Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK)

DISUSUN OLEH :
AYU CAHYANINGTYAS O
P27220021279

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI PROFESI NERS
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK)

A. Konsep Teori
1. Definisi
PPOK adalah nama yang diberikan untuk gangguan ketika dua penyakit paru
terjadi pada waktu bersamaan yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Asma kronis
yang dikombinasikan dengan emfisema atau bronkitis juga dapat menyebabkan
PPOK (Hurst, 2016).
PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang
tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat
progresif dan di kaitkan dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadap
partikel atau gas berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan nafas,
hipersekresi mucus, dan perubahan pada system pembuluh darah paru. Penyakit
lain seperti kistik fibrosis, bronkiektasis, dan asama yang sebelumnya
diklasifikasiakan dalam jenis COPD kini di klasifikasikan paru kronis, meskipun
gejala tupang tindih dengan COPD lain. Merokok singaret, polusi udara, dan
pajanan di tempat kerja (batu bara, katun, biji-bijian padi) merupakan factor
penting yang menyebabkan terjadinya COPD, yang dapat terjadi dalam rentang
waktu 20-30 tahun (Brunner & Suddart, 2015).
2. Etiologi
Etiologi peyakit ini belum dikatahui. Menurut Muttaqin (2012),penyebab dari
PPOK adalah:
1. Kebiasaan merokok, merupakan penyebab utama pada bronhitis dan
emfisea
2. Adanya infeksi: Haepohilus influenzza dan streptoous pnneumonia
3. Polusi oleh zat – zat pereduksi.
4. Faktor keturunan
5. Faktor sosial - ekonomi: keadaan lingkungan dan ekonomi yang memburuk
Pengaruh dari masing – masing faktor terhadap terjadinya PPOK adalah saling
meperkuatdanfaktor merokok dianggap yang paling dominan.
3. Patofisiologi dan Pathway
Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK
yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran nafas bagian
proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang dikarenakan adanya
suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural pada paru. Terjadinya
peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi
folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding luar saluran nafas
mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil
berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang
meningkat sesuai beratsakit. Dalam keadaan normal radikal bebas dan antioksidan
berada dalam keadaan seimbang.Apabila terjadi gangguan keseimbangan maka
akan terjadi kerusakan di paru. Radikal bebas mempunyai peranan besar
menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari berbagai macam penyakit
paru. Pengaruh gas polutan dapat menyebabkan stress oksidan, selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid selanjutnya akan
menimbulkan kerusakan sel daninflamasi. Proses inflamasi akan mengaktifkan sel
makrofag alveolar, aktivasi sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor
kemotataktik neutrofil seperti interleukin 8 dan leukotrien B4, tumuor necrosis
factor (TNF), monocyte chemotactic peptide (MCP)-1 dan reactive oxygen
species (ROS). Faktor- faktor tersebut akan merangsang neutrofil melepaskan
protease yang akan merusak jaringan ikat parenkim paru sehingga timbul
kerusakan dinding alveolar dan hipersekresi mukus. Rangsangan sel epitel akan
menyebabkan dilepaskannya limfosit CD8, selanjutnya terjadi kerusakan seperti
proses inflamasi. Pada keadaan normal terdapat keseimbangan antara oksidan
dan antioksidan. Enzim NADPH yang ada dipermukaan makrofag dan neutrofil
akan mentransfer satu elektron ke molekul oksigen menjadi anion super oksida
dengan bantuan enzim superoksid dismutase. Zat hidrogen peroksida (H2O2)
yang toksik akan diubah menjadi OH dengan menerima elektron dari ion feri
menjadi ion fero, ion fero dengan halida akan diubah menjadi anion hipohalida
(HOCl). Pengaruh radikal bebas yang berasal dari polusi udara dapat
menginduksi batuk kronisse hingga percabangan bronkus lebih mudah terinfeksi.
Penurunan fungsi paru terjadi sekunder setelah perubahan struktur saluran
napas. Kerusakan struktur berupa destruksi alveol yang menuju ke arah emfisema
karena produksi radikal bebas yang berlebihan oleh leukosit dan polusidan asap
rokok (Somantri, 2012).
Pathway
Faktor Predisposisi

Edema, spasme bronkus, peningkatan secret bronkiolus

Obstruksi bronkiolus awal fase


Bersihan jalan ekspirasi
nafas tidak efektif
Udara terperangkap dalam alveolus

Pao2 rendah Sesak nafas,


PaCO2 tinggi nafas pendek

Gangguan Gangguan
Metabolisme pertukaran
gas
Jaringan

Metabolisme
Anaerob Insufisiensi/gagal
Nafas Pola nafas
tidak efektif
Produksi ATP
Menurun

Defisit energi

Lelah, lemah

Intoleransi Gangguan
aktivitas pola tidur

(Somantri, 2012)
4. Manifestasi Klinik
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi dari tanpa gejala dan dengan gejala
dari ringan sampai berat, yaitu batuk kronis, berdahak, sesak napas bila
beraktifitas, sesak tidak hilang dengan pelega napas, memburuk pada malam/dini
hari, dan sesak napas episodic (Tana et al., 2016). Untuk dapat menghindari
kekambuhan PPOK, maka pemahaman tentang penyakit dan cara mencegah
kekambuhan PPOK menjadi dasar yang sangat penting bagi seseorang khususnya
penderita PPOK. Kekambuhan dapat terukur dengan meliputi skala sesak
berdasarkan skala MMRC (Modified Medical Research Counci). Untuk
mengeluarkan dahak dan memperlancar jalan pernapasan pada penderita PPOK
dapat dilakukan dengan cara batuk efektif (Faisal, 2017).
Gejala PPOK jarang muncul pada usia muda umumnya setelah usia 50 tahun
ke atas, paling tinggi pada laki-laki usia 55-74 tahun. Hal ini dikarenakan keluhan
muncul bila terpapar asap rokok yang terus menerus dan berlangsung lama
(Salawati, 2016).
Tanda dan gejala penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah sebagai
berikut Brunner & Suddarth, (2015):
a. PPOK dicirikan oleh batuk kronis, produksi sputum, dan dyspnea saat
menggerakkan tenaga kerap memburuk seiring waktu
b. Penurunan berat badan sering terjadi
c. Gejala yang spesifik dengan penyakit
5. Penatalaksanaan
a) Medis
Penatalaksanaan medis dari Penyakit Kronis Obstruksi Kronik adalah
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas
b. Bronkodilatori (β-agonis dan antiklolinergik) bermanfaat pada 20-
40% kasus
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam
memperpanjang usia pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien
dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan FEV 1 sebesar 1,5 L)
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat
simtomatik yang singnifikan pada pasien dengan penyakit sedang –
berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan
dengan meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan
potensijalan nafas
b) Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dengan Penyakit Paru Obestruksi Kronik
adalah:
a. Mempertahankan potensi jalan nafas
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
(Tana, L. et al. 2016)
6. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada PPOK adalah foto rontgen
toraks dan CT Scan toraks. Pada foto rontgen thoraks anteroposterior-lateral,
dapat ditemukan hiperinflasi paru, hiperlusensi, diafragma tampak datar,
bayangan jantung yang sempit, dan gambaran jantung seperti pendulum (tear
drop appearance). Pada PPOK tipe bronkitis kronis dapat ditemukan
pertambahan corak vascular paru dan kardiomegali. Pemeriksaan CT scan
toraks dapat membantu dalam mendiagnosis berbagai tipe dari PPOK. CT
Scan lebih spesifik dalam mendiagnosa emfisema jika dibandingkan foto
thoraks polos.
b) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEPI dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small airway).
Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk
difusi berkurang.
c) Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang
kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.
d) Pemeriksaan EKG
e) Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan pulmonal pada
hantaran II, III, dan Avf. Voltase QRS rendah di VI rasio R/S lebih dari 1 dan
V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet
f) Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi
g) Laboratorium darah lengkap
(Brunner & Suddart, 2015)
7. Komplikasi
a) Hipoksemia
Hipoksemia adalah kondisi turunya konsentrasi oksigen dalam darah arteri.
Beberapa kondisi dapat menyebabkan hipoksemia. Hipoksemia dapat terjadi
jika terdapat penurunan oksigen di udara (hipoksia) atau hipoventilasi terjadi
karena daya regang paru menurun atau atelektasis (Corwin, 2015).
b) Asidosis Respiratori
Timbul Akibat dari peningkatan PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang muncul
antara lain nyeri kepala, fatigue, latergi, dizziness, dan takipnea (Somantri,
2012). Asidosis respiratorik dapat terjadi akibat depresi pusat pernapasan
misalnya (akibat obat, anestesi, penyakit neurologi) kelainan atau penyakit
yang mempengaruhi otot atau dinding dada, penurunan area pertukaran gas,
atau ketidakseimbangan ventilasi perfusi, dan obstruksi jalan napas (Warsi et
al., 2013).
c) Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru, harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat). Komplikasi ini sering
kali berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini (Warsi et al., 2013).
d) Status Asmatikus
Komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak berspons
terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernapasan dan
disertai vena leher sering kali terlihat pada klien dengan asma (Somantri,
2012).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
1. Identitas
a) Identitas pasien berupa nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, status,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor RM, diagnosa medis.
b) Identitas penanggung jawab berupa nama, tanggal lahir, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien.
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
b) Riwayat kesehatan sekarang
c) Riwayat kesehatan dahulu
d) Riwayat kesehatan keluarga
3. Pengkajian Fungsional Gordon
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan kesehatan.
Persepsi terhadap arti kesehatan dan penatalaksanaan kesehatan
b) Pola nutrisi
Menggambarkan masukan nutrisi pola makan, diet, nafsu makan sebelum
sakit dan saat sakit
c) Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, kebiasaan defekasi,
ada tidaknya masalah defekasi, penggunaan kateter, frekuensi defekasi
sebelum sakit dan saat sakit
d) Pola istirahat dan tidur
Menggambarkan pola tidur dan istirahat. Jumlah jam tidur siang dan
malam, masalah selama tidur, insomnia sebelum sakit dan saat sakit
e) Pola personal hygiene
Menggambarkan pola kebersihan diri, keiasaan mandi sebelum sakit dan
saat sakit
f) Pola aktivitas dan latihan
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi
sebelum sakit an saat sakit. Pentingnya latihan gerak dalam keadaan sehat
dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu sama lain.
g) Pola konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan. Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga
diri, ideal diri, peran, dan identitas diri
h) Pola hubungan dan peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap
anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal sebelum sakit dan saat
sakit
i) Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan
dengan seksualitas, riwayat haid, jumlah anak
j) Pola penanganan masalah stres
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress
k) Pola keyakinan dan nilai-nilai
Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk spiritual
4. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum dan kesadaran umum
b) Tanda-tanda vital berupa tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
c) Pemeriksaan head to toe (pemeriksan kondisi tubuh secara keseluruhan
dari ujung kepala sampai ujung kaki)
5. Pemeriksaan Penunjang
6. Program Terapi
b. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
2. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
3. Pola napas tidak efektif (D.0005)
4. Gangguan pola tidur (D.0055)
5. Intoleransi aktivitas (D.0056)

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018)


c. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. Bersihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x24 jam bersihan Manajemen jalan nafas
jalan nafas jalan nafas teratasi (I.01011)
(D.0001)
Kriteria Hasil (L.01001): a. Observasi
- Monitor pola nafas
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun - Monitor bunyi nafas
Meningkat Menurun tambahan
1 Produksi sputum - Monitor sputum
(jumlah, warna, aroma)
1 2 3 4 5 b. Terapeutik
- Pertahankan kepatenan
2 Mengi jalan nafas
1 2 3 4 5 - Posisikan semi fowler
atau fowler
3 Whezing - Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
1 2 3 4 5
- Lakukan penghisapan
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik lendir kurang dari 15
memburuk membaik detik
- Berikan oksigen, jika
4 Frekuensi nafas perlu
1 2 3 4 5 c. Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu

2. Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x24 jam gangguan Pemantauan respirasi (I.1014)
pertukaran pertukran gas teratasi
gas a. Observasi
Kriteria Hasil (L.1003) : - Monitor pola nafas,
(D.0003)
monitor saturasi oksigen
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun - Monitor frekuensi,
meningkat menurun irama, kedalaman, dan
upaya nafas
1 Dypsneu
b. Terapeutik
1 2 3 4 5 - Atur interval
pemantauan respirasi
2 Bunyi nafas tambahan sesuai kondisi pasien
c. Edukasi
1 2 3 4 5
- Jelaskan tujuan dan
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik prosedur pemantauan
memburuk membaik - Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3 PCO2

1 2 3 4 5
d. Kolaborasi
4 PO2 - Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
1 2 3 4 5

5 Takikardi
1 2 3 4 5

3. Pola nafas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x24 jam pola Manajemen jalan nafas
tidak nafas teratasi (I.01011)
efektif
(D.0005) Kriteria Hasil (L.1004): a. Observasi

