DISUSUN OLEH :
AYU CAHYANINGTYAS OKTAVIANI
P27220021279
A. Konsep Teori
1. Definisi
Mansjoer (dalam Ariani, 2012) menjelaskan bahwa definisi stroke adalah
defisit neurologis yang mempunyai awitan tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam
dan disebabkan oleh penyakit serebrovaskular. Stroke terjadi saat terdapat
gangguan aliran darah ke bagian otak. Aliran darah terganggu karena adanya
sumbatan pembuluh darah, karena trombus atau embolus atau ruptur pembuluh
darah. Gambaran klinis yang terlihat bergantung pada lokasi kejadian dan area
otak yang diperfusi oleh pembuluh darah tersebut.
Stroke Non Hemoragik adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak disebabkan karena adanya trombus atau
embolus (Octavianus, 2014).
Dari pengertian diatas pengertian stroke non hemoragik adalah kelainan fungsi
otak yang timbul mendadak karena terjadi gangguan peredaran darahyang
disebabkan adanya trombus atau embolus sehingga mengakibatkan kelumpuhan
bahkan kematian.
2. Etiologi
Stroke dapat disebabkan oleh arteri yang tersumbat atau bocor (Stroke Non
Hemoragik) dan dapat disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah (stroke
hemoragik). Beberapa orang mungkin mengalami gangguan sementara aliran
darah ke otak (transient ischemic attack atau TIA) yang tidak menyebabkan
kerusakan permanen (Haryono & Utami, 2019). Stroke iskemik (non hemoragik)
yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak
sebagian atau keseluruhan terhenti. Stroke iskemik adalah stroke yang menduduki
angka 80% (Nurarif & Kusuma, 2015). Menurut NANDA (Nurarif & Kusuma,
2015), etiologi dari stroke non hemoragik adalah sebagai berikut :
a. Stroke Trombolitik: proses terbentuknya trombus yang membuang
penggumpalan
b. Stroke Embolik: tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah
c. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh
karena adanya gangguan denyut jantung.
3. Patofisiologi dan Pathway
Patofisiologi utama stroke adalah penyakit jantung atau pembuluh darah yang
mendasarinya menurut (Haryono & Utami, 2019) stroke non hemoragik
disebabkan oleh oklusi cepat dan mendadak pada pembuluh darah otak sehingga
aliran darah terganggu. Jaringan otak yang kekurangan oksigen selama lebih dari
60-90 detik akan menurun fungsinya. Thrombus atau penyumbatan seperti
arterosklerosis menyebabkan iskemia pada jaringan otak dan membuat kerusakan
jaringan neuron sekitarnya akibat proses hipoksia dan anoksia. Summbatan
emoboli yang terbentuk di daerah sirkulasi lain dalam sistem peredaran darah
yang biasa terjadi di dalam jantung atau sebagai komplikasi yang terlepas dan
masuk ke sirkulasi darah otak dapat menggangu sistem sirkulasi otak (Fanning et
al., 2014)
Menurut Long (dalam Ariani, 2012), otak sangat bergantung pada oksigen dan
tidak mempunyai cadangan oksigen. Bila terjadi anoksia seperti halnya yang
terjadi pada CVA, metabolisme di otak segera mengalami perubahan, kematian,
dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3 sampai 10 menit. Tiap kondisi
yang menyebabkan perubahan perfusi otak akan menimbulkan hipoksia atau
anoksia. Hipoksia menyebabkan iskemik otak. Iskemik otak dalam waktu lama
menyebabkan sel mati permanen dan berakibat terjadi infark otak yang disertai
dengan edema otak karena pada daerah yang dialiri darah terjadi penurunan fungsi
dan oksigen, serta peningkatan karbondioksida, dan asam laktat. Adanya
gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau cidera pada otak
melalui empat mekanisme, yaitu:
a. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan atau
penyumbatan lumen sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak
tidak adekuat, serta selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan
iskemik otak. Bila hal ini terjadi sedemikian hebatnya, dapat menimbulkan
nekrosis (infark).
b. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
jaringan (hemoragi).
c. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan
otak (misalnya: malformasi angiomatosa, aneurisma (Long dalam Ariani,
2012)
Pathway
Defisit perawatan
diri
(Octavianus, 2014)
4. Manifestasi Klinik
Haryono & Utami (2019) mengatakan manifestasi klinis stroke seperti berikut:
a. Kesulitan berbicara dan kebingungan
Pasien mengalami kesulitan untuk mengucapkan kata-kata dan/atau
mengalami kesulitan memahami ucapan
b. Kelumpuhan atau mati rasa pada wajah, lengan, atau kaki
Penderita stroke bisa mengalami mati rasa tiba-tiba, kelemahan atau
kelumpuhan di wajah, lengan atau kaki. Hal ini sering terjadi di satu sisi tubuh
c. Kesulitan melihat dalam satu atau kedua mata.
Penderita stroke akan mengalami gangguan penglihatan, seperti pandangan
kabur atau hitam di satu atau kedua mata.
d. Sakit kepala
Sakit kepala yang tiba-tiba dan parah, yang mungkin disertai dengan muntah,
pusing, atau perubahan kesadaran, mungkin menunjukkan seorang mengalami
stroke
e. Kesulitan berjalan
Penderita stroke mungkin tersandung atau mengalami pusing mendadak;
kehilangan keseimbangan; atau kehilangan koordinasi.
Sedangkan menurut (Nurarif and Kusuma 2015) manifestasinya yaitu:
a. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan
b. Tiba-tiba hilang rasa peka
c. Bicara cedel atau pelo
d. Gangguan bicara dan bahasa
e. Gangguan penglihatan
f. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
g. Gangguan daya ingat
h. Nyeri kepala hebat
i. Vertigo
j. Kesadaran menurun
k. Proses kencing terganggu
l. Gangguan fungsi otak
5. Penatalaksanaan
Untuk mengobati stroke non hemoragik, aliran darah ke otak harus cepat
dikembalikan dengan beberapa prosedur berikut (Haryono & Utami, 2019):
a. Perawatan darurat dengan obat-obatan
Terapi dengan obat penghancur gumpalan darah harus dimulai dalam 4,5 jam
jika mereka diberikan ke pembuluh darah) semakin cepat, semakin baik).
Perawatan cepat tidak hanya meningkatkan peluang pasien untuk bertahan
hidup tetapi juga dapat mengurangi komplikasi. Obat yang dapat digunakan
ialah injeksi intravena activator plasminogen jaringan (tPA), juga disebut
alteplase, dianggap sebagai pengobatan standar untuk stroke non hemoragik.
Injeksi tPA biasanya diberikan melalui vena di lengan. Obat penghancur
gumpalan ampuh ini idealnya diberikan dalam waktu tiga jam. Dalam
beberapa kasus, tPA dapat diberikan hingga 4,5 jam setelah gejala stroke
dimulai. Obat ini engembalikan aliran darah dengan melarutkan gumpalan
darah yang menyebabkan stroke dan dapat membantu orang yang mengalami
stroke pulih sepenuhnya.
b. Prosedur Endovaskular Darurat
Prosedur stroke non hemoragik kadang-kadang melibatkan prosedur yang
dilakukan langsung didalam pembuluh darah yang tersembat. Prosedur ini
harus dilakukan sesegera mungkin, tergantung pada fitur bekuan darah:
1) Obat-Obat Dikirimkan Langsung Ke Otak
Dokter dapat memasukkan tabung tipis (kateter) panjang melalui arteri
diselangkangan dan memasukkannya ke otak untuk mengirim tPA
langsung ke area dimana stroke terjadi. Ini disebut trombolisis intraarterial
2) Menghilangkan Bekuan dengan Retriever dtent
Dokter menggunakan kateter untuk mengarahkan perangkat ke pembuluh
darah yang tersumbat di otak, serta menjebak dan menghilangkan bekuan.
Prosedur ini sangat bermanfaat bagi orang orang dengan gumpalan besar
yang tidak dapat dilarutkan sepenuhnya dengan tPA, meskipun prosedur
ini sering dilakukan dalam kombinasi dengan tPA intravena
c. Prosedur lainnya
Untuk mengurangi risiko mengalami stroke atau serangan iskemik transien,
dokter bisa menyarankan prosedur untuk membuka arteri yang dipersempit
oleh plak (Haryono & Utami, 2019).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Goldszmidt dan Caplan (2013) pada pasien
stroke non hemoragi antara lain:
a. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik, seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurismaatau malformasi vaskuler
b. Computer Tomografi Scan (CT Scan)
Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti. Pada
stroke non hemoragik terlihat adanya infark
c. Pungsi Lumbal
Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli
serebral dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah
menunjukan adanya hemoragik sub arakhnoid atau perdarahan intra kranial.
Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan
proses inflamasi
d. Magnatik Resonan Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar atau luas terjadinya perdarahan otak dengan
menggunakan gelombang magnetik. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
area yang megalami lesi dan infark akibat dari hemoragik. Pemeriksaan ini
lebih canggih dibanding CT-Scan
e. Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah sistem arterikaroti saluran
darah/muncul plak)
f. Elektro Encephalografi (EEG)
Pemeriksaan Elektro Encephalo Grafi dilakukan pada pasien stroke bertujuan
untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark
sehingga menurunnya impuls listri dalam jaringan otak.
g. Sinar x tengkorak
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan
dari massa yang meluas kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis
serebral; kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.
7. Komplikasi
Stroke dapat menyebabkan cacat sementara atau permanen, tergantung pada
berapa lama otak kekurangan aliran darah dan bagian mana yang berdampak.
Komplikasi Menurut Haryono & Utami (2019) yang bisa terjadi antara lain:
a. Kelumpuhan atau hilangnya gerakan otot.
Penderita stroke bisa menjadi lumpuh di satu sisi tubuh atau kehilangan
kendali atas otototot tertentu, seperti otot-otot di satu sisi wajah atau bagian
tubuh lain. Terapi fisik dapat membantu penderita kembali ke aktivitas yang
terkena kelumpuhan, seperti berjalan, makan, dan berdandan
b. Kesulitan berbicara atau menelan
Stroke dapat mempengaruhi control otot-otot di mulut dan tenggorokan,
sehingga sulit bagi penderitanya untuk berbicara dengan jelas (disartria),
menelan (disfagia), atau makan. Penderita stroke juga mungkin mengalami
kesulitan dengan bahasa (afasia), termasuk berbicara atau memahami ucapan
membaca, atau menulis. Terapi dengan ahli bahasa bicara dapat membantu
c. Kehilangan memori atau kesulitan berfikir
Banyak penderita stroke juga mengalami kehilangan ingatan. Selain itu,
penderita stroke juga dapat mengalami kesulitan berpikir, membuat penilaian,
dan memahami konsep
d. Masalah emosional
Orang-orang yang mengalami stroke lebih sulit mengendalikan emosi mereka
atau mereka mungkin mengalami depresi
e. Rasa sakit
Nyeri, mati rasa, atau sensasi aneh lainnya dapat terjadi di bagian tubuh yang
terkena stroke. Misalnya, stroke dapat menyebabkan seorang mati rasa di
bagian lengan kirinya, sehingga penderita tersebut mengembangkan sensasi
kesemutan yang tidak nyaman di lengan itu.
f. Orang juga mungkin sensitif terhadap perubahan suhu setelah stroke, terutama
dingin ektrim. Komplikasi ini dikenal sebagai nyeri stroke sentral atau
sindrom nyeri sentral. Kondisi ini umumnya berkembang beberapa minggu
setelah stroke dan dapat meningkat seiiring waktu. Perubahan perilaku dan
kemampuan perawatan diri. Orang yang mengalami stroke mungkin menjadi
lebih menarik diri dan kurang social atau lebih impulsive. Mereka mungkin
membutuhkan bantuan perawatan dan melakukan pekerjaan sehari-hari.
3. Pengkajian sekunder
a) Keluhan utama
b) Riwayat kesehatan sekarang
c) Riwayat kesehatan dahulu
d) Riwayat kesehatan keluarga
e) Anamnesa singkat SAMPLE (sign & symptom, allergies, past illness, last
oral intake, event before incident)
f) Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum dan kesadaran umum
- Tanda-tanda vital berupa tekanan darah, nadi, pernapasan, dan suhu
- Pemeriksaan head to toe
g) Pemeriksaan Penunjang
h) Program Terapi
b. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
(D.0001)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (D.0005)
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan hipertensi, infark
miokard akut, sindrom sick sinus (D.0016)
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot,
penurunan massa otot (D.0054)
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
serebral (D.0119)
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)
7. Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan,
ketidakmampuan mencerna makanan (D.0032)
8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular (D.0109)
c. Intervensi
Standar Luaran
No Dx Keperawatan Intervensi
(Evaluasi Kriteria Hasil)
1. D.0001. Bersihan jalan nafas L.01001 Setelah dilakukan tindakan I.01011. Manajemen jalan nafas
tidak efektif berhubungan keperawatan …x… jam, maka bersihan jalan Observasi
dengan sekresi yang tertahan nafas membaik dengan kriteria hasil : - Monitor pola nafas
- Monitor bunyi nafas tambahan
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Posisikan semi fowler atau fowler
- Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2. D.0005. Pola napas tidak L.01004 Setelah dilakukan tindakan I.01014 Pemantauan Respirasi
efektif berhubungan dengan keperawatan …x… jam, maka pola napas Obervasi
penurunan energi, hambatan membaik dengan kriteria hasil: - Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
upaya napas - Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
1. Dispneu menurun dari skala 1 menjadi
hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, dan
skala 5
Ataksik).
2. Penggunaan otot bantu nafas menurun dari
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
skala 1 menjadi skala 5
- Monitor saturasi oksigen
3. Ortopneu menurun dari skala 1 menjadi
- Auskultasi bunyi napas
skala 5
- Monitor hasil x-ray toraks
4. Frekuensi nafas membaik dari skala 1
Terapeutik
menjadi skala 5
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
5. Kedalaman nafas membaik dari skala 1
- Dokumentasikan hasil pemantauan
menjadi skala 5
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, k/p
Kolaborasi
- Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
6. D.0056 Intoleransi aktivitas L.05047 Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi (I.05178)
berhubungan dengan keperawatan selama …x… jam, intoleransi Observasi
kelemahan aktivitas teratasi dengan kriteria hasil : - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
1. Kemudahan dalam melakukan aktivitas
sehari-hari meningkat - Monitor pola dan jam tidur
2. Kekuatan tubuh bagian atas meningkat - Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Keluhan lelah menurun Terapeutik
4. Dypsneu saat aktivitas menurun - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus
- Lakukan aktivitas distraksi yang menenangkan
- Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan
7. D.0032 Risiko defisit nutrisi L.13118 Setelah dilakukan tindakan I.03119 Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan keperawatan …x… jam, maka risiko defisit Observasi
ketidakmampuan menelan nutrisi meningkat dengan kriteria hasil: - Identifikasi status nutrisi
makanan, ketidakmampuan - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat
mencerna makanan - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
dari skala 1 menjadi skala 5
- Monitor asupan makanan
2. Berat badan atau IMT meningkat dari skala
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
1 menjadi skala 5
Terapeutik
3. Frekuensi makan meningkat dari skala 1
menjadi skala 5 - Fasilitasi menentukan pedoman diet
4. Nafsu makan meningkat dari skala 1 - Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
menjadi skala 5 - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
5. Perasaan cepat kenyang meningkat dari - Batasi asupan cairan dan garam
skala 1 menjadi skala 5 - Tinggikan kepala tempat tidur 30-400
Edukasi
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan, jika
perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
8. D.0109 Defisit perawatan diri L.11103 Setelah dilakukan tindakan Dukungan Perawatan Diri (1.11348)
berhubungan dengan keperawatan …x… jam masalah defisit Observasi
gangguan neuromuskular perawatan diri dapat teratasi dengan kriteria - Identifikasi aktivitas perawatan diri sesuai usia
hasil : - Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
1. Kemampuan mandi meningkat dari skala 1 berpakaian, berhias, dan makan
menjadi skala 5 Terapeutik
2. Kemampuan mengenakan pakaian - Sediakan lingkungan terapeutik
meningkat dari skala 1 menjadi skala 5 - Siapkan keperluan pribadi
3. Kemampuan makan meningkat dari skala 1 - Dampingi / bantu dalam melakukan perawatan diri
menjadi skala 5
4. Kemampuan ke toilet (BAK/BAB) - Jadwalkan rutinitas perawatan diri
meningkat dari skala 1 menjadi skala 5
5. Verbalisasi keinginan melakukan perawatan Edukasi
diri meningkat dari skala 1 menjadi skala 5 - Anjurkan melakukan perawatan diri secara konsistensesuai
6. Minat melakukan perawatan diri meningkat kemampuan
dari skala 1 menjadi skala 5
7. Mempertahankan kebersihan mulut
meningkat dari skala 1 menjadi skala 5
d. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapakan. Oleh karena itu rencana intervensi yang
e. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sitematis dan
Goldszmidt, AJ. dan Caplan, LR. (2013). Stroke Esensial Edisi Kedua. Jakarta :
PT Indeks
Haryono, Rudi & Maria Putri Sari Utami, M.Kep. 2019. Keperawatan Medikal
Bedah II. 2nd ed. ed. Ritma Widyastanti & Hesti Pratiwi A. Pustaka Baru
Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1. Jakarta : Persatuan Perawat Nasional Indonesia