Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)

OLEH :

NAMA : KADEK SARI SAVITRI

NIM : P07120219094

KELAS/PRODI : II B/ S.TR KEPERAWATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2020/2021

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU


OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)

A. PENGERTIAN
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmunary Disease
(COPD) adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang tidak dapat
pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat progresif dan dikaitkan
dengan respons inflamasi paru yang abnormal terhadap partikel atau gas berbahaya,
yang menyebabkan penyempitan jalan napas, hipersekresi mukus, dan perubahan pada
sistem pembuluh darah paru (Brunner & Suddarth, 2013)
Penyakit Paru Obstuktif Kronis (Chronic obstructive pulmonary disease – COPD)
merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru-paru yang ditandai
dengan penyumbatan pada aliran udara dari paru-paru. Penyakit ini merupakan penyakit
yang mengancam kehidupan dan mengganggu pernafasan normal (WHO dalam
Maisaroh, 2018).

B. TANDA DAN GEJALA


Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis
pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan
produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang
yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk
yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan
produksi dahak yang semakin banyak.
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat
badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu
secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut
tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik
banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.
Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang
cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang
makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi
sosial) penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi
sel dalam sistem (GI) gastrointestinal.
C. POHON MASALAH

Genetik, Kebiasaan merokok,


polusi udara

Iritasi Saluran Napas

Inflamasi Kronis

Hipertrofi Kelenjar Perubahan reseptor Zat Iritan mengandung sangat


submukosa dan sel goblet muskarinik banyak zat asing

Hipersekresi mukus Meningkatkannya asetilkolin Silia bekerja ekstra

Spasme otot polos Silia melemah

Penumpukan mukus

Obstruksi

Ketidakseimbangan Kelelahan otot pernapasan


Ventilasi-perfusi

Dispnea, PCO2 Dispnea, Penggunaan otot


meningkat/menurun, PO2 bantu napas meningkat,
menurun, takikardia, Ph arteri volume tidal menurun, PCO2
meningkat/menurun, Bunyi meningkat, PO2 menurun,
napas tambahan SaO2 menurun

Gangguan Pertukaran Gas Gangguan Ventilasi


Spontan
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
menurut Somantri (2009) antara lain :
1. Chest X-Ray : dapat menunjukan hiperinflation paru, flattened diafragma,
peningkatan ruang udara restrotenal, penurunan tanda vaskuler/bullae (emfisema),
peningkatan suara bronkovaskular (bronkitis), normal ditemukan saat periode remisi
(asma).
2. Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efek dari terapi, misalnya
bronkodilator.
3. Total Lung Capacity (TLC) : meningkat pada bronkitis berat dan biasanya pada
asma, namun menurun pada emfisema. Kapasitas Inspirasi : menurun pada
emfisema.
4. FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital
(FVC) menurun pada bronkitis dan asma.
5. Arterial Blood Gasses (ABGs) : menunjukan proses penyakit kronis, sering kali
PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (bronkitis kronis dan emfisema),
tetapi sering kali menurun pada asma, pH normal atau asidosis, alkalosis repiratori
ringan sekunder terhadap hiperventilasi (emfisema sedang atau asma).
6. Bronkogram : dapat menunjukan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolaps bronkial
pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus (bronkitis).
7. Darah Lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan eosinofil
(asma).
8. Kimia Darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema primer.
9. Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi patogen,
sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk menentukan penyakit keganasan
atau alergi.
10. Elektrokardiogram (EKG) : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asma berat),
atrial distritmia (bronkitis), gelombang P pada leads II, III, dan AVF panjang, tinggi
(pada bronkitis dan emfisema), dan aksis QRS vertikal (emfisema).
11. Exercise EKG, Stress test : membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi
pernapasan, mengevaluasi keefektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/evaluasi program.
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer
dalam Rahmadi (2015) adalah :
1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.
2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan
ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi
beta laktamase.
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada
pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan
dam membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-
10 hari selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-
tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
3. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
4. Fisioterapi
Modalitas fisioterapi yang dapat digunakan dalam penanganan kasus PPOK, salah
satunya yaitu dengan tekhnik Pursed Lip Breathing (PLB). Pursed Lip Breathing
(PLB) dapat digunakan untuk membantu bernapas lebih efektif, yang
memungkinkan untuk mendapatkan oksigen yang dibutuhkan. PLB melatih untuk
mengeluarkan napas lebih lambat, sehingga bernapas lebih mudah. selain PLB
terapi lainnya yang dapat digunakan adalah memberikan posisi condong kedepan
(CKD) untuk mengurangi sesak. Posisi CKD akan meningkatkan otot diagfragma
dan otot interkosta eksternal pada posisi kurang lebih 45 derajat. Otot diagfragma
yang berada pada posisi 45 derajat menyebabkan gaya grafitasi bumi bekerja cukup
adekuat pada otot utama inspirasi tersebut dibandingkan posisi duduk atau setengah
duduk. Gaya grafitasi bumi yang bekerja pada otot diagfragma memudahkan otot
tersebut berkontraksi bergerak ke bawah memperbesar volume rongga toraks
dengan menambah panjang vertikalnya. Begitu juga dengan otot interkosta
eksternal, gaya grafitasi bumi yang bekerja pada otot tersebut mempermudah iga
terangkat keluar sehingga semakin memperbesar rongga toraks dalam dimensi
anteroposterior
5. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik. Pada
pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250
mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv
secara perlahan.
6. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x 0,25-
0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari
fungsi faal paru.
c. Fisioterapi: Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
d. Mukolitik dan ekspektoran.
e. Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II dengan
PaO2<7,3kPa (55 mmHg).
7. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah fisioterapi,
rehabilitasi psikis dan rehabilitasi pekerjaan.
8. Terapi Komplementer
Pelaksanaan Pranayama dalam meditasi Raja Yoga dapat memperbaiki fungsi
pernapasan secara umum. PPOK merupakan suatu penyakit yang dicirikan dengan
obstruksi pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel, sehingga langkah tepat
penanganan PPOK yaitu dengan rehabilitasi pernapasan, salah satunya dapat
dilakukan dengan pranayama

Asih dalam Rahmadi (2015) menambahkan penatalaksanaan medis pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :
1. Penatalaksanaan medis untuk asma adalah penyingkiran agen penyebab dan edukasi
atau penyuluhan kesehatan. Sasaran dari penatalaksanaan medis asma adalah untuk
meningkatkan fungsi normal individu, mencegah gejala kekambuhan, mencegah
serangan hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan utama dari berbagai
medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah untuk membuat klien mencapai
relaksasi bronkial dengan cepat, progresif dan berkelanjutan. Karena diperkirakan
bahwa inflamasi adalah merupakan proses fundamental dalam asma, maka inhalasi
steroid bersamaan preparat inhalasi beta dua adrenergik lebih sering diresepkan.
Penggunaan inhalasi steroid memastikan bahwa obat mencapai lebih dalam ke
dalam paru dan tidak menyebabkan efek samping yang berkaitan dengan steroid
oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi beta dua adrenergik diberikan terlebih
dahulu untuk membuka jalan nafas, kemudian inhalasi steroid akan menjadi lebih
berguna.
2. Penatalaksanaan medis untuk bronkhitis kronis didasarkan pada pemeriksaan fisik,
radiogram dada, uji fungsi pulmonari, dan analisis gas darah. Pemeriksaan ini
mencerminkan sifat progresif dari penyakit. Pengobatan terbaik untuk bronkitis
kronis adalah pencegahan, karena perubahan patologis yang terjadi pada penyakit
ini bersifat tidak dapat pulih (irreversible). Ketika individu mencari bantuan medis
untuk mengatasi gejala, kerusakan jalan nafas sudah terjadi sedemikian besar.
3. Jika individu berhenti merokok, progresif penyakit dapat ditahan. Jika merokok
dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat menurun dan pada
akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok. Bronkodilator, ekspektoran, dan
terapi fisik dada diterapkan sesuai yang dibutuhkan. Penyuluhan kesehatan untuk
individu termasuk konseling nutrisi, hygiene respiratory, pengenalan tanda-tanda
dini infeksi, dan teknik yang meredakan dispnea, seperti bernafas dengan bibir
dimonyongkan, beberapa individu mendapat terapi antibiotik profilaktik, terutama
selama musim dingin. Pemberian steroid sering diberikan pada proses penyakit
tahap lanjut.

