Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN PPOM

A. Konsep Penyakit

1. Definisi Penyakit Paru Obstuktif Menahun

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) atau Penyakit Paru

Obstruktif Menahun (PPOM) adalah klasifikasi luas dari gangguan

yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma.

(Bruner & Suddarth: 2002). PPOM merupakan kondisi ireversibel

yang berkaitan dengan dispnea (sesak nafas) saat aktivitas dan

penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

Penyakit paru obstruksi menahun (PPOM), yang juga disebut Chronic

Obstructive Pulmonary Disease (COPD), merupakan suatu istilah yang

sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang

berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap

aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit

yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah

terjadi karena emfisema, bronkitis kronis, asma, atau gabungan semua

gangguan ini. Biasanya terdapat lebih dari satu keadaan yang

melandasi PPOM dan terjadi secara bersamaan.

PPOM adalah suatu penyumbatan menetap pada saluran pernafasan

yang disebabkan oleh emfisema atau bronkitis kronis. PPOM lebih

sering menyerang laki-laki dan sering berakibat fatal. PPOM juga lebih

1
sering terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang

diturunkan.

Bekerja di lingkungan yang tercemar oleh asap kimia atau debu yang

tidak berbahaya, bisa meningkatkan resiko terjadinya PPOM. Tetapi

kebiasaan merokok pengaruhnya lebih besar dibandingkan dengan

pekerjaan seseorang, dimana sekitar 10-15% perokok menderita

PPOM. Angka kematian karena emfisema dan bronkitis kronis pada

perokok sigaret lebih tinggi dibandingkan dengan angka kematian

karena PPOM pada bukan perokok. Sejalan dengan pertambahan usia,

perokok sigaret akan mengalami penurunan fungsi paru-paru yang

lebih cepat daripada bukan perokok. Semakin banyak sigaret yang

dihisap, semakin besar kemungkinan terjadinya penurunan fungsi

paru-paru.

Gejala paling umum dari PPOM adalah produksi sputum, sesak napas

dan batuk yang produktif. Gejala-gejala ini muncul dalam jangka

waktu yang lama dan biasanya bertambah parah seiring waktu. Tidak

jelas apakah terdapat jenis-jenis PPOM yang berbeda. Meski

sebelumnya dibagi menjadi emfisema dan bronkitis kronis, emfisema

hanya merupakan gambaran dari perubahan kondisi paru dan bukan

penyakit itu sendiri, dan bronkitis kronis hanya merupakan gambaran

gejala yang mungkin timbul atau tidak timbul pada penderita PPOM.

2
2. Klasifikasi

a. Bronkitis Kronis

Pada bronkitis kronik dan bronkiolitis, penumpukan lendir dan

sekresi yang sangat banyak menyumbat jalan napas. Bronkitis

kronik merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh

pembentukan mukus yang berlebihan dalam bronkus dan

bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum

selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya

dalam dua tahun berturut-turut. Definisi ini tidak mencakup

penyakit-penyakit seperti bronkiekstatis dan tuberkulosis yang juga

menyebabkan batuk kronik dan pembentukan sputum. Sputum

yang terbentuk dalam bronkitis kronik dapat mukoid atau

mukopurulen.

b. Emfisema

Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan

karbondioksida, terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang di

sebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru. Emfisema

paru merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang

ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak

normal, serta destruksi atau kerusakan dinding alveolar. Emfisema

membuat penderitanya sulit bernafas. Emfisema dapat di diagnosis

secara tepat dengan menggunakan CT scan resolusi tinggi.

3
c. Asma

Pada asma, jalan napas bronkial menyempit dan membatasi jumlah

udara yang mengalir ke dalam paru-paru. Asma merupakan

gangguan inflamasi pada jalan napas yang di tandai oleh obstruksi

aliran udara napas dan respons jalan napas yang berlebihan

terhadap berbagai bentuk rangsangan. Obstruksi jalan napas yang

menyebar luas tetapi bervariasi ini disebabkan oleh brokospasme,

edema mukosa jalan napas dan peningkatan produksi mukus atau

lendir disertai penyumbatan serta remodiling jalan napas. Penyakit

ini merupakan salah satu bentuk penyakit PPOM, yaitu penyakit

paru jangka panjang yang ditandai oleh peningkatan resistensi jalan

napas.

d. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik yang

mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru

dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-

benda dari saluran pernapasan atas, dan tekanan terhadap tumor,

pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaran nodus limfe.

3. Etiologi Penyakit Paru Obstruktif Menahun

a. Bronkitis

1) Batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)

2) Sesak napas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan

4
3) Sering menderita infeksi pernapasan (misalnya flu)

4) Lelah

5) Pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan

kanan

6) Wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna

kemerahan

7) Pipi tampak kemerahan

8) Sakit kepala

b. Emfisema

1) Dispnea

2) Takipnea

3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan

4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang

paru

5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan

ekspirasi

6) Hipoksemia

7) Hiperkapnia

8) Anoreksia

9) Penurunan BB

10) Kelemahan

5
c. Asma

1) Batuk

2) Dispnea

3) Hipoksia

4) Takikardi

5) Berkeringat

6) Pelebaran tekanan nadi

d. Bronkiektasis

Etiologi penyakit ini belum diketahui. Penyakit ini dikaitkan

dengan faktor-faktor risiko yang terdapat pada penderita antara

lain:

1) Merokok sigaret yang berlangsung lama

2) Polusi udara

3) Infeksi peru berulang

4) Umur

5) Jenis kelamin

6) Ras

7) Defisiensi alfa-1 antitripsin

8) Defisiensi anti oksidan

6
4. Patofisiologi Paru Obstruktif

a. Patofisiologi Bronkitis

Perjalanan penyakit Bronkitis sangat kompleks dan komprehensif

sehingga mempengaruhi semua sistem tubuh. Dalam prosesnya,

penyakit ini bisa menimbulkan kerusakan pada alveolar sehingga

bisa mengubah fisiologi pernafasan. Kemudian mempengarui

oksigenasi tubuh secara keseluruhan.

Merokok salah satu penyebab utama Bronkitis, akan mengganggu

kerja silia serta fungsi sel-sel makrofag dan menyebabkan

inflamasi pada jalan napas, peningkatan produksi lendir atau

mukus, destruksi sputum alveolar serta fibrosis peribronkial.

Perubahan inflamatori yang dini dapat di pulihkan jika pasien

berhenti merokok sebelum penyakit paru meluas. Sumbatan mukus

dan penyempitan jalan napas terperangkap, seperti pada bronkitis

kronis dan emfisema. Hiperinflasi terjadi pada alveoli paru ketika

pasien menghembuskan napas keluar. Pada inspirasi, jalan napas

akan melebar sehingga udara dapat mengalir melalui tempat

obstruksi. Pada ekspirasi jalan napas menjadi sempit dan aliran

udara napas akan terhalang. Keadaan udara napas yang

terperangkap umumnya terjadi pada asma dan bronkitis kronis.

Pada Bronkitis, peningkatan obstruksi jalan napas membuat aliran

udara napas semakin tergangggu. Hipoksia dan hiperkarbia yang di

7
timbulkan dapat menyebabkan efek vasodilatasi pada arteriol

sistemik. Walaupun demikian, hipoksia akan meningkatkan

vasokontriksi pembuluh darah paru. Hati akan membesar sehingga

dapat diraba dan terasa nyeri ketika ditekan. Gejela ini timbul

karena hati mengalami kongesti dan berpindah kebawah akibat

lemak diafragma yang rendah. Mekanisme kompensasi mulai

mengalami kegagalan dan jumlah darah yang tersisa dalam

ventrikel kanan pada akhir diastol semakin bertambah sehingga

terjadi dilatasi ventrikel. Peningkatan tekanan intratorakal akan

menghalangi aliran balik vena dan menaikan tekanan vena

jugularis. Edema perifer dapat terjadi, dan hipertrofi ventrikel

kanan bertambah secara progresif. Arteri pulmonalis utama

melebar, keadaan hipertensi pulmoner semakin bertambah berat

dan akhirnya terjadi gagal jantung.

Bronkitis kronis ditandai dengan pembentukan mukus yang

berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronis

dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun,

sekurang-kurangnya dalam 2 tahun berturut-turut. Asap yang

mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekrasi lendir dan

inflamasi. Karena iritasi yang konstan kelenjar-kelenjar yang

mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi

silia menurun dan lebih banyak lendir yang di hasilkan. Akibatnya,

brokiolus menjadi menyempit dan tersumbat. Alveoli yang

8
berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk

fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar, yang

berperan penting dalam menghancurkan partikel asing, termasuk

bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi

pernapasan.

Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan

fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya, mungkin

terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan

mengakibatkan emfisema.

Pathway

Saluran nafas dalam Invasi virus respiratori,


adenovirus parainfluensa,
rhinovelus, alergen, emosi/
Hipertermi Gangguan pembersihan di setres, obat-obatan, asap
paru-paru rokok

Radang/inflamsi pada Radang Bronkial


bronkus

Akumulasi Mukus Produksi Mukus Kontriksi berlebihan

Timbul reaksi balik Edema/pembengkakan Hiperventilasi paru


pada mukosa/sekret

Pengeluaran energi Atelektasis


berlebihan Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
Hipoxemia

9
Kelelahan Intoleransi aktivitas
Kompensasi frekuensi
napas
Anoreksia Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Ketidakefektifan pola
napas

Sumber: Nanda nic-noc

b. Patofisiologi Emfisema

Pada emfisema paru terjadi perubahan anatomis parenkim paru,

dimana terjadi pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang

tidak normal dan destruksi dinding alveolar. Pada emfisema,

beberapa faktor terjadinya obstruksi jalan napas yaitu: inflamasi,

produksi lendir yang berlebihan, kolaps bronkiolus dan redistribusi

udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami

kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan

kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan

ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat

terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan

difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir

penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan,

10
mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah

arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring kapiler

pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan

ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah

yang tinggi dalam arteri pulmonal.

Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal)

adalah salah satu komplikasi emfisema. Terdapatnya kongesti,

edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar

menandakan terjadinya gagal jantung. Sekresi meningkat dan

tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk

membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarakan sekresi.

Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru yang

mengalami emfisema memperberat masalah. Individu dengan

emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran

keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan hiperekspansi

kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, di

butuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positf dalam

tingkat yang adekuat harus dicapai dan di pertahankan selama

ekspirasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi

menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot. Sesak napas pasien

terus meningkat, dada menjadi kaku dan terfiksasi pada

persendiannya.

11
Terdapat dua jenis emfisema utama, yang di klasifikasikan

brdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru, yaitu

panlobular dan sentrilobular.

Pada panlobular terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus

alveolar dan alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit

banyak membesar, dengan sedikit penyakit imflamasi. Pasien

dengan emfisema jenis ini secara khas mempunayi dada yang

hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan

berat badan. Istilah “pink puffer” kadang digunakan dalam

menggambarkan pasien ini. Dalam bentuk sentrilobular perubahan

patologi terutama terjadi pada pusat lobus sekunder, dan porsi

perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan rasio

perfusi-vntilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnea

(peningkatan karbondioksida dalam darah arteri).

12
Pathway

Sumber: aininurseskill.blogspot.com

c. Patofisiologi Asma

Pada asma terjadi penyempitan jalan napas secara periodik dan

reversibel akibat bronkospasme. Obstruksi jalan napas pada asma

bisa terjadi karena, kontraksi otot yang mengelilingi bronki yang

menyempitkan jalan napas, pembengkkan membran yang melapisi

bronki dan pengisian bronki dengan mukus yang kental, banyak di

hasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara

terperangkap didalam jaringan paru. Beberapa individu dengan

asma mengalami respons imun yang buruk terhadap lingkungan

13
mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-

sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen

mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan

pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin,

bradikinin, dan prostaglandin, serta anafilksis dari substansi yang

bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru

mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan

bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan

pembentukan mukus yang sangat banyak.

Abnormal pertukaran udara pada paru-paru terutama berhubungan

dengan tiga mekanisme berikut ini:

1) Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hal ini menjadi penyebab

utama hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam darah.

Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi

aliran darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Peningkatan

keduanya terjadi ketika penyakit yang semakin berat sehingga

menyebabkan kerusakan pada alveolar. Ventilasi dan perfusi

yang menurun bisa dilihat pada pasien PPOK dimana saluran

pernapasannya terhalang oleh mukus kental atau

bronkospasme. Disini penurunan ventilasi akan terjadi, tetapi

perfusi akan sama atau berkurang sedikit.

2) Mengalirnya darah kapiler pulmo. Darah yang tidak

mengandung oksigen dipompa dari ventrikel kanan ke paru-

14
paru, beberapa diantaranya melewati kapiler pulmo tanpa

mengambil oksigen. Hal ini juga disebabkan oleh

meningkatnya sekret pulmo yang menghambat alveoli.

3) Difusi gas yang terhalang biasanya terjadi akibat dari

berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara atau

meningktnya sekresi sehingga menyebabkan difusi menjadi

semakin sulit.

Secara patologis terdapat tiga mekanisme terjadinya obstruksi

adalah:

1) Intraluminer, akibat infeksi dan iritasi yang menahun, lumen

bronkus sebagian tertutup oleh sekret yang berlebihan seperti

pada bronkitis.

2) Intramural, terjadinya penebalan dinding bronkus akibat:

a) Kontraksi otot polos bronkus dan bronkiolus seperti pada

asma.

b) Hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mukus.

c) Edema dan inflamasi (peradangan) sering terdapat pada

bronkitis dan asma.

3) Ekstramural, adalah kelainan diluar saluran napas. Destruksi

dari jaringan paru mengakibatkan hilangnya traksi radial

dinding bronkus, ditambah dengan hiperinflasi jaringan paru

menyebabkan penyempitan saluran napas seperti pada

emfisema

15
Pathway

Sumber: setiakawan29.blogspot.com

d. Patofisiologi Bronkiektasis

Pada Bronkiektasis fungsi paru mengalami kemunduran dengan

datangnya usia tua yang disebabkan elastisitas jaringan paru dan

dinding dada makin berkurang. Dalam usia yang lebih lanjut,

kekuatan kontraksi otot pernapasan dapat berkurang sehingga sulit

bernapas.

Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni

jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk

digunakan tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya

dengan arus darah ke paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru

16
juga disebabkan oleh berkurangnya fungsi sistem respirasi seperti

fungsi ventilasi paru. Faktor-faktor risiko tersebut diatas akan

mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan

kerusakan pada dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari

kerusakan akan terjadi obstruksi bronkus kecil (bronkiolus

terminalis), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase

ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada saat inspirasi,

pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan terjadilah

penumpukan udara (air trapping).

Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak napas dengan

segala akibatnya. Adanya obstruksi pada awal ekspirasi akan

menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan

fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi

gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan (Brannon, et

al, 1993).

Kemudian akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada lumen

bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret yang berlebihan, hal

ini menimbulkan dinding bronkus menebal, akibatnya otot-otot

polos pada bronkus dan bronkielus berkontraksi, sehingga

menyebabkan hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mukus dan akhirnya

terjadi edema dan inflamasi. Penyempitan saluran pernapasan

terutama disebabkan elastisitas paru-paru yang berkurang. Bila

17
sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat di buktikan adanya

tanda-tanda obstruksi. Gangguan ventilasi yang berhubungan

dengan obstruksi jalan napas mengakibatkan hiperventilasi (napas

lambat dan dangkal) sehingga terjadai retensi CO2 (CO2 tertahan)

dan menyebabkan hiperkapnia (CO2 di dalam darah/cairan tubuh

lainnya meningkat). Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi

maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang,

sehingga saluran-saluran pernapasan bagian bawah paru akan

tertutup. Pada penderita COPD saluran saluran pernapasan tersebut

akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya

saluran pernapasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan

menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang.

Tergantung dari kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi

kurang/tidak ada, tetapi perfusi baik, sehingga penyebaran

pernapasan udara maupun aliran darah ke alveoli, antara alveoli

dan perfusi di alveoli (V/Q rasio yang tidak sama). Timbul hipoksia

dan sesak napas, lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan

vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia.

18
Pathway

Bronkiektasis Penyakit paru primer Obstruksi saluran napas


(tumor paru, benda
asing, TB paru)
Atelektasis, penyerapan
udara di parenkim dan
sekitarnya tersumbat

Ketidakefektifan pola
Kekurangan mekanisme Kelainan struktur
napas
pertahanan yang didapat congenital (fibrosis
congenital (Ig gama kistik, sindroma
Anitripin alfa I) kartagener, kurangnya
kartilago bronkus) Kuman berkembang dan
v infeksi bakteri pada
Pnumoni berulang Terkumpulnya sekret dinding bronkus

Kerusakan permanen
pada dinding bronkus Kerusakan pada jaringan Peningkatan suhu tubuh
otot dan elastin

v batuk
Ketidakefektifan Hipertermi
Kerusakan bronkus yang
menetap
Inhalasi uap dan gas,
aspirasi cairan lambung
Kemampuan bronkus Tekanan intra pleura lebih
untuk kontraksi negatif dari atmosfer
Ketidakefektifan
berkurang dan selama
bersihan jalan naps
ekspirasi menghilang
Bronkus dilatasi
Kemampuan
mengeluarkanv sekret
menurun

19
Pengumpulan sekret,
infeksi sekunder dan
Mudah terjadi infeksi terjadi siklus

Bronkiektas yang menetap Resiko infeksi

Sumber: Nanda nic-noc

5. Manifestasi Klinis Penyakit Paru Obstruksi Menahun

a. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan

yang cukup berat dan keadaan ini terjadi karena penurunan

cadangan paru.

b. Batuk produktif akibat stimulasi reflkes batuk oleh mukus

c. Dispnea pada aktivitas fisik ringan

d. Infeksi saluran napas yang sering terjadi

e. Hipoksemia intermiten atau kontinu

f. Hasil tes faal yang menunjukkan kelainan yang nyata

g. Deformitas toraks

20
 Faktor Resiko Penyakit Paru Obstruksi Menahun

Berikut ini adalah faktor resiko penyakit paru obstruksi menahun :

a. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi

1) Kebiasaan merokok

Pada perokok berat kemungkinan untuk terjangkit PPOM

menjadi lebih tinggi. Rokok, yang dapat menimbulkan

kelumpuhan bulu getar selaput lender bronchus sehingga

drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

2) Polusi lingkungan

Individu yang tinggal di kota kemungkinan untuk terkena

PPOM lebih tinggi dari pada individu yang tinggal di desa,

karena di kota polusi udaranya lebih tinggi dibandingkan di

desa, polusi udara tersebut dapat disebabkan oleh industri-

industri, kendaraan bermotor, dan lain-lain.

b. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi

1) Bertambahnya usia

2) Jenis kelamin

3) Infeksi bronkus yang berulang

4) Alergi maupun hipersensitif pada bronkus

5) Factor genetic

Dimana terdapat alfa-2 protease inhibitor yang rendah

(penghambat alfa-2 protease)

6) Ras

21
7) Defisiensi alfa-1 antitripsin

8) Defisiensi anti oksidan

9) Pekerjaan

Pekerja tambang yang bekerja di lingkungan yang berdebu

akan lebih mudah terkena PPOM.

6. Komplikasi pada Penyakit Paru Obstruksi Menahun

a. Hipoksemia

Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari

55 mmHg, dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya

klien akan mengalami perubahan mood, penurunan konsentrasi dan

pelupa. Pada tahap lanjut timbul cyanosis.

b. Asidosis Respiratory

Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda

yang muncul antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines,

tachipnea.

c. Infeksi Respiratori

Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi

mukus, peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema

mukosa. Terbatasnya aliran udara akan meningkatkan kerja nafas

dan timbulnya dispnea.

22
d. Gagal jantung

Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit

paru), harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat.

Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis,

tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah

ini.

e. Cardiac Disritmia

Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau

asidosis respiratory.

f. Status Asmatikus

Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma

bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam

kehidupan dan seringkali tidak berespon terhadap therapi yang

biasa diberikan. Penggunaan otot bantu pernafasan dan distensi

vena leher seringkali terlihat.

7. Pemeriksaan Penunjang pada Penyakit Paru Obstruksi Menahun

Pemeriksaan penunjang untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi

Menahun menurut Doenges (2000) antara lain :

a. Pemeriksaan Radiologist

Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan:

23
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis

yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan

tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.

2) Corak paru yang bertambah

Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

a) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary

oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada

emfisema panlobular dan pink puffer.

b) Corakan paru yang bertambah

c) Pemeriksaan faal paru

b. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul

sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan

eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan

eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur

55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja

lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung

kanan.

c. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila

sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P

pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di

V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering

terdapat RBBB inkomplet.

24
d. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

e.  Laboratorium darah lengkap

f. Sinar x dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru,

mendatarnya diafragma, peningkatan area udara retrosternal,

penurunan tanda vaskularisasi atau bula (emfisema), peningkatan

tanda bronkovaskuler (bronkhitis), hasil normal selama periode

remisi (asma).

g. Tes fungsi paru untuk menentukan penyebab dispnea, untuk

menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau

restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk

mengevaluasi efek terapi misalnya bronkodilator.

h. Peningkatan pada luasnya bronkhitis dan kadang-kadang pada

asma, penurunan emfisema.

i. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisema.

j. Volume residu meningkat pada emfisema, bronchitis kronis dan

asma.

k. Forced Expiratory Volume (FEV1) atau FVC. Rasio volume

ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronchitis

dan asma.

l. Bronkogram dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada

inspirasi, kolaps bronkhial pada ekspirasi kuat (emfisema),

pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkus.

m. Hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil

(asma).

25
n. Kimia darah antara lain alfa satu antitripsin dilakukan untuk

meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.

8. Penatalaksanaan

a. Medis

Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi

Menahun menurut Mansjoer (2000) adalah :

1) Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi

udara.

2) Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :

a) Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai

infeksi. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenzae

dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5

g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.

b) Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat

diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H.

Influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi beta

laktamase.

c) Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin,

atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksasebrasi

akut terbukti mempercepat penyembuhan dam membantu

mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam

7-10 hari selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi

26
sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan

antibiotic yang lebih kuat.

d) Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan

pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya

sensitivitas terhadap CO2.

e) Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum

dengan baik.

f) Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya

golongan adrenergik. Pada pasien dapat diberikan

salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250

mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau

aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.

3) Terapi jangka panjang dilakukan dengan :

a) Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang,

ampisillin 4 x 0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian

eksasebrasi akut.

b) Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi

saluran nafas tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini

dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal paru.

c) Fisioterapi.

d) Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.

e) Mukolitik dan ekspektoran.

f) Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal

nafas tipe II dengan PaO2<7,3kPa (55 mmHg).

27
g) Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja,

merasa sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan

sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi pada

pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah

fisioterapi, rehabilitasi psikis dan rehabilitasi pekerjaan.

Asih (2003) menambahkan penatalaksanaan medis pada pasien

dengan Penyakit Paru Obstruksi menahun adalah :

 Penatalaksanaan medis untuk asma adalah penyingkiran agen

penyebab dan edukasi atau penyuluhan kesehatan. Sasaran dari

penatalaksanaan medis asma adalah untuk meningkatkan fungsi

normal individu, mencegah gejala kekambuhan, mencegah

serangan hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan utama

dari berbagai medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah

untuk membuat klien mencapai relaksasi bronkial dengan cepat,

progresif dan berkelanjutan. Karena diperkirakan bahwa inflamasi

adalah merupakan proses fundamental dalam asma, maka inhalasi

steroid bersamaan preparat inhalasi beta dua adrenergik lebih

sering diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid memastikan bahwa

obat mencapai lebih dalam ke dalam paru dan tidak menyebabkan

efek samping yang berkaitan dengan steroid oral.

Direkomendasikan bahwa inhalasi beta dua adrenergik diberikan

terlebih dahulu untuk membuka jalan nafas, kemudian inhalasi

steroid akan menjadi lebih berguna.

28
 Penatalaksanaan medis untuk bronkhitis kronis didasarkan pada

pemeriksaan fisik, radiogram dada, uji fungsi pulmonari, dan

analisis gas darah. Pemeriksaan ini mencerminkan sifat progresif

dari penyakit. Pengobatan terbaik untuk bronkitis kronis adalah

pencegahan, karena perubahan patologis yang terjadi pada penyakit

ini bersifat tidak dapat pulih (irreversible). Ketika individu mencari

bantuan medis untuk mengatasi gejala, kerusakan jalan nafas sudah

terjadi sedemikian besar.

Jika individu berhenti merokok, progresi penyakit dapat ditahan. Jika

merokok dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis

dapat menurun dan pada akhirnya mencapai tingkat seperti bukan

perokok. Bronkodilator, ekspektoran, dan terapi fisik dada diterapkan

sesuai yang dibutuhkan. Penyuluhan kesehatan untuk individu

termasuk konseling nutrisi, hygiene respiratory, pengenalan tanda-

tanda dini infeksi, dan teknik yang meredakan dispnea, seperti

bernafas dengan bibir dimonyongkan, beberapa individu mendapat

terapi antibiotik profilaktik, terutama selama musim dingin.

Pemberian steroid sering diberikan pada proses penyakit tahap lanjut.

 Penatalaksanaan medis bronkhiektasis termasuk pemberian

antibiotik, drainase postural untuk membantu mengeluarkan sekresi

dan mencegah batuk, dan bronkoskopi untuk mengeluarkan sekresi

yang mengental. Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk

29
menegakkan diagnosa. Terkadang diperlukan tindakan

pembedahan bagi klien yang terus mengalami tanda dan gejala

meski telah mendapat terapi medis. Tujuan utama dari pembedahan

ini adalah untuk memulihkan sebanyak mungkin fungsi paru.

Biasanya dilakukan segmentektomi atau lubektomi. Beberapa klien

mengalami penyakit dikedua sisi parunya, dalam kondisi seperti

ini, tindakan pembedahan pertama-tama dilakukan pada bagian

paru yang banyak terkena untuk melihat seberapa jauh perbaikan

yang terjadi sebelum mengatasi sisi lainnya.

 Penatalaksanaan medis emfisema adalah untuk memperbaiki

kualitas hidup, memperlambat progresi penyakit, dan mengatasi

obstruksi jalan nafas untuk menghilangkan hipoksia. Pendekatan

terapeutik menurut Asih (2003) mencakup tindakan pengobatan

dimaksudkan untuk mengobati ventilasi dan menurunkan upaya

bernafas, pencegahan dan pengobatan cepat infeksi, terapi fisik

untuk memelihara dan meningkatkan ventilasi pulmonal,

memelihara kondisi lingkungan yang sesuai untuk memudahkan

pernafasan dan dukungan psikologis serta penyuluhan rehabilitasi

yang berkesinambungan.

b. Terapi non farmakologi

1) Rehabilitasi : latihan fisik, latihan endurance, latihan

pernapasan, rehabilitasi psikososial

30
2) Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOM

derajat IV, AGD.

a) PaO2 < 55 mmHg, atau SO2 < 88% dengan atau tanpa

hiperkapnia

b) PaO2 55-60 mmHg, atau SaO2 < 88% disertai hipertensi

pulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemia.

Pada pasien PPOM, harus di ingat, bahwa pemberian oksigen

harus dipantau secara ketat. Oleh karena, pada pasien PPOM

terjadi hiperkapnia kronik yang menyebabkan adaptasi

kemoreseptor-kemoreseptor central yang dalam keadaan

normal berespons terhadap karbon dioksida.

Maka yang menyebabkan pasien terus bernapas adalah

rendahnya konsentrasi oksigen di dalam darah arteri yang

terus merangsang kemoreseptor-kemoreseptor perifer yang

relatif kurang peka. Kemoreseptor perifer ini hanya aktif

melepaskan muatan apabila PO2 lebih dari 50 mmHg, maka

dorongan untuk bernapas yang tersisa ini akan hilang.

Pengidap PPOM biasanya memiliki kadar oksigen yang

sangat rendah dan tidak dapat diberi terapi dengan oksigen

tinggi. Hal ini sangat mempengaruhi koalitas hidup.

Ventimask adalah cara paling efektif untuk memberikan

oksigen pada pasien PPOM.

31
3) Nutrisi

4) Pembedahan: pada PPOK berat, (bila dapat memperbaiki

fungís paru atau gerakan mekanik paru)

32
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Penyakit Paru

Obstruktif Menahun (PPOM)

1. Pengkajian :

a. Riwayat atau faktor penunjang :

 Merokok merupakan faktor penyebab utama.

 Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.

 Riwayat alergi pada keluarga

 Riwayat Asthma pada anak-anak.

b. Riwayat atau adanya faktor pencetus eksaserbasi :

 Alergen.

 Stress emosional.

 Aktivitas fisik yang berlebihan.

 Polusi udara.

 Infeksi saluran nafas.

c. Pemeriksaan fisik :

1) Manifestasi klinik Penyakit Paru Obstruktif Kronik :

 Peningkatan dyspnea

 Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot

abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping

hidung).

 Penurunan bunyi nafas.

33
 Takipnea.

2) Gejala yang menetap pada penyakit dasar

Asthma

 Batuk (mungkin produktif atau non produktif), dan perasaan dada

seperti terikat.

 Mengi saat inspirasi maupun ekspirasi yang dapat terdengar tanpa

stetoskop.

 Pernafasan cuping hidung.

 Ketakutan dan diaforesis.

Bronkhitis

 Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan,

yang biasanya terjadi pada pagi hari.

 Inspirasi ronkhi kasar dan whezzing.

 Sesak nafas

Bronkhitis (tahap lanjut)

 Penampilan sianosis

 Pembengkakan umum atau “blue bloaters” (disebabkan oleh

edema asistemik yang terjadi sebagai akibat dari kor pulmunal).

34
Emphysema

 Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter

thoraks anterior posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi

paru-paru).

 Fase ekspirasi memanjang.

 Emphysema (tahap lanjut)

 Hipoksemia dan hiperkapnia.

 Penampilan sebagai “pink puffers”

d. Pemeriksaan diagnostik

1) Test faal paru

 Kapasitas inspirasi menurun

 Volume residu : meningkat pada emphysema, bronkhitis dan

asthma

 FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif Penyakit Paru

Obstruktif Kronik

 FVC awal normal ® menurun pada bronchitis dan astma.

 TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada

emphysema).

2) Transfer gas (kapasitas difusi).

 Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik Transfer gas relatif baik.

 Pada emphysema : area permukaan gas menurun.

35
 Transfer gas (kapasitas difusi).menurun

3) Darah :

 Hb dan Hematokrit meningkat pada polisitemia sekunder.

 Jumlah darah merah meningkat

 Eo dan total IgE serum meningkat.

 Analisa Gas Darah ® gagal nafas kronis.

 Pulse oksimetri ® SaO2 oksigenasi menurun.

 Elektrolit menurun oleh karena pemakaian deuritika pada cor

pulmunale.

4) Analisa Gas Darah

PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada astma. PH

normal asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.

5) Sputum:

 Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran.

 Kuman patogen >> :

 Streptococcus pneumoniae.

 Hemophylus influenzae.

 Moraxella catarrhalis.

6) Radiologi:

 Thorax foto (AP dan lateral).

 Hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung dan bendungan area

paru-paru.

7) Bronkogram: menunjukkan dilatasi bronkus, kolap bronkhiale pada

36
ekspirasi kuat.

8) EKG

Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila

sudah terdapat Kor Pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-

pulmonal pada hantaran II, III dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1

rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering

terdapat RBBB inkomplet.

e. Lain-lain perlu dikaji Berat badan, rata-rata intake cairan dan diet harian.

1) Aktivitas dan Istirahat

 Gejala

Keletihan, kelelahan, malaise. Ketidakmampuan melakukan

aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas. Perlu tidur dalam posisi

duduk cukup tingi. Dispnea pada saat istirahat atau respon

terhadap aktivitas atau latihan.

 Tanda

Kelelahan, gelisah, insomnia, kelemahan umum/kehilangan masa

otot

2) Sirkulasi

 Gejala

Pembengkakan pada ekstremitas bawah

 Tanda

37
Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung,

Distensi vena leher, sianosis perifer.

3) Hygiene

 Gejala

Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan

melakukan aktivitas tubuh.

 Tanda

Kebersihan buruk, bau badan.

4) Pernafasan

 Gejala

Nafas pendek, khususnya pada saat kerja, cuaca atau episode

serangan asthma, rasa dada tertekan/ketidakmampuan untuk

bernafas. Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari

selama 3 bulan berturut-turut selam 3 tahun sedikitnya 2 tahun.

Sputum hijau, putih, kuning dengan jumlah banyak (bronchitis),

episode batuk hilang timbul dan tidak produktif (empisema),

riwayat Pneumonia, riwayat keluarga defisiensi alfa antitrypsin.

 Tanda

Respirasi cepat dangkal, biasa melambat, nafas ekspirasi

memanjang dengan mendengkur, nafas bibir (empisema),

pengguanaan otot bantu pernafasan, dada barell chest, gerakan

diafragma minimal. Bunyi nafas, ronkhi, wheezing, redup perkusi

hypersonor pada area paru (udara terjebak, dan dapat juga

38
redup/pekak karena adanya cairan), Kesulitan bicara 4-5 kalimat

0, Sianosis bibir dan dasar kuku, jari tabuh, seksualitas, Libido

menurun.

5) Interaksi sosial

 Gejala

Hubungan ketergantungan, kurang sisitem pendukung

 Tanda

Keterbatasan mobilitas fisik, Kelalaian hubungan antar keluarga

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas b.d pembatasan jalan nafas, kelelahan otot

pernafasan, peningkatan produksi mukus atau spasme bronkus.

 Definisi

Kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan/atau eliminasi

karbondioksida pada membran alveolar-kapiler.

 Batasan Karakteristik

Subjektif

 Dispnea

 Sakit kepala pada saat bangun tidur

 Gangguan penglihatan

Objekif

 Gas darah arteri yang tidak normal

39
 pH arteri tidak normal

 Ketidaknormalan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan

 Warna kulit tidak normal (misalnya pucat, dan kehitaman)

 Konfusi

 Sianosis (hanya pada neonates)

 Karbon dioksia menurun

 Diaforesis

 Hiperkapnia

 Hiperkarbia

 Hipoksia

 Hipoksemia

 Iritabilitas

 Napas cuping hidung

 Gelisah

 Somnolen

 Takikardia

b. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d ketidakadekuatan batuk,

peningkatan produksi mukus/peningkatan sekresi lendir.

 Definisi

Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari

slauran pernafasan untuk mempertahankan keberhasilan jalan nafas.

 Batasan Karakteristik

40
Subjektif

 Dispnea

Objektif

 Suara napas tambahan (misalnya rale, crackle, ronki, dan mengi)

 Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan

 Batuk tidak ada atau tidak efektif

 Sianosis

 Kesulitan untuk berbicara

 Penurunan suara napas

 Ortopnea

 Gelisah

 Sputum berlebihan

c. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder terhadap peningkatan kerja

pernafasan atau kesulitan masukan oral sekunder dari anoreksia.

 Definisi

Asupan nutrisi tidak cukup untuk memnuhi kebutuhan metabolik.

 Batasan Karakteristik

Subjektif

 Kram abdomen

 Nyeri abdomen

 Menolak makan

41
 Indigesti

 Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan

 Melaporkan perubahan sensasi rasa

 Merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan

Objektif

 Pembuluh kapiler rapuh

 Diare atau steatore

 Kehilangan rambut yang berlebihan

 Bising usus hiperaktif

 Kurang informasi, informasi yang salah

 Kurang nya minat terhadap makanan

 Membran mukosa kering

 Tonus otot buruk

 Menolak untuk makan

 Rongga mulut terluka (inflamasi)

 Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan dan mengunyah

d. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.

 Definisi

Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respon

autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh

individu); perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap

bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang

42
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan

individu untuk bertindak menghadapi ancaman.

 Batasan Karakteristik

Perilaku

 Penurunan produktivitas

 Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa

hidup

 Gerakan yang tidak relevan (misalnya, mengeret kaki, gerakan

lengan

 Gelisah

 Memandang sekilas

 Insomnia

 Kontak mata buruk

 Resah

 Menyelidik dan tidak waspada

Afektif

 Gelisah

 Kesedihan yang mendalam

 Distres

 Ketakutan

 Perasaan tidakadekuat

 Fokus pada diri sendiri

 Peningkatan kekhawatiran

43
 Iritabilitas

 Gugup

 Gembira berlebihan

 Marah

 Menyesal

 Perasaan takut

 Ketidakpastian

 Khawatir

Fisiologis

 Wajah tegang

 Insomnia

 Peningkatan keringat

 Peningkatan ketegangan

 Terguncang

 Gemetar atau tremor ditangan

 Suara bergetar

Parasimpatis

 Nyeri abdomen

 Penurunan tekanan darah

 Penurunan nadi

 Diare

 Pingsan

44
 Keletihan

 Mual

 Gangguan tidur

 Kesemutan pada ekstremitas

 Sering berkemih

Simpatis

 Anoreksia

 Eksitasi kardiovaskular

 Diare

 Mulut kering

 Wajah kemerahan

 Jantung berdebar-debar

 Peningkatan tekanan darah

 Peningkatan nadi

 Peningkatan pernapasan

 Dilatasi pupil

 Kesulitan bernapas

 Kedutan otot

 Kelemahan

Kognitif

 Kesadaran terhadap gejala-gejala fisiologis

 Konfusi

45
 Penurunan lapang pandang

 Kesulitan untuk berkonsentrasi

 Keterbatasan kemampuan untuk menyelesaikan masalah

 Mudah lupa

 Melamun

e. Kurang pengetahuan b.d kurang informasi

 Definisi

Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan

topic spesifik.

 Batasan Karakteristik

Subjektif

 Mengungkapkan masalah secara verbal

Objektif

 Tidak mengikuti instruksi yang diberikan secara akurat

 Performa uji tidak akurat

 Perilaku yang tidak sesuai atau terlalu berlebihan (sebagai contoh

: histeri, agitasi, atau apatis).

3. Rencana Tindakan Keperawatan

46
No. DX Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
I NOC : NIC

 Respiratory Status: Gas exchange Airway Management

 Respiratory Status: Ventilation - Buka jalan nafas, gunakan

 Vital Sign Status teknik chin lift atau jaw thrust

bila perlu

Kriteria Hasil: - Posisikan pasien untuk

 Mendemonstrasikan peningkatan memaksimalkan ventilasi

ventilasi dan oksigenasi yang - Identifikasi pasien perlunya

adekuat pemasangan alat jalan nafas

 Memelihara kebersihan paru-paru buatan

dan bebas dari tanda-tanda - Pasang mayo bila perlu

distress pernafasan - Lakukan fisioterapi dada bila

 Mendemonstrasikan batuk efektif perlu

dan suara nafas yang bersih, tidak - Keluarkan sekret dengan batuk

ada sianosis dan dipsneu (mampu atau suction

mengeluarkan sputum, mampu - Auskultasi suara nafas, catat

bernafas dengan mudah, tidak ada adanya suara tambahan

pursed lips) - Lakukan suction pada mayo

 Tanda-tanda vital dalam rentang - Berikan bronkodilator bla perlu

normal - Berikan pelembab udara

- Atur intake untuk cairan

mengoptimalkan keseimbangan

- Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring

- Monitor rata-rata, kedalaman,

irama dan usaha respirasi

- Catat pergerakan dada, amati

kesimetrisan, penggunaan otot


47
tambahan, retraksi otot

supraclavicular dan intercostal


C. Kesimpulan

PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa

memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan

saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi

beberapa waktu.PPOM terdiri dari kumpulan tiga penyakit yaitu Bronkitis

kronik, Emfisema paru dan Asma.

Faktor resiko dari PPOM adalah : merokok sigaret yang berlangsung lama,

Polusi udara, Infeksi paru berulang, Umur, Jenis kelamin, Ras, Defisiensi alfa-1

antitripsin, Defisiensi anti oksidan

Penatalaksanaan pada penderita PPOM: Meniadakan faktor etiologi dan

presipitasi, Membersihkan sekresi Sputum, Memberantas infeksi, Mengatasi

Bronkospasme, Pengobatan Simtomatik, Penanganan terhadap komplikasi yang

timbul, Pengobatan oksigen, Tindakan ”Rehabilitasi”.

48
Daftar Pustaka

Bruner & Suddarth. (2013). Keperawatan medikal Bedah. Volume 2. Jakarta:

EGC.

Huda, A. N. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis

dan Nanda Nic-Noc. Jilid I. Yogyakarta: Mediaction Publishing.

Kowalak, Jennifer. P. (2016). Buku ajar patofisiologi. Jakarta: EGC

49

Anda mungkin juga menyukai