis :
Tuberkulosis Primer
Kuman dikeluarkan dalam bentuk droplet nuclei di udara sekitar. Bila
terinhalasi oleh orang sehat, maka kuman akan menempel di saluran napas
atau jaringan paru. Selanjutnya kuman ini akan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag dan beredar ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia
kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon.
Bila menjalar ke pleura, maka akan terjadi efusi pleura. Bila masuk ke arteri
pulmonalis maka akan menjalar ke seluruh paru menjadi TB Milier. Dari
sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuku hilus
(limfangitis lokal), dan juga diikuti perbesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis
regional = kompleks primer (Ranke). Semua proses ini terjadi dalam 3-8
minggu. Kompleks primer ini selanjutnya menjadi :
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik,
kalsifikasi di hilus, lesi pneumonia yang luasnya >5mm dan kurang
lebih 10% dapat kambuh kembali
12

Bekomplikasi dan menyebar secara perkontinuitatum (ke sekitar) atau
secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru
disebelahnya. Atau dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus. Atau secara limfogen ke organ tubuh lain,
atau secara hematogen ke organ tubuh lain.
Tuberkulosis Sekunder
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun
kemudian sebagai infeksi endoken menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis
post primer = TB pasca primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi
mencapai 90%. Hal ini terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi,
alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis
sekunder ini dimulai dari sarang dini yang berlokasi di apeks paru yang
kemudian berinvasi ke daerah parenkim paru-paru.
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan imunitas pasien, sarang
dini ini dapat menjadi :
Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
Sarang meluas, sembuh, namun menjadi sebukan jaringan fibrosis.
Ada yang menjadi keras, atau mengalami perkapuran. Sarang dini
akan meluas sebagai granuloma dan menghancurkan jaringan ikat
disekitarnya, dan bagian tengah mengalami nekrosis, menjadi lembek
membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan, akan terjadi
kavitas. Terjadinya perkijuan dan kavitas ini adalah karena hidrolisis
protein lipid dan asam nukleat oleh ensim yang diproduksi oleh
makrofag, dan proses berlebihan sitokin dari TNF-nya.
2


Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi, yang dibagi atas dini dan lanjut.
Komplikasi Dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus,
Poncets arthtopathy
Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan napas SOPT (Sindrom
Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat fibrosis
paru, cor pulmonale, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas
dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
13


Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah relaps, menurunkan penularan ke orang lain dan
mencegah terjadinya resistensi terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Untuk
itu, diperlukan OAT yang efektif dengan pengobatan jangka pendek. Terdapat 4
populasi kuman TB, yaitu :
Metabolically active, yaitu kuman yang terus tumbuh dalam kavitas
Basilli inside cell, misalnya dalam makrofag
Semi-dorman bacilli, (persisters)
Dorman bacilli
Pengobatan TB memerlukan waktu yang lama karena sulit membunuh kuman
semi dorman.
7

Terdapat 3 aktivitas OAT, yaitu :
Obat bakterisidal : INH, Rifampisin, Pirazinamid
OAT dengan kemampuan sterilisasi : Rifampisin, Pirazinamid
OAT dengan kemampuan mencegah resistensi : Rifampisin dan INH,
sedangkan Streptomisin dan Etambutol kurang efektif.
Pengobatan dilakukan dalam 2 fase yaitu :
Fase initial/fase intensif (2 bulan)
Pada fase ini kuman dibunuh dengan cepat. Dalam waktu 2 minggu
penderita yang infeksius menjadi tidak infeksius, dan gejala klinis
membaik. Kebanyakan penderita BTA positif akan menjadi negatif
dalam waktu 2 bulan. Pada fase ini sangat penting adanya pengawasan
minum obat oleh PMO (pengawas minum obat). Obat yang biasa dipakai
adalah INH, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol setiap hari.
Fase lanjutan (4-6 bulan)
Bertujuan membunuh kuman persisten (dormant) dan mencegah relaps.
Fase ini juga memerlukan adanya PMO. Obatnya yang digunakan adalah
kombinasi INH dan Rifampisin atau INH dan Etambutol, diminum 3 kali
seminggu.
7




14

Prognosis
walaupun memakan waktu yang cukup lama (>6 bulan) namun prognosisnya ad
bonam.