F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
 Anamnesa
1. Pengumpulan Data Identitas
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku, status
perkawinan, diagnosa medis, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no medrek dan
alamat
b. Identitas penanggungjawab
Nama, umur agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan alamat
c. Riwayat kesehatan
d. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada klien dengan asma bronkial adalah dispnea
(bisa sampai berhari-hari atau berbulan-bulan),batuk,dan mengi (pada beberapa
kasus lebih banyak paroksismal).
e. Riwayat Kesehatan Sekarang
Perjalanan penyakit klien sebelum, selama perjalanan dan sesampainya di rumah
sakit hingga saat dilakukan pengkajian. Tindakan yang dilakukan sebelumnya,
dan pengobatan yang didapat setelah masuk rumah sakit
f. Riwayat kesehatan dahulu
Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya penyakit
ini, di antaranya adalah riwyat alergi dan riwayat penyakit saluran napas bagian
bawah ( rhinitis, urtikaria, dan eksim).
g. Riwayat kesehatan keluarga
Klien dengan asma bronkial sering kali di dapatkan adanya riwayat penyaakit
keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak di temukan adanya penyakit
yang sama pada anggota keluarganya.
h. Riwayat Menstruasi
Kaji menarche, siklus menstruasi, banyaknya haid yang keluar, keteraturan
menstruasi, lamanya, keluhan yang menyertai.
i. Riwayat Obstetri
Kaji tanggal partus, umur hamil, jenis partus, tempat penolong, jenis kelamin
bayi, berat dan panjang badan bayi, masalah yang terjadi saat hamil, lahir, nifas
dan keadaan bayi yang dilahirkan.
j. Riwayat Keluarga Berencana
Kaji penggunaan KB pada klien, jenis kontrasepsi yang digunakan, sejak kapan
penggunaan alat kontrasepsi, adakah masalah yang terjadi dengan alat
kontrasepsi.
k. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan penyakit yang pernah dialami dan berhubungan dengan sistem
reproduksi, dan riwayat pengobatan klien.
l. Riwayat Pernikahan
Kaji usia pernikahan, lamanya pernikahan, dan pernikahan yang keberapa.
m. Riwayat seksual
Kaji usia pertama kali klien melakukan hubungan seksual, frekuensi perminggu,
respon pasca hubungan seksual : Nyeri / perdarahan / tidak ada keluhan.
n. Riwayat kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga yang mempunyai penyakit yang sama, penyakit.
keturunan atau riwayat penyakit menular.
o. Riwayat kebiasaan sehari – hari
1) Personal Hygiene
Kaji kebiasaan personal hygiene klien meliputi keadnan kulit, rambut, mulut dan
gigi. pakaian, kuku, vulva hygiene.
2) Pola makan
Kaji pola makan klien meliputi kebiasaan makan klien dalam porsi makan,
frekuensi makan, nafsu makan, sumber dan jenis makanan yang di sukai dan
makanan yang tidak disukai, alergi makanan, serta kaji kebiasaan minum klien.
3) Pola eliminasi
BAB Kaji frekuensi, warna, bau, konsistensi, dan keluhan saat BAB.
BAK Kaji frekuensi, warna, bau dan keluhan saat berkemih.
4) Pola aktifitas dan latihan
Kaji kegiatan dalam pekerjaan dan kegiatan diwaktu luang sebelum dan selama
dirawat di rumah sakit.
5) Pola tidur dan istirahat
Kaji waktu, lama tidur/ hari, kebiasaan pengantar tidur, kebiasaan saat tidur, dan
kesulitan dalam tidur.
p. Riwayat penggunaan zat
Kaji kebiasaan dan lama penggunaan rokok, minuman alkohol, dan obat –
obatan.
q. Riwayat sosial ekonomi
Kaji pendapatan perbulan, hubungan sosial, dan hubungan dalam keluarga.
r. Riwayat psiko sosial dan spiritual
Psikososial Respon klien terhadap penyakit yang diderita saat ini, dan
mekanisme koping klien.
s. Spiritual Kaji kegiatan keagamaan klien yang sering dilakukan di rumah dan di
rumah sakit.

2. Pemeriksaan fisik
a. Vital Sign :
b. Tekanan darah
c. Suhu
d. Nadi
e. Pernapasan
f. Pemeriksaan Fisik Haed to Toe
Kepala - Leher
Rambut - Thorax
Mata - Abdomen
Hidung - Genetalia
Telinga - Kulit
Mulut dan gigi - Ekstermitas

3. Data Penunjang Pemeriksaan penunjang :


a. Inspeksi
Pengkajian ini meliputi:
 Pertama; penentuan tipe jalan napas, seperti menilai apakah napas spontan
melalui hidung, mulut, oral, nasal, atau menggunakan selang endotrakeal
atau tracheostomi, kemudian menentukan status kondisi seperti kebersihan,
ada atau tidaknya secret, perdarahan, bengkak, atau obstruksi mekanik.
 Kedua ; penghitungan frekuensi pernapasan dalam waktu satu menit
(umumnya, wanita bernapas sedikit lebih cepat. Apabila kurang dari 10 kali
per menit pada orang dewasa, kurang dari 20 kali per menit pada anak-anak,
atau kurang dari 30 kali per menit pada bayi, maka disebut sebagai
bradipnea atau pernapasan lambat.
 Ketiga; pemeriksaan sifat pernapasan, yaitu torakal, abnormal, atau
kombinasi keduanya (pernapasn torakal atau dada adalah mengembang dan
mengempisannya rongga toraks sesuai dengan irama inspirasi dan ekspirasi)
 Keempat; pengkajian irama pernapasan, yaitu dengan menelaah masa
inspirasi dan ekspirasi (pada orang dewasa sehat, irama pernapasannya
teratur dan menjadi cepat jika terjadi pengeluaran tenaga dalam keadaan
terangsang atau emosi, kemudian yang perlu diperhatikan pada irama
pernapasan adalah perbandingan antara inspirasi dan ekspirasi
 Kelima; pengkajian terhadap dalam/dangkalnya pernapasan (pada
pernapasan yang dangkal, dinding toraks tampak hamper tidak bergerak.
b. Palpasi
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi kelainan, seperti nyeri tekan yang
dapat timbul akibat luka, peradangan setempat, metastasis tumor ganas,
pleuritis, atau pembengkakan dan benjolan pada dada. Palpasi dapat dilakukan
dari belakang dengan meletakan kedua tangan pada kedua sisi tulang belakang.
Jika pada puncak paru terdapat fibrosis, proses tuberculosis, atau suatu tumor,
maka tidak akan ditemukan pengembangan bagian atas pada toraks. Kelainan
pada paru, seperti getaran suara atau fremitu vocal, dapat dideteksi bila terdapat
getaran sewaktu pemeriksa meletakkan tangannya pada dada pasien ketika ia
berbicara.

c. Perkusi
Pengkajian ini bertujuan untuk menilai normal atau tidaknya suara perkusi paru.
Suara perkusi normal dalah suara perkusi sonor, yang bunyinya seperti kata
“dug-dug”. Suara perkusi lain yang dianggap tidak normal adalah redup, seperti
pada infiltrate, konsolidasi, dan efusi pleura.
d. Auskultasi
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai adanya suara napas, di antaranya suara
napas dasar dan suara napas tambahan. Suara napas dasar adalah suara napas
pada orang dengan paru yang sehat, seperti;
 Pertama; suara vasikuler, ketika suara inspirasi lebih keras dan lebih tinggi
nadanya. Bunyi napas vasikuler yang disertai ekspirasi memanjang terjadi pada
emfisema. Suara vesikuler dapat didengar pada bagian paru-praru
 Kedua; suara bronchial, yaitu suara yang bisa kita dengar pada waktu inspirasi
dan ekspirasi, bunyinya bisa sama atau lebih panjang, antara inspirasi dan
ekspirasi terdengar jarak pause (jeda) yang jelas. Suara bronchial terdengar
didaerah trakea dekat bronkus, dalam keadaan tidak normal bisa terdengar
seluruh area paru
 Ketiga; bronkovasikular, yaitu suara yang terdengar antara vesikuler dan
bronchial, ketika ekspirasi menjadi lebih panjang, hingga hampir menyamai
inspirasi. Suara ini lebih jelas terdengar pada manubrium sterni. Pada keadaan
tidak normal juga terdengar pada daerah lain dari paru. Suara napas tambahan,
yaitu suara yang terdengar pada dinding toraks berasal dari kelainan dalam paru,
termasuk bronkus, alveoli, dan pleura. Suara napas tambahan seperti suara
ronkhi ,Suara mengi (wheezing), Suara krepitasi.

4. Pengkajian diagnostic PPOK


a. Chest X- Ray :dapat menunjukkan hyperinflation paru, flattened diafragma,
peningkatan ruangan udara retrosternal, penurunan tanda vascular / bullae
( emfisema), peningkatan suara bronkovaskular ( bronchitis ), normal ditemukan
saat periode remisi ( asma ).
b. Pemeriksaan fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea,
menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi atau restriksi,
memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efek dari terapi, misalnya
bronkodilator.
c. Total lung capacity (TLC ) : meningkat pada bronkitis berat dan biasanya pada
asma, namun menurun pada emfisema. Kapasitas inspirasi : menurun pada
emfisema.
d. FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi ( FEV ) terhadap tekanan kapasitas
vital ( FVC ) menurun pada bronkitis dan asma.
e. Arterial blood gasses (ABGs) : menunjukan prose penyakit kronis, sering kali
PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkatkan ( bronkitis kronis dan
emfisema ), terapi sering kali menurun pada asma, Ph normal atau asidosis,
alkalosis respiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi ( emfisema sedang
atau asma).
f. Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolabs
bronkial pada tekanan ekspirasi( emfisema ), pembesaran kelenjar
mucus( brokitis).
g. Darah lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin ( emfisema berat) dan
eosinophil (asma).
h. Kimia darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema perimer.
i. Skutum kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi
pathogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk menentukan
penyakit keganasan/ elergi.
j. Electrokardiogram (ECG) : diviasi aksis kanan, glombang P tinggi ( asma berat),
atrial disritmia ( bronkitis), gelombang P pada leadsII, III, dan AVF panjang,
tinggi( pada bronkitis dan efisema) , dan aksis QRS vertical (emfisema).
k. Exercise ECG , stress test :membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi
pernafasan, mengevaluasi keektifan obat bronkodilator, dan merencanakan/
evaluasi program.

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan ventilasi-perfusi
dibuktikan dengan dispenia, PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, takikardia, Ph
arteri meningkat/menurun, bunyi napas tambahan
b) Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan otot pernapasan dibuktikan dengan
dyspnea, penggunaan otot bantunapas meningkat, volume tidal menurun, PCO2
meningkat, PO2 menurun, SaO2 menurun.

H. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil

1. LABEL SDKI LUARAN UTAMA Intervensi Utama


Gangguan Pertukaran Gas (L.01003) Pemantauan Respirasi (I.01014)
Pertukaran Gas Setelah dilakukan asuhan keperawatan … Observasi :
(D.0077) x… jam diharapkan pertukaran gas - Pantau frekuensi, irama,
Gangguan pertukaran meningkat menjadi dengan kriteria hasil: kedalaman dan upaya
gas berhubungan - Tingkat kesadaran meningkat napas
dengan ketidak - Dyspnea menurun - Monilor pola napas
seimbangan ventilasi- - Bunyi napas tambahan menurun (seperti bradipnea,
perfusi dibuktikan - Pusing menurun takipnea, hipervantilasi,
dengan dispenia, - Pengelihatan kabur menurun Kussmeul, Cheyne-
PCO2 - Diaphoresis menurun Stokas, Biot, ataksik)
meningkat/menurun, - Gelisah menurun - Monitor kermampuan
PO2 menurun, - Napas cuping hidung menurun batuk efektif
takikardia, Ph arteri - PCO2 membaik - Monitor adanya produksi
meningkat/menurun, - PO2 sputum
bunyi napas - Takikardia membaik - Monltor adanya sumbatan
tambahan - pH arteri membaik jalan napas
- Sianosis membaik - Palpasi kesimetrisan pahu
- Pola napas membaik - Auskultasi bunyi napas
- Warna kulit membaik - Monitor saturasi oksigen
- Manitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
- Alur Interval permantauan
respirasi sesual kondisi
pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika pertu

NO LABEL SDKI LUARAN UTAMA Intervensi Utama


Gangguan Ventilasi Ventilasi Spontan (l.01007) Dukungan Ventilasi (i.01002)
Spontan (D.0004) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
Gangguan ventilasi selama …x… jam diharapkan ventilasi - Identifikasl pasien
spontan berhubungan spontan membaik dengan kriteria hasil : dengan menanyakan
dengan otot - Volume tidal meningkat minimal dua identitas
pernapasan - Dyspnea menurun (mis. Nama, tanggal lahir)
dibuktikan dengan - Penggunaan otot bantu menurun - Terapeutik Perkenalkan
dyspnea, penggunaan napas diri pada pasien
otot bantunapas - Gelisah menurun - Pastikan tim kesehatan
meningkat, volume - PCO2 membaik yang datang merupakan
tidal menurun, PCO2 - Po2 membaik tim yang senang pasie
meningkat, PO2 - Tekikardia membaik - Dengarkan respon yang
menurun, SaO2 disampaikan pasien
menurun. - Dampingi pasien selama
visite
- Fasilitasi penerapan
rekomendasi berbasis
bukti untuk
menyelesaikan masalan
kesehatan
- Dokumentasi hasil visite
pada catatan terintegrasi
Edukasi
- Anjurkan pasien dan
keluarga untuk bertanya
jika masih ada hal-hal
yang belum dimengeru
- Informasikan
perkembangan hasil visite
kejadian / masalah
I. REFRENSI
Smeltzer, Susan C. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Vol:2. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi
11.Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan
II.Jakarta Selatan: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan
II.Jakarta Selatan: DPP PPNI
Klungkung, .....Maret 2021

Nama Pembimbing / CI Nama Mahasiswa

(........................................................ ) (Kadek Sari Savitri)


NIP. .................................... NIM. P07120219094

Nama Pembimbing / CT

( I Made Mertha, SKp. M. Kep )


NIP. 196910151993031015

Anda mungkin juga menyukai