Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PPOK

OLEH :

YUNIAR DEWI ATAPSARI


P.1337420615036

PRODI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2017

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN PPOK


A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis
kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002)
PPOK merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas
dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.
Penyakit Paru Obstruktif Kronis /PPOK (Chronic Obstructive Pulmonary
Disease/COPD) adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang
disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis.
Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung
3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth,
2002)
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar
bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002)

2. Epidemiologi
PPOK lebih sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal.
PPOK juga lebih sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor
yang diturunkan.
Bekerja di lingkungan yang tercemar oleh asap kimia atau debu yang tidak
berbahaya, bisa meningkatkan resiko terjadinya PPOK. Tetapi kebiasaan merokok
pengaruhnya lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan seseorang, dimana
sekitar 10-15% perokok menderita PPOK

3. Penyebab/faktor Prediposisi
PPOK disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian
besar bisa dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90%
kasus PPOK. Faktor resiko lainnya termasuk keadaan social-ekonomi dan status
pekerjaaan yang rendah, kondisi lingkungsn yang buruk karena dekat lokasi
pertambangan, perokok pasif, atau terkena polusi udara dan konsumsi alcohol
yang berlebihan. Laki-laki dengan usia antara 30 hingga 40 tahun paling banyak
menderita PPOK.

4. Patologi/Patofisiologi Terjadinya Penyakit


Patofisiologi PPOK adalah sangat komplek dan komprehensif sehingga
mempengaruhi semua sistem tubuh yang artinya sama juga dengan
mempengaruhi gaya hidup manusia. Dalam prosesnya, penyakit ini bisa
menimbulkan kerusakan pada alveolar sehingga bisa mengubah fisiologi
pernafasan, kemudian mempengaruhi oksigenasi tubuh secara keseluruhan.

 Patofisiologi Bronkitis Kronik


Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi.
Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan
sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak
lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan
tersumbat. Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan
membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang
berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien
kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan
bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam
jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel,
kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.

 Patofisiologi Emfisema
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi
dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil
elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli
yang berfungsi.
Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang
kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan
peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat
terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen
mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi
karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan
karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis
respiratorius.
Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler
pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan
dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri
pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (cor pulmonal) adalah
salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi
vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk
membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan
kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema
memperberat masalah.
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan
aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik.
Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan
negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus
dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu
inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan
membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada
menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong
(barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru
karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk
mengembang.

5. Gejala Klinis
Gejala-gejala awal dari PPOK, yang bisa muncul setelah 5-10 tahun
merokok, adalah batuk dan adanya lendir. Batuk biasanya ringan dan sering
disalah-artikan sebagai batuk normal perokok, walaupun sebetulnya tidak normal.
Sering terjadi nyeri kepala dan pilek. Selama pilek, dahak menjadi kuning atau
hijau karena adanya nanah. Lama-lama gejala tersebut akan semakin sering
dirasakan. Bisa juga disertai mengi/bengek.
Pada umur sekitar 60 tahun, sering timbul sesak nafas waktu bekerja dan
bertambah parah secara perlahan. Akhirnya sesak nafas akan dirasakan pada saat
melakukan kegiatan rutin sehari-hari, seperti di kamar mandi, mencuci baju,
berpakaian dan menyiapkan makanan. Sepertiga penderita mengalami penurunan
berat badan, karena setelah selesai makan mereka sering mengalami sesak yang
berat sehingga penderita menjadi malas makan.
Pembengkakan pada kaki sering terjadi karena adanya gagal jantung.
Pada stadium akhir dari penyakit, sesak nafas yang berat timbul bahkan pada saat
istirahat, yang merupakan petunjuk adanya kegagalan pernafasan akut.
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri-ciri dari PPOK adalah
malfungsi kronis pada system pernafasan yang manifestasi awalnya adalah
ditandai dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di saat
pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.
Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi
batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.
Biasanya, pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat
badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan
mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang
menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan
secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari. Selain itu,
pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis
sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin
melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan, penurunan
kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukup oksigenasi sel dalam system
gastrointestinal. Pasien PPOK, lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih
banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.

 Tanda dan gejala Bronkitis Kronik


Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.

 Tanda dan gejala Emfisema


 Dispnea
 Takipnea
 Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
 Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
 Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
 Hipoksemia
 Hiperkapnia
 Anoreksia
 Penurunan BB
 Kelemahan

6. Pemeriksaan Fisik
Kondisi fisik yang bisa dijumpai pada pasien dengan PPOK, bisa meliputi
dyspnea, warna kulit pucat, pernafasan mulut yang dangkal dan cepat, dan bernafas
menggunakan otot assesori atau tambahan PPOK menyebabkan peningkatan
diameter anterior-posterior dada sehingga dada tampak mengembung seperti tong.
Karena mengalami kesulitan dalam menghirup udara, maka pasien memiliki fase
ekspirasi yang diperpanjang (lebih dari empat detik). Tes fungsi paru digunakan
untuk mendiagnosa PPOK. Ciri-ciri khusus pasien yang menderita PPOK adalah
mengalami penurunan aliran udara ekspirasi. Pemerikasaan Sinar X di dada tidak
digunakan untuk mendiagnosa PPOK tahap awal karena studi radiografik biasanya
normal dalam tahap yang masih awal. Bersamaan dengan makin memburuknya
kondisi pasien, maka dengan bantuan sinar X, akan tampak diafragma yang makin
mendatar dan gambaran lusens semakin meningkat.
Pada PPOK yang ringan, mungkin tidak ditemukan kelainan selama pemeriksaan
fisik, kecuali terdengarnya beberapa mengi pada pemeriksaan dengan menggunakan
stetoskop. Suara pernafasan pada stetoskop juga terdengar lebih keras. Biasanya
foto dada juga normal. Untuk menunjukkan adanya sumbatan aliran udara dan
untuk menegakkan diagnosis, dilakukan pengukuran volume penghembusan nafas
dalam 1 detik dengan menggunakan spirometri.

7. Pemeriksaan Diagnostik
 Bronkitis Kronik
1. Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia
2. Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar
3. Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume
ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total
(TLC) normal atau sedikit meningkat.
4. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat
 Emfisema
1. Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan
jantung normal
2. Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan
VC dan FEV
8. Diagnosis
 Anamnesa dan Riwayat penyakit.
Mengingat penyakit berjalan dengan sangat lambat, sehingga penderita tetap
asimtomatis bertahun sebelum gejala manifestasi, perku diteliti benar adanya
sifat batuk-batuk, adanya dahak, sehat nafas yang tidak wajar, “wheeze yang
merupakan tanda-tanda dini dari penyakit ini.
 Pemeriksaan jasmani.
Pada tingkat penyakit yang dini mungkin tidak ditemukan kelainan apa-apa.
Kemungkinan kelainan dini yang perlu diperhatikan yaitu ekspirasi yang
memajang pada auskultasi di trakea yang dapat dipakai sebahgai petunjuk
adanya obstruksi jalan nafas yang dibuktikan dengan pemerikasaan
spirometri(Husodo, Petty).

10. Therapy/Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan PPOK adalah :


 Mobilisasi dahak.
Ditujukan untuk mengurangi keluhan, batuk-batuk, ekspektorasi,sesak dengan
cara memberikan obat-obat yang memudahkan pengeluaran sputum dan yang
melebarkan saluran nafas.

(a). Ekspektoransia.
Pengenceran dan mobilisasi dahak merupakan tujuan pengobatan yang
penting pada keadaan eksaserbasi dan juga pada keadaan-keadaan
menahun dan stabil yang disertai jalan nafas yang berat.
Ekspektoran oral kecuali glyseril guaicolat dalam dosis tinggi hanya
mempunyai nilai sedikit saja. Obat ini yang mengandung antihistamin
malahan menyebabkan pengentalan dahak. Antitusif tidak dianjurkan pada
penderita ini.

(b). Obat-obat mukolitik


Dua jenis mukolitik yang paling banyak dipakai adalah Asetil cystein dan
Bromhexin. Asetil cystein yang diberikan pada oral, memberikan efek
mukolitik yang cukup banyak efek sampng dibandingkan aerosol yang
sering menimbulkan bronkospasme. Bromhexin sangat populer oleh
penggunanya yang mudah (tablet, elixir,sirup).

(c) Nebulisasi.--Inhalasi uap air atau dengan aerosol melalui nebuliser, dan
juga ditambahkan dengan obat-obat bronkodilator dan mukolitik dengan
atau tanpa Intermittent Positive Pressure Breathing (IPPB).
 Obat-obat bronkodilator.
Merupakan obat utama dalam mengatasi obstruksi jalan nafas. Adanya respon
terhadap bronkodilator yang dinilai dengan spirometri merupakan petunjuk
yang dapat digunakan untuk pemakaian obat tersebut.
Kortikosteroid.
Manfaat kortikosteroid masih dalam perdebatan pada pengobatan terhadap
obstruksi jalan nafas pada PPOK namun mengingat banyak penderita
bronkitis yang juga menunjukkan gejala, seperti asma disertai hipertrofi otot
polos bronkus Snider, menganjurkan percobaan dengan obat steroid oral dapat
dilakukan pada setiap penderita PPOK terutama dengan obstruksi yang berat
apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut : Riwayat sesak dan
wheezing yang berubah-ubah, baik spontan maupun setelah pengobatan.
Riwayat adanya atopi, sendiri maupun keluarga. Polip hidung.
Respons terhadap volume ekspirasi paksa satu detik pada spirometri lebih dari
25% setelah uji bronkodilator. Eosinofil perifer lebih dari 5%. Eosinofil
sputum lebih dari 10%.
Prednison diberikan dalam dosis 30 mg selama 2 sampai 4 minggu.
Obat-obat dihentikan bila tidak ada respons. Methylprednisolon memberikan
manfaat pada bronkitis menahun yang disertai kegagalan pernafasan
mendadak
 Antibiotika.
Peranan infeksi sebagai faktor penyebab timbulnya PPOK terutama pada
bronkitis menahun masih dalam perdebatan namun jelas infeksi berpengaruh
terhadap perjalanan penyakit bronkitis menahun dan terutama pada keadaan-
keadaan dengan eksaserbasi. Penyebab eksaserbasi tersering adalah virus,
yang sering diikuti infeksi bakterial. S. pneumonia dan H. influensa
merupakan kuman yang paling sering ditemukan pada penderita bronkitis
menahun terutama pada masa eksaserbasi. Antibiotika yang efektif terhadap
eksaserbasi infeksi ampicillin, tetracyclin, cotrimoxazole, erythromycin,
diberikan 1 - 2 minggu. Antibiotik profilaksik pemah dianjurkan oleh karena
dapat mengurangi eksaserbasi, tidak dapat dibuktikan kegunaannya dalam
pemakaian yang luas. Pengobatan antibiotik sebagai profilasi, hanya
bermanfaat pada mereka yang sering eksaserbasi harus pada musim
dingin/hujan. Perubahan dari sifat dahak merupakan petunjuk penting ada
tidaknya infeksi, dahak menjadi hijau atau kuning.

 Pengobatan tehadap komplikasi.


Komplikasi yang sering ialah Hipoksemia dan Cor pulmonale. Pada penderita
PPOK dengan tingkat yang lanjut, telah terjadi gangguan terhadap fungsi
pernapasan dengan manifestasi hipoksemia dengan atau tanpa hiperkapnia.
Pemberian oksigen dosis rendah 1 - 2 liter/menit selama 12 - 18 jam sering
dianjurkan, karena dapat memperbaiki hipoksemia tanpa terlalu menaikkan
tekanan CO2 darah akibat depresi pernapasan. Diuretik merupakan pilihan
utama pada penderita dengan cor pulmonale yang disertai gagal jantung
kanan. Pemberian digitalis harus hati-hati oleh karena efek toksis mudah
terjadi akibat hipoksemia dan gangguan elektrolit.

 Fisioterapi dan inhalasi terapi.


Prinsip fisioterapi dan terapi inhalasi adalah :
 mengencerkan dahak
 memobilisasi dahak
 melakukan pernafasan yang efektif
 mengembalikan kemampuan fisik penderita ketingkat yang optimal.

10. Prognosis
30% penderita PPOK dengan sumbatan yang berat akan meninggal dalam waktu
1 tahun, dan 95% meninggal dalam waktu 10 tahun. Kematian bisa disebabkan
oleh kegagalan pernafasan, pneumonia, pneumotoraks (masuknya udara ke
dalam rongga paru), aritmia jantung atau emboli paru (penyumbatan arteri yang
menuju ke paru-paru). Penderita PPOK juga memiliki resiko tinggi terhadap
terjadinya kanker paru.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN

1. AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT


Gejala :
 Keletihan, kelelahan, malaise,
 Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas
 Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
 Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan

Tanda :
 Keletihan
 Gelisah, insomnia
 Kelemahan umum/kehilangan massa otot.

2. SIRKULASI
Gejala :
Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
 Peningkatan tekanan darah
 Peningkatan frekuensi jantung
 Distensi vena leher
 Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
 Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameterAP
dada)
 Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh dan
sianosis perifer
 Pucat dapat menunjukkan anemia.
3. INTEGRITAS EGO
Gejala :
 Peningkatan factor resiko
 Perubahan pola hidup
Tanda :
 Ansietas, ketakutan, peka rangsang

4. MAKANAN/CAIRAN
Gejala :
 Mual/muntah
 Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
 ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
 penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan
meninjukkan edema (bronchitis)
Tanda :
 Turgor kulit buruk
 Edema dependen
 Berkeringat
 Penurunan berat badan, penurunan massa otot (emfisema)
 Pa;pitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis)

5. HIGIENE
Gejala :
Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas
sehari-hari
Tanda :
Kebersihan buruk, bau badan
6. PERNAFASAN
Gejala :
 Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol
pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode berulangnya sulit
nafas (asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan untuk bernafas (asma)
 Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat
bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.
Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat banyak sekali (bronchitis
kronis)
 Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap dini
meskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
 Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan pernafasan
dalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap (mis.asbes, debu
batubara, rami katun, serbuk gergaji)
 Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
Tanda :
 Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjang dengan
mendengkur, nafas bibir (emfisema)
 Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
 Dada: gerakan diafragma minimal.
 Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar,
lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengi sepanjang area
paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai
penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma)
 Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara dengan emfisema);
bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan, mukosa)
 Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
 Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abu keseluruhan;
warna merah (bronchitis kronis, “biru mengembung”). Pasien dengan
emfisema sedang sering disebut “pink puffer” karena warna kulit normal
meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasan cepat.
 Tabuh pada jari-jari (emfisema)

7. KEAMANAN
Gejala :
 Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan
 Adanya/berulang infeksi
 Kemerahan/berkeringat (asma)

8. SEKSUALITAS
Gejala : penurunan libido

9. INTERAKSI SOSIAL
Gejala :
 Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung
 Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
 Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
 Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena distress
pernafasan
 Keterbatasan mobilitas fisik
 Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain.
PATOFISIOLOGI TERJADINYA PENYAKIT

Polusi bahan iritan(asap) atau rokok, riwayat kesehatan (ISPA)

Iritasi jalan nafas

Hipereksresi lendir dan inflamasi peradangan

Peningkatan sel – sel goblet

Penurunan silia

Peningkatan produksi sputum

PPOK

Bronkiolus menyempit dan tersumbat Penurunan nafsu makan


1
Penurunan BB drastis
Nafas pendek Obstruktif (kerusakan) alveoli

Gangguan pola nafas


Rentan terhadap Alveoli mengalami Perubahan nutrisi
infeksi pernafasan kolaps kurang dari
kebutuhan tubuh
Penurunan ventilasi paru
Pola nafas tidak Resiko tinggi
efektif infeksi Kerusakan campuran gas
1

Batuk tidak efektif Ketidaksamaan ventilasi perfusi


Hipoksemia

Gangguan pertukaran
Bersihan jalan nafas Kelemahan
gas
tidak efektif

ADL dibantu

Intoleransi aktivitas
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagosa keperawatan yang mungkin muncul pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun
antara lain :
1. Tidak efektifnnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan kontriksi bronkus
peningkatan pembentukan sputum, batuk tidak efektif, infeksi bronkopulmonal.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi.
3. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan napas pendek dan produksi
sputum.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan produksi
sputum berlebih.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipoksemia,keletihan, pola napas tidak
efektif.
6. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan obstruktif/kerusakan alveoli.

C. PERENCANAAN
Dari diagnosa di atas dapat di susun perencanaan sebagai berikut :

 Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan


kontriksi bronkus peningkatan pembentukan sputum, batuk tidak efektif,
infeksi bronkopulmonal.

Tujuan Kreteria hasil Intervensi Rasional


1.Setelah dilakukan  Frekuensi napas Mandiri
ASKEP selama normal (16-  Auskultasi bunyi napas.  Beberapa derajat spasme
…x… jam 20x/menit) Catat adanya bunyi bronkus terjadi dengan
diharapkan  Tidak sesak napas, mis., mengi, obstruksi jalan napas dan
bersihan jalan  Tidak ada
krekels, ronki dapat/tak dimanifestasikan
nafas kembali sputum
 Batuk berkurang adanya bunyi napas
efektif
adventisius, mis.,
penyebaran, krekels
basah, (bronchitis); bunyi
napas redup dengan
ekspirasi mengi
(emfisema); atau tak
adanya bunyi napas (asma
berat).

 Takipnea biasanya ada


 Kaji/pantau frekuensi pada beberapa derajat dan
pernapasan. Catat rasio dapat ditemukan pada
inspirasi/ekspirasi. penerimaan atau selama
stres/adanya proses infeksi
akut. Pernapasan dapat
melambat dan frekuensi
ekpirasi memanjang
disbanding inspirasi.

 Peninggian kepala tempat


 Kaji pasien untuk tidur mempermudah
posisi yang nyaman, fungsi pernapsan dengan
mis., peninggian kepala menggunakan graviatsi.
tempat tidur, duduk Namun pasien dengan
padasandaran tempat distres berat akan
tidur. mencari posisi yang
paling mudah untuk
bernapas. Sokongan
tangan/kaki dengan meja,
bantal, dan lain-lain
membantu menurunkan
kelemahan otot dan dapat
sebagai alat ekspansi
dada.

 Pencetus tipe reaksi alergi


 Pertahankan posisi
pernapasan yang dapat
lingkungan minimum,
mentriger episode akut.
mis., debu, asap, dan
ulu bantal yang
berhubungan dengan
kondisi individu.

 Memberikan pasien
 Dorong/bantu latihan
beberapa cara untuk
napas abdomen atau
mengatasi dan
bibir
mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan
udara.
 Observasi karakteristik
 Batuk dapat menetap
batuk, mis., menetap,
tetapi tidak efektif,
batuk pendek, basah.
khususnya bila pasien
Bantu tindakan untuk
lansia, sakit akut, atau
memperbaiki
kelemahan. Batuk paling
keefektifan upaya
efektif pada posisi duduk
batuk.
tinggi atau kepala di
bawah setelah perkusi
dada.
 Tingkatkan masukan
 Hidrasi memebantu
cairan sampai
menurunkan kekentalan
3000ml/hari sesuai sekret, mempermudah
toleransi jantung. pengeluaran.
Pengguanaan cairan
hangat dapat menurunkan
spasme bronkus. Cairan
selama makan dapat
meningkatkan distensi
gaster dan tekanan pada
diafragma.

Kolaborasi
 Berikan obat sesuai  Merilekskan otot halus
indikasi. dan menurunkan kongesti
lokal, menurunkan spasme
Bronkodilator, mis., β-
jalan napas, mengi, dan
agonis: epinefrin
produksi mukosa. Obat-
(Adrenalin,
obat mungkin per oral,
Vaponefrin); albuterol
injeksi, atau inhalasi.
( Proventil, Ventolin);
terbutalin (Brethine,  Menurunkan edema
Brethaire); isoetarin mukosa dan spasme otot
(Brokosol, polos dan dapat juga
Bronkometer); menurunkan kelemahan
Xantin, mis.aminofilin, otot dan meningkatkan
oxtrifilin, teofilin. kontraktilitas diafragma.

 Menurunkan inflamasi
jalan napas lokal dan
Kromolin (intal),
edema dengan
flunisolida (Aerobid)
menghambat efek
histamin dan mediator
lain.
 Kortikosteroid digunakan
Steroid oral, IV, dan
untuk mencegah reaksi
inhalasi;
alergi atau menghambat
metilprednisolon
pengeluaran histamin,
(Medrol);
menurunkan berat dan
deksametason
frekuensi spasme jalan
(Decadral);
napas, inflasi pernafasan
antihistamin mis.
dan dispnea
Beklometason,
triamnisolon;  Banyak antimikroba dan
diindikasikan untuk
Antimikrobal; mengontrol infeksi
pernapasan/pneumonia.

 Batuk menetap yang


Analgesik, penekan
melelahkan perlu ditekan
batuk/antitusif mis.,
untuk menghemat energi
kodein, produk
dan memungkinkan pasien
dextrometorfan (Benylin
istirahat.
DM, Comtrex,
Novahistine).  Kelembaban menurunkan
 Berikan humidifikasi kekentalan sekret
tambahan, mis., mempermudah
nebuliser ultranik, pengeluaran dan dapat
humidifier aerosol membantu
ruangan menurunkan/mencegah
pembentukan mukosa
tebal pada bronkus.

 Bantu pengobatan  Drainase postural dan


pernapasan mis., IPPB, perkusi bagian penting
fisioterapi dada.
untuk membuang
banyaknya sekresi/kental
dan memperbaiki ventilasi
pada segmen dasar paru.
 Awasi/buat grafik seri Catatan: dapat
GDA, nadi oksimetri, meningkatkan spasme
foto dada. bronkus pada asma.

 membuat dasar untuk


pengawasan
kemajuan/kemunduran
proses penyakit dan
komplikasi.

 Diagnosa 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan


ketidaksamaan ventilasi perfusi.

Tujuan Kreteria Intervensi Rasional


Setelah dilakukan  Frekuensi Mandiri
ASKEP selama … jantung normal  Kaji frekuensi,  Berguna dalam evaluasi
x… jam (16-20 x/menit) kedalaman pernapasan. derajat distress pernapasan
diharapkan tidak  Tidak terdapat
Catat penggunaan otot dan/atau kronisnya proses
terjadi gangguan disritmia
 Melaporkan aksesori, napas bibir, penyakit.
pertukaran gas.
penurunan ketidakmampuan
dispnea bicara/berbincang.
 Menunjukkan  Pengiriman oksigen dapat
perbaikan dalam  Tinggikan kepala diperbaiki dengan posisi
laju aliran tempat tidur, bantu duduk tinggi dan latihan
ekspirasi
pasien untuk memilih napas untuk menurunkan
posisi yang mudah kolaps hjalan napas,
untuk bernapas. dispnea dan kerja napas.
Dorong napas dalam
perlahan atau napas
bibir sesuai dengan  Sianosis mungkin perifer
kebutuhan/toleran (terlihat pada kuku) atau
tubuh. sentral (terlihat di sekitar
bibir atau daun telinga).
 Kaji/awasi secara rutin
Keabu-abuan dan dianosis
kulit dan warna
sentral mengindikasikan
membrane mukosa.
beratnya hipoksemia.

 Bunyi napas mungkin


redup karena adanya
penurunan aliran udara
 Auskultasi bunyi napas,
atau area konsolidasi.
catat area penurunan
Adany mengi
aliran udara dan/atau
mengindikasikan spasme
bunyi tambahan.
bronkus/ tertahannya
sekret. Krekels basah
menyebar menunjukkan
cairan pada
 Awasi tingkat interstisial/dekompensasi
kesadaran/status jantung.
mental. Selidiki adanya
 Gelisah dan ansietas
perubahan.
adalah manifestasi umum
pada hipoksia. GDA
memburuk disertai
 Evaluasi tingkat bingung/somnolen
toleransi aktifitas. menunjukkan disfungsi
Berikan lingkungan serebral yang
tenang dan kalem. berhubungan dengan
Batasi aktifitas pasien hipoksemia.
atau dorong untuk  Selama distres pernapasan
tidur/istirahat di kursi berat/ akut/ refraktori
selama fase akut. pasien secara total tidak
Mungkinkan pasien mampu melakukan
melakukan aktifitas aktifitas sehari-hari karena
secara bertahap dan hipoksemia dan dispnea.
tingkatkan sesuai Istirahat diselingi aktivitas
toleransi individu. perawatan masih penting
dari program pengobatan.
Namun, program latihan
ditunjukkan untuk
 Awasi tanda vital dan
meningkatkan ketahanan
irama jantung
dan kekuatan tanpa
menyebabkan dispnea
berat, dan dapat
meningkatkan rasa sehat.

 Takikardia, disritmia, dan


perubahan TD dapat
menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.

Kolaborasi
 Awasi/ gambarkan seri  PaCO2 biasanya
GDA dan nadi meningkat (bronkitis,
oksimetri emfisema) dan PaO2
secara umum menurun,
sehingga hipoksia terjadi
dengan derajat lebih kecil
atau lebih besar. Catatan:
PaCO2 ”normal” atau
 Berikan oksigen meningkat menandakan
tambahan yang sesuai kegagalan pernapasan
dengan indikasi hasil yang akan datang selama
GDA dan toleransi asmatik.
pasien.
 Dapat memperbaiki atau
mencegah memburuknya
hipoksia. Catatan:
emfisema kronis,
 Berikan penekan SSP mengatur pernapasan
(mis., antiansietas, pasien ditentukan oleh
sedatif, atau narkotik) kadar CO2 dan mungkin
dengan hati-hati. dikeluarkan dengan
peningkatan PaO2
berlebihan.

 Digunakan untuk
 Bantu intubasi, mengontrol ansietas/
berikan/pertahankan gelisah yang
ventilasi mekanik, dan meningkatkan konsumsi
pindahkan ke UPI oksigen/kebutuhan,
sesuai instruksi untuk eksaserbasi dispnea.
pasien. Dipantau ketat karena
dapat terjadi gagal napas.

 Terjadinya/kegagalan
napas yang akan datang
memerlukan upaya
tindakan penyelamatan
hidup.
 Diagnosa 3 : Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan napas
pendek dan produksi sputum.

Tujuan Kreteria Intervensi Rasional


Setelah dilakukan  Melatih  Ajarkan pasien  Membantu pasien
ASKEP pernapasan bibir pernapasan diafragmatik memperpanjang waktu
selama ...x... jam dirapatkan dan dan pernapasan bibir ekspirasi. Dengan teknik ini
diharapkan pola diafragmatik dirapatkan. pasien akan bernapas lebih
napas efektif serta efisien dan efektif.
 Berikan dorongan untuk
 Memberikan jeda aktivitas
menggunakanny
menyelingi aktivitas
akan memungkinkan pasien
a ketika sesak
dengan periode istirahat.
napas dan saat untuk melakukan aktivitas
Biarkan pasien membuat
tanpa distress berlebih.
melakukan
beberapa keputusan
aktivitas
(mandi, bercukur) tentang
 Memperlihatkan
perawatannya
tanda-tanda
berdasarkan pada tingkat  Menguatkan dan
penurunan
toleran pasien. mengkondisikan otot-otot
upaya bernapas
 Berikan dorongan pernapasan.
dan membuat
penggunaan pelatihan
jarak dalam
otot-otot pernapasan jika
aktivitas.
diharuskan.
 Menggunakan
pelatihan otot-
otot inspirasi
seperti yang di
haruskan.

 Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan produksi sputum berlebih.

Tujuan Kriteria Intervensi Rasional

Setelah dilakukan  menunjukkan Mandiri


 Kaji kebiasaan diet,  Pasien distress pernapasan
ASKEP perilaku
selama ...x... jam masukan makanan saat akut sering anoreksia karena
mempertahan
ini. Catat derajat kesulitan dispnea, produksi sputum,
diharapkan
terpenuhinya kn masukan makanan. Evaluasi berat dan obat. Selain itu, pasien
kebutuhan nutrisi nutrisi badan dan ukuran tubuh. PPOM mempunyai
sesuai kebutuhan. adekuat kebiasaan makan buruk,
meskipun kegagalan
 Mengidentifik
pernapasan membuat status
asi kebutuhan
hipermetabolik dengan
nutrisi
peningkatan kebutuhan
individual
kalori. Sebagai akibat pasien
 Peningkatan sering masuk RS dengan
 Auskultasi bunyi usus.
asupan masukan beberapa derajat malnutrisi.
dari sepertiga Orang yang mengaliami
porsi menjadi emfisema sering kurus
setengah porsi dengan perototan kurang.
untuk setiap kali  Penurunan bising usus
makan menunjukkan penurunan
 Berikan perawatan oral motilitas gaster dan
sering , buang secret, konstipasi (komplikasi
berikan wadah khusus umum) yang berhubungan
untuk sekali pakai dan dengan pembatasan
tisu. pemasukan cairan, pilihan
makanan buruk, penurunan
 Dorong periode istirahat aktivitas dan hipoksemia.
semalam 1 jam sebelum  Rasa tak enak, bau dan
dan sesudah makan. penampilan adalah
Berikan porsi kecil tapi pencegah utama terhadap
sering. nafsu makan dan dapat
membuat mual dan muntah
 Hindari makanan
dengan peningkatan
penghasil gas dan
kesulitan napas.
minuman karbonat.  Membantu menurunkan
kelemahan selama waktu
 Hindari makanan yang makan dan memberikan
sangat panas atau sangat kesempatan untuk
dingin. meningkatkan masukan
 Timbang berat badan
kalori total.
sesuai indikasi  Dapat menghasilkan distensi
abdomen yang mengganggu
Kolaborasi
napas abdomen dan gerakan
 Konsul ahli gizi/nutrisi
diafragma, dan dapat
pendukung tim untuk
meningkatkan dispnea.
memberikan makanan  Suhu ekstrem dapat
yang mudah di cerna, mencetus/meningkatkan
secara nutrisi seimbang, spasme batuk.
mis.nutrisi tambahan  Berguna untuk menentukan

oral/selang, nutrisi kebutuhan kalori, menyusun

parental tujuan berat badan, dan


 Kaji pemeriksaan evaluasi keadekuatan
laboratorium, mis.albumin rencana nutrisi.
serum, transferin, profil  Metode makan dan

asam amino, besi, kebutuhan kalori didasarkan

pemeriksaan pada situasi/kebutuhan

keseimbangan nitrogen, individu untuk memberikan

glukosa, pemeriksaan nutrisi maksimal dengan

fungsi hati, elektrolit. upaya minimal

Berikan pasien/penggunaan energy.

vitamin/mineral/erlektrolit  Mengevaluasi/mengatasi
sesuai indikasi. kekurangan dan mengawasi
keefektifan tiap nutrisi.

 Diagnose 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


hipoksemia,keletihan, pola napas tidak efektif.

Tujuan Kriteria Intervensi Rasional


Setelah dilakukan  Melakukan  Dukung pasien dalam  Otot-otot yang mengalami
ASKEP aktivitas dengan menegakkan regimen kontaminasi membutuhkan
selama ...x... jam napas pendek latihan teratur dengan cara lebih banyak oksigen dan
diharapkan dapat lebih sedikit. berjalan atau latihan memberikan beban
melakukan  Mengungkapkan lainnya yang sesuai, tambahan pada paru-paru.
perlunya untuk
aktivitas seperti melakukan seperti berjalan perlahan. Melalui latihan yang
 Sarankan konsultasi
orang normal latihan setiap teratur, bertahap, kelompok
dengan ahli terapi fisik
(sehat) hari dan otot ini menjadi lebih
memperagakan untuk menentukan terkondisi, dan pasien dapat
program latihan spesifik
rencana latihan melakukan lebih banyak
yang akan di terhadap kemampuan tanpa mengalami napas
pasien. Siapkan unit
lakukan di pendek. Latihan yang
rumah. portable untuk berjaga- bertahap memutus siklus
 Berjalan dan jaga jika diperlukan. yang melemahkan ini.
secara bertahap
meningkatkan
waktu dan jarak
berjalan untuk
memperbaiki
kondisi fisik.
 Minimal bisa
berjalan 10-15
meter.

 Diagnosa 6 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan obstruktif kerusakan


alveoli.

Tujuan Kriteria Intervensi Rasional


Setelah dilakukan  Pasien tidak Mandiri
 Awasi suhu
ASKEP selama demam  Demam dapat
...x... jam  Pasien dapat
 Kaji pentingnya terjadi karena
diharapkan dapat mempraktekkan infeksi dan /atau
latihan napas, batuk
bagaimana cuci dehidrasi.
melakukan efektif, perubahan
aktivitas seperti tangan yang  Aktivitas ini
posisi sering, dan
orang normal benar. meningkatkan
masukan cairan
 Antara aktivitas mobilisasi dan
(sehat) adekuat.
dan istirahat pengeluaaran
 Tunjukan dan bantu
sudah seimbang. secret untuk
pasien tentang
menurunkan
pembuangan tisu an resiko terjadinya
sputum. Tekankan infeksi paru.
cuci tangan yang  Mencegah
benar (perawat dan penyebaran
pasien) dan pathogen melalui
cairan.
penggunaan sarung
tangan bila
memegang/membua
ng tisu, wadah
sputum.
 Awasi pengunjung;
berikan masker
sesuai indikasi.
 Dorong  Menurunkan
potensial terpajan
keseimbangan
pada penyakit
antara aktivitas dan
infeksius
istirahat. (mis.ISK)

 Menurunkan
 Diskusikan konsumsi/kebutu
han
kebutuhan masukan
keseimbangan
nutrisi adekuat. oksigen dan
Kolaborasi memperbaiki
 Dapatkan specimen pertahanan pasien
sputum dengan
terhadap infeksi.
Meningkatkan
batuk atau
penyembuhan.
penghisapan untuk
pewarnaan kuman  Malnutrisi dapat
mempengaruhi
Gram,
kesehatan umum
kultur/sensitivitas. dan menurunkan
 Berikan
tahanan terhadap
antimikroba sesuai infeksi.
indikasi.

 Dilakukan untuk
mengidentifikasi
organism
penyebab dan
kerentanan
terhadap berbagai
antimicrobial.

 Dapat diberikan
untuk organism
khusus yang
teridentifikasi
dengan kultur dan
sensitivitas, atau
diberikan secra
profilaktit karena
resiko tinggi.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi dibuat berdasarkan perencanaan yang sudah dibuat.
E. EVALUASI
 Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
kontriksi bronkus peningkatan pembentukan sputum, batuk tidak efektif,
infeksi bronkopulmonal.
 Pasien mengatakan tidak sesak.
 Pada saat batuk produksi sputum berkurang,
 Frekuensi napas normal (16-20 x/menit)

 Diagnosa 2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan


ventilasi perfusi.
 Pasien mengatakan saat bernapas tidak lagi menggunakan bibir dan tidak
mengalami sesak.
 Tidak menunjukkan tanda-tanda gelisah,
 Tidak terdapat disritmia
 Tidak Dispnea
 Tidak ada sianosis
 Diagnosa 3 : Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan napas
pendek dan produksi sputum.
 Pasien mengatakan sudah bisa menggunakan pernapasan diafragma dan
bibir dirapatkan.
 Klien menunjukkan penurunan tanda-tanda upaya bernapas.

 Diagnosa 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan produksi sputum berlebih.

 Pasien mengatakan nafsu makannya meningkat dan mengerti bahwa


tubuhnya membutuhkan asupan makanan

 Pasien menghabiskan ½ porsi makanan yang disediakan

 Diagnose 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan


hipoksemia,keletihan, pola napas tidak efektif.
 Pasien mengatakan sudah bisa berjalan ±5 meter.
 Klien dapat melakukan aktivitas dan latihan dengan napas pendek lebih
sedikit
 Klien dapat mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari dan
memperagakan rencana latihan yang akan di lakukan di rumah.
 Klien mampu berjalan dan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak
berjalan untuk memperbaiki kondisi fisik.
 Minimal bisa berjalan 10-15 meter.

 Diagnosa 6 : Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan obstruktif kerusakan


alveoli.
 Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
 Pasien tidak demam
 Pasien dapat mempraktekkan bagaimana cuci tangan yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddart. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2.
Jakarta, EGC.
2. Doenges, Moorhouse, Geissler. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta.
EGC.
3. Price, Sylvia. 2003 . Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC
4. Carpenito-Moyet, Lynda Juall.2006.Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta :
EGC

5. NANDA, Panduan Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006.

6. Sarwono, W.2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai