Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN DYSPNEA

OLEH :

NAMA : MUSVIRA MUSTAFA


NIM : PO713201191120

CI LAHAN CI INSTITUSI

PRODI D.III KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
LAPORAN PENDAHULUAN DYSPNEA

A.   DEFINISI
Sesak nafas adalah perasaan sulit bernapas yang terjadi ketika melakukan aktivitas
fisik. Sesak napas merupakan gejala dari beberapa penyakit dan dapat bersifat akut
atau kronis. Sesak napas dikenal juga dengan istilah “Shortness Of Breath”.
Macam - Macam Sesak Napas (Dyspnea) :
1.      Dyspnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum kunjungan ke
ruang gawat darurat. Penyebab dyspnea akut diantaranya penyakit pernapasan (paru-
paru dan pernapasan), penyakit jantung atau trauma dada.
2.      Dyspnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor, kelainan pita suara.

B.    ETIOLOGI
Hal – hal yang bisa menyebabkan sesak napas antara lain :
1.      Faktor psikis.
2.      Peningkatan kerja pernapasan.
a.       Peningkatan ventilasi (Latihan jasmani, hiperkapnia, hipoksia, asidosis
metabolik).
b.      Sifat fisik yang berubah ( Tahanan elastis paru meningkat, tahanan elastis dinding
toraks meningkat, peningkatan tahanan bronkial).
3.      Otot pernapasan yang abnormal.
a.       Penyakit otot ( Kelemahan otot, kelumpuhan otot, distrofi).
b.      Fungsi mekanis otot berkurang.
Semua penyebab sesak napas kembalinya adalah kepada lima hal antara lain :
1.      Oksigenasi jaringan menurun.
2.      Kebutuhan oksigen meningkat.
3.      Kerja pernapasan meningkat.
4.      Rangsangan pada sistem saraf pusat.
5.      Penyakit neuromuskuler.

C.    MEKANISME
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang
fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran gas
antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat
sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah
sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis pada
saluran pernapasn maka ruang mati akan meningkat. Begitu juga jika terjadi
peningkatan tahanan jalan napas maka pertukaran gas juga akan terganggu dan juga
dapat menebab kan dipsnea.

Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurnan terhadap
compliance paru, semakin rendah kemampuan terhadap compliance paru maka
makinbesar gradien tekanan transmural yang harusdibentuk selama inspirasi untuk
menghasilkan pengembangan paru yang normal. Penyebab menurunnya compliance
paru bisa bermacam salah satu nya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan
ikat fibrosa akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.

D.     MANIFESTASI KLINIK


Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas yang
pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada
penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar,
gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma),
kecemasan (Price dan Wilson, 2006).
Parenkim paru tidak sensitif terhadap nyeri, dan sebagian besar penyakit paru tidak
menyebabkan nyeri. Pleura parietalis bersifat sensitif, dan penyakit peradangan pada
pleura parietalis menimbulkan nyeri dada.

Batuk adalah gejala umum penyakit pernapasan.


Hal ini disebabkan oleh :
1.      stimulasi refleks batuk oleh benda asing yang masuk ke dalam larink,
2.      akumulasi sekret pada saluran pernapasan bawah. Bronkitis kronik, asma,
tuberkulosis, dan pneumonia merupakan penyakit dengan gejala batuk yang
mencolok (Chandrasoma, 2006).

Pemeriksaan sputum/ dahak sangat berguna untuk mengevaluasi penyakit paru.


Sediaan apusan gram dan biakan sputum berguna untuk menilai adanya infeksi.
Pemeriksaan sitologi untuk sel-sel ganas. Selain itu, dari warna, volum, konsistensi,
dan sumber sputum dapat diidentifikasi jenis penyakitnya.

Hemoptisis adalah batuk darah atau sputum dengan sedikit darah. Hemoptisis
berulang biasanya terdapat pada bronkitis akut atau kronik, pneumonia, karsinoma
bronkogenik, tuberkulosis, bronkiektasis, dan emboli paru.

Jari tabuh adalah perubahan bentuk normal falanx distal dan kuku tangan dan kaki,
ditandai dengan kehilangan sudut kuku, rasa halus berongga pada dasar kuku, dan
ujung jari menjadi besar. Tanda ini ditemukan pada tuberkulosis, abses paru, kanker
paru, penyakit kardiovaskuler, penyakit hati kronik, atau saluran pencernaan. Sianosis
adalah berubahnya warna kulit menjadi kebiruan akibat meningkatnya jumlah Hb
terreduksi dalam kapiler (Price dan Wilson, 2006).
Ronki basah berupa suara napas diskontinu/ intermiten, nonmusikal, dan pendek,
yang merupakan petunjuk adanya peningkatan sekresi di saluran napas besar.
Terdapat pada pneumonia, fibrosis, gagal jantung, bronkitis, bronkiektasis.
Wheezing/ mengik berupa suara kontinu, musikal, nada tinggi, durasi panjang.
Wheezing dapat terjadi bila aliran udara secara cepat melewati saluran napas yang
mendatar/ menyempit. Ditemukan pada asma, bronkitis kronik, CPOD, penyakit
jantung. Stridor adalah wheezing yang terdengar saat inspirasi dan menyeluruh.
Terdengar lebih keras di leher dibanding di dinding dada. Ini menandakan obstruksi
parsial pada larink atau trakea. Pleural rub adalah suara akibat pleura yang inflamasi.
Suara mirip ronki basah kasar dan banyak (Reviono, dkk, 2008).

E.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1.      Riwayat penyakit atau pemeriksaan fisik
2.      Foto rontgen dada
3.      Pemeriksaan fungsi paru : menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil
biasanya meningkat dalam darah dan sputum
4.      Pemeriksaan alergi (radioallergosorbent test ; RAST)
5.      Analisa gas darah – pada awalnya pH meningkat, PaCO2 dan PaO2 turun (alkalosis
respiratori ringan akibat hiperventilasi ); kemudian penurunan pH, penurunan PaO2
dan peningkatan PaCO2 (asidosis respiratorik)

F.    PENATALAKSANAAN
1.      Pencegahan terhadap pemajanan alergi
2.      Serangan akut dengan oksigen nasal atau masker
3.      Terapi cairan parenteral
4.      Terapi pengobatan sesuai program
5.      Beta 2 - agonist untuk mengurangi bronkospasme, mendilatasi otot polos bronchial
Albuterol (proventil, ventolin)
6.      Tarbutalin
7.      Epinefrin
8.      Metaprotenol
9.      Metilsantin, seperti aminofilin dan teofilin mempunyai efek bronkodilatasi
10.  Anti kolinergik, seperti atropine metilnitrat atau atrovent mempunyai efek
bronchodilator yang sangat baik.
11.  Kortikosteroid diberikan secara IV (hidrokortison), secara oral (mednison), inhalasi
(deksametason).

G. PATOFISIOLOGI
H. Diagnosa Keperawatan
a.       Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
b.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi
c.      Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung.
I. Intervensi
a.         Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d mucus yang berlebihan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien tidak sesak serta mampu mengeluarka
sekret
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan
1.      Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal
2.      Adanya penurunan dyspnea
3.      Gas-gas darah dalam batas normal
Intervensi :
1.      Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
2.      Kaji tanda vital dan tingkat kesadaran setiap jam dan prn
4.      Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan
6.      Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam
7.      Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat
untuk mengoptimalkan pernapasan
8.      Berikan dorongan untuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk memegang dada
selama batuk
b.         Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi
sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas
yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
1.      Bunyi paru bersih
2.      Warna kulit normal
3.      Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
1.      Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
2.      Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan
tingkat kesadaran pada dokter.
3.      Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam
PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
4.      Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau
PEEP.
5.      Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
6.      Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau
penyimpangan
7.      Pantau irama jantung
8.      Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
9.      Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
10.  Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.

c.        Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung.


Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi
jaringan.
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan
1.       Status hemodinamik dalam bata normal
2.       TTV normal
Intervensi :
1.       Kaji tingkat kesadaran
2.       Kaji penurunan perfusi jaringan
3.       Kaji status hemodinamik
4.       Kaji irama EKG
5.       Kaji sistem gastrointestinal

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Asikin Z. (1991). Simposium Keperawatan Penderita Cidera kepala Penatalaksanaan
Penderita dengan Alat Bantu Napas. (Jakarta).
Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doengoes, E. Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.III. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Ed. 8. Vol. 3. Jakarta : EGC
Brunner & suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah .jakarta: EGC
Wartonah & tarwoto. 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan.jakarta:
salemba medika

Anda mungkin juga menyukai