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun - Monitor pola nafas


meningkat menurun - Monitor bunyi nafas
tambahan
1 Dypsneu - Monitor sputum
1 2 3 4 5 (jumlah, warna, aroma)
b. Terapeutik
2 Penggunaan otot bantu nafas - Pertahankan kepatenan
jalan nafas
1 2 3 4 5
- Posisikan semi fowler
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik atau fowler
memburuk membaik - Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
3 Frekuensi Nafas - Lakukan penghisapan
1 2 3 4 5 lendir kurang dari 15
detik
4 Kedalaman nafas - Berikan oksigen, jika
perlu
1 2 3 4 5
c. Edukasi
- Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk
efektif
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu

4. Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x24 jam gangguan Dukungan tidur (I.05174)
pola tidur pola tidur teratasi
(D.0055) a. Observasi
Kriteria Hasil (L.05045) : - Identivikasi aktivitas
dan pola tidur
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun - Identifikasi faktor
meningkat menurun pengganggu tidur (fisik
dan/atau psikologis)
1 Keluhan sulit tidur
- Identifikasi makanan
1 2 3 4 5 dan minuman yang
mengganggu tidur
2 Keluhan sering terjaga - Identifikasi obat tidur
1 2 3 4 5 yang dikonsumsi

3 Keluhan tidak puas tidur b. Terapeutik


- Modifikasi lingkungan
1 2 3 4 5 (mis. pencahayaan,
4 Keluhan pola tidur berubah kebisingan, suhu,
matras, dan tempat
1 2 3 4 5 tidur)
- Batasi waktu tidur siang,
5 Keluhan istirahat tidak cukup
jika perlu
- Fasilitasi
1 2 3 4 5 menghilangkan stres
sebelum tidur
- Tetapkan jadwal tidur
rutin
- Lakukan prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan (misal
pijat, pengaturan posisi,
akupresur)
- Sesuaikan jadwal
pemberian obat dan/atau
tindakan untuk
menunjang siklus tidur
terjaga
c. Edukasi
- Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama sakit
- Anjurkan menepati
waktu tidur
- Anjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
- Anjurkan penggunaan
obat tidur yang tidak
mengandung supresor
terhadap tidur REM
- Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
d. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
5. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x24 jam Manajemen energi (I.05178)
aktivitas intoleransi aktivitas teratasi
(D.0056) a. Observasi
Kriteria Hasil (L.05047): - Identifikasi gangguan
fungsi tubuh yang
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat mengakibatkan
menurun meningkat kelelahan
- Monitor pola dan jam
1 Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
tidur
1 2 3 4 5 - Monitor kelelahan fisik
dan emosional
2 Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah

1 2 3 4 5
b. Terapeutik
3 Keluhan lelah - Sediakan lingkungan
nyaman dan rendah
1 2 3 4 5 stimulus
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun - Lakukan aktivitas
meningkat menurun distraksi yang
menenangkan
4 Dipsnea saat aktivitas - Fasilitasi duduk disisi
tempat tidur, jika tidak
1 2 3 4 5 dapat berpindah atau
berjalan
c. Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan aktivitas
secara bertahap
- teknik batuk efektif
d. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan

(Tim Pokja SDKI, SIKI, & SLKI DPP PPNI, 2018)


d. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana

intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien

mencapai tujuan yang diharapakan. Oleh karena itu rencana intervensi yang

spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

masalah kesehatan klien (Wahyuni, 2016)

e. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sitematis dan

terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan,

dilakukan dengancara bersambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan

tenaga kesehatnnya (Wahyuni, 2016)


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2015. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,


Ed.12. Jakarta: EGC
Corwin, E.J., 2015. Buku Saku Patofisiologi, Ed.3. Jakarta: EGC.
Faisal, A., 2017. Pengaruh Batuk Efektif Terhadap Perubahan Derajat Sesak
Napas Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok) Di Poliklinik
Paru Rsud Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin. Manuskrip.
Hurst, M. 2016. Belajar Mudah Keperawatan Medikal-Bedah, Vol.1.Jakarta:
EGC
Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Salawati, L., 2016. Hubungan Merokok Dengan Derajat Penyakit Paru Obstruksi
Kronik. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, Volume 16 Nomor 3 .
Somantri, I. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan, Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Tana, L. et al. 2016. Sensitifitas dan Spesifisitas Pertanyaan Gejala Saluran
Pernapasan dan Faktor risiko untuk Kejadian Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK). Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 44, No. 4.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Warsi, A., Ganda, I.J. & Angriani, H. 2013. Gambaran Gas Darah pada Anak
dengan Kesadaran Menurun. JST Kesehatan, p.194.

Anda mungkin juga menyukai