Anda di halaman 1dari 31

BAB I

DASAR TEORI

I. Penyakit Paru Obstruksi Kronis


A. Definisi
The Global Initiative for Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(GOLD) tahun 2017 mendefinisikan Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK) sebagai penyakit respirasi kronis yang dapat dicegah
dan dapat diobati, ditandai dengan adanya hambatan aliran udara
yang persisten dan biasanya bersifat progresif serta berhubungan
dengan peningkatan respons inflamasi kronis saluran napas yang
disebabkan oleh gas atau partikel iritan tertentu. Hambatan aliran
napas kronik pada PPOK adalah merupakan gabungan dari penyakit
saluran napas kecil dan destruksi parenkhim paru yang bisa
disebabkan oleh penyakit pada saluran napas dan rusaknya parenkim
paru (Stockley et Al., 2009) (Vestbo J. et Al., 2017).
B. Epidemiologi
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM
& PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun
2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang
angka kesakitan (35%),diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker
paru (30%) dan lainnya (2%) (PDPI, 2011).
Data di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013
(RISKESDAS), prevalensi PPOK adalah sebesar 3,7%. Angka
kejadian penyakit ini meningkat dengan bertambahnya usia dan
lebih tinggi pada laki-laki (4,2%) dibanding perempuan (3,3%)
(RISKESDAS, 2013).
C. Faktor resiko
Beberapa yang menjadi faktor resiko PPOK adalah:
a. Asap tembakau

1
Termasuk rokok, bentuk pipa, dan beberapa jenis lainnya. Perlu
diperhatikan apakah pasien merupakan perokok pasif, perokok
aktif atau bekas perokok.
b. Polusi udara
Polusi di dalam ruangan seperti asap rokok, asap kayu bakar,
kayu serbuk gergaji, batu bara, asap kompor serta polusi di luar
ruangan seperti gas buang kendaraan bermotor, iritan , bahan
kimia juga dapat menyebabkan terjadinya PPOK.
c. Faktor genetik
Kekurangan alpha-1 antitripsin herediter berat.
d. Usia dan jenis kelamin
Wanita berusia tua memiliki faktor resiko lebih besar.
e. Riwayat asma dan alergi
orang dengan asma 12 kali lebih tinggi risiko terkena PPOK
daripada bukan asma meskipun telah berhenti merokok.
Penelitian lain 20% dari asma akan berkembang menjadi PPOK
dengan ditemukannya obstruksi jalan napas reversibel.
f. Status sosial ekonomi
Malnutrisi dan penurunan berat badan dapat menurunkan
kekuatan dan ketahanan otot respirasi, karena penurunan masa
otot dan kekuatan serabut otot, serta pada penduduk yang sering
bekerja atau sering terpapar polutan baik di dalam maupun di
dalam rumah.
g. Infeksi saluran napas bawah berulang
Infeksi berperan dalam patogenesis dan progresifitas PPOK,
baik infeksi oleh bakteri atau virus. Kolonisasi bakteri
menyebabkan inflamasi jalan napas, berperan secara bermakna
menimbulkan eksaserbasi. Infeksi saluran napas berat pada anak
akan menyebabkan penurunan fungsi paru dan meningkatkan
gejala respirasi pada saat dewasa (Eisner MD. et Al., 2010)
(PDPI, 2014) (Vestbo J. et Al., 2017).

2
D. Patofisiologi
Faktor resiko yang paling berperan dan sering terjadi pada penderita
PPOK adalah terhirupnya polutan (rokok) sebabkan mekanisme
keterbatasan aliran udara dan air trapping. komponen-komponen
asap rokok ini merangsang pola tertentu dari inflamasi yang
melibatkan netrofil, makrofag dan limfositosis. Sel sel ini akan
melepaskan mediator inflamasi seperti TNF-a, LTB4, IL-8 dan
berinteraksi dengan sel struktural, pada saluran napas dan parenkim
paru. Berbagai mediator inflamasi itu, akan menarik sel inflamasi
dari darah faktor kemotakik, memperkuat proses inflamasi sitokin
proinflamasi, dan menginduksi perubahan struktural faktor
pertumbuhan. Oksidan yang dihasilkan oleh asap rokok dan
partikulat yang dihirup lainnya yang dilepaskan dari sel-sel
inflamasi ( seperti makrofag dan neutrophil ) diaktifkan sehingga
meningkatan aktivitas sel inflamasi, inaktivasi antiprotease (Alpha
1 antitripsin) yang menstimulasi sekresi mukus dan eksudat plasma
(PDPI, 2011).

Gambar I.1 Patogenesis PPOK (PDPI,2011)


Perubahan-perubahan struktural berpengaruh pada sel-sel penghasil
mukus bronkus dan silia. Selanjutnya silia yang melapisi bronkus
mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia.
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia

3
ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan
dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat strategis
mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen.
Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan pembengkakan
jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit
dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan (Rubin
dan Iriana, 2012) (Fauci AS et Al., 2008).

Gambar I.2 Mekanisme patogenesis PPOK (Rubin dan Iriana,


2012).
Perubahan patologis saluran napas pada penderita PPOK sebagai
berikut:
Tabel I.1. Perubahan struktural saluran napas pada PPOK (PDPI,
2011).

Saluran napas proksimal (trakea, bronkus diameter > 2 mm)


Sel inflamasi: makrofag , limfosit T CD8 + (sitotoksik) , sedikit
neutrofil atau eosinophil,Perubahan struktural: sel goblet ,
pembesaran kelenjar submukosa (keduanya menyebabkan
hipersekresi lendir) metaplasia sel epitel skuamosa

4
Saluran napas perifer (bronkiolus diameter < 2 mm)
Sel inflamasi: makrofag, limfosit T (CD8 +> CD4 +), limfosit B,
folikel limfoid, fibroblas, sedikit neutrophils atau eosinofil.
Parenkim paru (bronchioles pernapasan dan alveoli)
Sel inflamasi: makrofag, limfosit T CD8+ .
Perubahan struktural: kerusakan dinding alveolus, apoptosis sel
epitel dan endotel
Emfisema sentrilobular: dilatasi dan kerusakan bronkiolus;
paling sering terlihat pada perokok
Emfisema panacinar: perusakan alveolus dan bronkiolus; paling
sering terlihat pada kekurangan -1 antitrypsin
Pembuluh darah paru
Sel inflamasi: makrofag, limfosit T
Perubahan struktural: penebalan intima, disfungsi sel endotel,
penebalan otot polos (hipertensi pulmonal).

E. Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala yang paling sering terjadi pada pasien PPOK adalah sesak
napas. Pasien biasanya mendefinisikan sesak napas sebagai
peningkatan usaha untuk bernapas, sering disertai mengi, rasa
berat saat bernapas, gasping, dan air hunger. Batuk bisa muncul
secara hilang timbul, tapi biasanya batuk kronis adalah gejala
awal perkembangan PPOK. Gejala ini juga biasanya merupakan
gejala klinis yang pertama kali disadari oleh pasien, batuk juga
muncul tanpa adanya dahak. Terdapat faktor predisposisi missal
lahir dengan berat badan lahir rendah, infeksi saluran napas
berulang, lingkungan asap rokok dan polutan (PDPI, 2014)
(Vestbo J. et Al., 2017).
b. Pemeriksaan fisik
Umumnya tidak ada keluhan, apabila gejala muncul dapat
ditemukan:
a) Inspeksi:
- Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup
/mencucu
- Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal
sebanding)

5
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut
vena jugularis di leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer (emfisema) atau blue bloater
(Bronkitis kronik)
b) Palpasi
Pada emfisema, sela iga melebar dan penurunan focal
fremitus
c) Perkusi
Pada emfisema hipersonor, dan batas jantung mengecil, letak
diagragma rendah, hepar terdorong kebawah
d) Auskultasi
- Suara napas vesikuler normal
- Ronkhi dan mengi pada waktu bernapas atau pada
ekspirasi paksa dan ekspirasi memanjang
c. Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, terdapat peningkatan
netrofil, hasil lain bisa normal, atau terdapat peningkatan
lekosit apabila terdapat infeksi penyerta. Pada
pemeriksaan analisis gas darah bisa ditemukan
penurunan pH darah.
- Radiologis
Pada emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop /
eye drop appearance)

6
Pada bronkitis kronik :
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus
(PDPI, 2011).
d. Uji provokasi bronkus
Uji provokasi bronkus dilakukan untuk mengukur derajat
hiperaktivitas pada bronkus, pada berbagai kondisi terdapat
hiperaktivitias ringan pada penyakit PPOK. Uji ini juga
bergunan untuk menegakkan diagnosis PPOK dibandingkan
dengan penyakit asma (PDPI, 2011).
e. Pemeriksaan rutin spirometri
Klasifikasi PPOK berdasarkan hasil pengukuran FEV1 dan FVC
dengan spirometri setelah pemberian bronkodilator dibagi
menjadi GOLD 1, 2, 3, dan 4. Pengukuran spirometri harus
memenuhi kapasitas udara yang dikeluarkan secara paksa dari
titik inspirasi maksimal (Forced Vital Capacity (FVC) ,kapasitas
udara yang dikeluarkan pada detik pertama (Forced Expiratory
Volume in one second (FEV1)), dan rasio kedua pengukuran
tersebut (FEV1/FVC). Pengukuran derajat keparahan penyakit
menggunakan kriteria GOLD dan kuisioner berupa COPD
Assessment Test (CAT) dan Modified British Medical Research
Council (mMRC).
Gambar I.3 Klasifikasi GOLD untuk keparahan PPOK (Vestbo
J. et Al., 2017).

7
Gambar I.4 Kuisioner CAT (Vestbo J. et Al., 2017).

Gambar I.5 Kusioner mMRC (Vestbo J. et Al., 2017).

8
Klasifikasi pasien berdasarkan Combined COPD Assessment:
a. Kelompok A Rendah Risiko, Sedikit Gejala
Pasien dengan klasifikasi GOLD 1 atau 2, mengalami
eksaserbasi paling banyak 1 kali dalam setahun dan tidak
pernah mengalami perawatan rumah sakit akibat
eksaserbasi, serta hasil penilaian CAT score<10 atau mMRC
grade 0-1
b. Kelompok B Rendah Risiko, Banyak Gejala
Pasien dengan klasifikasi GOLD 1 atau 2, mengalami
eksaserbasi paling banyak 1 kali dalam setahun dan tidak
pernah mengalami perawatan rumah sakit akibat
eksaserbasi, serta hasil penilaian CAT score 10 atau mMRC
grade 2
c. Kelompok C Tinggi Risiko, Sedikit Gejala
Pasien dengan klasifikasi GOLD 3 atau 4, dan atau
mengalami eksaserbasi sebanyak 2 kali per tahun atau 1
kali mengalami perawatan rumah sakit akibat eksaserbasi,
serta hasil penilaian CAT score <10 atau mMRC grade 0-1.1
d. Kelompok D Tinggi Risiko, Banyak Gejala Pasien dengan
klasifikasi GOLD 3 atau 4, dan/ atau mengalami eksaserbasi
sebanyak 2 kali per tahun atau 1 kali mengalami
perawatan rumah (Vestbo J. et Al., 2017).

9
F. Diagnosis banding
Berikut merupakan tabel diagnosis banding PPOK (Vestbo J. et Al.,
2017):
Diagnosis Gejala
PPOK Onset pada usia pertengahan.
Gejala progresif lambat.
Lamanya riwayat merokok.
Sesak saat aktivitas
Sebagian besar hambatan aliran udara ireversibel.
Asma Onset awal sering pada anak.
Gejala bervariasi dari hari ke hari.
Gejala pada malam / menjelang pagi.
Disertai alergi, rinitis atau eksim .
Riwayat keluarga dengan asma.
Sebagian besar keterbatasan aliran udara
reversible
CHF Auskultasi,terdengar ronchi halus di bagian basal.
Foto toraks tampak jantung membesar, edema
paru.
Uji fungsi paru menunjukkan restriksi bukan
obstruksi.
Bronkiektasis Sputum produktif dan purulen.
Umumnya terkait dengan infeksi bakteri.
Auskultasi terdengar ronki kasar
Foto toraks /CT-scan toraks menunjukkan
pelebaran
dan penebalan bronkus.
Tuberkulosis Onset segala usia
Foto toraks menunjukkan infiltrat di paru.
Konfirmasi mikrobiologi (sputum BTA)
Prevalensi tuberkulosis tinggi di daerah endemis

Terdapat kemiripan inflamasi antara asma berat dan PPOK.


Beberapa pasien PPOK memiliki gambaran seperti asma dan
mungkin memiliki pola inflamasi yang ditandai dengan
peningkatan eosinofil. Sebaliknya, pasien asma yang merokok
memiliki gambaran patologis mirip dengan PPOK, berikut
merupakan perbedaan sel inflamasi pada PPOK dan asma:

10
Gambar I.6 perbedaan PPOK dan asma (Vestbo J. et Al., 2017)

G. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan PPOK diantaranya adalah sebagai berikut :
- Berhenti Merokok
- Terapi farmakologis dapat mengurangi gejala, mengurangi
frekuensi dan beratnya eksaserbasi dan memperbaiki status
kesehatan dan toleransi aktivitas.
- Regimen terapi farmakologis sesuai dengan pasien spesifik,
tergantung beratnya gejala, risiko eksaserbasi, availabilitas obat
dan respon pasien.
- Vaksinasi Influenza dan Pneumococcal
- Semua pasien dengan napas pendek ketika berjalan harus
diberikan rehabilitasi yang akan memperbaiki gejala, kualitas

11
hidup, kualitas fisik dan emosional pasien dalam kehidupannya
sehari-hari.

Tabel I.3 Rekomendasi Pengobatan PPOK (PDPI,2011)

Derajat Karakteristik Rekomendasi pengobatan


Semua Edukasi (hindari faktor pencetus)
derajat Bronkodilator kerja singkat (SABA, Antikolinergik
kerja cepat, Xantin) bila perlu
Vaksinasi influenza
Derajat I: VEP1 /KVP < Bronkodilator kerja singkat (SABA, Antikolinergik
PPOK 70% kerja cepat, Xantin) bila perlu
ringan VEP1 80 %
prediksi
Dengan atau tanpa
gejala
Derajat II: VEP1/KVP < 1. Pengobatan reguler dengan bronkodilator:
PPOK 70% Agonis b-2 kerja panjang sebagai terapi
sedang 50 % < VEP1< 80 pemeliharaan (LABA)
% Antikolinergik kerja lama sebagai terapi
prediksi pemeliharaan
Dengan atau tanpa Simptomatik
gejala 2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi)
Derajat III: VEP1 /KVP 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih
PPOK 70% bronkodilator:
berat 30 % VEP1 50 Agonis b-2 kerja panjang sebagai terapi
% pemeliharaan (LABA)
prediksi Anti kolinergik kerja lama sebagai terapi
dengan atau tanpa pemeliharaan
gejala Simptomatik
Kortikosteroid inhalasi bila memberikan
respons klinis atau eksaserbasi berulang
PDE-4 inhibitor
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi respirasi)
Derajat VEP1 /KVP < 1. Pengobatan reguler dengan 1 atau lebih
IV: PPOK 70% bronkodilator:
sangat VEP1 < 30 % Agonis b-2 kerja panjang sebagai terapi
berat prediksi atau pemeliharaan (LABA)
gagal Antikolinergik kerja lama sebagai terapi
napas atau gagal pemeliharaan
jantung kanan Pengobatan komplikasi
Kortikosteroid inhalasi bila memberikan
respons klinis atau eksaserbasi berulang
PDE-4 inhibitor
2. Rehabilitasi (edukasi, nutrisi, rehabilitasi
respirasi)

12
3. Terapi oksigen jangka panjang bila terdapat gagal
napas

Berikut merupakan terapi PPOK berdasarkan gejala serta kondisi


yang menyertai:
Gambar I.7 Obat obatan PPOK berdasarkan gejala (PDPI,2011)

13
Penatalaksanaan PPOK stabil untuk perawatan di rumah atau
rawat jalan dengan tujuan untuk mempertahankan fungsi paru,
meningkatkan kualitas hidup serta mencegah terjadinya eksaserbasi,
kriteria PPOK stabil adalah:
- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil
analisis gas darah menunjukkan PH normal PCO2 > 60 mmHg
dan PO2 < 60 mmHg
- Dahak tidak berwarna atau jernih
- Aktivitis terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK
(hasil spirometri)
- Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
- Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan

14
Penatalaksanaan di rumah meliputi:
1. Penggunaan obat-obatan dengan tepat Obat-obatan sesuai
klasifikasi. Pemilihan obat dapat dalam bentuk dishaler,
nebuhaler, turbuhaler atau breezhaler karena penderita PPOK
biasanya berusia lanjut, koordinasi neurologis dan kekuatan otot
sudah berkurang. Penggunaan bentuk MDI menjadi kurang
efektif. Nebuliser sebaiknya tidak digunakan secara terus
menerus, hanya bila timbul eksaserbasi
2. Terapi oksigenasi untuk PPOK berat pada waktu aktivitas atau
terus menerus selama 15 jam terutama pada waktu tidur. Dosis
tidak boleh lebih dari 2 liter (PDPI, 2011).
II. PPOK Eksaserbasi Akut
A. Definsi
PPOK eksaserbasi akut didefinisikan sebagai suatu kejadian akut
yang ditandai dengan memburuknya gejala respiratori pasien yang
melebihi variasi normal hari ke hari dan menyebabkan perlunya
perubahan pengobatan (Vestbo J. et Al., 2017).
B. Tanda dan gejala
Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi
pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang
sebelumnya stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga
pasien memerlukan perubahan pengobatan yang biasa digunakan.
Eksaserbasi ini biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus),
bronkospasme, polusi udara atau obat golongan sedatif. Sekitar
sepertiga penyebab eksaserbasi ini tidak diketahui. Pasien yang
mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala yang khas
seperti sesak nafas yang semakin bertambah, batuk produktif dengan
perubahan volume atau purulensi sputum, atau dapat juga
memberikan gejala yang tidak khas seperti malaise, fatigue dan
gangguan susah tidur.
Gejala respirasi yaitu berupa sesak nafas yang semakin bertambah
berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang

15
semakin sering dan nafas yang dngakal dan cepat. Gejala sistemik
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan deyut nadi
serta gangguan status mental pasien (Ali N.K., 2009).
C. Klasifikasi
Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah,
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulent)
Eksaserbasi akut dibagi menjadi 3:
Tipe I (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas
Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas
ditambah infeksi saluran napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa
sebab lain, peningkatan batuk, peningkatan mengi atau peningkatan
frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau frekuensi nadi > 20%
baseline (PDPI,2011).
D. Indikasi terapi
a) Rawat jalan
- Eksaserbasi ringan sampai sedang
- Gagal napas kronik
- Tidak ada gagal napas akut pada gagal napas kronik
b) Rawat inap
- Eksaserbasi sedang dan berat
- Terdapat komplikasi
- Infeksi saluran napas berat
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Gagal jantung kanan
c) Rawat intensif
- Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat
darurat atau ruang rawat
- Kesadaran menurun, lethargi, atau kelemahan otot-otot
respirasi

16
- Setelah pemberian oksigen tetap terjadi hipoksemia atau
perburukan
- Memerlukan ventilasi mekanik (invasif atau non invasif)
(Ali NK., 2009) (PDPI, 2011).

E. Penatalaksanaan
a) Terapi oksigen
Sebaiknya dipertahankan PaO2 > 60 mmHg atau Sat O2 > 90%,
evaluasi ketat hiperkapnia. Gunakan sungkup dengan kadar yang
sudah ditentukan (venturi masks) 24%, 28% atau 32%. Perhatian
apakah sungkup rebreathing atau nonrebreathing, tergantung
kadar PaCO2 dan PaO2. Bila teapi oksigen tidak dapat mencapai
kondisi oksigenasi adekuat, harus digunakan ventilasi mekanik.
b) Antibiotik
Beta laktam / beta lactamase inhibitor (co amixoclav) secara
iv, dilanjutkan dengan peroral sefalosporin generasi 3 /
fluorokuinolon dosis tinggi
c) Bronkodilator
Pengobatan yang efektif untuk PPOK eksaserbasi adalah
inhalasi bronkodilator short acting (terutama inhalasi b2-agonis
dengan atau tanpa antikolinergik) dan glukokortikosteroid oral.
Kemudian dilanjutkan dengan golongan beta bloker long acting
pada saat kondisi sudah stabil.
d) Antiinflammasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi,
dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pasca
bronkodilator meningkat > 20%. Digunakan pada PPOK stabil
mulai derajat III dalam bentuk glukokortikoid, kombinasi
LABACs dan PDE-4. Kortikosteroid diberikan dalam dosis

17
maksimal, 30mg/hari dalam 2 minggu bila perlu dengan dosis
turun bertahap (tappering off)
e) Ekspektoran
f) Nutrisi yang adekuat dan keseimbangan elektrolit
g) Mukolitik
Gliseril guayakolat dapat diberikan bila sputum mukoid
h) Diuretik
Diberikan pada PPOK derajat sedang-berat dengan gagal
jantung kanan atau kelebihan cairan.
i) Phosphodiesterase 4 inhibitor
Diberikan kepada pasien dengan derajat III atau derajat IV dan
memiliki riwayat eksaserbasi dan bronkitis kronik.
Phosphodiesterase-4 inhibitor, roflumilast dapat mengurangi
eksaserbasi, diberikan secara oral dengan glukokortikosteroid
(PDPI,2011) (Vestbo J. et Al., 2017) (Mc Charty B. et Al.,
2015).
F. Komplikasi
Komplikasi pada PPOK merupakan bentuk perjalanan penyakit
yang progresif dan tidak sepenuhnya reversibel seperti:
- Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah PO2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60
mmHg, dan pH normal
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Sesak napas dengan atau tanpa sianosis, sputum bertambah
dan purulen, demam, kesadaran menurun
- Infeksi berulang
Pembentukan koloni kuman pada pembentukan sputum
berlebihan, imun tubuh menjadi berkurang, hal ini ditandai
dengan menurunnya kadar limfosit darah
- Kor pulmonal
Ditandai oleh p pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %,
dapat disertai gagal jantung kanan (PDPI, 2011)

18
BAB II
LAPORAN KASUS

A. Identitas pasien
Nama : Tn. B
Tanggal lahir : 04 April 1956
Umur : 50 tahun
No. CM : 334564
Pekerjaan : Tukang becak
Alamat : Grobog kulon
Ruang : Palm
DPJP : dr. M. Irpan, Sp.P
Tanggal Masuk RS : 01 November 2017
B. Anamnesis
a) Keluhan utama: sesak napas
b) RPS: Pasien mengeluhkan sesak napas sejak 1 hari SMRS. Sesak
dirasakan terus menerus, tidak dipengaruhi oleh posisi tidur dan
bertambah sepanjang waktu, sesak sering muncul saat pasien menghirup
asap rokok dan aktivitas berat. Sesak napas mengganggu aktivitas,
pasien mengaku untuk aktivitas berat tidak kuat. Saat sesak muncul,
dalam beberapa menit kemudian muncul keluhan batuk berdahak, batuk
terus menerus bersama dengan sesak napas. Pasien mengatakan dahak
yang dikeluarkan awalnya berwarna jernih, kemudian lama kelamaan
menjadi hijau kekuningan dan berbau, tidak ada lendir dan darah. Saat
dahak dikeluarkan, sesak masih terasa. Pasien mengaku sering terkena
serangan sesak napas sejak usia 30 tahun, biasanya sesak ringan dan
membaik setelah istirahat, keluhan sesak saat waktu pagi / malam hari
disangkal. Pasien datang ke RS karena sesak terus memberat, tidak
hilang dan batuk bertambah. Keluhan demam, pilek, hidung tersumbat,
mual muntah, keringat malam, nyeri dada dan penurunan berat badan
serta riwayat pengobatan paru disangkal. BAK dan BAB tidak ada

19
keluhan. Pasien bukan perokok aktif akan tetapi sering bersama teman
yang merupakan perokok aktif.
c) RPD: pasien mengaku keluhan serupa sering muncul sejak berusia 30
tahun, riwayat asma disangkal, riwayat alergi disangkal, riwayat
pengobatan paru disangkal, riwayat hipertensi dan diabetes mellitus
disangkal.
d) RPK: Keluhan serupa disangkal, riwayat asma dan alergi disangkal
e) RSosEk: Pasien merupakan pasien BPJS PBI kelas III. Pasien tidak
merokok, akan tetapi sering bergaul bersama perokok aktif, dalam sehari
menghabiskan 1 bungkus rokok. Pasien mengaku rumah pasien
berventilasi bagus, sinar matahari cukup, sering menggunakan kayu
bakar untuk memasak.
C. Pemeriksaan fisik
Vital Sign
Keadaan Umum : Sakit sedang, tampak sesak saat berbicara
Kesadaran : Compos Mentis (E4/V5/M6)
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 90 kali/menit
Frekuensi Pernafasan : 32 kali/menit
Temperatur : 36,9 C
Pemeriksaan Fisik/
Kepala : Normocephali, wajah simetris tidak adak jejas
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Normotia, serumen (-)
Hidung : Sekret (-), napas cuping hidung (+)
Mulut : Mukosa bibir lembab (+), sianosis (-), caries dentis (-),
kandidiasis (-), tonsil (T1/T1), faring hiperemis (-).
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran
thyroid (-), JVP 5+2 cmH2O
Thoraks : I : simetris, retraksi intercostal (-/-), jejas (-).
P : Fremitus raba kanan = kiri, pelebaran iga (-)
P : sonor (+/+)

20
A : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (+/+)
Cor : I : Ictus cordis tak tampak
P : Ictus cordis di ICS V linea midclavicula sin
P : Batas jantung kanan atas: SIC II linea parasternasternal dx
Batas jantung kiri atas: SIC II linea parasternasternal sin
Batas kanan bawah: SIC IV linea parasternal sin
Batas kiri bawah: SIC V linea midclavicula sin
Abdomen : I : Simetris, jejas (-), distensi (-)
A : peristaltik usus normal
P : Timpani, asites (-), shifting dullness (-)
P : Soepel, organomegali (-)
Punggung : tidak ada kelainan, nyeri ketok CVA (-/-)
Ekstremitas :
Insp : Edema (-), eritema (-)
Palp : Akral hangat (+)

Status Gizi
BB : 56 kg
TB : 155 cm
IMT : 23,3% (normoweight)
D. Pemeriksaan laboratorium
Tanggal pemeriksaan: 01 November 2017
Darah Rutin
Leukosit : 13.4 10^2/l ()
Eritrosit : 5.0 10^6/l
Hemoglobin : 15 g/dl
Hematokrit : 43 %
MCV : 87
MCH : 30
MCHC : 35
Trombosit : 243

21
Diff count
Eosinofil : 4.20 % ()
Basofil : 0.10 %
Netrofil : 84.80 % ()
Limfosit : 4.60 % ()
Monosit : 10.50 %
MPV : 9.9 fL
RDW-SD : 42.4 fL
RDW-CV : 13.6 %
HIV skrining
Tanggal pemeriksaan: 02 november 2017
Hasil : Non reaktif
E. Pemeriksaan radiologis
Rontgen paru PA

Intepretasi Ro Thoraks :
- Pernapasan cukup costa
anterior 7, SIC < 6, diafragma
mulus, tidak licin
- Trakhea non deviasi, letak di
tengah, discus intervertebralis
cervical 5
- Sudut costophrenicus: lancip
- Sudut cardiophrenicus:
pembesaran jantung -, ctr < 50
%
- Tulang tidak bermasalah,
pelebaran sela iga ka ki (-)
- Soft tissue: normal, tidak
terdapat pembesaran hilus
- Corakan bronkovasikuler
normal

22
F. Diagnosis
- Diagnosis kerja
Penyakit paru obstruktif kronis eksaserbasi akut
- Diagnosis banding
Asma bronkial
G. PLANNING

Planning Diagnosis
Uji Spirometri
Electrocardiography
Pemeriksaan elektrolit
Kultur sputum
Planning Terapi
O2 nasal kanul 2-3 L/ menit
IVFD RL
Infus Futrolit 30 mg/kg BB
Inj. Furosemid 40 mg/12 jam
Inj. Ampisilin 250 mg / 6 jam
PO:
- Metilprednisolon tab 30 mg/hari
- Ambroxol syr 60 ml 3x1
Nebulizer: salbutamol/ ipratoprium 0,5 dan 2,5 mg dalam 3 ml
Planning Monitoring
Observasi keadaan umum dan tanda vital
Tirah baring dan aktivitas
Spirometri
Elektrolit
Paparan pada polutan, rokok
Planning Edukasi
Menjelaskan keadaan dan perjalanan penyakit pada keluaraga
pasien.
Edukasi untuk istirahat dan tidak berakativitas yang
memperberat sakit.

23
Edukasi keluarga untuk melapor pada petugas kalau terjadi
perubahan kondisi pasien.
Edukasi untuk kontrol ke poli setelah pulang dari Rumah Sakit
Edukasi agar pasien teratur berobat
H. FOLLOW UP
1) Kamis 2 november 2017

S : Sesak nafas (+) berkurang, batuk (+), pasien mengaku


semalam tidak bisa tidur.
O: Keadaan umum : Tampak sesak saat berbicara
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : TD : 130/60 mmHg, RR : 24 x/menit ,
HR : 78 x/menit, Suhu : 36,6oC
Kepala/leher : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
pembesaran KGB colli (-), JVP 5+2cmH2O
Thoraks : Simetris, statis, dinamis, vocal fremitus D =
S, sonor, suara nafas : vesikuler -/-, rhonki :
-/-, whezing : +/+,
Abdomen : Supel, datar, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, clubing finger (-), nyeri sendi
A: PPOK
P: Planning
Injeksi:
- Ringer lactat
- Futrolit
- Vicilin 2 x 1
- Omeprazole 2 x 1
- Metilprednisolon 62,5
- Furosemid 1 x 1
PO: Ambroxol syr 3 x 1

24
2) Jumat 3 November 2017
S : Sesak nafas (+), batuk (+).
O: Keadaan umum : Tampak sesak
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : TD : 130/60 mmHg, RR : 28 x/menit ,
HR : 80 x/menit, Suhu : 36,6oC
Kepala/leher : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
pembesaran KGB colli (-), JVP 5+2cmH2O
Thoraks : Simetris, statis, dinamis, vocal fremitus D =
S, sonor, suara nafas : vesikuler -/-, rhonki :
-/-, whezing : +/+,
Abdomen : Supel, datar, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, clubing finger (-), nyeri sendi
A: PPOK
P: Planning
Injeksi:
- Futrolit
- Ringer lactat
- Vicilin 2 x 1
- Omeprazole 2 x 1
- Metilprednisolon 62,5
- Furosemid 1 x 1
PO: Ambroxol syr 3 x 1
3) Sabtu, 4 november 2017
S : Sesak nafas berkurang, batuk (-), badan masih terasa lemas
O: Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : TD : 120/80 mmHg, RR : 24 x/menit ,
HR : 80 x/menit, Suhu : 36,6oC
Kepala/leher : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
pembesaran KGB colli (-), JVP 5+2cmH2O

25
Thoraks : Simetris, statis, dinamis, vocal fremitus D =
S, sonor, suara nafas : vesikuler -/-, rhonki :
-/-, whezing : +/+,
Abdomen : Supel, datar, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, clubing finger (-), nyeri sendi
A: PPOK
P: Planning
Injeksi:
- Futrolit
- Ringer lactat
- Vicilin 2 x 1
- Omeprazole 2 x 1
- Metilprednisolon 62,5
- Furosemid 1 x 1
PO: Ambroxol syr 3 x 1
Program nebulizer
4) Minggu, 5 november 2017
S : Sesak napas (-), batuk (-), pasien mengatakan keluhan
berkurang.
O: Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : TD : 130/70 mmHg, RR : 24 x/menit ,
HR : 80 x/menit, Suhu : 36,6oC
Kepala/leher : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
pembesaran KGB colli (-), JVP 5+2cmH2O
Thoraks : Simetris, statis, dinamis, vocal fremitus D =
S, sonor, suara nafas : vesikuler -/-, rhonki :
-/-, whezing : +/+ berkurang dari kemarin,
Abdomen : Supel, datar, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, clubing finger (-), nyeri sendi
A: PPOK
P: Planning

26
Injeksi:
- Futrolit
- Vicilin 2 x 1
- Omeprazole 2 x 1
- Metilprednisolon 62,5
- Furosemid 1 x 1
PO: Ambroxol syr 3 x 1
Program nebulizer
I. Prognosis:
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanasionam : Dubia ad bonam

27
BAB III

ALUR PIKIR

Faktor sesiko,
inhalasi polutan

Menarik sel inflamasi dan Reaksi imun


sitokin (makrofag, tubuh
netrofil)

Peningkatan akt. Sel Interaksi dengan sel


Mediator inflamasi
inflamasi, inaktivasi struktural, saluran napas,
(TNf a, ILTB4, IL-8)
antiprotease parenkim paru

Stimulasi sekresi mukus Penurunan fungsi sel silia


dan eksudat plasma (metaplasia),
Air trapping, Ekspirasi penumpukan mukus
memanjang,
Hiperkapneu

Penyakit paru
obstruksi kronis Gejala sesak
bertambah,
Infeksi peningkatan
patogen lain sputum,
Eksaserbasi purulensi
(bakteri,
virus) sputum

28
BAB IV
DISKUSI

Didapatkan seorang pasien usia 50 tahun dengan jenis kelamin laki laki di Bangsal
Palm RSUD Soeselo Slawi dengan diagnosis utama PPOK eksaserbasi akut.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh sesak napas sejak 1 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas disertai batuk berdahak dengan gejala
eksaserbasi yaitu sesak napas bertambah, produksi dahak yang meningkat serta
dahak yang berubah warna dari awalnya jernih menjadi berwarna hijau kekuningan
kental. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin, pasien tidak mengeluh
terbangun karena sesak di malam hari, sesak tidak dipengaruhi oleh posisi. Riwayat
demam (-), keringat malam (-), penurunan berat badan (-), dan riwayat konsumsi
obat paru lama (-). Selanjutnya gejala yang dirasakan oleh pasien muncul pada saat
pasien berusia 30 tahun dengan gejala sesak ringan, riwayat alergi (-), riwayat batuk
pilek dan penyakit paru lama (-). Pada pemeriksaan fisik thoraks didapatkan bunyi
wheezing pada kedua lapang paru saat dilakukan auskultasi. Pemeriksaan
laboratorium darah rutin didapatkan peningkatan lekosit, netrofil, eosinofil serta
penurunan limfosit. Pemeriksaan rontgen thoraks PA tidak didapatkan kelainan.

Selain diagnosis utama, terdapat diagnosis banding yaitu asma bronkiale, namun
untuk menegakkan diagnosis utama secara pasti harus dilakukan pemeriksaan uji
spirometri untuk mengetahui derajat beratnya serangan serta uji provokasi bronkus
untuk mengetahui hiperaktivitas bronkus, serta dilanjutkan dengan pemeriksaan
elektrokardiografi untuk mengetahui apakah terdapat komplikasi pada jantung.

Penatalaksanaan pada PPOK dengan eksaserbasi mencangkup tirah baring,


oksigenasi, pemberian bronkodilator kerja cepat, kortikosteroid, diuretik diberikan
untuk mencegah komplikasi ke jantung, terapi simptomatik serta koreksi cairan
tubuh dan nutrisi yang adekuat. Setelah pemberian terapi pada pasien, hasil follow
up menunjukkan terdapat perbaikan secara klinis pada pasien dimana pasien sudah
tidak merasa sesak dan batuk tidak dirasakan. Akan tetapi harus tetap dilakukan uji
spirometri untuk mengetahui perubahan faal paru sebelum dan setelah pemberian
terapi.

29
BAB IV
KESIMPULAN

PPOK adaah penyakit paru obstruksi yang ditandai dengan adanya


hambatan aliran udara yang persisten dan biasanya bersifat progresif serta
berhubungan dengan peningkatan respons inflamasi kronis saluran napas yang
disebabkan oleh gas atau partikel iritan tertentu. Hambatan aliran napas kronik pada
PPOK adalah merupakan gabungan dari penyakit saluran napas kecil dan destruksi
parenkhim paru yang bisa disebabkan oleh penyakit pada saluran napas dan
rusaknya parenkim paru.
Terdapat berbagai faktor resiku pemicu munculnya penyakit seperti
riwayat merokok, riwayat asma, faktor genetik, menghirup polutan, usia dan jenis
kelamin juga berpengaruh. Penegakan diagnosis berdasarkan manifestasi klinis
yaitu sesak napas, batuk produktif atau non produktif serta uji spirometri.
PPOK eksaserbasi akut didefinisikan sebagai suatu kejadian akut yang
ditandai dengan memburuknya gejala respiratori pasien yang melebihi variasi
normal hari ke hari dan menyebabkan perlunya perubahan pengobatan. Terapi yang
diberikan perlunya oksigenasi, bronkodilator, serta kortikosteroid dan pemantauan
pada nutrisi dan cairan tubuh pasien.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ali N.K (2009). Evidence-Based Approach to Acute Exacerbations of Chronic


Obstructive Pulmonary Disease. Hospital Physician. 2009; 2: 9-16.

Riset Kesehatan Dasar (2013). Riset Kesehatan Dasar: Indonesia KRR.

PDPI. (2011). Diagnosis dan Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Eisner MD, Anthonisen N, Coultas D, et al. (2010). An official American Thoracic


Society public policy statement: Novel risk factors and the global
burden of chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit
Care Med; 182(5): 693-718.

Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, (2008) et
al., editors. Harrisons Principle of Internal Medicine. 17th ed. New
York: Mc Graw Hill;

McCarthy B, Casey D, Devane D, Murphy K, Murphy E, Lacasse Y (2015).


Pulmonary rehabilitation for chronic obstructive pulmonary disease.
Cochrane Database Syst Rev ; 2(2): CD003793.

Rubin M. Tuder and Iriana Petrache. (2012). Pathogenesis of Chronic Obstructive


Pulmonary Disease. J. Clin Invest.122(8): 2749 - 2755

Vestbo J, Hurd S, Agusti A, Jones P, Vogelmeier C, Anzueto A, et al (2017). Global


strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic
obstructive pulmonary disease: GOLD executive summary. Am J
Respir Crit Care Med. ;187(4):347 - 65.
Stockley RA, Mannino D, Barnes PJ.(2009). Burden and Pathogenesis of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. Proceedings of the American Thoracic
Society;6(6):524-6.

31

Anda mungkin juga menyukai