Anda di halaman 1dari 6

Pendahulunan

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang disebabkan oleh proses inflamasi
kronik pada paru sehingga menimbulkan gangguan aliran udara pernapasan dan destruksi permanen
pada jaringan paru. Proses inflamasi kronik pada paru akan menyempitkan lumen saluran
pernapasan serta mengurangi kapasitas recoil paru.

PPOK memberikan gambaran klinis utama berupa batuk dan sesak napas. Bronkitis kronik dan
emfisema merupakan dua jenis penyakit yang paling sering didapati pada PPOK, meskipun pada
klasifikasi klasik asthma bronkial juga dimasukkan ke dalam kelompok PPOK.

Sumber: anonim, Openi, 2012. Sumber: anonim, Openi, 2012.

Pemeriksaan fisik pada PPOK memberikan gambaran barrel chest akibat udara pernapasan yang
terjebak dan tak bisa keluar, sianosis, dan clubbing finger akibat adanya hipoksemia yang kronik.
Pemeriksaan penunjang yang utama untuk PPOK adalah spirometri, rontgen toraks atau CT Scan,
serta pemeriksaan analisis gas darah sesuai indikasi.

Tujuan utama penatalaksanaan PPOK bukan untuk menghilangkan penyakitnya, namun untuk
mengendalikan gejala, mengurangi episode eksaserbasi, serta menurunkan mortalitas. Intervensi
nonfarmakologi pada PPOK mencakup berhenti merokok, olahraga yang cukup, diet sehat, dan
menghindari asap rokok. Kategori derajat keparahan PPOK menjadi penting untuk diperhatikan
karena berkaitan dengan terapi farmakologi yang akan diberikan.

Tata laksana farmakologi umumnya mencakup bronkodilator kerja pendek seperti salbutamol,
bronkodilator kerja panjang seperti salmeterol, dan kortikosteroid seperti fluticasone. Selain
transplantasi paru, belum ada pengobatan lain yang terbukti secara signifikan meningkatkan fungsi
paru atau menurunkan angka kematian pada pasien PPOK. Meski demikian, beberapa studi
mengindikasikan bahwa terapi oksigen bila perlu dan berhenti merokok dapat bermanfaat.[1,2]

Patofisiologi

Patofisiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) didasari oleh inflamasi kronik yang melibatkan
saluran napas, jaringan parenkim paru, atau keduanya.
Saluran Napas

Patofisiologi yang melibatkan saluran napas pada PPOK, baik tipe bronkitis kronik maupun emfisema,
adalah mekanisme inflamasi kronik. Inflamasi kronik tersebut terutama ditandai dengan keterlibatan
sel limfosit T CD8+, CD68+, monosit/makrofag, serta neutrofil di saluran napas. Secara histopatologi,
didapatkan adanya metaplasia pada sel goblet, hiperplasia kelenjar trakealis dan bronkialis, fibrosis,
serta adanya penurunan patensi saluran napas.[44,45]

Parenkim Paru

Pada level parenkim paru, PPOK tipe emfisema memberikan dampak kerusakan permanen
(irreversibel) pada struktur di sebelah distal bronkiolus terminalis, seperti pada bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, saccus alveolaris, dan alveoli. Kumpulan struktur tersebut disebut
asinus paru.

Emfisema Asinus Proksimal (Sentrilobular)

Emfisema asinus proksimal disebut juga sebagai sentrilobuler. Kerusakan terutama terjadi pada
bagian tengah asinus dan sering disebabkan oleh paparan asap rokok atau pekerja tambang yang
menderita pneumokoniosis.

Emfisema Panasiner

Emfisema panasiner memiliki gambaran kerusakan di seluruh bagian asinus akibat adanya defisiensi
alpha-1 antitrypsin

Emfisema Asinus Distal (Paraseptal)

Emfisema asinus distal disebut sebagai emfisema paraseptal dan memiliki gambaran kerusakan
dominan di bagian duktus alveolaris. Asinus distal/paraseptal dapat terjadi sendirian atau
bersamaan dengan emfisema asinar atau panasinar. Emfisema tipe ini bila terjadi sendirian tanpa
emfisema asinar atau panasinar sering berhubungan dengan kejadian pneumothoraks spontan pada
pasien usia dewasa muda.[46]

Vaskular Paru
Patofisiologi PPOK juga melibatkan struktur vaskular parenkim paru. Diketahui dari penelitian
sebelumnya bahwa terjadi perubahan pada tunika intima dan otot polos pembuluh darah paru
pasien PPOK. Tunika intima dan otot polos paru pada pasien PPOK didapati mengalami hiperplasia
dan hipertrofi. Hal ini diperkirakan akibat adanya hipoksia kronik yang terjadi pada PPOK.[47]

Asap Rokok dan PPOK

Iritan berupa asap rokok atau asap polutan lain dapat memicu reaksi inflamasi kronik yang
melibatkan migrasi sel neutrofil dan makrofag yang akan melepaskan berbagai oksidan dan protease
dalam jumlah tinggi. Hal ini menyebabkan destruksi elastin pada saluran pernapasan dan jaringan
paru.

Destruksi elastin inilah yang akan menyebabkan paru kehilangan kemampuan elastic recoil.
Hilangnya elastic recoil pada paru berpengaruh pada terjebaknya udara yang telah diinhalasi
sehingga menyebabkan barrel chest.[1,2]

Proses destruksi elastin juga dapat dipicu oleh adanya kondisi defisiensi alpha-1 antitrypsin.
Defisiensi alpha-1 antitrypsin memicu ketidakseimbangan antiprotease sehingga menimbulkan
destruksi jaringan parenkim paru. PPOK eksaserbasi akut lebih sering dipicu oleh adanya infeksi
bakteri atau virus yang ditandai dengan memberatnya gejala PPOK yang telah dirasakan sehari-hari.
[1-3]

Bronkitis kronik dan emfisema merupakan dua jenis penyakit yang paling sering didapati pada PPOK.

Etiologi

Etiologi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah inflamasi kronik pada saluran napas. Inflamasi
ini dapat terjadi akibat paparan asap rokok, polusi udara, ataupun defisiensi alfa-1 antitripsin.

Paparan Asap Rokok


Paparan asap rokok yang menyebabkan PPOK dapat terjadi pada perokok aktif ataupun pasif.
Paparan asap rokok berkontribusi hingga 90% sebagai penyebab PPOK.[1,2]

Paparan Asap Polusi Udara

PPOK juga dapat terjadi pada pasien yang tidak pernah terpapar asap rokok sama sekali seumur
hidupnya. Kerusakan struktur paru yang menyebabkan PPOK pada kelompok pasien tersebut
biasanya disebabkan oleh paparan asap polusi dari aktivitas memasak tanpa memperhatikan
ventilasi udara yang baik atau pada kelompok pasien yang sehari-harinya telah terbiasa terpapar
polusi udara yang ditimbulkan dari asap kendaraan bermotor.[1,2]

Defisiensi Alfa-1 Antitripsin

Beberapa literatur juga melaporkan bahwa defisiensi alpha-1 antitrypsin meningkatkan risiko PPOK.
Hal ini biasanya dipengaruhi oleh kecenderungan genetik yang mengatur produksi alpha-1
antitrypsin (SERPINA1) sehingga dapat timbul PPOK secara prematur mulai usia 40 tahun.[1,2,5]

Pengguna Narkotika

Emfisema sebagai salah satu jenis PPOK dapat terjadi pada pengguna obat-obat terlarang, seperti
methadone, cocaine, atau heroin. Hal ini disebabkan karena adanya zat dalam obat-obatan tersebut
seperti talc, cotton fibers, cornstarch, atau selulosa yang merusak struktur vaskular pada paru dan
menimbulkan emfisema.[2]

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)

Infeksi HIV telah dilaporkan sebagai faktor risiko independen terjadinya PPOK tanpa dipengaruhi
variabel lain seperti usia, paparan asap rokok, atau penggunaan obat-obatan terlarang.[1,2]

Autoimun

Penelitian pada model hewan coba menunjukkan adanya autoantibodi yang terlibat pada
perkembangan patogenesis PPOK.[6]

Faktor Risiko
Seperti telah disebutkan di atas, paparan asap tembakau merupakan faktor risiko paling signifikan
dari PPOK. Semakin lama seseorang terpapar dan semakin banyak paparannya, semakin tinggi pula
risiko PPOK.

PPOK juga lebih rentan timbul pada orang dengan penyakit saluran napas kronis, seperti asthma.
PPOK juga lebih berisiko timbul pada pekerja yang mengalami paparan debu atau bahan kimia di
tempat kerja, paparan asap dari pembakaran bahan bakar untuk memasak, ataupun paparan
polutan.[1-3,8]

Jenis kelamin pria juga dilaporkan lebih cenderung mengalami PPOK. Hal ini terutama karena lebih
banyak pria yang merokok dibandingkan wanita secara statistik. Penelitian oleh Dalam sebuah studi
yang dipublikasikan pada tahun 2016, disimpulkan bahwa setelah menyesuaikan variabel jumlah
rokok yang dikonsumsi, jenis kelamin wanita sebenarnya lebih rentan menderita PPOK dibandingkan
jenis kelamin pria.

Selain itu, pasien dengan usia 50-59 tahun didapati 2 kali lebih mungkin menderita PPOK, sementara
usia 60-69 tahun didapati 5 kali lebih mungkin menderita PPOK.[2,7]

Edidemiologi

Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan kondisi
yang banyak terjadi di seluruh belahan dunia. Dari berbagai penelitian epidemiologi, penderita PPOK
diperkirakan mencapai 10% pada populasi usia 40 tahun atau lebih. Risiko PPOK meningkat seiring
dengan pertambahan usia.

Prevalensi global diperkirakan berkisar antara 7-19%. Prevalensi pada laki-laki diperkirakan lebih
tinggi dibandingkan wanita. Hal ini kemungkinan terjadi karena angka merokok pada pria lebih
tinggi.[2]
Diagnosis

Diagnosis penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) perlu dicurigai pada pasien yang mengeluhkan
dispnea, batuk kronis atau produksi sputum, dengan riwayat pajanan faktor risiko penyakit, seperti
merokok dan polutan. Penegakkan diagnosis PPOK memerlukan spirometri. Adanya FEV1/FVC <0,70
setelah pasien diberikan bronkodilator menandakan adanya keterbatasan aliran udara persisten
yang berkaitan dengan PPOK.

Kecurigaan kuat pasien menderita PPOK adalah bila dalam anamnesis didapati 3 informasi berikut:

Riwayat merokok sebanyak lebih dari 55 pak per tahun

Didapati mengi yang terdengar jelas saat dilakukan auskultasi

Didapati adanya mengi dari informasi yang diberikan pasien.[1,2]

Anda mungkin juga menyukai