DIAGNOSIS BANDING II
Kanker paru
Diagnosis banding yang kedua dari kasus ini adalah Kanker Paru. Dengan
batuk berdarah, dan penurunan berat badan. Selain gejala klinis diatas, beberapa
faktor lain seperti umur pasien, riwayat kanker pada keluarga, terpapar zat
karsinogen atau jamur, infeksi yang dapat menyebabkan nodul soliter pada paru,
dan informasi-informasi penting lainnya sangat berpengaruh dalam menegakkan
diagnosis. Menemukan kanker paru dalam stadium dini sangat sulit, karena pada
stadium ini tidak ada keluhan atau gejala.
Jenis tumor paru dibagi-bagi agar memudahkan tujuan pengobatan dan dibagi
berdasarkan klasifikasi histologis WHO tahun 1999 untuk tumor paru dan tumor
pleura. Untuk tujuan pengobatan :
Small cell lung cancer (SCLC)
Non small cell lung cancer (NSCLC) : karsinoma skuamosa, adeno
karsinoma, karsinoma sel besar.
Berdasarkan WHO 1999 :
Benign : Papiloma, adenoma
Preinvasive lesions : Squamous dysplasia/carcinoma in situ, atypical
adenomatous hyperplasia, Diffuse idiopathic pulmonary neuroendocrine
cell hyperplasia
Malignant :
Squamous cell carcinoma : papillary, clear cell, basaloid
Small cell carcinoma : combined small cell carcinoma
Adenocarcinoma :
Acinar
Papillary
Bronchoalveolar : noncucinous, mucinous, mixed mucinous
and nonmucinous or indeterminate cell type
Solid carcinoma with mucin formations
15

Adenocarcinoma with mixed subtypes
Variants
Large cell carcinoma : Large cell neuroendocrine carcinoma,
Basaloid carcinoma, Lymphoepitheloma-like carcinoma, Clear cell
carcinoma, Large cell carcinoma with rhabdoid phenotype
Adenosquamous carcinoma
Carcinoma with pleomorphic sarcomatoid or sarcomatous elements
Carcinoid tumors : typical carcinoid, atypical carcinoid
Carcinomas of salicary gland type : mucoepi dermoid carcinoma,
adenoid cystic carcinoma
Others : soft tissue tumors
Mesothelial tumors : Benign, Malignant mesothelioma
Miscellaneous tumors
Lymphoproliferative diseases
Secondary tumors
Unclassified tumor
Tumor-like lesions

2.4 Epidemiologi dan Faktor Risiko
Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 2002 dilaporkan
169.400 kasus baru dengan 154.900 kematian. Di Inggris, prevalensi mencapai 40.000
kasus setiap tahun, dan di Indonesia, menduduki peringkat 4 kanker terbanyak, dengan
urutan ketiga setelah kanker payudara dan kanker serviks. Angka kematian akibat kanker
paru di seluruh dunia mencapai kurang lebih 1.000.000 penduduk setiap tahunnya. Di
negara berkembang tingkat risikonya lebih tinggi, karena rokok. Contohnya seperti di
China, yang mengkonsumsi 30% rokok dunia. Sebagian besar kanker paru mengenai
pria (65%) dan sisanya adalah wanita (45%). Perbandingan ini tidak terlalu jauh,
mengingat saat ini rokok sudah banyak dinikmati oleh kaum hawa.
2


2.5 Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, penyebab yang pasti belum dapat diketahui, tetapi
paparan atau inhalasi berkepanjangan dari suatu zat yang bersifat karsinogenik
16

merupakan faktor penyebab utama di samping adanya faktor lain seperti kekebalan
tubuh, genetik, dan lain-lain.
Beberapa kepustakaan telah melaporkan bahwa etiologi kanker paru sangat
berhubungan dengan kebiasaan merokok. Dilihat dari insiden kanker paru lebih tinggi
pada perokok dibanding bukan perokok.
Efek rokok bukan saja mengakibatkan kanker paru, tapi dapat juga menimbulkan
kanker pada organ mulut, laring, dan esofagus.
Diperkirakan terdapat metabolit dalam asap rokok yang bersifat karsinogen terhadap
tubuh, seperti zat-zat karsinogen (C), kokarsinogenik (CC), tumor promoter (TP),
mutagen (M), yang telah dibuktikan ada di dalam rokok.
2

Etiologi lain selain rokok adalah :
Yang berhubungan dengan paparan zat karsinogen
Asbestos, sering menimbulkan mesotelioma
Radiasi ion pada pekerja tambang uranium
Radon, arsen, kromium, nikel, polisiklik hidrokarbon, vinil klorida
Polusi Udara
Daerah urban yang banyak polusi udara jauh lebih banyak menyumbang
pasien kanker paru dibanding daerah rural.
Genetik
Terdapat mutasi beberapa gen seperti : Proto oncogen, Tumor supressor gene,
Gene encoding enzyme
Teori onkogenesis
Terjadinya kanker paru didasari dari perubahan tampilnya gen supresor tumor
dalam genom (onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor
dengan cara menghilangkan atau menyisipkan sebagian susunan pasangan
basanya, tampilnya gen yang berperan dalam anti apoptosis. Perubahan
tampilan gen kasus ini menyebabkan sel sasaran dalam hal ini sel paru
berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang otonom. Dan
rokok berperan menjadi salah satu inisiator yang menyebabkan gen menjadi
berubah.
Diet
Rendahnya konsumsi betakarotene, selenium, dan vitamin A menyebabkan
risiko tinggi terkena kanker paru

17


2.6 Patogenesis
Sekarang merokok sudah diterima sebagai faktor dan pencetus primer dalam
patogenesis karsinoma paru.
9

Beberapa hubungan sebab-akibat yang ditekankan adalah :
Hidrokarbon polisiklin (benzpiren) ada dalam konsentrasi bermakna di dalam
asap rokok, dan tembakau yang dibakar di dalam puntung rokok mengandung
N-nitrosonornikotin. Kedua senyawa ini merupakan karsinogen kuat.
Bila diteliti terperinci pada autopsi, perubahan sitologi yang timbul dalam paru
perokok dapat diikuti dari stadium terdini neoplasma hiperplasia sel basal
sampai karsinoma in situ dan akhirnya karsinoma jelas. Perubahan terdini
memperlihatkan hiperplasia sel basal, kemudian stratifikasi epitel, yang diikuti
metaplasia skuamosa dan berlanjut ke karsinoma in situ. Akhirnya karsinoma
paru yang jelas ada pada kebanyakan perokok parah. Kombinasi pemaparan ke
asbes dan asap rokok bersifat sinergisitik dalam efek karsinogenik.
Dalam hewan percobaan dengan trakeostomi, karsinoma paru padat ditimbulkan
dengan terus menghirup asap rokok. Pada keadaan ini, lesi metaplastik timbul di
dalam epitel trakeobronkus, kemudian diikuti oleh penampilan karsinoma
noninvasif dan akhirnya oleh karsinoma yang jelas, mencakup metastasis ke
kelenjar limfe regional.
Data dari 2668 pasien dengan karsinoma paru, hanya 134 individu yang bukan
perokok. Lebih lanjut, jika seseorang berhenti merokok kemungkinan kanker
paru menurun cukup besar.

2.7 Histopatologi
Small Cell Lung Cancer (SCLC)
Gambaran histologinya yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir
semuanya diisi oleh mukus dengan sebaran kromatin yang sedikit sekali tanpa
nukleoli. Disebut juga oat cell carcinoma karena bentuknya mirip dengan biji
gandum, sel kecil ini cenderung berkumpul sekeliling pembuluh darah halus
menyerupai pseudoroset. Sel-sel yang bermitosis banyak sekali ditemukan begitu
juga gambaran nekrosis. DNA yang terlepas menyebabkan warna gelap di sekitar
18

pembuluh darah.
2
Epidemiologinya 20-30% total kasus karsinoma paru. Lesi ini
sangat ganas dan disertai dengan prognosis buruk, jika tidak diobati.
9

Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
Karsinoma sel skuamosa/karsinoma bronkogenik
Karsinoma sel skuamosa berciri khas proses keratinisasi dan pembentukan
bridge intraselular, studi sitologi memperlihatkan perubahan yang nyata dari
displasia skuamosa ke karsinoma in situ.
2
Jenis ini yang paling lazim ditemukan
dengan variasi insiden 40-70% lesi total. Hampir seluruh pasien memiliki
riwayat merokok, dan hanya 1% yang bukan perokok. Lesi primer karsinoma sel
skuamosa cenderung menjadi besar dan mengalami nekrosis sentral.
9

Adenokarsinoma
Khas dengan bentuk formasi glandular dan kecenderungan ke arah pembentukan
konfigurasi papilari. Biasanya membentuk musin, sering tumbuh dari bekas
kerusakan jaringan paru (scar). Dengan penanda tumor CEA (Carcinoma
Embrionic Antigen) karsinoma ini dapat dibedakan dari mesotelioma.
Epidemiologinya 5-15%, lebih sering terlihat di perifer. Ada kecenderungan
lebih sering pada wanita dan sangat mungkin bermetastasis ke hati, otak, tulang,
adrenal, dan kelenjar limfe.
Karsinoma Bronkoalveolar
Merupakan subtipe dari adenokarsinoma, meliputi/mengikuti permukaan
alveolar tanpa menginvasi atau merusak jaringan paru. Neoplasma
berdiferensiasi sangat baik, sel-sel menunjukkan jenis hiperplastik pada lapisan
alveolus normal. Dalam satu seri, kanker ini dapat direseksi dalam 2/3 pasien
pada waktu operasi dengan kelangsungan hidup 5 tahun sebesar 48%.
Karsinoma Sel Besar
Ini suatu subtipe yang gambaran histologisnya dibuat secara ekslusi. Termasuk
NSCLC tapi tidak ada gambaran diferensiasi skuamosa atau glandular, sel
bersifat anaplastik, tidak berdiferensiasi, biasanya disertai oleh infiltrasi sel
neutrofil.

2.8 GejalaKlinis
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala klinis. Bila sudah
menampakkan gejala klinis, berarti pasien berada dalam stadium lanjut.
19

Adapun gejala dapat bersifat :
Lokal (tumor tumbuh setempat)
Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
Hemoptisis
Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi di saluran napas
Kadang ada kavitas seperti abses paru
Atelektasis
Invasi lokal
Nyeri dada
Dispnea karena efusi pleura
Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritmia
Sindrom vena cava superior
Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis
Gejala Penyakit Metastasis
Pada otak, tulang, hati, adrenal
Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)
Sindrom Paraneoplastik : terdapat pada 10% kanker paru dengan gejala :
Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
Hipertrofi osteoartropati
Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh
Renal : syndrome of inappropriate andiuretik hormone (SIADH)
Asimtomatik dengan kelainan radiologis
Sering didapat pada perokok dengan PPOK/COPD yang terdeteksi secara
radiologis
Kelainan berupa nodul soliter


20


2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada kanker paru adalah metastasis ke organ tubuh
lain seperti otak, kelenjar getah bening, kulit, hati, kelenjar adrenal, atau paru
kontralateral.

2.10 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan Kanker Paru :
Kuratif : menyembuhkan atau memperpanjang masa bebas penyakit dan
meningkatkan angka harapan hidup pasien
Paliatif : mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup
Rawat rumah (hospital care) pada kasus terminal : mengurangi dampak fisik
maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga
Suportif : menunjang pengobatan kuratif, paliatif, dan terminal seperti
pemberian nutrisi, transfusi darah dan komponen darah, growth factor obat
anti nyeri dan obat anti infeksi.
Terdapat beda dasar pengobatan untuk NSCLC dan SCLC. Hal ini dikarenakan
perbedaan fundamental perangai biologis dari jenis kanker tersebut.
Non Small Cell Lung Carcinoma
Staging TNM yang didasarkan dengan ukuran tumor (T), kelenjar getah bening
yang terlibat (N) dan ada tidaknya metastase (M) sangat bermanfaat dalam
menentukan tatalaksana NSCLC ini.
Pada stadium I dan II, terapi bedah adalah pilihan pertama. Survival pasien
pada stadium I mendekati 60%, stadium II berkisar 26-37% dari IIa 17-36,3%.
Pada stadium IIIa masih ada kontroversi mengenai keberhasilan operasi bila
kelenjar mediastinum ipsilateral atau dinding torak terdapat metastasis. Pada
stadium IIIb dan IV tidak dioperasi, tapi diberikan Combined modality therapy
yaitu gabungan radiasi, khemoterapi dengan operasi (2 atau 3 modalitas)
delaporkan memperpanjang survival pasien.
Tindakan Bedah
Bila tidak ada bukti metastasis atau invasi struktur di dalam toraks, maka
torakotomi eksplorasi dapat diindikasikan. Umumnya dilakukan melalui
torakotomi posterolateral melalui lapangan iga kelima atau keenam. Pipa
21

endotrakea berlumen ganda (Carlens) bermanfaat untuk mengolapskan paru
yang terkena, yang memungkinkan operasi dilakukan dalam cara lebih
aman da lebih sederhana. Lebih lanjut lesi primer dan metastasis dapat
lebih mudah diraba dalam paru kolaps daripada paru yang ekspansi.
Sering eksisi lokal diindikasikan terutama bila ada insufisiensi pernapasan
prabedah. Alat stapling otomatis bermanfaat dalam mencapai hemostasis
dan mencegah kebocoran udara pascabedah. Dalam kebanyakan pasien,
lobektomi merupakan operasi terpilih untuk karsinoma bronkogenik. Jika
lebih dari 1 lobus yang terlibat neoplasma, maka pneumonektomi
disarankan.
8

Radioterapi
Pada beberapa kasus yang inoperable, radio terapi dilakukan sebagai
perngobatan kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvan/paliatif pada tumor
dengan komplikasi seperti mengurangi efek obstruksi/penekanan terhadap
pembuluh darah/bronkus.
Efek samping radioterapi adalah disfagia karena esofagitis post radiasi.
Keberhasilan survival mencapai 20% dari kasus stadium I usia lanjut.
Kemoterapi
Sel kanker memiliki sifat perputaran daur sel lebih tinggi dibandingkan sel
normal. Dengan demikian tingkat mitosis dan proliferasi tinggi. Sitostatika
kebanyakan efektif terhadap sel yang bermitosis.
Penggunaan resimen kemoterapi agresif (dosis tinggi) harus didampingi
dengan rescue sel induk darah yang berasal dari sumsum tulang atau darah
tepi yang akan menggantikan sel induk darah akibat mieloablatif.
Kemoterapi digunakan sebagai terapi baku untuk pasien mulai dari stadium
IIIa dan untuk pengobatan paliatif.
Kemoterapi adjuvan diberikan mulai dari stadium II dengan sasaran
lokoregional tumor dapat direseksi lengkap.
Preparat yang dipakai seperti Siklofosfamid, Vinkristin, Doksorubisin
(Adriamycin).
Small Cell Lung Carcinoma
Limitted-stage disease yang diobati dengan tujuan kuratif (kombinasi
radiaso dan kemoterapi) dan angka keberhasilan terapi sebesar 20%. Angka
median survival time untuk limited-stage disease adalah 18 bulan.
22

Extensive-stage disease yang diobati dengan kemoterapi dan angka respon
terapi inisial sebesar 60-70% dan angka respon terapi komplit sebesar 20-
30%. Angka median survival time untuk extensive-stage disease adalah 9
bulan.



2.11 Pencegahan
Pencegahan yang paling penting adalah tidak merokok sejak usia muda. Berhenti
merokok dapat mengurangi risiko terkena kanker paru. Penelitian dari kelompok
perokok yang berusaha berhenti merokok, hanya 30% yang berhasil.
Akhir-akhir ini pencegahan dengan chemoprevention banyak dilakukan, yakni
dengan memakai derivat asam retinoid, carotenoid, vitamin C, selenium, dan
lain-lain. Jika seseorang berisiko terkena kanker paru maka penggunaan
betakaroten, retinol, isotretinoin ataupun N-acethyl-cystein dapat meningkatkan
risiko kanker par pada perokok. Untuk itu, penggunaan chemoprevention ini
masih membutuhkan penelitian lebih lanjut sebelum akhirnya direkomendasikan
untuk digunakan. Hingga saat ini belum ada konsensus yang diterima oleh semua
pihak.

2.12 Prognosis
Small Cell Lung Cancer (SCLC)
Dengan adanya perubahan terapi dalam 15-20 tahun belakangan ini
kemungkinan hidup rata-rata (median survival time) yang tadinya < 3 bulan
meningkat menjadi 1 tahun.
Pada kelompok Limited Disease kemungkinan hidup rata-rata menjadi naik
1-2 tahun, sedangkan 20% daripadanya tetap hidup dalam 2 tahun.
30% meninggal karena komplikasi lokal dari tumor
70% meninggal karena karsinomatosis
50% bermetastasis ke otak (autopsi)
Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)
Yang terpenting pada prognosis kanker paru ini adalah menentukan stadium
dari penyakit.
23

Dibandingkan dengan jenis lain dari NSCLC, karsinoma skuamosa tidaklah
seburuk yang lainnya. Pada pasien yang dilakukan tindakan bedah,
kemungkinan hidup 5 tahun setelah operasi adalah 30%.
Survival setelah tindakan bedah, 70% pada occult carcinoma; 35-40% pada
stadium I; 10-15% pada stadium II dan kurang dari 10% pada stadium III.
75% karsinoma skuamosa meninggal akibat komplikasi torakal, 25% karena
ekstra torakal, 2% di antaranya meninggal karena gangguan sistem saraf
sentral.
40% adenokarsinoma dan karsinoma sel besar meninggal akibat komplikasi
torakal, 55% karena ekstra torakal.
15% adenokarsinoma dan karsinoma sel besar bermetastasis ke otak dan 8-
9% meninggal karena kelainan sistem saraf sentral.
Kemungkinan hidup rata-rata pasien tumor metastasis bervariasi, dari 6 bulan
sampai dengan 1 tahun, dimana hal ini sangat bergantung pada Performance
status (skala Karnofsky), luasnya penyakit, dan adanya penurunan berat
badan dalam 6 bulan terakhir.

24

BAB III
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis dengan gejala yang bervariasi, dan dengan gejala utama batuk lebih dari
4 minggu dengan atau tanpa sputum,malaise,gejala flu, demam derajad rendah,nyeri
dada, dan batuk darah. Penularannya juga sangat mudah yakni dengan penggunaan
bersama alat makan ataupun melalui udara.
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi lebih lanjut maka itu penanganan dini lebih baik.
Pencegahan yang perlu dilakukan adalah berupa edukasih kepada pasien bahwa
jangan menggunakan alat makan bersama penderita Tb paru, menjaga jarak dengan
pasien saat bicara berhadapan dengan pasien penderitan TB dan membukan ventilasih
rumah agar sinar matahari masuk kedalam rumah.
Karsinoma paru adalah salah satu peringkat teratas karsinoma di dunia. Bahkan
menduduki peringkat ketiga di Indonesia. Insidennya tidak jauh berbeda antara pria
dan wanita. Penyebab utamanya diduga adalah zat-zat karsinogenik dari rokok.
Prognosis karsinoma paru tidak jauh berbeda dengan penyakit keganasan lainnya,
walaupun banyak terapi yang disarankan seperti tindakan bedah, radioterapi, atau
kemoterapi.
Pencegahan yang bisa dilakukan hanyalah menghindari zat karsinogenik dari asap
rokok, dan berhenti merokok bagi yang masih merokok.



25

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong, William F. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 20. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC. 2003; 645.
2. Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K Marcellus S, Setiati Siti. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi V.Jakarta : Internal Publishing.2009;2230-
2262.
3. Santoso Mardi, Kartadinata Henk, Yuliani IW, Widjaja WH, Yasavati KN, Rumawas
MA. Buku panduan keterampilan medik (skill-lab) semester 4. Jakarta : FK UKRIDA.
2011; 54-59.
4. Bickley LS, Szilagyi PG. Buku saku pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan bates.
Edisi V. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2008; 107-124.
5. Kusumawidjaja Kahar. Radiologi diagnostik. Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
2010.148-159.
6. Desen, Wan. Buku ajar onkologi klinis. Edisi II. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 2008;
337-350.
7. Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM, Mayon-White RT. Lecture notes penyakit
infeksi. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Erlangga. 2008; 220-228.
8. Sabiston, David C. buku ajar bedah. Jilid 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2010; 678-692.

Anda mungkin juga menyukai