Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Klinik Profesi Ners Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah
Disusun Oleh :
NIM : P27220021279
POLTEKKES SURAKARTA
A. Definisi
Chronic Kidney Disease adalah penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
Chronic Kidney Disease adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
ireversibel. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat
digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan BUN dan ditegakkan
bila konsentrasi ureum plasma meningkat. Uremia adalah sindrom akibat gagal ginjal yang
berat. Gagal ginjal terminal adalah ketidakmampuan renal berfungsi dengan adekuat untuk
B. Etiologi
Penyebab CKD menurut (NORMANINGSIH RIA PAMUNGKAS, 2016) adalah sebagai
berikut :
1. Diabetes mellitus
2. Glumerulonefritis kronis
3. Pielonefritis
7. Gangguan vaskuler
8. Lesi herediter
9. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)
Berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan
ginjal. Lesi yang paling sering adalah aterosklesrosis pada arteri renalis yang besar,
pada satu atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah.
Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak
darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.
2. Gangguan imunologis
Seperti glomerulonefritis (kerusakan yang terjadi pada glomeruli) dan SLE (Systemic
Lupus Erythematosus) yaitu penyakit inflamasi kronis yang disebabkan oleh sistem
kekebalan tubuh yang keliru sehingga mulai menyerang jaringan dan organ tubuh
sendiri.
3. Infeksi
Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang berasal dari
kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui
aliran darah atau yang lebih secara ascenden dari traktus urinarius bagi. Bawah lewat
disebut pielonefritis.
4. Gangguan metabolik
penebalan membran kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel
glomerulus.
Penyakit polikistik sama dengan kondisi keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya
kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi dari nefron.
Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari
nefron yang masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solute untuk tiap
nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan.
Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya kemampuan
pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
1. Stadium I
stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.
2. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25% dari
normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar
kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai
3. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah hacur atau
hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus Filtration Rate)
hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat. Klien
akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat
isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang
1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun hingga
2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan nokturia, GFR 10%
hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan BUN sedikit meningkat diatas normal.
3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, latergi, anoreksia, mual,
muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus,
uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang
dari 5-10 ml/ menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan
biokimia dan gejala yang komplek. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia,
E. Penatalaksanaan
1. Pencegahan gagal ginjal adalah tujuan utama. Pencegahan mencakup perubahan gaya
hidup dan jika diperlukan, obat untuk mengontrol hipertensi, obat pengontrol glikemik
yang baik pada penderita diabetes, dan jika meungkin menghindari obat-obat
sistemik dan penyakit lainnya yang diketahui merusak ginjal amat penting. Pengobatan
kerusakan ginjal lebih lanjut, terutama dengan membatasi asupan protein dan
pemberian obat-obat antihipertensi. Inhibitor enzim pengubah-angiotensin (ACE)
3. Renal anemia management period (RAMP) diajukan karena adanya hubungan antara
gagal jantung kongestif dan anemia terkait dengan penyakit ginjal kronis. RAMP
adalah batasan waktu setelah suatu awitan penyakit ginjal kronis saat diagnosis dini
4. Pada stadium lanjut, terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidak seimbangan cairan dan
elektrolit.
5. Pada penyakit stadium akhir, terapi berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
F. Pemeriksaan penunjang
Menurut (LESTARI, 2018), pemeriksaan diagnostik untuk menentukan diagnosa pada
1. Laju Endap Darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
rendah.
2. Ureum dan kreatinin akan meninggi, biasanya perbandingannya antara ureum dan
kretainin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran
kemih. Perbandingan ini berkurang, uerum lebih kecil dari kretainin pada diet rendah
pada CKD
7. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal
yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan
G. Komplikasi
1. Anemia
Anemia mempengaruhi sekitar 12% dari mereka dengan stadium 3a CKD, dan lebih
dari 50% pasien dengan stadium lanjut (stadium 4 atau 5) CKD. Ini sedikit lebih
umum di antara penderita diabetes. Anemia CKD bersifat normositik dan terutama
karena sintesis eritropoietin yang berkurang oleh ginjal serta penurunan waktu paruh
RBC (Red Blood cell). Namun, anemia CKD terutama adalah diagnosis eksklusif, dan
pertimbangan penyebab anemia lain yang relatif umum, terutama anemia defisiensi
besi, harus terjadi sebelum diagnosis. Titik potong untuk anemia sama dengan yang
diberikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia, kadar Hb kurang dari 13 g/dL untuk pria
dan kurang dari 12 g/dL untuk wanita. Meskipun beberapa gejala yang dikaitkan
dengan CKD (kelelahan, kelesuan) mungkin diperparah oleh atau disebabkan oleh
menjadi lebih bijaksana, dimulai pada tingkat Hb yang lebih rendah dan dengan target
kegagalan untuk secara bermakna meningkatkan kualitas hidup saat bertujuan untuk
skrining setiap 12 bulan untuk orang dengan CKD stadium 3 dan setiap 6 bulan untuk
2. Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik CKD terutama disebabkan oleh kerusakan sintesis amonia ginjal
dan ekskresi asam. Kondisi ini mempengaruhi hampir 20% pasien pada stadium 4
sampai 5, meskipun dapat terjadi lebih awal pada pasien dengan kelainan tubular
dan disfungsi ginjal itu sendiri. Seperti disebutkan di atas, ada beberapa bukti yang
CKD.
dan proses multifaktorial. Permulaan ini biasanya terlihat pada stadium 3b atau lebih
parah CKD (GFR < 45 mL / min / 1.73 m2). Hiperparatiroidisme sekunder adalah
kelainan utama yang terlihat pada CKD-MBD dan disebabkan oleh interaksi yang
CKDMBD, namun lebih pada pencegahan, melalui penilaian kadar hormon paratiroid
(PTH), kalsium, fosfat, dan alkalin fosfatase. Jika tingkat PTH yang tinggi terdeteksi,
perhatian harus terlebih dahulu memastikan nilai normal kalsium, fosfat, dan vitamin
D tercapai. Perlu dicatat bahwa pasien dengan GFR kurang dari 45 mL/min/1.73 m2
tulang yang akurat, dan pemindaian absorptiometri sinar-X dual-energy seperti itu
paling baik dilakukan pada kelompok ini. Selanjutnya, bifosfonat sebaiknya tidak
diresepkan untuk pasien dengan stadium 4 sampai 5 CKD tanpa bimbingan spesialis
kalsium, fosfat, dan alkali fosfatase diperiksa setidaknya satu kali untuk semua pasien
dengan penyakit stadium 3b atau lebih berat untuk menentukan garis dasar. Calcitriol,
hiperparatiroidisme sekunder. Namun, ada beberapa saran bahwa hal itu dapat
memperlambat perkembangan CKD dan dapat digunakan oleh spesialis ginjal untuk
tujuan ini. Kelebihan volume dan hiperkalemia adalah komplikasi CKD lanjut, ini
jarang terjadi sebelum tahap 5. Namun, hiperkalemia dapat terjadi lebih awal, terutama
dalam pengaturan diet potasium tinggi, Blokade angiotensin, asidosis tubulus ginjal
tipe 4 yang mendasari (RTA), diuretik hemat potasium, dan NSAID juga dapat
5. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan uremia
pernapasan.
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan penyakit
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung,
A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas pasien berupa nama, alamat, umur, status, agama, pendidikan ,pekerjaan,
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama, meliputi keadaan yang dikeluhkan pasien terhadap tubuhnya atau
yang saat ini dirasakan oleh pasien. Pada pasien penderita CKD biasanya
keluhan atau gangguan yang dirasakan saat ini. Perlu ditanyakan sejak kapan
penyakit yang dirasakan saat ini. Apakah sebelumnya pasien pernah mempunyai
Kehillangan berat badan dan cairan akibat dari mual muntah dan tiak nafsu
makan.
c. Pola eliminasi
Klien yang mengalami gagal ginjal biasanya akan buang air lebih sedikit.
Ada rasa kekawatiran karena merasa sakit kepala, sesak nafas, dan nyeri saat
menelan.
4. Pengkajian
a. Keadaan umum
Pasien dengan CKD mengeluhkan rasa lelah, mual muntah, sesask nafas hingga
kehilangan cairan
b. TTV
c. Pemeriksaan fisik
1) Integumen : turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani dan sensasi rasa.
d. Pemeriksaan Penunjang
B. Diagnosa
5. Gangguan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan faktor mekanis (D. 0192)
9. Dispnea 1 2 3 4 5
setelah
beraktivitas
10. Perasaan 1 2 3 4 5
lemah
12. Aritmia 1 2 3 4 5
setelah
beraktivitas
13. Sianosis 1 2 3 4 5
15. Tekanan 1 2 3 4 5
darah
16. Frekuensi 1 2 3 4 5
nafas
17. EKG 1 2 3 4 5
Iskemia
Hipervolemia Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 jam masalah hipervolemia dapat teratasi dengan Manajemen Hipervolemia
berhubungan kriteria hasil: (I.15506)
dengan (L.05020) Observasi
gangguan Periksa tanda dan gejala
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat hipervolemia (mis. Ortopnea,
mekanisme Menurun Meningkat
regulasi, dispnea, edema, JVP/CVP
kelebihan meningkat, refleks hepatojugular
1. Asupan 1 2 3 4 5
asupan cairan, positif, suara npas tambahan)
cairan
kelebihan Identifikasi penyebab
asupan cairan 2. Keluaran 1 2 3 4 5 hipervolemia
(D.0022) urin Monitor status hemodinamik
(mis. frekuensi jantung, tekanan
3. Kelembaban 1 2 3 4 5 darah, MAP, CVP, PAP, PCWP,
membran CO, CI), jika tersedia
mukosa Monitor intake dan output cairan
Monitor tanda hemokonsentrasi
4. Asupan 1 2 3 4 5 (mis. kadar natrium, BUN,
makanan hematokrit, berat jenis urine)
Monitor tanda peningkatan
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun tekanan onkotik plasma (mis.
Meningkat Menurun kadar protein dan albumin
meningkat)
5. Edema 1 2 3 4 5
Monitor keceptan infus secara
6. Dehidrasi 1 2 3 4 5 ketat
Monitor efek samping diuretik
7. Asites 1 2 3 4 5 (mis. Hipotensi ortostatik,
hipovolemia, hipokalemia,
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik hiponatremia)
Memburuk Membaik Terapeutik
8. Tekanan 1 2 3 4 5 Timbang berat badan setiap hari
darah pada waktu yang sama
Batasi asupan cairan dan garam
9. Denyut nadi 1 2 3 4 5 Tinggikan kepala tempat tidur 30-
radial 40°
Edukasi
10. Tekanan 1 2 3 4 5 Anjurkan melapor jika haluaran
arteri rata – urin < 0,5 mL/kg/jam dalam 6
rata jam
11. Membran 1 2 3 4 5 Anjurkan melapor jika BB
mukosa bertambah > 1 kg dalam sehari
Ajarkan cara mengukur dan
12. Mata 1 2 3 4 5 mencatat asupan dan haluaran
cekung cairan
13. Turgor kulit 1 2 3 4 5 Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
14. Berat badan 1 2 3 4 5 Kolaborasi pemberian diuretik
Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat diuretik
Risiko infeksi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 jam masalah ansietas dapat teratasi dengan Pencegahan infeksi (I.14539)
berhubungan kriteria hasil: Observasi
dengan (L.14137) Monitor tanda dan gejala infeksi
prosedur Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun lokal dan sistemik
invasif Meningkat Menurun Terapeutik
(D.0142) Batasi jumlah pengunjung
1. Demam 1 2 3 4 5 Berikan perawatan kulit pada
area edema
2. Kemerahan 1 2 3 4 5 Cuci tangan sebelum dan
3. Nyeri 1 2 3 4 5 sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
4. Bengkak 1 2 3 4 5 Pertahankan teknik aseptik pada
pasien berisiko tinggi
5. Cairan berbau 1 2 3 4 5 Edukasi
busuk Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara mencuci tangan
6. Letargi 1 2 3 4 5
dengan benar
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat Ajarkan etika batuk
Menurun Meningkat Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
7. Kebersihan 1 2 3 4 5 Anjurkan meningkatkan asupan
tangan nutrisi
Anjurkan meningkatkan asupan
8. Kebersihan 1 2 3 4 5
cairan
badan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi
9. Nafsu makan 1 2 3 4 5
D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,
2012). Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Tindakan keperawatan
mandiri:
1. Tindakan yang dilakukan tanpa pesanan dokter. Tindakan keperawatan mendiri
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan anggota
perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertahan
E. Evaluasi
Menurut teori evaluasi adalah tujuan asuhan keperawatan yang menentukan apakah tujuan
ini telah terlaksana, setelah menerapkan suatu rencana tindakan untuk meningkatkan
evaluasi diperoleh dari ungkapan secara subjektif oleh klien dan objektif didapatkan
langsung dari hasil pengamatan. Menurut Nursalam, 2011, evaluasi keperawatan terdiri
1. Evaluasi formatif, evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan
2. Evaluasi somatif, merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini
menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA
Salemba Medika.
SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik (Edisi II). DPP PPNI.
SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan (Edisi 1). DPP PPNI.
SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (Edisi 1). DPP PPNI.