Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Tn.

DENGAN PENYAKIT PARU OBSTUKSI KRONIS

(PPOK) DI BANGSAL CEMPAKA 3

Amaliah Cahyani

2020060143

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN

PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2023
A. Pengertian
Penyakit paru obstuksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang
dikarenakanhambatan pada saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,
ppok jugamerupakan penyakit respiratori yang menghambat pada saluran nafas
progresifserta berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel
atau gasberacun dan berbahaya (Ridho,2020)
PPOK adalah penyakit saluran napas yang bersifat kronik.
progresifirreversible atau reversibel sebagian yang ditandai dengan adanya
obstruksisaluran napas akibat reaksi inflamasi abnormal, hiperaktivasi saluran
napas,destruksi dinding alveolar dan bronchus yang menyebabkan
terjadinyapenurunan jumlah oksigen yang masuk, memanjangnya masa ekspirasi
akibatpenurunan daya elastisitas paru
(Sulistiowati dkk., 2021).
PPOK merupakan penyakit paru bersifat kronik dan menjadi salah satufactor
yang menyebabkan sesak napas bagi penderita karena ditandai olehhambatan aliran
udara yang bersifat progresif dan berhubungan dengan responinflamasi paru terhadap
partikel atau gas yang beracun atau berbahaya (Rumampuk & Thalib, 2020).
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yangumum,
dapa dicegah dan dapat diobati yang ditandai dengan gcjala beruparespirasi yang
menetap dan keterbatasan aliran udara yang disebabkan olehabnormalitas saluran
udara dan atau alveolar yang biasanya disebabkan olehpajanan partikel atau gas-gas
berbahaya (Susanto, 2021)

B. Penyebab dan factor predisposisi


Faktor resiko PPOK digolongkan menjadi paparan lingkungan danfaktor
host. Paparan dengan rokok merupakan penyebab terbesar dari PPOK,baik perokok
aktif maupun pasif. Paparan lingkungan lain yang merupakanfaktor resiko PPOK
adalah debu pekerjaan, polusi dalam dan luar ruanganyang secara langsung terhirup
dan masuk ke saluran pemafasan. Faktor lainyang berasal dari diri sendiri adalah
defisiensi antitrypsin alfa, yaitu berupaenzim pelindung bagi paru saat terkena trauma
(Nies, 2018)
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik(PPOK)
menurut Rahmadi (2017) adalah :
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas-gaskimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnyafungsi paru-
paru bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan
3. infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asmaorang
dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yangnormalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang
yangkekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatifmuda,
walau pun tidak merokok

C. Manifestasi klinik (tanda & gejala )


Menurut Rosyid et al (2020) tanda dan gejala PPOK antara lain :
1. Sesk nafas
2. Batuk dengan produksi sputum
3. Dada terasa berat
4. Wheezing
5. Tampak Lelah
6. Penurunan berat badan
7. Anoreksia

D. Patofisiologi
Penyakit paru obstruktif kronis atau PPOK ditandai dengan obstruksi
progresif lambat pada jalan nafas. PPOK merupakan salah satu
eksaserbasiperiodik, sering kali berkaitan dengan infeksi pernapasan dengan
peningkatangejala dyspnea dan produksi sputum. Tidak seperti proses akut
yangmemungkinkan jaringan paruh pulih, jalan napas dan parenkim paru tidak
kembaike normal setelah eksernbasi. Bahkan, PPOK menunjukkan perubahan
destruktifyang progresif (LeMone et al., 2018).
Meskipun salah satu atau lainya dapat menonjol PPOK biasanya
mencakupkomponen bronchitis kronik dan emfisema, dua proses yang jauh
berbeda.Penyakit jalan napas kecil, penyempitan bronkiola kecil, juga merupakan
bagiankompleks PPOK. Melalui mekanisme yang berbeda, proses ini
menyebabkanjalan napas menyempit, resistensi terhadap aliran udara untuk
meningkat, danekpirasi menjadi lambat dan sulit (LeMone et al., 2018).
Menurut Djojodibroto (2016), PPOK adalah penyakit pernapasan yang
terjadikarena inflamasi kronik akibat zat-zat beracun dan polusi yang terinhalasi
kedalam tubuh. Zat-zat berbahaya yang dmaksud dapat berupa asap roko,
asappabbrik dan debu-debu polusi. Dari semu faktor-faktor resiko zat
berbahayapenyebab PPOK tersebut, faktor zat berbahaya berasal dari rokok yaitu
nikotin adalah faktor utama penyebab orang terkena PPOK. Zat nikotin yang
terdapatdalam rokok merupakan zat pencetus terbesar orang terkena PPOK
sepertibronkitis maupun emfisema. Bronkitis kronis dan emfisema biasanya
diawalidengan terpanajnnya seorang individu terhadap zat-zat berbahaya seperti
nikotinatau roko secara terus-menerus sehingga bronkus dan brokiolus menjadi
teriritasi.
Iritasi kronis oleh bahan-bahan berbahaya menyebabkan hipertrofi
kelenjarmukosa bronkial dan peradangan peribronkial. Pelebaran asinus
merupakan contoh kelainan akibat dari peradangan pada bronkial. Kelaian dan
peradanganpada bronkial menyebabkan kerusakan lumen bronkus, silia menjadi
abnormal,hyperplasia otot polos saluran napas dan hipersekresi mukus. Semua
kelaiantersebut menyebabkan terjadinya obstruksi pada saluran napas, dimaa
memilikisifat kronis dan progresif sehingga masuk ke dalam kategori PPOK
(Djojodibroto,2018).
E. Pathway keperawatan

PPOK

Bronkiolus menyempit penurunan nafsu makan


dan tersumbat

penurunan BB drastic

nafas pendek hipersekresi mucus obstruktif aklvoli

Deficit nutrisi

gangguan pola penumpukan lendir alveoli kolaps


nafas pada jalan nafas

Pola nafas batuk tidak efektif penurunan ventilasi paru


tidak
efektif

Bersihan
jalan nafas
tidak efektif ketidaksamaan hipoksemia
ventilasi paru

Gangguan pengunaan energi untuk


pertukaran pernafasan meningkat
gas

Intoleransi aktiitas
F. Penatalaksanaan
Terapi yang dapat diberikan kepada penderita PPOK yaitu
terapinonfarmakologi dan farmakologi (Kristiningrum, 2019):
a. Terapi Non Farmakologi
1) Berhenti merokok. Strategi untuk membantu pasien berhenti merokoka
dalah 5A :
a) Ask (Tanyakan). Mengidentifikasi semua perokok pada setiap kunjungan.
b) Advise (Nasihati). Dorongan kuat pada semua perokok untuk berhenti
merokok
c) Assess (Nilai). Keinginan untuk usaha berhenti merokok (misal: dalam30
hari ke depan).
d) Assist (Bimbing). Bantu pasien dengan rencana berhenti
merokok,menyediakan konseling praktis, merekomendasikan
penggunaanfarmakoterapi.
e) Arrange (Atur). Buat jadwal kontak lebih lanjut.
2) Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi keletihan
danmemperbaiki kualitas hidup penderita PPOK. Penderita yang dimasukkan
kedalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan
pengobatanoptimal yang disertai: simptom pernapasan berat, beberapa kali
masuk ruang awat darurat, kualitas hidup yang menurun. Program rehabilitasi
terdiri dari 3komponen yaitu: latihan fisik, psikososial dan latihan pernapasan.
3) Terapi Oksigen.
Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting
untukmempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di
ototmaupun organ-organ lainnya.4)
4) Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnyakebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karenahipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi
hipermetabolisme.Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena
berkorelasi denganderajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas
darah
b. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi digunakan untuk mengurangi gejala, menurunkan
frekuensidan tingkat keparahan eksaserbasi, serta memperbaiki toleransi terhadap
latihanfisik dan status kesehatan. Hingga saat ini, belum ada bukti uji klinik
yangmenyimpulkan bahwa obat-obat yang tersedia untuk PPOK dapat
memodifikasipenurunan fungsi paru jangka panjang. Pemilihan obat dalam
setiap golonganobat tergantung ketersediaan dan biaya, respons klinis, dan efek
samping. Setiapterapi memerlukan regimen individual terkait keparahan, limitasi
aliran udara, dantingkat keparahan eksaserbasi (Kristiningrum, 2019)
1) Bronkodilator
Bonkodilator merupakan obat yang meningkatkan FEV1 dan/atau
memperbaikivariabel spirometri lainnya dengan mempengaruhi tonus otot
polos jalan napasdan memperbaiki aliran udara ekspirasi, yang
mencerminkan pelebaran jalannapas daripada perubahan elastisitas paru.
Bronkodilator cenderung menurunkanhiperinflasi dinamik saat istirahat
ataupun selama latihan fisik, serta memperbaikiperforma latihan. Besarnya
perubahan ini, khususnya pada pasien dengan PPOKberat dan sangat berat,
tidak mudah diprediksi dari perbaikan FEV1 saat istirahat.Peningkatan dosis
