Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT PARU

OBSTRUKSI KRONIS (PPOK)

Dosen pembimbing : Nurhakim Yudi Wibowo, S.Kep,.Ns, M.Kep

Disusun oleh :

Yusuf Budiman

C1018051

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN DAN NERS

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS BHAMADA SLAWI

2021
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara pada saluran
pernapasan yang tidak sepenuhnya reversibel. Gangguan yang bersifat progresif ini
terjadi karena adanya respon inflamasi paru akibat pajanan partikel atau gas beracun
yang disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat penyakit
(Perhimpunan dokter paru Indoesia, 2010).
PPOK  merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama  dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah : bronchitis kronis,
emfisema paru-paru dan asma bronchiale (S Meltzer, 2012)
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Penyakit Paru
Obstruksi Kronik merupakan penyakit obstruksi jalan nafas karena bronkitis kronis,
bronkietaksis dan emfisema, obstruksi tersebut bersifat progresif disertai hiperaktif
aktivitas bronkus.

2. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut
Arief Mansjoer (2005) adalah :
1) Kebiasaan merokok
2) Polusi Udara
3) Paparan Debu, asap
4) Gas-gas kimiawi akibat kerja
5) Riwayat infeki saluran nafas
6) Bersifat genetik yakni definisi a-l anti tripsin
Sedangkan penyebab lain Penyakit Paru Obstruksi Kronik menurut David
Ovedoff (2009) yaitu : adanya kebiasaan merokok berat dan terkena polusi udara dari
bahan kimiawi akibat pekerjaan. Mungkin infeksi juga berkaitan dengan virus
hemophilus influenza dan strepto coccus pneumonia.
3. Manifestasi Klinik
Tanda gejala yang umum muncul pada pasien dengan COPD atau PPOK
adalah sebagai berikut:

 Batuk produktif, pada awalnya intermiten, dan kemudian terjadi hampir tiap hari
seiring waktu
 Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukupurulent
sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas Batuk
dan ekspektorasi,dimana cenderung meningkat dan maksimal pada pagi hari
 Sesak nafas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan berkembangnya
penyakit pada keadaan yang berat, sesak nafas bahkan terjadi dengan aktivitas
minimal dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya
abnormalitas pertukaran udara.
 Pada penyakit yang moderat hingga berat, pemeriksaan fisik dapat
memperlihatkan penurunan suara nafas, ekspirasi yang memanjang, ronchi, dan
hiperresonansi pada perkusi
 Anoreksia
 Penurunan berat badan dan kelemahan
 Takikardia, berkeringat
 Hipoksia

4. Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air
sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan
perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi
adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan
perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri
dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi
berupa perlambatan aliran udara di saluran napas.  Faktor risiko utama dari PPOK
adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-
sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel
penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan
dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme
penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan
edema jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia
akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental
dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-
struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka
udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa
eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan
dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk
melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi
dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan. Selama eksaserbasi akut,
terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi
perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas, edema,
bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan dengan
konstriksi hipoksik pada arteriol.
5. Patways

Faktor presdiposisi

Edema, spasme bronkus, peningkatan secret bronkiolus

Obstruksi bronkiolus awal


Bersihan jalan fase ekspirasi
nafas tidak
efektif

Udara terperangakap dalam


alveolus

PaO2 rendah Sesak nafas,


nafas pendek
PaCO2 tinggi

Gangguan Nafsu makan menurun


Gangguan
metabolisme
pertukaran
jaringan
gas
Ketidakseimb
angan nutrisi
Metabolisme kurag dari
anaerob kebutuhan
tubuh

Produksi ATP Deficit energi


menurun

Lelah,
lemah

Intolransi gg. pola tidur Defisit


aktivitas perawatan diri
6. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
a) Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
b) Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c) Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
a) Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan
merokok, menghindari polusi udara.
b) Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
c) Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi
antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai
dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau
pengobatan empirik.
d) Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
controversial.
e) Pengobatan simtomatik.
f) Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
g) Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 – 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:

a) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.


b) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
c) Latihan dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
d) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e) Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.
7. Komplikasi
1) Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55
mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya
klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan
pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.

2) Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang
muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3) Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema
mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan
timbulnya dyspnea.
4) Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini
sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan
emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
5) Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratory.
6) Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa
diberikan.Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi vena leher
seringkali terlihat.
8. Pemeriksaan Penunjang
 Anamnesis : riwayat penyakit ditandai 3 gejala klinis diatas dan faktor-faktor
penyebab.
 Pemeriksaan fisik: 1) Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped
chest (diameter anteroposterior dada meningkat). 2) Fremitus taktil dada
berkurang atau tidak ada. 3) Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati
mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang. 4) Suara nafas
berkurang.
 Pemeriksaan radiologi 1) Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan
tubular shadow berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus
menuju ke apeks paru dan corakan paru yang bertambah. 2) Pada emfisema
paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma
yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan
penambahan corakan kedistal.
 Tes fungsi paru : Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk
menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal
adalah obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan
untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.
 Pemeriksaan gas darah.
 Pemeriksaan EKG
 Pemeriksaan Laboratorium darah : hitung sel darah putih.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data- data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a) Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
Penyakit Paru Obstriksi Kronik (PPOK) didapatkan keluhan berupa sesak
nafas.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah sebelumnya pasien pernah masuk RS dengan
keluhan yang sama.
 Riwayat Penyakit Keluarga
 Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang sama
b) Pengkajian Pola Kesehatan Fungsional Gordon di kutip dari Hidayat (2004).
 Persepsi kesehatan /penanganan kesehatan
Pada pengumpulan data tentang persepsi dan pemeliharaan kesehatan yang
perlu ditanyakan adalah persepsi terhadap penyakit atau sakit, persepsi
terhadap kesehatan, persepsi terhadap penatalaksanaan kesehatan seperti
penggunaan atau pemakaian tembakau, atau penggunaan alkohol dan
sebagainya.
 Nutrisi-metabolik
Pada pola nutrisi dan metabolik yang ditanyakan adalah diet
khusus,/suplemen yang di konsumsi, instruksi diet sebelumnya, nafsu
makan, jumlah makan atau jumlah minum serta cairan yang masuk, ada
tidaknya mual-muntah, stomatitis, fluktuasi BB 6 bulan terakhir
naik/turun, adanya kesukaran menelan, penggunaan gigi palsu atau tidak,
riwayat masalah/penyembuhan kulit, ada tidaknya ruam, kekeringan,
kebutuhan jumlah zat gizinya, dll.
 Eliminasi
Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah kebiasaan defekasi
perhari, ada/tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia, tipe ostomi yang di
alami, kebiasaan alvi, ada/tidaknya disuria, nuctoria, urgensi, hematuri,
retensi, inkontinensia, apakah kateter indwing atau kateter eksternal, dll.
 Aktivitas dan latihan
Pada pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah kemampuan
dalam menata diri antara lain seperti makan, mandi, berpakaian, toileting,
tingkat mobilitas di tempat tidur, berpindah, berjalan, dll.
 Kognitif-perseptual
Pada pola ini yang ditanyakan adalah keadaan mental, cara berbicara
normal atau tidak, kemampuan berkomunikasi, keadekuatan alat sensori,
seperti penglihatan pendengaran, pengecapan, penghidu, persepsi
nyeri,kemampuan fungsional kognitif
 Istirahat-tidur
Pengkajian pola tidur dan istirahat ini yang ditanyakan adalah jumlah jam
tidur pada malam hari , pagi hari, siang hari, merasa tenang setelah tidur,
masalah selama tidur, adanya terbangun dini, insomnia atau mimpi buruk.
 Persepsi diri/konsep diri
Pada persepsi ini yang ditanyakan adalah persepsi tentang dirinya dari
masalah-masalah yang ada seperti perasaan kecemasan, ketakutan atau
penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran
diri dan identitas tentang dirinya.
 Peran/hubungan
Pada pola yang perlu ditanyakan adalah pekerjaan, status pekerjaan,
kemampuan bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga, dan gangguan
terhadap peran yang dilakukan.
 Seksualitas dan reproduksi
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh klien dengan
seksualitas, tahap dan pola reproduksi.
 Koping/toleransi stress
Pola koping yang umum, toleransi stress, sistem pendukung, dan
kemampuan yang dirasakan untuk mengendalikan dan menangani situasi.
 Nilai keyakinan
Yang perlu ditanyakan adalah pantangan dalam agama selama sakit serta
kebutuhan adanya rohaniawan, dll.

c) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Head to Toe (Hidayat, 2004)
 Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan
sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat
meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, apathis,
somnolent, sopor, koma dan delirium.
 Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas),
tekanan darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola
pernafasan) dan suhu tubuh.
 Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening. Kulit : Warna
(meliputi pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain),
turgor, kelembaban kulit dan ada/tidaknya edema. Rambut : Dapat
dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik lain. Kelenjar
getah bening : Dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda radang
yang dapat dinilai di daerah servikal anterior, inguinal, oksipital dan
retroaurikuler.
 Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan
ukuran kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun (fontanel),
wajahnya asimetris atau ada/tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari
visus, palpebrae, alis bulu mata, konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada
bagian telinga dapat dinilai pada daun telinga, liang telinga, membran
timpani, mastoid, ketajaman pendengaran, hidung dan mulut ada
tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), bibir, gusi, ada tidaknya
tanda radang, lidah, salivasi. Leher : Kaku kuduk, ada tidaknya massa
di leher, dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan ada
tidaknya nyeri telan.
 Pemerksaan dada : Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah
organ paru dan jantung. Secara umum ditanyakan bentuk dadanya,
keadaan paru yang meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan nafas,
ada/tidaknya fremitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas pada saat
perkusi didapatkan bunyi perkusinya, bagaimana(hipersonor atau
timpani), apabila udara di paru atau pleura bertambah, redup atau
pekak, apabila terjadi konsolidasi jarngan paru, dan lain-lain serta pada
saat auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas normal atau tambahan
seperti ronchi, basah dan kering, krepitasi, bunyi gesekan dan lain-lai
pada daerah lobus kanan atas, lobus kiri bawah, kemudian pada
pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyt apeks/iktus kordis
dan aktivitas ventrikel, getaran bising(thriil), bunyi jantung, atau bising
jantung dan lain-lain.
 Pemeriksaan abdomen : data yang dikumpulkan adalah data
pemeriksaan tentang ukuran atau bentuk perut, dinding perut, bising
usus, adanya ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan serta
dilakukan palpasi pada organ hati, limpa, ginjal, kandung kencing yang
ditentukan ada tidaknya dan pembesaran pada organ tersebut,
kemudian pemeriksaan pada daerah anus, rektum serta genetalianya.
 Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis : diperiksa adanya rentang
gerak, keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki,
dan lain-lain.
2.   DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan berhubungan dengan
bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual
muntah.

3.    RENCANA KEPERAWATAN
N DIAGNOSA NOC NIC
O KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan NOC : Ventilation
bersihan jalan nafas  Respiratory assistance
berhubungan dengan status : 1. Berikan O2 1-2
bronkokontriksi, Ventilation l/mnt dengan
peningkatan produksi  Respiratory menggunakan
sputum, batuk tidak status : Airway nasal kanul
efektif, patency 2. Anjurkan pasien
kelelahan/berkurangn  Aspiration untuk istirahat
ya tenaga dan infeksi Control dan napas dalam
bronkopulmonal 3. Posisikan pasien
Kriteria Hasil : untuk
 Mendemonstrasi memaksimalkan
kan batuk efektif ventilasi
dan suara nafas 4. Lakukan
yang bersih, fisioterapi dada
tidak ada jika perlu
sianosis dan 5. Keluarkan secret
dyspneu (mampu dengan batuk
mengeluarkan 6. Anjurkan batuk
sputum, mampu efektif
bernafas dengan 7. Auskultasi suara
mudah, tidak ada nafas, catat
pursed lips) adanya suara
 Menunjukkan tambahan
jalan nafas yang 8. Monitor status
paten (klien hemodinamik
tidak merasa 9. Pertahankan
tercekik, irama hidrasi yang
nafas, frekuensi adequat untuk
pernafasan mengencerkan
dalam rentang secret.
normal, tidak ada 10. Jelaskan pada
suara nafas pasien dan
abnormal) keluarga tentang
 Mampu penggunaan
mengidentifikasi peralatan: O2,
kan dan Suction,
mencegah factor Inhalasi.
yang dapat 11. Kolaboraasi
menghambat dengan dokter
jalan nafas pemberian obat
bronkodilator.

