Anda di halaman 1dari 23

PPOK

(PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS)

Kelompok 2
Pangestika Ayu Pradhipta (G2A219010)
Rizka Indah Puspitasari (G2A219011)
Mei Yolla Ningrum (G2A219012)
Yaser Makatita (G2A219013)
Siti Erika Septiani (G2A219014)
Putri Wulansari Andriani (G2A219015)
Diah Rohana Meta Sari (G2A219016)
Lida Woryaningsih (G2A219017)
ALLPPT.com _ Free PowerPoint Templates, Diagrams and Charts
Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmunary Disease (COPD) adalah
penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan
aliran udara biasanya bersifat progresif dan dikaitkan dengan respons inflamasi paru yang abnormal
terhadap partikel atau gas berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan napas, hipersekresi muku
s, dan perubahan pada sistem pembuluh darah paru (Brunner & Suddarth, 2013).

Penyakit Paru Obstuktif Kronis (Chronic Obstructive Pulmonary Disease – COPD) merupakan istilah yan
g sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peni
ngkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
PPOK adalah nama yang diberikan untuk gangguan ketika dua penyakit paru terjadi pada waktu bersam
aan yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Asma kronis yang dikombinasikan dengan emfisema atau bronk
itis juga dapat menyebabkan PPOK (Hurst, 2016).

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru-paru yang ditandai dengan penyumba
tan pada aliran udara dari paru-paru. Penyakit ini merupakan penyakit yang mengancam kehidupan dan
mengganggu pernafasan normal (WHO dalam Maisaroh, 2018).
Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Mansjoer (2008) da
n Ovedoff (2006) dalam Rahmadi (2015) adalah :

1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas-gas kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi paru-paru bahkan
pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma orang dengan kondisi ini
berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya melindungi
paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema
pada usia yang relatif muda, walau pun tidak merokok.
Patofisiologi
PPOK di tandai dengan obstruksi progresif lambat pada jalan nafas. Penyakit ini merupakan salah satu
eksaserbasi periodic, sering kali berkaitan dengan infeksi pernapasan, dengan peningkatan gejala
dyspnea dan produksi sputum. Tidak seperti proses akut yang memungkinkan jaringan paru pulih,
jalan napas dan parenkim paru tidak kembali ke normal setelah ekserbasi; Bahkan, penyakit ini
menunjukkan perubahan destruktif yang progresif (LeMone et al., 2016).

Meskipun salah satu atau lainya dapat menonjol PPOK biasanya mencakup komponen bronchitis
kronik dan emfisema, dua proses yang jauh berbeda. Penyakit jalan napas kecil, penyempitan bronkiol
a kecil, juga merupakan bagian kompleks PPOK. Melalui mekanisme yang berbeda, proses ini
menyebabkan jalan napas menyempit, resistensi terhadap aliran udara untuk meningkat, dan ekpirasi
menjadi lambat dan sulit (LeMone et al., 2016).
Pathways
Tanda Gejala
Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Reeves (2001) dalam
Rahmadi (2015) adalah :

Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis pada sistem
pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya
yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas
pendek akut. Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi
batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.
Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang cukup
drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan
tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah
sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.

Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup
drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin
melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan (isolasi sosial) penurunan
kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI)
gastrointestinal. Pasien dengan PPOK lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak
mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.
Komplikasi
Menurut Irman Sumantri (2009), Komplikasi PPOK yaitu :

1. Hipoksemia
2. Asidosis respiratori
3. Infeksi respiratori
4. Gagal jantung
5. Cardiac dysrhythmia
6. Status atmatikus
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Soma
ntri (2009) antara lain :
1. Chest X-Ray
2. Pemeriksaan Fungsi Paru
3. Total Lung Capacity (TLC)
4. Kapasitas inspirasi
5. FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan kapasitas vital (FVC) menurun
pada bronkitis dan asma.
6. Arterial Blood Gasses (ABGs)
7. Bronkogram
8. Darah Lengkap
9. Kimia Darah
10. Sputum Kultur
11. Elektrokardiogram (EKG)
12. Exercise EKG, Stress test
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer dalam Rahm
adi (2015) adalah :
1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.
2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a) Antibiotik
b) Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat)
c) Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin
d) Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e) Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
f) Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik.
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan cara :
a) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin dapat menurunkan
kejadian eksasebrasi akut.
b) Bronkodilator
c) Fisioterapi.
d) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e) Mukolitik dan ekspektoran.
f) Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II
dengan PaO2<7,3kPa (55 mmHg).
g) Rehabilitasi
KASUS

Seorang laki-laki umur 71 th dirawat di RS karena sesak napas. Pasien mengataka


n sangat sesak nafas dan diberi O2 kadang tidak mengurangi sesaknya. Tidak dap
at terlentang karena tambah sesak, tidak dapat istirahat. Saat ini pasien tampak
sesak nafas, terdapat retraksi intercosta. RR;25X/mnt N;98X/mnt T;110/70 mmHg.
Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak usia 15 tahun, sampai sekarang belum
berhenti.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PPOK

A. PENGKAJIAN
1. Anamnesa
a) Identitas
Sebelumnya jenis kelamin PPOK lebih sering terjadi pada laki-laki, tetapi karena peningka
tan penggunaan tembakau di kalangan perempuan di negara maju dan risiko yang lebih tinggi
dari paparan polusi udara di dalam ruangan (misalnya bahan bakar yang digunakan untuk
memasak dan pemanas) pada negara-negara miskin, penyakit ini sekarang mempengaruh
i laki-laki dan perempuan hampir sama (Ismail et al., 2017). Kebanyakan penderita PPOK
terjadi pada individu di atas usia 40 tahun (PDPI, 2011). Hal ini bisa dihubungkan bahwa
penurunan fungsi respirasi pada umur 30-40 tahun (Oemiati, 2013).

b) Keluhan Utama
Keluhan yang sering dikeluhkan oleh orang dengan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK) adalah Sesak napas yang bertambah berat bila aktivitas, kadang-kadang disertai
mengi, batuk kering atau dengan dahak yang produktif, rasa berat di dada (PDPI, 2011).
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
Menurut Oemiati (2013) Bahwa Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi mucus
dan obstruksi jalan napas kronik.Perokok pasif jugamenyumbang terhadap
symptom saluran napas dan dengan peningkatan kerusakan paru-paru akibat
menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. Kebiasaan memasak dengan bahan
biomass dengan ventilasi dapur yang jelek misalnya terpajan asap bahan bakar kay
u dan asapbahan bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai 35% dapat memi
cu terjadinya PPOK. Produsi mukus berlebihan sehingga cukup menimbulkanbatuk
dengan ekspetorasi selama beberapa hari ± 3 bulan dalam setahun dan paling
sedikit dalam dua tahun berturut-turut dapat memicu terjadinya PPOK (Somantri, 2012).
d) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan, riwaya
t terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja (PDPI, 2011). Dan memiliki riwa
yat penyakit sebelumnya termasuk asama bronchial, alergi, sinusitis, polip nasal,
infeksi saluran nafas saat masa kanak-kanak dan penyakit respirasi lainya. Riwayat
eksaserbasi atau pernah dirawat di rumah sakit untuk penyakit respirasi
(Soeroto & Suryadinata, 2014).
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga (PDPI, 2011). Riwayat keluarga PPOK ata
u penyakit respirasi lainya. (Soeroto & Suryadinata, 2014). Riwayat alergi pada keluar
ga (Mutaqqin, 2008).
f) Pola Fungsi Kesehatan
Pola fungsi kesehatan yang dapat dikaji pada pasien dengan PPOK menurut Wahid
& Suprapto (2013) adalah sebagai berikut :
- Pola Nutrisi dan Metabolik
Gejala : Mual dan muntah, nafsu makan buruk/anoreksia, ketidakmampuan untuk
makan, penurunan atau peningkatan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat.
- Aktivitas/Istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan sehari-hari, ketidak
mampuan untuk tidur, dispnea pada saat aktivitas atau istirahat.
Tanda : Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan massa otot.
- Sirkulasi
Gejala : pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardi berat,
distensi vena leher, edema dependent, bunyi jantung redup, warna kulit/membra
n mukosa normal/cyanosis, pucat, dapat menunjukkan anemia.
- Integritas Ego
Gejala : peningkatan faktor resiko, dan perubahan pola hidup.
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsangan.
- Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hygiene.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
- Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan atau tanpa produksi sputum selama minimum 3 bulan
berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, episode batuk hilang timbul.
Tanda : pernapasan bisa cepat, penggunaan otot bantu pernapasan, bentuk dada
barel chest atau normo chest, gerakan diafragma minimal, bunyi nafas ronchi,
perkusi hypersonan pada area paru, warna pucat dengan sianosis bibirdan kuk
u, abu-abu keseluruhan.
- Kemanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan, adanya/berulangny
a infeksi.
- Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
- Interaksi sosial
Gejala : Hubungan ketergantungan, kegagalan dukungan terhadap pasangan/orang
terdekat, ketidakmampuan membaik karena penyakit lama.
Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena disstres
pernapasan, keterbatasan mobilitas fisik, kelalaian hubungan dengan anggota
keluarga lain.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan pada pasien dengan PPOK menurut
Wahid & Suprapto (2013) adalah sebagai berikut :
a) Pernafasan
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
b) Kardiovaskuler
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi takikardi.
Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi. Kepala dan wajah jarang
dilihat adanya sianosis.
c) Persyarafan
Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi penyakit yang serius.
d) Perkemihan
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan. Namun perawat perlu memonitor adanya oliguria yang merupakan sala
h satu tanda awal dari syok.
e) Pencernaan
Pasien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan pasien tidak nafsu makan.
Kadang disertai penurunan berat badan.
f) Tulang, otot, integumen
Kerena penggunaan otot bantu nafas yang lama pasien terlihat keletihan, sering
didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL (Activity Day Living).
g) Psikososial
B. ANALISA DATA
1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
DS :
Pasien mengatakan sangat sesak nafas dan diberi O2 kadang tidak mengurangi sesaknya.
Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak usia 15 tahun, sampai sekarang belum berhenti.
DO :
Pasien tampak sesak napas
Terdapat retraksi intercostal
RR = 25 x/menit
Data yang perlu dilengkapi untuk diagnosa tersebut adalah :
- Hasil AGD
- Auskultasi bunyi napas yaitu adanya bunyi napas tambahan
- Ada tidaknya napas cuping hidung
- Adanya warna kulit abnormal
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi
DS :
Pasien mengatakan sesak napas dan sesak bernapas saat terlentang
DO :
Penggunaan otot bantu pernapasan
Pola napas abnormal yaitu 25 x/menit
3. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan
DS :
Pasien mengatakan sesak napas
DO :
Pasien terlihat tidak bisa istirahat dan gelisah
C. PATHWAYS SESUAI KASUS
D. DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus:
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi dibuktika
n
dengan dyspnea, penggunaan otot bantu pernapasan, pola napas cepat.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sindrom hipoventilasi dibuktikan dengan dyspne
apenggunaan otot bantu pernapasan.
3. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan dibuktikan
dengan dypsnea, peningkatan penggunaan otot bantu pernapasan.

E. RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas
SLKI
1) Pertukaran gas
- Dyspnea menurun
- Pola nafas membaik
SIKI
1) Pemantauan respirasi
a) Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil Ro Thorax
b) Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan jika perlu
2) Terapi oksigen
a) Observasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
- Monitor efektifitas terapi oksigen
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala intoksikasi dan ateletaksis paru
- Monitor intergritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
b) Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Berikan oksigen tambahan jika perlu
c) Edukasi
- Kolaborasi pemantauan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan atau tidur
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemantauan dosis oksigen
- Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan atau tidur
2. Pola nafas tidak efektif
SLKI
1) Pola nafas
a) Penggunaan otot bantu nafas menurun
b) Frekuensi nafas membaik
SIKI
1) Manajemen pola nafas
a) Observasi
- Monitor pola napas
- Monitor bunyi napas tambahan
b) Terapeutik
- Posisikan semi-fowler atau fowler
- Berikan oksigen
c) Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari
d) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator
3. Gangguan ventilasi spontan
SLKI
1) Ventilasi spontan
a) Dyspnea menurun
b) Penggunaan otot bantu napas menurun
2) Pertukaran gas
a) Dyspnea menurun
b) Pola napas meningkat
SIKI
1) Dukungan ventilasi
a) Observasi
- Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
- Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan
- Monitor status respirasi dan oksigenasi
b) Terapeutik
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Berikan posisi fowler atau semi fowler
- Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
- Gunakan bag valve mask jika perlu
c) Edukasi
Ajarkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam
d) Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator jika perlu
2) Pemantauan respirasi
a) Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksigen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil Ro Thorax
b) Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
c) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan jika perlu
 
DAFTAR PUSTAKA
 
Kowalak , J. (2011). Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC
Perry & Potter. Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 2. Jakarta:
DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakart
a DPP PPNI
Rab, T. (2010). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: TIM.
Smeltzer, Susan C. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Penerbit Salemba Medika.
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan . Vol. 2.
Jakarta : Penerbit Salemba Medika.
Tamsuri, A. (2008). Asuhan keperawatan klien gangguan pernafasan. Jakarta: EGC.
http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/910/13/151210013_Iis%20Maisaroh_KTI %20benarkunci.pdf
(diakses pada tanggal 5 April 2020, pukul 10.00 WIB)
http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/539/1/NISA%20AGUSTIN%20NIM. %20A01401932.pdf
(diakses pada tanggal 5 April 2020, pukul 15.00 WIB)
http://eprints.ums.ac.id/25892/14/NASKAH_PUBLIKASI.pdf (diakses pada tanggal 7 April 2020, pukul 19.00
WIB)
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/93308/ARIN%20SISKA%20KRISTIAN%20%201623
03101017%20%23.pdf?sequence=1&isAllowed=y
(diakses pada tanggal 7 April 2020, pukul 20.00 WIB)

Anda mungkin juga menyukai