bronkodilator, khususnya yang diberikan dengan nebulizer
2) Antiinflamasi
Hingga saat ini, eksaserbasi (tingkat eksaserbasi, pasien dengan
minimalsekali eksaserbasi, waktu hingga pertama kali mengalami
eksaserbasi)mencerminkan endpoint utama yang klinis relevan untuk menilai
efikasi obatantiinflamasi. Antiinflamasi yang dapat digunakan pada
PPOK adalahcorticosteroid dan phosphodiesterase-4 inhibitor. Bukti in vitro
menunjukkanbahwa inflamasi terkait PPOK mempunyai responsivitas
terbatas terhadapcorticosteroid, namun, beberapa obat seperti agonis
β2, theophylline, ataumacrolide dapat secara pasial meningkatkan sensitivitas
corticosteroid. Data invivo menunjukkan bahwa kaitan dosisrespons
dengan keamanan jangkapanjang (>3 tahun) corticosteroid inhalasi pada
pasien PPOK masih belumjelas dan memerlukan penelitian lebih lanjut
a) Corticosteroid yang diberikan reguler dapat memperbaiki gejala,
fungsiparu, kualitas hidup, frekuensi eksaserbasi pada pasien dengan
FEV1diprediksi < 60%. Namun kebanyakan studi telah menemukan
bahwa terapireguler dengan corticosteroid inhalasi tidak memodifikasi
penurunan
FEV1atau mortalitas jangka panjang pada pasien PPOK (Kristiningrum,
2019).
b) Glucocorticoid oral Penggunaan glucocorticoid sistemik untuk terapi
eksaserbasi akut padapasien dirawat di rumah sakit, atau selama di
unit gawat darurat,menurunkan tingkat kegagalan terapi, tingkat
relaps, dan memperbaikifungsi paru dan sesak napas, namun
penggunaannya pada terapi harianjangka panjang pada PPOK tidak
dianjurkan karena komplikasi sistemikyang tinggi. Glucocorticoid oral
dapat menyebabkan efek samping sepertimiopati steroid, yang dapat
berkontribusi pada kelemahan otot, penurunanfungsionalitas, dan gagal
napas pada pasien PPOK yang sangat berat(Kristiningrum, 2019).
c) Phosphodiesterase-4 inhibitorKerja utama PDE4 inhibitor adalah
mengurangi inflamasi denganmenghambat pemecahan C-AMP
intraseluler. Roflumilast merupakan obatgolongan ini yang diberikan
sekali sehari secara oral. Roflumilast tidakmempunyai efek
bronkodilator langsung, namun bisa menurunkaneksaserbasi sedang
dan berat pada pasien dengan bronkitis kronik, PPOKberat hingga sangat
berat dan riwayat eksaserbasi, yang diterapi dengancorticosteroid
sistemik. Efek pada fungsi paru juga tampak jika roflumilastditambahkan
pada bronkodilator kerja panjang dan pada pasien yang tidakterkontrol
dengan kombinasi tetap LABA/ICS
c. Terapi Farmakologi Lain
1) Vaksin : Vaksin pneumococcus direkomendasikan untuk pada pasien PPOKusia
> 65 tahun (Kristiningrum, 2019).
2) Alpha-1 Augmentation therapy: Terapi ini ditujukan bagi pasien usia
mudadengan defisiensi alpha-1 antitripsin herediter berat. Terapi ini sangat
mahal,dan tidak tersedia di hampir semua negara dan tidak
direkomendasikan untuk pasien PPOK yang tidak ada hubungannya dengan
defisiensi alpha-1antitripsin (Kristiningrum, 2019)
3) Antibiotik: Penggunaannya untuk mengobati infeksi bakterial
yangmencetuskan eksaserbasi (Kristiningrum, 2019)
4) Mukolitik (mukokinetik, mukoregulator) dan antioksidan:
Ambroksol,erdostein, carbocysteine, ionated glycerol dan N-acetylcystein
dapatmengurangi gejala eksaserbasi (Kristiningrum, 2019)
5) Immunoregulators (immunostimulators, immunomodulator)
(Kristiningrum,2019).
6) Antitusif: Golongan obat ini tidak direkomendasikan (Kristiningrum, 2019).
7) Vasodilator

G. Pemeriksaan penunjang
1. Uji Faal Paru
Uji faal paru dengan spirometri bertujua untuk menegakkan
diagnosis,mengobservasi perkembangan penyakit, dan menentukan prognosa.
Pemeriksaandigunakan untuk melihat secara obyektif adanya obstruksi saluran
nafas dalamberbagai tingkat. Spirometri digunakan untuk mengukur volume
maksimal udarayangdikeluarkan setelah inspirasi maksimal, atau disebut Forced
vital capacity(FVC). Spirometri merupakan pemeriksaan penunjang definitif
untuk diagnosisPPOK rasio pengukuran FEV FVC < 0,7
2. Radiologi Abnormalitas pada rontgen toraks atau CT scan, yaitu hiperinflasi,
penebalandinding jalan napas, air trapping, hiperlusensi, bullae, atau
gambaran lainemfisema namun pada stadium awal dapat normal. Sehingga
teridentifikasi diagnosis lain yaitu bronkiektasis, infeksi paru seperti tuberkulosis,
penyakit paruinterstisial atau gagal jantung.
3. Analisis Gas Darah
Analisa Gas Darah dilakukan untuk mengetahui kadar pH dalam darah,
ataubersama radiografi bisa dilakukan untuk membantu menentukan diagnosis
PPOK.
4. ComputedTomography (CT) Scan dilakukan untuk melihat adanya emfisema
padaalveoli. Beberapa studi juga menyebutkan bahwa kekurangan α-1 antitripsin
dapatdiperiksa pada pasien PPOK maupun asma
5. Pemeriksaan EKG Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung.
Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal
pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1
dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
6. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
7. Laboratorium darah lengkap
H. Pengkajian focus
secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang:
1. Biodata Pasien
2. Riwayat Kesehatan
3. Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang
sudah berlangsung lama sampai bertahun-tahun, dan semakin berat setelah
beraktivitas . keluhan lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau,, sesak semakin
bertambah, dan badan lemas
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
5. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
6. Riwayat Kesehatan Keluarga Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial
pasien penyakit paru-paru sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu:
a) Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan melalui satu
orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan riwayat kontak dengan orang
terinfeksi akan dapat diketahui sumber penularannya.
b) Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu predisposisi
keturunan tertentu. Selain itu serangan asma mungkin dicetuskan oleh
konflik keluarga atau orang terdekat.
c) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang tingkat polusi
udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak menimbulkan bronchitis kronis,
melainkan hanya memperburuk penyakit tersebut
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik focus pada PPOK
a) Inspeksi Pada klien denga PPOK, terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu nafas
(sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat klien
mempunyai batuk dada barrel chest akibat udara yang terperangkap,
penipisan massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan
pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea terjadi
pada saat beraktifitas, bahkan pada beraktivitas kehidupan sehari-hari seperti
makan dan mandi. Pengkajian produk produktif dengan sputum parulen
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
b) Palpasi Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c) Perkusi Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor,
sedangkan diafragma mendatar/menurun.
d) Auskultasi Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan wheezing sesuai
tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus. (Muttaqin. 2008)
8. Data Bio-psiko-sosial-spiritual menurut Virginia Henderson
a) Bernafas Pola nafas cepat, sesak (+), RR > 20x/mnt, takipnea, pernafasan
cepat dan dangkal
b) Makan dan minum Makan dan minum biasanya berkurang dari normal,
misalnya: dulu makan 1 porsi setiap kali makan, namun setelah mengalami
PPOK makan dan minim bisa ¼ porsi
c) Eleminasi BAB sukar dengan konsistensi agak padat / mengalami melena,
BAK sedikit dari normal
d) Gerak dan aktivitas Susah dan jarang beraktivitas, sebab ketika bergerak akan
merasa semakin sesak
e) Istirahat tidur Sulit untuk tidur nyenyak karena merasa sesak dan sulit bernafas
f) Kebersihan diri Biasanya pasien yang mengalami PPOK jarang menjaga
kebersihan dirinya, sebab enggan untuk bergerak karena akan merasa sesak
g) Pengaturan suhu tubuh Biasanya pasien yang mengalami PPOK suhu
tubuhnya normal ( 36,5-37,5 C )
h) Rasa nyaman Biasanya pasien yang mengalami PPOK merasakan nyeri pada
daerah dada
i) Rasa aman Biasanya pasien yang mengalami PPOK merasakan cemas
karena memikirkan penyakit yang dialami
j) Sosialisasi dan komunikasi Jarang untuk berkominikasi karena akan
menambah rasa sesak

I. Diagnose keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efekif b.d sekresi yang tertahan, hipersekresi jalan nafas
dan sekresi yang tertahan, bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk
tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal
2. Pola nafas tidak efektif b.d Hambatan upaya napas, napas pendek, mukus,
bronkokontriksi daniritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventlasi-perfusi, ketidaksamaan
ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas b.d tirah baring, ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen dan dyspnea
J. Perencanaan keperawatan
DIAGNOSA SLKI SIKI
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas
tidak efekif b.d sekresi Tindakan keperawatan (I.01011)
yang tertahan bersihan jalan nafas Observasi
Kembali meningkat 1. Monitor pola nafas
dengan kiteria hasil : (frekuensi, kedalaman,
1. Produksi sputum usaha napas)
menurun 2. Monitor bunyi napas
2. Mengi menurun tambahan (mis.
3. Wheezing menurun Gurgling, mengi,
4. Meconium menurun wheezing, ronki
5. Pola nafas membaik kering
6. Frekuensi )
nafas membaik 3. Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
1. Pertahanan ketepatan
jalan nafas dengan
head-till dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga
trauma servikal )
2. Posisikan semi fowler
atau fowler
3. Berikan minuum
hangat
4. Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 200 ml\hari
2. Ajarkan asupan cairan
2000 ml\hari
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Pemantauan respirasi


b.d hambatan upaya nafas Tindakan keperawatan (I.01014)
Pola nafas kembali Observasi
membaik dengan kiteria 1. Monitor frekuensi,
hasil : irama, kedalaman, dan
1. Dispnea menurun upaya nafas
2. Penggunaan otot 2. Monitor pola nafas
bantu nafas menurun (seperti bradypnea,
3. Pemanjangan fase takipnea,
ekspirasi menurun hiperventilasi,
4. Frekuensi napas kussmaul,)
membaik 3. Moitor adanya
5. Kedalaman nafas produksi sputum
membaik 4. Monitor adanya
sumbatan jalan nafas
5. Palpasi kesimetrisan
ekspansi pau
6. Auskultasi bunyi nafas
7. Monitor saturasi
oksigen
Terapeutik
1. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan da
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
Gangguan pertukaran gas Pertukaran gas setelah Terapi oksigen (I.01026)
b.d ketidakseimbangan dilakukan tindakan Observasi
ventlasi keperawatan pertukaran 1. Monitor kecepatan
gas meningkat dengan aliran oksigen
kriteria hasil : 2. Monitor posisi alat
1. Dispnea menurun terapi oksigen
2. Bunyi nafas 3. Monitor aliran oksigen
tambahan menuurun secara periodic
3. Takikardi membaik 4. monitor efektifitas
4. PCO2 membaik terapi oksigen (mis
5. PO2 membaik oksimetri, Analisa gas
6. PH arteri membaik darah,) jika perlu
5. monitor kemampuan
melepaskan oksigen
saat makan
6. monitor integritas
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
1. bersihakan secret pada
mulut hidung dan
trakea, jika perlu
2. pertahankan kepatenan
jalan nafas
3. siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
4. berikan oksigen
tambahan, jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
Kolaborasi
1. Kolaborasi penetuan
dosis oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan oksigen
saat aktivitas dan atau
tidur

Intoleransi aktifitas b.d Toleransi aktivitas Manajemen energi


tirah baring (L.050470) (I.05178)
Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 1. Identifikasi gangguan
Toleransi aktivitas fungsi tubuh yang
kembali meningkat mengakibatkan
dengan kiteria hasil : kelelahan
1. Frekuensi 2. Monitor kelelahan
nadi fisik
meningkat 3. Monitor pola dan jam
2. Keluhan Lelah tidur
menurun 4. Monior lokasi dan
3. Dispnea saat aktivitas ketidaknyamanan
menurun selama melakukan
4. Dispnea setelah aktivitas
aktivitas menurun Terapeutik
5. Frekuensi napas 1. Sediakan lingkungan
membaik nyaman dan rendah
stimulus (mis.cahaya,
suara, kunjungan 0
2. Lakukan Latihan
rentang gerak
pasif dan aktif
3. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
3. Anjurkan
menghubungi perawat
jika tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
4. Ajarkan strategi
koping untuk
menguragi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meniingkatkan asupan
makan
DAFTAR PUSTAKA

Nics, M. A. 2019. Keperawatan Kesehatan Komunitas dan Keluarga (Edisi pert).ELSEVIER.

Pangkey, B. C. ., Hutapca, A. D., & Stanggang, I. S. Y. F. 2021. Dasar-DasarDokumentasi


Keperawatan. Yayasan Kita Menulis.

Rosyid, A. N., Marhana, I. A., & Hasan, H. 2020. Kedokteran Respirasi 2020.Airlangga
University Press.

Rumampuk, E.. & Thalib, A. H. 2020. Efektifitas terapi nebulizer terhadapbersihan


jalan napas tidak efektif pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Jurnal
Mitrasehar, 10(2)

Sulistiowati, S., Sitorus, R., & Herawati. T. (2021). Asuhan Keperawatan PadaPasien
Dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). Jurnal IlmiahKesehatan Keris Husada,
(5)

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2018), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2019), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai