Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Klinik Profesi Ners Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh :

NAMA : AYU CAHYANINGTYAS O

NIM : P27220021279

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

POLTEKKES SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Chronic Kidney Disease adalah penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan

fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan

uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).

Chronic Kidney Disease adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan

ireversibel. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat

digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan BUN dan ditegakkan

bila konsentrasi ureum plasma meningkat. Uremia adalah sindrom akibat gagal ginjal yang

berat. Gagal ginjal terminal adalah ketidakmampuan renal berfungsi dengan adekuat untuk

keperluan tubuh (harus dibantu dialisis atau transplantasi) (LESTARI, 2018).

B. Etiologi
Penyebab CKD menurut (NORMANINGSIH RIA PAMUNGKAS, 2016) adalah sebagai

berikut :

1. Diabetes mellitus

2. Glumerulonefritis kronis

3. Pielonefritis

4. Hipertensi tak terkontrol

5. Obtruksi saluran kemih

6. Penyakit ginjal polikistik

7. Gangguan vaskuler

8. Lesi herediter
9. Agen toksik (timah, kadmium, dan merkuri)

Sedangkan menurut (LESTARI, 2018) menjelaskan bahwa penyebab CKD yaitu:

1. Gangguan pembuluh darah ginjal

Berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan iskemik ginjal dan kematian jaringan

ginjal. Lesi yang paling sering adalah aterosklesrosis pada arteri renalis yang besar,

dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh darah. Hiperplasia fibromuskular

pada satu atau lebih arteri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah.

Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang tidak

diobati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastisitas sistem, perubahan

darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan akhirnya gagal ginjal.

2. Gangguan imunologis

Seperti glomerulonefritis (kerusakan yang terjadi pada glomeruli) dan SLE (Systemic

Lupus Erythematosus) yaitu penyakit inflamasi kronis yang disebabkan oleh sistem

kekebalan tubuh yang keliru sehingga mulai menyerang jaringan dan organ tubuh

sendiri.

3. Infeksi

Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutama E. Coli yang berasal dari

kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui

aliran darah atau yang lebih secara ascenden dari traktus urinarius bagi. Bawah lewat

ureter ke ginjal sehingga dapat menimbulkan kerusakan irreversibel ginjal yang

disebut pielonefritis.

4. Gangguan metabolik

Seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak meningkat sehingga terjadi

penebalan membran kapiler dan di ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel

sehingga terjadi nefropati amiloidosis yang dosebabkan oleh endapan zat-zat


proteinemia abnormal pada dinding oembuluh darah secara serius merusak membran

glomerulus.

5. Gangguan tubulus primer

Terjadinya nefrotoksik akibat analgesik atau logam berat.

6. Obstruksi traktus urinarius

Oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan konstriksi uretra.

7. Kelainan kongenital dan herediter

Penyakit polikistik sama dengan kondisi keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya

kista/kantong berisi cairan di dalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan

ginjal yang bersifat kongenital (hipoplasia renalis) serta adnya asidosis.

C. Patofisiologi dan Pathway


Patofisiologi

Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap fungsi dari nefron.

Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk mempertahankan

homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari

nefron yang masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorpsi tubulus.

Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solute untuk tiap

nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan.

Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya kemampuan

pemekatan urin. Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :

1. Stadium I

Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan ginjal. Selama

stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal dan pasien asimptomatik.

2. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75% jaringan yang

berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration Rate) besarnya hanya 25% dari

normal. Kadar BUN mulai meningkat tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar

kreatinin serum juga mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai

akibat dari kegagalan pemekatan urin.

3. Stadium III

Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron telah hacur atau

hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh. GFR (Glomerulus Filtration Rate)

hanya 10 % dari keadaan normal. Kreatinin serum dan BUN akan meningkat. Klien

akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal tidak lagi dapat

mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Urin menjadi

isoosmotik dengan plasma dan pasien menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang

dari 500 cc/hari


(NANDA NIC NOC, 2015)
D. Manifestasi klinis

Menurut perjalanan klinis gagal ginjal kronik :

1. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun hingga

25% dari normal

2. Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami poliuria dan nokturia, GFR 10%

hingga 25% dari normal, kadar creatinin serum dan BUN sedikit meningkat diatas normal.

3. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, latergi, anoreksia, mual,

muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus,

uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma), yang ditandai dengan GFR kurang

dari 5-10 ml/ menit, kadar serum kreatinin dan BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan

biokimia dan gejala yang komplek. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia,

osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit

(sodium, kalium, khlorida) (Nurarif dan Kusuma, 2015).

E. Penatalaksanaan

1. Pencegahan gagal ginjal adalah tujuan utama. Pencegahan mencakup perubahan gaya

hidup dan jika diperlukan, obat untuk mengontrol hipertensi, obat pengontrol glikemik

yang baik pada penderita diabetes, dan jika meungkin menghindari obat-obat

nefrotoksik. Pemakaian lama analgesik yang mengandung kodein dan obat-obat

antiinflamasi non-steroid (NSAID) harus dihindari, khususnya pada individu yang

mengalmai gangguan ginjal. Diagnosis dini dan pengobatan lupus eritematosus

sistemik dan penyakit lainnya yang diketahui merusak ginjal amat penting. Pengobatan

perlu dimodifikasi seiring dengan perburukan penyakit.

2. Untuk gagal ginjal stadium 1, 2 dan 3, tujuan pengobatan adalah memperlambat

kerusakan ginjal lebih lanjut, terutama dengan membatasi asupan protein dan
pemberian obat-obat antihipertensi. Inhibitor enzim pengubah-angiotensin (ACE)

terutama membantu dalam memperlambat perburukan.

3. Renal anemia management period (RAMP) diajukan karena adanya hubungan antara

gagal jantung kongestif dan anemia terkait dengan penyakit ginjal kronis. RAMP

adalah batasan waktu setelah suatu awitan penyakit ginjal kronis saat diagnosis dini

dan pengobatan anemia memperlambat progresi penyakit ginjal, memperlambat

komplikasi kardiovaskular, dan memperbaiki kualitas hidup. Pengobatan anemia

dilakukan dengan memberikan eritopoietin manusia rekombinan (rHuEPO). Obat ini

terbukti secara dramatis memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi kebutuhan

transfusi. Selain itu, rHuEPO memperbaiki fungsi jantung secara bermakna.

4. Pada stadium lanjut, terapi ditujukan untuk mengoreksi ketidak seimbangan cairan dan

elektrolit.

5. Pada penyakit stadium akhir, terapi berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

6. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.

F. Pemeriksaan penunjang
Menurut (LESTARI, 2018), pemeriksaan diagnostik untuk menentukan diagnosa pada

CKD dapat dilakukan cara sebagai berikut :

1. Laju Endap Darah meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan

hipoalbuminemia. Anemia normosister normokrom dan jumlah retikulosit yang

rendah.

2. Ureum dan kreatinin akan meninggi, biasanya perbandingannya antara ureum dan

kretainin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan

saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran

kemih. Perbandingan ini berkurang, uerum lebih kecil dari kretainin pada diet rendah

protein dan tes klirens kreatinin yang menurun.


3. Hiponatremi umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemi biasanya terjadi pada

gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.

4. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia terjadi karena berkurangnya sintesis vitamin D3

pada CKD

5. Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang, terutama isoenzim

fosfate lindi tulang.

6. Hipoalbuminemia dan hipokolestrolemia umumnya disebabkan gangguan metabolisme

dan diet rendah protein.

7. Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal

(resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer)

8. Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peningggian

hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.

9. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan pH yang menurun, BE

yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semuanya disebabkan

retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.

G. Komplikasi

Komplikasi CKD menurut (LESTARI, 2018), adalah:

1. Anemia

Anemia mempengaruhi sekitar 12% dari mereka dengan stadium 3a CKD, dan lebih

dari 50% pasien dengan stadium lanjut (stadium 4 atau 5) CKD. Ini sedikit lebih

umum di antara penderita diabetes. Anemia CKD bersifat normositik dan terutama

karena sintesis eritropoietin yang berkurang oleh ginjal serta penurunan waktu paruh

RBC (Red Blood cell). Namun, anemia CKD terutama adalah diagnosis eksklusif, dan

pertimbangan penyebab anemia lain yang relatif umum, terutama anemia defisiensi
besi, harus terjadi sebelum diagnosis. Titik potong untuk anemia sama dengan yang

diberikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia, kadar Hb kurang dari 13 g/dL untuk pria

dan kurang dari 12 g/dL untuk wanita. Meskipun beberapa gejala yang dikaitkan

dengan CKD (kelelahan, kelesuan) mungkin diperparah oleh atau disebabkan oleh

anemia, pengobatan anemia dengan ESA (Erythropoeisis Stimulating Agent) telah

menjadi lebih bijaksana, dimulai pada tingkat Hb yang lebih rendah dan dengan target

Hb yang lebih rendah, karena peningkatan risiko CV (Cardiovaskular) Kejadian dan

kegagalan untuk secara bermakna meningkatkan kualitas hidup saat bertujuan untuk

memperbaiki anemia sepenuhnya. KDIGO merekomendasikan pengujian untuk

skrining setiap 12 bulan untuk orang dengan CKD stadium 3 dan setiap 6 bulan untuk

pasien dengan stadium 4 sampai 5 CKD.

2. Asidosis Metabolik

Asidosis metabolik CKD terutama disebabkan oleh kerusakan sintesis amonia ginjal

dan ekskresi asam. Kondisi ini mempengaruhi hampir 20% pasien pada stadium 4

sampai 5, meskipun dapat terjadi lebih awal pada pasien dengan kelainan tubular

lainnya atau hypoaldosteronism. Asidosis metabolik dapat menyebabkan keletihan,

kelelahan, percepatan penyakit tulang (karena tulang bertindak sebagai penyangga

asam), sintesis ginjal yang rusak sebesar 1.25-dihydroxyvitamin D, katabolisme otot,

dan pembengkakan, yang pada gilirannya berimplikasi pada penyakit cardiovaskular

dan disfungsi ginjal itu sendiri. Seperti disebutkan di atas, ada beberapa bukti yang

menunjukkan bahwa pengobatan alkali dapat membantu memperlambat perkembangan

CKD.

3. Penyakit Ginjal Kronis – Mineral dan Bone Disorder

Penyakit ginjal kronis-gangguan mineral dan tulang (CKD-MBD) adalah kompleks

dan proses multifaktorial. Permulaan ini biasanya terlihat pada stadium 3b atau lebih
parah CKD (GFR < 45 mL / min / 1.73 m2). Hiperparatiroidisme sekunder adalah

kelainan utama yang terlihat pada CKD-MBD dan disebabkan oleh interaksi yang

kompleks dari beberapa faktor: hyperphosphatemia (karena ekskresi fosfat yang

terganggu), penurunan, kadar 25-dihidroksivitamin D, hipokalsemia, peningkatan

faktor pertumbuhan fibroblas (FGF)-23 Konsentrasi, berkurangnya ekspresi reseptor

vitamin D, reseptor penginderaan kalsium, reseptor FGF, dan klotho di kelenjar

paratiroid. Komplikasi CKD-MBD mencakup berbagai bentuk osteodistrofi ginjal,

hiperparatiroidisme tersier (otonom), kalsifikasi vaskular, dan kalsiphilaksis. Sebagai

penyedia perawatan primer, penekanan sebaiknya tidak mengatur kompleksitas

CKDMBD, namun lebih pada pencegahan, melalui penilaian kadar hormon paratiroid

(PTH), kalsium, fosfat, dan alkalin fosfatase. Jika tingkat PTH yang tinggi terdeteksi,

perhatian harus terlebih dahulu memastikan nilai normal kalsium, fosfat, dan vitamin

D tercapai. Perlu dicatat bahwa pasien dengan GFR kurang dari 45 mL/min/1.73 m2

mungkin memiliki penyakit tulang, yang mencegah pengujian kepadatan mineral

tulang yang akurat, dan pemindaian absorptiometri sinar-X dual-energy seperti itu

paling baik dilakukan pada kelompok ini. Selanjutnya, bifosfonat sebaiknya tidak

diresepkan untuk pasien dengan stadium 4 sampai 5 CKD tanpa bimbingan spesialis

kesehatan tulang atau CKD-MBD. Pedoman KDIGO merekomendasikan PTH,

kalsium, fosfat, dan alkali fosfatase diperiksa setidaknya satu kali untuk semua pasien

dengan penyakit stadium 3b atau lebih berat untuk menentukan garis dasar. Calcitriol,

atau 1.25-dihydroxyvitamin D, biasanya terbatas pada penggunaan pada pasien dengan

hiperparatiroidisme sekunder. Namun, ada beberapa saran bahwa hal itu dapat

memperlambat perkembangan CKD dan dapat digunakan oleh spesialis ginjal untuk

tujuan ini. Kelebihan volume dan hiperkalemia adalah komplikasi CKD lanjut, ini

jarang terjadi sebelum tahap 5. Namun, hiperkalemia dapat terjadi lebih awal, terutama
dalam pengaturan diet potasium tinggi, Blokade angiotensin, asidosis tubulus ginjal

tipe 4 yang mendasari (RTA), diuretik hemat potasium, dan NSAID juga dapat

memperburuk hiperkalemia dalam seting ini.

4. Pada gagal ginjal progresif terjadi beban volume, ketidakseimbangan elektrolit,

asidosis metabolik, azotemia, dan uremia.

5. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan uremia

berat. Asidosis metabolik memburuk, yang secara mencolok merangsang kecepatan

pernapasan.

6. Penurunan pembentukan eritropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia

kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan penyakit

ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas.

7. Dapat terjadi gagal jantung kongestif (CHF)

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung memompa darah dalam

jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien.

Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung,

sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian

volume diastolik secara abnormal.

8. Tanpa pengobatan dapat terjadi koma dan kematian


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas

Identitas pasien berupa nama, alamat, umur, status, agama, pendidikan ,pekerjaan,

tanggal lahir, nomor RM, diagnose medis, jenis kelamin,suku/bangsa.

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama, meliputi keadaan yang dikeluhkan pasien terhadap tubuhnya atau

yang saat ini dirasakan oleh pasien. Pada pasien penderita CKD biasanya

mengeluh badan terasa lelah, sesak nafas, mual muntah.

b. Riwayat penyakit sekarang, meliputi alasan pasien yang menyebabkan terjadinya

keluhan atau gangguan yang dirasakan saat ini. Perlu ditanyakan sejak kapan

keluhan utama mulai dirasakan.

c. Riwayat penyakit dahulu meliputi pengkajian riwayat yang berhubungan dengan

penyakit yang dirasakan saat ini. Apakah sebelumnya pasien pernah mempunyai

riwayat penyakit yang berhubungan dengan ginjal dll.

d. Riwayat penyakit keluarga

Gagal Ginjal merupakan bukan penyakit keturunan

3. Pengkajian pola fungsional Gordon

a. Pola persepsi dan managemen kesehatan

Ketidaketahuan klien tentang informasi dari peenyakit yang dideritanya.

Ketidaktahuan informasi/kurangnya infomasi tentang penyakit merupakan factor

terjadinya gagal ginjal.


b. Pola pemenuhan nutrisi dan metabolik

Kehillangan berat badan dan cairan akibat dari mual muntah dan tiak nafsu

makan.

c. Pola eliminasi

Klien yang mengalami gagal ginjal biasanya akan buang air lebih sedikit.

d. Pola aktivitas dan latihan

Pasien mengatakan lelah dan sesak nafas ketika melakukan aktivitas

e. Pola kognitif perseptual

Ada rasa kekawatiran karena merasa sakit kepala, sesak nafas, dan nyeri saat

menelan.

f. Pola istirahat tidur

Klien merasakan sulit tidur.

g. Pola persepsi diri – konsep diri

Klien mengatakan ingin segera pulih dan sembuh.

h. Pola peran dan hubungan

Klien sulit berinteraksi dengan lingkungan sekitar karena sakit

i. Pola koping dan toleransi stress

Klien mengalami cemas

j. Pola nilai dan kepercayaan

Klien percaya akan segera sembuh dengan selalu berdoa

k. Pola sexual dan reproduksi

Klien tidak mengalami masalah dengan reproduksi sexual

4. Pengkajian

a. Keadaan umum
Pasien dengan CKD mengeluhkan rasa lelah, mual muntah, sesask nafas hingga

kehilangan cairan

b. TTV

Didapatkan dengan tekanan darah tinggi

c. Pemeriksaan fisik

1) Integumen : turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani dan sensasi rasa.

2) Kardiovaskuler : distensi vena jugularis, tekanan darah, dan bunyi jantung.

3) Mata : cekung, cowong, air mata kering.

4) Neurologi : reflek, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.

5) Gastrointestinal : mukosa mulut, mulut, lidah, bising usus.

d. Pemeriksaan Penunjang

Meliputi pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, eritrosit, BUN,

kreatinin, kalium, natrium, kalsium ion.

B. Diagnosa

1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arter/vena,

penurunan konsentrasi hemoglobin (D.0009)

2. Intoleransi aktivitas imobilitas (D.0056)

3. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan

cairan, kelebihan asupan cairan (D.0022)

4. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (D.0142)

5. Gangguan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan faktor mekanis (D. 0192)

6. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis (D.0019)