2. Ketidakefektifan pola NOC : Airway


nafas berhubungan  Respiratory Management
dengan napas status : 1. Buka jalan
pendek, mukus, Ventilation nafas, gunakan
bronkokontriksi dan  Respiratory teknik chin lift
iritan jalan napas status : Airway atau jaw thrust
patency bila perlu
 Vital sign Status 2. Posisikan pasien
untuk
Kriteria Hasil : memaksimakan
 Mendemonstrasi ventilasi
kan batuk efektif 3. Identifikasi
dan suara nafas pasien perlunya
yang bersih, pemasangan alat
tidak ada jalan nafas
sianosis dan buatan
dyspneu (mampu 4. Pasang mayo
mengeluarkan bila perlu
sputum, mampu 5. Lakukan
bernafas dengan fisioterapi dada
mudah, tidak ada jika perlu
pursed lips) 6. Keluarkan secret
 Menunjukkan dengan batuk
jalan nafas yang atau suction
paten (klien 7. Auskultasi suara
tidak merasa nafas, catat
tercekik, irama adanya suara
nafas, frekuensi tambahan
pernafasan 8. Lakukan suction
dalam rentang pada mayo
normal, tidak ada 9. Monitor
suara nafas respirasi dan
abnormal) status O2
 Tanda Tanda Oxygen Therapy
vital dalam 1. Bersihkan
rentang normal mulut, hidung
(tekanan darah dan secret
(sistole 110- trakea
130mmHg dan 2. Monitor aliran
diastole 70- oksigen
90mmHg), nad 3. Pertahankan
(60-100x/menit)i posisi pasien
, pernafasan (18- 4. Onservasi
24x/menit)) adanya tanda
tanda
hipoventilasi
5. Monitor adanya
kecemasan
pasien terhadap
oksigenasi
Vital sign
Monitoring
1. Monitor TD,
nadi, suhu, dan
RR
2. Catat adanya
fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS
saat pasien
berbaring,
duduk atau
berdiri
4. Monitor
frekuensi dan
irama
pernafasan
5. Monitor suara
paru
6. Monitor pola
pernafasan
abnormal
7. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban
kulit
8. Monitor
sianosis perifer
3. Intoleransi aktivitas NOC : 1. Kaji respon
berhubungan dengan  Energy individu
ketidakseimbangan conservation terhadap
antara suplai dengan  Self Care : ADLs aktivitas;
kebutuhan oksigen  nadi, tekanan
Kriteria Hasil : darah,
 Berpartisipasi pernapasan
dalam aktivitas 2. Ukur tanda-
fisik tanpa tanda vital
disertai segera setelah
peningkatan aktivitas,
tekanan darah, istirahatkan
nadi dan RR klien selama 3
 Mampu menit
melakukan kemudian
aktivitas sehari ukur lagi
hari (ADLs) tanda-tanda
secara mandiri vital.
3. Dukung
pasien dalam
menegakkan
latihan teratur
dengan
menggunakan
treadmill dan
exercycle,
berjalan atau
latihan
lainnya yang
sesuai, seperti
berjalan
perlahan.
4. Kaji tingkat
fungsi pasien
yang terakhir
dan
kembangkan
rencana
latihan
berdasarkan
pada status
fungsi dasar.
5. Sarankan
konsultasi
dengan ahli
terapi fisik
untuk
menentukan
program
latihan
spesifik
terhadap
kemampuan
pasien.
6. Sediakan
oksigen
sebagaiman
diperlukan
sebelum dan
selama
menjalankan
aktivitas
untuk berjaga-
jaga.
7. Tingkatkan
aktivitas
secara
bertahap;
klien yang
sedang atau
tirah baring
lama mulai
melakukan
rentang gerak
sedikitnya 2
kali sehari.
8. Tingkatkan
toleransi
terhadap
aktivitas
dengan
mendorong
klien
melakukan
aktivitas lebih
lambat, atau
waktu yang
lebih singkat,
dengan
istirahat yang
lebih banyak
atau dengan
banyak
bantuan.
9. Secara
bertahap
tingkatkan
toleransi
latihan dengan
meningkatkan
waktu diluar
tempat tidur
sampai 15
menit tiap hari
sebanyak 3
kali sehari.
4. Ketidakseimbangan NOC : 1. Kaji
nutrisi kurang dari  Nutritional kebiasaan
kebutuhan Status : food and diet, masukan
tubuh berhubungan Fluid Intake makanan saat
dengan dispnea, ini. Catat
kelamahan, efek Kriteria Hasil : derajat
samping obat,  Adanya kesulitan
produksi sputum dan peningkatan makan.
anoreksia, mual berat badan Evaluasi berat
muntah. sesuai dengan badan dan
tujuan ukuran tubuh.
 Berat badan 2. Auskultasi
ideal sesuai bunyi usus
dengan tinggi 3. Berikan
badan perawatan
 Mampu oral sering,
mengidentifikasi buang sekret.
kebutuhan nutrisi 4. Dorong
 Tidak ada tanda periode
tanda malnutrisi istirahat I jam
 Tidak terjadi sebelum dan
penurunan berat sesudah
badan yang makan.
berarti 5. Pesankan diet
lunak, porsi
kecil sering,
tidak perlu
dikunyah
lama.
6. Hindari
makanan yang
diperkirakan
dapat
menghasilkan
gas.
7. Anjurkan
pasien makan
sedikit tapi
sering
8. Kolaborasi
dengan tim
ahli gizi
dalam
pemberian diit
makanan

4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang.
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media


Aesculapius FKUI
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:
EGC
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy for
The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
ObstructivePulmonary Disease. Barcelona: Medical Communications
Resources. Available from: http://www.goldcopd.org
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Penyakit Paru Obstruktf Kronik : Pedoman
Praktis
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta. 2010
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan
Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta : EGC.
Ovedoff David. 2009. Kapita Selekta Kedokteran.Dialihbahasakan oleh Lyndon
Saputra.
Tangerang :Binarupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai