Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

DI SUSUN OLEH :

NAMA : Ode Surnia

NPM : 1490123097

KELOMPOK : III

PRECEPTOR INSTITUSI :

STASE : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM PROFESI NERS

PRODI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

STIKES MALUKU HUSADA

2023
LAPORAN PENDAHULUAN
EMFISEMA

A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru yang ditandai
dengan keterbatasan aliran udara untuk keluar dari paru karena adanya sumbatan pada
jalan napas. Kumpulan gejala klinis emfisema dan bronkitis kronis terjadi pada pasien
penderita PPOK.
Emfisema berasal dari bahasa Yunani, emphysaein yang berarti mengembang2
dan didefinisikan menjadi pelebaran abnormal menetap ruang udara (alveoli distal
terhadap bronkiolus terminal) disertai kerusakan
dindingnya tanpa fibrosis yang nyata.
Emfisema adalah penyakit yang mengenai parenkim paru. Orang yang emfisema
mengalami kerusakan pada alveoli. Alveoli merupakan tempat pertukaran gas pernapasan
sehingga penderita emfisema akan sulit bernapas.

B. Etiologi
Merokok merupakan faktor risiko utama dari penyebab PPOK. Terjadinya PPOK
pada perokok tergantung dari lamanya merokok dan jumlah rokok yang dihisap
perharinya. Selain
rokok, faktor resiko lain dari adalah genetik.

C. WOC

Paparan akut rokok tidak langsung menyebabkan emfisema, tetapi hal ini
menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan stres oksidatif. Dari sekian banyak sel yang
berperan, makrofag alveolar (AMs) memiliki peran yang paling penting. Paparan rokok
memicu pengaktifan makrofag alveolar yang akan memproduksi sitokin pro-inflamasi
yang mengaktifkan sel lain, dan kemokin yang menarik neutrofil dan sel T limfosit yang
merupakan faktor paling menonjol dalam inflamasi. Adapun sitokin pro-inflamasi yang
berperan seperti TNF-a, IL-1b, IL-6 and IL-8. AMs juga merupakan sumber utama
terjadinya penurunan protease elastin yang mendorong sebagian besar kerusakan septal.
Produksi oksidan terkait inflamasi oleh AMs juga berkontribusi dalam degradasi septal.
Oksidan terkait inflamasi termasuk NO dan turunan nitrogen reaktif bereaksi dengan
asam lemak tak jenuh untuk menghasilkan asam lemak nitrasi (NFAs), termasuk asam
10-nitro- oleat (OA-NO2) dan asam 12-nitrolinoleic (LNO2), produk reksi NO yang
paling umum dalam aliran darah manusia. Kontributor penting lain yang berperan
terhadap disregulasi imun pada emfisema adalah peroxisome proliferator–activated
receptor γ (PPAR-γ). PPAR-γ diekspresikan di APC.
Paparan rokok dapat mengaktifkan PPAR-γ yang akan mengubah penyerapan
antigen, pematangan sel, aktivasi, migrasi, dan produksi sitokin. Selain rokok, genetik
juga merupakan faktor risiko kejadian PPOK. Beberapa penelitian menunjukkan
peningkatan prevalensi pada keluarga PPOK dibandingkan kontrol dan memberi kesan
bahwa PPOK terjadi pada individu yang rentan secara genetik setelah cukup terpajan oleh
asap rokok. Sampai saat ini belum semua gen yang berperan sebagai komponen genetik
terhadap PPOK diketahui. Sebagian besar penelitian mengindikasikan bahwa komponen
genetic terdiri dari beberapa gen, masing-masing dengan efek yang kecil. Gen yang
berperan dalam kejadian PPOK mungkin dapat melalui beberapa mekanisme yang
berbeda. Faktor genetik tersebut bisa saling berinteraksi satu dengan lainnya serta dengan
faktor risiko lingkungan sehingga mengaburkan efek gen terhadap fenotip, sebagaimana
terlihat pada gambar.

D. Manifestasi Klinis
Dispneu adalah gejala umum emfisema dan mempunyai awitan yang
membahayakan. Pasien biasanya mempunyai riwayat merokok dan batuk kronis yang
lama, mengi, serta peningkatan nafas pendek dan cepat. Gejala-gejala diperburuk oleh
infeksi pernafasan.

E. Pemeriksaan Penunjang
Menurut PDPI (2013) dan Paramitha (2020) pemeriksaan penunjang pada
pasien dengan PPOK adalah sebagai berikut :
a. Chest X-ray : dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma
mendatar,
b. peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskuler/bullae
(emfisema), peningkatan bentuk bronkovaskuler (bronchitis), dan
normal
ditemukan saat periode remisi (asma).
b. Uji Faal Paru Dengan Spirometri dan Bronkodilator (post-
bronchodilator) :
berguna untuk menegakkan diagnosis, melihat perkembangan penyakit,
dan menentukan prognosis pasien. Pemerikasaan ini penting untuk
memperlihatkan
secara objektif adanya obstruktif saluran pernafasan dalam berbagai
tingkat.
Spirometri digunakan untuk mengukur volume maksimal udara yang
dikeluarkan setelah inspirasi maksimal atau dapat disebut forced vital
capacity
(FVC).
Spirometri juga berfungsi untuk mengukur volume udara yang
dikeluarkan pada satu detik pertama atau disebut juga forced expiratory
volueme in 1 second (FEV1). Rasio dari kedua pengukuran inilah
(FEV1/FVC)
yang sering digunakan untuk menilai fungsi paru- paru. Penderita
Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) secara khas akan menunjukkan
penurunan dari
FEV1 dan FVC serta nilai dari rasio pengukuran FEV1/FVC <70%,
maka ini
menunjukkan adanya pembatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel. Pengujian ini dilakukan pada saat penderita atau pasien
Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) pada masa stabil atau tidak dalam masa
ekserbasi akut. Dan hasil pemeriksaan spirometri setelah pemberian
bronkodilator dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi penyakit
paru
obstruktif kronik (PPOK) berdasarkan derajat obstruksinya.
c. ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PO2 menurun
danN PCO2 normal meningkat (pada bronchitis kronis dan emfisema).
Sering kali menurun pada asma dengan pH normal atau asidosis,
alkaiosis respiratori ringan sekunder akibat terjadinya hiperventilasi
(emfisema sedang dan asma).
d. Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronkus saat inspirasi,
kolaps bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), dan pembesaran
kelenjar mukus (bronchitis).
e. Pemeriksaan Darah Lengkap : dapat menggambarkan adanya
peningkatan
hemoglobin (emfisema berat) dan peningkatan eosinofil (asma).
f. Kimia Darah : menganalisis keadaan alpha 1-antitypsin yang
kemungkinannya berkurang pada emfisema primer.
g. Sputum Kultur : pemeriksaan pada bakteriologi gram pada sputum
pasien yang diperlukan untuk mengetahui adanya pola kuman dan untuk
menentukan jenis antibiotik yang paling tepat. Infeksi saluran
pernafasan yang berulang merupakan penyebab dari ekserbasi akut pada
penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
h. Pemeriksaan penunjang lainnya meliputi pemeriksaan ECG (Elektro
KardioGraph) yang difungsikan untuk mengetahui adanya komplikasi
yang terjadi pada organ jantung yang ditandai oleh kor pulmonale atau
hipertensi pulmonal. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan namun
jarang dilakukan yaitu uji latih kardiopulmoner, uji provokasi brunkus,
CT-scan resolusi tinggi, ekokardiografi, dan pemeriksaan kadar alpha 1-
antitrypsi.

F. Penatalaksaan
Menurut Ikawati (2016) melakukan penatalaksanaan pada PPOK
mengupayakan terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis. Terapi
nonfarmakologi yang dimaksud antara lain :
a. Latihan Batuk Efektif
Latihan Batuk efekif merupakan aktifitas untuk membersihkan sekresi pada
jalan nafas. Tujuan batuk efektif adalah meningkatkan mobilisasi sekresi,
pemberian latihan batuk efektif dilaksanakan terutama pada pasien dengan
masalah keperawatan ketidakefektifan jalan napas. Batuk efektif penting
dilakukan untuk menghilangkan gangguan pernapasan dan menjaga paru- paru
agar tetap bersih. Batuk efektif dapat di berikan pada pasien dengan cara
diberikan posisi yang sesuai agar pengeluaran dahak dapat lancer yaitu posisi
semi fowler.
b. Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan teknik fisioterapi yang biasanya digunakan dalam
latihan untuk penyakit respirasi kronis serta akut, bertujuan untuk
mengeluarkan sputum serta perbaikan ventilasi pada paru-paru. Fisioterapi
dada berkaitan erat dengan pemberian postural drainase yang dikombinasikan
dengan tehnik-tehnik tambahan lainnya yang dianggap dapat meningkatkan
bersihan jalan nafas. Terapi farmakologi yang diberikan untuk pasien PPOK
yang mengalami masalah pada bersihan jalan nafas tidak efektif adalah
sebagai berikut:
a. Bronkodilator
Bronkodilator merupakan pengobatan simtomatik utama pada PPOK.
Obat
ini biasa digunakan untuk melonggarkan jalan nafas ketika terjadi
serangan atau
secara regular untuk mencegah terjadinya kekambuhan atau
mengurangi gejala.
b. Antibiotik
Penyebab ekserbasi akut pada PPOK sebagian besar karena infeksi
virus dan infeksi bakteri. Infeksi oleh lebih dari satu macam patogen
terjadi pada 1020% pasien. Oleh karena itu, pemberian antibiotik
merupakan pilihan yang digunakan dalam penatalaksanaan terapi.
c. Terapi Oksigen Jangka Panjang dan Terapi Nebulizer
Penggunaan oksigen berkesinambungan (>15 jam sehari) dapat
meningkatakan harapan hidup untuk pasien yang mengalami
kegagalan respirasi kronis, memperbaiki tekanan arteri pulmonal,
polisitemia (hematokrit > 55%),mekanik paru, dan status mental.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjehqn3
7Lz8AhU16HMBHYS5BLYQFnoECAsQAQ&url=https%3A%2F
%2Fjurnalrespirologi.org%2Findex.php%2Fjri%2Farticle%2Fdownload
%2F43%2F27&usg=AOvVaw3Wr5t6I1qSJmBeFvEL2tUb

https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjehqn3
7Lz8AhU16HMBHYS5BLYQFnoECBgQAQ&url=http%3A%2F
%2Frepository.poltekkes-denpasar.ac.id%2F7462%2F3%2FBAB%2520II
%2520Tinjauan%2520Pustaka.pdf&usg=AOvVaw3bEMIZT4ZgqryLlxTkHV5X

https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjehqn3
7Lz8AhU16HMBHYS5BLYQFnoECCkQAQ&url=https%3A%2F
%2Fjuke.kedokteran.unila.ac.id%2Findex.php%2Fmajority%2Farticle%2FviewFile
%2F1011%2F1733&usg=AOvVaw2kq-wiu507IMQYsQ6nYiXc

Anda mungkin juga menyukai