Oleh
Asri Bekti Wuryandari
SN211017
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) ataupun COPD adalah klasifikasi
luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema
dan asma. PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan
dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-
paru. (Bruner & Suddarth, 2017).
PPOK adalah penyakit pernafasan yang dikarakteristikkan oleh obstruksi
pada aliran udara yang penyebab utamanya adalah inflamasi jalan nafas,
perlengketan mukosa, penyempitan lumen jalan nafas atau kerusakan jalan
nafas. (Doenges,2017).
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan peningkatan
retensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya yang
merupakan bentuk kesatuan dari penyakit bronkitis kronis dan emfisema paru
ataupun asma bronkial. (Sylvia A. Price , 2020)
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai dengan
gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang
disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak
mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah
kejadian akut dalam perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya
perubahan basal sesak napas, batuk, dan/atau sputum yang diluar batas
normal da lam variasi hari ke hari (GOLD, 2019). Penyakit yang termasuk
dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah sebagai berikut:
a. Bronkitis kronis
Didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan
dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut.
b. Emfisema
Didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar
bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli.
c. Asma
Adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
2. Etiologi
Menurut (Sylvia A. Price , 2020) etiologi penyakit ini belum diketahui.
Penyakit ini dikaitkan dengan factor faktor risiko yang terdapat pada
penderita antara lain:
a. Merokok
b. Polusi udara
c. Infeksi paru-paru berulang
d. Umur (semakin tua semakin berisiko)
e. Jenis kelamin
f. Ras
g. Pemajanan tempat kerja ( batu bara, kapas, padi-padian)
3. Manifestasi Klinis
a. Dispnue
Dispnea sering menjadi alasan utama pasien PPOK mencari bantuan
tenaga kesehatan Dispnea digambarkan sebagai usaha bernafas yang
meningkat, berat, kelaparan udara atau gasping, sesak nafas pada PPOK
bersifat persisten dan progresif. Awalnya sesak nafas hanya dirasakan
ketika beraktifitas seperti berjalan , berlari dan naik tangga yang dapat
dihindari, tetapi ketika fungsi paru memburuk, sesak nafas menjadi lebih
progresif dan mereka tidak dapat melakukan aktifitas sebagimana orang
lain dengan usia yang sama dapat melakukannya (GOLD, 2019).
b. Batuk
Batuk Kronis menjadi gejala pertama dari pasien PPOK, setelah
merokok atau terpapar oleh polutan lingkungannya. Pada awalnya batuk
hanya sebentar kemudian lama kelamaan hadir sepanjang hari
c. Pink Puffers
Puffers adalah timbulnya dispnue tanpa disertai batuk dan produksi
sputum yang berarti. Biasanya dispnue timbul anatara usia 30-40 tahun
dan semakin lama semakin berat. Pada penyakit yang sudah lanjut pasien
akan kehabisan nafas sehingga tidak lagi dapat makan dan tubuhnya
menjadi kurus selain itu untuk mengambil nafas mereka menggunakan
pursed lips breathing yang biasanya terjadi pada penderita emfisema
d. Blue Blaters
Pada tahap lanjut PPOK pasien akan mengalami blue blaters yaitu
kondisi batuk produkfi dan berulang kali mengalami infeksi pernapsan
yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun sebelum tampak gangguan
fungsi paru. Biasanya ini dimulai dari usia 20-30 tahun yang akan diikuti
munculnya dispneu pada saat melakukan aktifitas fisik. Tampak gejala
berkurangnya nafas sehingga mengalami hipoventilasi menjadi hipoksia
dan hiperkapnia. Hipoksia kronis ini akan merangsang ginjal untuk
eritroprotein meningkatkan produksi sel darah merah sehingga terjadi
polisitemia sekunder. Kadar Hb dapat mencapai 20 g/100 ml atau lebih
dan sianosis mudah tampak karena hemoglobin yang tereduksi. Blue
blaters adalah gambaran khas pada bronkitis kronis dimana pasien gemuk,
sianosis, terdapat oedema tungkai, dan ronki basah di basal paru, sianosis
sentral dan perifer
e. Produksi sputum
Pasien PPOK umumnya disertai batuk produktif. Batuk kronis dan
pembentukan sputum mukoid atau mukopurulen selama sedikitnya 3 bulan
dalam setahun, sekurang-kurangnya 2 tahun berturut-turut merupakan
gejala klinis dari bronkitis kronis (GOLD, 2019)
f. Wheezing dan sesak dada
Wheezing dan sesak dada adalah gejala yang spesifik dan bervariasi
dari satu pasien dengan pasien yang lain. Gejala ini dojumpai pada PPOK
ringan yang lebih spesifik kepada asma atau pada PPOK berat atau sangat
berat. Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama
inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari brnkiolus yang
sempit (mengalami oedem dan berisi mukus), yang dalam kondisi normal
akan berkontraksi sampai pada tingkat tertentu pada saat ekspirasi. Udara
terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan sehingga terjadi
hiperinflasi progresif paru. Sewaktu pasien berusaha memaksakan udara
keluar akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas
asma. Sedangkan sesak dada adalah kondisi yang buruk sebagai kontraksi
isometrik otot-otot interkostal
g. Perubahan Bentuk Dada
Pada pasien PPOK dengan stadium lanjut akan ditemukan tanda-
tanda hiperinflasi paru seperti barrel chest dimana diafragma terletak lebih
rendah dan bergerak tidak lancar, kifosis, diameter antero-posterior
bertambah, jarang tulang rawan krikotiroid dengan lekukan suprasternal
kurang dari 3 jari, iga lebihh horizontal dan sudut subkostal bertambah
4. Komplikasi
a. Insufiensi Pernapasan
Pasien PPOK dapat mengalami gagal napas kronis secara bertahap
ketika struktur paru mengalami kerusakan secara irreversible. Gagal napas
dapat terjadi apabila penurunan oksigen terhadap karbon dioksida dalam
paru menyebabkan ketidakmampuan memelihara laju kebutuhan oksigen.
Hal ini dapat mengakibatkan tekanan oksigen arteri krang dari 50 mmHg
dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besa dari 45 mmHg
b. Atelektasis
Obstruksi bronkial oleh sekresi merupakan penyebab utama
terjadinya kolap pada alveolus, lobus, atau unit paru yang lebih besar.
Sumbatan akan mengganggu alveoli yang normalnya menerima udara dari
bronkus. Udara alveolar yang terperangkap menjadi terserap kedalam
pembuluh darah tetapi udara luar tidak dapat menggantikan udara yang
terserap karena obstruksi. Akibatnya paru menjadi terisolasi karena
kekurangan udara dan ukurannya menyusut dan bagian sisa paru lainnya
berkembang secara berlebihan
c. Pneumonia
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang
disebabkan oleh agen infeksius. PPOK mendasari terjadinya pneumoni
karena flora normal terganggu oleh turunnya daya tahan hospes. Hal ini
menyebabkan tubuh menjadi rentan terhadp infeksi termasuk diantaranya
mereka yang mendapat terapi kortikosteroid dan agen imunosupresan
lainnya
d. Pneumotoraks
Pneumotarks spontaneous sering terjadi sebagai komplikasi dari
PPOK karena adanya ruptur paru yang berawal dari pneumotoraks tertutup
. Pneumotoraks terjadi apabila adanya hubungan anftara bronkus dan
alveolus dengan rongga pleura, sehingga udara masuk kedalam rongga
pleura melalui kerusakan yang ada
e. Hipertensi Paru
Hipertensi pulmonal ringan atau sedang meskipun lambat akan
muncul pada kasus PPOK karena hipoksia yang menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah kecil paru. Keadaan ini akan menyebabkan
perubahan struktural yang meliputi hiperplasia intimal dan hipertrophi atau
hiperplasia otot halus. Hipertenai pulmonal yang progresif akan
menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan dan akhirnya menyebabkan gagal
jantung kanan. (Moorhead, Sue dkk. (2016).
5. Patofisiologi/Pathway
PPOK dapat terjadi oleh karena terjadinya obstruksi jalan nafas yang
berlangsung bertahun-tahun. Salah satu penyakit yang dapat memicu
terjadinya PPOK ini adalah Asma. Hipersensitif yang terjadi karena bahan-
bahan alergen menyebabkan terjadinya penyempitan bronkus ataupun
bronkiolus akibat bronkospasme, edema mukosa ataupun hipersekresi mukus
yang kental. Karena perubahan anatomis tersebut menyebabkan kesulitan saat
melakukan ekspirasi dan menghasilkan suara mengi. Apabila asma ini terus
berlangsung lama, semakin menyempitnya bronkus atau bronkiolus selama
bertahun-tahun dapat menyebabkan PPOK terjadi.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni jumlah
oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan tubuh.
Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke paru-paru.
Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi
sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas seperti rokok dan polusi udara
menyebabkan perbesaran kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel
goblet akan meningkat jumlahnya, serta fungsi silia menurun menyebabkan
terjadinya peningkatan produksi lendir yang dihasilkan, akan mendatangkan
proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding
bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus
kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal
fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi, pada
saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah penumpukan
udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak
napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan
menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase
ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun
perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et al, 2016).
Pathway menurut Sylvia A. Prince. (2020):
Inflamasi
PPOK
Sputum meningkat
Perubahan anatomis
parenkim paru Batuk
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut (SDKI,2016) berikut ini:
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan hipersekresi jalan napas
ditandai dengan batuk tidak efektif (D.0001)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi ditandai dengan takikardi (D.0003)
c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
ditandai dengan penggunaan otot bantu napas (D.0005)
d. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan kurang ketidakmampuan untuk
mengabsorpsi nutrisi, ketidakmampuan untuk mencerna makanan, asupan
diet kurang (D.0032)
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen, imobilitas, dan fisik tidak bugar (D.0056)
3. Perencanaan Keperawatan (Tujuan, kriteria hasil, dan tindakan
keperawatan menggunakan SDKI, SLKI, SIKI)
4. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
atau intervensi yang telah disusun pada tahap perencanaan (Nursalam, 2016)
5. Evaluasi
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.
Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap
tahapanproses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan tindakan dan
evaluasi itu sendiri (Basford, Lynn & Slevin, Oliver (2018)
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana:
S: (Subjektif)
Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan
tindakan keperawatan
O: (Objektif)
Data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung
kepada klien dan yang dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan
A: (Analisis)
Interpretasi dari data subjektif dan data objektif merupakan suatu masalah
atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau juga dapat dituliskan
masalah atau diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan
klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif.
Daftar Pustaka
Basford, Lynn & Slevin, Oliver (2018). Teori & Praktik Keperawatan.
Jakarta:EGC
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. (2019). Global Strategy
for The Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease. Barcelona : Medical Communications Resources.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI