Anda di halaman 1dari 9

KERAJINAN LIMBAH KAYU KAPAL PINISI DI DESA PULAU KERAYAAN

KECAMATAN PULAU LAUT KEPULAUAN KABUPATEN KOTABARU


KALIMANTAN SELATAN

Sigit Ruswinarsih, Syahlan Mattiro, Nasrullah


Program Studi Pendidikan Sosiologi dan Antropologi Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unlam

ABSTRACT

This paper describes about community empowerment Kerayaan Island. Kerayaan


Island is one of a group of islands located in the district of Kotabaru. Population living on the
Kerayaan Island numbered 2.628 peoples. Kerayaan Island is famous as a maker of woodboat
or woodship Pinisi. There are seven ship-based venture capital owned. From the shipbuilding
process always result also woodwaste such as sawdust, pieces of boards and wooden beams.
By the makers of woodenships Pinisi, woodwaste is often left alone to accumulate in the
vicinity of the shipyard.
Seeing the potensial of woodwaste such major events it is necessary to empower
community members to be able to use it. The activities carried out in the conjuction with
Karang Taruna. Wastewood that had been used only as firewood will be processed into the
form of a miniature ship handicraft items Pinisi, musical instruments, and household items.
The advantages that can be gained is an increase in the economiy and improving the quality
of the environment as wastewood is used so that the environment be clean and free of the
waste pollution.
Keywords: Woodwaste Ship Pinisi, Karang Taruna, Woodwaste Craft Products

PENDAHULUAN
Kayu merupakan bahan organik, karena sebagian besar tersusun oleh unsur karbon.
Kayu dapat menjadi limbah jika sudah tidak digunakan lagi oleh pemiliknya. Limbah adalah
hasil sampingan dari proses produksi yang tidak digunakan yang dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan bilamana tidak dikelola dengan benar (Mustofa, 2005). Jika dilihat
dari sifat degradasinya, limbah kayu merupakan limbah yang biodegradable, artinya bisa
terurai secara alami oleh mikroba di alam. Meskipun demikian, jika limbah atau sampah
padat tersebut keberadaannya dalam jumlah yang besar tanpa dikelola, maka akan sulit juga
bagi mikroba perombak untuk mengurainya di alam menjadi bahan-bahan anorganik, dan
mengakibatkan pencemaran lingkungan di sekitar lokasi penumpukan. Selain menjadi sarang
hewan-hewan yang kemungkinan bisa menjadi sumber penyakit, tumpukan sampah padat
kayu tersebut akan menurunkan nilai estetika di lokasi sekitar (Anonim, 1996 ).
Limbah kayu banyak dijumpai di sepanjang pantai Pulau Kerayaan. Limbah kayu
merupakan dampak dari proses pembuatan kapal. Desa Pulau Kerayaan terkenal sebagai desa
pembuat kapal. Di sepanjang pantai dapat disaksikan barisan kapal yang berjejer, baik yang
masih dalam kondisi perbaikan, baru dibuat, maupun yang sudah dalam kondisi baik namun

1
masih berada di dok dalam galangan kapal. Bahan pokok yang digunakan adalah kayu
dengan berbagi jenis dan ukuran.
Pembuatan kapal oleh masyarakat Desa Pulau Kerayaan merupakan industri berskala
kecil dan termasuk dalam industri rumah tangga. Terdapat 7 usaha pembuatan kapal pinisi di
Pulau Kerayaan jika diklasifikasikan dari kepemilikan modal. Proses pembuatan kapal
memerlukan waktu antara satu sampai tiga tahun, tergantung ukuran kapal yang dibuat. Kapal
yang dibuat adalah jenis kapal pinisi yang merupakan kapal kebanggaan bangsa Indonesia.
Dari kegiatan ini maka dari proses pembuatan satu kapal saja bisa menghasilkan limbah kayu
sebanyak 4 meter kubik setiap minggunya. Jika ketujuh industri beroperasi pada waktu yang
bersamaan maka akan diperoleh 28 meter kubik limbah kayu setiap minggu. Limbah kayu
dapat berupa serbuk gergaji dan potongan-potongan papan dan balok. Dengan waktu
pembuatan kapal yang demikian lama maka limbah ini akan terus ada dan bertambah setiap
harinya. Limbah kayu inilah yang menjadi permasalahan karena dibiarkan menumpuk di
sekitar lokasi pembuatan kapal. Permasalahan semakin bertambah manakala air laut pasang
maka limbah kayu berserakan di perairan dan ketika air surut, limbah ini kembali berserakan
memenuhi pantai. Warga setempat memaanfaatkan limbah kayu ini terutama sebagai bahan
bakar. Jika memerlukan maka mereka akan mengumpulkan limbah ini. Jika tidak maka akan
dibiarkan saja berserakan di pantai.
Menilik profil Desa Pulau Kerayaan diketahui bahwa Desa Pulau Kerayaan merupakan
sentra kegiatan masyarakat se Kecamatan Pulau Laut Kepulauan. Jarak tempuh dari desa ke
Kecamatan Pulau Laut Kepulauan berjarak 1 jam perjalanan laut sedangkan jarak tempuh ke
ibukota Kabupaten 130 km. Wilayah Desa Pulau Kerayaan terdiri dari 2 Dusun/Desa dengan
jumlah 6 (enam) Rukun Tetangga (RT) di tiap dusun, yaitu Desa Kerayaan dan Desa
Kerayaan Utara. Lembaga-lembaga yang ada di desa seperti LPM, PKK, Karang Taruna dan
Kegiatan RT. Jumlah Penduduk Desa Pulau Kerayaan sebanyak 2.628 jiwa yang terdiri dari
1.334 laki-laki dan 1.294 perempuan, dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 885 KK.
Tingkat pendapatan masyarakat Desa Pulau Kerayaan pada tahun 2012 yang berpenghasilan
kurang dari Rp. 1.000.000. sebanyak 1.545 orang dan berpenghasilan antara Rp. 1.000.000.-
Rp. 2.500.000. sebanyak 650 orang, sedangkan penduduk dengan penghasilan di atas Rp.
2.500.000. ada 25 orang. Disamping industri pembuatan kapal, penduduk Desa Pulau
Kerayaan sebagian besar mata pencahariannya adalah nelayan.
Masyarakat Desa Pulau Kerayaan memiliki potensi untuk mengembangkan
kemandirian terutama dalam hal perekonomian. Permasalahannya adalah mereka
memerlukan pelopor yang dapat menggerakkan kegiatan pemberdayaan. Seperti dinsinyalir
2
oleh Rogers bahwa untuk dapat memasukkan sebuah perubahan pada suatu masyarakat maka
diperlukan agen pembaharu. Limbah kayu yang merupakan dampak dari industri pembuatan
kapal sedemikian besar jumlahnya, maka perlu diadakan kegiatan pelatihan untuk pengolahan
limbah kayu kapal ini. Masyarakat dapat memberdayakan limbah kayu menjadi barang
kerajinan yang memiliki nilai estetika dan nilai ekonomi yang tinggi yang pada gilirannya
juga sebagai pemeliharaan terhadap lingkungan pantai. Masyarakat Desa Pulau Kerayaan
yang diwakili oleh Karang Taruna Desa Kerayaan dan Karang Taruna Desa Kerayaan Utara
sebagai agen pembaharu dan menjadi mitra bagi tim Pengabdian Masyarakat Universitas
Lambung Mangkurat yang akan bekerja bersama. Mitra akan menjadi kader pembaharu bagi
pengembangkan dan pemberdayaan masyarakat setempat. Kerjasama ini dimaksudkan untuk
melakukan pengolahan limbah kayu kapal pinisi menjadi barang kerajinan berupa miniatur
kapal pinisi, alat musik, dan alat rumah tangga. Pengolahan limbah kayu ini memerlukan
keterampilan tangan dan ketekunan. Keuntungan yang dapat diperoleh adalah peningkatan
bidang ekonomi dan peningkatan kualitas lingkungan karena limbah kayu dimanfaatkan
sehingga lingkungan menjadi bersih dan bebas pencemaran limbah.
Langkah-langkah yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan limbah kayu ini
adalah dengan membentuk dua kelompok pembaharu yang anggotanya berasal dari Karang
Taruna. Motivator untuk pembaharuan dalam kelompok masyarakat ini perlu dikembangkan
dari dalam masyarakat itu sendiri (Uno, 2010). Masing-masing kelompok terdiri dari lima
orang, meskipun demikian tidak menutup kemungkinan banyak warga yang tertarik untuk
mengikuti pelatihan. Pelatihan dilakukan oleh tim Pengabdian Masyarakat Universitas
Lambung Mangkurat yang didampingi oleh seorang praktisi wirausaha. Demonstrasi dan
pelatihan dilakukan untuk menumbuhkan semangat pemberdayaan kepada anggota
kelompok. Tahap berikutnya peserta melakukan praktek pembuatan kerajinan limbah kayu
kapal pinisi menjadi minitur kapal, alat-alat musik dan alat-alat rumah tangga. Selanjutnya
akan dibentuk jaringan pemasaran dari produsen hingga ke konsumen melalui media
periklanan, brosur, maupun media online.
METODE PELAKSANAAN
Agar kegiatan pengolahan limbah kayu kapal pinisi ini dapat dilaksanakan dengan baik
maka dijalankan prosedur sebagai berikut:
1. Diskusi dengan anggota Karang Taruna sebagai mitra dan perangkat Desa Pulau
Kerayaan
2. Penjelasan kepada mitra yang meliputi prosedur kegiatan mulai tahap pra produksi,
produksi sampai tahap pemasaran
3
3. Demonstrasi pembuatan desain dan produk pengolahan limbah kayu kapal pinisi
menjadi kerajinan miniatur kapal pinisi, alat-alat musik dan alat-alat rumah tangga dalam
berbagai jenis dan ukuran
4. Demontrasi pembuatan label dan pengemasan produk.
5. Pelatihan pembuatan desain dan produk serta pembuatan label dan pengemasan produk
pengolahan limbah kayu kapal sesuai prosedur yang telah disepakati bersama menjadi
kerajinan miniatur kapal pinisi, alat-alat musik dan alat-alat rumah tangga
6. Diskusi mengenai rancangan media pemasaran (brosur, iklan, online)
7. Pemberian stimulus bahan dan peralatan pembuatan produk kerajinan limbah kayu kapal
pinisi kepada kelompok mitra
8. Pendampingan pada tahap pemasaran produk kerajinan miniatur kapal pinisi, alat-alat
musik dan alat-alat rumah tangga.
9. Komunikasi intensif antara perguruan tinggi dengan mitra.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Di Pulau Kerayaan kabupaten Kotabaru terdapat dua desa yang saling berdekatan.
Orang Mandar mendominasi demografi di Pulau Kerayaan. Masyarakat desa ini bekerja
sebagai pelaut atau pun nelayan, karena berlayar bagi orang Mandar bukan saja sebagai
tuntutan pekerjaan, akan tetapi sebagai pengejawantahan semboyan hidup yang sudah
mengakar di hati masyarakat, “Dalle’ta pole di le’bo” (rezeki datangnya dari laut). Melaut
bagi orang Mandar merupakan suatu penyatuan diri dengan laut. Christian Pelras pun dalam
bukunya Manusia Bugis (2006) menilai bahwa sebenarnya leluhur orang Mandar-lah yang
ulung melaut. Bukan orang Bugis, seperti pendapat banyak orang. Laut bagi orang Mandar
adalah halaman pekarangan di depan rumah seperti sawah bagi petani. Kedalaman laut dan
garis pantai yang panjang yang ada di depan mata mereka menjadi sumber penghidupan yang
layak, sebab tanah yang ada di Pulau Kerayaan memang kurang subur untuk dijadikan lahan
bertani.
Untuk memenuhi kebutuhan melaut, mereka tentu menggunakan perahu atau kapal
sebagai sarana mencari ikan dan berlayar. Masyarakat Mandar, penghuni pulau Kerayaan itu
mampu membuat perahu yang disebut dengan perahu Pinisi. Lokasi pembuatan perahu pinisi
tersebut terdapat di bibir pantai yang dapat diketahui dengan adanya galangan-galangan kapal
sebagai tempat pembuatan perahu pinisi. Galangan kapal tersebut berbentuk balok yang
luasnya tergantung dari jenis atau besarnya perahu pinisi yang akan dibuat. Galangan kapal
terbuat dari batang pohon yang dirangkai membentuk kerangka bangunan yang beratap daun

4
nipah ataupun terpal, sehingga kapal yang sedang dibangun terhindar dari sinar matahari dan
air hujan.
Kapal-kapal pinisi yang dibuat dari galangan kapal memiliki bobot antara 300 ton
sampai 700 ton, atau dengan ukuran panjang kapal dari ujung haluan ke buritan mencapai 75
meter hingga 100 meter dan lebar kapal antara 20 meter hingga 30 meter. Bahan kapal secara
keseluruhan terbuat dari kayu, dari badan kapal hingga atap kapal.
Bahan kayu untuk pembuatan kapal terdiri atas pohon meranti, keruing, halaban, dan
kayu ulin. Untuk mendapatkan bahan kayu tersebut, para pembuat kapal mendatangkannya
dari luar Pulau Kerayaan, misalnya dari daerah pegunungan Kota Baru. Mereka mengangkut
kayu yang sesuai pesanan yang berbentuk balok ataupun papan menggunakan kelotok.
Mengingat sumber bahan baku kayu diambil dari luar Pulau Kerayaan, maka pembuatan
kapal memakan waktu cukup lama hingga mencapai tiga tahun. Disamping itu pembuatan
kapal juga masih banyak mempergunakan tenaga kerja manual, bukan mesin, maka waktu
menjadi begitu lama.
Pada saat pembuatan kapal, terdapat limbah kayu yang dihasilkan para pembuat kapal
yang berjumlah 10 atau 15 orang, untuk satu buah kapal dalam berbagai ukuran yang
berserakan di tepi galangan hingga di belakang rumah warga. Limbah-limbah tersebut
memiliki berbagai bentuk yang bervariasi tergantung dari penggunaan peralatan oleh tukang.
Tabel 1 Jenis Limbah dan Pemanfaatannya oleh Warga
No Ukuran Limbah Sumber Pemanfaatan
Limbah
1 Limbah Ukuran Besar Balok kayu, potongan Memperbaiki rumah
papan, potongan tripleks dan sebagai kayu
bakar untuk memasak
2 Limbah Ukuran Kecil Serbuk kayu, potongan- Timbunan tanah
potongan kecil kayu
3 Berbagai ukuran Campuran; balok kayu, Dibakar (tidak
potongan papan, potongan dimanfaatkan)
triplek, serbuk kayu dan
lain-lain

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa limbah ukuran besar berbentuk
potongan-potongan balok kayu, potongan-potongan papan dan potongan-potongan triplek.

5
Biasanya limbah ini dihasikan dari pembuatan badan kapal, kamar-kamar nahkoda, dan lantai
serta geladak kapal. Limbah berukuran kecil berbentuk serbuk kayu, potongan kayu
berukuran pendek, biasanya dihasilkan dari penggergajian kayu dan hasil dari mesin
ketam.Limbah itu ditumpuk-tumbuk para tukang pembuat kapal dan tidak dimanfaatkan
kembali. Kecuali oleh sebagian besar warga, menggunakan limbah-limbah berukuran besar
untuk memperbaiki rumah dan kayu bakar untuk kayu bakar untuk memasak. Limbah-limbah
berukuran kecil terutama kayu bekas gergajian dimasukkan ke dalam karung kemudian
diikat. Kumpulan limbah dalam karung tersebut dijadikan bahan campuran urukan tanah
untuk meninggikan pondasi bangunan rumah tanpa tiang. Adapun limbah yang benar-benar
tidak dipakai akan dibakar oleh tukang di pinggir pantai.
Dari paparan tersebut, maka dapat diketahui bahwa limbah tidak dimanfaatkan
maksimal baik secara ekonomis maupun estetis, padahal sebenarnya dapat dipakai untuk
kerajinan tangan. Kedatangan tim Pengabdian Masyarakat ke Pulau Kerayaan menjadi sangat
berarti bagi masyarakat itu sendiri untuk mengelola dan memanfaatkan kayu-kayu kapal
pinisi yang bagi mereka tidak terpakai.
Pada tahap pertama dilakukan sosialiasi rencana kegiatan kerajinan limbah kayu kapal
pinisi. Isi sosialiasi antara lain memperkenalkan beberapa contoh hasil kerajinan rumah
industri kreatif yang dilakukan oleh orang lain. Misalnya contoh-contoh pembuatan
gantungan kunci dari bekas-bekas limbah kayu, serta poster-poster yang berisikan gambar
hasil home industry yang dikelola oleh orang lain. Tujuan sosialiasi ini adalah untuk
menggugah kesadaran masyarakat Mandar di Pulau Kerayaan agar bisa melihat dan
memanfaatkan potensi dari limbah kayu di sekitar mereka.
Setelah kegiatan sosialiasi dilaksanakan, diskusi dilakukan dengan kepala desa dan
perangkatnya untuk menentukan waktu praktek pembuatan secara langsung dengan
menggunakan bahan-bahan dari limbah kayu tersebut. Waktu yang disepakati adalah setelah
hari raya Idul Fitri yaitu tanggal 6 sampai 10 Agustus 2014. Mitra akan melakukan
pengumpulan bahan limbah kayu. Tim juga mendiskusikan beberapa peralatan yang dapat
dibeli di toko bangunan di Pulau Kerayaan. Selanjutnya dilakukan pemesanan alat di toko
setempat. Tindakan ini dilakukan untuk efisiensi kegiatan.
Pada saat pelaksanaan kegiatan, tim membawa satu set peralatan tukang dan mesin
scroll saw (mesin gergaji ukir). Peralatan itu diserahkan secara simbolis dari tim pengabdian
kepada warga melalui Junaedi, Kepala Desa Pulau Kerayaan.
Dalam praktek lapangan ini tim pengabdian dan warga masyarakat sepakat untuk
menggunakan sepuluh tenaga tukang melakukan praktek pembuatan kerajinan dari limbah
6
kayu. Sepuluh orang tukang tersebut dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok dari
Karang Taruna Desa Kerayaan membuat perahu pinisi menggunakan satu set peralatan
tukang dan satu kelompok dari Karang Taruna Desa Kerayaan Utara membuat kerajinan
berupa pernak-pernik gantungan kunci menggunakan scroll saw. Sebelum tukang melakukan
pengerjaan, maka terlebih dahulu tim mendemontrasikan cara penggunaan mesin scroll saw
tersebut dalam pembuatan pernik-pernik gantungan kunci karena sepuluh orang tukang belum
pernah mengetahui apa dan bagaiman fungsi dari mesin scroll saw tersebut. Pengenalan
modernisasi peralatan elektrik untuk mempermudah dan mempercepat produktivitas usaha
sangat mendapat apreasiasi dari masyarakat terutama para tukang tersebut.
Apresiasi masyarakat terhadap kegiatan ini sangat tinggi, ditunjukkan dengan kehadiran
warga mulai dari anak-anak sampai para tokoh masyarakat mengikuti dan menyaksikan
proses pembuatan kerajinan ini. Sebenarnya warga memiliki keahlian dasar bertukang secara
otodidak, tetapi hanya sekedar kemampuan yang belum diaplikasikan untuk industri rumah
tangga.
Berikut ini penjelasan mengenai kegiatan pengabdian masyarakat tentang pembuatan
miniatur kapal pinisi dan pembuatan pernak-pernik gantungan kunci, serta alat rumah tangga:
1. Pembuatan Miniatur Kapal Pinisi
Pembuatan miniatur perahu pinisi dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: tahap
pemilihan bahan, pembentukan miniatur, penghalusan produk dan pengecatan serta
pengemasan seperti berikut:
Tahap pertama pemilihan bahan dilakukan karena tidak semua limbah kapal tersebut
bisa digunakan untuk pembuatan miniatur kapal. Limbah kapal yang dipilih dengan ketentuan
kayu tersebut tidak lapuk dan kering, tidak dimakan rayap, serta tidak berlumut dan mudah
dibentuk. Jenis limbah kayu yang sesuai untuk limbah kapal dari jenis kayu meranti, kampar,
halaban.
Tahap kedua pembentukan miniatur, dibentuk pembuatan miniatur dimulai dari
pengerjaan badan kapal miniatur. Cara melakukannya balok segi empat dibentuk sesuai
dengan miniatur yang diinginkan menggunakan parang. Proses ini berlangsung hingga 60
menit hingga 90 menit. Pembuatan badan kapal ini masih dalam tahap menghasilkan bentuk
kasar, kemudian peralatan ketam listrik digunakan untuk menghaluskan bagian-bagian terluar
dari miniatur.
Tahap ketiga penghalusan produk. Miniatur kapal yang sudah selesai dibuat dalam
bentuk potongan terpisah, kemudian dihaluskan dengan menggunakan amplas. Setelah itu
masing-masing bagian disatukan dengan menggunakan mur dan baut, skrup atau pasak yang
7
terbuat dari kayu ulin dan lem. Bagian-bagian yang dipasang tersebut meliputi badan kapal,
dinding kapal bagian atas jendela-jendela kapal, tiang-tiang layar dan kemudi. Bagian-bagian
kapal yang sudah disatukan dicat dengan cat dasar berwarna putih dan cat dengan warna yang
dikehendaki. Pada umumnya nelayan Mandar menyukai warna-warna putih dengan garis
hijau, merah dan biru.
Tahap keempat, yakni pengemasan dengan melakukan pengukuran tiga dimensi
miniatur kapal yakni panjang lebar dan tinggi. Tujuannya untuk menyesuaikan pemotongan
kotak mika kemasan miniatur kapal. Setelah kotak selesai dibuat maka miniatur kapal
dimasukkan ke dalam kotak mika transparan. Tahap pengemasan ini jarang dilakukan
padahal menjadi sangat penting karena memiliki nilai estetika miniatur kapal sebagai bahan
pajangan dan menambah daya nilai jual bagi para peminat kerajinan miniatur kapal.
2. Pembuatan Pernak-pernik Gantungan Kunci
Selain pembuatan miniatur kapal pinisi, kegiatan lain adalah pembuatan pernak-pernik
gantungan kunci. Pembuatan gantungan kunci terlebih dahulu membuat desain produk seperti
miniatur gitar, dan miniatur sendok garpu. Sketsa gambar yang ada pada kayu atau papan
selanjutnya digergaji mengikuti alur garis sketsa tersebut.
Dari hasil praktek tersebut, ternyata muncul kreativitas dari warga untuk membuat
berbagai jenis gantungan kunci dari bermacam miniatur. Ada yang membuat gantungan kunci
berbentuk seperti bentuk ikan seperti ikan bawal, ikan todak (lambang Kabupaten Kotabaru),
dean kuda laut. Kemudian alat pertukangan; martil, palu, kapak, sabit. Mereka juga membuat
bentuk gantungan kunci dari miniatur pistol dan badik, sendok dan garpu. Miniatur yang
sudah selesai kemudian diberikan kawat sebagai tempat gantungan kunci pada bagian
ujungnya.
Miniatur untuk gantungan kunci yang sudah terbentuk kemudian dihaluskan dengan
amplas agar halus dan mudah divernis. Cara memoleskan vernis sangat praktis. Cairan vernis
dimasukkan ke dalam gelas plastik secukupnya, kemudian gantungan kunci dicelupkan ke
dalam cairan tersebut. Gantungan kunci yang sudah dicelupkan ke dalam cairan vernis
kemudian dikeringkan dengan cara sederhana yakni di bawah sinar matahari. Setelah itu
gantungan kunci siap dipakai. Untuk keperluan pemasaran, gantungan kunci ini perlu ada
kemasan menarik yang terdapat label produksinya. Produk dimasukkan ke dalam kemasan
plastik yang sudah diberi label.
KESIMPULAN
Dari kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui kerajinan dari limbah kayu yang telah
dilakukan di Pulau Kerayaan dapat disimpulkan sebagai berikut:
8
1. Mitra dapat membuat limbah kayu kapal menjadi miniatur kapal dengan dua jenis yaitu
miniatur kapal pinisi dan kapal katir sampai pada tahap pengemasan ke dalam kotak mika
transparan.
2. Mitra juga dapat membuat dan mengembangkan produk gantungan kunci berupa miniatur
alat musik, miniatur alat rumah tangga, miniatur alat pertukangan, miniatur senjata
tradisional, miniatur ikan dan mengemas produk ke dalam kemasan plastik siap jual.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. 2002. Membuat Mainan Edukatif dari Limbah Kayu. Agro Media Pustaka:
Jakarta

Anonim. 1996. Sampah dan Pengelolaannya, Buku Panduan Lingkungan Hidup untuk
Sekolah Menengah Kejuruan. PPPGT: Malang

Mustofa, H.A., Drs. 1997. Kamus Lingkungan. Rineka Cipta: Jakarta

Pelras, Christian. 2006. Manusia Bugis. Nalar: Jakarta

Uno, Hamzah B. 2010. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Bumi Aksara: Jakarta

Rogers, Everett dan Floyd Shoemaker. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Usaha Nasional:
Surabaya

Majalah Griya Asri. Kayu Tangi: Dari Limbah Menjadi Emas.


file:///C:/Users/User/Downloads/KayuTangi Dari Limbah Menjadi Emas_Majalah
Griya Asri.htm (diakses 25 April 2013 pukul 23.00)

Anda mungkin juga menyukai