C. Intervensi

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Perfusi perifer Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 masalah perfusi perifer tidak efektif dapat teratasi Perawatan Sirkulasi (I.02079)
tidak efektif dengan kriteria hasil: Observasi
berhubungan (L.02011)  Periksa sirkulasi periver (mis.
dengan Nadi perifer, edema, pengisian
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat kapiler, warna, suhu, ankle
penurunan Menurun Meningkat
aliran brachial index)
arter/vena, 1. Denyut nadi 1 2 3 4 5  Identifikasi faktor resiko
penurunan perifer gangguan sirkulasi ( mis.
konsentrasi Diabetes, perokok, orang tua
hemoglobin 2. Penyembuh 1 2 3 4 5 hipertensi dan kadar kolestrol
(D.0009) an luka tinggi)
 Monitor panans, kemerahan,
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun nyeri atau bengkak pada
Meningkat Menurun ekstermitas
Teraupetik
3. Warna kulit 1 2 3 4 5
 Hindari pemasangan infus atau
pucat
pengambilan darah di daerah
4. Edema 1 2 3 4 5 keterbatasan perfusi
perifer   Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstermitas dengan
5. Kelemahan 1 2 3 4 5 keterbatasan perfusi
otot  Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada
6. Kram otot 1 2 3 4 5 area yang cidera
7. Nekrosis 1 2 3 4 5  Lakukan pencegahan infeksi
 Lakukan perawatan kaki dan
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik  kuku
Memburuk Membaik Edukasi
8. Pengisian 1 2 3 4 5  Anjurkan berhenti merokok
kapiler  Anjurkan berolah raga rutin
 Anjurkan mengecek air mandi
9. Akral 1 2 3 4 5 untuk menghindari kulit
terbakar
10. Turgor kulit 1 2 3 4 5  Anjurkan minum obat
11. Tekanan 1 2 3 4 5 pengontrol tekanan darah,
darah antikoagulan,dan penurun
sistolik kolestrol, jika perlu
 Anjurkan minum obat
12. Tekanan 1 2 3 4 5 pengontrl tekanan darah secara
darah teratur
diastolik  Anjurkan menggunakan obat
penyekat beta
13. Tekanan 1 2 3 4 5  Ajarkan program diet untuk
arteri rata – memperbaiki sirkulasi ( mis.
rata Rendah lemak jenuh, minyak
ikam omega 3)
Intoleransi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 jam masalah intoleransi aktivitas dapat teratasi Manajemen Energi (I.05178)
aktivitas dengan kriteria hasil: Observasi
imobilitas (L.05047)  Identifikasi gangguan fungsi
(D.0056) Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat tubuh yang mengakibatkan
Menurun Meningkat kelelahan
 Monitor kelelahan fisik
1. Frekuensi 1 2 3 4 5  Monitor pola dan jam tidur
nadi  Monitor lokasi
ketidaknyamanan selama
2. Saturasi 1 2 3 4 5 melakukan aktivitas
oksigen Terapeutik
3. Kemudahan 1 2 3 4 5  Sediakan lingkungan nyaman
dalam dan rendah stimulus (mis.
melakukan Cahaya, suara, kunjungan)
aktivitas  Lakukan latihan rentang gerak
sehari – hari pasif dan/ aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang
4. Kecepatan 1 2 3 4 5 menenangkan
berjalan  Fasilitasi duduk di sisi tempat
tidur, jika tidak dapat berpindah
5. Jarak 1 2 3 4 5 atau berjalan
berjalan Edukasi
6. Toleransi 1 2 3 4 5  Anjurkan tirah baring
dalam  Anjurkan melakukan aktivitas
menaiki secara bertahap
tangga  Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun tidak berkurang
Meningkat Menurun  Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
7. Keluhan 1 2 3 4 5 Kolaborasi
lelah  Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
8. Dispnea 1 2 3 4 5
asupan makanan
saat
beraktivitas

9. Dispnea 1 2 3 4 5
setelah
beraktivitas

10. Perasaan 1 2 3 4 5
lemah

11. Aritmia saat 1 2 3 4 5


beraktivitas

12. Aritmia 1 2 3 4 5
setelah
beraktivitas

13. Sianosis 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik 


Memburuk Membaik

14. Warna kulit 1 2 3 4 5

15. Tekanan 1 2 3 4 5
darah

16. Frekuensi 1 2 3 4 5
nafas

17. EKG 1 2 3 4 5
Iskemia
Hipervolemia Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 jam masalah hipervolemia dapat teratasi dengan Manajemen Hipervolemia
berhubungan kriteria hasil: (I.15506)
dengan (L.05020) Observasi
gangguan  Periksa tanda dan gejala
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat hipervolemia (mis. Ortopnea,
mekanisme Menurun Meningkat
regulasi, dispnea, edema, JVP/CVP
kelebihan meningkat, refleks hepatojugular
1. Asupan 1 2 3 4 5
asupan cairan, positif, suara npas tambahan)
cairan
kelebihan  Identifikasi penyebab
asupan cairan 2. Keluaran 1 2 3 4 5 hipervolemia
(D.0022) urin  Monitor status hemodinamik
(mis. frekuensi jantung, tekanan
3. Kelembaban 1 2 3 4 5 darah, MAP, CVP, PAP, PCWP,
membran CO, CI), jika tersedia
mukosa  Monitor intake dan output cairan
Monitor tanda hemokonsentrasi
4. Asupan 1 2 3 4 5 (mis. kadar natrium, BUN,
makanan hematokrit, berat jenis urine)
 Monitor tanda peningkatan
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun tekanan onkotik plasma (mis.
Meningkat Menurun kadar protein dan albumin
meningkat)
5. Edema 1 2 3 4 5
 Monitor keceptan infus secara
6. Dehidrasi   1 2 3 4 5 ketat
 Monitor efek samping diuretik
7. Asites 1 2 3 4 5 (mis. Hipotensi ortostatik,
hipovolemia, hipokalemia,
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik  hiponatremia)
Memburuk Membaik Terapeutik
8. Tekanan 1 2 3 4 5  Timbang berat badan setiap hari
darah pada waktu yang sama
 Batasi asupan cairan dan garam
9. Denyut nadi 1 2 3 4 5  Tinggikan kepala tempat tidur 30-
radial 40°
Edukasi
10. Tekanan 1 2 3 4 5  Anjurkan melapor jika haluaran
arteri rata – urin < 0,5 mL/kg/jam dalam 6
rata jam
11. Membran 1 2 3 4 5  Anjurkan melapor jika BB
mukosa bertambah > 1 kg dalam sehari
 Ajarkan cara mengukur dan
12. Mata 1 2 3 4 5 mencatat asupan dan haluaran
cekung cairan
13. Turgor kulit 1 2 3 4 5  Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
14. Berat badan 1 2 3 4 5  Kolaborasi pemberian diuretik
 Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat diuretik
Risiko infeksi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 jam masalah ansietas dapat teratasi dengan Pencegahan infeksi (I.14539)
berhubungan kriteria hasil: Observasi
dengan (L.14137)  Monitor tanda dan gejala infeksi
prosedur Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun lokal dan sistemik
invasif Meningkat Menurun Terapeutik
(D.0142)  Batasi jumlah pengunjung
1. Demam 1 2 3 4 5  Berikan perawatan kulit pada
area edema
2. Kemerahan 1 2 3 4 5  Cuci tangan sebelum dan
3. Nyeri 1 2 3 4 5 sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
4. Bengkak 1 2 3 4 5  Pertahankan teknik aseptik pada
pasien berisiko tinggi
5. Cairan berbau 1 2 3 4 5 Edukasi
busuk  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan
6. Letargi 1 2 3 4 5
dengan benar
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat   Ajarkan etika batuk
Menurun Meningkat  Ajarkan cara memeriksa kondisi
luka atau luka operasi
7. Kebersihan 1 2 3 4 5  Anjurkan meningkatkan asupan
tangan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan
8. Kebersihan 1 2 3 4 5
cairan
badan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian imunisasi
9. Nafsu makan 1 2 3 4 5

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


Memburuk Membaik

10. Kadar sel 1 2 3 4 5


putih

11. Kultur darah 1 2 3 4 5

12. Kultur area 1 2 3 4 5


luka
Gangguan Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 jam masalah integritas kulit / jaringan Perawatan integritas kulit
integritas dapat teratasi dengan kriteria hasil: (I.11353)
kulit / jaringan (L.05042) Observasi
berhubungan Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun  Identifiaksi penyabab gangguan
dengan faktor Meningkat Menurun integritas kulit
mekanis(D. Terapeutik
0192) 1. Kerusakan 1 2 3 4 5  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
jaringan baring
 Lakukan pemijatan area
2. Nyeri   1 2 3 4 5 penonjolan tulang
3. Perdarahan 1 2 3 4 5  Bersihkan parineal dengan air
hangat
4. Kemerahan 1 2 3 4 5 Edukasi
 Anjurkan menggunakan
5. Jaringan 1 2 3 4 5 pelembab
parut  Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan
6. Nekrosis 1 2 3 4 5
nutrisi
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat   Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
Menurun Meningkat  Anjurkan menghindari terpapar
suhu eksterm
7. elastisitas 1 2 3 4 5  Anjurkan mandi dan
mengunakan sabun secukupnya
8. Perfusi 1 2 3 4 5
jaringan Perawatan luka (I.14564)
Observasi
Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
 Monitor karakteristik luka
Memburuk Membaik
 Monitor tanda – tanda infeksi
9. Suhu kulit 1 2 3 4 5 Terapeutik
 Lepaskan balutan dan plester
10. Sensasi 1 2 3 4 5 secara perlahan
 Cukur rambut disekitar area
11. Tekstur 1 2 3 4 5 luka
12. Pertumbuhan 1 2 3 4 5  Bersihkan dengan cairan NaCl
rambut atau pembersih nontoksik,
sesuai kebutuhan
 Bersihkan jaringan nekrotik
 Berikan salep yang sesuai ke
kulit / lesi
 Pasang balutan sesuai jenis luka
 Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
 Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan srainase
 Jadwalkan perubahan posisi
setiap 2 jam atau sesuai kondiri
pasien
 Berikan diet dengan kalori 30 –
35 kkal / kgBB / Hari dan
protein 1,25 – 1,5 g / kg BB /
Hari
 Berikan suplemen vitamin dan
mineral
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Anjurkan mengkonsumsi
makanan tinggi kalori dan
protein
 Ajarkan prosedur perawatan
luka secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi prosedur
debridement
 Kolaborasi pemberian antibiotik
Defisit nutrisi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 jam masalah hipervolemia dapat teratasi dengan Manajemen Nutrisi (L.03119)
berhubungan kriteria hasil: Observation
dengan faktor (L.03030)  Identifikasi status nutrisi
psikologis  Identifikasi alergi dan intoleransi
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
(D.0019) makanan
Menurun Meningkat
 Identifikasi makanan yang
1 Porsi 1 2 3 4 5 disukai
makanan  Identifikasi kebutuhan kalori dan
yang di jenis nutrient
habiskan  Identifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrient
2 Berat badan 1 2 3 4 5  Monitor asupan makanan
atau IMT  Monitor berat badan
3 Frekuensi 1 2 3 4 5 Terapeutik
makan  Lakukan oral hygiene sebelum
makan
4 Nafsu makan 1 2 3 4 5  Fasilitasi menentukan pedoman
diet
5 Perasaan 1 2 3 4 5
cepat  Sajikan makanan secara menarik
kenyang dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
 Anjurkan diet yang
diprogramkan
Kolabrasi
 Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda
nyeri), jika perlu)
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrient yang
dibutuhkan

D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi,

2012). Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Tindakan keperawatan

mandiri:
1. Tindakan yang dilakukan tanpa pesanan dokter. Tindakan keperawatan mendiri

dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang tenang, mengompres

hangat saat klien demam.

2. Tindakan keperawatan kolaboratif.

Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan anggota

perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertahan

untuk mengatasi masalah klien.

E. Evaluasi

Menurut teori evaluasi adalah tujuan asuhan keperawatan yang menentukan apakah tujuan

ini telah terlaksana, setelah menerapkan suatu rencana tindakan untuk meningkatkan

kualitas keperawatan, perawat harus mengevaluasi keberhasilan rencana penilaian atau

evaluasi diperoleh dari ungkapan secara subjektif oleh klien dan objektif didapatkan

langsung dari hasil pengamatan. Menurut Nursalam, 2011, evaluasi keperawatan terdiri

dari dua jenis yaitu :

1. Evaluasi formatif, evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan

sampai dengan tujuan tercapai 

2. Evaluasi somatif, merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi ini

menggunakan SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Hardhi, Amin Huda. 2015. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN


DIAGNOSA MEDIS & NANDA NIC NOC. JOGJAKARTA.MediAction

LESTARI, S. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA TN. R


DENGAN CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD). Paper Knowledge . Toward a Media
History of Documents, 12–26.
NORMANINGSIH RIA PAMUNGKAS. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S
DENGAN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI ICU RUMAH SAKIT BRAYAT
MINULYA SURAKARTA. 1–64.
Nurarif, A. H & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction

Nursalam.(2011). Proses dan dokumentasi keperawatan, konsep dan praktek.Jakarta :

Salemba Medika.

SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik (Edisi II). DPP PPNI.

SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan (Edisi 1). DPP PPNI.

SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan (Edisi 1). DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai