Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH

PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK

Disusun oleh kelompok :

1. Muhammad ja’par sidiq


NIM :142012218041
2.Muhammad Ridho Cesar
NIM :142012218043

3. TRISNO AGUS WIJAYA NIM :


142012218065
4. Rizky Pratama
NIM :142012218069

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIK SITI KHADIJAH

2023
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

DEFINISI

penyakit paru obstruktif kronis atau sering disingkat dengan ppok adalah istilah yang
digunakan untuk sejumlah penyakit yang menyerang paru-paru untuk jangka panjang. penyakit
ini menghalangi aliran udara dari dalam paru-paru sehingga pengidap akan mengalami akan
mengalami kesulitan dalam bernapas. ppok uumnya merupakan kombinasi dari dua penyakit
yaitu bronkitis dan emfisema.
 Bronkitis adalah infeksi pada saluran udara menuju paru-paru yang menyebabkan
pembengkakan dinding bronkus dan produksi cairan di saluran udara berlebihan.
 Emfisema adalah kondisi rusaknya kantung udara pada paru-paru yang terjadi secara
betahap.
ETIOLOGI

Etiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah inflamasi kronik pada saluran
napas. Inflamasi ini dapat terjadi akibat paparan asap rokok, polusi udara, ataupun defisiensi
alfa-1 antitripsin.
1. Paparan Asap Rokok
Paparan asap rokok yang menyebabkan PPOK dapat terjadi pada perokok aktif ataupun pasif.
Paparan asap rokok berkontribusi hingga 90% sebagai penyebab PPOK.
2. Paparan Asap Polusi Udara
PPOK juga dapat terjadi pada pasien yang tidak pernah terpapar asap rokok sama sekali
seumur hidupnya. Kerusakan struktur paru yang menyebabkan PPOK pada kelompok pasien
tersebut biasanya disebabkan oleh paparan asap polusi dari aktivitas memasak tanpa
memperhatikan ventilasi udara yang baik atau pada kelompok pasien yang sehari-harinya telah
terbiasa terpapar polusi udara yang ditimbulkan dari asap kendaraan bermotor.
3. Defisiensi Alfa-1 Antitripsin
Beberapa literatur juga melaporkan bahwa defisiensi alpha-1 antitrypsin meningkatkan risiko
PPOK. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh kecenderungan genetik yang mengatur produksi alpha-
1 antitrypsin (SERPINA1) sehingga dapat timbul PPOK secara prematur mulai usia 40 tahun.
4. Pengguna Narkotika
Emfisema sebagai salah satu jenis PPOK dapat terjadi pada pengguna obat-obat terlarang,
seperti methadone, cocaine, atau heroin. Hal ini disebabkan karena adanya zat dalam obat-obatan
tersebut seperti talc, cottonfibers, cornstarch, atau selulosa yang merusak struktur vaskular pada
paru dan menimbulkan emfisema.[2]
5. AIDS (AcquiredImmunodeficiencySyndrome)
Infeksi HIV telah dilaporkan sebagai faktor risiko independen terjadinya PPOK tanpa
dipengaruhi variabel lain seperti usia, paparan asap rokok, atau penggunaan obat-obatan
terlarang.
6. Autoimun
Penelitian pada model hewan coba menunjukkan adanya autoantibodi yang terlibat pada
perkembangan patogenesis PPOK.
7. Faktor Risiko
Seperti telah disebutkan di atas, paparan asap tembakau merupakan faktor risiko paling
signifikan dari PPOK. Semakin lama seseorang terpapar dan semakin banyak paparannya,
semakin tinggi pula risiko PPOK.
PPOK juga lebih rentan timbul pada orang dengan penyakit saluran napas kronis, seperti asthma.
PPOK juga lebih berisiko timbul pada pekerja yang mengalami paparan debu atau bahan kimia
di tempat kerja, paparan asap dari pembakaran bahan bakar untuk memasak, ataupun paparan
polutan.
Jenis kelamin pria juga dilaporkan lebih cenderung mengalami PPOK. Hal ini terutama
karena lebih banyak pria yang merokok dibandingkan wanita secara statistik. Penelitian oleh
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan pada tahun 2016, disimpulkan bahwa setelah
menyesuaikan variabel jumlah rokok yang dikonsumsi, jenis kelamin wanita sebenarnya lebih
rentan menderita PPOK dibandingkan jenis kelamin pria.
Selain itu, pasien dengan usia 50-59 tahun didapati 2 kali lebih mungkin menderita
PPOK, sementara usia 60-69 tahun didapati 5 kali lebih mungkin menderita PPOK.
MANIFESTASI KLINIS

Gejala dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah seperti susah bernapas,
kelemahan badan, batuk kronik, nafas berbunyi, mengi atau wheezing dan terbentuknya sputum
dalam saluran nafas dalam waktu yang lama. Salah satu gejala yang paling umum dari Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah sesak nafas atau dyosnea. Pada tahap lanjutan dari
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dypsnea dapat memburuk bahkan dapat dirasakan
ketika penderita sedang istirahat atau tidur.
Manifestasi klinis utama yang pasti dapat diamati dari penyakit ini adalah sesak nafas
yang berlangsung terus menerus. Menurut Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
Internasional (2012), pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mengalami
perubahan bentuk dada. Perubahan bentuk yang terjadi yaitu diameter bentuk dada antero-
posterior dan transversal sebanding atau sering disebut barrel chest. Kesulitan bernafas juga
terjadi pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yaitu bernafas dengan
menggunakan otot bantu pernafasan dalam jangka waktu yang lama, maka akan terjadi hipertropi
otot dan pelebaran di sela-sela iga atau daerah intercostalis. Bila telah mengalami gagal jantung
kanan, tekanan vena jugularis meninggi dan akan terjadi edema pada ekstremitas bagian bawah.
Hal ini menandakan bahwa terlah terjadi penumpukan cairan pada tubuh akibat dari gagalnya
jantung memompa darah dan sirkulasi cairan ke seluruh tubuh. Palpasi tektil fremitus tada
emfisema akan teraba lemah, perkusi terdengar suara hipersonor, batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, dan hepar terdorong ke bawah. Bunyi nafas vesikuler normal atau melemah,
ronkhi pada waktu nafas biasa atau ekspirasi paksa. Ekspirasi akan terdengar lebih panjang dari
pada inspirasi dan bunyi jangtung juga terdengar menjauh.
PATWAY
KOMPLIKASI

a. Infeksi Saluran Nafas


Biasanya muncul pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Hal tersebut sebagai
akibat terganggunya mekanisme pertahanan normal paru dan penurunan imunitas. Oleh karena
status pernafasan sudah terganggu, infeksi biasanya akan mengakibatkan gagal nafas akut dan
harus segera mendapatkan perawatan di rumah sakit (Black, 2014).
b. Pneumothoraks Spontan
Pneumothoraks spontan dapat terjadi akibat pecahnya belb (kantong udara dalam alveoli) pada
penderita emfisema. Pecahnya belb itu dapat menyebabkan pneumothoraks tertutup dan
membutuhkan pemasangan selang dada (chest tube) untuk membantu paru mengembang
kembali (Black, 20014).
c. Dypsnea
Seperti asma, bronchitis obstruktif kronis, dan emfisema dapat memburuk pada malam hari.
Pasien sering mengeluh sesak nafas yang bahkan muncul saat tidur (one set dyspnea) dan
mengakibatkan pasien sering terbangun dan susah tidur kembali di waktu dini hari. Selama tidur
terjadi penurunan tonus otot pernafasan sehingga menyebabkan hipoventilasi dan resistensi
jalan nafas meningkat, dan akhirnya pasien menjadi hipoksemia (Black, 2014)
d. Asidosis Respiratori
Asidosis respiratori timbul akibat peningkatan nilai PCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain, nyeri kepala, fatigue, letargi, dizziness, dan takipnea. Asidosis respiratori yang tidak
ditangani dengan tepat dapat mengakibatkan dypsnea, psikosis, halusinasi, serta
ketidaknormalan tingkah laku bahkan koma. Hiperkapnia yang berlangsung lama atau kronik
pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan menyebabkan gangguan tidur,
amnesia, perubahan tingkah laku, gangguan koordinasi dan bahkan tremor (Hartono, 2013).

PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


penatalaksanaan medis yang diberikan pada pasien dengan PPOK eksaserbasi menurut
kedokteran, (2013), adalah:

a. pemberian oksigen.
b. bronkodilator, seperti pemberian nebulizer.
c. kortikosteroid: pemberian ini akan mempercepat waktu pemulihan, meningkatkan fungsi
paru dan hipoksemia arteri, menurut resiko relaps,kegagalan terapi dan durasi rawat inap.
d. antibiotik: pemilihan regimen antibiotik bergantung dari data prevalensi bakteri setmpat.

ASUHAN KEPERAWATAN

 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan harus mencakup dari manifestasi klinis dari penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK). Pengkajian mengenai riwayat penyakit terdahulu dapat membantu
menentukan apakah pasien memiliki kelainan lain seperti penyakit jantung yang dapat
mempengaruhi terapi. Tanyakan apakah pasien merokok, kaji masalah psikososial dan stressor
yang mungkin menjadi penyebab ekserbasi penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Catat derajat
dypsnea, adanya ortopnea, penurunan suara nafas, dan gejala klinis gagal jantung. Catat
oksimetri awal sebagai dasar dan jumlah oksigen yang dihirup. Catat adanya batuk yang
produktif, nyeri saat batuk, demam, serta warna dan konsistensi sputum (Black, 2014).
a. Anamnesis
Menurut Muttaqin (2018) :
Dipsnea adalah keluhan utama penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Pasien biasanya
mempunyai riwayat merokok dan riwayat batuk kronik, bertempat tinggal atau bekerja di area
dengan polusi udara berat, adanya riwayat alergi, adanya riwayat asma pada masa kanak-kanak.
Perawat perlu mengkaji riwayat atau faktor pencetus ekserbasi yang meliputi allergen, stress
emosional, peningkatan aktivitas fisik yang berlebihan, terpapar dengan polusi udara, serta
infeksi saluran pernafasan. Perawat juga perlu mengkaji obat-obat yang biasa diminum pasien,
memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
Pengkajian pada tahap lanjut penyakit, didapatkan kadar oksigen dalam darah rendah
(hipoksemia) dan kadar karbon dioksida dalam darah yang tinggi (hiperkapnea). Pasien rentan
terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat penumpukan sekret. Setelah infeksi terjadi, gejala
yang timbul adalah adanya suara tambahan yaitu wheezing atau mengi yang terdengar saat
pasien ekspirasi.
Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan adalah hal yang umum terjadi. Vena
jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi. Pada bagian jari sering didapatkan
adanya jari tabuh (clubbing finger) sebagai dampak dari hipoksemia yang berkepanjangan.
Sebagai pengkajian untuk menentukan predesposisi/faktor pencetus penyakit yang mendasari,
perawat perlu merujuk kembali pada penyakit yang mendasari, yaitu asma bronkhial, bronchitis
kronis, dan emfisema.
Gejala penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) terutama berkaitan dengan respirasi.
Keluhan-keluhan yang sering muncul pada masalah pernafasan ini harus dikaji dengan teliti
karena seringkali dianggap sebagai gejala yang biasa terjadi pada proses penuaan, menurut
Depkes (2013) :
1) Batuk kronik Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang tidak hilang
dengan pengobatan yang diberikan.
2) Berdahak kronik Kadang-kadang pasien menyatakan hanya berdahak terusmenerus tanpa
disertai batuk.
3) Sesak nafas terutama saat melakukan aktivitas Seringkali pasien yang sudah beradaptasi
dengan sesak nafas yang bersifat progresif, sehingga sesak nafas tidak dikeluhkan

Menurut Putra TR (2013), dari anamnesis pasien penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
sudah dapat dicurigai pada hampir semua pasien berdasarkan tanda dan gejala yang khas. Poin
penting yang dapat ditemukan pada anamnesis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
diantaranya adalah :
1) Batuk yang berlangsung sudah lama dan berulang, dapat disertai dengan produksi sputum
yang awal mula sedikit dan berwarna putih hingga kemudian menjadi banyak dan berubah warna
menjadi kuning keruh.
2) Adanya riwayat merokok atau dalam lingkungan perokok atau menjadi perokok pasif,
paparan zat iritan dalam jumlah yang cukup banyak.
3) Riwayat penyakit emfisema pada keluarga, terdapat faktor pencetus pada masa kecil misalnya
berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran pernafasan yang berulang, lingkungan dengan
asap rokok dan atau polusi.
4) Sesak nafas semakin lama semakin memburuk terutama saat sedang melakukan aktivitas
berat hingga terengah-engah, sesak berlangsung lama, hingga gejala sesak nafas yang tidak
hilang sama sekali, bahkan ketika penderita sedang beristirahat, disertai dengan mengi ataupun
tidak disertai mengi.
b. Pemeriksaan Fisik Fokus Menurut Muttaqin (2014) :
1) Inspeksi Pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), terlihat adanya
peningkatan dari usaha nafas dan frekuensi pernafasan, serta pernafasan disertai dengan
penggunaan otot bantu nafas (sternocleidomastoid). Pada saat inspeksi, biasanya terlihat bentuk
dada pasien seperti tong atau biasa disebut barrel chest akibat udara yang terperangkap di ruang
paru-paru dan tidak bisa dikeluarkan, penipisan masa otot, bernafas dengan bibir yang
dirapatkan, dan pernafasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap lanjut, dypsnea terjadi pada
saat beraktifitas sehari-hari seperti berjalan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dikaji dengan
melihat sputum purulent disertai dengan demam yang mengindikasikan adanya gejala terjadinya
infeksi pernafasan.
2) Palpasi Pada palpasi, ekspansi dada pasien meningkat dan pada pemeriksaan traktil
fremitus biasanya mengalami penurunan.
3) Perkusi Saat dilakukan perkusi dada sering didapatkan suara dada normal hingga
terdengar suara hipersonor, sedangkan diafragma mendatar/menurun.
4) Auskultasi Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing sesuai dengan
tingkat keparahan obstruktif pada bronkhiolus

c. Pengkajian Diagnostik
1) Chest X-ray : dapat menunjukkan hiperinflasi paru-paru, diafragma mendatar,
peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda vaskuler/bullae (emfisema), peningkatan
bentuk bronkovaskuler (bronchitis), dan normal ditemukan saa periode remisi (asma)
(Soemantri, 2012).
2)TLC (total lung capacity) : meningkat pada bronchitis berat dan biasanya pada asma,
menurun pada penderita emfisema (Soemantri, 2008).
3)Kapasitas inspirasi : menurun pada penderita emfisema (Soemantri, 2008).
4) FEV1/FVC : untuk mengetahui rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap
tekanan kapasitas vital (FVC), rasio menjadi menurun pada bronchitis dan asma (Soemantri,
2008).
5) ABGs : menunjukkan proses penyakit kronis, sering kali PO2 menurun dan PCO2
normal meningkat (pada bronchitis kronis dan emfisema). Sering kali menurun pada asma
dengan pH normal atau asidosis, alkaiosis respiratori ringan sekunder akibat terjadinya
hiperventilasi (emfisema sedang dan asma) (Soemantri, 2008).
6) Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi dari bronkus saat inspirasi, kolaps
bronchial pada tekanan ekspirasi (emfisema), dan pembesaran kelenjar mukus (bronchitis)
(Muttaqin, 2014).
7) Pemeriksaan darah lengkap : dapat menggambarkan adanya peningkatan hemoglobin
(emfisema berat) dan peningkatan eosinofil (asma) (Muttaqin, 2014).
8) Kimia darah : menganalisis keadaan alpha 1-antitypsin yang kemungkinannya
berkurang pada emfisema primer (Muttaqin, 2014).
9) Sputum kultur : untuk menentukan apakah terjadi infeksi, mengidentifikasi pathogen,
dan pemeriksaan sitologi untuk menentukan penyakit keganasan atau adanya alergi (Muttaqin,
2014).

2. Diagnosis Keperawatan
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) tahun 2017, diagnosa yang
mungkin mulcul pada pasien dengan diagnosa penyakit paru obstruktif (PPOK) adalah :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas dan
sekresi yang tertahan,
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
c. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelelahan otot pernapasan.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidak adekuatan pertahanan tubuh primer (statis
cairan tubuh).
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen dan dyspnea.

Diagnosa keperawatan menurut NANDA (2017) :


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus yang berlebih,
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan sekresi tertahan ditandai dengan batuk yang tidak
efektif, dipsnea, perubahan frekuensi nafas, produksi sputum dalam jumlah yang berlebihan,
terdapat suara nafas tambahan.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan dipsnea, pernafasan cuping hidung,
pola pernafasan abnormal.
c. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan dipsnea, peningkatan penggunaan
otot aksesorius, keletihan otot pernafasan.
d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan dipsnea, fase ekspirasi memanjang,
penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan bibir, pernafasan cuping hidung, pola nafas
abnormal.

3. Rencana keperawatan

Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk Mencegah mengurangi,dan megatasi


masalah-masalah yang telahDiidentifikasi dalam diagnosis keperawatan.Kegiatan dalam tahap
Perencanaan adalah sebagai berikut:
a. Menentukan Prioritas Masalah Keperawatan.
b. Menetapkan Tujuan Dan Kriteria Hasil.
c. Menetapkan Kriteria Hasil.
d. Merumuskan Rencana Tindakan Keperawatan.
e. Menetapkan Rasional Rencana Tindakan Keperawatan.
JURNAL YANG TERKAIT
Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013: 82-88

KAJIAN EPIDEMIOLOGIS PENYAKIT PARU


OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

EPIDEMIOLOGIC STUDY OF CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD)

Ratih Oemiati*
Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan RI; Jl. Percetakan Negara No. 29, Jakarta, Indonesia
*Korespondensi penulis: ratihpp@yahoo.co.id

Submitted : 01-01-2013; Revised : 05-03-2013; Accepted : 07-03-2013

Abstrak
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) sangat kurang dikenal di masyarakat. Di Amerika Serikat pada tahun 1991
diperkirakan terdapat 14 juta orang menderita PPOK, meningkat 41,5% dibandingkan tahun 1982, sedangkan mortalitas
menduduki peringkat IV penyebab terbanyak yaitu 18,6 per 100.000 penduduk pada tahun 1991 dan angka kematian ini
meningkat 32,9% dari tahun 1979 sampai 1991. WHO menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian keempat
didunia yaitu akan menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau setara dengan 4,8%. Selain itu WHO juga
menyebutkan bahwa sekitar 80 juta orang akan menderita PPOK dan 3 juta meninggal karena PPOK pada tahun 2005.
Kajian ini bertujuan untuk mengukur prevalensi PPOK, tingkat keparahan, serta untuk mengidentifikasi tipe PPOK, faktor
risiko, morbiditas dan mortalitas, dampak PPOK dan biaya pengobatan. Penelitian ini merupakan review PPOK
berdasarkan data kepustakaan dan jurnal dengan fokus penulisan PPOK, yang meliputi; gejala, klasifikasi, prevalensi,
faktor risiko, morbiditas dan mortalitas, dampak PPOK, pengobatan dan biaya pengobatan PPOK. Berdasarkan kajian tipe
PPOK ada dua yaitu bronchitis kronik dan emphysema. Di Asia Tenggara diperkirakan prevalensi PPOK sebesar 6,3%
dengan prevalensi tertinggi ada di negara Vietnam (6,7%)dan RRC (6,5%). Faktor risiko antara lain merokok; polusi indoor,
outdoor, dan polusi di tempat kerja; genetik; riwayat infeksi saluran napas berulang. Ada 4 indikator tingkat keparahan
berdasarkan ATS (American Thoracic Society). Keterbatasan aktivitas pada pasien PPOK, penurunan berat badan,
peningkatan risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan depresi merupakan akibat PPOK.Dibutuhkan sekitar $
18 miliar biaya langsung dan biaya tidak langsung sekitar $14.1 miliar dalam penanggulangan PPOK di Eropa.

Kata Kunci: PPOK, faktor risiko, mortalitas

Abstract
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) was unknown diseases. It SUHGLFWHG PLOOLRQ&23'¶VSDWLHQWLQ in US
hand it raised to 41.5% compare with in 1982.Mortality rate have raised up 32.9% from 1979 to 1991.
World Health Organization (WHO) assumed that COPD was in fourth ranks of cause of death in the world, would have 2.75
million mortality or equivalence with 4.8%. Otherwise WHO predicted 80 million people had COPD that 3 million among of
them would be death in 2005. The aim of this study to measure COPD prevalenced, degree of severity, COPD
types, risk factors, morbidity and mortality, impact of COPD and cost of health care in COPD. The data wasexplored of
review COPD based on literature and journal that focused on type of COPD, risk factors, prevalence, morbidity and
mortality, severe ranks, impact of COPD, medication and cost of PPOK medication.There were two types of COPD, i.e
chronic bronchitis and emphysema. It was 6.3 % prevalence of COPD in South East Asian where maximum prevalences
were in Vietnam (6.7%) and China (6.5%). The risk factors of COPD were smoking, indoor, outdoor and workplace
pollution, genetic (ATT); repeated of infectious respiratory disease history.It was four indicators severe based on ATS
(American Thoracic Society) standards. There were many impacts of COPD i.e; disability, decending of weight body,
rising up of risk of cardiovascular disesase, osteoporosis and depression. It needed $ 18 billion to cover direct cost and
$14.1 billion covered indirect cost, according to cope of COPDin Europe

Key words: COPD, risk factors, mortality

82
Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013: 82-88

83
Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013: 82-88

Pendahuluan
Menurut Global Initiative for Chronic Metode
Obstructive Lung Disease (GOLD), PPOK adalah Kajian ini merupakan tinjauan pustaka
penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran tentang PPOK yang diambil dari berbagai sumber
napas yang tidak sepenuhnya reversible. Keter- antara lain jurnal penelitian baik dalam negeri
batasan saluran napas tersebut biasanya progresif maupun luar negeri, buku pedoman diagnosis dan
dan berhubungan dengan respons inflamasi di- penatalaksanaan PPOK yang dikeluarkan oleh
karenakan bahan yang merugikan atau gas1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jurnal yang
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan diakses berupa perangkat keras (hard copy) dan
penyakit sistemik yang mempunyai hubungan lunak (soft copy) yang diunduh dari internet.
antara keterlibatan metabolik, otot rangka dan Beberapa hasil yang diambil ada yang artikel
molekuler genetik. Keterbatasan aktivitas merupa- kan lengkap (full paper) dan ada pula yang hanya
keluhan utama penderita PPOK yang sangat berbentuk abstrak penelitian.
mempengaruhi kualitas hidup. Disfungsi otot Tujuan penulisan ini adalah untuk memapar-
rangka merupakan hal utama yang berperan dalam kan masalah PPOK secara epidemiologis dari
keterbatasan aktivitas penderita PPOK. Inflamasi gejala, klasifikasi, prevalensi, faktor risiko, morbid-
sistemik, penurunan berat badan, peningkatan risiko ditas, mortalitas, dampak PPOK, pengobatan dan
penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan depresi biaya pengobatan PPOK.
merupakan manifestasi sistemik PPOK2. Metode analisis yang digunakan analisis
PPOK merupakan salah satu penyakit tidak deskriptif secara komprehensif berdasarkan pada
menular utama, yang agak jarang terekpose karena pokok-pokok masalah yang ada pada tujuan
kurangnya informasi yang diberikan. Di Amerika penulisan.
Serikat data tahun 2007 menunjukkan bahwa pre-
valensi PPOK sebesar 10,1% (SE 4,8) pada laki- laki
sebesar 11,8% (SE 7,9) dan untuk perempuan 8,5% Prevalensi
(SE 5,8)3. Sedangkan mortalitas menduduki Estimasi dengan pemodelan di 12 negara
peringkat keempat penyebab terbanyak yaitu 18,6 per Asia Tenggara diperkirakan prevalensi PPOK
100.000 penduduk pada tahun 1991 dan angka sebesar 6,3% dengan prevalensi maksimum ada di
kematian ini meningkat 32,9% dari tahun 1979 negaraVietnam (6,7%) dan RRC (6,5%)7. Hasil
sampai 19914. Sedangkan prevalensi PPOK di Penelitian lain dari Bold Study pada 12 negara di dunia
negara-negara Asia Tenggara diperkirakan 6,3% dengan jumlah sampel total sebesar 9425
dengan prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam responden yang telah dilakukan pemeriksaan spiro-
(6,7%) dan China (6,5%)5. metri dan mengisi kuesioner yang berisi gejala
PPOK akan berdampak negatif dengan respirasi, status kesehatan dan faktor risiko pajanan
kualitas hidup penderita, termasuk pasien yang PPOK, menunjukkan hasil 5 besar PPOK menurut
berumur > 40 tahun akan menyebabkan disabilitas jenis kelamin sebagai berikut3:
penderitanya. Padahal mereka masih dalam kelom-
pok usia produktif namun tidak dapat bekerja Tabel 1. Prevalensi PPOK Menurut Jenis Kelamin
maksimal karena sesak napas yang kronik. Co dan Negara
morbiditas PPOK akan menghasilkan penyakit
kardiovaskuler, kanker bronchial, infeksi paru-paru, Negara Laki- Negara Perempuan
laki
trombo embolik disorder, keberadaan asma, hiper- Cape Town - 22,2% Cape Town- Afrika 16,7%
tensi, osteoporosis, sakit sendi, depresi dan axiety6. Afrika Selatan Selatan Lexington-
Manila - Philipina 18,8% USA Sydney- 15,6%
Indonesia sebagai negara dengan jumlah Adana - Turki 15,4% Australia Salzburg- 12,2%
perokok yang banyak dipastikan memiliki prevalen- si Krakow ± 13,3% Austria 11,0%
PPOK yang tinggi. Namun sangat disayangkan data Polandia Lexington
- USA 12,7% Reykjavik- 9,3%
prevalensi PPOK tidak dimiliki oleh Indonesia, oleh Islandia
sebab itu perlu dilakukan kajian PPOK secara
komprehensip agar pencegahan PPOK dapat dilaku-
kan dengan baik. Dari tabel 1 di atas terlihat bahwa secara
umum prevalensi PPOK lebih tinggi pada laki-laki-
dibandingkan perempuan, dan kota Cape Town di

84
Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013: 82-88

Afrika Selatan menunjukkan prevalensi PPOK nunjukkan VEP1 • GDQ9(31/KVP <


80% tertinggi baik laki-laki maupun perempuan. Sedang- prediksi
kan kota Lexington di Amerika Serikat prevalensi c. PPOK berat adalah pasien dengan gejala
klinis PPOK tertinggi kedua pada kelompok perempuan sesak napas derajad tiga atau
empat dengan namun pada laki-laki hanya menunjukan prevalen- gagal napas kroniki.
Eksaserbasi lebih sering si kelima dari 12 negara yang diteliti. terjadi.
Disertai komplikasi kor pulmonum atau
gagal jantung kanan. Adapun hasil spirometri
Tingkat Keparahan PPOK menunjukkan VEP1/KVP < 70 %,
VEP1< 30 % prediksi atau VEP1> 30 % dengan gagal napas
sesak Tnapaingks. atMekepanurrutahaAmn PPeriOcan K diThoraukurcidarc Soi skcietala y
kronik. Hal ini ditunjukkan dengan hasil pe- 4
meriksaan analisa gas darah dengan kriteria
(obstATrSuk) sipesngalugrolan ongnapaan s PPyaiOtu K ribengran, dasasredkan angde, berrajatat
hipoksemia dengan normokapnia atau hipokse- dan sangat berat. Gejala ini ditandai dengan sesak
mia dengan hiperkapnia.
napas pada penderita yang dirinci sebagai berikut :
a. Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat Faktor Risiko4,9,10
dengan skala 0. Beberapa faktor risiko antara lain
b. Terganggu oleh sesak napas saat bergegas waktu 1. Pajanan dari partikel antara lain :
berjalan atau sedikit mendaki nilai 1 skala a. Merokok: Merokok merupakan
penyebab ringan. Serta pengukuran spirometri menunjuk- PPOK terbanyak (95%
kasus) di negara kan nilai VEP1 • berkembang11.
Perokok aktif dapat meng-
c. Berjalan lebih lambat daripada orang lain yang alami hipersekresi mucus dan
obstruksi sama usia karena sesak napas, atau harus ber- jalan napas kronik.
Dilaporkan ada hubung- henti sesaat untuk bernapas pada saat berjalan an antara
penurunan volume ekspirasi paksa walau jalan mendatar nilai 2 skala sedang.
detik pertama (VEP ) dengan jumlah, jenis
d. Harus berhenti bila berjalan 100 meter atau dan lamanya merok1ok12. Studi
di China setelah beberapa menit berjalan nilai 3 skala menghasilkan risiko
relative merokok 2,47
berat. (95% CI : 1,91-2,94),13 e. Sesak
napas tersebut menyebabkan kegiatan Perokok pasif juga menyumbang terhadap
sehari-hari terganggu atau sesak napas saat
menggunakan atau melepaskan pakaian, nilai 4 sympeniptngomkatan
salurkanerunapsakan as dapn aruPP-parOKu dengakibaan t skala sangat berat.
menghisap partikel dan gas-gas berbahaya.
Pada penderita PPOK derajat berat sudah Merokok pada saat hamil
juga akan terjadi gangguan fungsional sangat berat serta mem- meningkatkan risiko
terhadap janin dan butuhkan perawatan teratur dan spesialis respirasi.
mempengaruhi pertumbuhan paru-paru-
nya.14
Tipe PPOK8 b. Polusi indoor: memasak
dengan bahan Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ biomass dengan ventilasi
dapur yang jelek Perkumpulan Dokter Paru Indonesia) tahun 2005 misalnya
terpajan asap bahan bakar kayu maka PPOK dikelompokkan ke dalam :
dan asap bahan bakar minyak diperkirakan
memberi kontribusi sampai 35%13.
a. PPbatOukK. Driengngan an adaatau lah tanpapasi eprn odukdengsian sputataumu tanpadan
Manusia banyak menghabiskan waktunya dengan sesak napas derajad nol sampai satu.
pada lingkungan rumah (indoor) seperti Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya me-
rumah, tempat kerja, perpustakaan, ruang nunjukkan VEP • SUHGLNVL QRUPDO
GDQkelas, mall, dan kendaraan. Polutan indoor VEP /KVP < 70 %1
85
Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013: 82-88

yang penting antara lain SO2, NO2 dan CO 1


yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis
pemanasan, zat-zat organik yang mudah dengan atau batuk. Dengan atau produksi
menguap dari cat, karpet, dan mebelair, sputum dan sesak napas dengan derajad dua.
bahan percetakan dan alergi dari gas dan Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya me-
hewan peliharaan serta perokok pasip15.

WHO melaporkan bahwa polusi indoor


bertanggung jawab terhadap kematian dari 1,6 jamur), industri tekstil (debu dari kapas) dan
juta orang setiap tahunya16. lingkungan industri (pertambangan, industri
Pada studi kasus kontrol yang dilakukan di besi dan baja, industri kayu,
Bogota, Columbia, pembakaran kayu yang pembangunan gedung), bahan kimia pabrik cat,
dihubungkan dengan risiko tinggi PPOK tinta, sebagainya diperkirakan men- capai
(adjusted OR 3,92, 95 % CI 1,2 ± 9,1)17. 19%25.
c. Polusi outdoor: polusi udara mempunyai 2. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin): Faktor
pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang paling risiko dari genetic memberikan kontribusi 1 ± 3%
kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc pada pasien PPOK26.
dan debu. Bahan asap pem- bakaran/pabrik/tambang. 3. Riwayat infeksi saluran napas berulang :Infeksi
Bagaimanapun peningkatan relatif kendara- an saliran napas akut adalah infeksi akut yang
sepeda motor di jalan raya pada dekade terakhir melibatkan organ saluran pernafasan, hidung,
ini18,19,20 saat ini telah meng- khawatirkan sinus, faring, atau laring. Infeksi saluran napas akut
sebagai masalah polusi udara pada banyak kota adalah suatu penyakit terbanyak diderita anak-
metropolitan seluruh dunia. Pada negara dengan anak. Penyakit saluran pernafasan pada bayi dan
income rendah dimana sebagian besar rumah anak-anak dapat pula memberi kecacat- an sampai
tangga di masyarakat menggunakan cara masak pada masa dewasa, dimana ada hubungan
tradi- sional dengan minyak tanah dan kayu dengan terjadinya PPOK27.
bakar, polusi indoor dari bahan sampah 4. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang
biomassa telah memberi kontribusi untuk PPOK aktivitas fisik: Studi pada orang dewasa di
dan penyakit kardio respiratory, khususnya Cina14 didapatkan risiko relative pria terhadap wanita
pada perempuan yang tidak merokok adalah 2,80 (95% C I ; 2,64-2,98). Usia tua RR
PPOK adalah hasil interaksi antara faktor 2,71 (95% CI 2,53-2,89). Konsumsi alkohol RR
genetik individu dengan pajanan lingkung- an 1,77 (95% CI : 1,45 ± 2,15), dan kurang aktivitas
dari bahan beracun, seperti asap rokok, polusi fisik 2,66 (95% CI ; 2,34 ± 3,02).
indoor dan out door21. Di Mexico, Tellez ±
Rojo et al, menemukan bahwa peningkatan Morbiditas
materi partikel 10µg/m3 dikaitkan dengan
Data morbiditas PPOK diantara Penyakit
peningkatan penyakit saluran napas 2,9%
Tidak Menular Utama di negara maju dan
(95% CI 0,9 ± 4,9) dan kematian PPOK 4,1%
berkembang terlihat pada tabel 2.
(95% CI 1,3 ± 6,9 ), respectively22.
Di Hongkong sebuah studi kohort pros-
pektif menemukan bahwa prevalensi dari Tabel 2. Sepuluh Penyakit Penyebab Utama
kebanyakan gejala sakit pernafasan mening- kat Kematian di Dunia28
lebih selama periode 12 tahun dan
diperoleh data bahwa prevalensi yang ter- Negara maju (ekonomi tinggi) Negara berkembang (ekonomi
diagnosa emfisema meningkat dari 2,4% - 3,1% rendah)
1. Heart disease 1. Heart Disease
dengan OR 1,78 (95% CI 1,12 ± 2,86)23 2. Stroke 2. Stroke
hal ini mungkin disebabkan oleh faktor 3. Lung cancer 3. Lower respiratory
lingkungan khususnya peningkatan polusi infections
4. Lower respiratory infections 4. HIV/AIDS
udara di kota Hongkong. Beberapa penelitian 5. COPD atau PPOK 5. Fetus/newborn (perinatal
menemukan bahwa pajanan kronik di kota conditions)
dan polusi udara menurun- kan laju fungsi 6. Colon and rectum cancers 6. COPD atau PPOK
7. $O]KHLPHU¶VGLVHDVH 7. Diarrhea
pertumbuhan paru-paru pada anak-anak24. 8. Diabetes tipe 2 8. Tuberculosis
d. Polusi di tempat kerja: polusi dari tempat 9. Breast Cancer 9. Malaria
kerja misalnya debu-debu organik (debu 10. Stomach cancer 10. Road traffic accident
sayuran dan bakteri atau racun-racun dari
86
Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013: 82-88

Dari tabel 2 terlihat jika dicermati ternyata negara ber- kembang.PPOK merupakan masalah
PPOK merupakan ancaman kematian yang kesehatan masyarakat utama di dunia, dan salah
yang tinggi baik di negara maju maupun satu dari

penyebab kasus mortalitas dan morbiditas di Keterbatasan aktivitas pada pasien PPOK
negara-negara dengan income tinggi dan income merupakan keluhan utamanya yang akan mempe-
rendah. ngaruhi kualitas hidupnya. Selain itu inflamasi

Mortalitas
WHO memperkirakan sekitar 80 juta orang akan
menderita PPOK dan 3 juta meninggal karena PPOK
pada tahun 2005, dengan merujuk 5% dari seluruh
kematian secara global. Total kematian akibat PPOK
diproyeksikan akan meningkat > 30% pada 10 tahun
mendatang. Peningkatan secara drastis pada dua
dekade diharapkan di negara- negara Asia dan
Afrika karena peningkatan pemakaian tembakau15.
WHO menyebutkan PPOK merupakan penyebab
kematian keempat didunia. Diperkirakan
menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau setara
dengan 4,8%16. Di wilayah Eropa angka kematian
PPOK sekitar < 20/100.000 penduduk (Yunani,
Swedia, Islandia, Norwegia) samapi > 80/100.000
penduduk (Ukraina, dan Romania).Sedangkan di
Perancis angka kematian PPOK sebesar 40/100.000
penduduk.Di negara- negara berkembang kematian
akibat PPOK juga meningkat, hal ini dihubungkan
dengan peningkat- an jumlah masyarakat yang
mengkonsumsi rokok. Di Cina merokok
menyebabkan kematian sebesar 12% dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 30% pada
tahun 203015.
Mortalitas PPOK lebih tinggi pada laki-laki dan
akan meningkat pada kelompok umur > 45 tahun.
Hal ini bisa dihubungkan bahwa penurunan fungsi
respirasi pada umur 30-40 tahun29. Penelitian di
Amerika menyebutkan bahwa PPOK dikaitkan dengan
risiko kematian yang didefinisi- kan sebagai Hazard
Rasio (HR), dari penelitian kohort diperoleh hasil
Satdium I, HR 1,4 dengan 95% CI 1,31 ± 1,70 dan
stadium II, HR 2,04 dengan 95% CI 1,34 ± 3,11, dan
PPOK yang akut: HR 2,7 dengan 95% CI 2,1-3,530.
Laju kematian selama perawatan di rumah
sakit dengan exacerbasi diperkirakan antara 2,5 ± 10%.
Kematian setelah perawatan di rumah sakit
diperkirakan antara 16 ± 19% pada 3 bulan setelah
perawatan di rumah sakit; 23 ± 43% setelah satu tahun
perawatan di rumah sakit dan 55 ± 60% setelah 5
tahun keluar dari rumah sakit31.

Dampak Ppok

87
Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013: 82-88

sistemik, penurunan berat badan, peningkatan risiko pembuluh darah intrapulmoner. Hipertensi pulmoner
penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan depresi pada PPOK biasanya disertai curah jantung normal
merupakan manifestasi sistemik pasien PPOK. Sesak dan insidens hipertensi pulmoner diperkirakan 2 ± 6
napas dan pola sesak napas yang tidak selaras akan per 1.000 kasus.
menyebabkan pasien PPOK sering menjadi panik, Osteoposrosis yang terjadi pada pasien PPOK
cemas dan akhirnya frustasi. Gejala ini me- rupakan disebabkan faktor seperti malnutrisi yang menetap,
penyebab utama pasien PPOK mengurangi aktivitas merokok, penggunaan steroid dan inflamasi
fisiknya untuk menghindari sesak napasnya. sistemik35.
Penurunan massa sel tubuh mencapai >40% dari
metabolisme jaringan lunak (tissue) secara aktif
Biaya Pengobatan PPOK
merupakan manifestasi sistemik yang penting pada
PPOK. Massa lemak bebas yang hilang akan Di Amerika pada tahun 2002, sebagai contoh
mempengaruhi proses pernafasan, fungsi otot perifer biaya langsung untuk pengobatan PPOK sekitar $ 18
dan ststus kesehatan. Penurunan berat badan miliar dan biaya tidak langsung sekitar $14.1
memberikan efek negatif pada prognosis pasien miliar36. Di negara Uni Eropa biaya total untuk
PPOK32. penyakit pernafasan diperkirakan sekitar 6% dari
total biaya pelayanan kesehatan, dengan biaya
PPOK merupakan salah satu faktor risiko
PPOK sekitar 56% dari total. (38.6 miliar Euro)37.
penyakit kardiovaskuler yang diakibatkan oleh
proses inflamasi sistemik dan jantung merupakan Sementara di Perancis biaya tahunan rata-rata
salah satu organ yang sangat dipengaruhi oleh yang langsung setiap pasien diperkirakan sebesar
progresitas PPOK33. PPOK merupakan penyebab 4.366 Euro, dimana 41% digunakan untuk biaya
utama hipertensi pulmoner dan korpulmonal yang pengobatan dan rawat jalan pasien, 25% untuk
memberikan kontribusi 80 ± 90% dari seluruh kasus biaya exacerbasi dan 34% untuk membiayai akibat
penyakit paru.34Hipertensi pulmoner pada PPOK sakitnya (disabilitas). Secara umum 33%
terjadi akibat efek langsung asap rokok terhadap dialokasikan untuk perawatan di rumah sakit dan

31% untuk biaya pembelian obat dan sisanya untuk Saran


biaya operasional pengobatan38. Keterbatasan aktivitas pada pasien PPOK
merupakan keluhan utamanya yang akan mem-
Kesimpulan pengaruhi kualitas hidupnya PPOK. Disarankan
pasien melakukan terapi yang tujuan utamanya
Gejala PPOK secara umum ada tiga yaitu,
adalah untuk mengurangi keluhan sesak napas atau
batuk, berdahak dan sesak napas khsususnya saat
gangguan fisik serta perbaikan standar kualitas
beraktivitas.ATS telah membagi skala sesak napas dari
hidup penderita PPOK. Secara umum biaya
tingkat 0, satu, dua, tiga dan empat, yang menuju
pengobatan PPOK 33% dialokasikan untuk
ke tingkat keparahan. Sedangkan klasifikasi PPOK
perawatan di rumah sakit dan 31% untuk biaya
terdiri dari ringan sedang dan berat yang diukur
pembelian obat dan sisanya untuk biaya operasional
berdasarkan pemeriksaan spirometri yang
pengobatan.
menghasilkan nilai VEP1 dibagi dengan KVP yaitu
besarnya ratio udara yang mampu dihisap dan
dikeluarkan oleh paru-paru manusia. Faktor risiko Daftar Pustaka
utama PPOK antara lain merokok, polutan indoor, 1. National Institutes of Health, National Heart, Lung and
outdoor dan polutan di tempat kerja, selain itu ada juga Blood Institutes. Global Iniatiative for Chronic
faktor risiko lain yaitu genetik, gender, usia, konsumsi Obstructive Lung Disease. NHLBI/WHO workshop
alkohol dan kurang aktivitas fisik. report, 2001.
2. Heidy Agustin dan Faisal Yunus, Proses
Berdasarkan tingkat ekonomi ternyata PPOK Metabolisme pada PPOK, J Respir Indo vol 28 no 3
menduduki peringkat lima dari 10 PTM utama, Juli, 2008.
sedangkan pada negara berkembang menduduki 3. Buist AS, McBurnie MA, Vollmer WM, Gillespie S,
peringkat enam berasarkan data morbiditas. WHO Burney P, Mannino DM, Menezes AM, Sullivan SD,
menyebutkan PPOK merupakan penyebab kematian Lee TA, Weiss KB, Jensen RL, Marks GB,
keempat didunia. Diperkirakan menyebabkan
kematian pada 2,75 juta orang atau setara dengan
4,8%.

88
Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013: 82-88

Gulsvik A, Nizankowska-Mogilnicka E; BOLD 22. Telez-Rojo MM, Romieu I, Ruiz Velasco S, Lezana
Collaborative Research Group,International variation MA< Hernadez Avila MM, Daily Respiratory
in the prevalence of COPD (the BOLD Study): a Mortality and PM10 pollution in Mexico, Eur
population-based prevalence study. Lancet. 2007 Sep respire J 2000:16;p.391-396
1;370(9589):741-50. 23. Ko FW, Tan W, Wong TW, et al, Temporal
4. American Thoracic Society.Standards for Diagnosis Relatioship between airpollutants and hospital
and care of patient with COPD. Am J Respir Crit Care admissions for COPD in Hongkong, Thorax,
Med 1995;152:S77-120 2007:62;779-784
24. Cazzola M, Donner CF, Hanania N, The Hundred
5. Chan-Yeung M, Ait Khaled N, White N, Ip MS, and
Years of COPD, Respir Med 2007:101;p.1049-
Tan WC, The Burden and Impact of COPD in Asia and
1065
Africa, Int J Tuberc Lung Dis, 2004; 8; p.2-14
25. Di Pede C, Chronic Obstructive Lung Disease and
6. Agusti AGN, Noguera A, Sauleda J, Sala E, Pons J,
Occupational Exposure, Curr Op in Allergy Clin
Busquet X, Systemic Effect of COPD, Eur Respir J
Immuno 2002:2;p.115-121
2003; 21; p.347-360
26. Romieu, Trenga C, Diet and Obstructive Lung
7. Wan C Tan and Tze P Ng, COPD in Asia, Where East
Disease, Epidemiol Dev 2001:23;p.268-287
meets West, Chest, February, 2008(133), Number 2;
27. Rojas R, Romieu I, Perez Padilla R, Mendoza L,
p.517-527
Fortoul T, Olaiz G, Lung Fuctions Growth in
8. Ario Patrianto Partodimulyo dan Faisal Yunus,
Children with longterm exposure to air pollutants in
Kualiti Hidup penderita PPOK, J Respir Indo vol 25,
Mexico city, Epidemiology 2006:17(Suppl): p.S266-
no 2, April, 2006
S267
9. Barnes PJ. COPD, N England J Med 2000;343:269- 28. Murray CJC, Lopez AD, Mortality by cause for
78 eight regions of the world global burden disease
10. Shapiro SD. The Macropage in COPD. Am J Respir study. The Lancet 1997: 349;p.1269-1276
Crit Care Med 1999:160;p.29-32 29. Mannino DM , COPD, Epidemiology, prevalence,
11. Mangunegoro H, PPOK Pedoman diagnosis dan morbidity and mortality and disease heterogienety,
penatalaksanaan di Indonesia, PDPI, 2001 Chest 2002: 121(Suppl);p.121 S-125S
12. Yong Il Hwang, Ki Suck Jung, Sughoon Park, et al,
Clinical Characteristic of COPD patients According to
BMI, Am J Respir, 2011 (183); A.2975
13. Katleen H Reilly, Dong Feng Gu, Xiu Fang Duan,
Xiugui Wu, Chung Shiwan Chen et al, Risk Factors for
COPD mortality in Chinese adult, Am Journal of
Epidemiol vol 167 issue 8, p.998-1004
14. P Yin, CQ Jiang, KK Cheng, et al. Passive
smoking exposure and risk of COPD among adults in
China. The Lancet 2007:370; p.751-757
15. Dennis RS, Maldonado D, Norman S, Baena E,
Martinez G, Woodsmoke Exposure and Risk for
Obstructive air ways disease among women, Chest
1996:109; p.115-119
16. WHO, World Health Statistics 2008, Geneva
17. Y Liu, K Lee, R Perez Padilla, NL Hudson, DM
Mannino, Outdoor and in door air pollution and
COPD related disease in high and low income
countries, Int J Tuberc Lung Dis, 2008, 12(2);
p.115-127
18. Perez Padilla R, Regalado J, Vedal S, et al,
Exposure to biomass smoke and chronic airway
disease, a case control study inMexican women , Am J
Respir Crit Care Med 1996:154;701-706
19. MN Bustan Epidemiologi Penyakit Tidak Menular, PT
Rineka Cipta, Jakarta 2007
20. Mc Connell R, Bechame K, Yao L, et al, Traffic,
Susceptibility and Childhoodism, Envirron Health
Perspect 2006:114;766-772

21. Brunckreef B, Holgate ST, Air pollution and


Health, Lancet 2002:360;p.1233-1242

89
Media Litbangkes Vol. 23 No. 2, Juni 2013: 82-88

30. USA, CDC. National Health and Nutrition


Examination Survey, 2004. http://www.cdc.gov
31. Loddenkemper R, Gibson GJ, Sibille Y. The
Burden of Lung Disease in Europe. Eur Respir J,
2003:22;p.869
32. Schwartz DB, Malnutrition in COPD, Respir Care Clin
N Am 2006:12;p.521-531
33. Sin DD, Man SF. Why are patients with COPD at
increased risk of cardiovascular diseases?
Circulation 2003:107;p.1514-1519
34. Barbara JA, Peinado VI, Santos S. Pulmonary
hypertension in COPD. Eur Respir J 2003:21;p.892-
905
35. Incalzi RA, Caradonna P, Ranieri P. Correlates of
osteoporosis in COPD. Respir Med 2000: 94;
p.1079-1084
36. Chapman K R, Mannino D M, Soriano J B, et al.
Epidemiology and costs of chronic obstructive
pulmonary disease. Eur Respir J 2006; 27: p.188±
207.
37. Rabe K F, Hurd S, Anzueto A, et al. Global
Strategy for the Diagnosis, Management, and
Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary
Disease: GOLD executive summary. Am J Respir Crit
Care Med 2007; 176: p.532±555.
38. De Tournay B, Pribil C, Fournier M, et al, The
SCOPE study; Health Care Consumption related to
patient COPD in France, Value Health,
2004:7;p.168-174

90

Anda mungkin juga menyukai